196
Dentofasial, Vol.10, No.3, Oktober 2011:196-201
Kebiasaan postur tubuh yang buruk yang mengganggu kesehatan sendi temporomandibula Bad posture habits that interfere with health of temporomandibular joint 1
Tine Martina Winarti, 2Rasmi Rikmasari
1
PPDGS Prostodonsia Bagian Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung, Indonesia 2
ABSTRACT Temporomandibular joint (TMJ) is a component of the stomatognati system that supports oral dental health which their components are closely interconnected. Posture is a habit that often do not realize that could cause an imbalance in the joints and muscles, which in turn causes pain. Inadequate body posture can occur on sleep position, lying down, sitting, walking, and other daily activities. Most people are not aware of the dangers of these habits. Dentists are expected to shed some light on the habits of this particular posture errors, which if not promptly removed, it will cause interference with stomatognati systems, such as joint and muscle pain, headache and neck. Complaints due to bad habits can be reduced significantly by eliminating the habit. So it is with the wrong posture habits. With improved posture and a series of exercises as well as the care, the health of TMJ can return to normal with minimal costs. This paper will put forward any posture that can lead to disruption of TMJ. Key words: bad habits, temporomandibular joint disorders, posture ABSTRAK Sendi temporomandibula (STM) merupakan salah satu komponen dari sistem stomatognati yang mendukung kesehatan gigi mulut yang komponennya saling berhubungan dengan erat. Postur tubuh merupakan satu kebiasaan yang seringkali tidak disadari yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan pada sendi dan otot yang pada akhirnya menyebabkan keluhan nyeri. Kesalahan postur tubuh dapat terjadi seperti pada posisi tidur, berbaring, duduk, berjalan, dan aktivitas harian lain. Kebanyakan orang tidak sadar akan bahaya dari kebiasaan-kebiasaan ini. Dokter gigi diharapkan dapat memberi penjelasan mengenai adanya kebiasaan ini terutama kesalahan postur tubuh, yang apabila tidak segera dihilangkan, maka akan menyebabkan gangguan pada sistem stomatognati, antara lain seperti nyeri sendi dan otot, nyeri kepala dan leher. Keluhan akibat kebiasaan buruk dapat berkurang secara nyata dengan menghilangkan kebiasaan tersebut. Begitu pula dengan kebiasaan postur tubuh yang salah. Dengan perbaikan postur dan beberapa seri latihan serta perawatan maka kesehatan STM dapat kembali seperti semula dengan biaya minimal. Makalah ini akan mengemukakan postur apa saja yang dapat menyebabkan gangguan STM. Kata kunci: kebiasaan buruk, gangguan sendi temporomandibula, postur Koresponden: Tine Martina Winarti, mahasiswi PPDGS Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Jl. Sekeloa Selatan 1 Bandung, Indonesia. E-mail:
[email protected]
PENDAHULUAN Sistem stomatognati atau sistem mastikasi adalah unit fungsional tubuh yang mengkoordinasi fungsi pengunyahan, penelanan, dan bicara.1,2 Komponen utama sistem stomatognati tersebut adalah sendi temporomandibula (STM), otot-otot pengunyahan dan kompleks gigi-periodontal yang bekerja secara harmoni dan berhubungan erat dalam satu sistem.1,3 Pengaruh mekanisme komponen stomatognati dapat bersifat langsung dan tidak langsung yang ditransmisi oleh sistem saraf pusat (SSP) yang menerima informasi mengenai berbagai keadaan melalui reseptor yang terdapat di rongga mulut, otot-otot, dan STM.1 Berbagai informasi tekanan, nyeri, dan perubahan suhu menentukan terjadinya modifikasi terhadap komponen sistem stomatognati.1
Sistem stomatognati dapat memodifikasi komponennya dengan adanya adaptasi fisiologik sehingga sedikit disharmoni yang terjadi tidak menimbulkan gejala-gejala patologik.3 Adaptasi dapat berupa remodelling kondilus, erupsi pasif gigi, ataupun adaptasi neuromuskular.1,3-6 Dalam keseharian, tanda dan gejala patologik kadang tidak dapat dirasakan oleh individu.3 Adanya keluhan dan ketidaknyamanan yang dirasakan mengganggu aktivitas sehari-hari akan membawa seseorang untuk mencari pengobatan. Akan tetapi, pada saat ini biasanya kerusakan yang terjadi akan lebih luas. Disharmoni sistem stomatognati dapat diakibatkan oleh kebiasaan sehari-hari, dalam hal ini adalah posisi tubuh dalam melakukan aktivitas keseharian, yang lama kelamaan akan membentuk
Tine M. Winarti & Rasmi R: Kebiasaan postur tubuh yang buruk yang mengganggu kesehatan STM
postur tubuh individu tersebut.7 Kesalahan posisi kepala dan leher menyebabkan timbulnya disharmoni pada otot-otot sekitar kepala dan leher termasuk otot pengunyahan yang merupakan salah satu komponen sistem stomatognati.8 Keadaan ini mempengaruhi harmonisasi dalam sistem tersebut dan mengganggu komponen lainnya, yaitu STM dan kompleks dentoperiodontal. Disharmoni yang menjadi disfungsi STM, bila tidak dirawat dapat memicu terjadinya temporomandibular disorders (TMD) yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.3 Adapun TMD adalah suatu gangguan yang mempunyai karakteristik nyeri pada otot-otot pengunyahan serta STM dan struktur di sekelilingnya, keterbatasan fungsi rahang, adanya bunyi sendi, pola keausan dan kegoyangan gigi yang abnormal.3,9 Keadaan ini mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang yang dapat memperparah disfungsi yang sudah ada, yaitu timbulnya kebiasaan-kebiasaan buruk baru seperti clenching, bruksomania, mengunyah permen karet, yang kesemuanya dilakukan secara sadar sebagai kompensasi keadaan jiwa.3,5 Postur kepala dan leher berhubungan dengan TMD. Juga terdapat hubungan antara TMD dengan keluhan di bagian lain tubuh seperti cervical dysfunction.8 Keadaan TMD yang disebabkan oleh kebiasaan posisi dan postur tubuh yang salah biasanya masih dapat diperbaiki dengan cara yang sederhana dan tidak banyak memerlukan biaya. Berdasarkan asumsi di atas, maka pada kajian pustaka ini akan dibahas mengenai berbagai posisi tubuh yang menyebabkan postur tubuh menjadi tidak seimbang dan mengganggu kesehatan STM. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Glossary of Prosthodontic Terms,10 salah satu definisi STM adalah artikulasi antara tulang temporal dan mandibula. Sendi ini merupakan sendi diartrodial, bilateral ginglimus artrodial yang menghubungkan permukaan artikulasi kondilus mandibula dengan fosa artikularis tulang temporal dengan diskus temporomandibula berada di antaranya. Sendi ini merupakan bantalan dalam pergerakan mandibula ke segala arah, bergerak secara pasif mengikuti komponen neuromuskular yang bergerak aktif dan merupakan pemimpin dalam sistem stomatognati.5,6 Pergerakan mandibula mengikuti dan dibatasi oleh komponen neuromuskular dengan komplek dentoperiodontal sebagai panduan arah pergerakan, sehingga gigi juga
197
merupakan bagian pasif dari sistem stomatognati.5,6 Pergerakan mandibula terjadi sebagai hasil interaksi yang kompleks komponen sistem stomatognati, seperti otot-otot pengunyahan, STM dan gigi-gigi, yang dikoordinasi dan dikontrol oleh SSP. Kompleks neuromuskular mengatur refleks dan pergerakan voluntari mandibula. Artikulasi STM menjaga hubungan perlekatan distal mandibula-maksila serta menyediakan guiding plane bagi pergerakan mandibula ke anterior, lateral, dan inferior dalam batas pergerakan mandibula.2 Gigi menyediakan relasi mandibula-maksila yang stabil secara vertikal dan horisontal, dengan cara relasi interkuspal gigi-gigi yang berlawanan.11 Gigi juga menyediakan dataran haluan pergerakan mandibula ke anterior dan lateral dalam keadaan gigi berkontak. Harmonisasi keadaan di atas menyediakan keseimbangan dalam sistem stomatognati. Keseimbangan sistem stomatognati dicapai dalam keadaan sebagai berikut (1) STM yang stabil dan nyaman, (2) anterior guidance harmonis dengan pergerakan fungsional, (3) tidak adanya hambatan pada posterior, yaitu kontak merata pada relasi sentrik dan disklusi posterior saat kondilus keluar dari sentrik relasinya, (4) hubungan vertikal semua gigi harmonis dengan kontraksi otot-otot elevator, dan (5) hubungan horisontal semua gigi harmonis dengan zona netral.4 Postur tubuh yang salah jika merupakan satu kebiasaan yang terjadi bertahun-tahun dan seringkali tidak disadari, dapat menyebabkan ketidakseimbangan sendi dan otot, yang pada akhirnya menyebabkan keluhan nyeri pada sistem stomatognati dan struktur di sekitarnya.6,12 Kesalahan postur tubuh dapat terjadi seperti pada posisi tidur, berbaring, duduk, berjalan, dan aktivitas harian lain. Kebanyakan orang tidak sadar akan bahaya dari kebiasaan tidur menelungkup, tidur pada satu sisi, berbaring/duduk bersandar pada satu sisi, berjalan dengan membawa beban di salah satu pundak, menjepit telepon di antara kepala dan bahu, berpangku tangan, bernafas melalui mulut, dan menghentak leher kanan-kiri (whiplash).5,6,12-14 Posisi tidur yang salah perlahan-lahan akan menimbulkan gejala-gejala yang disebut Galiffa’s Mandibular Decubitus Syndrome.5,6 Etiologi utama adalah trauma pada rahang bawah sebab posisi statis yang salah (mandibular decubitus), baik posisi tidur, berbaring/duduk bersandar, menjepit telepon di antara kepala dan bahu,
198 maupun berpangku tangan.5,6 Gejala-gejala yang paling sering timbul adalah5,6 (1) Mendengung, tinitus, telinga berbunyi, bising pada telinga, pening, vertigo; (2) Bruksisma, keletuk sendi, nyeri dan bising saat membuka tutup mulut; (3) Myalgic asthenia. Nyeri dan kontraksi atau rasa tegang pada muka, pelipis, tengkuk dan leher, pundak, punggung dan pinggang; nyeri dan tegang area okular retrobulbar; (4) Ketidakseimbangan mandibular, descending postural syndrome; (5) Peningkatan tonus seluruh otot-otot tubuh; (6) Keterbatasan fungsi mulut, sulit membuka mulut saat bangun tidur, deformasi kepala kondilus, perubahan kapsula dan ligamen diskus artikularis; (7) Sindroma temporomandibula, artrosis STM; (8) Kesulitan membuka mulut dalam waktu lama; (9) Kesukaran saat mengunyah; (10) Kecenderungan menggigit pipi dan lidah; (11) Bruksisma, bruksomania; (12) Faset keausan gigi; kegoyangan dan bergesernya gigi; (13) Resesi gusi, poket periodontal, pyorea, paradentosis. Diastem gigi anterior pada satu sisi, protrusi gigi seri pada satu sisi; (14) Fraktur gigi, pivot15 dan akar; (15) Deviasi mandibula dan asimetri wajah; dan (16) Anomali ortodonti, misal deviasi lateral mandibula, monolateral cross-bite, deep bite, perbedaan klasifikasi Angle kanan dan kiri. Parafungsi sebagai salah satu tanda sindrom Galiffa’s mandibular decubitus juga mempunyai tanda pada gigi, otot, dan STM. Tanda yang dapat diperhatikan adalah (1) Gigi; keausan pada gigi dan restorasi, tergantung dari (a) kekerasan enamel, (b) kualitas dan kuantitas gaya oklusal, (c) frekuensi parafungsi; (2) Otot; kelelahan atau sakit pada otot, hipertrofi otot terutama maseter, naiknya nilai EMG maseter; dan (3) STM; overloading, bunyi artikular (popping, clicking), disc displacement atau internal derangement (reciprocal click dan closed-lock), serta perubahan radiografi kontur kondilus.15 Kebiasaan menghentak leher kanan kiri dapat menimbulkan trauma pada leher yang memicu timbulnya nyeri dan disfungsi pada rahang dan area kepala-leher sehingga mengganggu aktivitas fungsional rahang.14 Whiplash association disorders (WAP) sering terjadi bersama-sama dengan neck dysfunction.14 Sementara, individu yang bernapas melalui mulut memperlihatkan tanda dan gejala postur kepala lebih ke depan, protrusi bahu, elevasi dan abduksi skapula.12 Dari keterangan orang tua dapat diketahui adanya kebiasaan menghisap jari yang masih berlanjut, mulut kering saat bangun tidur, tidur dengan mulut terbuka, bibir terbuka
Dentofasial, Vol.10, No.3, Oktober 2011:196-201
saat menonton televisi, halitosis, night dribble, gingivitis, dan mendengkur malam hari.13 Bernapas melalui mulut juga menyebabkan kesulitan berkonsentrasi, prestasi sekolah yang kurang, dan kebiasaan tidur siang yang berlebihan, sehingga mengurangi kualitas hidup.13 Ketidakseimbangan mandibula bersama dengan faktor lainnya terutama faktor kontribusi berupa stres kejiwaan dapat memperparah keadaan dan menjadikannya suatu siklus yang dapat menyebabkan kerusakan menetap pada sistem stomatognati. Keadaan inilah yang harus dihindari dengan melakukan observasi terhadap semua tanda dan gejala adanya kebiasaan-kebiasaan yang dapat mengganggu sehingga dokter gigi diharapkan dapat menemukan etiologi pasti dari jenis kebiasaan yang salah walaupun individu tersebut tidak menyadarinya. Dokter gigi diharapkan dapat menggali sebanyak-banyaknya informasi dari penderita dengan mengajukan pertanyaan yang mengarah pada kebiasaan salah yang diduga menjadi penyebab dengan melihat dari tanda-tanda yang telah disebutkan di atas. Dengan mengenali tanda dan gejala yang ada, maka dapat ditetapkan etiologi yang pasti sehingga jenis perawatan yang diperlukan dapat ditentukan. Satu hal yang terpenting dan merupakan kunci keberhasilan adalah mengeliminasi kebiasaan buruk yang menjadi penyebab utama. Terdapat banyak jenis perawatan yang dapat dilakukan. Pilihan perawatan pertama adalah mengganti kebiasaan buruk dengan kebiasaan yang baik dan manajemen stres.13 Perawatan lain adalah8,12,16 (1) self instruction management TMD standar (self-care strategies), yaitu mengurangi beban otot-otot mastikasi dengan mengubah kebiasaan makan, menghilangkan parafungsi dan clenching, hidroterapi kontras; splint; (2) medikasi, seperti NSAID, muscle relaxants, injeksi anestesi lokal, injeksi kortikosteroid; dan (3) bedah, jika kerusakan yang terjadi bersifat menetap, misal internal derangement without reduction (locking jaw) ataupun perforasi diskus. Perawatan alternatif atau komplemen dapat berupa12 (1) asupan nutrisi dan suplemen tertentu; (2) herbal; (3) homeopati; (4) akupunktur; (5) chiropraktik; (6) terapi kraniosakral; (7) masase; (8) biofeedback; dan (9) perbaikan postur, melalui teknik Alexander dan metode Feldenkrais. PEMBAHASAN Akibat dari posisi dan postur tubuh yang salah, komponen neuromuskular mengalami
Tine M. Winarti & Rasmi R: Kebiasaan postur tubuh yang buruk yang mengganggu kesehatan STM
ketidaknyamanan dan ketidaklancaran dalam setiap pergerakan. Untuk mengatasi hal tersebut, tiap komponen dalam sistem stomatognati akan beradaptasi untuk memperoleh fungsi yang terbaik dalam mempertahankan kesehatan sistem tersebut. Tetapi tidak semua komponen dapat merespon dengan baik, komponen yang terlemah yang dapat mengalami gangguan, kelainan, dan penyakit.4 Untuk mengetahui komponen terlemah maka mekanisme atau patogenesis tiap etiologi harus dapat dipahami. Dari penelitian Eriksson dkk,17 fungsi normal rahang tergantung dari pergerakan simultan dari STM, atlanto-oksipital, dan sendi servikal-tulang belakang. Kebiasaan menghentak leher kanan-kiri yang berkelanjutan mengakibatkan trauma pada leher. Hal ini menyebabkan nyeri dan disfungsi otot-otot leher yang mengganggu fungsi rahang, terbukti dengan adanya pergerakan mandibula dan pergerakan kepala dengan amplitudo yang lebih kecil, dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mempunyai kebiasaan menghentak leher.14 Indikator lainnya adalah head extension awal yang lebih kecil pada pergerakan buka tutup mulut.14 Posisi kepala yang sesuai akan melancarkan hubungan biomekanik aktivitas rahang, dan pergerakan mandibula yang optimal serta menghasilkan daya yang cukup.14 Interpretasi ini sejalan dengan hasil penelitian Hellsing dan Hagberg18 yang menyebutkan bahwa mengangkat kepala akan menghasilkan daya gigit maksimal. Sementara hasil penelitian Yamada dkk, menyebutkan bahwa mengangkat kepala menghasilkan stabilitas pergerakan penutupan mandibula.19 Pada kebiasaan bernapas melalui mulut, posisi postur kepala agak lebih ke depan. Ricketts melaporkan bahwa terdapat hubungan antara posisi kepala dan keperluan respiratori fungsional, sehingga postur kepala yang lebih ke depan merupakan respon fungsional dari bernafas melalui mulut, yaitu sebagai jalan masuk udara ke mulut karena adanya obstruksi nasal.13 Diagnosis otorinolaringologi menunjukkan adanya obstruksi jalan napas atas, dapat dilihat melalui fibroskopi nasal dan dilihat dari tidak adanya passive lip seal/incompetency lip/hypotonus lip.13 Posisi tidur telungkup atau pada satu sisi akan membebani satu sisi rahang dengan beban statis, sehingga rahang terdorong dan menekan gigi pada oklusi lateral yang tak seimbang menyebabkan tekanan berterusan pada sisi yang terbebani selama berjam-jam setiap malam. Keadaan ini
199
menyebabkan ketiga komponen sistem stomatognati mengalami obstruksi sirkulasi darah.6 Agar penelanan dapat berlangsung, otot pengunyahan akan aktif menggerakkan rahang ke posisi relasi sentrik dan menggerakkan gigi dari oklusi lateral yang salah ke oklusi lateral (posisi maksimal interkuspasi). Gigi bergerak dengan cara bergeser, menyebabkan terjadinya bruksisma dan aksi negatif gingiva, periodontium, dan STM.6 Selain itu, posisi tidur yang salah akan mengganggu proses penelanan yang berlangsung spontan dan otomatis. Penelanan merupakan pergerakan yang tidak disadari yang berlangsung setiap 4 menit sepanjang hidup.6 Proses penelanan normal berlangsung pada keadaan rahang bebas bergerak dan berada pada posisi yang benar, akan mengkompresi dan mengdekompresi gigi. Pergerakan ini memungkinkan sirkulasi darah pada gigi, gingiva, periodonsium, ligamen periodontal dan sementum, tulang alveolar, STM, dan otot-otot pengunyahan. Jika proses penelanan berlangsung pada posisi yang salah, penelanan spontan tidak akan menghasilkan keuntungan fungsional, sehingga menyebabkan stres pada otot-otot pengunyahan. Keadaan itu dapat menimbulkan teeth chafing, clicking, grating, crackling, dan bruksisma, sehingga merusak keseluruhan struktur gigi, gingiva, periodonsium, tulang, dan STM.6 Parafungsi dan beban statis menyebabkan masalah periodontal seperti periodontitis, paradentosis, dan pyorea.6,11,15 Posisi tidur yang salah juga menyebabkan kepala kondilus menerima tekanan berkelanjutan pada diskus artikularis, dan jaringan retrodiskal yang mempunyai banyak vaskularisasi dan inervasi. Selain itu, jika sirkulasi darah pada koklea terhambat, timbul telinga mendengung, tinitus, dan telinga mendenging. Pada vestibula dapat terjadi pening dan vertigo.6 Maloklusi dan ketidakseimbangan mandibula merupakan hasil dari trauma mandibula, yang merusak keseimbangan morfofungsional sistem stomatognati menyebabkan sindroma algodisfungsional STM. Sindroma ini ditandai dengan nyeri rahang terkunci, kesukaran saat penelanan dan berbicara yang dapat disertai ketidakstabilan neuropsikis.5 Peningkatan tonus otot, spasme dan kontraksi otot mastikasi mempengaruhi otot-otot tubuh lainnya sehingga meregang dan mengalami spasme, yang menyebabkan sindrom postur tubuh menurun (descending posture syndrome), berupa nyeri dan spasme otot pada leher, pundak,
Dentofasial, Vol.10, No.3, Oktober 2011:196-201
200 punggung dan sendi. Keadaan demikian dapat menyebabkan individu mengalami stres. Stres dan faktor psikis bukan merupakan faktor penyebab patologi STM tetapi lebih merupakan faktor yang lebih memuluskan terjadinya keadaan patologi tersebut atau merupakan faktor kontribusi.5,8 Oleh karena itu, kapasitas kontrol dan penyesuaian menjadi syarat utama dari keseimbangan yang harmonis yang menjamin kesehatan komponen dalam sistem stomatognati yang pada akhirnya mendukung kesehatan secara paripurna. Syarat lain yang juga harus diperhatikan dalam kontrol penyesuaian adalah faktor predisposisi (genetik, hormonal, anatomi) dan faktor kontribusi (parafungsi dan stres jiwa) yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan kualitas dan kuantitas dari ketidaknyamanan sistem stomatognati meskipun memiliki faktor etiologi yang sama.5,8 Dengan kata lain, tingkat keparahan patologi yang terjadi tergantung dari faktor predisposisi, faktor kontribusi, dan lamanya kebiasaan tersebut berlangsung.6 Meskipun etiologi dari TMD masih merupakan kontroversi, tetapi kebanyakan pustaka menyebutkan bahwa hiperaktivitas otot, trauma, stres emosional/jiwa, dan maloklusi merupakan etiologi gangguan temporomandibula.20 Faktor etiologi tersebut pada beberapa individu dapat menjadi faktor kontribusi, misalnya hiperaktivitas otot yang disebabkan parafungsi, dan kondisi jiwa seseorang.5 Sementara genetik, hormonal, anatomi tiap individu menjadi faktor predisposisi telah menjadi konsensus.20 SIMPULAN Aktivitas seharian yang berakibat pada postur tubuh salah yang berlangsung bertahun-tahun menyebabkan trauma bagi sistem stomatognati terutama pada otot-otot dan sendi sehingga menjadi penyebab langsung dari gangguan STM. Keberhasilan perawatan dan prognosis gangguan kranioservikomandibula ditentukan terutama oleh diagnosis etiopatogenesis yang disertai dengan eliminasi penyebab utama. Dengan eliminasi trauma STM, disharmoni dan ketidaknyamanan area kepala dan leher dapat diminimalkan tanpa perawatan yang kompleks. Setiap kebiasaan mempunyai tanda dan gejala spesifik yang memerlukan ketelitian dokter gigi dalam menganamnesis dan melihat tanda-tanda patologik intra oral maupun ekstra oral. Kebiasaan buruk yang dapat mempengaruhi kesehatan STM dapat dideteksi dengan selalu memeriksa pergerakan STM pada setiap kali kunjungan pasien sebagai
suatu langkah awal, dan membiasakan melihat postur tubuh sebagai petunjuk awal dari adanya suatu kelainan. Perawatan harus dilakukan dengan mengeliminasi faktor etiologi. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3. 4.
5. 6. 7.
8.
9.
10. 11.
12.
13.
14.
15.
16.
Mongini F. The stomatognathic system: function, dysfunction, and rehabilitation. Chicago: Quintessence Publishing Co. Inc.; 1984. p. 15-6. Gross MD, Mathews JD. Occlusion in restorative dentistry: technique and theory. Edinburgh: Churchill Livingstone; 1982. Ash MM, Ramfjord S. Occlusion. 4th ed. Philadelphia: Mosby; 1995. p. 76,147. Dawson PE. Functional occlusion from TMJ to smile design. St. Louis: Mosby Elsevier; 2007. p. 53-4, 346-8. Mandibular unbalance. [cited 18 Aug 2010]. Available from: http://www.galiffa.com/ Check your sleeping position.... [cited 18 Aug 2010]. Available from: http://www.galiffa.com/ The complete guide to the Alexander technique. [cited 2010 Aug 24]. Available from: http://www.alexandertechnique.com/ Wright EF, Domenech MA, Fischer JR. Usefulness of posture training for patients with temporomandibular disorders. J Am Dent Assoc 2000; [cited 18 Aug 2010]; 131(2):202-10. Available from: http://www.jada.sagepub.com El-Amin EI, Khalid MA, Ali SE. Temporomandibular disorders in Al-Ahsa province, KSA: An epidemiologic study. Saudi Dent J 2001;13(3):283-90. Nallaswamy D. Textbook of prosthodontics. Chennai: Jaypee Brothers Ltd.; 2002. p. 823. Klineberg I, Rob J. Occlusion and clinical practice: An evidence-based approach. Edinburgh: Wright Elsevier; 2004. p. 49-54. Medical center University of Maryland [homepage on the internet]. [cited 3 Aug 2010]. TMJ dysfunction; [about 4 screen]. Available from: http://www.umm.edu/altmed/articles/temporomand ibular-joint-000162.htm Neiva PD, Kirkwood RN, Godinho R. Orientation and position of head posture, scapula and thoracic spine in mouth-breathing children. Int J Pediatr Otorhinolaryngol 2008. Doi:10.1016/j.ijporl.2008. 10.006. Haggman-Henrikson B, Zafar H, Eriksson PO. Disturbed Jaw behavior in whiplash-associated disorders during rhythmic jaw movements. J Dent Rest 2002; 81(11): 747-51. Wassel R, Naru A, Steele J, Nohl F. Applied occlusion. London: Quintessence Pub. Co.; 2008. p. 24-7, 73-85. Truelove E, Huggins KH, Mancl L, Dworkin SF. The efficacy of traditional, low-cost and nonsplint therapies for temporomandibular disorder: A randomized control trial. J Am Dent Assoc
Tine M. Winarti & Rasmi R: Kebiasaan postur tubuh yang buruk yang mengganggu kesehatan STM
2006;[cited 27 Aug 2010]; 137: 1099-107. Available from http://jada.ada.org 17. Eriksson PO, Haggman-Henrikson B, Nordh E, Zafar H. Co-ordinated mandibular and head-neck movements during rhythmic jaw activities in man. In: Haggman-Henrikson B, Zafar H, Eriksson PO. Disturbed jaw behavior in whiplash-associated disorders during rhythmic jaw movements. J Dent Rest 2002; 81(11): 747-51. 18. Hellsing E, Hagberg C. Changes in maximum bite force related to extension of the head. In: Haggman-Henrikson B, Zafar H, Eriksson PO (editor). Disturbed jaw behavior in whiplash-
201
associated disorders during rhythmic jaw movements. J Dent Rest 2002; 81(11): 747-51. 19. Yamada R, Ogawa T, Koyano K. The effect of head posture on direction and stability of mandibular closing movement. In: HaggmanHenrikson B, Zafar H, Eriksson PO. Disturbed Jaw behavior in whiplash-associated disorders during rhythmic jaw movements. J Dent Rest 2002; 81(11): 747-51. 20. Parker MW. A dynamic model of etiology in temporomandibular disorders. J Am Dent Assoc 1990;120:283-90.