RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 58 ayat (2), Pasal 59 ayat (7), dan Pasal 61 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dan Dumping Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun;
Mengingat
: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: PERATURAN BERBAHAYA BERBAHAYA BERBAHAYA
PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN BAHAN DAN BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN DAN BERACUN, DAN DUMPING LIMBAH BAHAN DAN BERACUN. BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bahan Berbahaya dan Beracun, yang selanjutnya disingkat B3, adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan, merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. 2. Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. 3. Limbah bahan berbahaya dan beracun, yang selanjutnya disebut Limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3. 4. Registrasi B3 adalah pendaftaran dan pemberian nomor terhadap B3 yang dihasilkan di dalam negeri atau diimpor ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang didasarkan pada kajian atau evaluasi terhadap manfaat, risiko dan/atau dampaknya terhadap kesehatan dan lingkungan hidup.
1
5. Penyimpanan B3 adalah kegiatan penempatan B3 untuk menjaga kualitas, kuantitas, mencegah kontaminasi dan/atau bereaksi dengan bahan kimia lain, dan/atau dampak negatif B3 terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup. 6. Pengemasan B3 adalah kegiatan mengemas, mengisi, atau memasukkan B3 ke dalam suatu wadah dan/atau kemasan, menutup dan/atau menyegelnya. 7. Kemasan B3 adalah bahan atau benda yang bersentuhan secara langsung maupun tidak langsung yang digunakan untuk membungkus B3. 8. Simbol B3 adalah gambar yang menunjukkan karakteristik B3. 9. Simbol limbah B3 adalah gambar yang menunjukkan karakteristik limbah B3. 10. Label B3 adalah setiap keterangan mengenai B3 yang berbentuk simbol atau piktogram, tulisan atau kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang berisi informasi karakteristik B3 dan tata cara penanganannya bila terjadi tumpahan. 11. Label limbah B3 adalah setiap keterangan mengenai limbah B3 yang berbentuk tulisan yang berisi informasi penghasil, alamat penghasil, waktu pengemasan, jumlah, dan karakteristik limbah B3. 12. Pelabelan B3 adalah proses penandaan atau pemberian label yang dilekatkan atau dibubuhkan ke kemasan langsung dan pada kemasan luar dari suatu B3. 13. Pelabelan limbah B3 adalah proses penandaan atau pemberian label yang dilekatkan atau dibubuhkan ke kemasan langsung dari suatu limbah B3. 14. Lembaran Data Keselamatan, yang selanjutnya disingkat LDK, adalah lembaran petunjuk yang berisi informasi B3 tentang sifat fisika, kimia, jenis bahaya dan racun yang ditimbulkan, cara penanganan, tindakan khusus dalam keadaan darurat dan informasi lain yang diperlukan. 15. Ekspor B3 dan/atau limbah B3 adalah kegiatan mengeluarkan B3 dan/atau limbah B3 dari daerah pabean Indonesia. 16. Notifikasi B3 adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas negara eksportir kepada otoritas negara penerima sebelum dilaksanakan perpindahan lintas batas B3 yang terbatas dimanfaatkan. 17. Notifikasi ekspor limbah B3 adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas negara eksportir kepada otoritas negara penerima sebelum dilaksanakan perpindahan lintas batas limbah B3. 18. Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan limbah B3. 19. Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu. 20. Pengurangan limbah B3 adalah suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi jumlah dan/atau mengurangi sifat bahaya dan/atau racun dari limbah B3 tersebut, sebelum dihasilkan dari suatu usaha dan/atau kegiatan. 21. Penghasil limbah B3 adalah setiap orang yang usaha dan/atau kegiatannya menghasilkan limbah B3. 22. Pengumpul limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengumpulan dengan tujuan untuk mengumpulkan limbah B3 sebelum dikirim ke tempat pengolahan dan/atau pemanfaatan dan/atau penimbunan limbah B3. 23. Pengangkut limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengangkutan limbah B3. 2
24. Pemanfaat limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pemanfaatan limbah B3. 25. Pengolah limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengolahan limbah B3. 26. Penimbun limbah B3 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan penimbunan limbah B3. 27. Penyimpanan limbah B3 adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil dengan maksud menyimpan sementara limbah B3 yang dihasilkannya. 28. Pengumpulan limbah B3 adalah kegiatan mengumpulkan limbah B3 dari penghasil limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara sebelum diserahkan kepada pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3. 29. Pengangkutan B3 adalah kegiatan pemindahan B3 dari suatu tempat ke tempat lain menggunakan sarana angkutan. 30. Pengangkutan limbah B3 adalah suatu kegiatan pemindahan limbah B3 dari penghasil, ke pengumpul, ke pemanfaat, ke pengolah, dan/atau ke penimbun limbah B3 atau dari pengumpul ke pemanfaat, ke pengolah, dan/atau ke penimbun limbah B3. 31. Pemanfaatan limbah B3 adalah suatu kegiatan penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan/atau perolehan kembali (recovery) yang bertujuan untuk mengubah limbah B3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan, sebagai substitusi bahan baku, bahan penolong, dan/atau bahan bakar yang harus aman bagi lingkungan dan kesehatan manusia. 32. Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengurangi dan/atau menghilangkan sifat bahaya dan/atau sifat racun. 33. Penimbunan limbah B3 adalah suatu kegiatan menempatkan limbah B3 pada suatu fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup. 34. Kecelakaan pengelolaan B3 dan/atau limbah B3 adalah lepas atau tumpahnya B3 dan/atau limbah B3 ke lingkungan yang karena sifat dan/atau karakteristik bahayanya dapat mencemari dan/atau merusak lingkungan hidup, menimbulkan cedera, terganggunya kesehatan manusia, dan/atau rusaknya sarana dan prasarana. 35. Sistem tanggap darurat selanjut nya disebut STD adalah sistem pengendalian keadaan darurat yang meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, dan penanggulangan kecelakaan serta pemulihan kualitas lingkungan hidup akibat kejadian kecelakaan pengelolaan B3 dan/atau limbah B3. 36. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. 37. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. 38. Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. 39. Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. 40. Penanggulangan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup adalah cara atau proses untuk mengatasi pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. 3
41. Pemulihan fungsi lingkungan hidup adalah cara atau proses mengembalikan seperti semula fungsi lingkungan hidup yang disebabkan oleh pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. 42. Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup yang selanjutnya disingkat PPLH adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, wewenang, kewajiban dan tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan pengawasan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 43. Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah yang selanjutnya disingkat PPLHD adalah Pegawai Negeri Sipil di daerah yang diberi tugas, wewenang, kewajiban dan tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan pengawasan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 44. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. 45. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. 46. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 47. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 2 Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai: a. pengelolaan B3; b. pengelolaan limbah B3; c. dumping limbah B3; d. perizinan; e. penanggulangan pencemaran, perusakan, dan pemulihan lingkungan hidup akibat B3 dan limbah B3; f. sistem tanggap darurat dalam pengelolaan B3 dan limbah B3; g. pembinaan dan pengawasan dalam pengelolaan B3 dan limbah B3; h. ketentuan lain-lain; dan i. sanksi administratif.
fungsi
BAB II PENGELOLAAN B3 Bagian Kesatu Umum Pasal 3 (1) Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengelolaan B3. (2) B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi B3 dalam bentuk: a. senyawa tunggal; b. senyawa campuran; dan c. preparat. (3) B3 yang dikecualikan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. narkotika, psikotropika, dan/atau prekursornya serta zat adiktif lainnya. b. zat radioaktif; 4
c. d. e. f.
B3 yang digunakan untuk senjata kimia; B3 yang digunakan untuk bahan farmasi untuk kosmetik dan obat; B3 yang digunakan untuk bahan tambahan pangan; dan B3 yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam jumlah yang tidak menimbulkan bahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup untuk analisis di laboratorium dan penelitian. (4) Pengelolaan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kategorisasi B3; b. penentuan karakteristik B3; c. pengemasan B3; d. pelabelan dan simbol B3; e. notifikasi B3; f. registrasi B3; g. pelaporan; dan h. penatalaksanaan penyimpanan B3; i. penatalaksanaan pengangkutan B3; dan j. pengelolaan kemasan B3 bekas. Bagian Kedua Kategorisasi B3 Pasal 4 (1) B3 dikategorisasikan menjadi 3 (tiga) kategori: a. B3 yang dapat dimanfaatkan; b. B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan; dan c. B3 yang dilarang untuk dimanfaatkan. (2) B3 yang dapat dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. (3) B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. (4) B3 yang dilarang untuk dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. (5) Dalam hal terdapat B3 yang dilarang dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, B3 tersebut harus diolah sesuai dengan ketentuan pengelolaan limbah B3. Pasal 5 (1) Dalam hal penghasil akan menghasilkan B3 dan/atau importir B3 akan memasukkan B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk pertama kali dan B3 tersebut tidak tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III Peraturan Pemerintah ini, wajib mengajukan permohonan penetapan kategori B3 kepada Menteri. (2) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri untuk selanjutnya dievaluasi oleh tim teknis B3 yang dibentuk oleh Menteri. (3) Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan LDK. (4) LDK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat oleh: a. penghasil B3, sebelum B3 dihasilkan untuk pertama kali; atau b. penghasil B3 di luar negeri, pada saat B3 dimasukkan pertama kali ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5
(5) LDK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat berdasarkan hasil uji karakteristik dan: a. dokumen sistem global terharmonisasi mengenai klasifikasi dan pelabelan bahan kimia (Globally Harmonized System of Classification and Labelling of Chemicals); dan/atau b. dokumen lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terkait dengan klasifikasi dan pelabelan B3 serta risiko yang akan terjadi terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Pasal 6 (1) LDK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) paling sedikit memuat informasi mengenai: a. identitas B3; b. identitas penghasil B3; c. komposisi B3; d. identifikasi bahaya sesuai dengan karakteristik B3; e. tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan; f. tindakan penanggulangan kebakaran; g. tindakan mengatasi kebocoran dan tumpahan; h. penyimpanan dan penanganan B3; i. pengendalian pemajanan dan alat pelindung diri; j. sifat fisika dan kimia B3; k. stabilitas dan reaktivitas B3; l. informasi toksikologi; m. informasi ekologi; n. pembuangan limbah; o. pengangkutan B3; dan p. informasi lain yang diperlukan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai LDK diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 7 (1) Tim teknis B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) melakukan evaluasi terhadap LDK yang disampaikan oleh pemohon yang mengajukan penetapan kategori B3. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak permohonan dinyatakan lengkap secara administrasi dan teknis oleh Menteri. (3) Tim teknis B3 menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi kepada Menteri. (4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat: a. identitas B3; b. kategori B3; c. karakteristik B3; dan d. dampak atau risikonya terhadap kesehatan dan lingkungan hidup. (5) Menteri, berdasarkan rekomendasi tim teknis B3 menetapkan kategori B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Bagian Ketiga Penentuan Karakteristik B3 Pasal 8 (1) Uji karakteristik sebagaimana dimaksud dalam Pasal dilaksanakan untuk menentukan klasifikasi B3. (2) Klasifikasi B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. berbahaya secara fisik;
5
ayat
(5)
6
b. berbahaya terhadap kesehatan manusia; dan c. berbahaya terhadap lingkungan. (3) B3 diklasifikasikan berbahaya secara fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a apabila memiliki karakteristik: a. eksplosif; b. gas mudah menyala; c. aerosol mudah menyala; d. cairan mudah menyala; e. padatan mudah menyala; f. bahan atau campuran yang apabila kontak dengan air melepaskan gas mudah menyala; g. bahan atau campuran swapanas; h. gas oksidator; i. cairan oksidator; j. padatan oksidator; k. oksidator organik; l. bahan atau campuran swareaktif; m. cairan piroforik; n. padatan piroforik; o. gas bertekanan; dan/atau p. korosif pada logam. (4) B3 diklasifikasikan berbahaya terhadap kesehatan manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b apabila memiliki karakteristik: a. beracun akut; b. korosi atau iritasi kulit; c. kerusakan atau iritasi serius pada mata; d. sensitivitas pernafasan atau kulit; e. mutagenasi sel induk; f. karsinogenisitas; g. beracun terhadap sistem reproduksi; h. beracun secara sistemik terhadap organ sasaran secara spesifik setelah paparan tunggal; i. beracun secara sistemik pada organ sasaran spesifik setelah paparan berulang; dan/atau j. bahaya aspirasi. (5) B3 diklasifikasikan berbahaya terhadap lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c apabila memiliki karakteristik: a. bahaya terhadap ekosistem lingkungan akuatik dan lingkungan darat (teresterial); dan/atau b. bahaya terhadap lapisan atmosfer dan ozon. Pasal 9 Ketentuan mengenai tata cara dan persyaratan pelaksanaan uji karakteristik diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 10 (1) Tim teknis B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) terdiri atas: a. ketua; b. sekretaris; dan c. anggota. (2) Tim teknis B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur: a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup; b. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian; 7
c. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan; d. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian; e. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan; f. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan; g. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan; h. lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi; i. lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan; j. perguruan tinggi; k. organisasi lingkungan hidup; dan l. unsur lain sesuai kebutuhan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja tim teknis B3 diatur dalam Peraturan Menteri. (1) (2) (3)
(4) (5)
Pasal 11 B3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III Peraturan Pemerintah ini dievaluasi paling lama setiap 5 (lima) tahun sekali untuk menetapkan perubahan kategori B3. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tim teknis B3. Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim teknis B3 harus mempertimbangkan usulan dari menteri, pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian yang bidang tugasnya terkait dengan pengelolaan B3, dan/atau pihak lain. Perubahan kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Menteri. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara evaluasi oleh tim teknis B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Keempat Pengemasan B3
Pasal 12 (1) B3 yang dihasilkan, dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, diedarkan, disimpan, dan dimanfaatkan oleh setiap orang wajib dikemas sesuai dengan karakteristik B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. (2) Kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memenuhi persyaratan mampu: a. mempertahankan mutu B3 sesuai dengan karakteristiknya; dan b. mengungkung B3 untuk tetap berada di dalam kemasan. (3) Apabila kemasan B3 tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau kemasan B3 rusak, setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib: a. mengemas kembali B3 sesuai dengan karakteristiknya; dan b. melakukan penanganan untuk mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, dan/atau kelangsungan hidup manusia dan
8
makhluk hidup lain apabila berpotensi menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Pasal 13 (1) Setiap orang yang mengangkut B3 wajib memastikan kemasan B3 yang akan diangkut memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2). (2) Apabila kemasan B3 yang akan diangkut tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang yang mengangkut B3 wajib mengembalikan kemasan B3 kepada pengirim. Pasal 14 (1) Ketentuan mengenai tata cara dan persyaratan pembuatan kemasan dan pengemasan B3 diatur dalam Peraturan Menteri. (2) Dalam menyusun Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. Bagian Kelima Pelabelan dan Simbol B3 (1) (2)
(3) (4)
Pasal 15 Kemasan B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) wajib dilekati dengan label dan simbol B3. Label B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat keterangan mengenai: a. penandaan produk B3; b. piktogram bahaya; c. kata sinyal; d. pernyataan bahaya; e. identitas penghasil; f. pernyataan kehati-hatian; dan g. penanganan bila terjadi tumpahan. Simbol B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan karakteristik B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8. Simbol dan Label pada kemasan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menggunakan Bahasa Indonesia.
Pasal 16 (1) Setiap orang yang mengangkut atau mengedarkan B3 wajib memastikan setiap kemasan B3 telah dilekati label dan simbol B3. (2) Apabila label dan simbol pada kemasan B3 rusak, setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengganti label dan simbol B3. Pasal 17 (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan dan pemasangan label dan simbol B3 diatur dalam Peraturan Menteri. (2) Dalam menyusun Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian.
9
Bagian Keenam Notifikasi B3 Pasal 18 (1) Dalam hal B3 yang masuk kategori terbatas untuk dimanfaatkan akan dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, importir B3 melalui otoritas negara eksportir B3 wajib mengajukan permohonan notifikasi kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri. (2) Permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan keterangan mengenai: a. identitas B3; b. identitas importir B3; c. identitas eksportir B3; d. asal negara B3; e. jumlah B3 yang dimasukkan; dan f. tujuan pemanfaatan B3. (3) Apabila notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Menteri menerbitkan persetujuan notifikasi impor B3. (4) Menteri dapat mendelegasikan kewenangan persetujuan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pejabat yang bertanggungjawab di bidang pengelolaan B3. (5) Persetujuan notifikasi impor B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi dasar penerbitan izin impor B3 yang diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan. Pasal 19 (1) Berdasarkan permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) Menteri memberikan persetujuan atau penolakan. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a. identitas B3; b. identitas importir B3; c. identitas eksportir B3; d. asal negara B3; e. jumlah B3 yang dimasukkan; dan f. tujuan pemanfaatan. (3) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan alasan penolakan. (1) (2)
(3) (4) (5)
Pasal 20 Setiap orang yang akan mengeluarkan B3 yang masuk kategori terbatas untuk dimanfaatkan dari Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memiliki notifikasi dari Menteri. Untuk memperoleh notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap orang harus: a. mengajukan permohonan notifikasi secara tertulis kepada Menteri; dan b. mengisi formulir notifikasi. Berdasarkan permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menyampaikan notifikasi kepada otoritas negara tujuan. Apabila notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui oleh otoritas negara tujuan, Menteri menerbitkan persetujuan notifikasi ekspor B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan. Berdasarkan persetujuan notifikasi ekspor B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
10
perdagangan menerbitkan dimanfaatkan.
izin
ekspor
B3
yang
terbatas
untuk
Bagian Ketujuh Registrasi B3 (1) (2) (3)
(4)
Pasal 21 Setiap orang yang memasukkan B3 ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib memiliki tanda bukti registrasi dari Menteri. Untuk memperoleh registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap orang harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri. Registrasi untuk kategori B3 yang dapat dimanfaatkan dan B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf b dilakukan: a. 1 (satu) kali setiap 3 (tiga) tahun; dan b. 1 (satu) kali untuk B3 yang dimasukkan pertama kali ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh importir yang juga bertindak sebagai penghasil B3. Registrasi untuk kategori B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dilakukan setelah terbitnya persetujuan notifikasi untuk memasukkan B3 ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19.
Pasal 22 (1) Permohonan registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dilengkapi dengan: a. identitas pemohon; b. identitas B3; c. LDK; d. angka pengenal importir; e. nomor pokok wajib pajak; dan f. perencanaan pemanfaatan dan rantai distribusi. (2) Menteri berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan registrasi. (3) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat: a. identitas pemohon; b. identitas B3; c. asal negara B3; d. nomor dan tanggal registrasi; dan e. masa berlaku registrasi. (4) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditembuskan kepada: a. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan; dan b. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bea cukai. Pasal 23 (1) Setiap orang yang menghasilkan B3 wajib memiliki tanda bukti registrasi dari Menteri. (2) Untuk memperoleh tanda bukti registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap orang harus mengajukan permohonan registrasi secara tertulis kepada Menteri. (3) Registrasi untuk kategori B3 yang dapat dimanfaatkan dan B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 11
(1) huruf a dan huruf b dilakukan sebanyak 1 (satu) kali pada saat B3 pertama kali dihasilkan. (4) Registrasi untuk kategori B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) ayat b dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. Pasal 24 (1) Permohonan registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dilengkapi dengan: a. identitas pemohon; b. identitas B3; c. LDK; d. nomor pokok wajib pajak; dan e. akta pendirian perusahaan. (2) Menteri, berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menerbitkan registrasi. (3) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat: a. identitas pemohon; b. identitas B3; c. nomor dan tanggal registrasi; dan d. masa berlaku registrasi. (4) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditembuskan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. Pasal 25 Menteri menolak permohonan registrasi B3 apabila B3 yang dimohonkan untuk dilakukan registrasi mengandung B3 yang dilarang untuk dimanfaatkan. Bagian Kedelapan Pelaporan Pasal 26 (1) Setiap orang yang: a. menghasilkan B3 yang dapat dimanfaatkan dan/atau B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk setiap jenis B3 sejak B3 pertama kali dihasilkan; b. memasukkan B3 yang dapat dimanfaatkan dan/atau B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk setiap jenis B3 yang dimasukkan ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan c. memasukkan B3 yang dapat dimanfaatkan dan/atau B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang juga bertindak sebagai penghasil B3, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk setiap jenis B3 yang dimasukkan ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Menteri. (2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk pertama kali paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak registrasi diterbitkan oleh Menteri. (3) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. identitas penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan; 12
b. jenis dan karakteristik B3; dan c. jumlah B3 yang dihasilkan dan/atau dimasukkan ke dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan format pelaporan diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kesembilan Penyimpanan B3 Pasal 27 (1) Setiap orang yang menyimpan B3 wajib melakukan penyimpanan B3. (2) Penyimpanan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. lokasi; b. fasilitas; c. pelabelan dan simbol B3; d. kemasan dan wadah; e. penempatan sesuai dengan karakteristik B3; dan f. peralatan keselamatan dan penanganan B3. (3) Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus memenuhi persyaratan paling sedikit: a. bebas banjir dan tidak rawan bencana alam; atau b. dapat direkayasa dengan teknologi untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, apabila tidak bebas banjir dan rawan bencana alam. (4) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b harus memenuhi persyaratan paling sedikit: a. desain dan konstruksi sesuai karakteristik B3 dan mampu melindungi B3 dari hujan dan sinar matahari; b. penerangan dan ventilasi; dan c. saluran drainase dan bak penampung. (5) Pelabelan dan simbol B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pelabelan dan simbol B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 sampai dengan Pasal 17. (6) Kemasan dan wadah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d harus memenuhi persyaratan paling sedikit: a. sesuai dengan karakteristik B3; dan b. tidak mudah bocor. (7) Penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dilakukan paling sedikit dengan cara: a. menempatkan B3 sesuai karakteristik B3 dan rencana penyimpanan B3; b. memenuhi persyaratan jarak penempatan antar B3 sesuai karakteristik B3; dan c. memenuhi persyaratan keselamatan dan penanganan B3. (8) Peralatan keselamatan dan penanganan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f paling sedikit terdiri atas: a. alat pemadam api ringan; dan b. cadangan air untuk menyiram. (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan penyimpanan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
13
Bagian Kesepuluh Pengangkutan B3 Pasal 28 (1) Setiap orang yang mengangkut B3 wajib memiliki izin dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan rekomendasi dari Menteri. (3) Untuk memperoleh rekomendasi dari Menteri, setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan permohonan tertulis yang dilengkapi dengan: a. identitas pemohon; b. akta pendirian badan usaha; c. bukti identitas alat angkut; d. dokumen pengangkutan B3; dan e. dokumen lingkungan. (4) Menteri, setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan evaluasi dan penerbitan rekomendasi paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak permohonan diterima dan dinyatakan lengkap secara administrasi dan teknis. (5) Rekomendasi dari Menteri paling sedikit memuat: a. identitas alat angkut; b. jenis B3 yang akan diangkut; dan c. kewajiban pengangkut. (6) Kewajiban pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c paling sedikit meliputi: a. mengangkut B3 sesuai lingkup rekomendasi yang diberikan; b. melaporkan pelaksanaan pengangkutan B3 paling sedikit 6 (enam) bulan sekali sejak izin diterbitkan; c. menggunakan alat angkut yang memiliki izin pengangkutan B3; dan d. melaksanakan pengangkutan B3 sesuai persyaratan dalam izin pengangkutan B3. (7) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku selama usaha dan/atau kegiatan pengangkutan B3 beroperasi. (8) Tata cara dan persyaratan memperoleh izin pengangkutan B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Bagian Kesebelas Pengelolaan Kemasan B3 Bekas (1) (2)
(3) (4)
Pasal 29 Setiap orang yang menghasilkan, mengedarkan, dan/atau memanfaatkan B3 wajib melakukan pengelolaan kemasan B3 bekas. Pengelolaan kemasan B3 bekas oleh setiap orang yang menghasilkan dan mengedarkan B3 paling sedikit dilakukan dengan: a. penarikan kembali kemasan B3 bekas; b. penggunaan kembali kemasan B3 bekas untuk penggunaan yang sama; dan/atau c. penyerahan kepada pihak ketiga sebagai pengelola limbah B3 yang memiliki izin. Penarikan kembali kemasan B3 bekas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain. Pengelolaan kemasan B3 bekas oleh setiap orang yang memanfaatkan B3 paling sedikit dilakukan dengan: 14
a. penyimpanan kemasan B3 bekas di tempat penyimpanan limbah B3; atau b. penyerahan kembali kemasan B3 bekas kepada orang yang menghasilkan atau mengedarkan B3. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan dan penggunaan kembali kemasan B3 bekas diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 30 Dalam hal kemasan B3 bekas tidak dapat digunakan kembali untuk penggunaan yang sama, setiap orang yang menghasilkan B3 wajib melakukan pengelolaan kemasan B3 bekas sesuai dengan pengelolaan limbah B3. BAB III PENGELOLAAN LIMBAH B3 Bagian Kesatu Umum (1) (2)
(3) (4)
(5)
(6) (7) (8)
Pasal 31 Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya. Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. limbah B3 dari sumber tidak spesifik; b. limbah B3 dari sumber spesifik; c. B3 kadaluwarsa; dan d. tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk B3 yang tidak memenuhi spesifikasi. Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Limbah B3 dari sumber spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi: a. limbah B3 dari sumber spesifik umum; dan b. limbah B3 dari sumber spesifik khusus. Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana tercantum dalam: a. Lampiran V Tabel 1 untuk limbah B3 dari sumber spesifik umum; dan b. Lampiran V Tabel 2 untuk limbah B3 dari sumber spesifik khusus, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (5) dan ayat (6) tidak memerlukan uji karakteristik untuk penentuannya sebagai limbah B3. Pengelolaan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan: a. pengurangan limbah B3; b. pengangkutan limbah B3 c. penyimpanan limbah B3; d. pengumpulan limbah B3; e. pemanfaatan limbah B3; f. pengolahan limbah B3; dan/atau g. penimbunan limbah B3.
15
Bagian Kedua Identifikasi Limbah B3 Pasal 32 (1) Dalam hal terdapat limbah yang tidak termasuk dalam daftar limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3), ayat (5), dan ayat (6), setiap orang yang menghasilkan limbah wajib melakukan uji karakteristik limbah B3 terhadap limbah tersebut. (2) Karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. eksplosif; b. mudah menyala; c. reaktif; d. infeksius; e. beracun; dan/atau f. korosif; (3) Karakteristik beracun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e ditentukan melalui: a. prosedur pelindian (toxicity characteristic leaching procedure); dan/atau b. uji toksikologi. (4) Uji toksikologi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) huruf b ditentukan melalui: a. uji LD50 (lethal dose fifty) dan LC50 (lethal concentration fifty); b. uji sub-kronis; dan/atau c. uji kronis. (5) Penentuan karakteristik beracun melalui prosedur pelindian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a didasarkan pada baku mutu lindi sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. (1)
(2) (3) (4)
(5)
Pasal 33 Uji karakteristik limbah B3 dapat dilakukan oleh: a. setiap orang yang menghasilkan limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1); atau b. pihak lain yang ditunjuk oleh setiap orang yang menghasilkan limbah sebagaimana dimaksud pada huruf a. Dalam melakukan uji karakteristik limbah B3, setiap orang atau pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan laboratorium lingkungan untuk setiap parameter yang akan diuji. Parameter uji untuk masing-masing karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi parameter sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII Peraturan Pemerintah ini. Dalam hal belum terdapat laboratorium lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), uji karakteristik limbah B3 dilakukan oleh laboratorium yang menerapkan prosedur yang telah memenuhi Standar Nasional Indonesia mengenai tata cara berlaboratorium yang baik. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara uji karakteristik limbah B3 diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 34 (1) Limbah yang telah dilakukan uji karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 wajib memperoleh penetapan hasil identifikasi limbah dari Menteri. (2) Untuk memperoleh penetapan hasil identifikasi limbah dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang yang menghasilkan limbah harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri. 16
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan: a. identitas pemohon; b. sumber limbah; dan c. hasil uji karakteristik limbah B3. Pasal 35 (1) Menteri setelah menerima permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 menugaskan tim ahli limbah B3 untuk melakukan evaluasi terhadap permohonan tersebut. (2) Tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Menteri. (3) Tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas: a. ketua; b. sekretaris; dan c. anggota. (4) Susunan tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur: a. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup; b. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian; c. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi; d. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan; e. lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan; f. perguruan tinggi; g. organisasi lingkungan hidup; dan h. unsur lain sesuai kebutuhan. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja tim ahli limbah B3 diatur dalam Peraturan Menteri. (1)
(2) (3) (4)
Pasal 36 Evaluasi oleh tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 meliputi identifikasi dan analisis terhadap: a. hasil uji karakteristik limbah B3 termasuk prosedur pengambilan sampel dan metode uji; b. proses produksi pada usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan limbah; dan c. bahan baku dan/atau bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi sebagaimana dimaksud pada huruf b. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kerja sejak permohonan diterima dan dinyatakan lengkap secara administrasi dan teknis. Tim ahli limbah B3 menyampaikan rekomendasi hasil evaluasi kepada Menteri paling lama 30 (tigapuluh) hari kerja sejak hasil evaluasi diketahui. Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat: a. identitas pemohon; b. identitas limbah; c. sumber limbah; d. dasar pertimbangan rekomendasi; e. kesimpulan hasil evaluasi terhadap hasil uji karakteristik limbah B3; dan f. kewajiban untuk melakukan pengelolaan limbah. 17
(5) Apabila hasil evaluasi terhadap limbah menunjukkan adanya karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), rekomendasi tim ahli limbah B3 memuat pernyataan bahwa limbah yang diajukan permohonan penetapan identifikasinya merupakan limbah B3. (6) Apabila hasil evaluasi terhadap limbah tidak menunjukkan adanya karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2), rekomendasi tim ahli limbah B3 memuat pernyataan bahwa limbah yang diajukan permohonan penetapan identifikasinya merupakan limbah nonB3. Pasal 37 (1) Menteri berdasarkan rekomendasi tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (3) menetapkan limbah sebagai: a. limbah B3; atau b. limbah nonB3. (2) Penetapan limbah B3 atau limbah nonB3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak rekomendasi tim ahli limbah B3 disampaikan ke Menteri. (1)
(2) (3)
(4) (5)
Pasal 38 Pada saat Menteri belum memberikan penetapan sebagai limbah B3 atau limbah nonB3, setiap orang yang menghasilkan limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) wajib melakukan penyimpanan sementara. Penyimpanan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 90 (sembilanpuluh) hari. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terlampaui Menteri belum memberikan penetapan sebagai limbah B3 atau limbah nonB3, penyimpanan sementara dapat diperpanjang sampai dengan jangka waktu paling lama 365 (tigaratus enampuluh lima) hari. Apabila Menteri telah menetapkan sebagai limbah B3, pengelolaan limbahnya mengikuti pengelolaan limbah B3. Apabila Menteri telah menetapkan sebagai limbah nonB3, pengelolaan limbahnya diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri. Bagian Ketiga Pengeluaran Limbah B3 dari Daftar Limbah B3.
(1) (2) (3)
(4)
Pasal 39 Limbah B3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran V Peraturan Pemerintah ini dapat dinyatakan sebagai limbah nonB3 dengan penetapan Menteri. Untuk memperoleh penetapan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang yang menghasilkan limbah B3 harus mengajukan permohonan penetapan secara tertulis kepada Menteri. Permohonan penetapan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib melampirkan hasil uji karakteristik limbah B3 yang terdiri atas: a. eksplosif; b. mudah menyala; c. reaktif; d. infeksius; e. beracun; dan/atau f. korosif. Karakteristik beracun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e ditentukan melalui: a. prosedur pelindian (toxicity characteristic leaching procedure); dan/atau 18
b. uji toksikologi. (5) Uji toksikologi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4) huruf b ditentukan melalui : a. uji LD50 (lethal dose fifty) dan LC50 (lethal concentration fifty); b. uji sub-kronis; dan/atau c. uji kronis. (6) Permohonan penetapan sebagaimana dimaksud ayat (2) harus dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi: a. identitas pemohon; b. sumber limbah c. nama limbah B3; d. hasil uji karakteritik limbah B3; e. bahan baku dan/atau bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi yang menghasilkan limbah B3; f. proses produksi yang menghasilkan limbah B3 yang diajukan untuk ditetapkan sebagai limbah non B3; dan g. alasan pengajuan permohonan pengeluaran limbah B3 dari daftar limbah B3. Pasal 40 (1) Menteri setelah menerima permohonan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2) menugaskan tim ahli limbah B3 untuk melakukan evaluasi terhadap permohonan tersebut. (2) Evaluasi oleh tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 45 (empatpuluh lima) hari kerja sejak permohonan diterima dan dinyatakan lengkap secara administrasi dan teknis. (3) Tim ahli limbah B3 menyampaikan hasil evaluasi berupa rekomendasi kepada Menteri. (4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat: a. identitas pemohon; b. sumber limbah; c. nama limbah B3; d. dasar pertimbangan rekomendasi; e. kesimpulan hasil evaluasi; dan f. kewajiban untuk melakukan pengelolaan limbah. (5) Apabila hasil evaluasi terhadap limbah B3 menunjukkan bahwa limbah B3 yang diajukan permohonan penetapannya tidak menunjukkan karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3), rekomendasi tim ahli limbah B3 memuat pernyataan bahwa limbah B3 tersebut merupakan limbah non B3. (6) Apabila hasil evaluasi terhadap limbah B3 yang diajukan permohonan penetapannya menunjukkan adanya karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3), rekomendasi tim ahli limbah B3 memuat pernyataan bahwa limbah B3 tersebut merupakan limbah B3. Pasal 41 (1) Menteri, berdasarkan rekomendasi tim ahli limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3), menerbitkan penetapan yang memuat: a. limbah B3 yang diajukan permohonan penetapannya merupakan limbah nonB3; atau b. penolakan permohonan penetapan limbah B3 sebagai limbah nonB3. (2) Penolakan permohonan penetapan limbah B3 sebagai limbah nonB3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disertai dengan alasan penolakan.
19
(3) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku terhadap limbah B3 yang diajukan oleh penghasil limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2). Bagian Keempat Penghasil Limbah B3 Pasal 42 (1) Penghasil limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya. (2) Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pengurangan; b. pengangkutan; c. penyimpanan; d. pengumpulan; e. pemanfaatan; f. pengolahan; dan/atau g. penimbunan. (3) Selain pengelolaan sebagaimana dimaksud ayat (2), penghasil limbah B3 dapat melakukan: a. ekspor limbah B3; dan/atau b. dumping limbah B3, terhadap limbah B3 yang dihasilkannya. (4) Penghasil limbah B3 dapat menyerahkan limbah B3 yang dihasilkannya kepada pihak lain yang memiliki izin, antara lain: a. pengumpul limbah B3; b. pemanfaat limbah B3; c. pengolah limbah B3; dan/atau d. penimbun limbah B3. (5) Penyerahan limbah B3 ke pihak lain sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak menghilangkan tanggung jawab penghasil limbah B3. Bagian Kelima Pengurangan Limbah B3 (1)
(2)
(3) (4)
Pasal 43 Pengurangan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (8) huruf a dilakukan melalui: a. melaksanakan tata kelola lingkungan yang baik (good house keeping); b. pemisahan limbah B3 dengan limbah nonB3; c. substitusi bahan baku dan/atau bahan penolong; d. modifikasi proses; dan/atau e. penggunaan teknologi ramah lingkungan. Substitusi bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan melalui pemilihan bahan baku dan/atau bahan penolong yang semula mengandung B3 digantikan dengan bahan baku dan/atau bahan penolong yang tidak mengandung B3. Modifikasi proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat dilakukan melalui pemilihan dan penerapan proses yang lebih efisien. Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pengurangan limbah B3 diatur dalam Peraturan Menteri.
20
Bagian Keenam Pengangkutan Limbah B3 Pasal 44 (1) Pengangkutan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (8) huruf b wajib memiliki izin pengangkutan limbah B3 dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan. (2) Sebelum memperoleh izin pengangkutan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengangkut limbah B3 wajib mendapat rekomendasi dari Menteri. (3) Pengangkutan limbah B3 hanya diperkenankan apabila penghasil telah melaksanakan kontrak kerjasama dengan pihak pengelola limbah B3. (4) Pengangkutan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi dengan manifes limbah B3. Pasal 45 (1) Pengangkut limbah B3 untuk mendapat rekomendasi dari Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri. (2) Permohonan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi: a. dokumen lingkungan; b. identitas pemohon; c. akta pendirian badan usaha; d. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; e. bukti kepemilikan alat angkut untuk moda angkutan darat; f. dokumen pengangkutan limbah B3; g. kontrak kerjasama antara penghasil limbah B3 dengan pengumpul, pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3 yang telah memiliki izin; h. memiliki garasi dan tempat pencucian alat angkut limbah B3; dan i. memiliki sertifikat pelatihan pengelolaan limbah B3. (3) Dalam hal kontrak kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g dilakukan antara penghasil limbah B3 dengan pengumpul, pengumpul wajib memiliki kontrak dengan pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3 yang telah memiliki izin. (4) Dokumen pengangkutan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f paling sedikit memuat: a. jenis dan jumlah alat angkut; b. sumber limbah B3, nama limbah B3, dan karakteristik limbah B3 yang diangkut; c. identitas alat angkut; d. prosedur penanganan limbah B3 pada kondisi darurat; e. peralatan untuk penanganan limbah B3; dan f. prosedur bongkar muat limbah B3. Pasal 46 (1) Menteri, setelah menerima permohonan rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan diterima. (2) Setelah permohonan dinyatakan lengkap secara administrasi, Menteri melakukan verifikasi paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.
21
(3) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan rekomendasi memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan rekomendasi paling lama 45 (empatpuluh lima) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui. (4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat: a. identitas, jenis dan spefikasi alat angkut; b. kode manifes pengangkutan limbah B3; c. nama dan karakteristik limbah B3 yang diangkut; dan d. masa berlaku rekomendasi. (5) Apabila hasil verifikasi menunjukkan rekomendasi tidak memenuhi persyaratan, Menteri menolak rekomendasi. (6) Penolakan permohonan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai dengan alasan penolakan. Pasal 47 Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) berlaku selama usaha dan/atau kegiatan pengangkutan limbah B3 beroperasi. Pasal 48 Persyaratan, tata cara permohonan dan penerbitan izin pengangkutan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 49 (1) Pengangkut limbah B3 setelah memperoleh izin pengangkutan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), wajib: a. melakukan pengangkutan sesuai dengan rekomendasi dan izin pengangkutan limbah B3; b. menyampaikan manifest pengangkutan limbah B3 kepada Menteri; dan c. melaporkan pelaksanaan pengangkutan limbah B3. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. nama limbah B3, sumber, karakteristik, dan jumlah limbah B3 yang diangkut dan tanggal pengangkutan; b. jumlah dan jenis alat angkut limbah B3; c. tujuan akhir pengangkutan limbah B3; dan d. bukti penyerahan limbah B3. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Menteri dan ditembuskan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan. Bagian Ketujuh Penyimpanan Limbah B3 Pasal 50 (1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan melakukan penyimpanan limbah B3 wajib memiliki izin penyimpanan limbah B3 dari bupati/walikota. (2) Tempat penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: a. lokasi penyimpanan limbah B3; b. fasilitas penyimpanan limbah B3 yang sesuai dengan jumlah, karakteristik limbah B3, dan dilengkapi dengan peralatan pengendalian pencemaran lingkungan; dan c. ketersediaan peralatan penanggulangan keadaan darurat.
22
Pasal 51 (1) Lokasi penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a harus: a. bebas banjir dan tidak rawan bencana alam; atau b. dapat direkayasa dengan teknologi untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (2) Lokasi penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berada di dalam lokasi yang tercakup dalam dokumen izin lingkungan. Pasal 52 (1) Fasilitas penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf b paling sedikit memenuhi persyaratan: a. desain dan konstruksi yang mampu melindungi limbah B3 dari hujan dan sinar matahari; b. memiliki penerangan dan ventilasi; c. memiliki saluran drainase dan bak penampung; dan d. memiliki kemampuan sebagai waste impoundment atau waste pile. (2) Persyaratan fasilitas penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b berlaku untuk permohonan izin penyimpanan limbah B3: a. dari sumber tidak spesifik; b. dari sumber spesifik umum; c. B3 kadaluwarsa; dan d. tumpahan, bekas kemasan, dan buangan produk B3 yang tidak memenuhi spesifikasi. (3) Untuk fasilitas penyimpanan limbah B3 dari sumber spesifik khusus, hanya berlaku persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d. Pasal 53 (1) Persyaratan penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) paling sedikit meliputi: a. menyimpan limbah B3 yang dihasilkan ke dalam tempat penyimpanan limbah B3; b. mengemas limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3; dan c. melekatkan label dan simbol limbah B3 pada kemasan limbah B3. (2) Persyaratan penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dikecualikan dari muatan izin penyimpanan limbah B3 dari sumber spesifik khusus. Pasal 54 Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian persyaratan tempat penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 53 diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Kedelapan Pengumpulan Limbah B3 Pasal 55 (1) Setiap orang yang melakukan pengumpulan limbah B3 wajib memiliki izin pengumpulan limbah B3 dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud
23
dalam Pasal 50 sampai Pasal 53 dan memenuhi persyaratan yang paling sedikit meliputi: a. mengumpulkan limbah B3 sesuai dengan jenis, kode dan karakteristik limbah B3 yang tercantum dalam izin; b. menyimpan limbah B3 yang dikumpulkan ke dalam tempat penyimpanan limbah B3; c. melakukan pengemasan limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3; dan d. melekatkan label dan simbol limbah B3 pada kemasan. (3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan huruf d dikecualikan pada kegiatan pengumpulan limbah B3 dari sumber spesifik khusus. Pasal 56 Pengumpul limbah B3 dilarang menyerahkan limbah B3 yang dikumpulkannya kepada pengumpul limbah B3 lain. Bagian Kesembilan Pengemasan Limbah B3 Pasal 57 (1) Pengemasan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b dan Pasal 55 ayat (2) huruf c dilakukan dengan menggunakan kemasan yang: a. terbuat dari bahan yang sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang akan disimpan; b. memiliki penutup atau ikatan yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat dilakukan penyimpanan, pemindahan atau pengangkutan; dan c. berada dalam kondisi baik, tidak bocor, tidak berkarat, atau rusak. (2) Kemasan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilekati label dan simbol limbah B3. (3) Label limbah B3 paling sedikit meliputi keterangan mengenai: a. jenis, kode limbah, dan karakteristik limbah B3; b. identitas penghasil limbah B3; c. tanggal pengemasan limbah B3. (4) Pemilihan simbol limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2). (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengemasan dan pemberian label dan simbol limbah B3 diatur dalam Peraturan Menteri Bagian Kesepuluh Pemanfaatan Limbah B3 (1) (2) (3) (4)
Pasal 58 Pemanfaatan limbah B3 wajib memiliki izin pemanfaatan limbah B3. Pemanfaatan limbah B3 wajib dilakukan di lokasi dan fasilitas pemanfaatan limbah B3 yang telah memiliki izin pemanfaatan. Pemanfaatan limbah B3 wajib memenuhi tata cara penyimpanan limbah B3 sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 53. Pemanfaatan limbah B3 wajib memiliki peralatan penanggulangan keadaan darurat.
24
Pasal 59 Pemanfaat limbah B3 dilarang menyerahkan limbah B3 yang akan dimanfaatkannya kepada pengumpul limbah B3, pemanfaat limbah B3 lain, pengolah limbah B3, dan penimbun limbah B3. Pasal 60 (1) Pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) meliputi: a. pemanfaatan limbah B3 yang terintegrasi dengan proses dalam satu sistem produksi; b. pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi bahan baku dan/atau bahan penolong; c. pemanfaatan limbah B3 sebagai substitusi sumber energi; d. pemanfaatan limbah B3 sebagai bahan baku; e. pemanfaatan limbah B3 berupa kemasan bekas B3 dan/atau limbah B3 untuk dipergunakan kembali; dan f. pemanfaatan limbah B3 sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (2) Pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan: a. ketersediaan teknologi; b. standar produk apabila hasil pemanfaatan limbah B3 berupa produk yang memenuhi Standar Nasional Indonesia; atau c. baku mutu atau standar lingkungan hidup. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 61 (1) Pemanfaatan limbah B3 dapat dilakukan melalui uji coba. (2) Uji coba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapat persetujuan dari Menteri. (3) Pemanfaatan limbah B3 yang wajib melaksanakan uji coba pemanfaatan limbah B3 meliputi: a. pemanfaatan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan/atau huruf d yang tidak memiliki Standar Nasional Indonesia; dan/atau b. pemanfaatan limbah B3 sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) huruf f yang pertama kali dilakukan di Indonesia dan/atau tidak sesuai Standar Nasional Indonesia dan/atau standar lainnya. Pasal 62 (1) Pemanfaatan limbah B3 oleh penghasil limbah B3 atau pemanfaat limbah B3, wajib memenuhi persyaratan paling sedikit meliputi: c. memenuhi standar pelaksanaan pemanfaatan limbah B3; d. menaati baku mutu lingkungan sesuai dengan peraturan perundangundangan; e. menghentikan pemanfaatan limbah B3 apabila melampaui baku mutu lingkungan. (2) Uji coba pemanfaatan limbah B3 oleh penghasil atau pemanfaat limbah B3, wajib memenuhi persyaratan paling sedikit meliputi: a. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); b. memulai pelaksanaan uji coba alat, metode, teknologi, dan fasilitas pemanfaatan limbah B3 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak persetujuan uji coba pemanfaatan diberikan; dan 25
c. melaporkan pelaksanaan uji coba alat, metode, teknologi, dan fasilitas pemanfaatan limbah B3. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c paling sedikit memuat: a. jenis dan jumlah limbah B3 yang pemanfaatannya diujicobakan; b. tata cara pelaksanaan uji coba peralatan, metode, teknologi, dan/atau fasilitas pemanfaatan limbah B3; c. hasil pelaksanaan uji coba; dan d. pemenuhan terhadap standar yang ditetapkan dalam uji coba. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Menteri paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak uji coba dilaksanakan. Bagian Kesebelas Pengolahan Limbah B3 Pasal 63 (1) Pengolahan limbah B3 wajib memiliki izin pengolahan limbah B3. (2) Pengolahan limbah B3 wajib dilakukan dilokasi dan fasilitas pengolahan limbah B3 yang telah memiliki izin pengolahan. (3) Pengolahan limbah B3 wajib memenuhi tata cara penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 53. (4) pengolahan limbah B3 wajib memiliki ketersediaan peralatan penanggulangan keadaan darurat. Pasal 64 (1) Pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) dilakukan dengan cara: a. termal; b. stabilisasi; c. solidifikasi; d. fisika; e. kimia; f. biologi; dan/atau g. cara lain sesuai perkembangan teknologi. (2) Pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan: a. ketersediaan dan kelaikan teknologi; dan b. baku mutu atau standar lingkungan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 65 (1) Pengolahan limbah B3 yang dilakukan dengan cara termal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) huruf a untuk meliputi: a. baku mutu emisi udara; b. efisiensi pembakaran dengan nilai paling sedikit mencapai 99,99% (sembilanpuluh sembilan koma sembilan sembilan per seratus); dan c. efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa Principle Organic Hazardous Constituents (POHCs) dengan nilai paling sedikit mencapai 99,99% (sembilanpuluh sembilan koma sembilan sembilan per seratus). (2) Standar efisiensi pembakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku untuk pengolahan limbah B3 dengan menggunakan kiln pada industri semen. (3) Standar efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa Principle Organic Hazardous Constituents sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 26
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
c tidak berlaku untuk pengolahan limbah B3 dengan karakteristik infeksius. Standar efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku untuk pengolahan limbah B3: a. berupa Polychlorinated Biphenyls; dan b. yang berpotensi menghasillkan: 1. Polychlorinated Dibenzofurans; dan 2. Polychlorinated Dibenzo-p-dioxins. Apabila limbah B3 yang akan diolah berupa Polychlorinated Biphenyls, pengolahannya harus memenuhi standar efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa Polychlorinated Biphenyls dengan nilai paling sedikit mencapai 99,9999% (sembilanpuluh sembilan koma sembilan sembilan sembilan sembilan per seratus). Apabila limbah B3 yang akan diolah berpotensi menghasilkan Polychlorinated Dibenzofurans, pengolahannya harus memenuhi standar efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa Polychlorinated Dibenzofurans dengan nilai paling sedikit mencapai 99,9999% (sembilanpuluh sembilan koma sembilan sembilan sembilan sembilan per seratus). Apabila limbah B3 yang akan diolah berpotensi menghasilkan Polychlorinated Dibenzo-p-dioxins, pengolahannya harus memenuhi standar efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa Polychlorinated Dibenzop-dioxins dengan nilai paling sedikit mencapai 99,9999% (sembilanpuluh sembilan koma sembilan sembilan sembilan sembilan per seratus). Ketentuan mengenai baku mutu emisi udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 66 (1) Pengolahan limbah B3 dengan cara stabilisasi dan solidifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) huruf b dan huruf c dilaksanakan sesuai baku mutu stabilisasi dan solidifikasi berdasarkan analisis organik dan anorganik. (2) Analisis organik dan anorganik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan prosedur pelindian sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Pasal 67 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan rincian pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 sampai dengan Pasal 66 diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Keduabelas Penimbunan Limbah B3 (1) (2) (3) (4)
Pasal 68 Penimbunan limbah B3 wajib memiliki izin penimbunan limbah B3. Penimbunan limbah B3 wajib dilakukan dilokasi dan fasilitas penimbunan limbah B3 yang telah memiliki izin penimbunan. Penimbunan limbah B3 wajib memenuhi tata cara penyimpanan limbah B3 sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 53. Penimbunan limbah B3 wajib memiliki ketersediaan peralatan penanggulangan keadaan darurat.
27
(1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 69 Penimbunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dilakukan pada fasilitas kategori penimbunan limbah B3 yang terdiri atas: a. kategori 1; b. kategori 2; atau c. kategori 3. Fasilitas penimbunan limbah B3 kategori 1 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a digunakan untuk menimbun limbah B3 yang belum diolah dan/atau memiliki nilai total kadar maksimum bahan pencemar yang lebih besar dari atau sama dengan nilai sebagaimana tercantum dalam Kolom A Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Fasilitas penimbunan limbah B3 kategori 2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b digunakan untuk menimbun limbah B3 yang belum diolah dan/atau memiliki nilai total kadar maksimum bahan pencemar yang lebih kecil dari nilai sebagaimana tercantum dalam Kolom A dan lebih besar dari nilai sebagaimana tercantum dalam Kolom B Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini; atau Fasilitas penimbunan limbah B3 kategori 3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c digunakan untuk menimbun limbah B3 yang belum diolah dan/atau memiliki nilai total kadar maksimum bahan pencemar yang lebih kecil dari nilai sebagaimana tercantum dalam Kolom B Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 70 (1) Lokasi penimbunan limbah B3 harus memenuhi persyaratan yang meliputi: a. bebas banjir; b. permeabilitas tanah; c. merupakan daerah yang secara geologis aman, stabil, tidak rawan bencana, dan di luar kawasan lindung; dan d. tidak merupakan daerah resapan air tanah, terutama yang digunakan untuk air minum. (2) Permeabilitas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. permeabilitas tanah yang memiliki nilai paling banyak 10-7 cm/detik (sepuluh pangkat minus tujuh sentimeter per detik), untuk fasilitas penimbunan limbah B3 kategori 1 dan kategori 2; dan b. permeabilitas tanah yang memiliki nilai paling banyak 10-5 cm/detik (sepuluh pangkat minus lima sentimeter per detik), untuk fasilitas penimbunan limbah B3 kategori 3. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian persyaratan lokasi untuk penimbunan limbah B3 diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 71 (1) Fasilitas penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) harus memenuhi persyaratan yang meliputi: a. desain fasilitas; b. memiliki sistem pelapis yang dilengkapi dengan: 1. saluran untuk pengaturan aliran air permukaan; 2. pengumpulan air lindi dan pengolahannya; 3. sumur pantau; dan 4. lapisan penutup akhir; c. memiliki peralatan pendukung penimbunan limbah B3 yang paling sedikit terdiri atas: 1. peralatan dan perlengkapan untuk mengatasi keadaan darurat; 28
2. alat angkut untuk penimbunan limbah B3; dan 3. alat pelindung dan keselamatan diri; d. memiliki rencana penimbunan limbah B3, penutupan, dan pascapenutupan fasilitas penimbunan limbah B3. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan fasilitas penimbunan limbah B3 diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Ketigabelas Periode Waktu Penyimpanan Limbah B3 (1)
(2) (3)
(4) (5)
Pasal 72 Penghasil limbah B3 dapat melakukan penyimpanan limbah B3 paling lama; a. 2 (dua) hari sejak limbah B3 dihasilkan atau diterima untuk limbah B3 infeksius; b. 90 (sembilanpuluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan atau diterima, untuk limbah B3 yang dihasilkan 50 (lima puluh) kilogram per hari atau lebih; c. 180 (seratus delapanpuluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan atau diterima, untuk limbah B3 yang dihasilkan kurang dari 50 (limapuluh) kilogram per hari; d. 180 (seratus delapanpuluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan untuk limbah B3 dari sumber spesifik khusus; atau e. 365 (tigaratus enampuluh lima) hari sejak limbah B3 dihasilkan atau diterima, untuk limbah B3 yang dihasilkan di daerah terpencil (remote area). Penghasil limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan limbah B3 yang disimpannya. Laporan penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat: a. sumber, jenis, kode limbah, jumlah, dan karakteristik limbah B3; dan b. pelaksanaan penyimpanan. Laporan penyimpanan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada bupati/walikota dan ditembuskan kepada Menteri paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan sejak izin diterbitkan. Tata cara pelaporan pengelolaan limbah B3 diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 73 Setiap pengumpul, pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3 dapat melakukan penyimpanan limbah B3 paling lama: a. 2 (dua) hari sejak limbah B3 dihasilkan atau diterima untuk limbah B3 infeksius; dan b. 90 (sembilanpuluh) hari sejak limbah B3 dihasilkan atau diterima. Pasal 74 Setiap pengumpul limbah B3 wajib menyerahkan limbah B3 yang disimpannya kepada pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3 sebelum melampaui: a. 2 (dua) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf a; dan/atau b. 90 (sembilanpuluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf b.
29
Pasal 75 Setiap pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3 wajib melakukan pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan limbah B3 yang disimpan sebelum melampaui: a. 2 (dua) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) huruf a; dan/atau b. 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) huruf b. Bagian Keempatbelas Ekspor Limbah B3 (1) (2)
(3) (4)
(5) (6) (7)
Pasal 76 Setiap penghasil limbah B3 yang melakukan ekspor limbah B3 yang dihasilkannya bilamana tidak bisa diolah di dalam negeri, wajib memiliki notifikasi secara tertulis dari Menteri. Untuk memiliki notifikasi sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) setiap penghasil limbah B3 harus: a. mengajukan permohonan notifikasi secara tertulis kepada Menteri; b. menyampaikan rute perjalanan ekspor limbah B3 yang akan dilalui; dan c. mengisi formulir notifikasi. Menteri menyampaikan notifikasi kepada otoritas negara tujuan ekspor dan negara transit berdasarkan permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. Notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat: a. identitas pemohon atau eksportir; b. identitas limbah B3; c. nama penghasil limbah B3; d. identitas importir atau penerima limbah B3 di negara tujuan; e. jenis limbah, karakteritik, dan jumlah limbah B3 yang akan diekspor; dan f. waktu pelaksanaan ekspor limbah B3. Apabila notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui oleh otoritas negara tujuan limbah B3, Menteri menyampaikan persetujuan ekspor kepada eksportir limbah B3. Dalam hal ekspor limbah B3 melalui negara transit, notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilengkapi dengan persetujuan negara transit. Persetujuan ekspor limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi dasar penerbitan izin ekspor limbah B3 yang diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
Pasal 77 (1) Penghasil limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menyerahkan kegiatan ekspor limbah B3 yang dihasilkannya kepada pihak ketiga. (2) Penyerahan ekspor limbah B3 kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan tanggungjawab penghasil limbah B3 terhadap limbah B3 yang dihasilkannya. Pasal 78 Persyaratan dan tata cara permohonan ekspor limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dan Pasal 77 ditetapkan dalam Peraturan Menteri.
30
Bagian Kelimabelas Penghentian Kegiatan Pengelolaan Limbah B3 Pasal 79 (1) Kegiatan penghasil limbah B3, penyimpanan limbah B3, pengumpulan limbah B3, pemanfaatan limbah B3, dan/atau pengolahan limbah B3, yang telah memperoleh izin, yang akan: a. menghentikan usaha dan/atau kegiatan; atau b. mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi dan/atau fasilitas pengelolaan limbah B3, harus memiliki penetapan penghentian kegiatan. (2) Permohonan penetapan penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Menteri setelah dilaksanakan pemulihan fungsi lingkungan hidup. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan: a. identitas pemohon; b. laporan pelaksanaan penyimpanan limbah B3, pengumpulan limbah B3, pemanfaatan limbah B3, dan pengolahan limbah B3; dan c. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup. (4) Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan penetapan penghentian kegiatan paling lama 45 (empatpuluh) hari kerja sejak permohonan diterima. Pasal 80 (1) Kegiatan penimbunan limbah B3 yang akan: a. menghentikan usaha dan/atau kegiatan; atau b. mengalihfungsikan lahan untuk pemanfaatan lainnya, harus memiliki penetapan penghentian kegiatan. (2) Alih fungsi lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat dilakukan untuk: a. fasilitas penimbunan limbah B3 kategori I yang digunakan untuk menimbun limbah B3 yang diwajibkan untuk ditimbun di fasilitas penimbunan limbah B3 kategori I; dan b. fasilitas penimbunan limbah B3 kategori II yang digunakan untuk menimbun limbah B3 yang diwajibkan untuk ditimbun di fasilitas penimbunan limbah B3 kategori II. (3) Penghentian kegiatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk fasilitas penimbunan limbah B3 kategori I dan kategori II sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan kewajiban penimbun limbah B3 untuk melakukan penutupan dan pemantauan terhadap fasilitas penimbunan limbah B3. (4) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling singkat 30 (tigapuluh) tahun setelah penutupan. (5) Alih fungsi lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan untuk fasilitas penimbunan limbah B3 kategori III, dengan ketentuan paling sedikit meliputi: a. melakukan pembersihan (clean up) fasilitas penimbunan; dan b. melakukan pengelolaan lebih lanjut terhadap limbah B3 hasil pembersihan sebagaimana dimaksud pada huruf a. Pasal 81 (1) Untuk memperoleh penetapan penghentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) penimbun harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri. 31
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan: a. identitas pemohon; b. dokumen laporan pelaksanaan pembersihan; dan c. dokumen laporan pengelelolaan limbah B3 hasil pembersihan. (3) Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan penetapan penghentian kegiatan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima. BAB IV DUMPING LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN Pasal 82 Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah B3 ke media lingkungan hidup tanpa izin. (1) (2)
(3)
(4)
Pasal 83 Setiap orang untuk dapat melakukan dumping limbah B3 ke media lingkungan hidup wajib memperoleh izin dari Menteri. Limbah B3 yang dapat dilakukan dumping meliputi: a. tailing dari kegiatan pertambangan; b. serbuk bor dari kegiatan pertambangan di laut; dan c. lumpur bor dari kegiatan pertambangan di laut. Izin dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi izin dumping limbah B3 ke media lingkungan hidup berupa: a. tanah; dan b. laut. Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan izin dumping limbah B3 ke media lingkungan hidup berupa tanah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 71. BAB V PERIZINAN PENGELOLAAN LIMBAH B3 DAN DUMPING LIMBAH B3 Bagian Kesatu Izin Penyimpanan Limbah B3
Pasal 84 (1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dari kegiatannya wajib mengajukan permohonan izin penyimpanan limbah B3 secara tertulis kepada: a. bupati; atau b. walikota. (2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi: a. identitas pemohon; b. salinan izin lingkungan; c. akta pendirian badan usaha; d. jenis, kode limbah yang akan disimpan; e. dokumen yang menjelaskan tentang tempat penyimpanan limbah B3 sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 53; f. dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan limbah B3 sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57; 32
(3) Persyaratan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f tidak berlaku untuk permohonan izin penyimpanan limbah B3 dari sumber spesifik khusus. (1)
(2) (3) (4) (5) (6)
Pasal 85 Bupati/walikota setelah menerima permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan diterima. Setelah permohonan dinyatakan lengkap, bupati atau walikota melakukan verifikasi paling lama 10 (sepuluh) hari kerja. Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin memenuhi persyaratan, bupati/walikota menerbitkan izin paling lama 45 (empatpuluh lima) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui. Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan melalui multimedia paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak izin diterbitkan. Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin tidak memenuhi persyaratan,bupati/walikota menolak permohonan izin. Penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai dengan alasan penolakan. Bagian Kedua Izin Pengumpulan Limbah B3
Pasal 86 (1) Setiap orang melakukan pengumpulan limbah B3 harus mengajukan permohonan izin pengumpulan limbah B3 secara tertulis kepada: a. bupati/walikota, untuk pengumpulan limbah B3 skala kabupaten/kota; b. gubernur, untuk pengumpulan limbah B3 skala provinsi; atau c. Menteri, untuk pengumpulan limbah B3 skala nasional. (2) Permohonan izin pengumpulan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan yang paling sedikit meliputi: a. identitas pemohon; b. salinan izin lingkungan c. akta pendirian badan usaha; d. salinan sertifikat pelatihan pengelolaan limbah B3; e. bukti kepemilikan alat analisis limbah B3; f. jenis, kode limbah dan sumber limbah B3 yang akan dikumpulkan; g. dokumen yang menjelaskan tentang tempat penyimpanan limbah B3 sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 53; h. dokumen yang menjelaskan tentang pengemasan limbah B3 sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57; i. prosedur pengumpulan limbah B3; dan j. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup. (3) Persyaratan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h tidak berlaku untuk permohonan izin pengumpulan limbah B3 dari sumber spesifik khusus. Pasal 87 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota setelah menerima permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan diterima. 33
(2) Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota melakukan verifikasi paling lama 7 (tujuh) hari kerja. (3) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin memenuhi persyaratan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerbitkan izin paling lama 45 (empatpuluh lima) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui. (4) Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan melalui multimedia paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak izin diterbitkan. (5) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin tidak memenuhi persyaratan, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menolak permohonan izin. (6) Penolakan permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai dengan alasan penolakan. Pasal 88 Dalam hal pemegang izin pengumpulan limbah B3 berkehendak untuk mengubah skala pengumpulan limbah B3, pemegang izin harus mengajukan permohonan izin baru sesuai dengan skala pengumpulan limbah B3 yang dimohonkan. Bagian Ketiga Izin Pemanfaatan, Pengolahan, dan Penimbunan Limbah B3 Pasal 89 (1) Setiap orang yang melakukan pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3 harus mengajukan permohonan izin pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3 secara tertulis kepada Menteri. (2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi: a. salinan izin lingkungan; b. identitas pemohon; c. akta pendirian badan hukum; d. salinan sertifikat pelatihan pengelolaan limbah B3; e. bukti kepemilikan alat analisis limbah B3; f. dokumen mengenai tempat penyimpanan limbah B3 sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 53; g. dokumen mengenai pengemasan limbah B3 sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57; h. dokumen mengenai nama dan jumlah bahan baku dan/atau bahan penolong berupa limbah B3 untuk campuran pemanfaatan limbah B3 atau pengolahan limbah B3; i. prosedur pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3; j. bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; dan k. Lokasi kegiatan. (3) pemanfaatan limbah B3 yang terintegrasi dalam satu sistem proses produksi dan tercantum dalam izin lingkungan tidak diperlukan izin pemanfaatan limbah B3; (4) Untuk izin uji coba pemanfaatan limbah B3 atau uji coba pengolahan limbah B3 wajib dilengkapi dengan dokumen rencana uji coba paling sedikit meliputi: a. jadwal pelaksanaan uji coba; b. keterangan mengenai peralatan, metode, teknologi, dan/atau fasilitas pemanfaatan limbah B3; 34
c. keterangan mengenai rencana pelaksanaan uji coba; dan d. prosedur pemanfaatan atau pengolahan limbah B3. Pasal 90 (1) Menteri setelah menerima permohonan izin pemanfaatan limbah B3, persetujuan uji coba pemanfatan limbah B3, atau pengolahan limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1) harus memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi permohonan izin paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan diterima. (2) Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi paling lama 10 (sepuluh) hari kerja. (3) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan persetujuan uji coba pemanfaatan limbah B3 dan izin pemanfaatan limbah B3 memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan persetujuan uji coba pemanfaatan limbah B3 atau izin pemanfaatan limbah B3 paling lama 45 (empatpuluh lima) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui. (4) Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan melalui multimedia paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak izin diterbitkan. Pasal 91 (1) Dalam hal pelaksanaan uji coba pemanfaatan limbah B3 atau pengolahan limbah B3 telah berakhir, setiap orang yang melaksanakan uji coba wajib menyampaikan laporan hasil uji coba kepada Menteri paling lambat 2 (dua) bulan sebelum masa berlaku persetujuan uji coba pemanfaatan limbah B3 atau pengolahan limbah B3 berakhir. (2) Menteri menerbitkan izin pemanfaatan limbah B3 atau pengolahan limbah B3 apabila hasil uji coba memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam persetujuan uji coba pemanfaatan limbah B3 atau pengolahan limbah B3. (3) Menteri menolak permohonan izin pemanfaatan limbah B3 atau pengolahan limbah B3 apabila hasil uji coba tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam persetujuan uji coba pemanfaatan limbah B3 atau pengolahan limbah B3. (4) Waktu penerbitan izin atau persetujuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) paling lama 45 (empatpuluh lima) hari sejak laporan hasil pelaksanaan uji coba diterima. (5) Penerbitan izin atau persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan melalui multimedia paling lama 2 (dua) hari kerja sejak izin diterbitkan. (6) Penolakan permohonan pemanfatan limbah B3 atau pengolahan limbah B3 sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4) harus disertai dengan alasan penolakan. Pasal 92 (1) Menteri setelah menerima permohonan izin penimbunan limbah B3 memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi permohonan izin penimbunan limbah B3 paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan diterima. (2) Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi paling lama 10 (sepuluh) hari kerja. (3) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan izin paling lama 45 (empatpuluh lima) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui. (4) Penerbitan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan melalui multimedia paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak izin diterbitkan.
35
(5) Apabila hasil verifikasi menunjukkan permohonan izin penimbunan limbah B3 tidak memenuhi persyaratan, Menteri menolak permohonan izin penimbunan limbah B3. (6) Penolakan permohonan izin penimbunan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai dengan alasan penolakan. Bagian Kempat Izin Dumping Limbah B3 Pasal 93 (1) Setiap orang untuk memperoleh izin dumping limbah B3 ke laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (3) huruf b harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri. (2) Permohonan izin dumping limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) harus dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi: a. salinan izin lingkungan; b. identitas pemohon; c. akta pendirian badan hukum; d. salinan sertifikat pelatihan pengelolaan limbah B3; e. dokumen kajian teknis dumping limbah B3 paling sedikit meliputi keterangan mengenai: 1. nama limbah B3, sumber, hasil uji TCLP, hasil uji LD50 dan atau hasil uji LC50, dan jumlah limbah B3 yang akan dilakukan dumping; 2. studi pemodelan dumping dengan memperhatikan keberadaan termoklin dan kedalamannya; 3. lokasi tempat dilakukannya dumping limbah B3; dan 4. rencana penanggulangan keadaan darurat. (3) Menteri setelah menerima permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi dan teknis permohonan izin paling lama 2 (dua) hari sejak permohonan diterima. (4) Setelah permohonan dinyatakan lengkap Menteri melakukan verifikasi paling lama 10 (sepuluh) hari kerja. (5) Apabila hasil verifikasi menunjukan permohonan izin dumping limbah B3 telah memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan izin dumping limbah B3 paling lama 45 (empatpuluh lima) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui. (6) Penerbitan izin dumping limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diumumkan melalui multimedia paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak izin diterbitkan. Pasal 94 (1) Lokasi tempat dilakukan dumping limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf e angka 3 harus memenuhi persyaratan: a. di dasar laut pada laut yang memiliki lapisan termoklin permanen; dan b. tidak berada di lokasi tertentu atau daerah sensitif berdasarkan peraturan perundang-undangan. (2) Apabila tidak terdapat laut yang memiliki lapisan termoklin permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, lokasi tempat dilakukan dumping limbah B3 berupa tailing dari kegiatan pertambangan harus memenuhi persyaratan lokasi yang meliputi: a. di dasar laut dengan kedalaman lebih besar atau sama dengan 100 m (seratus meter); b. secara topografi dan batimetri menunjukkan adanya ngarai dan/atau saluran di dasar laut yang mengarahkan tailing ke kedalaman lebih dari atau sama dengan 200 m (duaratus meter); dan 36
c. tidak ada fenomena up-welling. (3) Apabila tidak terdapat laut yang memiliki lapisan termoklin permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, lokasi tempat dilakukan dumping limbah B3 berupa serbuk bor dari kegiatan pertambangan di laut harus memenuhi persyaratan: a. pada lokasi pemboran di laut; dan b. dampaknya berada di dalam radius lebih kecil dari atau sama dengan 500 m (limaratus meter) dari lokasi pemboran di laut. (4) Apabila tidak terdapat laut yang memiliki lapisan termoklin permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, lokasi tempat dilakukan dumping limbah B3 berupa lumpur bor dari kegiatan pertambangan di laut harus memenuhi persyaratan: a. di laut dengan kedalaman lebih dari atau sama dengan 50 m (limapuluh meter); dan b. dampaknya berada di dalam radius lebih kecil dari atau sama dengan 500 m (limaratus meter) dari lokasi dumping di laut. (5) Limbah B3 berupa serbuk bor dan lumpur bor dari kegiatan pertambangan di laut yang dapat dilakukan dumping ke lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) harus memiliki kandungan hidrokarbon total paling besar 0% (nol perseratus). Pasal 95 (1) Pemegang izin dumping limbah B3, wajib: a. melaksanakan kewajiban sebagaimana tercantum dalam izin dumping limbah B3; b. melakukan netralisasi atau penurunan kandungan hidrokarbon total terhadap limbah B3 yang akan didumping; c. melakukan penyimpanan limbah B3 yang dihasilkan di tempat penyimpanan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 53; d. melakukan pengumpulan limbah B3 yang dihasilkannya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55; e. menaati baku mutu air limbah sesuai dengan peraturan perundangundangan; f. melakukan pemantauan terhadap dampak lingkungan dari pelaksanaan dumping limbah B3; dan g. menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan dumping limbah B3. (2) Laporan dumping limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g paling sedikit memuat: a. nama, sumber, dan jumlah limbah B3; dan b. pelaksanaan dumping limbah B3 yang dihasilkannya. (3) Laporan dumping limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Menteri sesuai dengan izin penimbunan limbah B3 yang dihasilkan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan sejak izin diterbitkan. Bagian Kelima Muatan Dalam Izin Pasal 96 (1) Izin penyimpanan limbah B3, pengumpulan limbah B3, pemanfaatan limbah B3, pengolahan limbah B3, penimbunan limbah B3, dan dumping limbah B3 paling sedikit memuat: a. identitas pemegang izin; 37
b. tanggal penerbitan izin; c. masa berlaku izin; d. persyaratan lingkungan hidup; dan e. kewajiban pemegang izin. (2) Persyaratan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling sedikit berupa: a. tata cara pengelolaan limbah B3; dan b. baku mutu lingkungan hidup. (3) Kewajiban pemegang izin penyimpanan limbah B3, pengumpulan limbah B3, pemanfaatan limbah B3, pengolahan limbah B3, penimbunan limbah B3, dan dumping limbah B3 paling sedikit meliputi: a. melakukan pencatatan nama limbah B3, jenis limbah B3, tanggal dihasilkan limbah B3 dan jumlah limbah B3 yang dikelola; b. menyimpan limbah B3 yang akan dimanfaatkan, diolah, atau ditimbun ke dalam tempat penyimpanan; dan c. menyusun dan menyampaikan laporan pengelolaan limbah B3. Bagian Keenam Masa Berlaku Izin Pasal 97 (1) Masa berlaku persetujuan uji coba pemanfaatan limbah B3 paling lama 1 (satu) tahun. (2) Masa berlaku izin penyimpanan limbah B3, pengumpulan limbah B3, pemanfaatan limbah B3, pengolahan limbah B3, penimbunan limbah B3, dan dumping limbah B3 mengikuti masa berlaku izin lingkungan. (3) Masa izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berakhir apabila: a. dicabut oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota; b. badan usaha pemegang izin bubar atau dibubarkan; atau c. izin lingkungan dicabut. Bagian Ketujuh Perubahan Izin Pasal 98 (1) Pemegang izin penyimpanan limbah B3, pengumpul limbah B3, pemanfaat limbah B3, pengolahan limbah B3, penimbunan limbah B3 dan/atau dumping limbah B3 harus mengajukan perubahan izin apabila terjadi perubahan terhadap: a. identitas pemohon; b. akta pendirian badan hukum; c. nama dan karakteristik limbah B3 yang disimpan, dikumpul, dimanfaatkan atau ditimbun; dan/atau d. desain, teknologi, metode, proses, kapasitas, dan/atau fasilitas penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan, penimbunan, atau dumping limbah B3. (2) Permohonan perubahan izin sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diajukan secara tertulis kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenanganya paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah terjadi perubahan. (3) Permohonan perubahan izin sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d diajukan secara tertulis kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya paling lama 3 (tiga) bulan sebelum terjadi perubahan.
38
(4) Permohonan perubahan izin dilengkapi dengan dokumen yang menunjukkan perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan/atau huruf b, Menteri melakukan evaluasi administrasi terhadap permohonan perubahan izin paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan perubahan izin diterima. (6) Apabila terjadi perubahan terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan/atau huruf d, Menteri melakukan verifikasi terhadap permohonan perubahan izin paling lama 45 (empatpuluh) hari kerja sejak permohonan perubahan izin diterima. BAB VI REGISTRASI LIMBAH B3 Pasal 99 (1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib mengajukan permohonan registrasi limbah B3 yang dihasilkannya kepada Menteri. (2) Permohonan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan: a. hasil uji karakteristik limbah B3 yang diajukan; b. proses produksi pada usaha dan/atau kegiatan yang menghasilkan limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1); dan c. bahan baku dan/atau bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi sebagaimana dimaksud pada huruf b. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Menteri. BAB VII PENGELOLAAN KEMASAN LIMBAH B3 BEKAS (1)
(2)
(3)
(4)
Pasal 100 Pengelolaan limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau kadaluwarsa yang mengandung B3 dapat dilakukan oleh setiap orang yang menghasilkan, mengedarkan, dan/atau memanfaatkan produk yang mengandung B3. Pengelolaan limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau kadaluwarsa yang mengandung B3 oleh setiap orang yang menghasilkan dan mengedarkan produk yang mengandung B3 paling sedikit dilakukan dengan penarikan kembali limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau kadaluwarsa yang mengandung B3. Penarikan kembali limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau kadaluwarsa yang mengandung B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak lain dengan persetujuan Menteri. Pengelolaan limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau kadaluwarsa yang mengandung B3 oleh setiap orang yang memanfaatkan produk yang mengandung B3 paling sedikit dilakukan dengan: a. penyimpanan limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau kadaluwarsa yang mengandung B3 di tempat penyimpanan limbah B3; atau b. penyerahan kembali limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau kadaluwarsa yang mengandung B3 kepada orang yang menghasilkan atau mengedarkan produk yang mengandung B3.
39
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penarikan dan pengelolaan limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau kadaluwarsa yang mengandung B3 diatur dalam Peraturan Menteri. BAB VIII KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Pasal 101 (1) Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3, limbah B3, dan dumping limbah B3 wajib menjaga keselamatan dan kesehatan kerja. (2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan pengelolaan B3, limbah B3, dan dumping limbah B3 wajib mengikutsertakan peranan tenaga kerjanya. (4) Peranan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. Pasal 102 (1) Untuk menjaga keselamatan dan kesehatan pekerja pengelolaan B3, limbah B3, dan dumping limbah B3 wajib dilakukan uji kesehatan secara berkala. (2) Uji kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB IX PENANGGULANGAN PENCEMARAN DAN/ATAU KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMULIHAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP Bagian Kesatu Umum Pasal 103 Setiap orang yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3, limbah B3 dan/atau dumping limbah B3 yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melaksanakan: a. penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan b. pemulihan fungsi lingkungan hidup. Pasal 104 (1) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf a dilakukan dengan: a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada masyarakat; b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; dan/atau d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (2) Pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui multimedia dan sirine paling lama 24 (duapuluh empat) jam sejak pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup diketahui.
40
(3) Pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara paling sedikit meliputi: a. evakuasi sumber daya untuk menjauhi sumber pencemar dan/atau kerusakan lingkungan hidup; b. penggunaan alat pengendalian pencemaran untuk mencegah meluasnya pencemaran dan/atau kerusakan; c. identifikasi dan penetapan daerah berbahaya; dan d. penyusunan dan penyampaian laporan terjadinya potensi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota. (4) Penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara paling sedikit meliputi: a. Penghentian kegiatan proses produksi; b. penghentian kegiatan pada fasilitas yang terkait dengan sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; c. tindakan tertentu untuk meniadakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup pada sumbernya; dan d. penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan penghentian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota. (5) Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana dan/atau perdata lingkungan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup diatur dalam Peraturan Menteri. (1)
(2)
(3) (4)
(5)
Pasal 105 Dalam hal setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 tidak melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (4) dalam jangka waktu paling lambat 24 (duapuluh empat) jam sejak diketahuinya terjadi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya menetapkan pihak ketiga untuk melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup atas beban biaya setiap orang tersebut. Biaya penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari: a. dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; atau b. dana penjaminan pemulihan lingkungan hidup. Biaya sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) diperhitungkan sebagai biaya kerugian lingkungan. Besaran kerugian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan yang disepakati antara Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dengan setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Tata cara perhitungan besaran kerugian lingkungan diatur dalam Peraturan Menteri.
41
Bagian Kedua Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup Pasal 106 (1) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf b, dilakukan dengan: a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; b. remediasi; c. rehabilitasi; d. restorasi; dan/atau e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (2) Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara paling sedikit meliputi: a. identifikasi lokasi, sumber dan jenis pencemar, dan besaran pencemaran; b. penghentian proses produksi; c. penghentian kegiatan pada fasilitas yang terkait dengan sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup; d. tindakan tertentu untuk meniadakan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup pada sumbernya; dan e. penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan penghentian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota. (3) Remediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara paling sedikit meliputi: a. pemilihan teknologi remediasi; b. penyusunan rencana dan pelaksanaan remediasi; dan c. penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan remediasi pencemaran lingkungan hidup kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota. (4) Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara paling sedikit meliputi: a. identifikasi lokasi, penyebab, dan besaran kerusakan lingkungan hidup; b. pemilihan metode rehabilitasi; c. penyusunan rencana dan pelaksanaan rehabilitasi; dan d. penyusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan rehabilitasi kerusakan lingkungan hidup kepada Menteri, gubernur, dan bupati/walikota. (5) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam dokumen rencana pemulihan fungsi lingkungan hidup. (6) Dokumen rencana pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus mendapat persetujuan dari Menteri. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai rincian pemulihan fungsi lingkungan hidup diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 107 (1) Pemulihan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 dilaksanakan hingga memperoleh penetapan status telah selesainya pemulihan lahan terkontaminasi dari Menteri. (2) Penetapan status sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. tanggal penerbitan penetapan; b. ringkasan hasil verifikasi; 42
c. pernyataan bahwa: 1. pemulihan fungsi lingkungan hidup yang dilaksanakan telah layak dan dapat dihentikan; dan 2. lingkungan hidup telah kembali pada fungsi semula sebelum terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan. (3) Menteri dapat menolak permohonan penetapan status telah selesainya pemulihan lahan terkontaminasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan alasan penolakan. (4) Tata cara untuk memperoleh status penetapan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam peraturan Menteri. BAB X SISTEM TANGGAP DARURAT DALAM PENGELOLAAN B3 DAN LIMBAH B3 Bagian Kesatu Umum (1) (2) (3) (4)
(5)
Pasal 108 Setiap orang yang menghasilkan, memanfaatkan, mengumpulkan, menyimpan, dan/atau mengangkut B3 wajib memiliki sistem tanggap darurat. Setiap penghasil, pemanfaat, pengumpul, penyimpan, pengangkut, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3 dan/atau dumping limbah B3 wajib memiliki sistem tanggap darurat. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang memproduksi B3, mengelola B3 dan/atau mengelola limbah B3 wajib memberikan informasi tentang sistem tanggap darurat kepada masyarakat. Sistem tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) merupakan sistem pengendalian keadaan darurat paling sedikit meliputi: a. pencegahan dan kesiapsiagaan untuk menanggulangi kecelakaan yang mungkin terjadi; b. penanggulangan keadaan darurat kejadian kecelakaan; c. kesiapsiagaan untuk mengevaluasi masyarakat dan karyawan; dan d. pemulihan kualitas lingkungan hidup akibat kejadian kecelakaan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman sistem tanggap darurat pengelolaan B3 dan limbah B3 diatur dalam Peraturan Menteri.
Pasal 109 Penanggulangan keadaan darurat kejadian kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (4) huruf b paling sedikit meliputi: a. tindakan penanggulangan keadaan darurat yang pelaksanaannya tidak memerlukan bantuan dari pihak lain; b. tindakan penanggulangan keadaan darurat yang pelaksanaannya memerlukan bantuan dari tim tanggap darurat skala kabupaten/kota; c. tindakan penanggulangan keadaan darurat yang pelaksanaannya memerlukan bantuan dari tim tanggap darurat skala provinsi; dan d. tindakan penanggulangan keadaan darurat yang pelaksanaannya memerlukan bantuan dari tim tanggap darurat skala nasional
43
Bagian Kedua Penyusunan Program Pencegahan dan Kesiapsiagaan Penanggulangan Kecelakaan Pengelolaan B3 dan Limbah B3 (1)
(2)
(3)
(4)
(1) (2) (3) (4) (5)
Pasal 110 Setiap orang yang menghasilkan, menyimpan, memanfaatkan, dan/atau mengangkut B3 dan/atau limbah B3 wajib menyusun program pencegahan kecelakaan dan program kedaruratan pengelolaan B3 dan/atau limbah B3 sesuai dengan kegiatan yang dilakukannya. Pencegahan kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. penyertaan informasi sifat bahaya dan risiko kecelakaan pada setiap kemasan dan tempat penyimpanan B3 dan/atau limbah B3; b. penyediaan, pelatihan, dan evaluasi realisasi implementasi prosedur operasi standar tata kerja proses produksi B3 dan/atau kegiatan pengelolaan B3 dan/atau limbah B3 secara berkala; c. penyediaan prosedur operasi standar dan pelatihan tindakan penanggulangan dini terhadap suatu kejadian atau keadaan yang berpotensi dapat mengakibatkan suatu kecelakaan. Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan geladi keadaan darurat diselenggarakan paling sedikit: a. 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun untuk skala kabupaten/kota; b. 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun untuk skala provinsi; dan c. 1 (satu) kali dalam 4 (empat) tahun untuk skala nasional. Program kedaruratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pencegahan dan kesiapsiagaan untuk penanggulangan kecelakaan; b. penanggulangan keadaan darurat kejadian kecelakaan; dan c. pemulihan kualitas lingkungan hidup akibat kecelakaan. Pasal 111 Kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota menyusun program kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3 skala kabupaten/kota. Kepala instansi lingkungan hidup provinsi menyusun program kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3 skala provinsi. Menteri menyusun program kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3 skala nasional. Penyusunan program sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) melibatkan instansi badan penanggulangan bencana sesuai kewenangannya. Tata cara penyusunan program dan koordinasi pelaksanaanya di tetapkan dalam peraturan Menteri.
Pasal 112 (1) Untuk memastikan sistem tanggap darurat pengelolaan B3 dan/atau limbah B3 dapat dilaksanakan, setiap orang wajib menyelenggarakan pelatihan dan geladi keadaan darurat untuk kegiatan yang dilakukannya paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman sistem tanggap darurat pengelolaan B3 dan limbah B3 diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 113 Sistem tanggap darurat pengelolaan B3 dan limbah B3 skala nasional, provinsi, kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Daerah Penanggulangan Bencana provinsi dan/atau Badan Daerah Penanggulangan Bencana kabupaten/kota sesuai 44
dengan kewenangannya dan dilaksanakan bersama dengan setiap orang, instansi yang bertanggung jawab bidang lingkungan, dan instansi terkait lainnya di kabupaten/kota berdasarkan program kedaruratan pengelolaan B3 dan limbah B3 skala kabupaten/kota. BAB XI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN DALAM PENGELOLAAN B3 DAN LIMBAH B3 Bagian Kesatu Pembinaan dalam Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Pasal 114 (1) Menteri melakukan pembinaan terhadap: a. instansi lingkungan hidup provinsi; dan b. instansi lingkungan hidup kabupaten/kota. (2) Instansi lingkungan hidup provinsi melakukan pembinaan terhadap instansi lingkungan hidup kabupaten/kota. (3) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sekurangkurangnya melalui: a. pendidikan dan pelatihan pengelolaan B3 dan limbah B3; b. bimbingan teknis pengelolaan B3 dan limbah B3; dan c. penetapan norma, standar, prosedur, dan/atau kriteria pengelolaan B3 dan limbah B3. Bagian Kedua Pengawasan dalam Pengelolaan B3, Limbah B3, dan Dumping Limbah B3 Pasal 115 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan terhadap ketaatan: a. setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3; b. setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3; c. pelaksanaan pemulihan fungsi lingkungan hidup; dan d. setiap orang yang melakukan dumping limbah B3, atas ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini. (2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional. Pasal 116 (1) Pengawasan terhadap ketaatan setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dilakukan melalui kegiatan: a. verifikasi terhadap laporan pengelolaan B3, pengelolaan limbah B3, dan/atau dumping limbah B3; b. pengecekan lapangan atau inspeksi; dan/atau c. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. (2) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. 45
Pasal 117 Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dilakukan oleh: a. Menteri, untuk pengelolaan B3; b. Menteri, untuk izin pengelolaan limbah B3 yang diterbitkan oleh Menteri dan dumping; c. gubernur, untuk izin pengumpulan limbah B3 skala provinsi; dan d. bupati/walikota, untuk izin penyimpanan limbah B3 dan pengumpulan limbah B3 skala kabupaten/kota. BAB XII PENDANAAN Pasal 118 (1) Permohonan registrasi B3 didanai oleh setiap orang yang: a. memasukkan B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan b. menghasilkan B3. (2) Permohonan izin pengelolaan limbah B3 didanai oleh penghasil limbah B3, pengumpul limbah B3, pengangkut limbah B3, pemanfaat limbah B3, dan penimbun limbah B3. (3) Permohonan izin dumping limbah B3 didanai oleh setiap orang yang melakukan dumping limbah B3. (4) Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan pemulihan fungsi lingkungan hidup didanai oleh setiap orang yang: a. memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup; b. menghasilkan limbah B3, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun limbah B3; dan c. melakukan dumping limbah B3. (5) Pelatihan dan geladi kedaruratan untuk kegiatan pengelolaan B3 dan limbah B3 didanai oleh setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b. Pasal 119 Dana untuk: a. pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota; dan b. pelatihan dan geladi kedaruratan, dialokasikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. BAB XIII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 120 (1) Setiap orang yang menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 13, Pasal 15 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 16, Pasal 18 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 23 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), 46
Pasal 103, Pasal 108 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 110 ayat (1), dan Pasal 112 ayat (1) dapat diterapkan teguran tertulis paling banyak 3 (tiga) kali oleh Menteri. (2) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menindaklanjuti teguran tertulis dalam jangka waktu paling lama 15 (limabelas) hari sejak tanggal diterbitkannya teguran tertulis. (3) Apabila setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mematuhi teguran tertulis, Menteri dapat menerapkan paksaan pemerintah. (4) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa: a. penghentian sementara kegiatan produksi; b. pembongkaran; c. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran; dan/atau d. penghentian sementara seluruh kegiatan. Pasal 121 (1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan pengumpul, pengangkut, pemanfaat, penimbun limbah B3, dan dumping limbah B3 yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), Pasal 32 ayat (1), Pasal 38 ayat (1), ayat (2) ayat (3), Pasal 42 ayat (1), Pasal 44 ayat (4), Pasal 49, Pasal 56, Pasal 57 ayat (2), Pasal 58, Pasal 59, Pasal 61 ayat (2), Pasal 63, Pasal 68, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76 ayat (1), Pasal 91 ayat (1), Pasal 95 ayat (1), Pasal 103, Pasal 108 ayat (2), Pasal 110 ayat (1), dan Pasal 112 ayat (1) dapat diterapkan teguran tertulis paling banyak 3 (tiga) kali oleh Menteri. (2) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menindaklanjuti teguran tertulis dalam jangka waktu paling lama 15 (limabelas) hari sejak tanggal ditetapkannya teguran tertulis. (3) Apabila setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mematuhi teguran tertulis, Menteri menerapkan paksaan pemerintah. (4) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa: a. penghentian sementara kegiatan produksi; b. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi; c. pembongkaran; d. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran; e. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau f. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup. (5) Apabila setiap orang tidak mematuhi paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri membekukan izin pengumpulan limbah B3 skala nasional, izin pemanfaatan limbah B3, izin pengolahan limbah B3, dan/atau izin penimbunan limbah B3. (6) Apabila selama pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5), setiap orang tetap melakukan kegiatan pengelolaan limbah B3, Menteri mencabut izin. Pasal 122 (1) Setiap pengumpul limbah B3 skala provinsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) dapat diterapkan teguran tertulis paling banyak 3 (tiga) kali oleh gubernur. (2) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menindaklanjuti teguran tertulis dalam jangka waktu paling lama 15 (limabelas) hari sejak tanggal ditetapkannya teguran tertulis.
47
(3) Apabila setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mematuhi teguran tertulis, gubernur menerapkan paksaan pemerintah. (4) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa: a. penghentian sementara kegiatan produksi; b. pembongkaran; c. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran; d. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau e. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup. (5) Apabila setiap orang tidak mematuhi paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), gubernur membekukan izin pengumpulan limbah B3. (6) Apabila selama pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5), setiap orang tetap melakukan kegiatan pengumpulan limbah B3, gubernur mencabut izin. Pasal 123 (1) Setiap penyimpan limbah B3 dan pengumpul limbah B3 skala kabupaten/kota yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2), Pasal 55 ayat (2), dan Pasal 56 dapat diterapkan teguran tertulis paling banyak 3 (tiga) kali oleh bupati/walikota. (2) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib di tindaklanjuti dalam jangka waktu paling lama 15 (limabelas) hari sejak tanggal ditetapkannya teguran tertulis. (3) Apabila setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mematuhi teguran tertulis, bupati/walikota menerapkan paksaan pemerintah. (4) Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa: a. penghentian sementara kegiatan produksi; b. penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi; c. pembongkaran; d. penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran; e. penghentian sementara seluruh kegiatan; atau f. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup. (5) Apabila setiap orang tidak mematuhi paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4), bupati/walikota membekukan izin penyimpanan dan/atau izin pengumpulan limbah B3 skala kabupaten/kota. (6) Apabila selama pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) setiap orang tetapmelakukan kegiatan pengelolaan limbah B3, bupati/walikota mencabut izin. BAB XIV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 124 Apabila masih terdapat hasil produksi B3 yang dikategorikan sebagai B3 yang dapat dimanfaatkan dan/atau B3 yang terbatas untuk dimanfaatkan tetapi belum diregistrasi, B3 tersebut wajib diregistrasikan oleh penghasil B3 paling lambat 1 (satu) tahun setelah diundangkan Peraturan Pemerintah ini.
48
Pasal 125 Izin pengelolaan limbah B3 dan dumping limbah B3 yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir. Pasal 126 Apabila limbah B3 berupa serbuk bor dan lumpur bor dari kegiatan pertambangan di laut akan dilakukan dumping limbah B3 ke laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (2) huruf b dan huruf c memiliki kandungan hidrokarbon total lebih dari 0% (nol perseratus) tetapi kurang dari 10% (sepuluh perseratus), setiap orang yang melakukan dumping harus mengupayakan pengurangan kandungan hidrokarbon tersebut sampai dengan: a. paling tinggi 5% (lima perseratus) pada tahun 2017; dan b. 0% (nol perseratus) pada tahun 2025. BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 127 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari: a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4153); dan b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3815) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3910), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 128 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku: a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4153); dan b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3815) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 190, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3910), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 129 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
49
Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Ditetapkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR _
50
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR ... TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN I.
UMUM
Meningkatnya kegiatan pembangunan di Indonesia dapat mendorong peningkatan penggunaan bahan berbahaya dan beracun (B3) di berbagai sektor seperti industri, pertambangan, pertanian dan kesehatan. B3 tersebut dapat berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri (impor). B3 yang dihasilkan dari dalam negeri, juga ada yang diekspor ke suatu negara tertentu. Proses impor dan ekspor ini semakin mudah untuk dilakukan dengan masuknya era globalisasi. Selama empat dekade terakhir, penggunaan dan jumlah B3 di Indonesia semakin meningkat. Penggunaan B3 yang terus meningkat dan tersebar luas di semua sektor apabila pengelolaannya tidak dilakukan dengan baik, maka akan dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, mahluk hidup lainnya dan lingkungan hidup, seperti pencemaran udara, pencemaran tanah, pencemaran air, dan pencemaran laut. Agar pengelolaan B3 tidak mencemari lingkungan hidup dan untuk mencapai derajat keamanan yang tinggi, dengan berpijak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kualitas hidup manusia, maka diperlukan peningkatan upaya pengelolaannya dengan lebih baik dan terpadu. B3 yang dihasilkan dan/atau dipergunakan di berbagai sektor kegiatan yang telah menjadi limbah wajib dilakukan pengelolaan sesuai kaidah dan prinsip pengelolaan limbah B3 yaitu melakukan minimisasi limbah B3, melakukan pengelolaan sedekat mungkin dengan sumber limbah B3, setiap orang yang menghasilkan limbah B3 bertanggung jawab terhadap limbah B3, dan pengelolaan limbah B3 dilakukan dari sumber sampai ke penimbunan (from cradle to grave). Limbah B3 yang dibuang langsung ke dalam lingkungan dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia serta makhluk hidup lainnya. Mengingat risiko tersebut, perlu diupayakan agar setiap kegiatan menghasilkan limbah B3 seminimal mungkin dan mencegah masuknya limbah B3 dari luar wilayah Indonesia. Peran Pemerintah Indonesia dalam pengawasan perpindahan lintas batas limbah B3 tersebut telah dilakukan melalui ratifikasi Konvensi Basel pada tanggal 12 Juli 1993 dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1993. Hierarki pengelolaan limbah B3 dimaksudkan agar limbah B3 yang dihasilkan masing-masing unit produksi sesedikit mungkin dan bahkan diusahakan sampai nol, dengan mengupayakan reduksi pada sumber dengan pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, dan digunakannya teknologi bersih. Bilamana masih dihasilkan limbah B3 maka diupayakan pemanfaatan limbah B3.
1
Pemanfaatan limbah B3 yang mencakup kegiatan penggunaan kembali (reuse), daur ulang (recycle), dan perolehan kembali (recovery) merupakan satu mata rantai penting dalam pengelolaan limbah B3. Reuse merupakan penggunaan kembali limbah B3 dengan tujuan yang sama tanpa melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal, recycle merupakan mendaur ulang komponen yang bermanfaat melalui proses tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal yang menghasilkan produk yang sama ataupun produk yang berbeda, dan recovery merupakan perolehan kembali komponen bermanfaat dengan proses kimia, fisika, biologi, dan/atau secara termal. Dengan teknologi pemanfaatan limbah B3 di satu pihak dapat dikurangi jumlah limbah B3 sehingga biaya pengolahan limbah B3 juga dapat ditekan dan di lain pihak akan dapat meningkatkan kemanfaatan bahan baku. Hal ini pada gilirannya akan mengurangi kecepatan pengurasan sumber daya alam. Untuk menghilangkan atau mengurangi risiko yang dapat ditimbulkan dari limbah B3 yang dihasilkan maka limbah B3 yang telah dihasilkan perlu dikelola secara khusus. Kebijakan pengelolaan B3 yang ada saat ini masih diselenggarakan secara parsial oleh berbagai instansi terkait, sehingga dalam penerapannya masih banyak menemukan kendala. Di samping itu, pengelolaan B3, limbah B3 dan dumping belum dilakukan dalam bentuk pengaturan yang terpadu sementara B3 atau limbah B3 dapat menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, mahluk hidup lainnya dan lingkungan hidup apabila tidak dilakukan pengelolaan dengan benar. Oleh karena itu, maka semakin disadari perlunya Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan B3 dan Limbah B3 yang secara terpadu mengatur kegiatan produksi, penyimpanan, pengemasan, pemberian simbol dan label, pengangkutan, penggunaan, impor, ekspor dan pembuangannya untuk B3 serta penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, pemanfaatan, dan penimbunan untuk limbah B3. Pentingnya penyusunan Peraturan Pemerintah ini secara tegas juga disebutkan dalam Agenda 21 Indonesia, Strategi Nasional Untuk Pembangunan Berkelanjutan dan sebagai pelaksanaan dari Pasal 58 ayat (2) dan Pasal 59 ayat (7) UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan hasil pengolahan tersebut. Dalam rangkaian kegiatan tersebut terkait beberapa pihak yang masing-masing merupakan mata rantai dalam pengelolaan limbah B3, yaitu: a. penghasil limbah B3; b. pengumpul limbah B3; c. pengangkut limbah B3; d. pemanfaat limbah B3; e. pengolah limbah B3; dan f. penimbun limbah B3. Dengan pengolahan limbah sebagaimana tersebut di atas, maka mata rantai siklus perjalanan limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3 sampai penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3 dapat diawasi. Setiap mata rantai perlu diatur, sedangkan perjalanan limbah B3 dikendalikan dengan sistem manifes limbah B3. Dengan sistem manifes dapat diketahui berapa jumlah B3
2
yang dihasilkan dan berapa yang telah dimasukkan ke dalam proses pengolahan dan penimbunan tahap akhir yang telah memiliki persyaratan lingkungan. Dumping limbah ke darat maupun ke laut merupakan alternatif paling akhir dalam pengelolaan limbah, termasuk dumping beberapa jenis limbah B3. Dumping limbah B3 yang memiliki toksisitas tinggi dilarang dilakukan di laut berdasarkan kajian ilmiah, referensi internasional, maupun konvensi Internasional. Larangan dan pembatasan dumping ke laut dimaksudkan untuk melindungi ekosistem laut serta menghindari terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan hidup di laut karena air laut merupakan media yang mudah dan cepat menyebarkan polutan dan/atau zat pencemar. Untuk itu, dumping limbah ke laut hanya dapat dilakukan apabila suatu limbah dihasilkan dari kegiatan di laut dan tidak dapat dilakukan pengelolaan di darat berdasarkan pertimbangan lingkungan hidup, teknis, dan ekonomi. Dumping limbah wajib memenuhi persyaratan jenis dan kualitas limbah serta lokasi sehingga dumping tidak akan menimbulkan kerugian terhadap kesehatan manusia, mahluk hidup lainnya dan lingkungan hidup. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1) Termasuk dalam pengelolaan B3 yaitu pemanfaatan B3 sesuai dengan tujuan pemanfaatannya. Sebagai contoh, pemanfaatan formalin untuk pengawetan makanan dilarang karena pemanfaatan formalin adalah untuk industri dan/atau kegiatan lain nonmakanan dan minuman. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan B3 senyawa tunggal adalah B3 yang terdiri satu jenis B3. Huruf b Yang dimaksud dengan B3 senyawa campuran adalah gabungan dua atau lebih B3 yang tidak bereaksi dan masing-masing B3 tetap sesuai dengan karakteristiknya. huruf c Yang dimaksud dengan B3 preparat adalah sediaan B3 yang digunakan untuk produk yang berbasis B3. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas.
3
Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Jumlah yang tidak menimbulkan bahaya terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup untuk kepentingan penelitian dalam ketentuan ayat ini yaitu 100 ml atau 100 mg. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan dimanfaatkan dalam ketentuan ini adalah memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3. Huruf c Yang dimaksud dengan dimanfaatkan dalam ketentuan ini adalah memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 5 Ayat (1) B3 yang telah ditetapkan dalam daftar sebagai B3 yang dapat dimanfaatkan, terbatas dimanfaatkan, dan dilarang dimanfaatkan sebagaimana tercantum dalam lampiran I, Lampiran II, dan Lampiran III Peraturan Pemerintah ini tidak memerlukan uji karakteristik karena penetapannya sebagai B3 telah didasarkan pada hasil uji karakteristik, lembaran data keselamatan, Konvensi Rotterdam, Konvensi Stockholm, dan referensi ilmiah terkait. Ayat (2) Cukup jelas.
4
Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan identitas B3 meliputi: a. Rumus molekul; b. Nama senyawa kimia; c. Nama dagang kimia; dan d. Nomor chemical abstract service. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Cukup jelas. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.
5
Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) B3 yang diatur dalam ketentuan ini merupakan B3 yang memiliki dampak atau risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Klasifikasi B3 sebagai B3 yang berbahaya secara fisik, berbahaya terhadap kesehatan manusia, dan berbahaya terhadap lingkungan dimaksudkan hanya untuk klasifikasi atau pembagian berdasarkan metode uji karakteristik sebagaimana diatur dalam sistem global terharmonisasi mengenai klasifikasi dan pelabelan bahan kimia (Globally Harmonized System of Classification and Labelling of Chemicals). Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan bahan eksplosif adalah zat padat atau cair atau campurannya yang mampu menghasilkan gas melalui reaksi kimia pada suhu dan tekanan yang segera dapat menyebabkan kerusakan terhadap sekelilingnya. Huruf b Yang dimaksud dengan gas mudah menyala adalah gas yang mempunyai rentang nyala (flammable range) jika bercampur dengan udara pada suhu 20oC dan tekanan 101,3 kilo Pascal (kPa) atau 1 atmosfer (atm). Huruf c Yang dimaksud dengan aerosol mudah menyala adalah gas yang ditekan, dicairkan atau larut dalam wadah bertekanan yang terbuat dari logam, kaca atau plastik, baik yang mengandung cairan, pasta atau serbuk. Klasifikasi aerosol mudah menyala didasarkan pada: 1. Konsentrasi dari komponen mudah terbakar 2. Panas kimia pembakaran (terutama untuk pengangkutan atau penyimpanan) 3. Hasil dari uji buih (aerosol buih) (terutama untuk pekerja atau konsumen) 4. Uji jarak pembakaran (aerosol semprot) (terutama untuk pekerja atau konsumen) Aerosol dikategorikan sebagai: 1. tidak mudah terbakar, jika konsentrasi dari komponen mudah terbakarnya ≤ 1% dan panas pembakarannya <20 kJ/gr. 2. sangat mudah sekali terbakar, jika konsentrasi komponen mudah terbakarnya > 85% dan panas pembakarannya ≥ 30 kJ/gr untuk menghindari pengujian yang berlebih. Huruf d Yang dimaksud dengan cairan mudah menyala (terbakar) adalah cairan yang memiliki titik nyala lebih kecil atau sama
6
dengan 93oC pada tekanan 1 atm. Kategori tingkat cairan mudah menyala (terbakar) dapat dilihat dalam tabel berikut: Kategori 1 2 3 4
Tabel 1. Cairan Mudah Terbakar Kriteria o Titik nyala < 23 C dan titik didih awal ≤ 35oC (95oF) Titik nyala < 23oC dan titik didih awal > 35oC (95oF) Titik nyala ≥ 23oC dan titik didih awal ≤ 60oC (140oF) Titik nyala ≥ 60oC (140oF) dan ≤ 93oC (200oF)
Huruf e Yang dimaksud dengan padatan mudah menyala adalah padatan yang mudah terbakar, atau dapat menyebabkan atau menimbulkan kebakaran akibat suatu gesekan atau ketika kontak singkat dengan sumber panas. Tabel 2. Padatan Mudah Menyala (terbakar) Ketegori Kriteria 1 Uji laju pembakaran: Bahan atau campuran selain serbuk logam: a. zona basah tidak menghentikan api b. waktu pembakaran < 45 detik atau laju pembakaran > 2,2 mm/detik. Serbuk logam: waktu pembakaran ≤ 5 menit 2 Uji laju pembakaran: Bahan atau campuran selain serbuk logam: a. zona basah tidak menghentikan api paling tidak selama 4 menit b. waktu pembakaran < 45 detik atau laju pembakaran >2,2 mm/detik. Serbuk logam: waktu pembakaran > 5 menit dan ≤ 10 menit Huruf f Bahan atau campuran yang apabila kontak dengan air melepaskan/mengemisikan gas mudah terbakar adalah padatan atau cairan yang mampu menjadi mudah terbakar secara spontan atau mengeluarkan gas mudah terbakar dalam jumlah yang membahayakan saat berinteraksi dengan air. Tabel 3. Senyawa yang menghasilkan gas yang mudah terbakar jika kontak dengan air Kategori Kriteria 1 ≥ 10 L/kg/1 menit 2 ≥ 20 L/kg/1 jam + (dan/atau) < 10 L/kg/1 menit 3 ≥ 1 L/kg/1 jam + (dan/atau) < 20 L/kg/1 jam Tidak < 1 L/kg/1 jam terklasifikasi
7
Huruf g Yang dimaksud dengan bahan atau campuran swapanas adalah padatan atau cairan yang mampu menghasilkan panas karena bereaksi dengan udara dan tanpa suplai energi. Perbedaannya dengan senyawa piroforik adalah dalam hal kemampuan menyala yang hanya terjadi dalam jumlah yang besar (kg) dan setelah selang waktu yang panjang (jam atau hari). Huruf h Yang dimaksud dengan gas oksidator adalah gas yang umumnya dapat menyediakan oksigen, menyebabkan atau berperan terhadap terjadinya pembakaran suatu material/bahan lain dan mempunyai kemampuan bakar yang lebih besar dibandingkan dengan udara. Huruf i Yang dimaksud dengan cairan oksidator adalah cairan yang umumnya dapat menyediakan oksigen, meyebabkan atau berperan terhadap terjadinya kebakaran material lain, walaupun sifat cairan itu sendiri tidak mudah terbakar. Huruf j Yang dimaksud dengan padatan oksidator adalah padatan yang tidak mudah terbakar, umumnya dapat menghasilkan oksigen, menyebabkan atau berperan dalam pembakaran material/bahan lain. Huruf k Yang dimaksud dengan oksidator organik adalah cairan atau padatan organik atau berupa campurannya dengan zat lain, dan memiliki struktur bivalen O-O dianggap sebagai turunan hidrogen peroksida, yang salah satu atau kedua atom hidrogennya diganti oleh radikal organik dan memiliki salah satu atau lebih sifat-sifat berikut: a. mudah meledak; b. mudah terbakar; c. rentan terhadap getaran atau gesekan; dan/atau d. sangat reaktif dengan senyawa lain. Jenis A B
C
D
Table 4. Peroksida Organik Kriteria Dapat meledak dengan cepat dalam kemasannya. Memiliki sifat eksplosif, tidak meledak atau tidak deflagrate dengan cepat dalam kemasannya, namun dapat mengalami ledakan dalam kemasannya karena pengaruh termal. Memiliki sifat eksplosif, namun dalam kemasannya tidak dapat meledak secara cepat atau tidak mengalami ledakan karena pengaruh termal. 1. Meledak secara parsial, tidak deflagrate dengan cepat dan tidak memperlihatkan efek yang keras ketika dipanaskan di bawah batasan, atau
8
Jenis
E
F
G
Kriteria 2. Tidak meledak sama sekali, deflagrate perlahan dan memperlihatkan efek keras ketika dipanaskan di bawah batasan, atau 3. Tidak meledak atau deflagrate sama sekali dan memperlihatkan efek menengah ketika dipanaskan di bawah batasan. Tidak meledak atau deflagrate sama sekali dan memperlihatkan efek yang rendah atau bahkan tidak ada efeknya ketika dipanaskan di bawah batasan. Tidak meledak pada keadaan gelembung terkavitasi, juga tidak deflagrate sama sekali dan hanya memperlihatkan efek yang rendah atau bahkan tidak ada ketika dipanaskan di bawah batasan seperti halnya eksplosif kekuatan rendah atau tidak eksplosif. Tidak meledak pada keadaan terkavitasi, juga tidak deflagrate sama sekali dan tidak memperlihatkan efek ketika dipanaskan di bawah batasan, juga tidak memperlihatkan kekuatan eksplosif apapun, yang termasuk stabil dari segi termal (suhu percepatan dekomposisinya 60oC-75oC untuk kemasan 50 kg) dan untuk campuran cair, diluen yang memiliki titik didih tidak kurang dari 150oC digunakan untuk desensitisasi.
Huruf l Yang dimaksud dengan bahan atau campuran swareaktif adalah padatan atau cairan yang tidak stabil secara termal yang mampu mengalami dekomposisi termal eksotermik yang kuat meskipun tanpa bantuan oksigen (udara). Definisi ini tidak termasuk bahan-bahan eksplosif, peroksida organik atau sebagai oksidator yang diklasifikasikan yang sesuai dengan kriteria GHS. Bahan dan campuran swareaktif dianggap bersifat mudah meledak juga pada saat diuji di laboratorium formulasinya dapat memicu ledakan, meledak secara cepat atau menunjukan efek yang merusak jika dipanaskan dalam suatu wadah yang kecil/sempit/terbatas. Kriteria klasifikasi: Zat yang bersifat eksplosif, padatan atau cairan oksidator, peroksida organik yang panas penguraiannya kurang dari 300 J/gr atau suhu percepatan penguraiannya lebih besar dari 750C untuk kemasan 50 (lima puluh) kilogram tidak termasuk zat swareaktif, kecuali campuran zat-zat oksidator yang mengandung bahan organik mudah terbakar 5 (lima) persen atau lebih.
9
Jenis A B C D
E
F
G
Tabel 5. Bahan Swareaktif Kriteria Dapat meledak dengan cepat dalam kemasannya. Memiliki sifat eksplosif, tidak meledak atau tidak deflagrate dalam kemasannya, tapi mampu mengalami ledakan termal dalam kemasannya. Memiliki sifat eksplosif, tidak dapat meledak dengan cepat atau mengalami ledakan termal dalam kemasannya. 1. Meledak secara parsial, tidak deflagrate dengan cepat dan tidak memperlihatkan efek yang keras ketika dipanaskan di bawah batasan, atau 2. Tidak meledak sama sekali, deflagrate perlahan dan memperlihatkan efek keras ketika dipanaskan di bawah batasan, atau 3. Tidak meledak atau deflagrate sama sekali dan memperlihatkan efek menengah ketika dipanaskan di bawah batasan. Tidak meledak atau deflagrate sama sekali dan memperlihatkan efek yang rendah atau bahkan tidak ada efeknya ketika dipanaskan di bawah batasan. Tidak meledak pada keadaan gelembung terkavitasi, juga tidak deflagrate sama sekali dan hanya memperlihatkan efek yang rendah atau bahkan tidak ada ketika dipanaskan di bawah batasan seperti halnya eksplosif kekuatan rendah atau tidak eksplosif. Tidak meledak pada keadaan terkavitasi, juga tidak deflagrate sama sekali dan tidak memperlihatkan efek ketika dipanaskan di bawah batasan, juga tidak memperlihatkan kekuatan eksplosif apapun, yang termasuk stabil dari segi termal (suhu percepatan dekomposisinya 60oC75oC untuk kemasan 50 kg) dan untuk campuran cair, diluen yang memiliki titik didih tidak kurang dari 150oC digunakan untuk desensitisasi.
Huruf m Yang dimaksud dengan cairan piroforik adalah cairan yang walaupun jumlahnya sedikit, mampu menyala dalam 5 (lima) menit setelah kontak dengan udara. Contoh cairan piroforik: Boran trietil [B(C2H5)3]. Huruf n Yang dimaksud dengan padatan pirofirik adalah padatan yang walaupun jumlahnya sedikit, mampu menyala dalam 5 menit setelah kontak dengan udara. Contoh padatan piroforik: Li(CH3), Zn(CH3)2, B(CH3)3 dan Al2(CH3)6. Huruf o Yang dimaksud dengan gas bertekanan adalah gas yang dikemas dalam wadah pada tekanan 200 kPa atau lebih, atau
10
sebagai cairan yang didinginkan. Gas tersebut terdiri atas gas bertekanan, gas dicairkan, gas terlarut dan gas cair yang didinginkan. Tabel 6. Gas bertekanan Kelompok Kriteria Gas Gas yang ketika dikemas bertekanan bertekanan/ seluruhnya tetap sebagai gas pada -50oC, termampatkan termasuk semua gas yang suhu kritis ≤50oC Gas dicairkan Gas yang ketika dikemas di bawah tekanan, sebagian berupa cairan pada suhu di atas -50oC. suatu perbedaan dibuat antara: 1. Gas dicairkan bertekanan tinggi; gas dengan suhu kritis*) antara -50oC dan +65oC 2. Gas dicairkan bertekanan rendah; gas dengan suhu kritis di atas +65oC. Gas cair Gas yang ketika dikemas menjadi cair didinginkan sebagian karena suhu rendah Gas terlarut Gas yang ketika dikemas di bawah tekanan, terlarut dalam pelarut fasa cair Keterangan: *) Suhu kritis adalah suhu ketika suatu gas murni tidak dapat dicairkan pada tingkat kompresi (tekanan) berapapun. Huruf p Yang dimaksud dengan korosif pada logam adalah bahan atau suatu campuran yang dapat menyebabkan kerusakan atau bahkan menghancurkan logam. Ayat (4) Huruf a Yang dimaksud dengan beracun/toksisitas akut mengacu pada efek merugikan yang terjadi akibat paparan dosis tunggal atau berulang suatu zat melalui rute atau paparan oral, kontak dengan kulit dalam waktu 24 (dua puluh empat) jam, atau terhirup selama 4 (empat) jam. Kriteria klasifikasi untuk senyawa: Senyawa-senyawa dapat dikelompokkan ke dalam salah satu dari lima kategori toksisitas berdasarkan toksisitas akut melalui rute oral, dermal atau inhalasi sesuai dengan kriteria numeric cut-off seperti tercantum pada tabel di bawah. Nilai toksisitas akut diekspresikan sebagai (kurang lebih) LD50 (oral, dermal) atau nilai LC50 (inhalasi) atau sebagai estimasi toksisitas akut (ATE). Tabel 7. Kategori bahaya toksisitas akut dan nilai estimasi toksisitas akut untuk menentukan kategori tersebut Jalur paparan Oral (mg/kg berat badan)
Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 Kategori 4 Kategori 5 5
50
300
2000
5000
11
Jalur Kategori 1 Kategori 2 Kategori 3 Kategori 4 Kategori 5 paparan Dermal 50 200 1000 2000 (mg/kg berat badan) Gas (ppmV) 100 500 2500 20000 Lihat catatan a, b dan c Uap (mg/L) 0,5 2,0 10 20 Debu dan 0,05 0,5 1,0 5 kabut (mg/L) Lihat catatan a, b, c dan f Catatan: Konsentrasi gas dinyatakan dalam parts per million per volume (ppmV) Catatan Tabel 7: a. Estimasi toksisitas akut (ATE) untuk klasifikasi senyawa diturunkan menggunakan LD50/LC50 yang tersedia. b. Estimasi toksisitas akut (ATE) untuk senyawa dalam campuran diturunkan menggunakan LD50/LC50 yang tersedia. c. Nilai inhalation cut-off dalam tabel adalah berdasarkan pengujian paparan selama 4 (empat) jam. Konversi dari data toksisitas inhalasi terdahulu yang dikembangkan dari paparan selama 1 (satu) jam harus dibagi dengan faktor 2 (dua) untuk gas dan uap serta faktor 4 (empat) untuk debu dan kabut. Huruf b Yang dimaksud dengan korosi kulit adalah timbulnya kerusakan pada kulit yang tidak dapat pulih kembali (irreversible), yakni nekrosis yang nyata pada epidermis dan kedalam dermis, setelah pemaparan zat uji selama 4 (empat) jam. Reaksi korosif ditandai dengan luka, pendarahan, koreng berdarah dan pada akhir observasi yaitu hari ke 14 (empat belas) terjadi perubahan warna akibat pemucatan kulit, kebotakan pada seluruh area dan bekas luka (luka parut). Histopatologi wajib dipertimbangkan untuk mengevalusi lesi yang terjadi. Iritasi kulit adalah timbulnya kerusakan pada kulit yang dapat pulih kembali (reversible) setelah pemaparan zat uji selama 4 (empat) jam. Huruf c Yang dimaksud dengan kerusakan atau iritasi serius pada mata adalah timbulnya kerusakan jaringan pada mata atau penurunan daya penglihatan yang serius, setelah pemberian atau pemaparan zat uji pada permukaan luar dari mata, yang tidak pulih sepenuhnya seperti semula dalam 21 (dua puluh satu) hari setelah pemaparan. Iritasi mata adalah timbulnya perubahan pada mata setelah pemberian atau pemaparan zat uji pada permukaan luar dari
12
mata, yang pulih sepenuhnya seperti semula dalam 21 (dua puluh satu) hari setelah pemaparan. Huruf d Yang dimaksud dengan sensitifitas pernafasan atau kulit adalah suatu zat kimia yang akan menyebabkan hipersensitifitas pada jalur pernapasan setelah inhalasi. Pensensitasi kulit adalah suatu zat kimia yang menyebabkan respon alergi setelah kontak dengan kulit.
akan
Huruf e Kelas bahaya ini utamanya mengenai B3 yang dapat menyebabkan mutasi sel induk pada manusia yang dapat diwariskan pada keturunannya. uji mutagenitas atau genotoksisitas dapat dilakukan secara in vitro dan in vivo. Huruf f Yang dimaksud dengan karsinogenisitas adalah zat kimia atau campuran dari zat kimia yang menyebabkan kanker atau meningkatkan insidensi munculnya kanker. Zat yang menyebabkan tumor jinak dan ganas pada studi percobaan hewan yang dilakukan dengan baik juga dipertimbangkan untuk dianggap atau diduga sebagai karsinogen terhadap manusia kecuali terdapat bukti kuat bahwa mekanisme pembentukan tumor tidak relevan terhadap manusia. Huruf g Yang dimaksud dengan beracun terhadap sistem reproduktif mencakup efek merugikan pada fungsi seksual dan kesuburan pada pria dan wanita dewasa dan juga perkembangan toksisitas pada keturunan (anak). Efek induksi yang diketahui dapat diturunkan secara genetik pada keturunannya disebut Germ Sel Mutagenicity, yaitu sistem klasifikasi yang lebih tepat dikategorikan sebagai efek di bawah kelas bahaya terpisah dari sel kuman. Sistem klasifikasi toksisitas reproduksi dibagi menjadi dua bagian utama: a. efek merugikan pada kapasitas dan kemampuan reproduksi. b. efek merugikan pada perkembangan keturunan. Huruf h Yang dimaksud dengan beracun secara sistemik terhadap organ sasaran secara spesifik setelah paparan tunggal adalah klasifikasi zat yang menghasilkan toksisitas pada target organ non letal yang spesifik dari suatu paparan tunggal. Seluruh efek kesehatan yang signifikan dapat merusak fungsi baik yang reversible maupun yang irreversible, efek segera dan/atau efek tertunda, dan efek yang tidak spesifik. Huruf i Yang dimaksud dengan beracun secara sistemik pada organ sasaran spesifik setelah paparan berulang adalah klasifikasi zat menghasilkan toksisitas pada target organ yang spesifik dari suatu paparan berulang. Seluruh efek kesehatan yang signifikan dapat merusak fungsi baik yang reversible maupun yang irreversible, efek segera dan/atau efek tertunda.
13
Huruf j Yang dimaksud dengan bahaya aspirasi adalah masuknya zat kimia cair atau padat secara langsung melalui mulut atau rongga hidung atau secara tidak langsung dari mutahan atau masuk ke dalam trakea atau sistem pernafasan bawah. Ayat (5) Huruf a bahaya terhadap ekosistem lingkungan akuatik dan lingkungan darat (teresterial), meliputi: 1. toksisitas akuatik akut adalah sifat intrinsik suatu zat yang dapat menyebabkan bahaya pada suatu organisme akuatik dalam waktu paparan jangka pendek dari zat tersebut; 2. bahaya akut adalah bahaya dari suatu zat kimia yang disebabkan oleh toksisitas akut zat tersebut pada organisme akuatik selama jangka waktu paparan yang pendek; 3. ketersedian suatu zat (availabilitas) adalah ukuran yang menyatakan probabilitas suatu zat akan menjadi spesi yang larut atau terurai; 4. bioavailabilitas adalah jumlah bahan yang dapat diserap oleh suatu organisme dan didistribusikan ke area tertentu didalam tubuh organisme tersebut. Bioavailabilitas tergantung sifat fisika dan kimia zat, anatomi dan fisiologi organisme, toksikokinetik dan rute paparan. Availabilitas (ketersediaan suatu zat) belum tentu menunjukkan ketersediaan hayati (bioavailabilitas); 5. bioakumulasi adalah akumulasi dari uptake, transformasi dan eliminasi suatu zat di dalam tubuh suatu organisme melalui semua rute paparan (udara, air, sedimen/tanah dan makanan); 6. biokonsentrasi adalah jumlah dari uptake, transformasi, dan eliminasi suatu zat di dalam tubuh suatu organisme yang disebabkan oleh paparan melalui air; 7. toksisitas akuatik kronik adalah sifat intrinsik suatu zat untuk menyebabkan efek merugikan pada organisme akuatik selama paparan yang ditentukan dalam hubungannya dengan siklus hidup organisme tersebut; 8. campuran komplek atau multi komponen atau zat komplek adalah campuran yang terdiri dari campuran majemuk dari zat-zat tunggal yang memiliki kelarutan dan sifat fisik kimia yang berbeda-beda. Dalam kebanyakan kasus campuran kompleks dapat dikarakterisasikan sebagai suatu seri homolog dari zat dengan panjang rantai atom karbon atau derajat substitusi tertentu; 9. degradasi adalah dekomposisi atau penguraian suatu molekul organik menjadi molekul yang lebih kecil yang akhirnya menjadi karbon dioksida, air dan garam; 10. bahaya jangka panjang adalah bahaya dari B3 yang disebabkan toksisitas kronik setelah pemamparan jangka panjang di lingkungan akuatik; 11. NOEC (No Observed Effect Concentration) adalah konsentrasi di bawah konsentrasi pengujian terendah yang memberikan efek merugikan yang signifikan secara statistik. Nilai NOEC
14
tidak memberikan efek signifikan jika dibandingkan dengan kontrol. Huruf b Yang dimaksud dengan bahaya terhadap Ozon atau ODP (Ozone Depleting Potential) adalah kuantitas integratif yang berbeda nilainya untuk masing-masing jenis halokarbon, yang menunjukkan tingkat potensi deplesi atau penipisan lapisan ozon di stratosfir dibandingkan dari massa relatif halokarbon terhadap CFC-11. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan ketua merupakan pejabat eselon I yang menangani pengelolaan bahan berbahaya dan beracun yang berasal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup. Huruf b Yang dimaksud dengan sekretaris merupakan pejabat eselon II yang menangani pengelolaan bahan berbahaya dan beracun yang berasal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup. Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud pihak lain misalnya ahli, organisasi lingkungan hidup. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas.
15
Ayat (2) Yang dimaksud dengan pengirim adalah penghasil B3 atau orang yang melakukan consignment. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Penggunaan bahasa Indonesia dalam setiap simbol, label dan LDK dimaksudkan untuk memastikan bahwa setiap orang dapat memahami makna dari setiap simbol, label dan lembaran data keselamatan, sehingga akan tercapai tujuan pengelolaan B3 dan menghindari timbulnya kerugian terhadap kesehatan manusia, mahluk hidup lainnya dan lingkungan hidup. Penggunaan bahasa Indonesia dalam setiap simbol, label dan LDK diberlakukan bagi B3 yang dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dihasilkan, diangkut, diedarkan, disimpan, dibuang, diolah, dan/atau ditimbun. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (2) Huruf a Identitas B3 yang dimaksud seperti nama senyawa kimia, rumus molekul, nama dagang dan nomor CAS (Chemical Abstract Services). Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas.
16
Ayat (3) Cukup Jelas. Ayat (4) Cukup Jelas. Ayat (5) Cukup Jelas. Pasal 19 Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (2) Huruf a Identitas B3 yang dimaksud seperti nama senyawa kimia, rumus molekul, nama dagang dan nomor CAS (Chemical Abstract Services). Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Ayat (3) Cukup Jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Ayat (1) Tanda bukti registrasi berbentuk surat registrasi. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas.
17
Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan cadangan air untuk menyiram adalah safety shower atau air yang dapat dipancurkan untuk membilas tubuh manusia yang terkena B3. Ayat (9) Cukup jelas Pasal 28 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Yang dimaksud dengan dokumen lingkungan yaitu dokumen Amdal, UPL/UKL atau SPPL.
18
Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Cukup jelas Ayat (8) Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Ayat (1) Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dalam ayat ini termasuk pemanfaat limbah B3, pengolah limbah B3 dan/atau penimbun limbah B3 yang dalam kegiatannya menghasilkan limbah B3. Ayat (2) Huruf a Limbah B3 dari sumber tidak spesifik adalah limbah B3 yang pada umumnya berasal bukan dari proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi (inhibitor korosi), pelarutan kerak, pengemasan, material yang terkena atau terkontaminasi limbah B3 dan lain-lain. Huruf b Limbah B3 dari sumber spesifik adalah limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan yang secara spesifik dapat ditentukan. Huruf c Limbah B3 dari B3 kadaluwarsa, tumpahan, sisa kemasan, atau buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi, karena tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan atau tidak dapat dimanfaatkan kembali, maka suatu produk menjadi limbah B3 yang memerlukan pengelolaan seperti limbah B3 lainnya. Hal yang sama juga berlaku untuk sisa kemasan limbah B3 dan B3 yang kadaluwarsa. Huruf d Yang dimaksud dengan tumpahan (spilage) B3 pada ayat ini yaitu B3 yang tertumpah dan/atau keluar dari wadah, kemasan, proses produksi, tempat penyimpanan, dan/atau alat angkut B3. Ayat (3) Cukup jelas
19
Ayat (4) Huruf a Limbah B3 dari sumber spesifik umum adalah limbah B3 yang sudah diketahui sumber kegiatannya berdasarkan proses sebagaimana terdaftar dalam lampiran V. Huruf b Limbah B3 dari sumber spesifik khusus merupakan limbah B3 dengan pengelolaan khusus karena mengandung B3 yang memiliki toksisitas rendah. Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (7) Limbah B3 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV, Lampiran V, dan Lampiran VI Peraturan Pemerintah ini tidak memerlukan uji karakteristik untuk penetapannya sebagai limbah B3 tetapi dapat langsung dicocokkan dengan daftar limbah B3 dalam lampiran tersebut. Apabila limbah tersebut cocok dengan daftar limbah B3 sebagaimana Lampiran IV, Lampiran V, dan Lampiran VI Peraturan Pemerintah ini, limbah tersebut merupakan limbah B3. Penetapannya secara langsung sebagai limbah B3 didasarkan pada kajian ilmiah, referensi dan literatur internasional, dan karakteristiknya yang telah diketahui. Ayat (8) Cukup jelas Pasal 32 Ayat (1) Uji karakteristik limbah oleh setiap orang yang menghasilkan limbah diperlukan untuk limbah yang belum diketahui karakteristiknya. Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam ayat ini merupakan usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki dokumen lingkungan hidup atau izin lingkungan. Ayat (2) Uji karakteristik eksplosif, mudah menyala, reaktif, infeksius, dan/atau korosif dari suatu limbah dapat dilakukan secara tidak berurutan dan ditujukan secara langsung (purposive) terhadap karakteristik limbah dimaksud. Huruf a Yang dimaksud dengan karakteristik eksplosif adalah limbah yang pada suhu dan tekanan standar (25oC, 760 mmHg) dapat meledak, atau melalui reaksi kimia dan/atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya. Huruf b Yang dimaksud dengan karakteristik mudah menyala adalah limbah yang memiliki salah satu atau lebih sifat-sifat berikut: a. limbah berupa cairan yang mengandung alkohol kurang dari 24% volume dan/atau pada titik nyala tidak lebih dari 60oC (140oF) akan menyala apabila terjadi kontak
20
dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg. Pengujian sifat mudah menyala untuk limbah bersifat cair dilakukan menggunakan Seta Closed Tester, Pensky Martens Closed Cup, atau metode lain yang setara dan termutakhir. b. Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada temperatur dan tekanan standar (25oC, 760 mmHg) mudah menyala melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila menyala dapat menyebabkan nyala terus menerus. Sifat ini dapat diketahui secara langsung tanpa harus melalui pengujian di laboratorium. Huruf c Yang dimaksud dengan karakteristik reaktif adalah limbah yang memiliki salah satu atau lebih sifat-sifat berikut: a. Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan. Limbah ini secara visual menunjukkan adanya gelembung gas, asap, perubahan warna dan lain-lain; b. Limbah yang apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap. Sifat ini dapat diketahui secara langsung tanpa melalui pengujian di laboratorium; dan/atau c. Merupakan limbah sianida, sulfida yang pada kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat menghasilkan gas, uap atau asap beracun. Sifat ini dapat diketahui melalui pengujian limbah yang dilakukan secara kualitatif. Huruf d Yang dimaksud dengan karakteristik infeksius adalah limbah medis padat yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan, dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan. Yang termasuk ke dalam limbah infeksius antara lain: a. Limbah yang berasal dari perawatan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif) dan limbah laboratorium; b. Limbah yang berupa benda tajam seperti jarum suntik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, dan lain-lain; c. Limbah patologi yang merupakan limbah jaringan tubuh yang terbuang dari proses bedah atau autopsi; d. Limbah yang berasal dari pembiakan dan stok bahan infeksius, organ binatang percobaan, dan bahan lain yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius; dan/atau e. Limbah sitotoksik yaitu limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan membunuh atau menghambat pertumbuhan sel hidup. Huruf e Yang dimaksud dengan karakteristik beracun adalah limbah yang memiliki salah satu atau lebih parameter dengan nilai
21
sama atau lebih besar dari ambang batas konsentrasi maksimum berdasarkan penentuan karakteristik beracun. Huruf f Yang dimaksud dengan karakteristik korosif adalah limbah yang memiliki salah satu atau lebih sifat-sifat berikut: a. Limbah dengan pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa. Sifat korosif dari limbah padat dilakukan dengan mencampurkan limbah dengan air sesuai dengan metode yang berlaku dan jika limbah dengan pH ≤ 2 untuk limbah bersifat asam dan pH ≥ 12,5 untuk yang bersifat basa; dan/atau b. Limbah yang menyebabkan tingkat iritasi yang ditandai dengan adanya eritema (kemerahan) dan edema (pembengkakan). Sifat ini dapat diketahui dengan melakukan pengujian pada hewan uji mencit dengan menggunakan metode yang berlaku. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan Penentuan karakteristik beracun melalui prosedur pelindian (toxicity characteristic leaching procedure, TCLP) adalah identifikasi limbah B3 secara langsung (purposive) terhadap parameter kimia/fisika yang dikandung dalam limbah dimaksud. Huruf b Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Yang dimaksud dengan LD50 dan LC50 adalah penentuan sifat akut limbah melalui uji hayati untuk mengukur hubungan dosis-respon antara limbah dengan kematian hewan uji. Dalam hal nilai LD50 dan/atau LC50 memenuhi kriteria sebagai limbah B3, limbah dimaksud diidentifikasi sebagai limbah B3. Uji karakteristik LD50 (lethal dose fifty) dan LC50 (lethal concentration fifty) dilakukan untuk mengidentifikasi limbah sebagai limbah B3 apabila memiliki nilai: a. LD50 oral (7 hari) dengan nilai ≤ 5.000 mg/kg berat badan pada hewan uji mencit; dan b. LC50 (48 jam) dengan nilai ≤ 30.000 mg/L pada hewan uji Daphnia sp., untuk limbah yang berasal dari media air laut dan/atau air payau; atau c. LC50 (96 jam) dengan nilai ≤ 30.000 mg/L pada hewan uji Penaeus monodon., untuk limbah yang berasal dari media air laut dan/atau air payau. Huruf b Yang dimaksud dengan Uji toksikologi sub-kronis adalah uji karakteristik limbah B3 pada hewan mencit selama 90 (sembilan puluh) hari, Daphnia sp., dan/atau Penaeus monodon selama 14 (empat belas) hari yang menunjukkan sifat racun sub-kronis, berdasarkan hasil pengamatan terhadap pertumbuhan, akumulasi/biokonsentrasi, studi
22
perilaku (respon histopatologis.
antar
individu
hewan
uji),
dan/atau
Uji toksikologi sub-kronis menggunakan hewan uji Penaeus monodon. dilakukan untuk limbah yang berasal dari media air laut dan/atau air payau. Uji toksikologi sub-kronis wajib dilakukan terhadap 2 (dua) jenis hewan uji yaitu mencit dan Daphnia sp. atau mencit dan Penaeus monodon. sesuai jenis limbah yang diidentifikasi. Huruf c Yang dimaksud dengan uji toksikologi kronis adalah uji karakteristik limbah B3 pada: a. hewan uji mencit selama 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari menunjukkan sifat racun kronis, berdasarkan hasil pengamatan terhadap karsinogenesis, mutagenesis, dan/atau teratogenesis; dan b. hewan uji Daphnia sp. melalui uji reproduksi selama 21 (dua puluh satu) hari dan pengamatan pertumbuhannya menunjukkan sifat racun kronis; atau c. hewan uji Penaeus monodon. melalui uji pertumbuhan selama 4 (empat) bulan dan pengamatan pertumbuhannya dan histopatologis menunjukkan sifat racun kronis. Uji toksikologi kronis menggunakan hewan uji Penaeus monodon dilakukan untuk limbah yang berasal dari media air laut dan/atau air payau. Uji toksikologi kronis wajib dilakukan terhadap 2 (dua) jenis hewan uji yaitu mencit dan Daphnia sp. atau mencit dan Penaeus monodon. sesuai jenis limbah yang diidentifikasi. Pelaksanaan uji karakteristik dalam ayat ini dapat dilakukan keseluruhan, baik secara bertahap atau tidak. Apabila dalam pelaksanaan uji telah terindentifikasi memiliki salah satu karakteristik limbah B3, pengujian karakteristik limbah B3 tahap berikutnya tidak dilakukan. Limbah ditetapkan sebagai limbah B3 apabila satu atau lebih dari uji karakteristik limbah menunjukkan sebagai limbah B3. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 33 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) yang dimaksud dengan laboratorium lingkungan adalah laboratorium yang telah terakreditasi dan teregistrasi di Kementerian Lingkungan Hidup. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas
23
Ayat (5) Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Huruf a Ketua merupakan pejabat eselon I yang menangani pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun yang berasal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup. Huruf b Sekretaris merupakan pejabat eselon II yang menangani pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun yang berasal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup. Huruf c Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Dasar pertimbangan rekomendasi dalam ketentuan ini harus memuat dampak dan/atau risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Huruf e Cukup jelas.
24
Huruf f Apabila hasil evaluasi tim ahli terhadap limbah menyatakan sebagai limbah B3, rekomendasi pengelolaannya mengikuti pengelolaan limbah B3 namun bila rekomendasi tim ahli menyatakan limbah nonB3, maka pengelolaannya mengikuti aturan yang berlaku. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Penetapan waktu penyimpanan sampai dengan 365 (tigaratus enam puluh lima) hari didasarkan pada pertimbangan bahwa uji kronis memerlukan waktu 365 (tigaratus enam puluh lima) hari. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 39 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pengajuan permohonan oleh setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dilakukan kasus per kasus. Ayat (3) Pelaksanaan uji karakteristik dalam ayat ini dapat dilakukan keseluruhan, baik secara bertahap atau tidak. Apabila dalam pelaksanaan uji telah terindentifikasi memiliki salah satu karakteristik limbah B3, pengujian karakteristik limbah B3 tahap berikutnya dapat dihentikan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Huruf a Uji karakteristik LD50 (lethal dose fifty) dan LC50 (lethal concentration fifty) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dilakukan untuk mengidentifikasi limbah sebagai limbah nonB3 apabila memiliki nilai: a. LD50 oral (7 hari) dengan nilai > 5.000 mg/kg berat badan pada hewan uji mencit; dan
25
b. LC50 (48 jam) dengan nilai > 30.000 mg/L pada hewan uji Daphnia sp., untuk limbah yang berasal dari media air laut dan/atau air payau; atau c. LC50 (96 jam) dengan nilai > 30.000 mg/L pada hewan uji Penaeus monodon., untuk limbah yang berasal dari media air laut dan/atau air payau. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Penetapan sebagai limbah B3 atau limbah nonB3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara kasus demi kasus dan hanya berlaku untuk limbah yang dimohonkan penetapannya. Pasal 42 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Kegiatan ekspor limbah B3 dapat dilakukan sendiri oleh penghasil limbah B3 atau diserahkan kepada pihak lain yang bertindak sebagai eksportir. Huruf b Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Tanggung jawab penghasil limbah B3 dalam ketentuan ini dilakukan secara tanggung renteng dengan para pihak yang melakukan pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan limbah B3 sampai limbah B3 yang dihasilkannya telah dilakukan pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44
26
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Manifes pengangkutan limbah B3 adalah dokumen yang diberikan pada waktu penyerahan limbah B3 oleh penghasil limbah B3 atau pengumpul limbah B3 kepada pengangkut limbah B3 yang selanjutnya akan diserahkan kepada pemanfaat, pengolah, dan/atau penimbun. Manifes pengangkutan limbah B3 tersebut berisi ketentuan sebagai berikut: a. nama dan alamat penghasil atau pengumpul limbah B3 yang menyerahkan limbah B3; b. tanggal penyerahan limbah B3; c. nama dan alamat pengangkut limbah B3; d. tujuan pengangkutan limbah B3 (termasuk ke eksportir); e. jenis, jumlah, komposisi, dan karakteristik limbah B3 yang diserahkan. Manifes pengangkutan limbah B3 dibuat dalam rangkap 8 (delapan) apabila pengangkutan hanya satu kali dan apabila pengangkutan lebih dari satu kali (antar moda), maka dokumen terdiri dari 12 (sebelas) rangkap dengan rincian sebagai berikut: a. lembar lembar 1 (asli), disimpan oleh pengangkut limbah B3; b. lembar 2, oleh pengangkut limbah B3 dikirimkan kepada bupati/walikota tempat kegiatan pengirim limbah B3; c. lembar 3, oleh pengangkut limbah B3 dikirimkan kepada gubernur tempat kegiatan pengirim limbah B3; d. lembar 4, oleh penerima limbah B3 dikirimkan kepada Menteri Lingkungan Hidup melalui Deputi Menteri; e. lembar 5, oleh penerima limbah B3 dikirimkan kepada pengirim limbah B3; f. lembar 6, disimpan oleh penerima limbah B3 setelah bagian III lembar 1 sampai dengan lembar 6 diisi dan ditandatangani oleh penerima limbah B3 pada saat limbah diterima; g. lembar 7, yang sudah diisi dan ditandatangani oleh pengirim dan pengangkut limbah B3 tersebut, oleh pengirim limbah B3 dikirimkan kepada Menteri Lingkungan Hidup melalui Deputi Menteri; h. lembar 8, disimpan oleh pengirim limbah B3 setelah bagian I dan II lembar 1 sampai dengan lembar 8 diisi dan ditandatangani oleh pengirim dan pengangkut limbah B3 pada saat limbah diangkut; i. lembar 9 s/d lembar 12, dikirim oleh pengangkut limbah B3 kepada pengirim limbah B3 setelah ditandatangani oleh pengangkut terdahulu dan diserahkan kepada pengangkut berikutnya (antar moda). Pasal 45 Ayat (1) Cukup jelas.
27
Ayat (2) Huruf a dokumen lingkungan yang dimaksud seperti Amdal, UKLUPL, atau SPPL terhadap kegiatan seperti fasilitas pencucian kendaraan di garasi atau gudang kendaraan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d bukti kepemilikan atas dana penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup dapat berupa asuransi. Huruf e Moda transportasi udara dan laut tidak wajib dilengkapi dengan bukti kepemilikan. Huruf f Cukup jelas. Huruf g. Cukup jelas. Huruf h. Cukup jelas. Huruf i. Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud lokasi penyimpanan limbah B3 dalam ayat ini harus berada dalam tapak proyek sesuai dengan izin lingkungan.
28
Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Ayat (1) Huruf a Pemanfaatan limbah B3 yang terintegrasi secara langsung dengan proses produksi disesuaikan dengan izin lingkungan. Dalam hal izin lingkungan telah melingkupi kegiatan pemanfaatan limbah B3 dimaksud, pemanfaatan limbah B3 tidak memerlukan izin pemanfaatan limbah B3 lagi. Sebagai contoh, industri peleburan timah yang menghasilkan sludge timah, selanjutnya sludge timah tersebut diproses kembali dalam sistem peleburan timah yang sama sebagai bahan baku dan dalam sistem tertutup (closed system). Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
29
Pasal 61 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Pemanfaatan limbah B3 yang telah memiliki Standar Nasional Indonesia tidak memerlukan uji coba pemanfaatan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Ayat (1) Huruf a. Cukup jelas. Huruf b. Cukup jelas. Huruf c. Penentuan efisiensi penghancuran dan penghilangan (destruction removal efficiency, DRE) dilakukan dengan menghitung konsentrasi dan/atau berat limbah B3 di awal dan di akhir proses pengolahan secara termal. Angka persentase menunjukkan jumlah molekul dari senyawa limbah B3 yang dihilangkan dan dihancurkan dibandingkan dengan jumlah molekul dari senyawa limbah B3 yang dimasukkan ke dalam sistem pengolahan limbah B3 secara termal. Senyawa Principle Organic Hazardous Constituents (POHCs) merupakan bahan berbahaya dan beracun yang sulit terurai atau terdekomposisi. Senyawa POHCs lazimnya terkandung dalam limbah B3 sehingga digunakan sebagai cara untuk mengetahui kemampuan efisiensi penghancuran dan penghilangan (destruction removal efficiency, DRE) dari alat pengolahan limbah B3 secara termal yang menghasilkan emisi udara seperti insinerator. Senyawa POHCs antara lain tetrakloroetilena, toluena, 1,2-dikloropropana, karbon tetraklorida dan lain sebagainya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
30
Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan bebas banjir yaitu bebas banjir 100 (seratus) tahunan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Untuk jenis-jenis limbah B3 yang LD50-nya (7 hari) lebih besar dari 5.000 mg/kg berat badan pada hewan uji mencit atau LC50-nya (48 jam) lebih besar dari 30.000 mg/L pada hewan uji Daphnia sp., dapat dilakukan penimbunan pada lokasi dengan permeabilitas tanah yang memiliki nilai paling banyak 10-5 cm/detik (sepuluh pangkat minus lima sentimeter per detik) dengan Keputusan Menteri, apabila peruntukan lokasi penimbunan limbah B3 belum ditetapkan berdasarkan rencana tata ruang wilayah. Ayat (3) Cukup jelas.
31
Pasal 71 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan sistem pelapis yaitu adanya lapisan pelindung yang dibangun untuk mencegah terpaparnya limbah B3 atau air lindi dari limbah B3 ke lingkungan. Lapisan pelindung dapat berupa synthetic liner atau compacted clay atau lapisan lain yang setara yang memiliki permeabilitas yang sama. Lapisan pelindung dapat diberikan dengan double liner dan atau satu liner atau hanya dengan compacted clay sesuai dengan standar penimbunan limbah B3 yang ditetapkan oleh Menteri. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Rencana penutupan dan pascapenutupan penimbunan limbah B3 berisi antara rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam jangka panjang. Rencana penutupan dan pascapenutupan wajib diintegrasikan dalam rencana tata ruang wilayah dan rencana tata ruang kawasan berdasarkan Keputusan Menteri setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 72 Ayat (1) Huruf a Ketentuan pada ayat ini hanya berlaku untuk penyimpanan limbah B3 infeksius tanpa ada perlakuan khusus seperti mesin pendingin (freezer) dan/atau teknologi pendingin sejenis. Huruf b. Perhitungan waktu dalam ketentuan ini terhitung sejak limbah B3 dihasilkan. Huruf c. Cukup jelas. Huruf d. Perhitungan waktu dalam ketentuan ini terhitung dimulai sejak limbah B3 dihasilkan. Waktu penyimpanan dapat lebih singkat dari 180 (seratus delapan puluh) hari sesuai dengan kapasitas tempat penyimpanan. Huruf e. Yang dimaksud dengan daerah terpencil (remote area) pada ayat ini yaitu daerah yang tidak tersedia dan/atau tidak dapat diakses pengangkutannya oleh pengumpul, pengolah, pemanfaat, dan/atau penimbun limbah B3.
32
Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Lumpur bor dari kegiatan pertambangan di laut yang dapat dilakukan dumping ke laut hanya yang berbahan dasar air (water base mud).
33
Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 84 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Salinan izin lingkungan yang dimaksud dalam ayat ini termasuk dokumen lingkungan. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas.
34
Pasal 94 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud daerah sensitif dalam ketentuan ini antara lain kawasan lindung laut, daerah rekreasi, kawasan pantai berhutan bakau, lamun dan terumbu karang, taman nasional, taman wisata alam, kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, kawasan rawan bencana alam, alur pelayaran, pemijahan dan pembesaran ikan, alur migrasi ikan, daerah penangkapan ikan, alur pelayaran, dan/atau daerah khusus militer. Ayat (2) Huruf a Kedalaman lebih besar atau sama dengan 100 m (seratus meter) untuk dumping tailing ke laut yaitu kedalaman titik pembuangan limbah (outfall) berada pada kedalaman lebih besar atau sama dengan 100 m (seratus meter). Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a. Tata cara pengelolaan limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ketentuan ini sesuai dengan izin pengelolaan limbah B3 yang dimiliki. Sebagai contoh, pemegang izin penyimpanan wajib memenuhi tata cara penyimpanan limbah B3. Huruf b. Standar lingkungan dalam ketentuan ini disesuaikan dengan persyaratan dan jenis izin pengelolaan limbah B3 yang dimiliki. Contoh standar lingkungan adalah baku mutu yang ditetapkan dalam izin. Ayat (3) Huruf a. Cukup jelas.
35
Huruf b. Cukup jelas. Huruf c. Kewajiban penyusunan dan penyampaian laporan pengelolaan limbah B3 salah satunya dimaksudkan untuk mengetahui neraca limbah. Pasal 97 Cukup jelas. Pasal 98 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Perubahan identitas pemohon dan/atau akte pendirian badan usaha untuk perubahan izin tidak diperlukan verifikasi teknis. Ayat (6) Perubahan nama dan karakteristik limbah B3 yang disimpan, dikumpul, dimanfaatkan atau ditimbun, dan/atau desain, teknologi, metode, proses, kapasitas, dan/atau fasilitas penyimpanan, pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan atau penimbunan limbah B3 diperlukan verifikasi teknis untuk perubahan izin. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Ayat (1) Limbah B3 berupa produk bekas pakai dan/atau kadaluwarsa yang mengandung B3 seperti antara lain B3 kadaluwarsa, katalis bekas, lampu bekas yang mengandung merkuri, dan limbah elektronik (electronic waste). Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 101 Cukup jelas.
36
Pasal 102 Cukup jelas. Pasal 103 Cukup jelas. Pasal 104 Cukup jelas. Pasal 105 Cukup jelas. Pasal 106 Cukup jelas. Pasal 107 Cukup jelas Pasal 108 Cukup jelas. Pasal 109 Cukup jelas. Pasal 110 Cukup jelas. Pasal 111 Cukup jelas. Pasal 112 Cukup jelas. Pasal 113 Cukup jelas. Pasal 114 Cukup jelas. Pasal 115 Cukup jelas. Pasal 116 Cukup jelas. Pasal 117 Cukup jelas. Pasal 118 Cukup jelas. Pasal 119 Cukup jelas.
37
Pasal 120 Cukup jelas. Pasal 121 Cukup jelas. Pasal 122 Cukup jelas. Pasal 123 Cukup jelas. Pasal 124 Cukup jelas. Pasal 125 Cukup jelas. Pasal 126 Cukup jelas. Pasal 127 Cukup jelas. Pasal 128 Cukup jelas. Pasal 129 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR
38
LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DAFTAR BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) YANG DAPAT DIMANFAATKAN No.
Nomor CAS1)
Nama Bahan Kimia
1.
540-59-0
1,2-dikloroetilena
2. 3.
79-06-1 107-13-1
Akrilamida Akrilonitril
4.
107-02-8
Akrolein
5. 6. 7. 8.
107-18-6 7446-70-0 7664-41-7 62-53-3
Alil Alkohol Aluminium Klorida Amoniak Anilina
9.
1327-53-3
Arsen (III) Oksida
10. 11. 12.
7784-34-1 7784-42-1 79-10-7
Arsen Triklorida Arsin Asam Akrilat
Sinonim/Nama Dagang Asetilena diklorida; 1,2-dikloroetilena; 1,2-dikloroetana; 1,2dikloroetilena; sym-dikloroetilena; Dioform. Acrilylamide; 2-propenamide Acrylonitrile; 2-propenitrile; Vinyl cyanide; Cyanoethylene; Acritet; Fumigrain; Ventox Acrolein; 2-propenal; Acrilic aldehide; Acrylaldehyde; Acraldelhyde; Aqualin Allyl alcohol; 2-propen-1-ol; 1-propenol-3-Vinyl carbinol Hexahydrate; Aluwets; Ahydrol; Drictor Ammonia Anilene; Benzanamine; Aniline oil; Phenylamine; Aminobenzene; Aminophen; Tyanol Arsenous oxide; Arsenous acid; Arsenous acid anhydride; Arsenous oxide, Arsenic sesquioxide white arsenic Arsenic Trichloride; Butter of arsenic; Fuming liquid Arsenic. Arsine; Arsenic tryhydride; Hydrogen arsenide Acrylic Acid; 2-propenic acid vinylformic
Rumus Molekul C2H2Cl2 C3H5NO C3H3N C3H4O C3H6O AlCl3 NH3 C6H7N As2O3 AsCl3 AsH3 C3H4O2 1
No.
Nomor CAS1)
Nama Bahan Kimia
13. 14. 15. 16. 17.
64-19-7 64-18-6 7664-38-2 7647-01-0 79-11-8
Asam Asam Asam Asam Asam
Asetat Formiat Fosfat Klorida Kloroasetat
18. 19.
144-62-7 79-21-0
Asam Oksalat Asam Perasetat
20. 21.
7601-90-3 88-89-1
Asam Perklorat Asam Pikrat
22. 23. 24.
74-90-8 7664-93-9 100-21-0
Asam Sianida Asam Sulfat Asam Teraftalat
25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35.
12001-29-5 74-86-2 75-05-8 7446-09-5 100-44-7 71-43-2 7637-07-2 7726-95-6 106-97-8 19287-45-7 111-42-2
36.
60-29-7
Chrysotile Asbestos Asetilena Asetonitril Belerang dioksida Bensil Klorida Benzena Boron Trifluorida Brom Butana Diboran Dietanolamine Dietil Eter
Sinonim/Nama Dagang Acetic acid; Aci-Jel Formic acid; Ameisensaure Phosphoric acid; Orthophosphoric acid Hydrochloric acid; Hydrogen chloride; Anhidrous hydrocloric acid Chloroacetic Acid; Chloroethanoic acid; Monochloroacetic acid; MCA. Oxalic acid; Ethanedioic acid Pereatic acid; Ethaneperoxide bacid; peroxy acetic acid; Acetyl hydroperoxide Perchloric Acid Picric Acid; 2,4,6-trinitrophenol; Pieronitric acid; Carbazotic acid; nitroxanthic acid. Hydrogen cyanide; Hydrocyanic acid; Blausaure;Prussic acid Sulfuric Acid; Oil of Vitriol Teraphtalic acid; 1,4-benzenedicarboxyclic acid; p-pthalic acid; Tepthol White Asbestos, Serpentine Asbestos Acetylene; Ethyne; Ethine Acetonitrile; Methyl cynide; cyanomethane; Ethane nitrite Sulphure dioxide; Sulfurous anhydride; Sulfurous oxide Benzil chloride; (chloromethyl)benzene; Alpha-chlorotoluena Benzene, Benzol, Cyclo hexatrine Boron Trifluoride Bromine n-butane Diborane; Boroethane; Diboronhexahydriderr Diethanolamine; 2,2-iminobisethanol; diethylolamine; bis(hydroxyethyl)amine Dethyl ether; 1,1-oxybisethane; Ethoxyethane; Ether; Dietyl
Rumus Molekul CH3COOH CH2O2 H3PO4 HCl C2H3ClO2 C2H2O4 C2H4O3 HClO4 C6H3N3O7 HCN H2SO4 C8H6O4 {Mg6(Si4O10)(OH)8} C2H2 C2H3N SO2 C7H7Cl C6H6 BF3 Br2 C4H10 B2H6 C4H11NO2 C4H10O 2
No.
Nomor CAS1)
Nama Bahan Kimia
37. 38. 39. 40. 41. 42. 43.
109-89-7 111-46-6 68-12-2 77-78-1 505-22-6 74-84-0 141-43-5
Dietilamina Dietilena Glikol Dimetil Fornamida Dimetil Sulfat Dioksana Etana Etanolamina
44. 45.
140-88-5 64-17-5
Etil Akrilat Etil Alkohol
46.
75-00-3
Etil Klorida
47. 48. 49. 50.
107-15-3 107-21-1 74-85-1 108-95-2
51.
50-00-0
Formaldehida, Formalin (larutan)
52.
75-44-5
Fosgen
53. 54.
85-44-9 98-01-1
Ftalat Anhidrida Furfural
55.
7782-41-4
Etilena Diamina Etilen Glikol Etilena Fenol
Gas Fluor
Sinonim/Nama Dagang ether; Ethyle oxide; Sulfuric ether; Anesthetic ether Diethylamine; N-ethylethanamine Dethylene glycol; Beryllium diethyl. Dimethyl Fornamide; DMF; DMFA. Dimethyl sulphate; Sulfuric acid dimethyl ester, DMS; Dioxane Dimethyl; Methyl methane; Ethyl hydride 2-aminoethanol; monoethanolamine; beta-aminiethyl alcohol; 2hydroxyethylamine; Ethylolamine; Colamine Athyl acrylate; 2-propenic acid ethyl ester; acrylic acid ethyl ester Ethanol; Absolute alcohol; Anhydrous alcohol; Dehydrated alcohol; Ethyl hydrate; Ethyl hydroxide Ethyl chloride; Chloroethane; Monochloroethane; chlorethyl; Aethylis chloridum; Ether chloradus; Etherhydrochloric; Ether muriatic; Kelene; Chelen; Anodynon; Chlory anesthetic; Narcotile Ethylene Diamine; 1,2-ethanediamine; 1,2-diaminoethane Ethylene glycol; 1,2-etahnediol Ethylene; Ethane; Elayl; Olefiant gas Phenol; Carbolic acid; Phenic acid; Phenilic acid; Phenyl hydroxide; Hidroxybenzene; Oxybenzene Formadehyde; Oxomethane; oxymethylene; Methylene oxide; Formic aldehyde; Methyl aldehyde; Formaldehyde Solution; Formalin; Formol; Morbicid; Veracur Phosgene; Carbonic dichloride; Carbonyl chloride; Chloroformyl chloride Pthalic anhydride; 1,3-isobenzofurandione Furfural; 2-furancarboxyaldehide; 26furaldehide; Pyromuric aldehide; Artificial oil of ants; Fulfurol Fluorine;
Rumus Molekul C4H11N C4H10N C3H7NO C2H6O4S C4H8O2 C2H6 C2H7NO C5H8O2 C2H6O C2H5Cl C2H8N2 C2H6O2 C2H4 C6H5OH CH2O CCl2O C8H4O3 C5H4O2 F2 3
No.
Nomor CAS1)
Nama Bahan Kimia
56. 57.
111-30-8 100-97-0
Glutaraldehida Heksametilenatetrami na Heksana Hidrazina Hidrogen Hidrogen Flourida Hidrogen Peroksida Hidrogen Selenida Hidrogen Sulfida Hidrokuinon
58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65.
110-54-3 302-01-2 1333-74-0 7664-39-3 7722-84-1 7783-07-5 7783-06-4 123-31-9
66. 67.
540-84-1 (2663578-79-5
68. 69.
67-63-0 7784-24-9
70. 71.
1310-58-3 151-50-8
Isopropil alkohol Kalium Aluminium Sulfat Kalium hidroksida Kalium sianida
72. 73. 74. 75. 76.
75-15-0 7440-44-0 630-08-0 7780-50-5 67-66-3
Karbon disulfida Karbon (hitam) Karbonmonoksida Klor Kloroform
Isooktana Isoprena
Sinonim/Nama Dagang
Rumus Molekul
Pentanediol Hexamethylenetetramine; 2-methyl-1,3-butadiene
C5H8O2 C6H12N4
Hexane Hydrazine; Hidrazine anhydrous Hydrogen; Protium Hydrogen Fluoro acid; Fluohydric acid Hydrogen peroxide; Hydrogen dioxide; Hydroperoxide; Hioxyl Hydrogen Selenide; Selenium hydride. Hydrogen sulphide; Sulfurated hydrogen; Hydrosulfuric acid Hydroquinone; 1,4-benzodiol; p-dihydroxybenzene; Quinol; Aida; Black and white bleaching cream; Eldoquine; Eldopaque; Quinnone; Techquinol. Iso octane; 2,2,4-trimethylpentane; Isobutyl trimethyl methane
C6H14 H4N2 H2 HF H2O2 H2Se H2S C6H6O2
Methanamine; HMT; HMTA; Hexamine; 1,3,5,7tetraazaadamantane; Aminororn; Ammoform; Cystamin; Cytogen; Formin; Uritore; Urotropin 2-propanol Potassium alum; Potash Alum; Tawas
C5H8
Potash Potassiumcyanide(8CI);Cyanide of potassium; Hydrocyanic acid, potassium salt;Kalium cyanid;Potassium cyanide (K(CN)) Carbon disulfide: Carbon bisulfide; Dithio carbonic anhydride Amorphous, Activated Carbon Carbon monoxide Chlorine Chloroform; Trichloromethane.
KOH KCN
C8H18
C3H8O KAl(SO4)2
CS2 C CO Cl2 CHCl3 4
No.
Nomor CAS1)
Nama Bahan Kimia
77. 78. 79.
123-73-9 1330-20-7 95-47-6
Kroton Aldehida Ksilena o-Ksilena
80.
108-38-3
m-Ksilena
81.
106-42-3
p-Ksilena
82. 83.
67-56-1 96-33-3
Metanol Metil Akrilat
84.
78-93-3
Metil Etil Keton
85.
624-83-9
Metil Iso Sianat
86.
74-93-1
87. 88.
75-09-2 108-10-1
89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97.
141-43-5 26628-22-8 1330-43-4 1310-73-2 7681-52-9 7775-11-3 142-82-5 13463-39-3 54-11-5
Metil Merkaptan Metilen Klorida Metilisobutilketon Monoetanolamina Natrium Azida Natrium Borat kristal Natrium Hidroksida Natrium Hipoklorit Natrium Kromat n-Heptana Nikel Karbonil Nikotin
Sinonim/Nama Dagang Croton Aldehyde Xylene; Dimethylbenzene; Xylol o-Xylene, 1,2-Dimethylbenzene, o-Xylol; Orthoxylene m-Xylene, 1,3-Dimethylbenzenem-Xylol; Metaxylene p-Xylene, 1,4-Dimethylbenzenep-Xylol; Paraxylene Methylalcohol; Carbinol; Wood spirit; Wood alcohol Methyl acrilate; 2-propenoic acid methyl ester; acrylic acid methyl ester Methyl ethyl ketone; 2-butanone; Ethylmethyl ketone; MEK; 2oxobutane Methyl isocyanate; Isocyanatomethane; Isocyanic acid methyl ester; MIC Methanethiol; Mercaptomethane; Thiomethyl alcohol; Methyl sufhydrate Dichloromethane; Methylene dichloride; Methylene bichloride. Isopropylacetone; 4 methyl-2-pentanone; Methyl isobutyl ketone; Hexone 2-aminoethanol Sodium Azide; Smite Sodium biborate; Sodium pyro borat; Sodium tetra borat Sodium hydroxide; Caustic soda; Soda lye, Sodium hydrate Sodium Hypochlorite Sodium chromate(VI); Neutral sodium chromate n-Heptane Nickel Carbonyl; Nickel Tetracarbonyl Nicotine; Nicorette
Rumus Molekul C4H6O C5H4(CH3)2
CH3OH C4H6O2 C4H8O CH3-NCO CH4S CH2Cl2 C6H12O NaN3 Na2B4O7 NaOH NaOCl Na2CrO4 C7H16 Ni (CO)4 C10H14N2 5
No.
Nomor CAS1)
98. 99. 100.
98-95-3 10102-44-0 9016-45-9
101. 102.
Nama Bahan Kimia
Sinonim/Nama Dagang
Nitrobenzena Nitrogen Dioksida Nonilfenol etoksilasi
Mitrobenzol; Essence of mirbane; oil of mirbane Nitrogen dioxide Nonylphenol ethoxylated
71-23-8 95-48-7
n-Propil Alkohol O-kresol
103.
95-53-4
O-toluidina
n-propyl alcohol; 1-propanol; Popylic alcohol; Optal Cresol-O; 2-methylphenol; o-cresylic acid; o-hydroxytoluene; Tolanol; Barnard; Meyer. 2-methylbenzamine; 2-aminotoluena; 2-methylaniline
104. 105.
10028-15-6 106-46-7
106. 107.
109-66-0 7761-88-8
108.
101316-46-5
109.
110-86-1
110.
1314-56-3
Fosfor Pentaoksida
111. 112.
7719-12-2 74-98-6
Fosfor Triklorida Propana
113. 114.
75-56-9 108-46-3
Ozon p-Diklorobenzena Pentana Perak nitrat
Petroleum eter Piridina
Propilen Oksida Resorsinol
Ozone; Triatomic oxygen Paracide; PDB; Paradichlorobenzene; Para-zene; Di chloricide; Paramoth n-pentana Silvernitrate;Silver Nitrate; Nitricacid silver(1+) salt (8CI,9CI);Silver nitrate (7CI); Nitric acid silver(I)salt; Nitric acid, silver(1+) salt; Silver (I) nitrate;Silver mononitrate;Silver(1+) nitrate Rule 66 Mineral Spirits; Rubber Solvent;Solvent Naphtha; PVOC Mixture 3, Wisconsin; Preciptation Naphtha; Petroleum Benzin Low Boiling; Petroleum Ether; Petroleum Ether 100-120 Pyridine; Azine;Azabenzene; CP 32; Piridina; py; Pirydyna; Pyridine,crude,light Phosphorouspentaoxide; Phosphoric anhydride; Disphosphorous pentaoxide Phosphorous trichloride; Phosphoric chloride n-propana; Dimethylmethane; HC 290; LPG; Liquefied petroleum gas; Propyl hydride Propylene Oxide; Methyl oxirane; Propene oxide 1,3-benzenediol; m-dihydroxybenzene; Resorcin
Rumus Molekul C6H5NO2 NO2 CH3-(CH2)8-C6H4(O-CH2-CH2)10-OH C3H8O C7H8O C7H9N O3 C6H4Cl2 C5H12 AgNO3
C5H5N P2O5 PCl3 C3H8 C3H6O C6H6O2 6
No.
Nomor CAS1)
Nama Bahan Kimia
115. 116.
7646-85-7 110-82-7
117.
108-94-1
Sikloheksanon
118. 119.
109-99-1 127-18-4
Tetrahidrofuran Tetrakloroetilena
120. 121. 122. 123. 124.
7439-92-1 1309-60-6 78-00-2 108-88-3 584-84-9
125.
118-96-7
126.
1314-62-1
127. 128. 129. 130. 131. 132. 133.
108-05-4 75-10-5 75-43-4 75-45-6 593-70-4 354-14-3 41834-16-6 atau 354-21-2 34077-87-7
134.
Seng Klorida Sikloheksana
Sinonim/Nama Dagang
Rumus Molekul ZnCl2 C6H12
Vanadium Pentoksida
Zinc Chloride; Butter zinc. Cyclohexane; Hexahydrobenzene; Hexam ethylene; Hexanapthene Cyclohexanone; Ketohexamethylene; Pimelic ketone; Hytrol; Hytrol O; Anone; Nadone Diethylene oxide; Tetra methylene oxide Tetrachloroethane; Perchloroethylene; Ethylene tetrachloride; Tetra chloro ethylene; Nema; Tetracap; Tetropil; Perclene; Ankilostin; Didakene Lead Lead dioxide; Lead oxide brown; Lead peroxide; Lead superoxide Tetraethyl Lead; Tetraethylplumbune; Lead tetraethyl, TEL Methylbenzene; Totuol; Phenylmethane; Methacida Toluene-2,4-diisocyanate; 2,4-diisocyanatoluena; 2,4-tolylena diisocyanate; TDT; Nacconate 100. TNT; Alpha-trinitrotoluol; sym-trynitrotuluene; 1-methyl-2,4,6trinitrobenzene; Trotyl; Tolit; Trilit Vanadium Pentoxide; Vanadic anhydride.
Vinil Asetat HFC32 HCFC-21 *) HCFC-22 *) HCFC-31 *) HCFC-121 *) HCFC-122 *)
Acetic acid ethenyl ester; acetic acid vinyl ester R32 Dichlorofluoromethane Chlorodifluoromethane Chlorofluoromethane Tetrachlorofluoroethane Trichlorodifluoroethane, 1,2,2-Trichloro-1,1-difluoroethane
C4H6O2 CHFCl2 CHF2Cl CH2FCl C2HFCl4 C2HF2Cl3
HCFC-123 *)
Dichlorotrifluoroethane
C2HCl2F3
Timbal (timah hitam) Timbal dioksida Timbal Tetraetil Toluena Toluena-2,4diisosianat Trinitrotoluena
C6H12O C4H8O C2Cl4 Pb PbO2 C8H20Pb C6H5CH3 C9H6N2O2 C7H5N3O6 V2O5
7
No.
Nomor CAS1)
135. 136. 137. 138. 139. 140.
306-83-2 354-23-4 812-04-4 2837-89-0 354-25-6 27154-33-2 atau 134237-34-6 25915-78-0 431-07-2 1717-00-6 atau 25167-88-8 1717-00-6 25497-29-4 75-68-3 110587-14-9
141. 142. 143. 144. 145. 146. 147. 148. 149. 150. 151. 152. 153. 154. 155.
422-26-4 atau 29470-94-8 134237-36-8 29470-95-9 atau 134237-37-9 134237-38-0 135151-96-1 422-56-0 507-55-1 134308-72-8
Nama Bahan Kimia
Sinonim/Nama Dagang
Rumus Molekul
HCFC-123 *) HCFC-123a *) HCFC-123b *) HCFC-124 *) HCFC-124a *) HCFC-131 *)
1,1-Dichloro-2,2,2-trifluoroethane 1,2-Dichloro-1,1,2-trifluoroethane 1,1-Trifluoro-1,2-dichloroethane Chlorotetrafluoroethane 1-Chloro-1,1,2,2-tetrafluoroethane Trichlorofluoroethane
C2HCl2F3 C2HCl2F3 C2HCl2F3 C2HF4Cl CHFClCF3 C2H2FCl3
HCFC-132 *) HCFC-133 *) HCFC-141 *)
Dichlorodifluoroethane Monochlorotrifluoroethane Dichlorofluoroethane
C2H2F2Cl2 C2H2 Cl F3 C2H3FCl2
HCFC-141b *) HCFC-142 *) HCFC-142b *) HCFC-151 *)
Dichlorofluoroethane Chlorodifluoroethane 1-Chloro-1,1-Difluoroethane Chlorofluoroethane
CH3CFCl2 C2H3F2Cl C2H3F2Cl C2H4FCl
HCFC-221 *)
Hexachlorofluoropropane
C3HFCl6
HCFC-222 *) HCFC-223 *)
Pentachlorodifluoropropane Tetrachlorotrifluoropropane
C3HF2Cl5 C3HF3Cl4
HCFC-224 *) HCFC-225 *) HCFC-225ca *) HCFC 225cb *) HCFC-226 *)
Trichlorotetrafluoropropane Dichloropentafluoropropane 3,3-Dichloro-1,1,1,2,2-pentafluoropropane 1,3-Dichloro-1,1,2,2,3-pentafluoropropane Chlorohexafluoropropane
C3HF4Cl3 C3HF5Cl2 CF3CF2CHCl2 C3HCl2F5 C3HF6Cl 8
No.
Nomor CAS1)
156. 157. 158.
134190-48-0 134237-39-1 7125-84-0 atau 134237-40-4 425-94-5 134237-41-5 134190-49-1 atau 84816-05-7 134237-42-6 134237-43-7 134190-50-4 134190-51-5 134190-52-6 134237-44-8 134237-45-9 134190-53-7 134190-54-8 1868-53-7 1511-62-2 373-52-4 306-80-9 EDF-253+) 354-04-1 354-07-4 EDF-249 75-82-1 421-06-7
159. 160. 161. 162. 163. 164. 165. 166. 167. 168. 169. 170. 171. 172. 173. 174. 175. 176. 177. 178. 179. 180.
Nama Bahan Kimia
Sinonim/Nama Dagang
Rumus Molekul
HCFC-231 *) HCFC-232 *) HCFC-233 *)
Pentachlorofluoropropane Tetrachlorodifluoropropane Trichlorotrifluorpropane
C3H2FCl5 C3H2F2Cl4 C3H2Cl3F3
HCFC-234 *) HCFC-235 *) HCFC-241 *)
Dichlorotetrafluoropropane Monochloropentafluoropropane Tetrachlorofluoropropane
C3H2F4Cl2 C3H2F5Cl C3H3FCl4
HCFC-242 *) HCFC-243 *) HCFC-244 *) HCFC-251 *) HCFC-252 *) HCFC-253 *) HCFC-261 *) HCFC-262 *) HCFC-271 *) HBFC-21 B2 *) HBFC-22 B1 *) HBFC-31 B1 *) HBFC-121 B4 *) HBFC-122 B3 *) HBFC-123 B2 *) HBFC-124 B1 *) HBFC-131 B3 *) HBFC-132 B2 *) HBFC-133 B1 *)
Trichlorodifluoropropane Dichlorotrifluoropropane Chlorotetrafluoropropane Trichlorofluoropropane Dichlorodifluoropropane Monochlorotrifluoropropane Dichlorofluoropropane Monochlorodifluorpropane Monochlorofluoropropane Dibromofluoromethane Bromodifluoromethane Bromofluoromethane Tetrabromofluoroethane Tribromodifluoroethane Dibromotrifluoroethane Bromotetrafluoroethane Tribromofluoroethane Dibromodifluoroethane Bromotrifluoroethane
C3H3F2Cl3 C3H3F3Cl2 C3H3F4Cl C3H4FCl3 C3H4F2Cl2 C3H4F3Cl C3H5FCl2 C3H5F2Cl C3H6FCl CHBr2F CHF2Br CH2FBr C2HFBr4 C2HF2Br3 C2HF3Br2 C2HF4Br C2H2FBr3 C2H2F2Br2 C2H2F3Br 9
No.
Nomor CAS1)
Nama Bahan Kimia
Sinonim/Nama Dagang
181. 358-97-4 HBFC-141 B2 *) Dibromofluoroethane 182. 359-07-9 HBFC-142 B1 *) Bromodifluoroethane 183. 762-49-2 HBFC-151 B1 *) Bromofluoroethane 184. EDF-260 HBFC 221 B6 *) Hexabromofluoropropane 185. EDF-235 HBFC 222 B5 *) Pentabromodifluoropropane 186. EDF-234 HBFC 223 B4 *) Tetrabromotrifluoropropane 187. EDF-233 HBFC224 B3 *) Tribromotetrafluoropropane 188. 431-78-7 HBFC 225 B2 *) Dibromopentafluoropropane 189. 2252-78-0 HBFC 226 B1 *) Bromohexafluoropropane 190. EDF-254 HBFC 231 B5 *) Pentabromofluoropropane 191. EDF-257 HBFC 232 B4 *) Tetrabromodifluoropropane 192. EDF-258 HBFC 233 B3 *) Tribromotrifluoropropane 193. EDF-259 HBFC 234 B2 *) Dibromotetrafluoropropane 194. 460-88-8 HBFC 235 B1 *) Bromopentafluoropropane 195. EDF-242 HBFC 241 B4 *) Tetrabromofluoropropane 196. EDF-252 HBFC 242 B3 *) Tribromodifluoropropane Catatan : 1) Chemical Abstract Service *adalah B3 batas waktu boleh dimanfaatkan sampai dengan tahun 2030
Rumus Molekul C2H3FBr2 C2H3F2Br C2H4FBr C3HFBr6 C3HF2Br5 C3HF3Br4 C3HF4Br3 C3HF5Br2 C3HF6Br C3H2FBr5 C3H2F2Br C3H2F3Br C3H2F4Br C3H2F5Br C3H3FBr4 C3H3F2Br3
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
10
LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DAFTAR BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) YANG TERBATAS DIMANFAATKAN No.
Nomor CAS1)
Nama Bahan Kimia
1.
510-15-6
Klorobenzilat
2.
88-85-7
3.
106-93-4
4.
107-06-2
Dinozeb dan garamgaram dinozeb (DNBP) Etilena Dibromida (EDB) Etilena Diklorida
5. 6.
75-21-8 640-19-7
Etilena Oksida Fluoroasetamida
7.
608-73-1
Heksaklorosikloheksa na (HCH) dan campuran isomernya
Sinonim/Nama Dagang Compound 338; G23922; Acaraben; Akar; Folbex; Ethyl 4,4dichloro benzilate; Ethyl 2-hydroxy-2,2bis(4chlorophenil)acetate DNBP; ENT; 1122; WX-8365; Chemax PE; Dow General; Premerge; Subitex; Caldon; Basanite EDB; Dowfume; WW 85; 1,2-dibromoethane; Ethylenebromide; sym-dibromoethane 1,2-dichloroethane; Sym-dichloroethane; Ethylene chloride; EDC; Dutch liquid; Brocide Oxirane; Orixane; Anprolene 1081; Fluoroacetic acid amide; Monofluoroacetamide; Fussol; Fluorakil 100 1,2,3,4,5,6-Hexachlorocyclohexane; BHC; HCH; NSC 11807; NSC 7909; NSC 8093; ENT 7796;; Aparasin; Aphtirin;Esodern; Gammalin; Gamane; Ganniso; Gammaxene; Gexane; Jacutin; Jwell Lindafoa; Lindatox; Laroxane; Quellada; Streunex; Tri-6; Vitou
Rumus Molekul C16H14Cl2O3 C10H12N2O5 C2H4Br2 C2H4Cl2 C2H4O C2H4FNO C6H6Cl6
1
No.
Nomor CAS1)
8.
58-89-9
9. 10.
7439-97-6 7487-94-7
11. 12.
21908-53-2 10265-92-6
13. 14.
74-83-9 6923-22-4
15.
87-86-5
16.
13171-21-6
17.
10112-91-1 21908-53-2
Nama Bahan Kimia Lindana **)
Merkuri/Air Raksa Merkuri klorida Merkuri Oksida Metamidofos (terlarut dalam formulasi melebihi 1000 gr active ingredient/liter) Metil Bromida Monocrotophos (terlarut dalam formulasi melebihi 600 gr active ingredient/liter Pentaklorofenol, garam dan esternya Fosfamidon (terlarut dalam formulasi melebihi 1000 gr active ingredient/liter) Senyawa merkuri termasuk: 1. Anorganik merkuri, selain merkuri
Sinonim/Nama Dagang Cyclohexane,1,2,3,4,5,6-hexachloro-, g-(8CI); 1,2,3,4,5,6Hexachlorocyclohexane; 666; Aalindan; Aficide;Agrocide; Agrocide III; Agrocide WP; Ameisenmittel Merck; Aparasin; Aphtiria;Aplidal; Arbitex; Gama-HCH; Gama-BHC; Gamahexachlor Liquid silver; Hydrargyrum; Quicksilver Mercuric Chloride; Mercury bichloride; Corrosive mercury chloride Mercuric oxide Ciba 570; ENT 27396; Otrho 9006; SRA 5172; Monitor; Tamaron
Rumus Molekul C6H6Cl6
Hg HgCl2 HgO C2H8NO2PS
Bromomethane; Monobromomethane; Embafume 5D9129; ENT 27129; Monocron; Azodrin; Nuracron
CH3Br C7H14NO5P
PCP; Ponta; Penchloroe; Santhophene 20
C6HCl5O
Ciba 570; ENT 25515; Dimecron
C10H19ClNO5P
HgCl HgO
2
No.
Nomor CAS1)
18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. Catatan :
126-72-7
Nama Bahan Kimia klorida dan merkuri oksida 2. Alkil merkuri 3. Alkiloksialkil merkuri 4. Aril merkuri Tris-BP
Sinonim/Nama Dagang
Tris(2,3-dibromopropyl)phosphate; Apex 462-5; Flammex AP; Flammex T 23P; Firemaster LV-T23P; Firemaster T 23P; T 23P; Fyrol HB-32 Dibromotrifluoropropane Bromotetrafluoropropane Tribromofluoropropane Dibromodifluoropropane Bromotrifluoropropane Dibromofluoropropane Bromodifluoropropane Bromofluoropropane Bromochloromethane
Rumus Molekul
C9H15Br6O4P
432-21-0 HBFC243 B2 *) C3H3F3Br2 EDF-243 HBFC 244 B1 *) C3H3F4Br EDF-239 HBFC 251 B3 *) C3H4FBr3 EDF-241 HBFC 252 B2 *) C3H4F2Br EDF-240 HBFC 253 B1 *) C3H4F3Br EDF-237 HBFC 261 B2 *) C3H5FBr2 EDF-238 HBFC 262 B1 *) C3H5F2Br EDF-236 HBFC 271 B1 *) C3H6FBr 74-97-5 CH2BrCl 1) Chemical Abstract Service *) adalah B3 dengan batas waktu pemanfaatan sampai dengan tahun 2030 **)adalah B3 dengan pemanfaatan hanya untuk pengobatan scabiessampai dengan tahun 2015 EDF)nomor dengan kode EDF adalah B3 yang masih alam proses identifikasi CAS-nya sesuai dengan rumpun B3 dimaksud. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO 3
LAMPIRAN III PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DAFTAR BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN (B3) YANG DILARANG DIMANFAATKAN No.
Nomor CAS1)
1.
77536-66-4
2.
309-00-2
3.
Nama Bahan Kimia
Sinonim/ Nama Dagang
Actinolite (asbestos) Aldrin
HHDN
12172-73-5
Amosite (asbestos)
Brown Asbestos
4.
77536-67-5
5.
12001-28-4
Anthophyllite (asbestos) Crocidolite
Blue Asbestos
6.
57-74-9
Klordana
7.
50-29-3
DDT
8.
60-57-1
Dieldrin
CD68; Velsicol 1068; Toxichlor; Niran; Octachlor; Orthochlor; Synclor; Belt; Corodane Dichlorodiphenyltrichloroethane; D-58; Chlorophenothane; Clofenotane; Dicophane; Pentachlorin; p,p-DDT; Agritan; Gesapon; Gesarex; Gaserol; Guesapon;Neocid Compound 497; ENT 16225; HEOD; Insectiside No.497; Octalox
Rumus Molekul Ca2(Mg,Fe2+)5 Si8O22(OH)2 C12H8Cl6 (Fe2+,Mg)7 Si3O22(OH)2 (Mg,Fe2+)7 Si8O22(OH)2 Na2Fe2+3Fe3+2Si8O2 2(OH)2 C10H6Cl8 C14H9Cl5 C12H8Cl6O
1
No. 9.
Nomor CAS1) 72-20-8
Nama Bahan Kimia Endrin
10.
68928-80-3
11.
76-44-8
12.
36483-60-0
13.
118-74-1
14.
2385-85-5
Mirex
15.
1336-36-3
PCBs
16.
77536-68-6
17.
8001-35-2
18. 19.
115-29-7 959-98-8 33213-65-9 93-76-5
20.
2425-06-1
Captafol
21.
6164-98-3
Klordimeform (CDM)
Sinonim/ Nama Dagang Compound 269; ENT 17251; Nendrin; Hexadrin
Rumus Molekul C12H8Cl6O
Heptabromodifenil eter Benzene, 1,1-oxybis-, heptabromo derive
C12H3Br7O
Heptaklor
C10H5Cl7
Heksabromodifenil eter Heksaklorobenzena
E3314; Velsicol 104; Drinox; Heptamul
C12H4Br6O Polychlorobenzene; Anticarie; Bunt-cure; Nont-no-more; Julins Carbon Chloride C6-1283; ENT 25719; Dechlorane; Hexachloropentadienedimer Polychlorinated Biphenyls; Chlorobiphenyls; Aroclor; Clophen; Fenclor; Kenachlor;Phenochlor; Pyralene; Santotherm
Tremolite (asbestos) Toksafena Technical endosulfan and its related isomers (2,4,5-Triklorofenoksi) Asam asetat
C6Cl6 C10Cl12 C12X, X=H atau Cl Ca2Mg5Si8O22(OH)2
Hercules3956; Polychlorocamphene; Clorinatedchampene; Champeclor; Altox; Geniphene; Motox; Penphene; Phenacide; Phenatox; Strobane-T; Toxakil Benzoepin, Endocel, Parrysulfan, Phaser, Thiodan, Thionex
C10H10Cl8
Aceticacid,(2,4,5-trichlorophenoxy)-(8CI,9CI);(2,4,5Trichlorophenoxy) acetic acid; Arbokan; BCF-Bushkiller; Forst U 46; Fortex; NSC 430; Trichlorophenoxyacetic acid; Trioxon; Verton 2T Difolatan
C8H5Cl3O3
CDM; Ciba-8514; Schering 36,268; Spanon; Fundal; Gulecton; Chlorophenamidine
C10H13ClN2
C9H6Cl6O3S
C10H9Cl4NO2S
2
No.
Nomor CAS1)
22.
298-00-0
23.
56-38-2
24.
25.
36355-01-8 (hexa-) 27858-07-7 (octa-) 13654-09-6 (deca-) 61788-33-8
26.
71-55-6
27.
56-23-5
Nama Bahan Kimia
Sinonim/ Nama Dagang
Rumus Molekul
Metil-parathion (Emulsi dengan kandungan 19,5%,40%, 50%, 60% active ingredient. Debu dengan kandungan 1,5%, 2%, 3% active ingredient) Parathion (seluruh formulasi: aerosol dustable powder (DP), emulsifiable concentrate (EC), granular (GR) dan wettable powder (WP) kecuali capsule suspension (CS) Polibrominat bifenil (PBBs)
E601; ENT 17292; Dalf(Obsolute) Dimethyl parathion; parathion- C8H10NO5PS methyl; Metron Penncap M; Metron; Folidol-M; Metscide Metaphos; Nitrox 80.
Polychlorinated triphenyls (PCTs) TCA (1,1,1 Trikloroetana) Karbon Tetraklorida
Chlorinated biphenyls; Chlorobiphenyls; Aroclor; Chlopen; Fenclor; Keneclor; Phenoclor; Pyrulene; Santotherm Methylchloroform; Chorothene
C2H3Cl3
Tetrachloromethane; Perchloromethane; Necatorina; Bezinoform
CCl4
DNTP; 5NP; E-605; AC 3422; ENT 15108; Alkron; Alleron; Aphamile; Diethyl-p-nitrophenylmonothio phosphate; Etilon; Folidol; Fosferone; Niran; Raraphos; Rhodiatox; Thiphos
C10H14NO5PS
Brominated biphenyls; polybromobiphelyls
C12X X= H atau Br
C18H14
3
No.
Nomor CAS1)
28.
75-69-4
CFC-11
29.
75-71-8
CFC-12
30.
76-13-1
CFC-113
31.
76-14-2
CFC-114
32.
76-15-3
CFC-115
33.
75-72-9
34.
Nama Bahan Kimia
Sinonim/ Nama Dagang
Rumus Molekul
Trichloromonofluoromethane; Fluorotrichloromethane; Freon 11; frigen 11; Areton 11 Dichlorodifluoromethane; Areton 12; Freon 12; Frigen 12; Genetron 12; Halon; Isotron 2 1,1,2-Trichloro-1,2,2-trifluoroethane; Trichlorotrifluoroethane
CCl3F
C2Cl2F4
CFC-13
Dichlorotetrafluoroethane; 1,2-Dichloro-1,1,2,2tetrafluoroethane; Cryfluorane; Freon 114r; Frigen 114; Areton 114 Chloropentafluoroethane; Ethane,chloropentafluoro(6Cl,8Cl,9Cl); 1-Chloro-1,1,2,2,2-pentafluoroethane;1Chloropentafluoroethane; CFC 115; Chloroperfluoroethane; F 115; FC 115; FKW115; Fluorocarbon 115; Freon 115; Genetron 115; Monochloropentafluoroethane;Pentafluorochloroethane; Pentafluoroethyl chloride; Perfluoroethyl chloride;Propellant 115; R 115; Refrigerant R115 Chlorotrifluoromethane
76-12-0
CFC-112
Tetrachlorodifluoroethane
C2Cl4F2
35.
354-56-3
CFC-111
Pentachlorofluoroethane
C2Cl5F
36.
422-78-6
CFC 211
C3Cl7F
37.
3182-26-1 atau 661-96-1 2354-06-5
CFC 212
Heptachlorofluoropropane; Propane,1,1,1,2,2,3,3-heptachloro-3fluoro-; 1,1,1,2,2,3,3-Heptachloro-3-fluoropropane;1Fluoroheptachloropropane Heksachlorodifluoropropane; Propane,1,1,1,3,3,3-hexachloro2,2-difluoro-; 1,1,1,3,3,3-Hexachloro-2,2-difluoropropane; 1,1,1,3,3,3-Hexachlorodifluoropropane Pentachlorotrifluoropropane; Propane,1,1,1,3,3-pentachloro2,2,3-trifluoro-; 1,1,1,3,3-Pentachloro-2,2,3-trifluoropropane;
38.
CFC 213
CCl2F2 C3Cl3F3
C2ClF5
CClF3
C3Cl6F2 C3Cl5F3
4
No.
Nomor CAS1)
Nama Bahan Kimia
Sinonim/ Nama Dagang
Rumus Molekul
39.
2354-04-3
CFC-214
40.
76-17-5 atau 1652-81-9
CFC-215
41.
661-97-2
CFC-216
1,1,1,3,3-Pentachloroperfluoropropane; 1,1,1,3,3Pentachlorotrifluoropropane; 1,2,2-Trifluoropentachloropropane; NSC 516388 Tetrachlorotetrafluoropropane; 1,1,3,3-tetrachloro-1,2,2,3tetrafluoro-propane; 1,1,3,3-Tetrachloro-1,2,2,3tetrafluoropropane; 1,1,3,3-Tetrachlor-1,2,2,3-tetrafluorpropan; 1,1,3,3-Tetrachlortetrafluorpropan propane; 1,1,3,3-tetrachloro1,2,2,3-tetrafluoroTrichloropentafluoropropane; Propane,1,2,3trichloropentafluoro- (6CI,7CI,8CI); 1,1,2,3,3-Pentafluoro-1,2,3trichloropropane; 1,2,3-Trichloro-1,1,2,3,3-pentafluoropropane; 1,2,3-Trichloropentafluoropropane; R 215ba Trichloropentafluoropropane ; 1,1,3-trichloro-1,2,2,3,3pentafluoro-propane Dichlorohexafluoropropane
42.
76-18-6
CFC-217
Chloroheptafluoropropane
C3ClF7
43.
353-59-3
Halon-1211
Bromochlorodifluoromethane
CBrClF2
44.
75-63-8
Halon-1301
Bromotrifluoromethane
CBrF3
45.
124-73-2
Halon-2402
Dibromotetrafluorethane; 1,2-Dibromo-1,1,2,2-tetrafluoroethane
CBr2F4
46.
75-45-6, 76-15-3
C3Cl4F4
C3Cl3F5
C3Cl2F6
R-502 (Campuran mengandung turunan perhalogenasi dari HC Asiklik mengandung dua atau lebih Halogen berbeda: 5
No.
47. 48.
Nomor CAS1)
75-71-8, 25497-28-3 319-84-6
Nama Bahan Kimia
Sinonim/ Nama Dagang
Rumus Molekul
Mengandung HC, Asiklik perhalogenasi hanya fluor dan klor Mengandung R-115/ HCFC-22 (Klorodifluoro etana) R 500 Blended antara CFC-12/HCFC 152a, R 50-2 blended HCFC
Alpha hexachlorocyclohexane 49. 319-85-7 Beta hexachlorocyclohexane Catatan: 1) Chemical Abstract Service
Alpha-Benzenehexachloride, Alpha-Hexacloran(e), Alpha-Lindane
C6H6Cl6
Beta-Benzenehexachloride
C6H6Cl6
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
6
LAMPIRAN IV PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DAFTAR LIMBAH B3 DARI SUMBER YANG TIDAK SPESIFIK Kode Limbah Bahan Pencemar Pelarut Terhalogenasi: D1001a Tetrakloroetilen D1002a Trikloroetilen D1003a Metilen Klorida D1004a 1,1,1-trikloroetana D1005a 1,1,2-trikloroetana D1006a Karbon Tetraklorida D1007a 1,1,2,-trikloro-1,2,2,-trifluoroetana D1008a Triklorofluorometana D1009a Orto-diklorobenzena D1010a Klorobenzena D1011a Trikloroetana D1012a Fluorokarbon Terklorinasi D1013a Karbon Tetraklorida Pelarut Yang Tidak Terhalogenasi: D1001b Ksilena D1002b Aseton D1003b Etil Asetat D1004b Etil Benzena D1005b Etil Eter D1006b Metil Isobutil Keton D1007b n-Butil Alkohol D1008b Sikloheksanon D1009b Dimetilbenzena D1010b Metanol D1011b Kresol D1012b Toluena D1013b Metil etil keton D1014b Karbon disulfide D1015b Isobutanol D1016b Piridina D1017b Benzena D1018b 2-Etoksietanol D1019b 2-Nitropropana D1020b Asam Kresilat D1021b Nitrobenzena Asam/Basa: D1001c D1002c
Amonium Hidroksida Asam Hidrobromat 1
Kode Limbah D1003c D1004c D1005c D1006c D1007c D1008c D1009c D1010c
Bahan Pencemar Asam Hidroklorat Asam Hidrofluorat Asam Nitrat Asam Fosfat Kalium Hidroksida Natrium Hidroksida Asam Suflat Asam Klorida
Yang Tidak Spesifik Lainnya: D1001d PCB’s (Polychlorinated Biphenyls) D1002d Aki/baterai bekas D1003d Limbah Minyak Diesel Industri D1004d Fiber Asbes D1005d Pelumas Bekas, Minyak Kotor, dan/atau Residu Oli D1006d Filter Oli Bekas D1007d Residu Insinerator D1008d Residu dari proses pengolahan tanah terkontaminasi secara termal D1009d Air lindi yang dihasilkan dari fasilitas penimbunan dan/atau penyimpanan limbah B3 secara terbuka D1010d Kain Majun Terkontaminasi Limbah B3 D1011d Refraktori Bekas D1012d Karbon aktif bekas D1013d Resin bekas D1014d Limbah dan/atau buangan produk yang mengandung merkuri (Hg) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
2
LAMPIRAN V PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN TABEL 1. DAFTAR LIMBAH B3 DARI SUMBER SPESIFIK UMUM Kode Limbah D201
D202
Jenis Industri/ Kegiatan
Sumber Pencemaran
Pupuk dan 1. Proses produksi Bahan Senyawa urea, ZA, TSP, Nitrogen DSP dan Kalsium Sulfat,Asam Sulfat, Amoniak,Asam Fosfat, Asam Nitrat. 2. Proses reaksi kimia seperti Mono Amonium Fosfat (pupuk buatan majemuk nitrogen fosfat), Kalium Amonium Klorida (pupuk buatan majemuk nitrogen kalium), Kalium Metafosfat dan Amonium Kalium Fosfat (pupuk buatan majemuk nitrogen fosfat kalium). 3. IPAL yang mengolah efluen dari proses produksi di atas PESTISIDA 1. Proses DAN PRODUK pembuatan AGROKIMIA bahan baku Mencakup: pestisida, seperti Industri buthyl phenyl insektisida, methyl carbamat rodentisida, (BPMC), methyl fungisida, isopropyl herbisida; carbamat (MIPC), industri produk diazinon, anti-sprout (anti carbofuran, glyphosate,
Asal/Uraian Limbah - Katalis bekas - Sludge proses produksi - Limbah laboratorium - Karbon aktif bekas
Pencemar Utama - Logam berat (terutama As, Hg) - Sulfida/seny awa amonia/ senyawa fosfat
- Sludge dari IPAL - Alat pengemasan dan perlengkapan - Produk off-spec - Residu proses produksi dan formulasi - Pelarut bekas - Absorban dan filter bekas
- Bahan aktif pestisida - Hidrokarbon terhalogenasi - Pelarut mudah terbakar - Logam dan logam berat (terutama As,Pb, Hg, Cu, Zn,Th) 3
Kode Limbah
Jenis Industri/ Kegiatan tunas), pengatur pertumbuhan tanaman; industri disinfektan
Sumber Pencemaran
2.
3.
4.
D203
Kimia Dasar Anorganik Klor dan Alkali
1.
2. 3.
4.
monocrotophos, arsentrioxyde dan copper sulphate. Proses pengolahan bahan aktif menjadi pemberantas hama (pestisida) dalam bentuk siap dipakai seperti insektisida, fungisida, rodentisida, herbisida, nematisida, molusida dan akarisida. Proses penyimpanan dan pengemasan pestisida IPAL yang mengolah efluen dari proses produksi pestisida Proses yang menghasilkan bahan kimia khlor dan alkali, seperti soda kostik, soda abu, natrium klorida, kalium hidroksida dan senyawa klor lainnya. Termasuk menghasilkan logam alkali, seperti litium, natrium dan kalium, serta senyawa alkali lainnya. Pemurnian garam Proses produksi soda kostik (metoda sel merkuri) Proses produksi
Asal/Uraian Limbah - Residu proses destilasi/evapo rasi - Pengumpulan debu - Limbah laboratorium - Residu dan incinerator
Pencemar Utama - Senyawa Sn –Organik
- Sludge dari IPAL
- Absorban dan filter bekas - Alat yang terkontaminasi Hg - Sludge hasil proses pengawetan - Limbah laboratorium
- Logam berat (terutama Hg) - Hidrokarbon terhalogenasi
4
Kode Limbah
Jenis Industri/ Kegiatan
Sumber Pencemaran
5.
D204
Perekat/ Lem
1.
2.
D205
D206
Resin Adesif Fenol formaldehida (PF), urea formaldehida (UF), melamin formaldehida (MF), dll
Polimer & Plastik dan Karet Sintetis Dalam Bentuk Dasar
1.
klorin (metoda elektrolisis proses sel merkuri) IPAL yang mengolah efluen dari proses produksi di atas Pembuatan perekat/lem yang berasal dari plastik, seperti ester dan eter, phenol formaldehide (PF), urea formaldehide (UF), melamine formaldehide (MF). IPAL yang mengolah efluen dari produksi resin adesif MFPD resin adesif
2. IPAL yang mengolah efluen dari produksi resin adesif 1. Pembuatan bahan plastik, seperti alkid, poliester, aminos, poliamid, epoksida, silikon, poliuretan, polietilena (PE), polipropilena (PP), polistirena, polivinil klorida (PVC). 2. Pembuatan karet sintetis, seperti styrene butadiene rubber (SBR),
Asal/Uraian Limbah
Pencemar Utama
- Sludge dari IPAL - Bahan dan produk off-spec - Residu dari kegiatan produksi - Katalis bekas - Pelarut bekas - Limbah laboratorium - Adesif/perekat bekas - Sludge dari IPAL
- Bahan organik (terutama senyawa fenol) - Hidrokarbon terhalogenasi
- Bahan dan produk off-spec - Residu dari kegiatan produksi - Katalis bekas - Pelarut bekas - Limbah laboratorium - Adesif/perekat bekas - Sludge dari IPAL
- Bahan organik (terutama senyawa fenol) - Hidrokarbon terhalogenasi
- Monomer/oligo mer yang tidak bereaksi - Katalis bekas - Residu produksi/ reaksi polimer absorban (misalnya karbon aktif bekas) - Limbah laboratorium - Sisa dan bekas stabiliser (misalnya
- Berbagai senyawa organik - Hidrokarbon terhalogenasi - Logam berat (terutama Cd, Pb, Sb, Sn) - Sludge yang terkontamina si Zn proses roduksi rayon/resin akrilik
5
Kode Limbah
Jenis Industri/ Kegiatan
Asal/Uraian Limbah
Sumber Pencemaran polychloroprene (neoprene), acrylonitrile butadine rubber (nitrile rubber), silicone rubber (polysiloxane) dan isoprene rubber
-
D206
D207
Polimer & Serat Sintetis
Kilang Minyak dan Gas Bumi, dan Petrokimia
1. Proses pembuatan serat (tow), benang (yarn) atau strip filamen buatan, seperti poliamid, polipropilen, akrilik, selulosa asetat diolah lebih lanjut dalam industri tekstil. 2. Proses pembuatan serat stapel sintetis, seperti poliamid, poliester, rayon viscose, akrilik, selulosa asetat dan sebagainya (kecuali serat gelas dan serat optik) untuk diolah lebih lanjut dalam industri tekstil. 3. IPAL yang mengolah efluen dari produksi polimer 1. Proses pemurnian dan pengilangan minyak bumi menghasilkan gas atau LPG, naptha, avigas, avtur, gasoline, minyak tanah atau kerosin,
-
-
-
dalam produksi PVC: Cd. Zn. As) Fire retardant misalnya Sb dan senyawa bromin organik) Senyawa Sn organik Residu dari proses destilasi 1)MFPD monomer dan polimer Katalis bekas Residu produksi/ reaksi polimer absorban (misalnya karbon aktif bekas) Limbah laboratorium Senyawa Sn organik Residu dari proses destilasi
Pencemar Utama
- Berbagai senyawa organik - Hidrokarbon terhalogenasi - Logam berat (terutama Cd, Pb, Sb, Sn) - Sludge yang terkontamina si Zn proses produksi rayon/resin akrilik
- Sludge dari IPAL - Sludge proses produksi & fasilitas penyimpanan minyak bumi - Katalis bekas - Tar (residu produksi atau reaksi kimia) - Absorban
- Senyara organik - Hidrokarbon terhalogenasi - Logam berat (terutama Cr, Ni, Sb) - Hidrokarbon Aromatis
6
Kode Limbah
Jenis Industri/ Kegiatan
Sumber Pencemaran
2.
3.
4.
5.
6. 7. 8.
D208
Pengawetan
minyak solar, minyak diesel, minyak bakar atau bensin, residu, solvent/ pelarut, wax, lubricant dan aspal. Proses pemurnian dan pengolahan gas alam menjadi Liquified Natural Gas (LNG) dan Liquified Petroleum Gas (LPG). Proses pembuatan minyak pelumas, oli dan gemuk yang berbahan dasar minyak. Proses pengolahan kembali minyak pelumas bekas minyak pelumas. Proses pengolahan minyak dan gas bumi Unit Dissolved Air Flotation (DAF) Pembersihan heat exchanger Tanki penyimpanan minyak dan gas bumi
9. IPAL yang mengolah efluen dari proses produksi di atas dan proses pengolahan minyak dan gas bumi Proses pengawetan
Asal/Uraian Limbah
Pencemar Utama
(misalnya karbon aktif bekas dan filter bekas) - Limbah laboratorium - Residu/ash proses spray drying - Pelarut bekas
- Sludge minyak - Katalis bekas - Karbon aktif bekas - Filter bekas - Residu dasar tanki (yang memiliki kontaminan diatas standar dan memiliki karakteristik limbah B3) - Limbah laboratorium - Limbah PCBs - Sludge dari IPAL
- Bahan organik - Bahan terkontamina si minyak - Logam & logam berat (terutama Ba, Cr, Pb, Ni) - Sulfida - Tensioactive (surfactant, dll)
- Sludge dari
- Fenol 7
Kode Limbah
Jenis Industri/ Kegiatan Kayu
Asal/Uraian Limbah
Sumber Pencemaran kayu dengan cara pengolahan kimia dan perendaman kayu dengan bahan pengawet atau bahan lainnya.
-
-
D209
Logam Dasar Besi dan Baja Mencakup reduksi bijih besi dalam tungku pembakar dan oxygen converter, reduksi sisadan buangan besi dalam tungku listrik atau dengan reduksi langsung bijih besi tanpa peleburan
1. Proses kegiatan tungku pembakar, steel converter, pabrik penggulungan dan finishing 2. Proses cold drawing, grinding dan turning 3. IPAL yang mengolah efluen dari coke oven/blast furnace
-
-
-
-
D210
Pembuatan Logam Dasar Bukan Besi
1. Proses pemurnian dan peleburan logamlogam bukan besi dalam bentuk dasar (ingot, billet, slab, batang, pellet, block, sheet, pig, paduan dan bubuk) seperti ingot kuningan,
-
-
-
proses pengawetan kayu dan fasilitas penyimpanan Sludge dari alat pengawetan kayu Produk off-spec dan produk left-over Solvent/pelarut bekas Kemasan bekas Sludge dari IPAL Ash, dross Debu, residu dan/atau sludge dari fasilitas pengendali pencemaran udara Pasir foundry dari debu cupola Emulsi minyak dari pendingin /pelumas Sludge amonia still lime Solvent/pelarut bekas asam alkali & residunya Fluxing agent bekas Sludge dari proses rolling Sludge IPAL Sludge dari fasilitas proses peleburan Debu dan/atau sludge dari fasilitas pengendali pencemaran udara Ash, slag dan dross yang merupakan
Pencemar Utama terklorinasi (misalnya pentaklorofe nol) - Hidrokarbon terhalogenasi - Senyawa organometal
- Logam berat (terutama As, Cr, Pb, Ni, Cd, Th, Cu dan Zn) - Organik (fenolic, naftalen) - Larutan asam alkali - Sianida - Nitrat - Fluorida - Limbah minyak
- Logam berat (terutama As, Pb, Zn, Cu, Th, Ba, Cd, Cr, Ni, Pb) - Larutan asam - Nitrat, fluorida - Asam borat dan oksalat - Larutan 8
Kode Limbah
Jenis Industri/ Kegiatan
Asal/Uraian Limbah
Sumber Pencemaran ingot aluminium, ingot seng, ingot tembaga, ingot timah, billet kuningan, billet aluminium, slab kuningan, slab aluminium, batang (rod) kuningan, batang aluminium, pellet kuningan, pellet aluminium, paduan perunggu, paduan nikel dan logam anti gesekan (bearing metal).
-
-
-
-
-
D211
Peleburan dan Pemurnian Tembaga
residu dari proses peleburan Limbah dari proses skimming Larutan asam bekas Larutan oksalat dan sludgenya Larutan permanganat (pickling) Residu asam pickling Larutan pembersih alkali Minyak emulsi pendingin/pelu mas Sludge dari IPAL
2. IPAL yang mengolah efluen dari proses peleburan di atas 1. Proses primer - Sludge dari dan sekunder fasilitas proses peleburan dan peleburan dan penyempurnaan penyempurnaa tembaga n 2. Proses peleburan - Debu dan/atau dengan electric sludge dari arc furnace fasilitas 3. Proses asam (acid pengendalipenc plant) emaran udara - Larutan asam bekas - Residu dari proses penyempurnaa n secara elektrolitis - Sludge dari Acid plant blowdown ash, dross yang merupakan residu dari proses peleburan 4. IPAL yang - Sludge IPAL mengolah efluen
Pencemar Utama asam/ alkali - Limbah minyak
- Logam berat (terutama Cu,Pb, Cd, Th) - Larutan asam
9
Kode Limbah
D212
D213
Jenis Industri/ Kegiatan
Tinta Kegiatan yang menggunakan tinta seperti percetakan pada kertas, plastik, tekstil, dll, termasuk proses deinking pada pabrik bubur kertas
Tekstil Mencakup kegiatan pemutihan dan pencelupan serat tekstil, benang rajut, kain dan barang-barang tekstil, pembuatan tahan air, pelapisan, pengaretan, atau peresapan pakaian
Sumber Pencemaran dari proses peleburan tembaga 1. MFPD tinta 2. Proses deinking pada pabrik bubur kertas
Asal/Uraian Limbah
Pencemar Utama
- Sludge dari proses produksi dan penyimpanann ya - Sludge terkontaminasi tinta - Pelarut bekas - Residu dari proses pencucian - Kemasan bekas tinta - Produk off-spec dan kadaluwarsa - Sludge dari IPAL
- Organik (binder & resin) - Hidrokarbon terhalogenasi - Senyawa organometal - Pelarut mudah terbakar - Logam berat (terutama Cr, Pb) - Pigmen dan zat warna - Deterjen - Calico printing-As
3. IPAL yang mengolah efluen dari proses yang berhubunganden gan tinta 1. Proses - Pelarut bekas pengelantangan, (cleaning) pencelupan - Fire retardant (dyeing) dan (Sb/ senyawa penyempurnaan brom organik) lainnya untuk benang maupun benang jahit. 2. Proses pengelantangan, pencelupan dan penyempurnaan lainnya untuk kain. 3. Proses pencetakan kain, termasuk juga pencetakan kain motif batik. 4. Usaha pembatikan dengan proses malam (lilin), baik yang dilakukan dengan tulis, cap atau kombinasi antara cap dan tulis.
- Logam berat (terutama As, Cd, Cr, Pb, Cu, Zn) - Hiddrokarbo n terhalogenasi dari proses dressing & finishing - Pigmen, zat warna dan pelarut organik - Tensioactive (surfactant)
10
Kode Limbah
D214
D215
Jenis Industri/ Kegiatan
Manufaktur, Perakitan, dan Pemeliharaan Kendaraan dan Mesin Mencakup manufaktur dan perakitan kendaraan bermotor, sepeda, kapal, pesawat terbang, traktor, alatalat berat, generator, mesin-mesin produksi dll termasuk pembuatan suku cadang dan asesori dan rangka. ELEKTROPLATI NG DAN GALVANIS Mencakup kegiatan pelapisan logam pada permukaan logam atau plastik dengan proses elektris
Sumber Pencemaran 5. IPAL yang mengolah efluen proses kegiatan tekstil di atas 1. Seluruh proses yang berhubungan fabrikasi dan finishing logam, manufaktur mesin, suku cadang dan perakitan, termasuk kegiatan terkait D215 dan D216 2. Seluruh proses yang berhubungan dengan manufaktur, perakitan ,dan pemeliharaan kendaraan dan mesin 3. IPAL yang mengolah efluen dari proses di atas 1. Proses penyepuhan logam, anodizing; pengolahan panas logam; pembersihan logam; pewarnaan logam, pengerasan & pengkilapan logam termasuk proses perlakuan: phosphating, etching, polishing, chemical conversion coating, anodising 2. Pre-treatment: pickling,degreasin g, stripping, cleaning, grinding, sandblasting, weldclaning,depai
Asal/Uraian Limbah - Sludge dari IPAL mengandung logam berat - Sludge proses produksi - Pelarut bekas (cleaning) - Fire retardant (Sb/senyawa brom organik) - Sisa proses blasting (slag, garnet, dll)
Pencemar Utama
- Logam dan logam berat (terutama As, Ba, Cd, Cr, Pb, Ag, Hg, Cu, Ni, Zn, Se, Sn) - Nitrat - Residu cat - Minyak & gemuk - Senyawa amonia - Pelarut mudah terbakar - Asbestos - Larutan asam
- Sludge dari IPAL - Sludge pengolahan dan pencucian - Larutan pengolah bekas - Larutan asam (pickling) - Dross, slag - Pelarut bekas (terklorinasi) - Larutan bekas proses degreasing - Residu dari larutan - batch - Slag dari kegiatan sand blasting seperti copper slag, steel slag, garnet slag dll)
- Logam dan logam berat (terutama Cd, Cr, Cu, Pb, As, Ba, Hg, Se, Ag, Ni, Zn, Sn) - Sianida - Senyawa Amonia - Fluorida - Fenol - Nitrat
11
Kode Limbah
D216
Jenis Industri/ Kegiatan
Cat Mencakup kegiatan varnish dan pelapisan dengan bahan lainnya
Asal/Uraian Limbah
Sumber Pencemaran nting 3. IPAL yang mengolah efluen proses galvanis dan elektroplating di atas 1. MFPD cat
- Sludge IPAL
-
-
D217
D218
D219
Baterai Sel Kering
2. IPAL yang mengolah efluen proses yang berkaitan dengan cat 1. MFPD baterai sel kering
Baterai Sel Basah
2. IPAL yang mengolah efluen proses produksi baterai 1. MFPD baterai sel basah
Industri
2. IPAL yang mengolah efluen proses produksi baterai 1. Proses peleburan
Pencemar Utama
-
Sludge cat Pelarut bekas Filter bekas Produk off-spec Residu proses destilasi Cat anti korosi (Pb, Cr) Debu dan/atau sludge dari unit pengendalian pencemaran udara Sludge proses depainting Sludge dari IPAL
- Bahan organik (resin) - Hidrokarbon terhalogenasi - Caustic sludge - Pelarut mudah meledak - Pigmen - Logam dan logam berat (terutama As, Ba, Cd, Cr, Pb, Hg, Se, Ag, Zn) - Senyawa Sn organik
- Sludge proses produksi - Residu proses produksi - Baterai bekas, off-spec dan kadaluwarsa - Metal powder - Dust, slag, ash - Sludge dari IPAL
- Logam berat (terutama Cd, Pb, Ni, Zn, Hg) - Residu padat mengandung logam
- Sludge proses produksi - Baterai bekas, kadaluwarsa &off-spec - Larutan asam/alkali - Sludge dari IPAL
- Logam berat (terutama Cd, Pb, Ni, Zn, Sb) - Asam/ alkali - Sel mengandung litium
- Debu dari
- Logam berat 12
Kode Limbah
Jenis Industri/ Kegiatan
Sumber Pencemaran
Peleburan Aki Bekas
D220
D221
Komponen Elektronik/ Peralatan Elektronik
Rekondisi/ Remanufacturin g Barang Elektronik
2. IPAL yang mengolah efluen dari proses peleburan timah hitam 1. Manufaktur dan perakitan komponen dan peralatan elektronik
2. IPAL yang mengolah efluen proses 1. Remanufaktur, rekondisi dan perakitan komponen dan peralatan elektronik
Asal/Uraian Limbah
Pencemar Utama
fasilitas pengendalipenc emaran udara - Slag dan dross - Sludge IPAL
(terutama Pb, Cd, Cr, Zn, Ni) - Larutan asam dari residu aki
- Sludge proses produksi - Pelarut bekas - Mercury - Contsotor/switc h - Lampu fluoresen (Hg) - Coated glass - Cathod Ray Tube (CRT) - Larutan untuk printed circuit - Caustic strapping (photoresist) - Residu solder &fluxnya - Limbah pengecatan - Printed Circuit Board (PCB) - Limbah kabel logam & insulasinya - Sludge dari IPAL
- Logam & logam berat (terutama As, Ba,Cd, Cr, Pb, Ag, Cu, Ni,Zn, Se, Sn, Sb) - Nitrat - Fluorida - Residu cat - Bahan organik - Larutan alkali/asam - Pelarut terhalogenasi - Residu proses etching (FeCl3)
- Sludge proses produksi - Pelarut bekas - Mercury - Contsotor/switc h - Lampu fluoresen (Hg) - Coated glass - Cathod Ray Tube (CRT) - Larutan untuk printed circuit - Caustic strapping (photoresist)
- Logam & logam berat (terutama As, Ba,Cd, Cr, Pb, Ag, Cu, Ni,Zn, Se, Sn, Sb) - Nitrat - Fluorida - Residu cat - Bahan organik - Larutan alkali/asam - Pelarut terhalogenasi 13
Kode Limbah
D222
Jenis Industri/ Kegiatan
Eksplorasi dan Produksi Minyak, Gas dan Panas Bumi
D223
Pertambangan
D224
Kegiatan Ketenagalistrik an (pembangkit, transmisi, dan distribusi) semua industri yang menghasilkan
Sumber Pencemaran
2. IPAL yang mengolah efluen proses 1. Kegiatan eksplorasi dan produksi 2. Kegiatan pemeliharaan fasilitas produksi 3. Kegiatan pemeliharaan fasilitas penyimpanan 4. tanki penyimpanan minyak dan gas
5. IPAL yang mengolah efluen pemrosessan minyak dan gas alam 1. Kegiatan pertambangan yang berpotensi untuk menghasilkan limbah B3 seperti pertambangan tembaga,emas, batubara, timah, nikel dll. 1. Fasilitas distribusi energi di pembangkit listrik 2. Proses replacement, refilling, reconditioning atau retrofitting
Asal/Uraian Limbah
Pencemar Utama
- Residu solder &fluxnya - Limbah pengecatan - Printed Circuit Board (PCB) - Limbah kabel logam & insulasinya - Sludge dari IPAL
- Residu proses etching (FeCl3)
- Slop minyak - Sludge minyak - Lumpur bor (drilling mud) bekas tidak berbasis air - Karbon aktif dan absorban bekas - Residu dasar tanki (memiliki kontaminan di atas standar dan/atau memiliki karakteristik limbah B3) - Sludge dari IPAL
- Bahan organik - Bahan terkontamina si minyak - Logam berat - Merkuri (pada karbon aktif, molecular sieve dll)
- Pelarut bekas - Limbah laboratorium - Limbah PCBs
- Logam berat - Residu pelarut - Sianida
- Limbah PCBs - Abu dan debu dari pengendalian pencemaran udara - Sludge WWTP - Sludge minyak - Kerak boiler
- Bahan organik (PNA/polynuc lear aromatics) - PCBs
14
Kode Limbah
Jenis Industri/ Kegiatan dan menggunakan listrik
D225
Penyamakan Kulit
D226
Zat Warna dan Pigmen
D227
Farmasi
Sumber Pencemaran dari transformer dan capasitor
1. Proses tanning dan finishing 2. Proses trimming/ shaving/buffing 3. IPAL yang mengolah efluen dari proses di atas 1. MFPD zat warna dan pigmen 2. IPAL yang mengolah efluen dari proses yang berkaitan dengan zat warna dan pigmen
1. MFPD produk farmasi
Asal/Uraian Limbah
Pencemar Utama
- Oli/pelumas bekas - Filter BBG/BBM - Limbah Fuel Oil Treatment Plant (FOTP) - Minyak trafo bekas - Aki bekas - Sludge dari - Logam berat proses tanning (terutama Cr, dan finishing Pb) - Pelarut - Pelarut bekas organik - Asam kromat bekas - Larutan asam - Sludge dari IPAL - Sludge proses produksi dari fasilitas penyimpanan - Pelarut bekas - Residu produksi/reaks i - Absorban dan filter bekas - Produk off-spec - Sludge dari IPAL
- Sludge dari fasilitas produksi - Pelarut bekas - Produk offspec, kadaluwarsa dan sisa - Peralatan dan kemasan bekas - Residu proses produksi dan formulasi - Absorban dan filter (karbon aktif)
- Bahan organik - Hidrokarbon terhalogenasi - Logam & logam berat (terutama Cr, Zn, Pb, Hg, Ni, Sn, Cu, Sb, Ba) - Senyawa organometal - Sianida - Nitrat - Fluorida, sulfida - Arsen - Bahan organik - Hidrokarbon terhalogenasi - Pelarut mudah meledak - Logam berat (terutama As) - Bahan aktif - Ampas kina - Pelarut
15
Kode Limbah
Jenis Industri/ Kegiatan
D228
Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
D229
D230
Laboratorium Riset dan Komersial Mencakup industri yang memiliki laboratorium, seperti: tekstil, makanan, pulp & paper, bahan kimia, penyempurnaa n, cat, karet, dll. Fotografi
D231
Pengolahan
Sumber Pencemaran
2. IPAL yang mengolah efluen proses manufaktur dan produksi farmasi Seluruh rumah sakit, laboratorium klinisdan fasilitas pelayanan kesehatanlainnya
Asal/Uraian Limbah - Residu proses destilasi, evaporasi dan reaksi - Limbah laboratorium - Residu dari proses insinerasi - Sludge dari IPAL
- Limbah klinis memiliki karakateristik infeksius - Produk farmasi kadaluwarsa - Peralatan laboratorium terkontaminasi - Kemasan produk farmasi - Limbah laboratorium - Residu dari proses insinerasi - Peralatan medis merkuri (Hg) Seluruh jenis - Pelarut bekas laboratorium kecuali - Bahan kimia kadaluwarsa yang termasuk D228 - Residu sampel
MFPD bidang fotografi
1. Proses produksi
Pencemar Utama
- Larutan developer, fixer, bleach bekas - Pelarut bekas - Off-set Cr - Residu proses
- Limbah infeksius - Residu produk farmasi - Bahanbahan kimia
- Bahan kimia (murni atau terkonsentra si) - Larutan kimia berbahaya atau beracun
- Perak (Ag) - Pelarut organik - Senyawa pengoksidasi - Hidrokarbon 16
Kode Limbah
D232
Jenis Industri/ Kegiatan Batubara Dengan Pirolisis Cokes productions Daur Ulang Minyak Pelumas Bekas
Sumber Pencemaran
2. IPAL yang mengolah efluen dari proses 1. Proses purifikasi dan regenerasi 2. Fasilitas pengumpulan & penyimpanan (tangki)
D233
Sabun Deterjen/ Produk Pembersih Desinfektan/ Kosmetik
Proses manufaktur dan formulasi produk
D234
Pengolahan Minyak Hewani/Nabati
Manufaktur dan formulasi produk lemak nabati/hewani
D235
Pengolahan Oleokimia Dasar (Pengolahan derivat minyak nabati/ hewani)
Pengolahan minyak kelapa (CNO) dan minyak sawit (CPO) menjadi senyawasenyawa fatty acid, fatty alcohol, alkyl ester, dan glycerine
D236
Allumunium Thermal Metallurgy Allumunium Chemical
1. Proses peleburan dan penyempurnaan (primer & sekunder)
Asal/Uraian Limbah
Pencemar Utama
produksi (tar) - Residu minyak - Sludge dari IPAL
organik (PNA) - Residu minyak
- Filter & absorban bekas - Residu proses destilasi dan evaporasi - Residu minyak/emulsi /sludge (DAF/dasar tanki) - Residu produksi dan konsentrat - Filter dan absorban bekas - Pelarut bekas - Konsentrat offspec dan kadaluwarsa - Limbah laboratorium - Kemasan/wada h bekas bahan baku - Residu filtrasi - Sludge minyak/lemak - Limbah laboratorium - Residu proses destilasi - Residu filtrasi - Limbah laboratorium - Glycerine pitch - Katalis bekas dari proses hidrogenasi dan konversi karbonil - Proses kimia flokulasi dan koagulasi IPAL - Manufaktur anoda-tar & residu karbon - Proses skimming
- Material terkontamina si minyak - Logam berat (terutama Zn, Pb, Cr) - Sludge minyak - Hidrokarbon terhalogenasi - Bahan organik - Hidrokarbon terhalogenasi - Logam berat (Zn) - Fluorida - Nitrat - Tensioactive kuat - Residu asam
- Residu minyak - Residu asam
- Logam berat (terutama Cu, Mo, Co, Cr, Ni, Zn) - Residu minyak - Residu asam
- Logam & logam berat (terutama Cr) - Residu asam - Sianida 17
Kode Limbah
D237
D238
D239
Jenis Industri/ Kegiatan
Sumber Pencemaran
Conversion Coating
2. Pelapisan alumunium
Peleburan Dan Penyempurnaa n Seng – Zn
Metal Hardening
Metal/Plastic Shaping
3. IPAL yang mengolah efluen dari proses coating 1. Seng terelektrolisis dalam proses peleburan dan penyempurnaan
2. IPAL yang mengolah efluen proses peleburan dan penyempurnaan 3. IPAL yang mengolah efluen dari proses coating 1. Seluruh proses pegolahan (misalnya: nitriding, carburizing) 2. IPAL yang mengolah efluen proses pengolahan metal hardening Semua proses yang berkaitan dengan
Asal/Uraian Limbah - Spent pot lining (katoda) - Residu proses peleburan (slag dan dross) - Anodizing sludge - Sludge dari IPAL - Sludge proses peleburan dan fasilitas pemurnian udara - Debu/sludge dari peralatan pengendali pencemaran udara) - Slag dan dross (residu proses peleburan) - Proses skimming - Sludge dari acid plant blowdown - Electrolytic anoda slime/sludge - Sludge dari IPAL dari proses peleburan dan penyempurnaa n - Sludge IPAL dari proses coating - Sludge dari proses pengolahan - Pelarut bekas
Pencemar Utama (proses cryolite)
- Logam berat (terutama Zn, Cr, Pb, Th) - Residu asam
- Logam & logam berat (terutama Ba,Cr, Mn) - Sianida
- Sludge dari IPAL
- Emulsi minyak (misalnya:
- Logam & logam berat 18
Kode Limbah
Jenis Industri/ Kegiatan
Sumber Pencemaran metal/plastic shaping termasuk: grounding, cutting, rolling, drawing, filling dll
D240
Pulp dan Kertas 1. Proses bleaching plant 2. Chemical plant
D241
Laundry dan Dry Cleaning
D242
D243
D244
-
Asal/Uraian Limbah
Pencemar Utama
cairan cutting dan minyak pendingin) Sludge dari proses shaping Pelarut bekas Bahan kimia bekas seperti klorin, klorine dioksida, ekstraksi oksigen dan peroksida Pelarut bekas Larutan kostik bekas Sludge proses cleaning dan degreasing Sludge IPAL
- Emulsi minyak - Hidrokarbon terhalogenasi - Fluorida nitrat - Logam & logam berat Cu, Cr - Bahan organik
- Hidrokarbon terhalogenasi - Bahan organik residu alkali - Logam berat
Proses cleaning dan degreasing yang memakai pelarut organik dan pelarut kostik kuat
-
IPAL Industri Fasilitas pengolahan limbah cair terpadu dari kegiatankegiatan yang termasuk dalam tabel ini atau IPAL dari industri yang menggunakan, memformulasi, dan/atau memproduksi B3 Pengoperasian Insinerator Limbah
Proses pengolahan limbah cair
-
Proses insinerasi limbah
Daur Ulang
Recycle/regenerasi/
- Fly ash - Slag atau bottom ash - Residu pengolahan flue gas - Residu proses destilasi dan evaporasi - Filter & absorban bekas - Limbah carbide-residu - Katalis (reformer/ desulfurizer) bekas - Residu proses
-
- Pelarut organik - Hidrokarbon terhalogenasi - Lemak & gemuk - Logam & logam berat (terutama As, Cd, Cr, Pb, Hg, Se, Ag, Cu, Ni) - Hidrokarbon terhalogenasi - Bahan organik - Amonia - Sulfida - Fluorida
- Hidrokarbon 19
Kode Limbah
Jenis Industri/ Kegiatan Pelarut Bekas
Asal/Uraian Limbah
Sumber Pencemaran purifikasi pelarut organik bekas -
D245
D246
Gas Industri
Gelas Keramik/Enam el
Manufaktur dan formulasi gas industri (asetilena, hidrogen)
-
Manufaktur dan formulasi produk gelas dan keramik/enamel
-
-
-
D247
Seal, Gasket, Packing
D248
Produk Kertas
D249
Chemical/ Industrial Cleaning
Manufaktur dan formulasi produk seal, gasket, dan packing 1. Manufaktur dan formulasi produk kertas 2. Kegiatan pencetakan dan Pewarnaan 3. IPAL yang mengolah efluen proses di atas 1. Degreasing, descaling, phosphating, derusting, 2. Passivation, refinishing, dll
-
destilasi, evaporasi dan sedimentasi Filter dan absorban bekas Limbah carbide residu Katalis (reformer/ desulfurizer) bekas Bubuk gelas terlapisi logam Emulsi minyak Residu dari proses etching Hg (glassswitchest) Debu/sludge dari peralatan pengendali pencemaran udara Residu Opal glass –As Bronzing & decolorizing agent-As Sisa asbestos Adhesive coating
- Adesif/perekat sisa dan kadaluwarsa - Residu pencetakan (tinta/ pewarna) - Pelarut bekas - Sludge dari IPAL - Alkali, pelarut asam dan/ atau larutan oksidator yang terkontaminasi logam, minyak, gemuk - Residu dari kegiatan pembersihan
Pencemar Utama terhalogenasi - Bahan organik - Residu alkali - Logam berat
- Logam berat (terutama Pb, Cd, Cr, Co, Ni, Ba) - Limbah minyak - Fluorida
- Asbestos - Logam berat (terutama Pb, Hg, Zn) - Pelarut organik - Logam berat dari tinta/ pewarna
- Larutan asam/alkali
20
Kode Limbah
Jenis Industri/ Kegiatan
D250
Fotokopi
D251
Semua Jenis Industri Konstruksi Bengkel Pemeliharaan Kendaraan
D252
Sumber Pencemaran 1. Pemeliharaan peralatan 2. MFPD toner Penggantian fireproof insulation (ac), atap, insulation Pemeliharaan mobil, motor, kereta api, pesawat, kapal laut, termasuk body repair
Asal/Uraian Limbah
Pencemar Utama
- Toner bekas
- Logam berat (terutama Se)
- Asbestos
- Asbestos
- Pelumas bekas - Pelarut (cleaning, degreasing) - Limbah cat - Asam - Baterai bekas 1)MFPD = manufakturing, formulasi, produksi, dan distribusi
- Limbah minyak - Pelarut mudah terbakar - Asam - Logam berat
TABEL 2. DAFTAR LIMBAH B3 DARI SUMBER SPESIFIK KHUSUS Kode Limbah D2001 D2002
Jenis Limbah
D2003
Copper slag Steel slag, termasuk fine sponge (diameter lebih kecil dari 5 mm) Iron concentrate
D2004
Mill scale
D2005
Debu EAF
D2006
PS Ball
D2007
Fly Ash dan/atau Bottom Ash Sludge WWT Dreg dan grits Slag Nikel Bleaching earth
D2008 D2009 D2010 D2011 D2012 D2013 D2014 D2015
Gypsum Kapur (CaCO3) Tailing Serbuk bor (drilling cutting) dan/atau
Asal Limbah Proses peleburan bijih tembaga (smelter) Proses peleburan bijih dan/atau logam besi dan baja dengan menggunakan teknologi EAF (Electric Arc Furnace), blast furnace, basic oxygen furnace (BOF), induction furnace, kupola, dan/atau submerge arc furnace Proses peleburan bijih dan/atau logam besi dan baja dengan menggunakan teknologi EAF (Electric Arc Furnace) Proses peleburan bijih dan/atau logam besi dan baja dengan menggunakan teknologi EAF (Electric Arc Furnace) dan/atau proses reheating furnace Proses peleburan bijih dan/atau logam besi dan baja dengan menggunakan teknologi EAF (Electric Arc Furnace) Proses peleburan bijih dan/atau logam besi dan baja dengan menggunakan teknologi EAF (Electric Arc Furnace) Proses pembakaran menggunakan batubara Proses industri virgin pulp Proses industri virgin pulp Proses peleburan bijih nikel Proses industri oleochemicaldan/ataupengolahan minyak nabati/hewani Proses PLTU dan/atau Proses MSG Proses industri pupuk Proses kegiatan pertambangan bijih logam Proses pemboran minyak, gas atau panas bumi dengan teknologi water base pada kegiatan pertambangan minyak, gas dan/atau panas bumi.
21
Kode Limbah
Jenis Limbah
Asal Limbah
limbah lumpur bor (drilling mud)bekas berbasis air PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
22
LAMPIRAN VI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DAFTAR LIMBAH B3 DARI B3 KADALUWARSA, TUMPAHAN, SISA KEMASAN, ATAU BUANGAN PRODUK YANG TIDAK MEMENUHI SPESIFIKASI. Bahan berbahaya dan beracun (B3) kadaluwarsa, tumpahan, sisa kemasan, atau buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi yang dinyatakan sebagai limbah B3 terdiri dari: a. bahan berbahaya dan beracun (B3) sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai B3; dan b. B3 atau pencemar sebagaimana dimaksud dalam tabel berikut. Kode Limbah
Nomor CAS1)
D3001
81–81–2
D3002
591–08–2
D3003 D3004
107–02–8 309–00–2
D3005 D3006 D3007
107–18–6 20859–73–8 2763–96–4
D3008 D3009
504–24–5 131–74–8
D3010 D3011 D3012 D3013 D3014 D3015 D3016 D3017 D3018 D3019
7778–39–4 1303–28–2 1327–53–3 542–62–1 108–98–5 7440–41–7 542–88–1 598–31–2 357–57–3 88–85–7
D3020 D3021 D3022 D3023 D3024
592–01–8 75–15–0 107–20–0 106–47–8 5344–82–1
B3 Warfarin atau 2H-1-Benzopiran-2-on, 4hidroksi-3-(3-okso-1-fenilbutil)-, dan garamnya, dengan konsentrasi lebih besar dari 0.3% Asetamida, -(aminotioksometil)-, atau 1-Asetil-2tiourea Akrolin atau 2-Propenal Aldrin atau 1,4,5,8-Dimetanonaftalen, 1,2,3,4,10,10-heksa-kloro-1,4,4a,5,8,8a,heksahidro-, (1alfa,4alfa,4abeta,5alfa,8alfa,8abeta)Allil alkohol atau 2-Propen-1-ol Aluminum fosfida 5-(Aminometil)-3-isoksazolol, atau 3(2H)Isoksazolon, 5-(aminometil)4-Piridinamina, atau 4-Aminopiridin Amonium pikrat, atau Fenol, 2,4,6-trinitro-, garam amonium Asam arsenat H3AsO4 Arsenat Pentoksida As2O5 Arsenat trioksida As2O3 Barium sianida Benzenatiol , atau Tiofenol Bubuk Berilium Diklorometil eter, atau Metana, oksibis[kloroBromoaseton, atau 2-Propanon, 1-bromoBrusin, atau Striknidin -10-on, 2,3-dimetoksiDinoseb, atau Fenol, 2-(1-metilpropil)-4,6dinitroKalsium sianida Ca(CN)2 Karbon disulfide Asetaldehid, kloro-, atau Kloroasetaldehid Benzenamin, 4-kloro-, atau p-Kloroanilin 1-(o-Klorofenil)tiourea, atau Tiourea, (21
Kode Limbah
Nomor CAS1)
D3025 D3026
542–76–7 100–44–7
D3027 D3028 D3029 D3030 D3031
544–92–3
D3032 D3033
696–28–6 60–57–1
D3034 D3035
692–42–2 298–04–4
D3036
297–97–2
D3037
311–45–5
D3038
51–43–4
D3039
55–91–4
D3040
60–51–5
D3041
39196–18–4
D3042
122–09–8
D3043
1534–52–1
D3044 D3045
51–28–5 541–53–7
D3046
115–29–7
D3047
72–20–8
D3048 D3049 D3050 D3051
151–56–4 7782–41–4 640–19–7 62–74–8
460–19–5 506–77–4 131–89–5
B3 klorofenil)3-Kloropropionitril, atau Propananitril, 3-kloroBenzen, (klorometil)-, atau Klorobenzen, atau Benzen klorida Tembaga sianida Cu(CN) Sianida (garam sianida terlarut) Sianogen, atau Etanadinitril Sianogen kloride (CN)Cl 2-Sikloheksil-4,6-dinitrofenol, atau Fenol, 2sikloheksil-4,6-dinitroArsonous diklorida, fenil-, atau Diklorofenilarsin Dieldrin, atau 2,7:3,6-Dimetanonaft[2,3b]oksiren, 3,4,5,6,9,9-heksakloro1a,2,2a,3,6,6a,7,7a-oktahidro-, (1aalfa,2beta,2aalfa,3beta,6beta,6aalfa,7beta, 7aalfa)Arsin, dietil-, atau Dietilarsin Disulfoton, atau Asam fosforoditioat, O,O-dietil, S-[2-(etiltio)etil] ester O,O-Dietil O-pirazinil fosforotioat, atau Asam fosforotioat, O,O-dietil O-pirazinil ester Dietil-p-nitrofenil fosfat, atau Asam fosforat, dietil 4-nitrofenil ester 1,2-Benzenadiol, 4-[1-hidroksi-2(metilamino)etil]-, (R)-, atau Epinefrin Diisopropilflorofosfat (DFP), atau Asam fosforofluoridat, bis(1-metiletil) ester Dimetoat, atau Asam fosforoditioat, O,O-dimetil S-[2-(metilamino)-2-oksoetil] ester Tiofanoks, atau 2-Butanon, 3,3-dimetil-1(metiltio)-, alfa,alfa-Dimetilfenetilamin, atau Benzenaetanamin, alfa,alfa-dimetilFenol, 2-metil-4,6-dinitro-, dan garamnya, atau 4,6-Dinitro-o-kresol, dan garamnya Fenol, 2,4-dinitro-, atau 2,4-Dinitrofenol Ditiobiuret, atau Tioimidodikarbonat diamid [(H2N)C(S)]2NH Endosulfan, atau 6,9-Metano-2,4,3benzodioksathiepin, 6,7,8,9,10,10-heksakloro1,5,5a,6,9,9a-heksahidro-, 3-oksida Endrin atau 2,7:3,6-Dimetanonaft [2,3b]oksiren, 3,4,5,6,9,9-heksakloro1a,2,2a,3,6,6a,7,7a-oktahidro-, (1aalfa,2beta,2abeta,3alfa,6alfa,6abeta,7beta, 7aalfa)-, dan metabolitnya Aziridin, atau Etileneimine Gas Fluor atau Fluorine Asetamida, 2-fluoro-, atau Fluoroasetamida Asam fluoroasetat, garam natriumnya, atau Asam asetat, fluoro-, garam natriumnya 2
Kode Limbah
Nomor CAS1)
D3052
76–44–8
D3053
465–73–6
D3054
757–58–4
D3055 D3056 D3057
74–90–8 624–83–9 628–86–4
D3058
16752–77–5
D3059 D3060 D3061
75–55–8 60–34–4 75–86–5
D3062
116–06–3
D3063
298–00–0
D3064 D3065 D3066 D3067
86–88–4 13463–39–3 557–19–7 154–11–5
D3068 D3069 D3070 D3071 D3072
10102–43–9 100–01–6 10102–44–0 55–63–0 62–75–9
D3073
4549–40–0
D3074
152–16–9
D3075 D3076
20816–12–0 145–73–3
D3077
56–38–2
D3078
62–38–4
D3079 D3080
103–85–5 298–02–2
D3081 D3082 D3083
75–44–5 7803–51–2 52–85–7
B3 Heptaklor, atau 4,7-Metano-1H-indena, 1,4,5,6,7,8,8-heptakloro-3a,4,7,7a-tetrahidroIsodrin atau 1,4,5,8-Dimetanonaftalen, 1,2,3,4,10,10-heksa- kloro-1,4,4a,5,8,8aheksahidro-, (1alfa,4alfa,4abeta,5beta,8beta,8abeta)Heksaetil tetrafosfat atau Asam tetrafosforat, heksaetil ester Asam hidrosianat atau Hidrogen sianida Metil isosianat atau Metan, isosianatAsam fulminat, garam merkuri(2+) nya , atau Merkuri fulminat Metomil, atau Asam etanamidotionat, N[[(metilamino)karbonil]oksi]-, metil ester 1,2-Propilenimina atau Aziridin, 2-metilMetil hidrazina atau Hidrazina, metil2-Metilaktonitril atau Propananitril, 2-hidroksi2-metilAldicarb atau Propanal, 2-metil-2-(metiltio)-, O[(metilamino)karbonil]oksimaa Metil paration atau Asam fosforotioat, O,O,dimetil O-(4-nitrofenil) ester alfa-Naftiltiourea atau Tiourea, 1-naftalenilNikel karbonil Ni(CO)4, (T-4)Nikel sianida Ni(CN)2 Nikotin, dan garamnya atau Piridin, 3-(1-metil2-pirolidinil)-, (S)-, dan garamnya Oksida nitrit atau Nitrogen oksida NO Benzenamin, 4-nitro- atau p-Nitroanilin Nitrogen dioksida NO2 Nitrogliserin atau 1,2,3-Propanatriol, trinitrat N-Nitrosodimetilamin atau Metanamin, N-metilN-nitrosoN-Nitrosometilvinilamin atau Vinilamina, Nmetil-N-nitrosoOktametilpirofosforamida atau Difosforamida, oktametilOsmium tetroksida OsO4, (T-4)Endotal atau 7-Oksabisiklo[2.2.1]heptan-2,3asam dikarboksilat Paration atau Asam fosforotioat, O,O-dietil O-(4nitrofenil) ester Fenilmerkuri asetat atau Merkuri, (acetatoO)fenilFeniltiourea atau Tiourea, fenilForat atau Asam fosforoditioat, O,O-dietil, S[(etiltio)metil] ester Karbonat diklorida atau Fosgen Hidrogen fosfida atau Fosfin Famfur atau Asam fosforotioat, O-[4[(dimetilamino)sulfonil]fenil] O,O-dimetil ester 3
Kode Limbah
Nomor CAS1)
D3084 D3085
151–50–8 506–61–6
D3086 D3087 D3088 D3089 D3090 D3091 D3092
107–12–0 107–19–7 630–10–4 506–64–9 26628–22–8 143–33–9 157–24–9
D3093
3689–24–5
D3094 D3095
78–00–2 107–49–3
D3096 D3097 D3098
509–14–8 1314–32–5 12039–52–0
D3099
7446–18–6
D3100
79–19–6
D3101 D3102
75–70–7 7803–55–6
D3103 D3104 D3105
1314–62–1 557–21–1 1314–84–7
D3106 D3107
8001–35–2 1563–66–2
D3108
315–8–4
D3109
26419–73–8
D3110
57–64–7
D3111
55285–14–8
D3112
1129–41–5
D3113
644–64–4
B3 Kalium sianida K(CN) Kalium perak sianida atau Argentat(1-), bis(siano-C)-, kalium Etil sianida atau Propananitril Propargil alkohol atau 2-Propin-1-ol Selenourea Perak sianida Ag(CN) Natrium azida Natrium sianida Na(CN) Striknin, dan garamnya, atau Striknidin-10-on, dan garamnya Tetraetilditiopirofosfat atau Asam tiodifosforat, tetraetil ester Tetraetil timbal atau Timbal, tetraetilTetraetil pirofosfat atau Asam difosforat, tetraetil ester Tetranitrometan atau Metan, tetranitroOksida talat atau Oksida talium Tl2O3 Tetraetilditiopirofosfat atau Asam selenit, garam ditalium(1+) nya, atau Talium selenida Talium sulfat, atau Asam sulfat, garam ditalium(1+) nya, atau Asam tiodifosforat, tetraetil ester, atau Plumbane, tetraetilHidrazinakarbotioamida atau Tiosemikarbazida atau Timbal tetraetil Triklorometanetiol atau Metanatiol, trikloroAmonium vanadat atau Asam vanadat, garam amonium Vanadium pentoksida V2O5 Seng sianida Zn(CN)2 Seng fosfida Zn3P2, dengan konsentrasi lebih besar dari 10% Toksafene Karbofuran atau 7-Benzofuranol, 2,3-dihidro2,2-dimetil-, metilkarbamat. Meksakarbat atau Fenol, 4-(dimetilamino)-3,5dimetil-, metilkarbamat (ester). Tirpat atau 1,3-Ditiolane-2-karboksaldehid, 2,4dimetil-, O- [(metilamino)- karbonil]oksima. Fisostigmin salisilat atau Asam benzoat, 2hidroksi-, senyawa dengan (3aS-cis)1,2,3,3a,8,8a-heksahidro-1,3a,8trimetilpirolo[2,3-b]indol-5-il metilkarbamat ester (1:1). Karbosulfan atau Asam karbamat, [(dibutilamino)- tio]metil-, 2,3-dihidro-2,2dimetil- 7-benzofuranil ester. Metolkarb atau Asam karbamat, metil-, 3metilfenil ester. Dimetilan atau Asam karbamat, dimetil-, 1[(dimetil-amino)karbonil]- 5-metil-1H- pirazol-34
Kode Limbah
Nomor CAS1)
D3114
119–38–0
D3115
23135–22–0
D3116
15339–36–3
D3117
17702–57–7
D3118
23422–53–9
D3119
2032–65–7
D3120
2631–37–0
D3121
64–00–6
D3122
1646–88–4
D3123
57–47–6
D3124
137–30–4
D3125 D3126 D3127 D3128 D3129
75–07–0 67–64–1 75–05–8 98–86–2 53–96–3
D3130 D3131 D3132 D3133 D3134
75–36–5 79–06–1 79–10–7 107–13–1 50–07–7
D3135 D3136 D3137
61–82–5 62–53–3 492–80–8
D3138 D3139 D3140 D3141 D3142
115–02–6 225–51–4 98–87–3 56–55–3 71–43–2
B3 il ester. Isolan atau Asam karbamat, dimetil-, 3-metil-1(1-metiletil)-1H- pirazol-5-il ester. Oksamil atau Asam etanamidotionat, 2(dimetilamino)-N-[[(metilamino) karbonil]oksi]-2okso-, metil ester. Mangan dimetilditiokarbamat atau Mangan, bis(dimetilkarbamoditioat-S,S′)-, Formparanat atau Metanimidamida, N,Ndimetil-N′-[2-metil-4[[(metilamino)karbonil]oksi]fenil]Formetanat hidroklorida atau Metanimidamida, N,N-dimetil-N′-[3-[[(metilamino)karbonil]oksi]fenil]-, monohidroklorida. Metiokarb atau Fenol, (3,5-dimetil-4-(metiltio)-, metilkarbamat Promekarb atau Fenol, 3-metil-5-(1-metiletil)-, metil karbamat. m-Kumenil metilkarbamat atau 3-Isopropilfenil N-metilkarbamat atau Fenol, 3-(1-metiletil)-, metil karbamat. Aldicarb sulfon atau Propanal, 2-metil-2-(metilsulfonil)-, O-[(metilamino)karbonil] oksima. Fisostigmin atau Pirolo[2,3-b]indol-5-ol, 1,2,3,3a,8,8a-heksahidro-1,3a,8-trimetil-, metilkarbamat (ester), (3aS-cis)-. Ziram atau Seng, bis(dimetilkarbamoditioatoS,S′)-, Etanal atau Asetaldehida Aseton atau 2-Propanon Asetonitril Asetofenon atau Etanon, 1-fenil2-Asetilaminofluoren atau Asetamida, -9Hfluoren-2-ilAsetil klorida Akrilamida atau 2-Propenamida Asam akrilat atau Asam 2-propenoat Akrilonitrile atau 2-Propenenitril Mitomisin C atau Azirino[2',3':3,4]pirolo[1,2a]indol-4,7-dion, 6-amino-8[[(aminokarbonil)oksi]metil]-1,1a,2,8,8a,8bheksahidro-8a-metoksi-5-metil-, [1aS-(1aalfa, 8beta,8aalfa,8balfa)]Amitrol atau 1H-1,2,4-Triazol-3-amina Anilin atau Benzenamin Auramin atau Benzenamin, 4,4'-karbonimidoil bis[N,N-dimetilAzaserin atau L-Serin, diazoasetat (ester) Benz[c]akridin Benzal klorida atau Benzena, (diklorometil)Benz[a]antrasen Benzena 5
Kode Limbah
Nomor CAS1)
D3143
98–09–9
D3144 D3145 D3146 D3147
92–87–5 50–32–8 98–07–7 111–91–1
D3148 D3149
111–44–4 494–03–1
D3150
108–60–1
D3151
117–81–7
D3152 D3153
74–83–9 101–55–3
D3154 D3155
71–36–3 13765–19–0
D3156 D3157 D3158
353–50–4 75–87–6 305–03–3
D3159
57–74–9
D3160 D3161
108–90–7 510–15–6
D3162 D3163 D3164 D3165 D3166 D3167 D3168 D3169 D3170 D3171
59–50–7 106–89–8 110–75–8 75–01–4 67–66–3 74–87–3 107–30–2 91–58–7 95–57–8 3165–93–3
D3172 D3173 D3174 D3175 D3176 D3177 D3178 D3179
218–01–9 1319–77–3 4170–30–3 98–82–8 110–82–7 108–94–1 50–18–0
D3180
20830–81–3
B3 Asam benzenasulfonit klorida atau Benzenasulfonil klorida Benzidine atau [1,1'-Bifenil]-4,4'-diamin Benzo[a]piren Benzotriklorida atau Benzena, (triklorometil)Diklorometoksi etana atau Etana, 1,1'[metilenabis(oksi)]bis[2-kloroDikloroetil eter atau Etana, 1,1'-oksibis[2-kloroKlornafazin atau Naftalenamin, N,N'-bis(2kloroetil)Dikloroisopropil eter atau Propana, 2,2'oksibis[2-kloroDietilheksil ftalat atau Asam 1,2Benzenadikarboksilat, bis(2-etilheksil) ester Metil bromida atau Metana, bromo4-Bromofenil fenil eter atau Benzena, 1-bromo4-fenoksi1-Butanol atau n-Butil alkohol Kalsium kromat atau Asam kromat H2CrO4, kalsium dan garamnya Karbonil difluorida atau Karbon oksifluorida Kloral atau Asetaldehida, trikloroKlorambusil atau Asam benzenabutanoat, 4[bis(2-kloroetil)amino]Klordan, alfa & gamma isomers, atau 4,7Metano-1H-indena, 1,2,4,5,6,7,8,8-oktakloro2,3,3a,4,7,7a-heksahidroKlorobenzena atau Benzena, kloroKlorobenzilat atau Asam benzenaasetat, 4-kloroalfa-(4-klorofenil)-alfa-hidroksi-, etil ester p-Kloro-m-kresol atau Fenol, 4-kloro-3-metilEpiklorohidrin atau Oksiran, (klorometil)2-Kloroetil vinil eter atau Etena, (2-kloroetoksi)Vinil klorida atau Etena, kloroKloroform atau Metana, trikloroMetil klorida atau Metana, kloroKlorometil metil eter atau Metana, klorometoksibeta-Kloronaftalena atau Naftalena, 2-kloroo-Klorofenol atau Fenol, 2-kloro4-Kloro-o-toluidin, hidroklorida, atau Benzenamin, 4-kloro-2-metil-, hidroklorida Krisen Kreosot Kresol (Asam kresilat) atau Fenol, metilKrotonaldehida atau 2-Butenal Kumena atau Benzena, (1-metiletil)Sikloheksana atau Benzena, heksahidroSikloheksanon Siklofosfamida atau 2H-1,3,2-Oksazafosforin-2amina, N,N-bis(2-kloroetil)tetrahidro-, 2-oksida Daunomisin atau 5,12-Naftasenediona, 8-asetil6
Kode Limbah
Nomor CAS1)
D3181
72–54–8
D3182
50–29–3
D3183
2303–16–4
D3184 D3185 D3186
53–70–3 189–55–9 96–12–8
D3187 D3188 D3189
106–93–4 74–95–3 84–74–2
D3190 D3191 D3192 D3193
95–50–1 541–73–1 106–46–7 91–94–1
D3194
764–41–0
D3195
75–71–8
D3196 D3197 D3198 D3199 D3200 D3201 D3202 D3203 D3204 D3205 D3206 D3207
75–34–3 107–06–2 75–35–4 156–60–5 75–09–2 120–83–2 87–65–0 78–87–5 542–75–6 1464–53–5 1615–80–1 3288–58–2
D3208
84–66–2
D3209
56–53–1
D3210 D3211
94–58–6 119–90–4
D3212 D3213
124–40–3 60–11–7
D3214
57–97–6
B3 10-[(3-amino-2,3,6-trideoksi)-alfa-L-liksoheksopiranosil)oksi]-7,8,9,10-tetrahidro-6,8,11trihidroksi-1-metoksi-, (8S-cis)DDD atau Benzena, 1,1'-(2,2dikloroetilidena)bis[4-kloroDDT atau Benzena, 1,1'-(2,2,2trikloroetilidena)bis[4-kloroDialat atau Asam karbamotioat, bis(1-metiletil)-, S-(2,3-di kloro-2-propenil) ester Dibenz[a,h]antrasen Dibenzo[a,i]pirena atau Benzo[rst]pentafen 1,2-Dibromo-3-kloropropana, atau Propana, 1,2-dibromo-3-kloroEtilen dibromida atau Etana, 1,2-dibromoMetilen bromida atau Metana, dibromoDibutil ftalat atau Asam 1,2Benzenadikarboksilat, dibutil ester o-Diklorobenzena atau Benzena, 1,2-diklorom-Diklorobenzena atau Benzena, 1,3-diklorop-Diklorobenzena atau Benzena, 1,4-dikloro3,3'-Diklorobenzidina atau [1,1'-Bifenil]-4,4'diamina, 3,3'-dikloro1,4-Dikloro-2-butena atau 2-Butena, 1,4dikloroDiklorodifluorometana atau Metana, diklorodifluoroEtiliden diklorida atau Etana, 1,1-dikloroEtana, 1,2-dikloro- atau Etilen diklorida 1,1-Dikloroetilene atau Etena, 1,1-dikloro1,2-Dikloroetilene atau Etena, 1,2-dikloro-, (E)Metilene klorida atau Metana, dikloro2,4-Diklorofenol atau Fenol, 2,4-dikloro2,6-Diklorofenol atau Fenol, 2,6-dikloroPropilen diklorida atau Propana, 1,2-dikloro1,3-Dikloropropena atau 1-Propena, 1,3-dikloro2,2'-Bioksiran atau 1,2:3,4-Diepoksibutana N,N'-Dietilhidrazin atau Hidrazin, 1,2-dietilO,O-Dietil S-metil ditiofosfat atau Asam fosforoditioat, O,O-dietil S-metil ester Dietil ftalat atau Asam 1,2Benzenadikarboksilat, dietil ester Dietilstilbesterol atau Fenol, 4,4'-(1,2-dietil-1,2etenadiil)bis-, (E)Dihidrosafrol atau 1,3-Benzodioksol, 5-propil3,3'-Dimetoksibenzidin atau [1,1'-Bifenil]-4,4'diamin, 3,3'-dimetoksiDimetilamin atau Metanamin, -metilp-Dimetilaminoazobenzena atau Benzenamin, N,N-dimetil-4-(fenilazo)7,12-Dimetilbenz[a]antrasen atau 7
Kode Limbah
Nomor CAS1)
D3215
119–93–7
D3216
80–15–9
D3217
79–44–7
D3218 D3219 D3220 D3221
57–14–7 540–73–8 105–67–9 131–11–3
D3222 D3223
77–78–1 121–14–2
D3224
606–20–2
D3225
117–84–0
D3226 D3227 D3228 D3229
123–91–1 122–66–7 142–84–7 621–64–7
D3230 D3231 D3232
141–78–6 140–88–5 1111–54–6
D3233 D3234 D3235 D3236
75–21–8 96–45–7 60–29–7 97–63–2
D3237
62–50–0
D3238 D3239
206–44–0 75–69–4
D3240 D3241 D3242 D3243 D3244 D3245 D3246
50–00–0 64–18–6 110–00–9 98–01–1 765–34–4 118–74–1 87–68–3
D3247
58–89–9
B3 Benz[a]antrasen, 7,12-dimetil3,3'-Dimetilbenzidin atau [1,1'-Bifenil]-4,4'diamin, 3,3'-dimetilalfa,alfa-Dimetilbenzilhidroperoksida atau Hidroperoksida, 1-metil-1-feniletilDimetilcarbamoil klorida atau Carbamic klorida, dimetil1,1-Dimetilhidrazin atau Hidrazin, 1,1-dimetil1,2-Dimetilhidrazin atau Hidrazin, 1,2-dimetil2,4-Dimetilfenol atau Fenol, 2,4-dimetilDimetil ftalat atau Asam 1,2Benzenadikarboksilat, dimetil ester Dimetil sulfat atau Asam sulfat, dimetil ester 2,4-Dinitrotoluen atau Benzena, 1-metil-2,4dinitro2,6-Dinitrotoluen atau Benzena, 2-metil-1,3dinitroDi-n-octil ftalat atau Asam 1,2Benzenadikarboksilat, dioktil ester 1,4-Dioksan atau 1,4-Dietilenoksida 1,2-Difenilhidrazin atau Hidrazin, 1,2-difenilDipropilamina atau 1-Propanamina, N-propilDi-n-propilnitrosamina atau 1-Propanamina, Nnitroso-N-propilAsam asetat etil ester atau Etil asetat Etil akrilat atau Asam 2-Propenoat, etil ester Asam etilenebisditiokarbamat, dan garamnya serta esternya, atau Asam carbamoditioat, 1,2etanadiilbis-, dan garamnya serta esternya Oksiran atau Etilen oksida Etilentiourea atau 2-Imidazolidinetion Etil eter atau Etana, 1,1'-oksibisEtil metakrilat atau Asam 2-Propenoat, 2-metil-, etil ester Etil metanasulfonat atau Asam metanasulfonat, etil ester Fluoranten Trikloromonofluorometana atau Metana, triklorofluoroFormaldehida Asam format Furan atau Furfuran Furfural atau 2-Furankarboksaldehida Glisidilaldehida atau Oksirankarboksialdehida Heksaklorobenzena atau Benzena, heksakloroHeksaklorobutadiena atau 1,3-Butadiena, 1,1,2,3,4,4-heksakloroLindan atau Sikloheksana, 1,2,3,4,5,6heksakloro-, 8
Kode Limbah
Nomor CAS1)
D3248
77–47–4
D3249 D3250
67–72–1 70–30–4
D3251 D3252 D3253
302–01–2 7664–39–3 7783–06–4
D3254 D3255 D3256 D3257 D3258 D3259
75–60–5 193–39–5 74–88–4 78–83–1 120–58–1 143–50–0
D3260
303–34–4
D3261
301–04–2
D3262
7446–27–7
D3263
1335–32–6
D3264 D3265
108–31–6 123–33–1
D3266 D3267
109–77–3 148–82–3
D3268 D3269 D3270 D3271 D3272
7439–97–6 126–98–7 74–93–1 67–56–1 91–80–5
D3273
79–22–1
D3274
56–49–5
D3275
101–14–4
D3276 D3277
78–93–3 1338–23–4
B3 (1alfa,2alfa,3beta,4alfa,5alfa,6beta)Heksaklorosiklopentadiena atau 1,3Siklopentadiena, 1,2,3,4,5,5-heksakloroHeksakloroetana atau Etana, heksakloroHeksaklorofen atau Fenol, 2,2'-metilen bis[3,4,6trikloroHidrazina Asam hidrofluorat atau Hidrogen fluorida Hidrogen sulfida H2S Asam kakodilat atau Asam arsinat, dimetilIndeno[1,2,3-cd]piren Metil iodida atau Metana, iodoIsobutil alkohol atau 1-Propanol, 2-metilIsosafrol atau 1,3-Benzodioksol, 5-(1-propenil)Kepon atau 1,3,4-Meteno-2Hsiklobuta[cd]pentalen-2-one, 1,1a,3,3a,4,5,5,5a,5b,6-decaklorooctahidroLasiokarpin atau Asam 2-Butenoat, 2-metil-, 7[[2,3-dihidroksi-2-(1-metoksietil)-3-metil-1oksobutoksi]metil]-2,3,5,7a-tetrahidro-1Hpirolizin-1-il ester, [1S[1alfa(Z),7(2S*,3R*),7aalfa]]Timbal asetat atau Asam asetat, timbal(2+) dan garamnya Timbal fosfat atau Asam fosforat, timbal(2+) salt (2:3) Timbal subasetat atau Timbal, bis(asetatoO)tetrahidroksitriMaleat anhidrida atau 2,5-Furandione Maleat hidrazida atau 3,6-Piridazinadion, 1,2dihidroMalononitril atau Propanadinitril Melfalan atau L-Fenilalanin, 4-[bis(2kloroetil)amino]Merkuri Metakrilonitril atau 2-Propenanitril, 2-metilMetanatiol atau Tiometanol Metanol atau Metil alkohol Metapirilen atau 1,2-Etanadiamina, N,N-dimetilN'-2-piridinil-N'-(2-tienilmetil)Metil klorokarbonat atau Asam karbonokloridat, metil ester 3-Metilkolantrena atau Benz[j]aseantrilena, 1,2dihidro-3-metil4,4'-Metilen bis(2-kloroaniline) atau Benzenamin, 4,4'-metilen bis[2-kloro2-Butanon atau Metil etil keton (MEK) 2-Butanone, peroksida atau Metil etil ketone peroksida 9
Kode Limbah
Nomor CAS1)
D3278
108–10–1
D3279
80–62–6
D3280 D3281
70–25–7 56–04–2
D3282 D3283 D3284 D3285 D3286 D3287 D3288 D3289
91–20–3 130–15–4 134–32–7 91–59–8 98–95–3 100–02–7 79–46–9 924–16–3
D3290
1116–54–7
D3291
55–18–5
D3292 D3293
759–73–9 684–93–5
D3294
615–53–2
D3295 D3296 D3297
100–75–4 930–55–2 99–55–8
D3298 D3299 D3300 D3301
123–63–7 608–93–5 76–01–7 82–68–8
D3302 D3303 D3304 D3305 D3306 D3307 D3308
504–60–9 62–44–2 108–95–2 1314–80–3 85–44–9 109–06–8 23950–58–5
D3309
1120–71–4
D3310 D3311 D3312
107–10–8 110–86–1 106–51–4
D3313
50–55–5
B3 Metil isobutil keton (I) atau 4-Metil-2-pentanon (I) atau Pentanol, 4-metilMetil metakrilat atau Asam 2-Propenoat, 2metil, metil ester MNNG atau Guanidin, -metil-N'-nitro-N-nitrosoMetiltiourasil atau 4(1H)-Pirimidinon, 2,3dihidro-6-metil-2-tioksoNaftalena 1,4-Naftalendion atau 1,4-Naftokuinon 1-Naftalenamin atau alfa-Naftilamin 2-Naftalenamin atau beta-Naftilamin Nitrobenzena atau Benzena, nitrop-Nitrofenol atau Fenol, 4-nitro2-Nitropropana atau Propana, 2-nitroN-Nitrosodi-n-butilamin atau 1-Butanamin, Nbutil-N-nitrosoN-Nitrosodietanolamin atau Etanol, 2,2'(nitrosoimino)bisN-Nitrosodietilamin atau Etanamin, -etil-NnitrosoN-Nitroso-N-etilurea atau Urea, N-etil-N-nitrosoN-Nitroso-N-metilurea atau Urea, N-metil-NnitrosoN-Nitroso-N-metiluretana atau Asam karbamat, metilnitroso-, etil ester N-Nitrosopiperidin atau Piperidin, 1-nitrosoN-Nitrosopirolidin atau Pirolidin, 1-nitroso5-Nitro-o-toluidin atau Benzenamin, 2-metil-5nitroParaldehida atau 1,3,5-Trioksan, 2,4,6-trimetilPentaklorobenzena atau Benzena, pentakloroPentakloroetana atau Etana, pentakloroPentakloronitrobenzena (PCNB) atau Benzena, pentakloronitro1-Metilbutadien atau 1,3-Pentadien Fenasetin atau Asetamida, -(4-etoksifenil)Fenol Fosforus sulfida atau Sulfur fosfida Ftalik anhidrida atau 1,3-Isobenzofurandion 2-Pikolin atau Piridin, 2-metilPronamida atau Benzamida, 3,5-dikloro-N-(1,1dimetil-2-propinil)1,3-Propan sulton atau 1,2-Oksatiolan, 2,2dioksida n-Propilamin atau 1-Propanamina Piridina p-Benzokuinon atau 2,5-Sikloheksadien-1,4dion Reserpin atau Yohimban-16-karboksilic acid, 10
Kode Limbah
Nomor CAS1)
D3314 D3315 D3316 D3317 D3318
108–46–3 94–59–7 7783–00–8 7488–56–4 18883–66–4
D3319
95–94–3
D3320
630–20–6
D3321
79–34–5
D3322 D3323 D3324 D3325
127–18–4 56–23–5 109–99–9 563–68–8
D3326
6533–73–9
D3327 D3328
7791–12–0 10102–45–1
D3329 D3330 D3331 D3332 D3333
62–55–5 62–56–6 108–88–3 25376–45–8 636–21–5
D3334
26471–62–5
D3335 D3336
75–25–2 71–55–6
D3337 D3338 D3339
79–00–5 79–01–6 99–35–4
D3340
126–72–7
D3341
72–57–1
D3342
66–75–1
B3 11,17-dimetoksi-18-[(3,4,5trimetoksibenzoil)oksi]-, metil ester,(3beta,16beta,17alfa,18beta,20alfa)Resorcinol atau 1,3-Benzenadiol Safrol atau 1,3-Benzodioksol, 5-(2-propenil)Asam selenit atau Selenium dioksida Selenium sulfida atau Selenium sulfida SeS2 Streptozotosin atau D-Glukosa, 2-deoksi-2[[(metilnitrosoamino)-karbonil]amino]- atau Glukopiranos, 2-deoksi-2-(3-metil-3nitrosoureido)-, D1,2,4,5-Tetraklorobenzena atau Benzena, 1,2,4,5-tetrakloro1,1,1,2-Tetrakloroetana atau Etana, 1,1,1,2tetrakloro1,1,2,2-Tetrakloroetana atau Etana, 1,1,2,2tetrakloroTetrakloroetilen atau Etena, tetrakloroKarbon tetraklorida atau Metana, tetrakloroTetrahidrofuran atau Furan, tetrahidroTalium asetat atau Asam asetat, talium(1+) dan garamnya Talium karbonat atau Carbonic acid, ditalium(1+) dan garamnya Talium klorida atau Talium klorida TlCl Talium nitrat atau Asam nitrat, garam talium(1+) Tioasetamida atau Etanatioamida Tiourea Toluena atau Benzena, metilToluenediamin atau Benzenadiamin, ar-metilo-Toluidina hidroklorida at Benzenamin, 2metil-, hidroklorida Toluena diisosianat atau Benzena, 1,3diisosianatometilBromoform atau Metana, tribromoMetil kloroform atau Etana, 1,1,1-trikloro- atau 1,1,1-Trikloroetana 1,1,2-Trikloroetana atau Etana, 1,1,2-trikloroTrikloroetilen atau Etena, trikloro1,3,5-Trinitrobenzena atau Benzena, 1,3,5trinitroTris(2,3-dibromopropil) fosfat atau 1-Propanol, 2,3-dibromo-, fosfat (3:1) Tripan blue atau Asam 2,7-Naftalenedisulfonat, 3,3'-[(3,3'-dimetil[1,1'-bifenil]-4,4'diil)bis(azo)bis[5-amino-4-hidroksi]-, garam tetrasodium Urasil mustard atau 2,4-(1H,3H)-Pirimidinedion, 5-[bis(2-kloroetil)amino]11
Kode Limbah
Nomor CAS1)
D3343
51–79–6
D3344 D3345
1330–20–7 94–75–7
D3346
1888–71–7
D3347
137–26–8
D3348 D3349
506–68–3 72–43–5
D3350
81–81–2
D3351
1314–84–7
D3352
17804–35–2
D3353
22781–23–3
D3354 D3355
63–25–2 101–27–9
D3356 D3357 D3358 D3359
95–53–4 106–49–0 110–80–5 22961–82–6
D3360
1563–38–8
D3361
10605–21–7
D3362
122–42–9
D3363
52888–80–9
D3364
2303–17–5
D3365
30558–43–1
D3366
5952–26–1
D3367 D3368
121–44–8 23564–05–8
D3369
59669–26–0
B3 Etil karbamat (uretana) atau Asam karbamat, etil ester Silen atau Benzena, dimetil2,4-D, garamnya dan esternya atau Asam Asetat, (2,4-diklorofenoksi)-, garamnya dan esternya Heksakloropropena atau 1-Propena, 1,1,2,3,3,3heksakloroTiram atau Tioperoksidikarbonat diamid [(H2N)C(S)]2S2, tetrametilSianogen bromida (CN)Br Metoksiklor atau Benzena, 1,1'-(2,2,2trikloroetiliden)bis[4- metoksiWarfarin, dan garamnya, pada konsentrasi <0.3%, atau 2H-1-Benzopyran-2-one, 4hidroksi-3-(3-okso-1-fenil-butil)-, dan garamnya, pada konsentrasi <0.3% Seng fosfida Zn3P2, pada konsentrasi <10% Benomil atau Asam karbamat, [1[(butilamino)karbonil]-1H-benzimidazol-2-il]-, metil ester Bendiocarb atau 1,3-Benzodioksol-4-ol, 2,2dimetil-, metil karbamat Karbaril atau 1-Naftalenol, metilkarbamat Barban atau Asam karbamat, (3-klorofenil)-, 4kloro-2-butinil ester o-Toluidina atau Benzenamin, 2-metilp-Toluidina atau Benzenamin, 4-metilEtilen glikol monoetil eter atau Etanol, 2-etoksiBendiokarb fenol atau 1,3-Benzodioksol-4-ol, 2,2-dimetil-, Karbofuran fenol atau 7-Benzofuranol, 2,3dihidro-2,2-dimetilKarbendazim atau Asam karbamat, 1Hbenzimidazol-2-il, metil ester Profam atau Asam karbamat, fenil-, 1-metiletil ester Prosulfokarb atau Asam karbamotioat, dipropil-, S-(fenilmetil) ester Trialat atau Asam karbamotioat, bis(1-metiletil), S-(2,3,3-trikloro-2-propenil) ester A2213 atau Asam etanimidotioat, 2(dimetilamino)-N-hidroksi-2-okso-, metil ester Dietilen glikol, dikarbamat, atau Etanol, 2,2'oksibis-, dikarbamat Trietilamin atau Etanamin, N,N-dietilTiofanat-metil atau Asam karbamat, [1,2fenilenebis (iminokarbonotioil)]bis-, dimetil ester Tiodikarb atau Asam etanimidotioat, N,N'[tiobis[(metilimino)karboniloksi]]bis-, dimetil ester 12
Kode Limbah
Nomor CAS1)
D3370
114–26–1
B3
Propoksur atau Fenol, 2-(1-metiletoksi)-, metilkarbamat D3371 58–90–2 Asam Asetat, (2,4,5-triklorofenoksi)- atau Pentaklorofenol atau Fenol, pentakloroD3372 87–86–5 Fenol, 2,3,4,6-tetrakloroD3373 88–06–2 Fenol, 2,4,5-trikloroD3374 93–72–1 Silveks (2,4,5-TP) atau Asam propanoat, 2(2,4,5-triklorofenoksi)D3375 93–76–5 2,3,4,6-Tetraklorofenol atau 2,4,5-T D3376 95–95–4 2,4,5-Triklorofenol atau 2,4,6-Triklorofenol 1 Catatan: ) Chemical Abstract Service PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
13
LAMPIRAN VII PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN BAKU MUTU LINDI BERDASARKAN UJI KARAKTERISTIK BERACUN MELALUI PROSEDUR PELINDIAN (TOXICITY CHARACTERISTIC LEACHING PROCEDURE, TCLP)
Bahan Pencemar
Konsentrasi Paling Tinggi (mg/L)
Bahan Anorganik/Logam: Arsen (As) Air Raksa (Hg) Antimon (Sb) Barium (Ba) Boron (B) Total Kromium (Cr) Kadmium (Cd) Mangan (Mn) Molibdenum (Mo) Nikel (Ni) Selenium (Se) Seng (Zn) Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Perak (Ag)
5,0 0,2 2,0 100,0 500,0 5,0 1,0 40,0 5,0 2,0 1,0 50,0 5,0 10,0 5,0
Bahan Organik: Hidrokarbon Terhalogenasi: Asam dikloroasetat Asam trikloroasetat Diklorometana 1,2-Dikloroetana 1,2-Dikloropropana 1,2-Dikloroetena 1,1-Dikloroetilena 2,4-Dinitrotoluena Dikloroasetonitril Dibromoasetonitril Heksaklorobutadiena Heksakloroetana Heksaklorobenzena Karbon Tetraklorida Metil etil keton Trihalometana Trikloroetena Tetrakloroetena Trikloroetilen
5,0 2,0 2,0 0,5 4,0 0,3 0,7 0,13 2,0 7,0 0,5 3,0 0,13 0,5 200,0 35,0 2,0 4,0 0,5 1
Bahan Pencemar Tetrakloroetilene Vinyl klorida Hidrokarbon Aromatik: Benzena Nitrobenzena Toluena Ksilena Etilbenzena Stirena Kresol total orto-kresol meta-kresol para-kresol Piridina Benzena Terhalogenasi: Klorobenzena orto-diklorobenzena/ 1,2-diklorobenzena (1,2-DCB) 1,4-diklorobenzena (1,4-DCB) 2,4,5-Triklorofenol 2,4,6-Triklorofenol PCBs Pestisida/Insektisida: Alaklor Aldicarb Aldrin Dieldrin Atrazina Endrin DDT 1,2-Dibromo-3-kloropropana (DBCP) 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) Heptaklor Isoproturon Karbofuran (Carbofuran) Klordana (Chlordane) Klorotoluron (Chlorotoluron) Lindana MCPA Metil parathion Metosiklor Metolaklor Molinate Parathion Pendimethaline Pentaklorofenol (PCP) Permethrin
Konsentrasi Paling Tinggi (mg/L) 0,7 0,2 0,5 2,0 70,0 50,0 30,0 2,0 200,0 200,0 200,0 200,0 5,0 100,0 100,0 7,5 400,0 2,0 0,3 2,0 1,0 0,07 0,07 0,2 0,02 0,1 0,1 10,0 0,008 0,9 0,7 0,03 3,0 0,4 0,2 0,7 10,0 1,0 0,6 3,5 2,0 100,0 30,0
2
Bahan Pencemar
Konsentrasi Paling Tinggi (mg/L)
Simazina Trifluralin Toksafena
0,2 2,0 0,5
Herbisida klorofenoksi selain 2,4-D dan MCPA: 2,4-DB Dikloroprop Fenoprop (2,4,5-TP)/Silvex Mecoprop 2,4,5-Trichlorophenoxyacetic acid
9,0 10,0 1,0 0,1 0,9
Hasil sampingan Desinfektan: Bromat 2,4,6-Triklorofenol (2,4,6-TCP) Bromoform Dibromoklorometan (DBCM) Bromodiklorometan Kloroform
1,0 20,0 10,0 10,0 6,0 6,0
Lain-lain: Fluorida Sianogen klorida (sebagai CN) Sianida (bebas) Di(2-etilheksil)ftalat Akrilamida Epiklorohidrin Ethylenediaminetetraacetic (EDTA) Nitrilotriacetic acid (NTA) Nitrat + nitrit Nitrit
150,0 7,0 20,0 0,8 0,05 0,04 60,0 5,0 1000,0 100,0
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
3
LAMPIRAN VIII PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN, DAN DUMPING LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN TOTAL KADAR PALING TINGGI LIMBAH B3 YANG BELUM DIOLAH DAN TEMPAT PENIMBUNANNYA
BAHAN PENCEMAR
Total Kadar Paling Tinggi (mg/kg berat kering) KOLOM A
Arsen (As) Barium (Ba) Kadmium (Cd) Kromium (Cr) Tembaga (Cu) Kobal (Co) Timbal (Pb) Merkuri (Hg) Molibdenum (Mo) Nikel (Ni) Stanum (Sn) Selenium (Se) Perak (Ag) Seng (Zn) Sianida (CN-) Fluorida (F-) Senyawa fenol: Pentaklorofenol (PCP) 2,4,5-triklorofenol 2,4,6-triklorofenol Hidrokarbon Aromatik Monosiklik: Benzena Nitrobenzena Hidrokarbon Aromatik Monosiklik: o-kresol m-kresol p-kresol Total kresol 2,4-dinitrotoluena Metil etil keton Piridina Total Petroleum Hidrokarbon (C6 to C9) TPH (all Cn) Total Petroleum Hidrokarbon (> C9)
Total Kadar Paling Tinggi (mg/kg berat kering)
300 50 2500 1000 500 3000 20 400 1000 500 100 5000 500 4500 10
KOLOM B 30 5 250 100 50 300 2 40 100 50 10 500 50 450 1
70
7
200
20
1000
100
-10000
-1000
1
BAHAN PENCEMAR
Total Kadar Paling Tinggi (mg/kg berat kering) KOLOM A
Senyawa Organoklorin: Karbon tetraklorida Klorobenzena Kloroform Tetrakloroetilena (PCE) Trikloroetilena (TCE) 1,4-diklorobenzena 1,2 dikloroetana 1,2-dikloroetilena Heksaklorobenzena Heksaklorobutadiena Heksakloroetena Vinil klorida
10
Total Kadar Paling Tinggi (mg/kg berat kering) KOLOM B 1
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
2