RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
TAHUN
TENTANG PENYUSUNAN, PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNJAWABAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA SERTA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
: a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan penyelenggaraan pemerintahan negara berdasarkan atas
hukum
dan
keadilan
untuk
mencapai
masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera; b. bahwa
untuk
penyelenggaraan
pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, pengelolaan keuangan negara perlu diselenggarakan secara terbuka dan bertanggungjawab; c. bahwa Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah memiliki hubungan yang sangat penting dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan nasional; d. bahwa selama ini belum ada peraturan perundangundangan
yang
mengatur
penyusunan,
pelaksanaan dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan Pendapatan
Belanja dan
Negara Belanja
serta Daerah
Anggaran secara
komprehensif; e. bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan 1
huruf d perlu menetapkan Undang-Undang tentang Penyusunan, Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran
Pendapatan
Belanja
Negara
serta
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; Mengingat
: Pasal 18, Pasal 18A ayat (2), Pasal 20, Pasal 22D ayat (1) dan ayat (2), Pasal 23, Pasal 23C, dan Pasal 23E ayat
(2)
Undang-Undang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : PENYUSUNAN,
PELAKSANAAN
PERTANGGUNJAWABAN BELANJA
ANGGARAN
NEGARA
DAN PENDAPATAN SERTA
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan : 1.
Anggaran Pendapatan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat setelah memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.
2.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3.
Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara. 2
4.
Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara.
5.
Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
6.
Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
7.
Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar 1945.
8.
Dewan Perwakilan Daerah, selanjutnya disingkat DPD, adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
9.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
10. Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. 11. Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah. 12. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. 13. Belanja
daerah
adalah
kewajiban
pemerintah
daerah
yang
diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. 14. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah
lembaga
perwakilan
rakyat
daerah
sebagai
unsur
penyelenggara pemerintahan daerah. 15. Badan Pemeriksa Keuangan, selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga
negara
yang
bertugas
memeriksa
pengelolaan
dan
pertanggungjawaban keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 16. Pemerintah adalah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 17. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau sebutan lainnya, menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3
18. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional, yang selanjutnya disingkat RPJMN, adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun. 19. Rencana Pembangunan Tahunan Nasional, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP), adalah dokumen perencanaan Nasional untuk periode I (satu) tahun. 20. Rencana
Pembangunan
Tahunan
Kementerian/Lembaga,
yang
selanjutnya disebut Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-KL), adalah dokumen perencanaan Kementerian/ Lembaga untuk periode 1 (satu) tahun. 21. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, yang selanjutnya disingkat RPJMD, adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun. 22. Rencana Strategis Daerah yang selanjutnya disingkat Renstra Daerah adalah dokumen perencanaan strategis Pemerintahan Daerah untuk periode 5 (lima) tahun. 23. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana
Kerja
Pemerintah
Daerah
(RKPD),
adalah
dokumen
perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun. 24. Rencana Pembangunan Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja-SKPD), adalah dokumen perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 1 (satu) tahun. 25. Kebijakan Umum APBD yang selanjutnya disingkat KUA adalah dokumen
yang
memuat
kebijakan
pendapatan,
belanja
dan
pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun. 26. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat PPAS adalah program
prioritas dan patokan batas maksimal
anggaran yang diberikan kepada Perangkat Daerah untuk setiap program sebagai acuan dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah. 27. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan
oleh
gubernur
sebagai
wakil
Pemerintah
yang
mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansivertikal pusat di daerah. 4
28. Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan
oleh
daerah
dan
desa
yang
mencakup
semua
penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. 29. Menteri Perencanaan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang perencanaan pembangunan nasional. 30. Menteri Keuangan adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan. 31. Kantor
Anggaran
Parlemen
adalah
kantor
yang
memberikan
dukungan kepada parlemen dalam penyusunan, pembahasan, hingga pertanggungjawaban
dan
evaluasi
APBN
secara
objektif
dan
independen. 32. Badan
Perencanaan
Pembangunan
Daerah
yang
selanjutnya
disingkat Bappeda adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bertanggung
jawab
terhadap
pelaksanaan
tugas
dan
fungsi
perencanaan pembangunan di Daerah Provinsi, Kabupaten, atau Kota. 33. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah Pejabat Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bertanggung jawab
terhadap
pelaksanaan
tugas
dan
fungsi
keuangan
pembangunan di Daerah Provinsi, Kabupaten, atau Kota. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Bagian Kesatu Pasal 2 Penyusunan
perencanaan,
pelaksanaan,
pertanggungjawaban
dan
pelaporan APBN dan APBD menjadi acuan seluruh instansi pemerintah, DPR, DPD dan DPRD serta lembaga negara lainnya dalam merencanakan, melaksanakan,
memantau
dan
mengevaluasi
serta
melaporkan
pertanggungjawabkan APBN dan APBD.
5
Bagian Kedua Pasal 3 Penyusunan, pelaksanaan, pertanggungjawaban serta pelaporan
APBN
dan APBD bertujuan untuk: a. Perencanaan,
penganggaran,
pembahasan
dan
penetapan,
pelaksanaan, pelaporan serta pertanggungjawaban serta pemantauan dan evaluasi APBN dan APBD; b. Menghasilkan APBN dan APBD yang lebih efesien dan efektif untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat c. Memberikan kepastian hukum akan prosedur, penanggungjawab, serta dokumen APBN dan APBD yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku BAB III RUANG LINGKUP Pasal 4 Ruang lingkup pengaturan undang-undang ini meliputi: a. Kekuasaan Pengelolaan APBN dan kewenangan Penegelolaan APBD; b. Jenis dan masa berlaku APBN dan APBD; c. Tahapan penyusunan APBN dan APBD; d. Tahapan penyusunan APBD; e. Perencanaan dan penganggaran. BAB IV KEKUASAAN PENGELOLAAN APBN DAN KEWENANGAN PENGELOLAAN APBD Pasal 5 (1) APBN dan APBD disusun setiap tahun. (2) APBN dan APBD perundang-undangan,
dikelola secara tertib, taat pada peraturan terencana,
efisien,
ekonomis,
efektif,
6
transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. (3) APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun ditetapkan dengan undang-undang. (4) APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (5) APBN
dan
APBD
mempunyai
fungsi
otorisasi,
perencanaan,
pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. (6) APBN dan APBD dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bagian Kesatu Kekuasaan Pengelolaan APBN Pasal 6 (1) Presiden
selaku
Kepala
Pemerintahan
memegang
kekuasaan
pengelolaan APBN sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. (2) Kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1): a.
dilaksanakan oleh Menteri Keuangan, selaku pengelola kekayaan negara dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
b.
dilaksanakan
oleh
Menteri
Perencanaan,
selaku
pengelola
perencanaan pembangunan nasional dan penganggarannya; c.
dilaksanakan oleh menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
d.
diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
e.
tidak termasuk kewenangan di bidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.
7
Pasal 7 Dalam
rangka
melaksanakan
penyusunan,
pelaksanaan
dan
pertanggungjawaban APBN, Menteri Perencanaan mempunyai tugas sebagai berikut: a.
mengkoordinasikan penyusunan arah kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro bersama dengan Menteri Keuangan;
b.
mengkoordinasikan
penyusunan
kapasitas
fiskal
untuk
pagu
indikatif bersama Menteri Keuangan; c.
mengkoordinasikan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional;
d.
mensinergikan RPJMD dengan RPJMN;
e.
mensinergikan Renstra KL dengan RPJMN;
f.
mengkoordinasikan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah;
g.
mensinergikan Renja KL dengan RKP;
h.
melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Rencana Kerja Pemerintah;
i.
menyusun laporan pencapaian tujuan bernegara sebagai hasil pelaksanaan Rencana Kerja Pemerintah; dan
j.
melaksanaakan tugas-tugas perencanaan pembangunan lainnya berdasarkan ketentuan undang undang. Pasal 8
Dalam
rangka
melaksanakan
penyusunan,
pelaksanaan
dan
pertanggungjawaban APBN, Menteri Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut: a.
mengoordinasikan
penyusunan
pokok-pokok
kebijakan
fiskal
bersama Menteri Perencanaan; b.
mengkoordinasikan penyusunan rancangan APBN dan rancangan APBN Perubahan bersama dengan Menteri Perencanaan;
c.
melaksanakan
pemungutan
pendapatan
negara
yang
telah
ditetapkan dengan undang-undang; d.
mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
e.
melaksanakan fungsi bendahara umum negara;
f.
menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN; 8
g.
menatausahakan barang milik/kekayaan Negara;
h.
melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan; dan
i.
melaksanakan
tugas-tugas
lain
di
bidang
pengelolaan
fiskal
pelaksanaan
dan
berdasarkan ketentuan undang-undang. Pasal 9 Dalam
rangka
melaksanakan
pertanggungjawaban
APBN,
penyusunan, menteri/pimpinan
lembaga
sebagai
Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas sebagai berikut : a. menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya; b. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran; c. melaksanakan
anggaran
kementerian
negara
/lembaga
yang
dipimpinnya; d. melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke Kas Negara, kecuali yang diatur tersendiri oleh peraturan perundang-undangan lain; e. mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya; f. mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya; g. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya; dan h. melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan undang-undang. Bagian Kedua Kewenangan Pengelolaan APBD Pasal 10 (1)
Gubernur/Bupati/Walikota berwenang mengelola APBD.
(2)
Wewenang pengelolaan APBD sebagaimana tersebut dalam Pasal 10 ayat (1) dilaksanakan oleh :
9
a. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah selaku perencana APBD; b. Kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD; dan c. Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah. (3) Dalam
rangka
melaksanakan
pertanggungjawaban APBD,
penyusunan,
pelaksanaan
dan
Bappeda mempunyai tugas sebagai
berikut: a. mengoordinasikan penyusunan dan pembahasan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas
Plafon
Anggaran
Sementara
(KUA-PPAS)
bersama dengan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah; b. mengoordinasikan
penyusunan
Rencana
Kerja
Pemerintahan
Daerah; c. melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Rencana Kerja Pemerintahan Daerah; d. menyusun laporan pencapaian tujuan bernegara sebagai hasil pelaksanaan Evaluasi Kinerja Pemerintah Daerah dan e. melaksanaakan tugas-tugas perencanaan pembangunan daerah lainnya berdasarkan ketentuan undang undang. (4) Dalam
rangka
melaksanakan
pertanggungjawaban
APBD,
penyusunan,
Pejabat
pelaksanaan
Pengelola
Keuangan
dan
Daerah
mempunyai tugas sebagai berikut : a. mengoordinasikan penyusunan rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD bersama dengan Bappeda; b. mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran; c. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD; d. melaksanakan
pemungutan
pendapatan
daerah
yang
telah
ditetapkan dengan Peraturan Daerah; e. melaksanakan fungsi bendahara umum daerah; dan f.
menyusun
laporan
keuangan
yang
merupakan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. (5) Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah mempunyai tugas sebagai berikut: a. menyusun
anggaran
satuan
kerja
perangkat
daerah
yang
dipimpinnya; b. menyusun dokumen pelaksanaan anggaran; 10
c. melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya; d. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak daerah dan menyetorkannya langsung ke Kas Daerah, kecuali diatur tersendiri oleh peraturan perundang-undangan yang lain; e. mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya; f.
mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya; dan
g. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya. BAB V JENIS DAN MASA BERLAKU APBN DAN APBD Pasal 11 (1)
APBN dan APBD terdiri dari
APBN dan/atau APBD dan APBN
Perubahan dan/atau APBD Perubahan; (2)
APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi RUU APBN beserta Nota Keuangannya;
(3)
APBN Perubahan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi RUU APBN Perubahan beserta Nota Perubahannya;
(4)
APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi RAPERDA APBD; dan
(5)
APBD Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi RAPERDA APBD Perubahan. Pasal 12
(1)
APBN dan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, meliputi; a. Pendapatan Negara/Daerah; b. Belanja Negara/Daerah; c. Surplus/Defisit; dan d. Pembiayaan Negara/Daerah.
11
(2)
Penetapan masing-masing komponen APBN dan APBD sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)
ditetapkan
berdasarkan
peraturan
perundang-undangan. Pasal 13 Tahun Anggaran APBN dan APBD meliputi masa satu tahun mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. BAB VI TAHAPAN APBN Bagian Kesatu Umum Pasal 14 Tahapan penyusunan, penetapan dan pertanggungjawaban APBN adalah sebagai berikut; a.
Perencanaan;
b.
Penganggaran;
c.
Pembahasan dan Penetapan;
d.
Pelaksanaan;
e.
Pelaporan,
f.
Pertanggungjawaban; dan
g.
Pemantauan dan Evaluasi; Bagian Kedua Perencanaan Pasal 15
(1)
Perencanaan dimulai pada saat Kementrian perencanaan menyusun arah kebijakan fiskal dan prioritas pembangunan nasional untuk 1 (satu) tahun mendatang.
(2)
Arah
kebijakan
sebagaimana
fiskal
dan
prioritas
dimaksud
ayat
(1)
pembangunan
berpedoman
pada
nasional Rencana
12
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang telah ditetapkan. (3)
Kementerian Perencanaan menyusun rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah dengan berpedoman pada RPJMN, arah kebijakan dan prioritas pembangunan serta hasil evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan tahun sebelumnya.
(4)
Rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah sebagaimana dimaksud ayat
(3)
menjadi
dasar
penyusunan
Rencana
Kerja
Kementerian/Lembaga (Renja K/L). (5)
Renja KL sebagaimana dimaksud ayat (4) memuat program, kegiatan, usulan inisiatif baru dan indikasi kebutuhan penganggaran beserta keluarannya.
(6)
Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program, kegiatan dan capaian output
berdasarkan
laporan
yang
disampaikan
Kementrian/Lembaga. (7)
Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan menetapkan pagu indikatif Kementerian/Lembaga dan pagu indikatif Dana Transfer
ke
Daerah
untuk
disampaikan
kepada
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota. (8)
Penyampaian pagu indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah
serta
pagu
indikatif
Dana
Transfer
ke
Daerah
sebagaimana dimaksud ayat (7) disampaikan paling lambat Minggu ke 2 (dua) bulan Maret. (9)
Kementrian/Lembaga menyusun Renja K/L sesuai dengan pagu indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah.
(10) Pembahasan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah dan Renja K/L
dilaksanakan
dalam
pertemuan
tiga
pihak
antara
Kementerian/Lembaga, Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan, selambat-lambatnya minggu ke 4 (empat) bulan Maret. (11) Hasil pertemuan tiga pihak sebagaimana dimaksud ayat (10) menjadi masukan penyempurnaan rancangan awal RKP dan Renja K/L termasuk rincian pagu indikatif untuk Dana Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan
lambatnya
5
(lima)
kepada hari
masing-masing
kerja
setelah
daerah
dokumen
selambat-
kesepakatan
pertemuan tiga pihak ditandatangani.
13
(12) Rancangan RKP dan Renja K/L berdasarkan hasil pertemuan tiga pihak menjadi bahan sinkronisasi dengan Rencana Kerja SKPD dalam rangkaian Musyawarah Perencanaan Pembangunan. (13) Menteri Perencanaan menyempurnakan RKP berdasarkan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan. (14) Kementerian/Lembaga
menyempurnakan
Rencana
Kerja
K/L
berdasarkan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan. (15) Rencana Kerja Pemerintah ditetapkan melalui Peraturan Presiden. (16) Pemerintah menyampaikan
rancangan
RKP
dan pokok-pokok
kebijakan fiskal kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya minggu ke 2 (dua) bulan Mei. (17) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara penyusunan perencanaan pembangunan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Penganggaran Pasal 16 (1)
Penganggaran APBN dimulai pada saat Kementerian Keuangan menetapkan prakiraan kapasitas fiskal untuk ketersediaan anggaran pembangunan
tahun
anggaran
yang
direncanakan
selambat-
lambatnya Minggu ke 2 (dua) bulan Februari. (2)
Ketersediaan anggaran pembangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) dituangkan dalam Pagu Indikatif, Pagu Anggaran dan Pagu Alokasi untuk Kementerian/Lembaga dan Daerah.
(3)
Pagu Indikatif sebagaimana dimaksud ayat (2) ditetapkan bersama Menteri Perencanaan dan Menteri Keuangan.
(4)
Pagu Anggaran dan Pagu Alokasi sebagaimana dimaksud ayat (2) ditetapkan Menteri Keuangan.
(5)
Pagu
Indikatif,
kementerian/lembaga
Pagu
Anggaran
sebagaimana
dan
dimaksud
Pagu ayat
(2)
Alokasi dirinci
menurut unit organisasi, program, indikator kinerja, output dan daerah (wilayah). (6)
Kementerian/Lembaga menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian/Lembaga (RKA-K/L) sesuai dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan. 14
(7)
Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan melakukan penelahaan RKA-K/L untuk mensinkronkan antara perencanaan dan penganggaran.
(8)
Ketentuan lebih lanjut dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian/Lembaga
ditetapkan
dengan
Peraturan
Pemerintah. Pasal 17 (1)
Presiden menyampaikan Peraturan Presiden tentang Rencana Kerja Pemerintah dan Pokok-pokok kebijakan fiskal kepada DPR dan DPD untuk dilakukan pembahasan dalam pembicaraan pendahuluan.
(2)
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal sebagaimana dimaksud ayat (1) memuat prioritas pembangunan nasional beserta anggarannya, kerangka ekonomi makro dan pokokpokok kebijakan fiskal.
(3)
Fraksi-fraksi DPR menyampaikan pandangan umum atas RKP dan pokok-pokok kebijakan fiskal dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.
(4)
Pemerintah memberikan tanggapan terhadap pemandangan umum fraksi atas RKP dan pokok-pokok kebijakan fiskal.
(5)
DPR dalam melakukan pembahasan APBN dilakukan melalui komisi terkait, alat kelengkapan DPR dan DPD.
(6)
Badan Anggaran DPR sebagai alat kelengkapan DPR, sebagaimana dimaksud pada ayat (5), melakukan Rapat Kerja dengan Pemerintah yang sekurang-kurangnya diwakili Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan dan Gubernur Bank Indonesia.
(7)
Rapat kerja, sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) sekaligus membentuk Panitia Kerja dan Tim Perumus.
(8)
Panitia Kerja dan Tim Perumus, sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan
oleh
Badan
Anggaran
sesuai
dengan
peraturan
perundangan yang berlaku. (9)
DPD dalam menjalankan fungsinya memberikan pertimbangan kepada DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan melalui rapat khusus dengan Badan Anggaran DPR dan Pemerintah sekurang-kurangnya
diwakili
Menteri
Keuangan
dan
yang
Menteri
Perencanaan dan Gubernur Bank Indonesia. 15
(10) DPD dalam memberikan pertimbangan kepada DPR terkait Rencana Kerja Pemerintah dan pokok-pokok kebijakan fiskal, sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(9)
dilakukan
paling
lambat
sebelum
dilaksanakannya Rapat Khusus dengan DPR. (11) Hasil Panitia Kerja tentang Rencana Kerja Pemerintah, Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal ditetapkan selambat-lambatnya minggu ke 4 (empat) bulan Juni. (12) Menteri Keuangan menerbitkan Surat Edaran tentang Pagu Anggaran berdasarkan hasil pembahasan pembicaraan pendahuluan. (13) Kementerian/Lembaga menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga
dengan
Pemerintah,
Kerja
Rencana
mengacu
pada
Rencana
Kementerian/Lembaga
dan
Kerja Pagu
Anggaran. (14) Kementerian
Keuangan,
Kementerian
Perencanaan
dan
Kementerian/Lembaga melakukan penelaahan RKA K/L untuk mensinkronkan dengan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga dan Rencana Kerja Pemerintah. (15) Komisi-komisi
DPR
melakukan
Rapat
Kerja
dengan
Kementerian/Lembaga terkait dengan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga dengan didampingi Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan. (16) Hasil pembahasan RKA K/L dengan Komisi DPR, selanjutnya disampaikan kepada Badan Anggaran DPR dan Menteri Keuangan sebagai
bahan
penyusunan
Rancangan
Undang-Undang
APBN
beserta Nota Keuangannya.
Bagian Keempat Pembahasan dan Penetapan Pasal 18 (1)
Tahap Pembahasan dan penetapan APBN dimulai pada saat Presiden menyampaikan Rancangan Undang-Undang APBN beserta Nota Keuangannya kepada DPR dan DPD dalam sidang terbuka.
(2)
APBN yang disetujui oleh DPR terperinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, serta wilayah. 16
(3)
Fraksi-fraksi
DPR
menyampaikan
pemandangan
umum
atas
rancangan UU APBN beserta Nota Keuangannya sebagaimana dimaksud ayat (1). (4)
Pemerintah memberikan tanggapan atas pemadangan umum fraksifraksi DPR terkait Rancangan UU APBN beserta Nota Keuangannya.
(5)
DPR dalam melakukan pembahasan APBN dilakukan melalui komisi terkait, alat kelengkapan DPR dan DPD.
(6)
Badan Anggaran DPR sebagai alat kelengkapan DPR, sebagaimana dimaksud pada ayat (5), melakukan Rapat Kerja dengan Pemerintah yang sekurang-kurangnya diwakili Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan dan Gubernur Bank Indonesia.
(7)
Rapat Kerja sebagaimana dimaksud ayat (6) membahas pokok-pokok Rancangan UU APBN dan Nota Keuangannya serta pembentukan Panitia Kerja dan Tim Perumus Draft Rancangan UU APBN.
(8)
Panitia Kerja dan Tim Perumus sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan
oleh
Badan
Anggaran
sesuai
dengan
peraturan
perundangan yang berlaku. (9)
Komisi terkait di DPR melakukan Rapat Kerja dengan Pemerintah yang diwakili Menteri Perencanaan, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia untuk membahas asumsi dasar dalam Rancangan UU
APBN
dan
pembahasan
Rencana
Kerja
dan
Anggaran
Kementerian/Lembaga serta menyampaikan hasilnya secara tertulis ke Badan Anggaran untuk dilakukan singkronisasi. (10) Badan Anggaran melakukan Rapat Kerja dengan Pemerintah untuk menindaklanjuti hasil pembahasan Rapat Kerja Komisi sebagaimana dimaksud ayat (9). (11) Tim Perumus Draft Rancangan UU APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (7) melakukan perumusan draft RUU APBN sesuai dengan hasil pembahasan Badan Anggaran. (12) Hasil Rapat Kerja Badan Anggaran sebagaimana dimaksud ayat (10) disampaikan kembali secara tertulis kepada Komisi untuk dibahas kembali dalam rapat kerja antara komisi dan mitra kerjanya dalam rangka penyesuaian Rencana Kerja Anggaran K/L. (13) Komisi terkait melakukan Rapat Kerja dengan Kementerian/Lembaga juga
dihadiri
oleh
Kementerian
Keuangan
dan
Kementerian
Perencanaan.
17
(14) Hasil
pembahasan
Komisi
dengan
Kementerian/Lembaga
sebagaimana dimaksud ayat (13) disampaikan kembali ke Badan Anggaran selambat-lambatnya Minggu pertama bulan Oktober. (15) DPD
dalam
menjalankan
fungsinya
memberikan
pertimbangan
kepada DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan melalui rapat khusus dengan Badan Anggaran DPR dan Pemerintah sekurang-kurangnya
diwakili
Menteri
Keuangan
dan
yang
Menteri
Perencanaan dan Gubernur Bank Indonesia. (16) DPD
dalam
memberikan
pertimbangan
kepada
DPR
terkait
Rancangan Undang-Undang APBN beserta Nota Keuangannya , sebagaimana dimaksud dalam ayat (15)
dilakukan paling lambat
sebelum dilaksanakannya Rapat Khusus dengan DPR. (17) Badan Anggaran DPR melakukan rapat internal untuk sinkronisasi laporan panja-panja, rapat khusus dan Tim perumus Draft RUU APBN dan pembahasan dan penetapan hasil penyesuaian Rencana Kerja Anggaran K/L oleh komisi dengan mitra kerjanya. (18) Badan
Anggaran
dengan
Menkeu,
Menteri
Perencanaan
dan
Gubernur BI, sesuai hasil yang dimaksud pada ayat (17), melakukan rapat kerja untuk penyampaian laporan dan pengesahan hasil panjapanja dan Tim perumus draft RUU APBN, pendapat akhir mini fraksi sebagai sikap akhir, pendapat Pemerintah atas hasil panja dan Tim Perumus serta pendapat akhir mini fraksi, pengambilan keputusan untuk dilanjutkan ke tingkat II. (19) DPR
dan
Pemerintah
melakukan
Rapat
Paripurna
I
untuk
menyampaikan laporan hasil pembahasan Badan Anggaran dan pernyataan persetujuan/penolakan dari setiap fraksi secara lisan, serta pembahasan akhir DPR. (20) DPR, DPD dan Pemerintah melakukan Rapat Paripurna II untuk penyampaian pandangan akhir DPR, penyampaian pandangan akhir DPD
dan
penyampaian
pendapat
akhir
Pemerintah
terhadap
Rancangan UU APBN. (21) Hasil kesepakatan antara DPR, DPD dan Pemerintah sebagaimana dimaksud ayat (20) ditetapkan Undang-Undang APBN paling lambat 3 bulan sebelum dimulainya pelaksanaan APBN pada 1 Januari tahun direncanakan. (22) Menteri Keuangan menerbitkan Surat Edaran tentang Pagu Alokasi berdasarkan hasil pembahasan dan penetapan APBN. 18
(23) Kementerian/Lembaga
menyempurnakan
Rencana
Kerja
dan
Anggaran Kementerian/Lembaga dengan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah, Rencana Kerja Kementerian/Lembaga dan Pagu Alokasi serta hasil kesepatan antara DPR, DPD dan Pemerintah. (24) Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan dan Kementerian/Lembaga melakukan pertemuan tiga pihak untuk menjaga sinkronisasi dan konsistensi perencanaan dan penganggaran hasil pembahasan dan penetapan APBN. Pasal 19 (1)
Tahapan Pembahasan dan Penetapan APBN Perubahan dimulai pada saat Pemerintah mengajukan Rancangan UU tentang Perubahan APBN beserta Nota Keuangan Perubahannya kepada DPR dan DPD.
(2)
Perubahan APBN sebagaimana dimaksud ayat (1) disebabkan oleh perubahan asumsi ekonomi makro dan/atau perubahan postur APBN yang sangat signifikan.
(3)
APBN Perubahan yang disetujui oleh DPR terperinci sampai dengan unit organisasi, program, indikator kinerja, output serta wilayah.
(4)
Faksi-fraksi rancangan
DPR UU
menyampaikan Perubahan
pemandangan
APBN
beserta
umum
Nota
atas
Keuangan
Perubahannya sebagaimana dimaksud ayat (1). (5)
Pemerintah memberikan tanggapan atas pemadangan umum fraksifraksi DPR
terkait Rancangan UU Perubahan
APBN beserta Nota
Keuangannya. (6)
DPR dalam melakukan pembahasan APBN dilakukan melalui komisi terkait, alat kelengkapan DPR dan DPD.
(7)
Badan Anggaran DPR sebagai alat kelengkapan DPR, sebagaimana dimaksud pada ayat (6), melakukan Rapat Kerja dengan Pemerintah yang sekurang-kurangnya diwakili Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan dan Gubernur Bank Indonesia.
(8)
Rapat Kerja sebagaimana dimaksud ayat (7) membahas pokok-pokok Rancangan UU Perubahan APBN dan Nota Keuangannya serta pembentukan Panitia Kerja dan Tim Perumus Draft Rancangan UU APBN.
19
(9)
Panitia Kerja dan Tim Perumus sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditetapkan
oleh
Badan
Anggaran
sesuai
dengan
peraturan
perundangan yang berlaku. (10) Komisi terkait di DPR melakukan Rapat Kerja dengan Pemerintah yang diwakili Menteri Perencanaan, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia untuk membahas asumsi dasar dalam Rancangan UU Perubahan APBN dan pembahasan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga serta menyampaikan hasilnya secara tertulis ke Badan Anggaran untuk dilakukan singkronisasi. (11) Badan Anggaran melakukan Rapat Kerja dengan Pemerintah untuk menindaklanjuti hasil pembahasan Rapat Kerja Komisi sebagaimana dimaksud ayat (10). (12) Tim Perumus Draft Rancangan UU APBN Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) melakukan
perumusan draft RUU APBN
Perubahan sesuai dengan hasil pembahasan Badan Anggaran. (13) Hasil Rapat Kerja Badan Anggaran sebagaimana dimaksud ayat (12) disampaikan kembali secara tertulis kepada Komisi untuk dibahas kembali dalam rapat kerja antara komisi dan mitra kerjanya dalam rangka penyesuaian Rencana Kerja Anggaran K/L. (14) Komisi terkait melakukan Rapat Kerja dengan Kementerian/Lembaga juga
dihadiri
oleh
Kementerian
Keuangan
dan
Kementerian
Perencanaan. (15) Hasil
pembahasan
Komisi
dengan
Kementerian/Lembaga
sebagaimana dimaksud ayat (14) disampaikan kembali ke Badan Anggaran. (16) DPD
dalam
menjalankan
fungsinya
memberikan
pertimbangan
kepada DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan melalui rapat khusus dengan Badan Anggaran DPR dan Pemerintah sekurang-kurangnya
diwakili
Menteri
Keuangan
dan
yang
Menteri
Perencanaan dan Gubernur Bank Indonesia. (17) DPD
dalam
memberikan
pertimbangan
kepada
DPR
terkait
Rancangan UU tentang Perubahan APBN beserta Nota Keuangan Perubahannya, sebagaimana dimaksud dalam ayat (16)
dilakukan
paling lambat sebelum dilaksanakannya Rapat Khusus dengan DPR; (18) Badan Anggaran DPR melakukan rapat internal untuk sinkronisasi laporan panja-panja, rapat khusus dan Tim perumus Draft RUU
20
APBN dan pembahasan dan penetapan hasil penyesuaian Rencana Kerja Anggaran K/L oleh komisi dengan mitra kerjanya. (19) Badan
Anggaran
dengan
Menkeu,
Menteri
Perencanaan
dan
Gubernur BI, sesuai hasil yang dimaksud pada ayat (18), melakukan rapat kerja untuk penyampaian laporan dan pengesahan hasil panjapanja dan Tim perumus draft RUU Perubahan APBN, pendapat akhir mini fraksi sebagai sikap akhir, pendapat Pemerintah atas hasil panja dan Tim Perumus serta pendapat akhir mini fraksi,
pengambilan
keputusan untuk dilanjutkan ke tingkat II. (20) DPR
dan
Pemerintah
melakukan
Rapat
Paripurna
I
untuk
menyampaikan laporan hasil pembahasan Badan Anggaran dan pernyataan persetujuan/penolakan dari setiap fraksi secara lisan, serta pembahasan akhir DPR. (21) DPR, DPD dan Pemerintah melakukan Rapat Paripurna II untuk penyampaian pandangan akhir DPR, penyampaian pandangan akhir DPD
dan
penyampaian
pendapat
akhir
Pemerintah
terhadap
Rancangan UU APBN Perubahan. (22) Hasil kesepakatan antara DPR, DPD dan Pemerintah sebagaimana dimaksud ayat (20) ditetapkan Undang-Undang APBN selambatlambatnya 6 (enam) bulan sebelum masa tahun anggaran berakhir. (23) Kementerian Perencanaan melakukan perubahan terhadap sasaran yang telah disepakati dalam Rencana Kerja Pemerintah sebelumnya sesuai dengan perubahan APBN. (24) Kementerian/Lembaga
menyempurnakan
Rencana
Kerja
dan
Anggaran Kementerian/Lembaga tahun berjalan dengan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah Perubahan dan hasil kesepatan antara DPR, DPD dan Pemerintah. (25) Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan dan Kementerian/Lembaga melakukan pertemuan tiga pihak untuk menjaga sinkronisasi dan konsistensi perencanaan dan penganggaran hasil pembahasan dan penetapan Perubahan APBN.
21
Bagian Kelima Pelaksanaan Pasal 20 (1)
Pelaksanaan APBN didasarkan atas Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga
yang
ditetapkan
dalam
APBN
tahun
sebelumnya. (2)
Menteri Keuangan menyusun rincian APBN sesuai Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Rincian APBN sebagaimana dimaksud ayat (2) ditetapkan melalui Keputusan Presiden.
(4)
Menteri Keuangan menyusun Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
berdasarkan
Rencana
Kerja
dan
Anggaran
Kementerian/Lembaga dan Keppres mengenai rincian APBN. (5)
Menteri Keuangan menetapkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran untuk selanjutnya diserahkan kepada Kementerian/Lembaga sesuai dengan tugas dan fungsinya. Bagian Keenam Pelaporan Pasal 21
(1)
Pelaporan
APBN
dilaksanakan
secara
periodik
dalam
rangka
transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan negara. (2)
Pelaporan
APBN
dilakukan
dalam
bentuk
laporan
realisasi
pelaksanaan APBN semester 1 (satu) dan prognosis 6 (enam) bulan berikutnya. (3)
Laporan realisasi pelaksanaan APBN sebagaimana dimaksud ayat (2) memuat Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca dan Laporan Arus Kas, serta Catatan Atas Laporan Keuangan yang sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah.
(4)
Laporan realisasi sebagaimana dimaksud ayat (2) disampaikan kepada DPR dan DPD.
22
(5)
Laporan realisasi sebagaimana dimaksud ayat (2) disampaikan paling lambat 1 bulan setelah berakhirnya pelaksanaan anggaran selama 1 (satu) semester.
(6)
DPD memberikan pertimbangan kepada DPR terhadap laporan realisasi pelaksanaan APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebelum dilakukan pembahasan antara DPR dan pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan.
(7)
Badan Anggaran sebagai alat kelengkapan DPR bersama menteri Keuangan dan Menteri perencanaan melakukan pembahasan atas laporan realisasi APBN beserta capaian kinerjanya.
(8)
Hasil pembahasan laporan realisasi APBN menjadi bahan masukan DPR dan Pemerintah dalam pembahasan RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN.
(9)
Tata cara penyusunan pelaporan dan pencatatan APBN sebagaimana dimaksud ayat (3) diatur melalui Peraturan Pemerintah. Bagian Ketujuh Pertanggungjawaban Pasal 22
(1)
Pemerintah
menyampaikan
Rancangan
Undang
Undang
Pertanggungjawaban dan Pelaksanaan APBN kepada DPR dan DPD. (2)
Fraksi-fraksi
DPR
menyampaikan
pemandangan
umum
atas
Rancangan Undang-Undang Pertanggungjawaban APBN. (3)
Pemerintah diwakili Menteri Keuangan dan menteri perencanaan memberikan tanggapan terhadap pemandangan umum fraksi-fraksi DPR atas RUU Pertanggungjawaban dan Pelaksanaan APBN.
(4)
Pemeriksaaan
pertanggungjawaban
atas
pelaksanaan
APBN
dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. (5)
BPK dalam menjalankan fungsinya sebagaimana dimaksud ayat (4) menyampaikan laporan realisasi keuangan pemerintah pusat beserta kinerjanya kepada DPR dan DPD.
(6)
DPR
dalam
pelaksanaan
melakukan APBN
pembahasan
dilakukan
pertanggungjawaban
melalui
komisi
terkait,
atas alat
kelengkapan DPR dan DPD. 23
(7)
Badan Anggaran sebagai alat kelengkapan DPR melakukan rapat kerja dengan Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan terkait dengan penyampaian pokok-pokok RUU pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN dan pembentukan panitia kerja dan tim perumus draft rancangan Undang-Undang Pertanggungjawaban APBN.
(8)
Panitia Kerja dan Tim Perumus, sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditetapkan oleh Badan Anggaran.
(9)
Komisi-komisi DPR melakukan pembahasan laporan keuangan Negara.
(10) Badan
Akuntabilitas
kelengkapan
DPR,
Keuangan
Negara
sebagaimana
(BAKN)
dimaksud
sebagai
pada
alat
ayat
(6)
menyampaikan telaahan terhadap laporan keuangan pemerintah pusat yang telah diaudit BPK kepada komisi terkait dan Badan Anggaran. (11) DPD
dalam
menjalankan
fungsinya
memberikan
pertimbangan
kepada DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan melalui rapat khusus dengan Badan Anggaran DPR dan Pemerintah sekurang-kurangnya
diwakili
Menteri
Keuangan
dan
yang
Menteri
Perencanaan dan Gubernur Bank Indonesia. (12) DPD dalam memberikan pertimbangan kepada DPR terkait laporan pertanggungjawaban
atas
pelaksanaan
dimaksud dalam ayat (11)
APBN,
sebagaimana
dilakukan paling lambat sebelum
dilaksanakannya Rapat Khusus dengan DPR. (13) Badan Anggaran DPR melakukan rapat internal untuk sinkronisasi laporan panja-panja, rapat khusus dan Tim perumus Draft RUU Pertanggungjawaban APBN dan pembahasan dan penetapan hasil RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN. (14) Badan
Anggaran
dengan
Menkeu,
Menteri
Perencanaan
dan
Gubernur BI, sesuai hasil yang dimaksud pada ayat (13), melakukan rapat kerja untuk penyampaian laporan dan pengesahan hasil panjapanja dan Tim perumus draft RUU Pertanggungjawaban
atas
Pelaksanaan APBN, pendapat akhir mini fraksi sebagai sikap akhir, pendapat Pemerintah atas hasil panja dan Tim Perumus serta pendapat
akhir
mini
fraksi,
pengambilan
keputusan
untuk
dilanjutkan ke tingkat II. (15) DPR
dan
Pemerintah
melakukan
Rapat
Paripurna
I
untuk
menyampaikan laporan hasil pembahasan Badan Anggaran dan 24
pernyataan persetujuan/penolakan dari setiap fraksi secara lisan, serta pembahasan akhir DPR. (16) DPR, DPD dan Pemerintah melakukan Rapat Paripurna II untuk penyampaian pandangan akhir DPR, penyampaian pandangan akhir DPD
dan
penyampaian
pendapat
akhir
Pemerintah
terhadap
Rancangan UU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN. (17) Laporan Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah disampaikan Pemerintah. Bagian Kedelapan Pemantauan dan Evaluasi Pasal 23 (1)
Pemantauan pelaksanaan APBN dilakukan masing-masing pimpinan Kementerian/Lembaga.
(2)
Menteri Perencanaan dan Menteri Keuangan melakukan pemantauan bersama
atas
pelaksanaan
kinerja
pembangunan
dan
kinerja
anggaran yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga. (3)
Pimpinan
Kementerian/Lembaga
melakukan
evaluasi
kinerja
pelaksanaan APBN Kementerian/Lembaga periode sebelumnya. (4)
Menteri Perencanaan
dan Menteri Keuangan melakukan evaluasi
atas capaian kinerja berdasarkan laporan pelaksanaan kinerja dan anggaran Kementerian/Lembaga. (5)
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi bahan bagi penyusunan Rencana Kerja Pemerintah
dan APBN periode
berikutnya. (6)
Berdasarkan atas hasil evaluasi diatas, sebagaimana tertuang dalam ayat
(4),
Kementrian
memberikan
Perencanaan
penghargaan
dan
dan
Kementrian
sanksi
atas
Evaluasi
kinerja
Keuangan
prestasi
kinerja
pembangunan dan anggaran. (7)
Pelaksanan
Pemantauan
dan
Rencana
Kerja
Pemerintah dan APBN ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah.
25
BAB VI TAHAPAN APBD Bagian Kesatu Umum Pasal 24 Tahapan penyusunan, penetapan dan pertanggungjawaban APBD adalah sebagai berikut: a.
perencanaan;
b.
penganggaran;
c.
pembahasan dan penetapan;
d.
pelaksanaan;
e.
pelaporan,
f.
pertanggungjawaban;
g.
pemantauan dan evaluasi; Bagian Kedua Perencanaan Pasal 25
(1)
Penyusunan rencana APBD dimulai pada saat Bappeda menyusun arah kebijakan dan prioritas pembangunan daerah untuk satu tahun mendatang.
(2)
Arah kebijakan dan prioritas pembangunan daerah, sebagaimana disebutkan pada ayat (1) mempedomani Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
yang telah ditetapkan serta
bersinergi dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). (3)
Bappeda menyusun rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah dengan berpedoman pada RPJMD, arah kebijakan dan prioritas pembangunan daerah serta hasil evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan daerah tahun sebelumnya.
(4)
Rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah
Daerah sebagaimana
dimaksud ayat (3) menjadi dasar penyusunan Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD). 26
(5)
Renja SKPD sebagaimana dimaksud ayat (4) memuat program, kegiatan, usulan inisiatif baru dan indikasi kebutuhan penganggaran beserta keluarannya.
(6)
Bappeda dan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah serta Sekretariat Daerah melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program, kegiatan dan capaian output berdasarkan laporan yang disampaikan Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD).
(7)
Bappeda dan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah serta Sekretariat Daerah menetapkan pagu indikatif SKPD untuk disampaikan kepada SKPD.
(8)
Penyampaian pagu indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah
Daerah
serta
sebagaimana
dimaksud
ayat
(7)
disampaikan paling lambat Minggu ke 4 (empat) bulan Maret. (9)
SKPD menyusun Renja SKPD sesuai dengan pagu indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah.
(10) Pembahasan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan Renja SKPD dilaksanakan dalam pertemuan empat pihak antara SKPD, Bappeda dan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah serta Sekretariat Daerah, selambat-lambatnya minggu ke 2 (dua) bulan April. (11) Hasil pertemuan empat pihak sebagaimana dimaksud ayat (10) menjadi masukan penyempurnaan rancangan awal RKPD dan Renja SKPD. (12) Rancangan RKPD dan Renja SKPD
berdasarkan hasil pertemuan
empat pihak menjadi bahan sinkronisasi dengan Rencana Kerja SKPD dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah. (13) Bappeda menyempurnakan RKPD berdasarkan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah. (14) SKPD menyempurnakan Rencana Kerja SKPD berdasarkan hasil Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah. (15) Berdasarkan
RKPD,
sebagaimana
tertuang
dalam
ayat
(13),
Bappeda, PPKD dan Sekretariat Daerah menyusun Kebijakan Umum Anggaran (KUA). (16) Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan melalui Peraturan Kepala Daerah.
27
(17) Pemerintah Daerah menyampaikan
RKPD
dan pokok-pokok
kebijakan umum anggaran (KUA) kepada DPRD selambat-lambatnya minggu ke 4 (empat) bulan Mei. (18) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara penyusunan perencanaan pembangunan daerah ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah. Bagian Ketiga Penganggaran Pasal 26 (1)
Penganggaran APBD dimulai pada saat Pejabat Pengelola Keuangan Daerah menetapkan ketersediaan
prakiraan kapasitas fiskal daerah untuk
anggaran
pembangunan
tahun
anggaran
yang
direncanakan selambat-lambatnya Minggu ke 4 (empat) bulan Februari. (2)
Ketersediaan anggaran pembangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) dituangkan dalam Pagu Indikatif, Pagu Anggaran dan Pagu Alokasi untuk SKPD.
(3)
Pagu Indikatif sebagaimana dimaksud ayat (2) diputuskan bersama Bappeda dan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah;
(4)
Pagu anggaran dan Pagu Alokasi sebagaimana dimaksud ayat (2) ditetapkan Kepala Daerah.
(5)
Pagu indikatif, pagu anggaran dan pagu alokasi SKPD sebagaimana dimaksud ayat (2) dirinci menurut unit organisasi, program, indikator kinerja, output dan daerah (wilayah).
(6)
Kepala
Daerah
menerbitkan
Surat
Edaran
perihal
pedoman
penyusunan RKA-SKPD dan RKA-PPKD (Pejabat Penatausahaan Keuangan Daerah). (7)
SKPD
menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD)
sesuai dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan. (8)
Bappeda
dan
Pejabat
Pengelola
Keuangan
Daerah
melakukan
penelahaan RKA-SKPD untuk mensinkronkan antara perencanaan dan penganggaran. (9)
Ketentuan lebih lanjut dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah.
28
Pasal 27 (1)
Kepala Daerah menyampaikan Peraturan Kepala Daerah tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) kepada DPRD.
(2)
RKPD dan KUA-PPAS, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi Prioritas Pembangunan Daerah, Kebijakan Umum Anggaran serta Prioritas Plafon Anggaran Sementara.
(3)
Fraksi-fraksi DPRD menyampaikan pandangan umum atas RKPD dan KUA-PPAS tersebut dalam pembicaraan pendahuluan APBD.
(4)
Pemerintah Daerah memberikan tanggapan terhadap pemandangan umum fraksi atas RKPD dan KUA-PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5)
DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pembahasan RKPD dan KUA-PPAS melalui komisi terkait atau alat kelengkapan DPRD.
(6)
Badan Anggaran DPRD sebagai alat kelengkapan DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (5), melakukan Rapat Kerja dengan Pemerintah Daerah.
(7)
Rapat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6) membahas RKPD dan KUA-PPAS oleh pemerintah.
(8)
Komisi
terkait
DPRD,
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(5),
membahas RKPD dan KUA-PPAS dengan mitra kerjanya untuk memberikan rekomendasi kepada Badan Anggaran DPRD. (9)
Badan Anggaran DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (6) melakukan
rapat
pembahasan
RKPD
dan
KUA-PPAS
dengan
mempertimbangan rekomendasi dari komisi terkait, sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8). (10) Hasil rapat kerja tentang RKPD dan KUA-PPAS ditetapkan selambatlambatnya minggu ke 4 (empat) bulan Juli. (11) Kepala Daerah membuat Surat Keputusan tentang Pagu Anggaran berdasarkan hasil pembahasan pembicaraan pendahuluan. (12) SKPD menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD dengan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah, Rencana Kerja SKPD dan Pagu Anggaran.
29
(13) Bappeda, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dan SKPD melakukan penelaahan RKA SKPD untuk mensinkronkan dengan Rencana Kerja SKPD dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah. (14) Komisi-komisi DPRD
dalam melakukan Rapat Kerja dengan SKPD
terkait dengan Rencana Kerja dan Anggaran
SKPD
dengan
didampingi Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dan Bappeda. (15) Hasil pembahasan RKA SKPD
dengan Komisi DPRD, selanjutnya
disampaikan kepada Badan Anggaran DPRD dan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan Perda APBD. (16) Penetapan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD
tentang
RKA SKPD paling lambat minggu ke 4 (empat) pada bulan Agustus. Bagian Keempat Pembahasan dan Penetapan Pasal 28 (1)
Pembahasan
dan
penetapan
APBD
Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan Daerah
dimulai
pada
saat
Rancangan Peraturan
dan Dokumen APBD secara rinci kepada DPRD
paling
lambat Minggu 1 (pertama) bulan Oktober. (2)
APBD yang disetujui oleh DPRD terperinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program serta wilayah.
(3)
Fraksi-fraksi
DPRD
menyampaikan
pandangan
umum
atas
Rancangan Perda APBD sebagaimana disebutkan pada ayat (1), (4)
Pemerintah Daerah memberikan tanggapan, sebagaimana tertuang pada ayat (3), terhadap pemandangan umum fraksi atas Rancangan Perda APBD.
(5)
DPRD dalam melakukan pembahasan Rancangan Perda APBD dilakukan melalui komisi terkait maupun alat kelengkapan DPRD
(6)
Badan Anggaran DPRD sebagai alat kelengkapan DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (5), melakukan Rapat Kerja dengan Pemerintah Daerah yang diwakili Bappeda, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dan Sekretaris Daerah.
30
(7)
Komisi
terkait
DPRD,
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(5),
membahas Rancangan Perda APBD dengan mitra kerjanya untuk memberikan rekomendasi kepada Badan Anggaran DPRD. (8)
Komisi terkait dalam membahas Rancangan Perda APBD dengan mitra kerjanya, sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dihadiri oleh Bappeda dan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah.
(9)
Badan Anggaran DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (6) melakukan rapat pembahasan Rancangan Perda APBD dengan mempertimbangan rekomendasi dari komisi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
(10) Hasil pembahasan Badan Anggaran DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (9), dibahas kembali dalam rapat kerja antara komisi dan mitra kerjanya dalam rangka menurut fungsi, program
penyempurnaan alokasi anggaran
Satuan Kerja Perangkat Daerah dan
wilayah (daerah). (11) Badan Anggaran DPRD melakukan rapat internal untuk sinkronisasi dan penetapan hasil pembahasan Rancangan Perda APBD. (12) Badan Anggaran DPRD dengan Bappeda, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dan Sekretaris Daerah, sesuai hasil yang dimaksud pada ayat (11), melakukan rapat kerja untuk Penyampaian laporan Rancangan Perda APBD,
Pendapat akhir mini fraksi sebagai sikap akhir,
Pendapat Pemerintah Daerah atas hasil laporan dan pendapat akhir mini fraksi dan Pengambilan keputusan untuk dilanjutkan ke tingkat II. (13) DPRD, sesuai dengan hasil yang dimaksud pada ayat (12), melakukan rapat paripurna, untuk; Penyampaian laporan hasil tingkat
I
di
Badan
Anggaran
DPRD;
Pernyataan
persetujuan/penolakan dari setiap fraksi secara lisan yang diminta oleh
Pimpinan
rapat
paripurna;
Penyampaian
pendapat
akhir
pemerintah; Persetujuan bersama APBD dengan Pemerintah Daerah. (14) Hasil
keputusan
bersama
antara
Kepala
Daerah
dan
DPRD
sebagaimana disebutkan pada ayat (13) dituangkan dalam Draft Final Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) penjabaran APBD. (15) Persetujuan bersama tentang Perda APBD ditetapkan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan.
31
(16) Draft Final Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Perkada tentang Penjabaran APBD disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Gubernur untuk dievaluasi. (17) Hasil
evaluasi,
sebagaimana
disebutkan
pada
ayat
(16)
disempurnakan oleh Bappeda, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dan Sekretaris Daerah guna dibahas dalam rapat Badan Anggaran DPRD. (18) Hasil rapat Badan Anggaran DPRD, sebagaimana disebutkan pada ayat (16), dibahas kembali dalam rapat paripurna DPRD untuk pengambilan keputusan akhir tentang Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Perkada tentang Penjabaran APBD. (19) Perda tentang APBD dan Perkada tentang Penjabaran APBD yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD disampaika ke Mentri Dalam Negeri/Gubernur untuk dievaluasi. (20) Kepala Daerah menerbitkan Perkada tentang Penjabaran APBD berdasarkan hasil pembahasan dan penetapan APBD. (21) Penetapan Perda tentang APBD dan Perkada tentang Penjabaran APBD sesuai dengan hasil evaluasi paling lambat akhir Desember (31 Desember); (22) SKPD menyempurnakan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD dengan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah, Rencana Kerja SKPD dan Pagu Alokasi serta hasil kesepatan antara DPRD
dan
Pemerintah Daerah. (23) Bappeda, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dan SKPD melakukan pertemuan tiga pihak untuk menjaga sinkronisasi dan konsistensi perencanaan dan penganggaran hasil pembahasan dan penetapan APBD. Pasal 29 (1)
Penetapan Pemerintah
APBD
Perubahan
mengajukan
dilaksanakan
RUU
Perubahan
dimulai APBD
pada
saat
beserta
Nota
Perubahannya kepada DPRD sesuai dengan perubahan postur APBD yang
sangat
signifikan
dengan
mempertimbangkan
waktu
pelaksanaan APBD Perubahan. (2)
Perubahan APBD yang disetujui oleh DPRD terperinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, serta wilayah. 32
(3)
Berdasarkan Rancangan Perda Perubahan APBD, sebagaimana disebutkan
pada
ayat
(1),
fraksi-fraksi
DPRD
menyampaikan
pandangan umum atas Rancangan Perda Perubahan APBD. (4)
Pemerintah Daerah memberikan tanggapan, sebagaimana tertuang pada ayat (3), terhadap pemandangan umum fraksi atas Rancangan Perda Perubahan APBD.
(5)
DPRD dalam melakukan pembahasan Rancangan Perda Perubahan APBD dilakukan melalui komisi terkait maupun alat kelengkapan DPRD.
(6)
Badan Anggaran DPRD sebagai alat kelengkapan DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (5), melakukan Rapat Kerja dengan Pemerintah Daerah
yang diwakili sekurang-kurangnya oleh Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah,
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan
Sekretariat Daerah. (7)
Rapat kerja, sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatas membahas Rancangan Perda Perubahan APBD.
(8)
Komisi
terkait
membahas
DPRD,
Rancangan
sebagaimana Perda
APBD
dimaksud Perubahan
pada
ayat
dengan
(5),
mitra
kerjanya untuk memberikan rekomendasi kepada Badan Anggaran DPRD. (9)
Komisi terkait dalam membahas Rancangan Perda APBD dengan mitra kerjanya, sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dihadiri oleh Bappeda dan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah serta Sekretariat Daerah.
(10) Badan Anggaran DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (6) melakukan rapat pembahasan Rancangan Perda Perubahan APBD dengan
mempertimbangan
rekomendasi
dari
komisi
terkait,
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8). (11) Hasil pembahasan Badan Anggaran DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (10), dibahas kembali dalam rapat kerja antara komisi dan mitra kerjanya dalam rangka
penyempurnaan alokasi anggaran
menurut fungsi, program Satuan Kerja Perangkat Daerah. (12) Badan Anggaran DPRD melakukan rapat internal untuk sinkronisasi dan
penetapan
laporan
hasil
pembahasan
Rancangan
Perda
Perubahan APBD. (13) Badan Anggaran DPRD dengan Bappeda, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dan Sekretaris Daerah, sesuai hasil yang dimaksud pada ayat 33
(12), melakukan rapat kerja untuk: Penyampaian laporan Rancangan Perda Perubahan APBD; Pendapat akhir mini fraksi sebagai sikap akhir; Pendapat Pemerintah Daerah atas laporan dan pendapat akhir mini fraksi; Pengambilan keputusan untuk dilanjutkan ke tingkat II. (14) DPRD,
sesuai
dengan
hasil
yang
dimaksud
pada
ayat
(13),
melakukan rapat paripurna, untuk : Penyampaian laporan hasil tingkat I di Badan Anggaran; Pernyataan persetujuan/penolakan dari setiap fraksi secara lisan yang diminta oleh Pimpinan rapat paripurna; Penyampaian pendapat akhir pemerintah. Persetujuan Bersama Perubahan APBD. (15) Hasil
keputusan
bersama
antara
Kepala
Daerah
dan
DPRD
sebagaimana disebutkan pada ayat (14) dituangkan dalam Draft Final Rancangan Perda tentang Perubahan APBD dan Rancangan Perkada Perubahan APBD. (16) Draft
Final
Rancangan
Rancangan Perkada
Perda
tentang
tentang
Perubahan
Penjabaran
APBD
Perubahan
dan APBD
disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri dan Gubernur untuk dievaluasi. (17) Hasil
evaluasi,
sebagaimana
disebutkan
pada
ayat
(15)
disempurnakan oleh Bappeda, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dan Sekretaris Daerah guna dibahas dalam rapat Badan Anggaran DPRD. (18) Hasil rapat Badan Anggaran DPRD, sebagaimana disebutkan pada ayat (16), dibahas kembali dalam rapat paripurna DPRD untuk pengambilan keputusan akhir tentang Rancangan Perda tentang Perubahan APBD dan Rancangan Perkada tentang Penjabaran Perubahan APBD. (19) DPRD bersama Pemerintah Daerah menetapkan APBD Perubahan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum masa tahun anggaran berakhir. (20) Perda tentang Perubahan APBD
dan Perkada tentang Penjabaran
Perubahan APBD yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD disampaika ke Mentri Dalam Negeri/Gubernur. (21) Kepala Daerah menerbitkan Perkada tentang Penjabaran Perubahan ABPD berdasarkan hasil pembahasan dan penetapan Perubahan APBD.
34
(22) SKPD menyempurnakan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD dengan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah, Rencana Kerja SKPD dan Pagu Alokasi serta hasil kesepatan antara DPRD
dan
Pemerintah Daerah. (23) Bappeda, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dan SKPD melakukan pertemuan tiga pihak untuk menjaga sinkronisasi dan konsistensi perencanaan dan penganggaran hasil pembahasan dan penetapan Perubahan APBD. Bagian Kelima Pelaksanaan Pasal 30 (1)
Pelaksanaan APBD didasarkan atas Rencana Kerja dan Anggaran yang ditetapkan dalam APBD tahun sebelumnya.
(2)
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah menyusun rincian APBD sesuai RKA SKPD, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
(3)
Rincian APBD,
sebagaimana dimaksud ayat (2) ditetapkan melalui
Keputusan Kepala Daerah. (4)
Pejabat
Pengelola
Keuangan
Daerah
menyusun
Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD dan Perkada mengenai rincian APBD. (5)
Pejabat
Pengelola
Keuangan
Daerah
menetapkan
Dokumen
Pelaksanaan Anggaran untuk selanjutnya diserahkan kepada SKPD untuk dilaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pasal 31 (1)
Pelaporan dan pencatatan APBD dilaksanakan secara periodik dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan negara.
(2)
Pelaporan APBD dilakukan dalam bentuk laporan realiasasi semester 1 dan prognosis 6 (enam) bulan ke depan.
(3)
Laporan realisasi, sebagaimana disebut pada ayat (2) memuat Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Laporan Arus Kas, serta catatan atas laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi pemerintah. 35
(4)
Laporan
realisasi,
disampaikan
sebagaimana
paling
lambat
1
disebutkan minggu
pada
setelah
ayat
(2)
berakhirnya
pelaksanaan anggaran 1 (satu) semester. (5)
Laporan realisasi, sebagaimana pada ayat (2) disampaikan kepada DPRD.
(6)
DPRD yang diwakili oleh Badan Anggaran DPRD bersama Bappeda, Pejabat
Pengelola
Keuangan
Daerah
dan
Sekretaris
Daerah
membahas laporan realisasi tersebut. (7)
Hasil pembahasan laporan realisasi APBD menjadi bahan masukan DPRD
dan
Pemerintah
Daerah
dalam
pembahasan
RUU
Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBD. (8)
Tata cara penyusunan pelaporan APBD sebagaimana dimaksud ayat (3) diatur melalui Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Ketujuh Pertanggungjawaban Pasal 32 (1)
Pemeriksaaan APBD dilaksanakan oleh BPK sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
(2)
BPK,
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
menyampaikan
pemeriksanaan laporan keuangan pemerintah daerah kepada DPRD. (3)
Pemerintah
Daerah
menyampaikan
Rancangan
Perda
Pertanggungjawaban dan Pelaksanaan APBD kepada DPRD. (4)
Berdasarkan
Rancangan
Perda
Pertanggungjawaban
dan
Pelaksanaan APBD , sebagaimana disebutkan pada ayat (3), fraksifraksi
DPRD
menyampaikan
pandangan
umum
atas
Perda
Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBD. (5)
Pemerintah daerah memberikan tanggapan, sebagaimana tertuang pada ayat (5), terhadap pemandangan umum fraksi atas Rancangan Perda Pertanggungjawaban dan Pelaksanaan APBD.
(6)
DPRD dalam melakukan pembahasan Pertanggungjawaban dan Pelaksanaan APBD dilakukan melalui komisi terkait maupun
alat
kelengkapan DPRD.
36
(7)
Badan Anggaran DPRD sebagai alat kelengkapan DPRD, sebagaimana dimaksud pada ayat (6), melakukan Rapat Kerja dengan Pemerintah Daerah yang diwakili Bappeda, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dan Sekretaris Daerah.
(8)
Rapat kerja, sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diatas memuat penyampaian
Rancangan
Perda
Pertanggungjawaban
dan
Pelaksanaan APBD. (9)
Komisi
terkait
DPRD,
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(6),
melakukan rapat kerja dengan mitra kerjanya untuk membahas laporan
Pertanggungjawaban
dan
Pelaksanaan
APBD
dan
memberikan rekomendasi kepada Badan Anggaran DPRD. (10) Badan Anggaran DPRD dengan Bappeda, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dan Sekretaris Daerah, sesuai hasil yang dimaksud pada ayat (8) dan ayat (9), melakukan rapat kerja untuk: penyampaian laporan dan pengesahan hasil Perda pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBD; pendapat akhir mini fraksi sebagai sikap akhir; pendapat Pemerintah atas hasil pembahasan serta pendapat akhir mini fraksi; dan pengambilan keputusan untuk dilanjutkan ke tingkat II. (11) DPRD,
sesuai
dengan
hasil
yang
dimaksud
pada
ayat
(10),
melakukan rapat paripurna, untuk : penyampaian laporan hasil tingkat
I
di
Badan
Anggaran
DPRD;
pernyataan
persetujuan/penolakan dari setiap fraksi secara lisan yang diminta oleh
Pimpinan
pemerintah;
rapat
dan
paripurna;
penetapan
penyampaian
RUU
pendapat
Pertanggungjawaban
akhir atas
Pelaksanaan APBD. (12) Laporan Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBD ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah disampaikan Pemerintah Daerah. Bagian Ketujuh Pemantauan dan Evaluasi Pasal 33 (1)
Pemantauan pelaksanaan APBD
oleh masing-masing pimpinan
Satuan Kerja Perangkat Daerah.
37
(2)
Bappeda
dan
Pejabat
Pengelola
Keuangan
Daerah
melakukan
pemantauan bersama atas pelaksanaan kinerja pembangunan dan kinerja anggaran yang telah ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan Rencana Kerja Anggaran SKPD. (3)
Satuan
Kerja
Perangkat
Daerah
melakukan
evaluasi
kinerja
pelaksanaan APBD periode sebelumnya. (4)
Bappeda dan Pejabat Pengelola Anggaram melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan APBD berdasarkan laporan pelaksanaan kinerja dan anggaran SKPD.
(5)
Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi bahan bagi penyusunan RKPD dan APBD untuk periode berikutnya.
(6)
Berdasarkan atas hasil evaluasi diatas, sebagaimana tertuang dalam ayat (4), Bappeda dan PPKD menerapkan sistem penghargaan dan sanski atas prestasi kinerja pembangunan dan anggaran daerah.
(7)
Pelaksanan Pemantauan dan Evaluasi Kinerja RKPD dan
APBD
ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah. BAB VII SINERGI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN Pasal 34 (1)
Sinergi perencanaan dan penganggaran APBN bertujuan untuk meningkatkan efektifitas, efesiensi dan keberlanjutan pencapaian sasaran-sasaran pembangunan nasional.
(2)
Sinergi
perencanaan
dan
penganggaran
dikordinasikan
oleh
Kementrian Perencanaan dengan melibatkan Kementrian Keuangan dan Kementrian/Lembaga. (3)
Sinergi perencanaan dan penganggaran dilakukan pada dokumen RPJMN, Renstra Kementrian/Lembaga, RKP,
Renja K/L serta
rencana kerja anggaran dan kementrian/lembaga (RKA K/L). (4)
Sinergi
perencanaan
dan
penganggaran
dilakukan
pada
saat
penyusunan rencana kerja pemerintah (RKP), penyusunan rencana kerja
anggaran
dan
kementrian/lembaga
(RKA-K/L)
serta
pembahasan rencana kerja pemerintah (RKP) dan rencana kerja anggaran dan kementrian/lembaga (RKA K/L) di DPR.
38
(5)
Dalam pelaksanaan sinergi perencanaan dan penganggaran APBN, sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dokumen Renstra K/L dan Renja K/L harus dievaluasi dan dikonsultasikan ke Kementrian Perencanaan agar sejalan dengan RPJMN maupun RKP.
(6)
Sinergi perencanaan dan penganggaran didasarkan pada indikator capaian kinerja, anggaran dan lokus program pada masing-masing dokumen perencanaan dan penganggaran, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) serta mempertimbangkan lintas sektoral dan lintas wilayah.
(7)
Perubahan dalam pembahasan indikator capaian kinerja, anggaran dan
lokus
program
mengakibatkan
pada
perubahan
dokumen
pada
dokumen
perencanaan
akan
penganggaran
dan
begitupula sebaliknya. (8)
Sinergi perencanaan dan penganggaran APBN mempertimbangkan keterkaitan dokumen
pencapaian RPJMD,
prioritas
baik
untuk
pembangunan Pemerintah
daerah
Provinsi
dalam
maupun
Pemerintah Kabupaten/Kota. (9)
Sinergi perencanaan dan penganggaran dilakukan dengan penentuan kerangka tahapan
waktu
yang
penyusunan
Penetapan,
dapat APBN,
Pelaksanaan,
menjamin baik
kesinambungan
Perencanaan,
Pelaporan,
setiap
Penganggaran,
Pertanggungjawaban
dan
Monitoring dan Evaluasi. (10) Tata cara sinergi perencanaan dan penganggaran disusun dalam peraturan pemerintah. Pasal 35 (1)
Sinergi perencanaan dan penganggaran APBD bertujuan untuk meningkatkan efektifitas, efesiensi dan keberlanjutan pencapaian sasaran-sasaran pembangunan daerah.
(2)
Sinergi perencanaan dan penganggaran dikoordinasikan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah serta melibatkan
Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah, dan Satuan Kerja Perangkat Daerah. (3)
Sinergi perencanaan dan penganggaran dilakukan pada dokumen RPJMD, Renstra SKPD, RKPD,
Renja SKPD serta rencana kerja
anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD).
39
(4)
Sinergi
perencanaan
dan
penganggaran
dilakukan
pada
saat
penyusunan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD), penyusunan rencana kerja anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) serta pembahasan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) dan rencana kerja anggaran dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA SKPD) di DPRD. (5)
Dalam pelaksanaan sinergi perencanaan dan penganggaran APBD, sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), dokumen Renstra SKPD dan Renja SKPD harus dievaluasi dan dikonsultasikan ke Bappeda agar sejalan dengan RJPMD maupun RKPD.
(6)
Sinergi perencanaan dan penganggaran didasarkan pada indikator capaian kinerja, anggaran dan lokus program pada masing-masing dokumen perencanaan dan penganggaran, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) serta mempertimbangkan lintas sektoral dan lintas wilayah.
(7)
Perubahan dalam pembahasan indikator capaian kinerja, anggaran dan
lokus
program
mengakibatkan
pada
perubahan
dokumen
pada
dokumen
perencanaan penganggaran
akan dan
begitupula sebaliknya. (8)
Sinergi perencanaan dan penganggaran APBD mempertimbangkan keterkaitan pencapaian prioritas pembangunan nasional dalam dokumen
RPJMN
maupun
RKP
serta
RPJMD
Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota. (9)
Sinergi perencanaan dan penganggaran dilakukan dengan penentuan kerangka tahapan
waktu
yang
penyusunan
Penetapan,
dapat APBD,
Pelaksanaan,
menjamin baik
kesinambungan
Perencanaan,
Pelaporan,
setiap
Penganggaran,
Pertanggungjawaban
dan
Monitoring dan Evaluasi. (10) Tata cara sinergi perencanaan dan penganggaran APBD disusun dalam peraturan pemerintah.
40
BAB VIII SINERGI APBN DAN APBD Pasal 36 (1)
Sinergi APBN dan APBD bertujuan untuk meningkatkan efektifitas, efesiensi
dan
keberlanjutan
pencapaian
sasaran-sasaran
pembangunan nasional dan sasaran pembangunan daerah di daerah. (2)
Sinergi APBN dan APBD dilakukan oleh Kementrian Perencanaan, Kementrian
Keuangan,
Kementrian
Dalam
Negeri
dan
Kementrian/Lembaga serta Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota (3)
Sinergi APBN dan APBD didasarkan atas dokumen RPJMN dengan RPJMD, RKP dengan RKPD, Renja K/L dengan Renja SKPD.
(4)
Dalam pelaksanaan sinergi APBN dan APBD Provinsi maka pada saat penyusunan rancangan RPJMD Provinsi harus dievaluasi dan dikonsultasikan ke Kementrian Perencanaan agar sejalan dengan RPJMN.
(5)
Dalam
pelaksanaan
sinergi
APBD
Provinsi
dan
APBD
Kabupaten/Kota maka pada saat penyusunan rancangan RPJMD Kabupaten/Kota
harus
dievaluasi
dan
dikonsultasikan
ke
Kementrian Dalam Negeri agar sejalan dengan RPJMN maupun RPJMD Provinsi. (6)
Dokumen-dokumen, sebagaimana disebutkan pada ayat (3) memuat paling sedikit indikator kinerja program, anggaran serta lokus program pada masing-masing daerah.
(7)
Sinergi APBN dan APBD dilakukan pada saat penyusunan rencana kerja pemerintah (RKP) dan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD), penyusunan rencana kerja anggaran dan kementrian/lembaga (RKA K/L), serta penyusunan APBD provinsi.
(8)
Pelaksanaan penyusunan dokumen diatas, sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam musyawarah pembangunan provinsi dan musyawarah pembangunan nasional serta pembahasan KUAPPAS.
(9)
Pembahasan sinergi APBN dan APBD pada Musrenbang dan pembahasan KUA-PPAS, sebagaimana disebutkan pada ayat (6) difokuskan
pada
pencapaian
indikator
kinerja
prioritas
41
pembangunan pada masing-masing wilayah sesuai kewenangan yang dimiliki oleh Kementrian/Lembaga maupun Pemeerintah Daerah. (10)
Sinergi APBN dan APBD didasarkan atas kerangka waktu yang dapat menjamin
kesinambungan
penyusunan,
penetapan
dan
pertanggungjawaban APBN dan APBD. (11)
Tata cara sinergi APBN dan APBD disusun dalam peraturan pemerintah. BAB IX KANTOR ANGGARAN PARLEMEN Pasal 37
(1)
DPR
dan
DPD
dalam
menjalankankan
tugasnya
dibidang
penganggaran dibantu oleh Kantor Anggaran Parlemen. (2)
Kantor Anggaran Parlemen merupakan lembaga profesional dan independen yang bertanggungjawab langsung ke pimpinan DPR dan DPD.
(3)
Kantor Anggaran Parlemen memberikan masukan dan saran secara objektif kepada DPD dan DPR dalam setiap tahapan penyusunan, pelaksanaan hingga pertanggungjawaban APBN.
(4)
Pengaturan lebih lanjut mengenai Kantor Anggaran Parlemen diatur dalam Tata Tertib DPR dan DPD.
BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 38 Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
42
Pasal 39 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, ketentuan peraturan perundang-undangan
yang
mengatur
mengenai
MPR,
DPR,
DPD,
Keuangan Negara, Perencanaan Pembangunan Nasional dan Pemeriksaan Keuangan Negara dan ketentuan undang-undang lainnya dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini atau tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini, kecuali UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 ayat (7), pasal 8, pasal 9, pasal 11 ayat (5), pasal 14 ayat (4), pasal 15 ayat (5), pasal 16 ayat (4), pasal 20 ayat (5), pasal 27 ayat (3),
UU N0. 25 Tahun 2004 pasal 23 ayat (1) dan ayat (2)
dinyatakan tidak berlaku. Pasal 40 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
Undang-Undang ini dengan
memerintahkan
pengundangan
penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia
Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN
REPUBLIK
INDONESIA, Ttd. Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Ttd.
43
PENJELASAN UNDANG-UNDANG NOMOR
TAHUN
TENTANG PENYUSUNAN, PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA (APBN) SERTA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)
I.
UMUM 1.
Dasar Pemikiran Dalam rangka
pengelolaan keuangan negara yang terbuka dan
bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana tujuan bernegara yang tertuang dalam UndangUndang Dasar 1945 maka disusun Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
memiliki
peran
penting
dan
sangat
strategis
dalam
mempengaruhi perekonomian, terutama dalam upaya mencapai target-target pembangunan nasional dan pembangunan daerah. Selama ini pengaturan penyusunan APBN dan APBD didasarkan atas Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD, UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara serta UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaaan Pengelolaan Keuangan Negara. tidak
dapat
Keberadaan peraturan perundangan tersebut
mengakomodir
situasi
yang
berkembang
pengelolaan keuangan negara di Republik Indonesia.
dalam
Berangkat
dari situasi tersebut maka sebagian ketentuan peraturan tersebut masih tetap berlaku sementara sebagian dari ketentuan tersebut diperkuat dengan adanya ketentuan yang lebih terpadu untuk APBN maupun APBD.
44
Hal ini sangat penting mengingat dalam kenyataannya target-target pembangunan nasional dan pembangunan daerah yang telah disusun sering tidak dapat terimplementasi secara optimal karena adanya
ketidaksinkronan
ketidaksinkronan
dalam
antara
penganggaran
baik
di
pemerintahan
daerah.
hal
pengaturan
perencanaan pemerintah Apalagi
dan/atau
pembangunan
pusat dengan
dan
maupun
dengan
semakin
kuatnya
permasalahan korupsi yang dilakukan pengelola negara, baik eksekutif dan legislatif maka dibutuhkan sistem perencanaan dan penganggaran
yang
lebih
transparan
dan
akuntabel
dalam
penyusunan hingga evaluasi APBN dan APBD.
2.
Hal-Hal Baru dan atau Perubahan Mendasar Dalam Ketentuan Penyusunan, Pelaksanaan,
Pertanggungjawaban APBN dan APBD
yang diatur dalam Undang-Udang ini. Hal-hal baru dan atau perubahan mendasar dalam ketentuan penyusunan, pelaksanaan, pertanggungjawaban APBN dan APBD yang diatur dalam undang-undang ini meliputi seluruh proses penyusunan
APBN
penganggaran,
dan
APBD
pembahasan
dan
mulai
dari
perencanaan,
penetapan,
pelaksanaan,
pelaporan, pertanggungjawaban hingga pemantauan dan evaluasi APBN.
UU
ini
pembahasan
juga
dan
pertanggungjawaban
memuat penetapan,
hingga
perencanaan,
penganggaran,
pelaksanaan,
pemantauan
dan
pelaporan,
evaluasi
APBD.
Selain itu juga terdapat penguatan sinergi perencanaan dan penganggaran
pada
APBN
penganggaran pada APBD.
dan
sinergi
perencanaan
dan
Terakhir, berkaitan dengan kerangka
waktu pada proses penyusunan APBN dan APBD sehingga terdapat sinergi antara APBN dan APBD. Undang-Undang ini juga telah menyesuaikan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi berkaitan dengan kewenangan penganggaran DPR yakni APBN yang disetujui oleh DPR terperinci sampai dengan unit
organisasi,
fungsi,
program,
serta
wilayah.
UU
ini
menghilangkan kegiatan dan jenis belanja sebagai komponen APBN 45
yang harus dibahas oleh DPR. Selain itu juga menguatkan peran DPD dalam memberikan pertimbangan dalam pembahasan dan penetapan
APBN
dalam
persidangan
APBN
serta
dukungan
keberadaan Kantor Anggaran Parlemen yang memberikan dukungan ke parlemen secara objektif dan independen sehingga pembahasan APBN
dapat
lebih
memperjuangkan
tujuan
peningkatan
Penyusunan,
Pelaksanaan,
kemakmuran rakyat. 3.
Pengertian
dan
Ruang
Lingkup
Pertanggungjawaban APBN dan APBD yang diatur dalam UndangUndang ini Pengertian dan ruang lingkup UU ini meliputi obyek, proses dan tujuan. Dari sisi Objek, APBN merupakan disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh
Dewan
pertimbangan
Perwakilan Dewan
Rakyat
Perwakilan
setelah
Daerah.
memperhatikan Sementara
APBD
merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dari sisi proses
APBN dan APBD meliputi proses perencanaan, penganggaran, pembahasan perubahan
dan APBN
penetapan, dan
pembahasan
APBD,
dan
pelaksanaan,
pertanggungjawaban, pemantauan dan evaluasi.
penetapan pelaporan,
Selain itu juga
diatur sinergi antara perencanaan dan penganggaran baik untuk APBN maupun APBD, serta sinergi antara APBN dan APBD. Dari sisi tujuan sebagai acuan bagi penyelenggara negara dalam perencanaan,
penganggaran,
pelaksanaan,
pelaporan
pembahasan
serta
dan
penetapan,
pertanggungjawaban
pemantauan dan evaluasi APBN dan APBD.
serta
Termasuk pula
memberikan kepastian hukum akan prosedur, penanggungjawab, serta dokumen APBN dan APBD yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. .
46
4.
Kekuaasan Atas Penyusunan, Pelaksanaan,
Pertanggungjawaban
APBN Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan APBN sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan tersebut meliputi kewenangan yang bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus. Untuk membantu Presiden, dalam penyelenggaran pengelolaan APBN, sebagian dari kekuasaan tersebut dilaksanakan oleh Menteri Keuangan, selaku pengelola kekayaan negara dan Wakil
Pemerintah
dalam
kepemilikan
kekayaan
negara
yang
dipisahkan. Kemudian dilaksanakan oleh Menteri Perencanaan, selaku
pengelola
perencanaan
pembangunan
nasional
dan
penganggarannya. Selanjutnya dilaksanakan oleh menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga
yang
dipimpinnya
dan
diserahkan
kepada
Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pembagian ini dalam rangka keterpaduan penyusunan hingga evaluasi APBN yang lebih jelas dan konsisten sehingga pembagian kewenangan dan tanggungjawab dapat dilaksanakan secara baik. Selain itu juga untuk mendorong mekanisme penyelangaraan negara yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme sehingga azas-azas
partisipasi,
transparansi
dan
akuntabilitas
dapat
terpenuhi dalam pengelolaan APBN. 5.
Tahapan APBN Tahapan APBN dimulai pada saat penyusunan rencana APBN yang disusun oleh Kementrian Perencanaan yang menyusun
arah
kebijakan
yang
fiskal
dan
prioritas
berpedoman pada RPJMN.
pembangunan
nasional
Selanjutnya arah kebijakan fiskal dan
prioritas pembangunan tersebut menjadi dasar penyusunan RKP. Dengan dasar RKP tersebut, disusun pagu indikatif K/L dan transfer daerah sebagai acuan penyusunan Renja RKPD.
Renja K/L maupun
Pada tingkat kementrian dilakukan singkronisasi 47
melalui trilateral meeting sementara dengan daerah dilakukan melalui Musrenbangnas. Hasil kesepakatan keduanya menjadi dasar pemerintah menetapkan RKP.
Pada proses ini Pemerintah
menyampaikan rancangan RKP dan pokok-pokok kebijakan fiskal kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya minggu ke 2 (dua) bulan Mei. Pada tahap penganggaran, prakiraan
kapasitas
Kementrian Keuangan menetapkan
fiskal
untuk
ketersediaan
anggaran
pembangunan tahun anggaran yang dituangkan dalam Pagu Indikatif,
Pagu
Anggaran
Kementerian/Lembaga
dan
dan
Pagu
Daerah.
Alokasi
untuk
Kementerian/Lembaga
menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian/Lembaga (RKA-K/L)
sesuai
dengan
pagu
anggaran
dan
selanjutnya
Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan melakukan penelahaan RKA-K/L untuk mensinkronkan antara perencanaan dan penganggaran. Pada proses ini selambat-lambatnya dilakukan Minggu ke 2 (dua) bulan Februari. Selanjutnya pada tahap pembicaraan pendahuluan APBN yang dilakukan di DPR dan DPD dimulai dari pemerintah mengajukan RKP dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal.
Selanjutnya DPR
melakukan serangkaian pembahasan dengan pemerintah melalui alat kelengkapan DPR, baik Fraksi, Komisi serta Badan Anggaran. Pada tahap ini DPD juga memberikan pertimbangan ke DPR dalam suatu rapat khusus.
Pembahasan di DPR ini juga dihadiri oleh
Kementrian Keuangan dan Kementrian Perencanaan.
Proses
selanjutnya, kesepakatan dalam pembicaraan pendahuluan APBN ini dituangkan dalam Surat Edaran tentang Pagu Anggaran oleh Kementrian Keuangan.
Kementrian/Lembaga menindaklanjutinya
dengan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang kemudian oleh Kementrian Perencanaan dan Kementrian Keuangan disingkronkan dengan Renja K/L dan RKP yang hasilnya menjadi bahan penyusunan Rancangan Undang-Undang APBN beserta Nota Keuangannya.
Pada
tahap
ini
kesepakatan
pembicaraan
pendahuluan ditetapkan selambat-lambatnya minggu ke 4 (empat) bulan Juni. 48
Tahap pembahasan dan penetapan APBN dimulai pada saat pemerintah saat Presiden menyampaikan Rancangan UndangUndang APBN beserta Nota Keuangannya kepada DPR dan DPD dalam sidang terbuka. serangkaian
Selanjutnya DPR juga melakukan
pembahasan
dengan
pemerintah
melalui
alat
kelengkapan DPR, baik Fraksi, Komisi serta Badan Anggaran. DPD juga memberikan pertimbangan ke DPR dalam suatu rapat khusus. Keberadaan Kantor Anggaran Parlemen turut membantu parlemen menyediakan bahan-bahan terkait pembahasan.
Pembahasan di
DPR ini juga dihadiri oleh Kementrian Keuangan dan Kementrian Perencanaan. Proses selanjutnya, kesepakatan dalam pembahasan APBN
ini
dituangkan
dalam
Undang-Undang
APBN
yang
ditindalanjuti oleh Kementrian Keuangan menerbitkan Surat Edaran tentang Pagu Alokasi berdasarkan hasil pembahasan dan penetapan APBN.
Selanjutnya Kementerian/Lembaga menyempurnakan RKA-
KL dengan mengacu pada RKP, Renja K/L dan Pagu Alokasi serta hasil kesepatan antara DPR, DPD dan Pemerintah. akhir
Menteri
Keuangan,
Menteri
Pada tahap
Perencanaan
dan
Kementerian/Lembaga melakukan pertemuan tiga pihak untuk menjaga
sinkronisasi
dan
konsistensi
perencanaan
penganggaran hasil pembahasan dan penetapan APBN.
dan
Penetapan
APBN paling lambat 3 bulan sebelum dimulainya pelaksanaan APBN pada 1 Januari tahun direncanakan. Proses yang sama juga terjadi pada pembahasan dan penetapan APBN Perubahan.
Hanya saja
penetapan APBN Perubahan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum masa tahun anggaran berakhir. Pada tahap pelaksanaan, Kementrian Keuangan menyusun rincian APBN sesuai Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga dalam sebuah Keputusan Presiden. Selanjutnya Menteri Keuangan menyusun dan menetapkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran untuk selanjutnya diserahkan kepada Kementerian/Lembaga sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Sementara pada tahap pelaporan
dalam bentuk laporan realisasi pelaksanaan APBN semester 1 (satu) dan prognosis 6 (enam) bulan berikutnya, dibahas oleh DPR melalui Badan Anggaran.
DPD juga memberikan pertimbangan atas 49
laporan tersebut.
Hasil pembahasan laporan realisasi APBN
menjadi bahan masukan DPR dan Pemerintah dalam pembahasan RUU
Pertanggungjawaban
atas
Pelaksanaan
APBN.
Laporan
realisasi disampaikan paling lambat 1 bulan setelah berakhirnya pelaksanaan anggaran selama 1 (satu) semester. Pada
proses
selanjutnya
yakni
pembahasan
laporan
pertanggungjawaban APBN dimana pemerintah menyampaikan RUU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN ke DPR.
Laporan ini
juga disampaikan ke BPK untuk pemeriksanaan lebih lanjut dan hasilnya
diserahkan
ke
serangkaian
pembahasan
kelengkapan
DPR,
baik
DPR.
Selanjutnya
dengan Fraksi,
pemerintah Komisi,
DPR
melakukan
melalui
Badan
alat
Akuntabilitas
Keuangan Negara serta Badan Anggaran. Pada tahap ini DPD juga memberikan pertimbangan ke DPR dalam suatu rapat khusus. Laporan ini setelah dibahas dan ditetapkan selanjutnya dituangkan dalam UU Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN yang ditetapkan ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah disampaikan Pemerintah. Terakhir berkaitan dengan pemantauan dan evaluasi APBN dimana tahapan awal pemantauan dan evaluasi secara internal dilakukan oleh
Kementrian/Lembaga.
Kementrian
Perencanaan
Hasilnya dan
ditindaklanjuti
Kementrian
Keuangan
oleh atas
pelaksanaan kinerja pembangunan dan kinerja anggaran serta pemberian “rewards and punishment”. evaluasi
dijadikan
bahan
bagi
Hasil pemantauan dan
penyusunan
Rencana
Kerja
Pemerintah dan APBN periode berikutnya
6.
Tahapan APBD Pada tahap perencanaan APBD dimulai saat Bappeda menyusun arah kebijakan dan prioritas pembangunan daerah untuk satu tahun mendatang yang didasarkan atas RPJMD serta RKP.
Arah
kebijakan dan prioritas pembangunan daerah tersebut kemudian dituangkan dalam rancangan awal RKPD yang menjadi dasar 50
penyusunan Rencana Kerja Satuan
Kerja Perangkat
Daerah.
Penyampaian pagu indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah disampaikan paling lambat Minggu ke 4 (empat) bulan Maret. Keuangan
Proses berikutnya Bappeda dan Pejabat Pengelola
Daerah
(PPKD)
serta
Sekretariat
Daerah
(Sekda)
menetapkan pagu indikatif SKPD untuk disampaikan kepada SKPD. SKPD menyusun Renja SKPD sesuai dengan pagu indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang kemudian dibahas dalam pertemuan pertemuan pihak yakni SKPD, Bappeda, PPKD dan Sekda. Hasil pertemuan tersebut disingkronisasi dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah dan hasilnya disempurnakan oleh Bappeda dan SKPD, baik untuk RKPD maupun Renja SKPD. Pada proses selanjutya yakni penganggaran APBD dimana
PPKD
menetapkan prakiraan kapasitas fiskal daerah untuk ketersediaan anggaran pembangunan yang
dituangkan dalam Pagu Indikatif,
Pagu Anggaran dan Pagu Alokasi untuk SKPD.
Setelah melalui
pembahasan antara Bappeda dan PPKD selanjutnya Kepala Daerah menerbitkan Surat Edaran perihal pedoman penyusunan RKA-SKPD dan
RKA-PPKD
(Pejabat
Penatausahaan
Keuangan
Daerah).
Berdasarkan surat edaran tersebut kemudian, SKPD
menyusun
Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD).
RKA-SKPD
tersebut kemudian ditelaah oleh Bappeda dan PPKD untuk singkronisasi
perencanaan
dan
penganggaran.
Proses
penganggaran ini selambat-lambatnya dimulai Minggu ke 4 (empat) bulan Februari. Proses selanjutnya yakni pembahasan pembicaraan pendahuluan APBD Peraturan Kepala Daerah tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan Kebijakan Umum Anggaran - Prioritas Plafon Anggaran Sementara
(KUA-PPAS)
kepada
DPRD.
DPRD
melakukan
serangkaian proses pembahasan, baik oleh fraksi, komisi terkait dan Badan Anggaran DPRD.
Hasil keputusan bersama antara
pemerintah daerah dan DPRD tentang RKPD dan KUA-PPAS ditetapkan selambat-lambatnya minggu ke 4 (empat) bulan Juli. Hasil keputusan tersebut dituangkan dalam surat keputusan pagu 51
anggaran yang dijadikan dasar bagi SKPD untuk menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD. RKA-SKPD tersebut ditelaah oleh Bappeda dan PPKD untuk disingkronisasi dengan RKPD dan Renja SKPD. Hasil RKA-SKPD tersebut kemudian dibahas kembali dan diputuskan bersama dengan DPRD yang
paling lambat
dilakukan minggu ke 4 (empat) pada bulan Agustus. Pada proses pembahasan dan penetapan APBD dimulai pada saat Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan Daerah
Rancangan Peraturan
dan Dokumen APBD secara rinci kepada DPRD
lambat Minggu 1 (pertama) bulan Oktober.
paling
Proses berikutnya
dibahas oleh DPRD, melalui alat kelengkapannya seperti fraksi, komisi terkait maupun Badan Anggaran DPRD.
Berdasarkan hasil
pembahasan dan keputusan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD maka dituangkan Draft Final Rancangan Perda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) rincian APBD yang ditetapkan paling lambat pada 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan.
Kedua draft tersebut disampaikan
kepada Menteri Dalam Negeri dan Gubernur untuk dievaluasi. Hasil evaluasi
menjadi
bahan
masukan
untuk
dibahas
kembali
pemerintah daerah dan DPRD yang kemudian ditetapkan menjadi Perda tentang APBD dan Perkada tentang Penjabaran APBD paling lambat
akhir
Desember.
Proses
selanjutnya
SKPD
menyempurnakan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
serta
selanjutnya Bappeda, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dan SKPD serta Sekretariat Daerah melakukan pertemuan empat pihak untuk menjaga sinkronisasi dan konsistensi perencanaan dan penganggaran hasil pembahasan dan penetapan APBD.
Hal yang
sama juga dalam proses penyusunan APBD Perubahan dimana penetapan APBD Perubahan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum masa tahun anggaran berakhir. Selanjutnya
pada
proses
pelaksanaan
APBD
menyusun rincian APBD sesuai RKA SKPD. PPKD
menyusun
Dokumen
Pelaksanaan
dimana
PPKD
Proses selanjutnya Anggaran
(DPA)
berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD dan Perkada mengenai rincian APBD.
Dokumen DPA tersebut diserahkan 52
kepada SKPD untuk dilaksanakan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Pada proses pelaporan, dilakukan
dalam bentuk
laporan realisasi pelaksanaan APBN semester 1 (satu) dan prognosis 6 (enam) bulan berikutnya yang kemudian dibahas oleh Badan Anggaran DPRD.
Hasil pembahasan laporan tersebut menjadi
bahan masukan DPRD dan Pemerintah Daerah dalam pembahasan Raperda Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBD. Laporan realisasi disampaikan paling lambat 1 bulan setelah berakhirnya pelaksanaan anggaran selama 1 (satu) semester. Tahapan
selanjutnya
yakni
pembahasan
laporan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBD dimana pemerintah daerah menyampaikan Perda Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBD ke DPRD.
Laporan ini juga disampaikan ke BPK untuk
pemeriksanaan lebih lanjut dan hasilnya diserahkan ke DPRD. Selanjutnya DPR melakukan serangkaian pembahasan dengan pemerintah daerah melalui
alat kelengkapan DPRD, baik Fraksi,
Komisi, serta Badan Anggaran DPRD. ditetapkan
selanjutnya
dituangkan
Setelah dibahas dan dalam
Perda
Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBD yang ditetapkan ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah disampaikan Pemerintah Daerah. Tahapan terakhir
berkaitan dengan pemantauan dan evaluasi
APBD dimana tahapan awal pemantauan dan evaluasi secara internal dilakukan oleh SKPD.
Hasilnya ditindaklanjuti oleh
Bappeda dan PPKD atas pelaksanaan kinerja pembangunan dan kinerja anggaran serta pemberian “rewards and punishment”. Hasil pemantauan dan evaluasi dijadikan bahan bagi penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan APBD periode berikutnya. 7.
Sinergi Perencanaan dan Penganggaran APBN Sinergi perencanaan dan penganggaran APBN bertujuan untuk meningkatkan efektifitas, efesiensi dan keberlanjutan pencapaian sasaran-sasaran pembangunan nasional yang dikordinasikan oleh Kementrian Perencanaan dengan melibatkan Kementrian Keuangan 53
dan
Kementrian/Lembaga.
Sinergi
dilakukan
pada
saat
penyusunan dokumen RPJMN, Renstra Kementrian/Lembaga, RKP, Renja K/L serta rencana kerja anggaran dan kementrian/lembaga (RKA K/L). Dalam prosesnya, dokumen Renstra K/L dan Renja K/L harus dievaluasi dan dikonsultasikan ke Kementrian Perencanaan agar
sejalan
dengan
RPJMN
maupun
RKP.
Fokus
sinergi
didasarkan pada indikator capaian kinerja, anggaran dan lokus program wilayah daerah. baik
dengan serta
mempertimbangkan lintas sektoral dan lintas
keterkaitan
pencapaian
prioritas
pembangunan
Kerangka waktunya sesuai tahapan penyusunan APBN,
Perencanaan,
Penganggaran,
Penetapan,
Pelaksanaan,
Pelaporan, Pertanggungjawaban dan Monitoring dan Evaluasi. 8.
Sinergi Perencanaan dan Penganggaran APBD Sinergi perencanaan dan penganggaran APBD dikoordinasikan oleh Badan
Perencanaan
Pembangunan
Daerah
serta
melibatkan
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, dan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Sinergi perencanaan dan penganggaran dilakukan pada penyusunan dokumen RPJMD, Renstra SKPD, RKPD, Renja SKPD serta rencana kerja anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKASKPD). Secara khsusus dokumen Renstra SKPD dan Renja SKPD harus dievaluasi dan dikonsultasikan ke Bappeda agar sejalan dengan RJPMD maupun RKPD. Sinergi didasarkan pada indikator capaian kinerja, anggaran dan lokus program mempertimbangkan lintas sektoral dan lintas wilayah dan keterkaitan pencapaian prioritas pembangunan nasional dalam dokumen RPJMN maupun RKP
serta
RPJMD
Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota.
Kerangka waktunya disesuaikan dengan tahapan penyusunan APBD, baik Perencanaan, Penganggaran, Penetapan, Pelaksanaan, Pelaporan, Pertanggungjawaban dan Monitoring dan Evaluasi 9.
Sinergi APBN dan APBD Sinergi APBN dan APBD bertujuan untuk meningkatkan efektifitas, efesiensi
dan
keberlanjutan
pencapaian
sasaran-sasaran
pembangunan nasional dan sasaran pembangunan daerah di 54
daerah yang dilakukan oleh Kementrian Perencanaan, Kementrian Keuangan, Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian/Lembaga serta Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota.
Dokumen yang
disinergikan dokumen RPJMN dengan RPJMD, RKP dengan RKPD, Renja K/L dengan Renja SKPD.
Fokus sinergi pada indikator
kinerja program, anggaran serta lokus program pada masing-masing daerah yang dilakukan dalam musyawarah pembangunan provinsi dan musyawarah pembangunan nasional serta pembahasan KUAPPAS serta setiap tahapan penyusunan APBN dan APBD.
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Lembaga negara lainnya seperti Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung dan lain sebagainya Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 7 Huruf (j) Kecuali yang diatur sendiri oleh peraturan perundangan lain berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh Kementrian/Lembaga dalam memungut penerimaan negara yang diatur dalam Peraturan Menteri Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas
55
Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Regional Bruto daerah yang bersangkutan. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Regional Bruto daerah yang bersangkutan. Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Ayat (5) Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu programdan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang bersifat personil (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan untuk menghasilkan keluaran dalam bentuk barang/jasa. Inisiatif baru merupakan program/outcome/kegiatan/output baru yang membawa konsekuensi dibutuhkannya penambahan anggaran atau
perubahan
baseline.
Inisiatif
penambahan volume target. penambahan
target
baru
baru
juga
merupakan
Selain itu inisiatif baru berupa
yang
bersifat
percepatan,
sehingga
membutuhkan penambahan anggaran tetapi pagu baseline jangka menengah awal tidak boleh berubah.
Semua inisiatif baru diatas
56
harus sesuai dengan Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan Nasional yang ditetapkan Presiden di awal tahun berjalan. Ayat (7) Penyampaian pagu indikatif daerah dimaksudkan agar daerah memiliki informasi yang cukup dan tepat waktu sehingga memiliki arah yang lebih jelas dalam menyusun perencanaan di daerah Pasal 16 Ayat (5) Pagu Indikatif,
Pagu Anggaran dan Pagu Alokasi kementerian/
dirinci menurut unit daerah (wilayah) dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan
bagi
kementrian/lembaga
lain
agar
terjadi
singkronisasi perencanaan dan penganggaran antar sektor pada suatu daerah (wilayah). Selain itu juga terjadi sinergi perencanaan dan penganggaran antara pemerintah pusat dan daerah sehingga daerah dapat menyusun program dan kegiatan yang lebih sinergis sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Daerah (wilayah) yang dimaksud adalah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Ayat (7) Penelaahan RKA-KL untuk melihat kesesuaian antara indikator capaian yang ada di RKA-KL dengan indikator RKP serta melihat arah pencapaian kinerja pada masing-masing Kementrian Lembaga Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Ayat (2) Perubahan asumsi ekonomi makro yang sangat signifikan berupa prognosis; (a) penurunan pertumbuhan ekonomi, minimal 1% (satu persen) di bawah asumsi yang telah ditetapkan;dan/atau (b) deviasi asumsi ekonomi makro lainnya minimal 10% (sepuluh persen) dari asumsi yang telah ditetapkan. Sementara erubahan postur APBN yang sangat signifikan berupa prognosis; (a) penurunan penerimaan perpajakan minimal 10% (sepuluh persen) dari pagu yang telah ditetapkan;
(b)
kenaikan
atau
penurunan
belanja
kementerian/lembaga minimal 10% (sepuluh persen) dari pagu yang telah ditetapkan; (c) kebutuhan belanja yang bersifat mendesak dan belum tersedia pagu anggarannya; dan/atau; (d) kenaikan defisit 57
minimal 10% (sepuluh persen) dari rasio defisit APBN terhadap produk domestik bruto (PDB) yang telah ditetapkan. Pasal 20 Ayat (4) Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran, yang selanjutnya disebut DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA, adalah suatu dokumen
pelaksanaan
anggaran
yang
dibuat
oleh
menteri/pimpinan lembaga serta disahkan oleh Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dokumen pelaksanaan pendanaan kegiatan serta dokumen pendukung kegiatan akuntansi pemerintah. Pasal 21 Ayat( 3) Laporan Realisasi Anggaran selain menyajikan realisasi pendapatan dan belanja. Pasal 22 Ayat( 5) Pemeriksaan
oleh
Badan
Pemeriksa
Keuangan
diselesaikan
selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari Pemerintah Pusat. Ayat (6) Laporan Realisasi Anggaran selain menyajikan realisasi pendapatan dan belanja, juga menjelaskan prestasi kerja setiap kementerian negara/lembaga Pasal 23 Ayat ( 2) Evaluasi dilaksanakan berdasarkan pencapaian kinerja dapat dilakukan dengan pendekatan performance base budgeting yang disesuaikan
dengan
indikator
kinerja
utama
masing-masing
kementrian/lembaga Ayat ( 6) Rewards and Punishment berkaitan dengan penyesuaian anggaran, baik penambahan dan pengurangan, pada APBN periode berikutnya pada masing-masing Kementrian/Lembaga pelaksana APBN Pasal 24 Cukup jelas 58
Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 32 Ayat (1) Pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari Pemerintah Daerah. Laporan Realisasi Anggaran selain menyajikan realisasi pendapatan dan belanja, juga menjelaskan prestasi kerja satuan kerja perangkat daerah. Apabila dalam waktu 2 (dua) bulan tidak memberikan pertimbangan yang diminta,
Badan
Pemeriksa
Keuangan
dianggap
menyetujui
sepenuhnya standar akuntansi pemerintahan yang diajukan oleh Pemerintah Pasal 33 Ayat (6) Penghargaan dan Sanksi berkaitan dengan penyesuaian anggaran, baik penambahan dan pengurangan, pada APBD periode berikutnya pada masing-masing SKPD pelaksana APBD Pasal 34 Ayat (6) Lokus program adalah wilayah lokasi program dan kegiatan yang direncanakan dan dianggarkan oleh Kemetrian/Lembaga dalam dokumen
Renja
K/L
maupun
RKA-K/L.
Lintas
sektoral
memperhatikan sinergi perencanaan antar sektor yang disusun oleh Kementrian/Lembaga sesuai dengan Buku II RPJMN.
Lintas 59
wilayah memperhatikan sinergi perencanaan antar wilayah sesuai dengan Buku III RPJMN dengan mempertimbangan dokumen perencanaan daerah provinsi dan kabupaten/kota. Ayat (7) Indikator
capaian
kinerja
prioritas
pembangunan
merupakan
indikator yang tertuang prioritas-prioritas pembangunan yang ada dalam dokumen RPJMN dan RKP serta RPJMD dan RKPD. Misalnya
dalam
prioritas
pembangunan
pendidikan
maka
didalamnya berisi indikator kinerja seperti angka melek huruf, angka partisipasi pendidikan dan lain sebagainya. Ayat (9) Kerangka waktu tersebut didasarkan atas Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework)
yang
disusun oleh Kementrian Perencanaan, Kementrian Keuangan dan Kementrian/Lembaga Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Kantor Anggaran Parlemen memberikan hasil analisis periodik maupun atas permintaan anggota parlemen berkaitan dengan Anggaran
Pendapatan
dan
Belanja
Negara
sesuai
tahapan
penyusunan, pelaksanaan, hingga evaluasi secara independen dan objektif.
Independen yakni tanpa memihak salah satu fraksi dan
atau pihak-pihak tertentu yang ada di parlemen. Objektif dilakukan melalui kaidah-kaidah ilmiah dan akademis. Pasal 38 Cukup jelas Pasal 39 Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pelaksanaan Undang-undang ini sudah harusselesai selambat-lambatnya dalam waktu
1
(satu)
tahun.
Pelaksanaan
penataan
dimulai
sejak
ditetapkannya Undang-undang ini dan sudah selesai dalam waktu 2 (dua) tahun.
60
Pasal 40 Cukup jelas LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
NOMOR
61