PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL, DAN PENATAAN PASAR MODERN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang
: a. bahwa tujuan utama otonomi daerah adalah untuk mempercepat tercapainya kesejahteraan masyarakat terutama sektor perekonomian dengan mengedepankan prinsip kerja sama dan kekeluargaan; b. bahwa pasar merupakan salah satu pusat perekonomian kerakyatan yang harus mendapat perhatian agar dapat tumbuh dan berkembang untuk mendukung tercapainya kesejahteraan rakyat; c.
bahwa selain pasar tradisional, di Kalimantan Selatan Pasar Modern mengalami perkembangan yang cukup pesat;
d. bahwa agar Pasar Tradisional dan Pasar Modern dapat berkembang secara serasi, seimbang, dan saling menguntungkan, perlu dilakukan perlindungan dan pemberdayaan terhadap Pasar Tradisional serta penataan bagi Pasar Modern; e.
Mengingat
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Perlindungan, Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern di Provinsi Kalimantan Selatan;
: 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 Jo. UndangUndang Nomor 21 Tahun 1957 antara lain mengenai Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Kalimantan Selatan sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1106); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3817);
-23.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739); Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866); Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355); Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
-314. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4742); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5404); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 44); 19. Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal; 20. Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal; 21. Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern; 22. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/MDag/Per/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern; 23. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 48/MDAG/PER/8/2013 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Distribusi Perdagangan;
-424. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2008 Nomor 6) sebagaimana diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Selatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2012 Nomor 1); Dengan persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN dan GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN Menetapkan
:
MEMUTUSKAN: PERATURAN DAERAH TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL, DAN PENATAAN PASAR MODERN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan. 4. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. 5. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota di wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. 6. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Kalimatan Selatan. 7. Perlindungan adalah segala upaya pemerintah daerah dalam melindungi pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi dari persaingan yang tidak sehat dengan pasar modern, sehingga tetap eksis dan mampu berkembang menjadi lebih baik sebagai layaknya suatu usaha. 8. Pemberdayaan adalah segala upaya pemerintah daerah dalam memberdayakan pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi agar tetap eksis dan mampu berkembang menjadi suatu usaha yang lebih berkualitas baik dari aspek manajemen dan fisik/ tempat agar dapat bersaing dengan pasar modern. 9. Penataan adalah segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengatur dan menata keberadaan dan pendirian pasar modern di suatu daerah, agar tidak merugikan dan mematikan pasar tradisional, usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi yang ada.
-510. Pasar adalah area tempat jual beli barang dan atau tempat bertemunya penjual dan pembeli dengan jumlah penjual lebih dari satu, baik yang disebut sebagai pasar tradisional maupun pasar modern dan/atau pusat perbelanjaan, pertokoan, perdagangan maupun sebutan lainnya. 11. Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah daerah, swasta, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah termasuk kerja sama dengan swasta berupa tempat usaha yang berbentuk toko, kios, los, dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil menengah, koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan melalui proses jual beli barang dagangan dengan tawar-menawar. 12. Pasar Modern adalah pasar yang pengelolaannya dilaksanakan secara modern, dan mengutamakan pelayanan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada di satu tangan, bermodal relatif kuat, dan dilengkapi label harga yang pasti. 13. Kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah dan usaha besar disertai dengan pembinaan dan pengembangan yang dilakukan oleh penyelenggara usaha menengah dan usaha besar, dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan.
BAB II RUANG LINGKUP, ASAS, DAN TUJUAN Pasal 2 Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Daerah ini meliputi: a. penggolongan Pasar; b. Perlindungan Pasar Tradisional; c. Pemberdayaan Pasar Tradisional; d. Penataan Pasar Modern; dan e. Pembinaan dan pengawasan. Pasal 3 Penyelenggaraan Perlindungan, Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern dilaksanakan berdasarkan asas: a. kemanusian; b. keadilan; c. kesamaan kedudukan; d. kemitraan; e. ketertiban dan kepastian hukum; f. kelestarian lingkungan; g. kejujuran usaha; dan h. persaingan sehat. Pasal 4 Perlindungan, pemberdayaan pasar tradisonal dan penataan pasar modern, bertujuan untuk : a. melindungi dan memberdayakan pasar tradisional; b. mengatur pendirian pasar modern;
-6c. mewujudkan sinergi dan menjamin terselenggaranya kemitraan antara pelaku usaha pasar tradisional dan pelaku usaha pasar modern; dan d. mendorong terciptanya partisipasi dan kemitraan publik serta swasta dalam penyelenggaraan usaha perpasaran di Daerah. BAB III PENGGOLONGAN PASAR TRADISIONAL DAN PASAR MODERN Bagian Kesatu Pasar Tradisional Pasal 5 Berdasarkan fasilitas yang dimiliki Pasar Tradisional diklasifikasikan menjadi: a. pasar tipe A; b. pasar tipe B; c. pasar tipe C; d. pasar tipe D; dan e. pasar tipe E. Pasal 6 Berdasarkan pengelolaanya, Pasar pengelolaannya meliputi : a. pasar provinsi; b. pasar kabupaten/kota; dan c. pasar desa.
Tradisional
diklasifikasikan
menjadi:
Pasal 7 Usaha-usaha Pasar Tradisional dapat digolongkan menjadi beberapa bentuk, yaitu: a. pasar lingkungan; b. pasar desa; c. pasar tradisional kota; d. pasar khusus; dan e. pasar tradisional lainnya. Bagian Kedua Pasar Modern Pasal 8 (1) Pasar modern terdiri atas: a. pusat perbelanjaan dan sejenisnya; dan b. toko modern. (2) Pusat perbelanjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan secara vertikal maupun horizontal, yang dijual atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan barang, seperti mall, supermall, plaza, dan sebagainya. (3) Toko modern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran.
-7(4) Toko modern sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas: a. minimarket; b. supermarket; c. department store; d. hypermarket; atau e. grosir yang berbentuk perkulakan. Pasal 9 Batasan luas lantai penjualan toko modern ditentukan sebagai berikut: a. minimarket, kurang dari 400 m2 (empat ratus meter per segi); b. supermarket, 400 m2 (empat ratus meter per segi) sampai dengan 5.000 m2 (lima ribu meter per segi); c. hypermarket, diatas 5.000 m2 (lima ribu meter per segi); d. department store, diatas 400 m2 (empat ratus meter persegi); dan e. perkulakan, diatas 5.000 m2 (lima ribu meter per segi). Pasal 10 Sistem penjualan dan jenis barang dagangan toko modern ditentukan sebagai berikut: a. minimarket, supermarket dan hypermarket menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk makanan dan produk rumah tangga lainnya; b. department store menjual secara eceran barang konsumsi utamanya produk sandang dan perlengkapannya dengan penataan barang berdasarkan jenis kelamin dan/atau tingkat usia konsumen; dan c. perkulakan menjual secara grosir barang konsumsi. BAB IV PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL Bagian Kesatu Perlindungan Pasar Tradisional Paragraf 1 Pendirian Pasal 11 (1) Pendirian Pasar Tradisional dapat dilakukan oleh: a. pemerintah; b. Pemerintah Daerah; c. swasta; atau d. badan usaha milik daerah. (2) Pendirian Pasar Tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan kerja sama berdasarkan prinsip kemitraan dengan: a. perorangan; b. kelompok masyarakat; c. badan usaha; atau d. koperasi.
-8Pasal 12 (1) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban memberikan perlindungan Pasar Tradisional dan pelaku usaha yang ada di dalamnya. (2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi aspek: a. lokasi usaha; b. kepastian hukum; dan c. persaingan usaha. Pasal 13 (1)
(2) (3)
Pendirian Pasar Tradisional harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan Pasar Tradisional lainnya, Pasar Modern serta usaha kecil termasuk koperasi yang ada di wilayah yang bersangkutan; b. menyediakan fasilitas yang menjamin Pasar Tradisional yang bersih, sehat (higienis), aman, tertib dan ruang publik yang nyaman; c. menyediakan areal parkir; dan d. melakukan pembagian blok tempat usaha sesuai penggolongan jenis barang dagangan, dengan kelengkapan dan kecukupan sistem pendanaan, penerangan, dan sirkulasi udara baik buatan maupun alami. Ketentuan luas areal parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Penyediaan areal parkir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan berdasarkan kerjasama antara pengelola Pasar Tradisional dengan pihak lain. Pasal 14
Lokasi pendirian Pasar Tradisional wajib mengacu pada rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, dan rencana detail tata ruang kabupaten/kota, termasuk peraturan zonasinya. Pasal 15 Pasar Tradisional dapat berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lokal atau jalan lingkungan pada kawasan pelayanan bagian Kabupaten/Kota atau lokal atau lingkungan (perumahan) dalam Kabupaten/Kota. Paragraf 2 Kewajiban Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota Pasal 16 (1) Dalam rangka perlindungan Pasar Tradisional, Pemerintah daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban: a. memberikan prioritas/jaminan kesempatan untuk memperoleh tempat usaha bagi pedagang pasar tradisional yang telah ada dalam hal dilakukan renovasi atau relokasi;
-9b. menjamin keberadaan Pasar Tradisional yang mempunyai nilai sejarah, pariwisata, dan kekhasan daerah di Daerah; dan c. melakukan pembinaan terhadap pelaku usaha sektor informal agar tidak mengganggu keberlangsungan dan ketertiban Pasar Tradisional. (2) Prioritas/jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam bentuk pemberian fasilitas tempat yang sesuai dan proporsional. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian prioritas/jaminan sebagai dimaksud pada ayat (2) diatur oleh pemerintah kabupaten/kota. Pasal 17 (1) Pasar Tradisional di Daerah yang memiliki nilai sejarah, pariwisata, dan kekhasan daerah tidak dapat diubah menjadi pasar modern. (2) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam rangka perbaikan dan/atau pengembangan. Bagian Kedua Pemberdayaan Pasar Tradisional Pasal 18 Dalam rangka pemberdayaan Pasar Tradisional, Pemerintah daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban: a. mengupayakan sumber alternatif pendanaan untuk pemberdayaan Pasar Tradisional sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan melakukan pembinaan dan meningkatkan kompetensi pedagang dan pengelola pasar trasidional; b. memberikan subsidi dan permodalan kepada pedagang; c. menjaga kesinambungan dan subsidi khusus untuk Pasar Tradisional yang memiliki nilai historis dan kekhasan daerah; d. meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pasar; e. mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; f.
mendorong pembangunan pusat distribusi provinsi; dan
g. memfasilitasi pembentukan wadah atau asosiasi pedagang sebagai sarana memperjuangkan hak dan kepentingan pedagang. Pasal 19 (1)
Pengelolaan Pasar Tradisional dilakukan oleh lembaga/instansi tertentu secara mandiri.
(2)
Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi seluruh aspek, termasuk pengelolaan parkir dan pengelolaan kebersihan.
-10BAB V PENATAAN PASAR MODERN Pasal 20 (1)
(2)
(3) (4)
Pendirian Pasar Modern harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan pasar tradisional, usaha kecil, dan usaha menengah yang ada di wilayah yang bersangkutan; b. menyediakan fasilitas yang menjamin pasar modern yang bersih, sehat, hygienis, aman, tertib dan ruang publik yang nyaman; c. menyediakan fasilitas tempat usaha bagi usaha kecil dan menengah, pada posisi yang saling menguntungkan; d. menyediakan fasilitas parkir kendaraan bermotor dan tidak bermotor yang memadai di dalam area bangunan; dan e. menyediakan sarana pemadam kebakaran dan jalur keselamatan bagi petugas maupun pengguna pasar modern dan toko modern. Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pendirian Pasar Modern harus: a. memperhatikan jarak dengan pasar tradisional dan pasar modern lainnya; dan b. memenuhi syarat pendirian bangunan terutama berkaitan dengan lingkungan hidup. Ketentuan mengenai jarak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diatur oleh Bupati/Walikota. Syarat pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c ditetapkan sebagai berikut: a. perencanaan pembangunan harus didahului dengan studi mengenai dampak lingkungan; b. dokumen rencana rincian teknis harus mengacu pada ketentuan intensitas bangunan sebagaimana tercantum dalam dokumen rencana umum tata ruang dan rencana detail tata ruang kabupaten/kota; c. mempunyai izin gangguan dari Bupati/Walikota; dan d. selama proses pembangunan tidak menimbulkan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat sekitar. Pasal 21
Lokasi pendirian Pasar Modern wajib mengacu pada rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, dan rencana detail tata ruang kabupaten/kota, termasuk peraturan zonasinya. Pasal 22 Lokasi pendirian Pasar Modern ditentukan sebagai berikut: a. perkulakan hanya dapat berlokasi pada akses sistem jaringan jalan arteri atau kolektor primer atau arteri sekunder. b. pusat perbelanjaan dan hypermarket: 1. hanya dapat berlokasi pada akses jaringan jalan arteri atau kolektor; 2. dilarang berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan di dalam kota/perkotaan; dan
-11-
c.
d.
3. pendiriannya diarahkan pada daerah pinggiran dan atau daerah baru dengan memperhatikan keberadaan pasar tradisional sehingga menjadi pusat pertumbuhan baru bagi daerah yang bersangkutan; supermarket dan departemen store: 1. dilarang berlokasi pada sistem jaringan jalan lingkungan; 2. dilarang berada pada kawasan pelayanan lingkungan di dalam kota/perkotaan. Minimarket dapat berlokasi pada setiap jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam kota/perkotaan dengan syarat dalam satu lingkungan pemukiman, paling banyak 2 (dua) minimarket dengan jarak paling dekat 500 meter. Pasal 23
(1)
Pasar Modern dapat berada di satu lokasi dengan Pasar Tradisional.
(2)
Pasar Modern yang berada satu lokasi dengan Pasar Tradisional harus dikelola berdasarkan konsep kemitraan. BAB VI KEWAJIBAN DAN LARANGAN Pasal 24
Setiap penyelenggara usaha Pasar Tradisional dan Pasar Modern mempunyai kewajiban antara lain: a. meningkatkan mutu pelayanan dan menjamin kenyamanan konsumen; b. menjaga keamanan dan ketertiban tempat usaha; c. memelihara kebersihan, keindahan lokasi dan kelestarian lingkungan tempat usaha; dan d. menaati ketentuan mengenai tata cara pemasokan barang kepada toko modern yang diatur dalam perundang-undangan. Pasal 25 Setiap penyelenggara usaha Pasar Modern wajib: a.
menjalin kemitraan dengan pengusaha mikro, kecil dan menengah sesuai ketentuan perundang-undangan;
b.
menyediakan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari kapasitas tempat usaha dan komoditi untuk pengusaha mikro, kecil dan menengah lokal.
c.
mengutamakan penjualan produk lokal Daerah; dan
d.
menyisihkan sebagian keuntungannya kepada masyarakat lingkungan sekitar sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan ke masyarakat dalam kegiatan pembangunan kemasyarakatan. Pasal 26
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Tradisional dan Pasar Modern diatur oleh Bupati/Walikota.
-12Pasal 27 Setiap penyelenggara Pasar Tradisonal dan Pasar Modern dilarang: a. melakukan penguasaan atas produksi dan/atau penguasaan barang dan/atau jasa secara monopoli; b. menimbun dan/atau menyimpan bahan kebutuhan pokok masyarakat di dalam gudang dalam jumlah melebihi kewajaran untuk tujuan spekulasi yang akan merugikan kepentingan masyarakat; c. menimbun dan/atau menyimpan membahayakan kesehatan;
barang
yang
sifat
dan
jenisnya
d. menjual barang yang sudah kadaluwarsa; e. mengubah atau menambah Bupati/Walikota; dan f.
sarana
tempat
usaha
tanpa
izin
dari
memakai tenaga kerja dibawah umur dan/atau tenaga kerja asing tanpa izin sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 28
Dalam rangka penataan Pasar Modern, Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban: a. mengatur jumlah toko modern dengan memperhatikan jarak yang disyaratkan dan perbandingan jumlah penduduk; b. memberi jaminan kepastian hukum kepada para pedagang di Pasar Tradisional dan pengusaha Pasar Modern; dan c. mengatur jam kerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII PASAR TRADISIONAL DAN PASAR MODERN DI PERBATASAN KABUPATEN/KOTA Pasal 29 (1)
Terhadap Pasar Tradisional dan Pasar Modern yang lokasinya terletak di perbatasan kabupaten/kota dilakukan, Pemerintah Daerah berwenang: a. mengeluarkan izin pendirian; dan b. melakukan penataan.
(2)
Penataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengatur jarak pendirian sebagai berikut: a. jarak antara Pasar Tradisional dengan Pasar Tradisional yang lain atau Pasar Modern paling rendah 1 (satu) kilometer; b. jarak antara Pasar Modern dengan Pasar Modern Lain paling rendah 1 (satu) kilometer; dan c. jarak antara Pasar Tradisional dan Pasar kabupaten/kota paling rendah 1 (satu) kilometer.
Modern
antar
-13Pasal 30 Dalam hal terjadi permasalahan yang berkaitan dengan lokasi Pasar Tradisional dan Pasar Modern di perbatasan Kabupaten/Kota, penyelesaiannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah, berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota. BAB VIII PERIZINAN Pasal 31 (1)
(2) (3) (4)
(5)
Untuk melakukan usaha Pasar Tradisional dan Pasar Modern wajib memiliki izin yang terdiri atas: a. Izin Usaha Pengelolaan Pasar Tradisional (IUP2T) untuk Pasar Modern; b. Izin Usaha Pusat Perbelanjaan (IUPP) untuk pertokoan, mall, plaza, dan pusat perdagangan; dan c. Izin Usaha Toko Modern (IUTM) untuk minimarket, supermarket, departemen store, hypermart dan perkulakan. Izin Usaha Toko Modern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diutamakan bagi pelaku usaha kecil dan menengah setempat. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh bupati/walikota. Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi : a. studi kelayakan sosial ekonomi: b. analisa mengenai dampak lingkungan dan sosial ekonomi; c. skema pola kemitraan dengan pelaku usaha kecil menengah, koperasi, dan Pasar Tradisional; d. surat Izin usaha/peruntukan lahan. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Bupati/Walikota. Pasal 32
Kamar Dagang dan Industri Daerah, asosiasi, anggota masyarakat, pedagang kecil, menengah dan koperasi dapat memberikan saran dan masukan kepada Bupati/Walikota terhadap rencana pendirian Pasar Tradisional atau Pasar Modern di wilayahnya. BAB IX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan Pasal 33 (1) (2)
Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pembinaan terhadap Pasar Tradisional dan Pasar Modern. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap Pasar Tradisional dilakukan dengan melaksanakan kewajiban perlindungan dan pemberdayaan.
-14(3)
Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap Pasar Modern dilakukan dengan mendorong pengelola Pasar Modern untuk melakukan pembinaan terhadap Pasar Tradisional. Pasal 34
Dalam rangka pembinaan, Pemerintah daerah dapat mendorong Pemerintah Kabupaten/Kota untuk membangun Pasar Tradisional sebagai percontohan. Pasal 35 (1) (2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap Pasar Tradisional dan Pasar Modern. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk: a. laporan; b. monitoring; dan c. evaluasi. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat tentang: a. upaya perlindungan terhadap Pasar Tradisional; b. upaya pemberdayaan Pasar Tradisional; dan c. upaya penataan Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan terhadap pelaksanaan perlindungan, pemberdayaan dan penataan, terutama kemitraan antara pasar tradisional dan pasar modern. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan untuk memeriksa kesesuaian isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan hasil monitoring. Pasal 36
Dalam rangka pengawasan, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat meminta data dan/atau informasi penjualan kepada pengelola Pasar Modern. BAB X SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 37 (1) (2)
(3)
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 25 dan Pasal 27 huruf e dapat dikenakan sanksi administratif. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. peringatan lisan; b. teguran tertulis; c. denda; atau d. pencabutan izin. Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
-15BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 38 Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan peraturan daerah ini dengan penempatannya dalam lembaran daerah Provinsi Kalimantan Selatan Ditetapkan di Banjarmasin pada tanggal 25 November 2013 GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Ttd H. RUDY ARIFFIN Diundangkan di Banjarbaru pada tanggal 27 November 2013 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN, Ttd MUHAMMAD ARSYADI LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 NOMOR 12
-16PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL DAN PENATAAN PASAR MODERN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
I.
UMUM Peraturan Presiden Nomor 112 tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern merupakan landasan konstitusional bagi daerah dalam melakukan penataan dan pembinaan bagi pasar tradisional dan pasar modern. Fenomena perkembangan sektor perdagangan yang begitu pesat merupakan konsekuensi logis dari adanya liberalisasi perdagangan yang kini juga sedang berlangsung di Indonesia. Liberalisasi perdagangan tersebut memungkinkan adanya persaingan bebas diantara pelaku ekonomi di sektor perdagangan. Perkembangan dan fenomena pasar modern di Kalimantan Selatan baik yang berkelas minimarket, supermarket maupun hypermarket tetap membawa dampak yang begitu besar bagi masyarakat baik dari sisi sosial maupun ekonomi. Perkembangan pembangunan dan pendirian pasar modern juga berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap eksistensi dan keberlangsungan pasar tradisional yang umumnya diisi oleh para pedagang kecil dan menengah. Dengan pertumbuhan dan perkembangan pasar modern, maka perlu ditata dan dibina agar pedagang kecil, menengah, koperasi serta pasar tradisional dapat tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan pedagang pasar modern dalam mengisi peluang usaha secara terbuka dan adil. Terhadap permasalahan dan fenomena perkembangan pasar modern tersebut, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern sebagai respon dan sekaligus bentuk tanggungjawab pemerintah dalam menjalankan fungsinya sebagai regulator atas masalah yang berkembang di masyarakat menyangkut keberadaan pasar dan toko modern yang semakin menjamur di setiap daerah. Namun demikian, keberadaan Peraturan Presiden tersebut dirasa masih kurang dalam rangka memberikan perlindungan kepada para pelaku ekonomi di pasar tradisional dan para pengusaha kecil, bahkan terkesan peraturan tersebut menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada pasar modern yang notabene pemodal besar, sehingga masih diperlukan peraturan daerah yang dapat mengatur dan mengatasi permasalahan tersebut sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.
Dalam Peraturan Presiden tersebut, penataan dan pengaturan pasar tradisional dan pasar modern, termasuk perizinan kewenangannya terletak di Kabupaten/Kota, sebagaimana diatur dalam ketentuan
-17Pasal 12 Peraturan Presiden Tahun 2007 yang menyatakan bahwa izin usaha pengelolaan pasar tardisional, pusat perbelanjaan dan toko modern diterbitkan oleh Bupati/Walikota. Bahkan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 disebutkan bahwa lokasi pendirian pasar tradisional dan pasar modern wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota termasuk zonasinya. Namun demikian, pada kenyataannya banyak terjadi kasus pemberian izin pendirian pusat perbelanjaan dan toko modern diberbagai daerah justru menimbulkan dampak negatif terutama bagi keberlangsungan pasar tradisional dan pengusaha kecil lainnya, bahkan dalam beberapa kasus lokasi pendirian pusat perbelanjaan justru menyalahi rencana tata ruang suatu daerah. Disamping itu, pemberian izin terhadap pasar dan toko modern terkesan sangat mudah dan mengabaikan analisa dampak lingkungan, terutama aspek sosial budaya dan dampaknya bagi pedagang kecil dan pasar tradisional disekitarnya. Berdasarkan pertimbangan di atas, perlu dibentuk Peraturan daerah tentang Perlindungan, Pemberdayaan Pasar Tradisional dan Penataan Pasar Modern di Provinsi Kalimantan Selatan. II.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Huruf a Yang dimaksud dengan asas "kemanusian” yaitu asas dalam memberikan perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern harus memperlakukan pelaku ekonomi yang ada di dalamnya secara manusiawi. Huruf b Yang dimaksud dengan asas "keadilan” yaitu asas dalam memberikan perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern harus memperlakukan pelaku ekonomi yang ada di dalamnya secara adil sesuai dengan porsinya. Huruf c Yang dimaksud dengan asas "kesamaan kedudukan" yaitu asas dalam memberikan perlindungan. pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern harus memperlakukan pelaku ekonomi yang ada di dalamnya dalam kedudukan yang sama/setara. Huruf d Yang dimaksud dengan asas "kemitraan" yaitu asas dalam memberikan perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern harus memperhatikan aspek kemitraan dan kerjasama yang saling menguntungkan.
-18Huruf e Yang dimaksud dengan asas "ketertiban dan kepastian hukum" yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan perpasaran; serta asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara. Huruf f Yang dimaksud dengan asas "kelestarian lingkungan" yaitu asas dalam memberikan perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern harus memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Huruf g Yang dimaksud dengan asas “kejujuran usaha" yaitu asas dalam memberikan perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern harus memperhatikan aspek kejujuran dan saling percaya. Huruf h Yang dimaksud dengan asas "persaingan sehat (fairnees)" yaitu asas dalam memberikan perlindungan, pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar modern harus diarahkan untuk tetap menjamin persaingan usaha yang sehat (fairnees) antara pelaku ekonomi yang ada di dalamnya. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Huruf a Pasar Swasta Pasar tipe A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah Pasar Tradisional yang pemenuhan fasilitasnya mencapai 86% (delapan puluh enam persen) atau lebih. Huruf b Pasar tipe B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah Pasar Tradisional yang pemenuhan fasilitasnya mencapai 71% (tujuh puluh satu persen) sampai dengan 85% (delapan puluh lima persen). Huruf c Pasar tipe C sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah Pasar Tradisional yang pemenuhan fasilitasnya mencapai 56% (lima puluh enam persen) sampai dengan 70% (tujuh puluh persen).
Huruf d Pasar tipe D sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d adalah Pasar Tradisional yang pemenuhan fasilitasnya mencapai 41% (empat puluh satu persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen). Huruf e
-19Pasar tipe E sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e adalah Pasar Tradisional yang pemenuhan fasilitasnya mencapai 40% (empat puluh persen) atau kurang. Pasal 6 Huruf a Yang dimaksud dengan “Pasar Provinsi” adalah pasar yang dikelola oleh Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi yang ruang lingkup pelayanannya meliputi satu wilayah Kabupaten/Kota dengan jenis perdagangan barang-barang kebutuhan sehari-hari, sandang serta jasa yang lebih lengkap dari Pasar Kabupaten/Kota. Huruf b Yang dimaksud dengan “Pasar Kabupaten/Kota” adalah pasar yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi yang ruang lingkup pelayanannya meliputi satu wilayah Kabupaten/Kota dengan jenis perdagangan barang-barang kebutuhan sehari-hari, sandang serta jasa yang lebih lengkap dari pasar desa atau kelurahan. Huruf c Yang dimaksud dengan “Pasar Desa” adalah pasar yang dikelola oleh pemerintahan desa atau kelurahan yang ruang lingkup pelayanannya meliputi lingkungan desa atau kelurahan di sekitar lokasi pasar, dengan jenis barang yang diperdagangkan meliputi kebutuhan pokok sehari-hari dan/atau kebutuhan sembilan bahan pokok. Pasal 7 Huruf a Yang dimaksud dengan “Pasar Lingkungan” adalah pasar yang dikelola pemerintah daerah, badan usaha dan kelompok masyarakat yang ruang lingkup pelayanannya meliputi satu lingkungan pemukiman di sekitar lokasi pasar, dengan jenis barang yang diperdagangkan meliputi kebutuhan pokok sehari- hari. Huruf b Yang dimaksud dengan “Pasar Desa” adalah pasar yang dikelola oleh pemerintahan desa atau kelurahan yang ruang lingkup pelayanannya meliputi lingkungan desa atau kelurahan di sekitar lokasi pasar, dengan jenis barang yang diperdagangkan meliputi kebutuhan pokok sehari-hari dan/atau kebutuhan sembilan bahan pokok. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan “Pasar khusus” adalah pasar dimana barang yang diperjual belikan bersifat khusus atau spesifik, seperti pasar hewan, pasar keramik, pasar burung, dan sejenisnya Huruf d Cukup jelas.
-20Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “Mall atau Super Mall atau Plaza” adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan perdagangan, rekreasi, restorasi dan sebagainya yang diperuntukkan bagi kelompok, perorangan, perusahaan, atau koperasi untuk melakukan penjualan barang-barang dan/atau jasa yang terletak pada bangunan/ruangan yang berada dalam suatu kesatuan wilayah/tempat. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Minimarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan barang-barang kebutuhan sehari-hari secara eceran langsung kepada konsumen dengan area pelayanan mandiri (swalayan). Huruf b Supermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan bahan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen dengan cara pelayanan mandiri. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Hypermarket adalah sarana atau tempat usaha untuk melakukan penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga termasuk kebutuhan sembilan bahan pokok secara eceran dan langsung kepada konsumen, yang di dalamnya terdiri atas pasar swalayan, toko modern dan toko serba ada, yang menyatu dalam satu bangunan yang pengelolaanya dilakukan secara tunggal. Huruf e Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12
-21Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Sektor informal adalah unit usaha berskala kecil yang menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa tanpa melalui izin operasional dengan tujuan utama untuk menciptakan kesempatan kerja dan penghasilan bagi dirinya sendiri dengan tidak memiliki tempat berjualan yang menetap atau dapat juga didalamnya adalah usaha yang disebut dengan Pedagang Kali Lima (PKL). Pasal 15 Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas.
-22Huruf f Yang dimaksud dengan “Pusat distribusi provinsi” adalah pusat distribusi yang berfungsi sebagai penyangga komoditas utama di beberapa kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah konsumen, yang dapat bersifat kolektor, distributor, dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat perdagangan antar pulau.
Huruf g Cukup jelas. Pasal 19 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “secara mandiri” adalah lembaga atau instansi yang melakukan pengelolaan memiliki kewenangan secara penuh atau tidak tergantung kepada lembaga/instansi lain dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan tugas dan fungsinya. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan ratarata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusatpusat kegiatan. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Pasal 23
-23Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Yang dimaksud dengan “membangun Pasar Tradisional” dapat dengan cara membangun baru atau merenovasi salah satu Pasar Tradisional yang ada. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas.
-24Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2013 NOMOR 72