Data Penulis: Dosen STEKOM Eni Endaryati, S.Kom, M.Si Eko Siswanto, S.Kom Iman Saufik Suasana, S.Kom, M.Kom Kasih Purwantini, S.Kom, M.Si. Sukemi Kamto Sudibyo, S.Kom, M.Si Sri Wahyuning, S.Kom, M.Si Tantik Sumarlin, S.Kom, M.Si Vivi Kumalasari S., S.E, M.Si
Alumnus STEKOM Nanik Setyamurti, S.Kom Putri Nurjanah, S.Kom Ratna Indah Dwipunti, S.Kom Vega Alen Septiana, S.Kom Wisnu Agusta Alfiandanu, S.Kom
Program Studi Komputer Akuntansi Program Studi Sistem Komputer Program Studi Teknik Komputer Program Studi Komputerisasi Akuntansi Program Studi Komputer Akuntansi Program Studi Komputerisasi Akuntansi Program Studi Komputer Akuntansi Program Studi Komputer Akuntansi
Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Laporan Keuangan Sebagai Tolok Ukur Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Metode Rasio Keuangan (PT. KR Semarang) Nanik Setyamurti, Eni Endaryati
1 – 13
Sistem Informasi Akuntansi Persediaan Obat Berbasis Multiuser pada Apotek Winong Kidul Pati Putri Nurjanah, Iman Saufik
14 – 19
Perancangan Sistem Informasi Administrasi Keuangan pada Sanggar Tari Sekar Tanjung Kendal Berbasis Client Server Program Studi Komputer Akuntansi Program Studi Sistem Komputer Program Studi Komputer Akuntansi Program Studi Komputer Akuntansi Program Studi Sistem Komputer
Ratna Indah Dwipunti, Sukemi Kamto Sudibyo
20 – 24
Sistem Informasi Akuntansi Persediaan Barang dengan Metode FIFO (Studi Kasus Pada De Kosmo Factory Outlet) Sri Wahyuning
25 – 31
Pengaruh Budaya dan Teknologi Komputer terhadap Kepuasan Kerja dengan Sistem Informasi sebagai Variabel Intervening di Kabupaten Semarang Tantik Sumarlin
32 - 40
Sistem Informasi Akuntansi Simpan Pinjam dan Analisis Laporan Keuangan dengan Metode CAMEL (Studi Kasus Di KSU Manunggal Jaya Kendal) Vega Alen Septiana, Kasih Purwantini
41 – 48
Kecurangan Pelaporan Keuangan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jurnal KOMPAK diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Elektronika dan Komputer (STEKOM). Jurnal KOMPAK sebagai sarana komunikasi dan penyebarluasan hasil penelitian, pemikiran serta pengabdian pada masyarakat
Vivi Kumalasari
49 - 68
Sistem Informasi Pengolahan Data Gaji dan Perhitungan PPH Pasal 21 pada CV. Sinar Teknik Ngaliyan Semarang Wisnu Agusta Alfiandanu, Eko Siswanto
69 - 75
KOMPAK JURNAL ILMIAH KOMPUTER AKUNTANSI Penanggung Jawab : Ketua Sekolah Tinggi Elektronika dan Komputer Pemimpin Redaksi : Unang Achlison, S.T, M.Kom Mitra Bestari : Prof. YL Sukestiyarno M.S, Ph.D (Universitas Negeri Semarang) Sekretaris Redaksi : Rini Rubhiyanti, S.Kom, M.Si Dewan Redaksi : Dr. Ir. Agus Wibowo, M.Kom, M.Si, M.M Eni Endaryati, S.Kom, M.Si Sukemi Kamto Sudibyo, S.Kom, M.Si Sulartopo, S.Pd. M.Kom Vivi Kumalasari S., S.E, M.Si Desain Grafis : Joseph Teguh Santoso, S.Kom, M.Kom Setyo Adi Nugroho, S.E, M.Kom Alamat Redaksi : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Sekolah Tinggi Elektronika dan Komputer Jl. Majapahit No. 605 Semarang Telp. 024-6723456 E-mail :
[email protected]
KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan terbitnya Jurnal KOMPAK (Komputer Akuntansi) Edisi April 2015, Volume 8 Nomor 1 Tahun 2015 dengan artikelartikel yang selalu mengikuti perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam bidang Komputer Akuntansi. Semua artikel yang dimuat pada Jurnal Komputer Akuntansi (KOMPAK) ini telah ditelaah oleh Dewan Redaksi yang mempunyai kompetensi di bidang Komputer Akuntansi. Pada edisi ini kami menyajikan beberapa topik menarik tentang penerapan metodemetode dalam Sistem Keuangan yaitu: “Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Laporan Keuangan Sebagai Tolok Ukur Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Metode Rasio Keuangan”, serta “Sistem Informasi Akuntansi dengan menyajikan Sistem Informasi Akuntansi Persediaan Barang dengan Metode FIFO”, dan “Sistem Informasi Akuntansi Simpan Pinjam dan Analisis Laporan Keuangan dengan Metode CAMEL”. Topik selanjutnya adalah makalah tentang Sistem Informasi Akuntansi berbasis Multiuser atau Client Server yaitu: “Sistem Informasi Akuntansi Persediaan Obat Berbasis Multiuser”, serta “Perancangan Sistem Informasi Administrasi Keuangan pada Sanggar Tari Sekar Tanjung Kendal Berbasis Client Server”, dan “Pengaruh Budaya dan Teknologi Komputer terhadap Kepuasan Kerja dengan Sistem Informasi sebagai Variabel Intervening di Kabupaten Semarang”. Sebagai penutup kami menyajikan makalah mengenai yaitu Pelaporan Keuangan dan Perpajakan yaitu: “Kecurangan Pelaporan Keuangan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi”, dan “Sistem Informasi Pengolahan Data Gaji dan Perhitungan PPH Pasal 21”. Terima kasih yang mendalam disampaikan kepada penulis makalah yang telah berkontribusi pada penerbitan Jurnal KOMPAK edisi kali ini. Dengan rendah hati dan segala hormat, mengundang Dosen dan rekan sejawat peneliti dalam bidang Elektronika dan Komputer untuk mengirimkan naskah, review, gagasan dan opini untuk disajikan pada Jurnal Komputer Akuntansi (KOMPAK) ini. Sebagai akhir kata, saran dan kritik terhadap Jurnal Komputer Akuntansi (KOMPAK) yang membangun sangat diharapkan. Selamat membaca.
Semarang, April 2015
Pemimpin Redaksi
i
Vol.8 No.1 April 2015
KOMPAK JURNAL ILMIAH KOMPUTER AKUNTANSI
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ....................................................................................................................... i Daftar Isi .............................................................................................................................. ii 1. Analisis dan Perancangan Sistem Informasi Laporan Keuangan Sebagai Tolok Ukur Kinerja Keuangan Perusahaan dengan Metode Rasio Keuangan (PT. KR Semarang) (Nanik Setyamurti, Eni Endaryati) ................................................................................. 1 2. Sistem Informasi Akuntansi Persediaan Obat Berbasis Multiuser pada Apotek Winong Kidul Pati (Putri Nurjanah, Iman Saufik)...................................................................... 14 3. Perancangan Sistem Informasi Administrasi Keuangan pada Sanggar Tari Sekar Tanjung Kendal Berbasis Client Server (Ratna Indah Dwipunti, Sukemi Kamto Sudibyo) ....... 20 4. Sistem Informasi Akuntansi Persediaan Barang dengan Metode FIFO - Studi Kasus Pada De Kosmo Factory Outlet (Sri Wahyuning) ......................................................... 25 5. Pengaruh Budaya dan Teknologi Komputer terhadap Kepuasan Kerja dengan Sistem Informasi sebagai Variabel Intervening di Kabupaten Semarang (Tantik Sumarlin) ... 32 6. Sistem Informasi Akuntansi Simpan Pinjam dan Analisis Laporan Keuangan dengan Metode CAMEL - Studi Kasus Di KSU Manunggal Jaya Kendal (Vega Alen Septiana, Kasih Purwantini) ......................................................................................................... 41 7. Kecurangan Pelaporan Keuangan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi (Vivi Kumalasari) ......................................................................................................... 49 8. Sistem Informasi Pengolahan Data Gaji dan Perhitungan PPH Pasal 21 pada CV. Sinar Teknik Ngaliyan Semarang (Wisnu Agusta Alfiandanu, Eko Siswanto) ...................... 69
ii
KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Vivi Kumalasari)
KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
VIVI KUMALASARI Sekolah Tinggi Elektronika dan Komputer Jl. Majapahit 605 & 304 Semarang Indonesia E-mail :
[email protected]
Abstract This study examines the effect of the characteristics of the company (leverage, ROA, and the change in total assets) and the characteristics of the external auditor (audit firm tenure and status KAP) against fraudulent financial reporting. The sample used in this study as many as 84 companies, which consists of 42 companies that perform fraudulent financial reporting and the 42 companies that do not perform fraudulent financial reporting. The sample used in this study is the data pairs (matched-pairs sample) which consists of the data companies doing fraudulent financial reporting and data company that does not perform fraudulent financial reporting. Logistic regression models with SPSS used in this study. The results of this study indicate that the leverage, the change in total assets, the audit firm tenure, and KAP status has no effect on fraudulent financial reporting. The results of this study also showed Return on Assets (ROA) significant negative effect on fraudulent financial reporting. Keywords: financial reporting fraud, fraudulent financial reporting, corporate characteristics, the characteristics of the external auditors
Intisari Penelitian ini menguji pengaruh karakteristik perusahaan (leverage, ROA, dan perubahan total aset) dan karakteristik auditor eksternal (audit firm tenure dan status KAP) terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 84 perusahaan, yang terdiri dari 42 perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dan 42 perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data berpasangan (matched-pairs sample) yang terdiri dari data perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dan data perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Model regresi logistik dengan SPSS digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa leverage, perubahan total aset, audit firm tenure, dan status KAP tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan Return on Assets (ROA) berpengaruh negatif signifikan terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Kata kunci: kecurangan pelaporan keuangan, fraudulent financial reporting, karakteristik perusahaan, karakteristik auditor eksternal .
tindakan atau penghapusan, yang menghasilkan laporan keuangan yang menyesatkan (bias) (Effendi, 2006). Kecurangan pelaporan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan menimbulkan berbagai macam efek negatif. Penelitian yang dilakukan oleh The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO) terhadap 350 kasus kecurangan pelaporan keuangan perusahaan-
A. PENDAHULUAN Beberapa kasus skandal keuangan seperti Enron, Global Crossing, WorldCom, dan lainlainnya menyebabkan masalah pelaporan keuangan dan kualitas audit menjadi fokus perhatian bagi para regulator di Amerika Serikat. Fraudulent financial reporting adalah perilaku yang disengaja atau ceroboh, baik dengan
49
Vol. 8 No.1 – KOMPAK, April 2015
perusahaan publik di Amerika Serikat dalam kurun waktu 10 tahun (1998-2007) menemukan bahwa kecurangan dalam pelaporan keuangan memberikan konsekuensi negatif yang signifikan terhadap para investor dan eksekutif. Dugaan kecurangan telah mengakibatkan penurunan abnormal harga saham rata-rata 16,7% dalam 2 hari setelah diumumkan (COSO, 2010). Di Indonesia, kasus kecurangan pelaporan keuangan juga menimbulkan efek negatif bagi banyak pihak seperti kasus-kasus yang terjadi di Amerika Serikat. Salah satu contoh kasus kecurangan pelaporan keuangan yang terjadi di Indonesia adalah kasus PT Kimia Farma. Kasus ini membuat PT Kimia Farma dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp500 juta dan direksi Lama PT Kimia Farma periode 1998-Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp1 milyar karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma diwajibkan membayar sejumlah Rp100 juta. Sanksi ini dikenakan atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan (Bapepam, 2002). Beberapa karakteristik perusahaan dan karakteristik auditor eksternal dipandang dapat mendorong timbulnya kecurangan dalam hal pelaporan keuangan. George (2009) meneliti karakteristik-karakteristik perusahaan dan karakteristik-karakteristik auditor eksternal di Amerika Serikat yang dibagi dalam 11 variabel kontrol yang dibedakan menjadi 7 variabel nondummy dan 4 variabel dummy. Variabel leverage, variabel ROA, variabel perubahan total aset, variabel arus kas operasi, dan variabel perubahan opini going concern merupakan variabel kontrol yang mendukung hipotesis George (2009). Hal ini berarti variabel leverage, variabel ROA, variabel perubahan total aset, variabel arus kas operasi, dan variabel perubahan opini going concern berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Kontradiksi dengan penelitian George (2009), penelitian Toit (2008) menemukan bahwa profitabilitas dan pertumbuhan aset bukan merupakan karakteristik
perusahaan yang berhubungan dengan kecurangan pelaporan keuangan. Penelitian Toit (2008) juga menemukan bahwa umur perusahaan berhubungan negatif dengan kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian George (2009), Johnson et al. (2002), serta Carcello dan Nagy (2004) menunjukkan bahwa kemungkinan kecurangan laporan keuangan adalah negatif bila dikaitkan dengan auditor firm tenure. Hal ini berarti bahwa semakin lama masa auditor firm tenure, semakin rendah probabilitas bahwa klien tersebut akan terlibat dalam kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian George (2009), Carcello dan Nagy (2004), serta Geiger dan Raghunandan (2002) juga menunjukkan bahwa kecurangan pelaporan keuangan yang paling mungkin terjadi adalah pada tahun-tahun awal keterlibatan auditor. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan khusus tentang klien di awal perikatan dengan auditor sehingga mengakibatkan rendahnya kemampuan dalam mendeteksi salah saji material. Perikatan yang lama membantu auditor mengembangkan pengetahuan khusus tentang klien dan pemahaman mendalam tentang bisnis dan risiko klien. Berbeda dengan penelitian lainnya, penelitian Johnson et al. (2002) tidak menemukan bukti bahwa perikatan yang lebih lama (9 tahun atau lebih) berhubungan dengan rendahnya kualitas laporan keuangan. Penelitian COSO (1999) terhadap perusahaan yang terdaftar di SEC selama periode Januari 1987 sampai dengan Desember 1997 menyimpulkan bahwa terdapat 300 perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Karakteristik perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan yaitu memiliki permasalahan financial distress dan terdapat kecurangan dengan jumlah uang yang besar. Penelitian Carcello dan Nagy (2004) terhadap 267 perusahaan di Amerika Serikat selama tahun 1990-2001 juga menemukan bahwa kecurangan pelaporan keuangan yang lebih tinggi akan terjadi pada perusahaan dengan financial distress yang tinggi pula. Penelitian yang dilakukan di Indonesia, seperti penelitian yang dilakukan Sumarwoto (2006) terhadap 181 perusahaan di Indonesia, menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh
50
KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Vivi Kumalasari)
signifikan antara kebijakan rotasi yang bersifat mandatory pada kualitas laporan keuangan. Penelitian Soselisa dan Mukhlasin (2008) menunjukkan bahwa financial leverage dan jenis KAP tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Penelitian Soselisa dan Mukhlasin (2008) juga menunjukkan bahwa komposisi aktiva lancar dalam aktiva perusahaan, ukuran perusahaan, dan opini auditor secara signifikan berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Hal ini kontradiksi dengan penelitian Palmrose (1988) dalam Soselisa dan Mukhlasin (2008) dan penelitian yang dilakukan oleh Persons (1995). Penelitian Palmrose (1988) dalam Soselisa dan Mukhlasin (2008) menemukan bahwa kasus kecurangan lebih jarang terjadi pada perusahaan yang menggunakan jasa KAP yang masuk dalam kelompok The Big Six. Penelitian yang dilakukan oleh Persons (1995) juga menunjukkan bahwa financial leverage berpengaruh secara signifikan dengan kecenderungan kecurangan akuntansi. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh George (2009) yang hanya menguji pengaruh audit firm tenure terhadap probabilitas kecurangan pelaporan keuangan di Amerika Serikat, maka penelitian ini akan menguji pengaruh karakteristik perusahaan dan karakteristik auditor eksternal terhadap kecurangan pelaporan keuangan perusahaanperusahaan di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh George (2009) hanya menggunakan 1 variabel independen berupa audit firm tenure, maka penelitian kali ini menggunakan variabel independen dan variabel kontrol yang dibedakan menjadi dua kategori. Dua kategori tersebut adalah karakteristik perusahaan dan karakteristik auditor eksternal. Karakteristik perusahaan yang diuji dalam penelitian ini meliputi variabel leverage, variabel ROA, variabel perubahan total aset, variabel umur perusahaan, dan variabel financial distress. Karakteristik auditor eksternal yang diuji dalam penelitian ini meliputi variabel audit firm tenure dan variabel status KAP. Variabel status Kantor Akuntan Publik (KAP) yang belum diuji dalam penelitian George (2009) dipakai sebagai variabel dummy dalam penelitian ini. Berbeda dengan penelitianpenelitian terdahulu (George, 2009; Soselisa dan
Mukhlasin, 2008) yang menguji ukuran KAP berdasarkan KAP The Big Four dan non-Big Four, variabel status KAP dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2 kategori, yaitu KAP lokal di Indonesia yang berafiliasi dengan Organisasi Audit Asing (OAA) atau Kantor Akuntan Publik Asing (KAPA) dan KAP lokal di Indonesia yang non-afiliasi dengan Organisasi Audit Asing (OAA) atau Kantor Akuntan Publik Asing (KAPA). Pada tahun 2010, terdapat 45 KAP di Indonesia yang berafiliasi dengan OAA dan KAPA (Soepriyanta, 2010) dan pada Januari 2012 terdapat 48 KAP di Indonesia yang berafiliasi dengan OAA dan KAPA (PPAJP, 2012). Perusahaan beranggapan bahwa auditor yang berasal dari KAP besar dan memiliki afiliasi internasional adalah auditor yang memiliki kualitas tinggi karena auditor tersebut banyak mendapat pelatihan, adanya pengakuan internasional serta adanya peer review (Indriani, 2012). Penelitian ini hanya menggunakan 1 variabel kontrol dari 11 variabel kontrol yang terdapat dalam penelitian George (2009), yaitu variabel financial distress yang diukur dengan Altman financial distress’ score. Variabel umur perusahaan yang belum terdapat dalam penelitian George (2009) akan digunakan sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini. Variabel financial distress dipilih dalam penelitian ini karena bila sebuah perusahaan mengalami financial distress yang tinggi maka akan semakin tinggi pula kemungkinannya melakukan kecurangan pelaporan keuangan (Carcello dan Nagy, 2004). Variabel umur perusahaan dipilih dalam penelitian ini karena penelitian-penelitian terdahulu yang menguji hubungan antara umur perusahaan dan kecurangan pelaporan keuangan belum banyak dilakukan. Faktor umur perusahaan juga merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Umur perusahaan dapat menunjukkan kemampuan dalam mengatasi kesulitan dan hambatan yang dapat mengancam kehidupan perusahaan serta menunjukkan kemampuan perusahaan mengambil kesempatan dalam lingkungannya untuk mengembangkan usaha. Umur perusahaan juga dapat menunjukkan kemampuan dalam keunggulan berkompetisi. Semakin lama
51
Vol. 8 No.1 – KOMPAK, April 2015
perusahaan berdiri maka perusahaan tersebut semakin menunjukkan eksistensinya dalam lingkungannya dan makin bisa meningkatkan kepercayaan investor (Rosid, 2012). Penelitian Toit (2008) menemukan bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan adalah perusahaan yang berumur muda. Penelitian Ramadhani dan Lukviarman (2009) membuktikkan bahwa perusahaan yang berumur di bawah 30 tahun memiliki kemungkinan yang besar untuk mengalami kebangkrutan dibandingkan dengan perusahaan yang berumur di atas 30 tahun. Situasi ini akan mendorong perusahaan untuk melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Berbeda dengan penelitian George (2009) yang menggunakan lima indikator kuantitatif kecurangan laporan keuangan Beneish (1999) sebagai alat pengukuran variabel dependen maka penelitian ini akan menggunakan daftar perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan sebagai cara pengukuran variabel dependen. Cara pengukuran variabel dependen dalam penelitian ini seperti yang digunakan dalam penelitian Bai et al. (2008). Penelitian Bai et al. (2008) menggunakan data 24 false financial reports dan 124 non-false financial reports perusahaan-perusahaan di China. Daftar perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan diperoleh dari press release laporan Bapepam tahun 2005-2010 yang memuat daftar perusahaan-perusahaan yang melakukan berbagai jenis pelanggaran (termasuk kecurangan pelaporan keuangan) dan diberi sanksi oleh Bapepam. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu terdapat research gap yang menjelaskan tentang pengaruh karakteristik perusahaan dan karakteristik auditor eksternal terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Adanya ketidakkonsistenan hasil penelitian-penelitian sebelumnya menyebabkan perlu dilakukan penelitian lanjutan yang didukung oleh teori yang mendasari sehingga dapat diajukan permasalahan tentang pengaruh karakteristik perusahaan dan karakteristik auditor eksternal terhadap kecurangan pelaporan keuangan di Indonesia. Lebih lanjut, masalah yang diteliti dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan
sebagai berikut: 1. Apakah karakteristik perusahaan (leverage, ROA, dan perubahan total aset) dan karakteristik auditor eksternal (audit firm tenure dan status KAP) secara parsial mempengaruhi kecurangan pelaporan keuangan perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2005 sampai tahun 2010? 2. Apakah karakteristik perusahaan (leverage, ROA, dan perubahan total aset) dan karakteristik auditor eksternal (audit firm tenure dan status KAP) secara simultan mempengaruhi kecurangan pelaporan keuangan perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2005 sampai tahun 2010? B. DASAR TEORI 1. Teori Agensi Teori agensi menyangkut hubungan kontraktual diantara dua pihak, yaitu prinsipal dan agen. Menurut Jensen dan Meckling (1976) hubungan keagenan adalah hubungan kontrak antara seseorang atau lebih (prinsipal) dengan orang lain (agen), di mana agen memberikan beberapa pelayanan atas nama prinsipal dan prinsipal mendelegasikan beberapa otoritas pengambilan keputusan kepada agen. Pihak prinsipal menyediakan fasilitas dan dana untuk menjalankan perusahaan serta pihak agen mempunyai kewajiban untuk mengelola apa yang diamanahkan pemegang saham kepadanya. Jensen dan Meckling (1976) juga menyatakan bahwa ketika pemilik yang sekaligus merangkap sebagai manajer (owner manager) menjual sebagian sahamnya kepada pihak luar, biaya agensi akan muncul karena adanya perbedaan antara kepentingan owner manager dengan kepentingan para pemegang saham. Biaya agensi ini muncul karena adanya asimetri informasi dan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Biaya agensi yang timbul diantaranya adalah biaya monitoring yang dilakukan oleh pihak prinsipal. Biaya monitoring ini mencakup biaya untuk proses auditing, penganggaran, kontrol, dan sistem kompensasi agen. Adanya biaya agensi menyebabkan pihak manajemen harus dapat mengurangi biaya agensi untuk meningkatkan nilai perusahaan. Salah satu
52
KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Vivi Kumalasari)
cara untuk mengurangi biaya agensi adalah dengan melakukan pengungkapan informasi perusahaan. Pihak agen diwajibkan memberikan laporan periodik kepada pihak prinsipal tentang kondisi perusahaan yang dijalankannya. Pihak prinsipal akan menilai kinerja agennya melalui laporan keuangan yang disampaikan sehingga laporan keuangan merupakan sarana akuntabilitas manajemen kepada pemiliknya. Dalam hal ini, laporan keuangan merupakan salah satu alat yang pokok untuk mengkomunikasikan informasi keuangan pada pihak-pihak diluar entitas sehingga memungkinkan dilakukannya audit laporan keuangan oleh pihak ketiga sehingga dapat meningkatkan kualitas informasi keuangan yang dilaporkan oleh manajemen.
3. Argumentasi Pendukung dan Penentang Kewajiban Rotasi KAP Hoyle (1978) menyatakan 2 dasar alasan rotasi KAP yang bersifat wajib yaitu kualitas dan kompetensi pekerjaan audit cenderung menurun secara signifikan dari waktu ke waktu dan independensi auditor dapat rusak oleh panjangnya hubungan dengan manajemen. SEC Practice Section Executive Committee mengihktisarkan berbagai argumentasi pihak yang mendukung rotasi KAP yang bersifat wajib, yaitu (1) Auditor cenderung tumbuh terlalu akrab dengan manajemen klien sehingga mereka mulai mengidentifikasi dengan masalah manajemen dan kehilangan skepticism. (2) Auditor menjadi stale (basi) karena memandang pengujian sebagai pengulangan perikatan yang sebelumnya pada klien yang sama. (3) Auditor tergoda untuk meratakan lingkup masalah dalam upaya untuk mempertahankan perikatan dalam jangka yang lebih panjang (AICPA, 1992 dalam Sumarwoto, 2006). Prioritas auditor adalah menyenangkan dan mempertahankan klien daripada mengikuti standar profesional. Mautz dan Sharaf (1961) dalam Myers et al. (2003) menyatakan bahwa semakin luasnya hubungan antara KAP dengan klien akan menyebabkan berkurangnya independensi KAP karena obyektifitas KAP akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Seiring dengan perjalanan waktu, auditor mulai menyesuaikan dengan berbagai keinginan manajemen dan kemudian tidak sepenuhnya bertindak independen (Geiger dan Raghunandan, 2002). Perikatan KAP dengan klien dalam waktu yang panjang akan membuat kurangnya inovasi audit, kurang kuatnya prosedur audit, munculnya hubungan kekeluargaan dan munculnya percaya diri yang berlebihan terhadap klien. Di Indonesia, rotasi KAP bersifat mandatory dengan ditetapkannya Keputusan Menkeu (KMK) No. 359/KMK.06/2003 tentang perubahan KMK No. 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik tertanggal 21 Agustus 2003, yang mengatur tentang pembatasan dan rotasi terhadap akuntan publik. Dalam pasal II Keputusan Menkeu tersebut dijelaskan bahwa KAP yang telah memberikan jasa audit umum untuk 5 tahun buku berturut-turut atau lebih atas laporan keuangan dari suatu entitas pada saat berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini,
2. Fraudulent Financial Reporting Fraudulent financial reporting adalah perilaku yang disengaja atau ceroboh, baik dengan tindakan atau penghapusan, yang menghasilkan laporan keuangan yang menyesatkan (bias) (Effendi, 2006). Kecurangan pelaporan keuangan yang terjadi di suatu perusahaan memerlukan perhatian khusus dari auditor independen. Ada tiga hal penyebab fraudulent financial reporting, yaitu (Effendi, 2006): a. Manipulasi, falsifikasi, dan alterasi atas catatan akuntansi dan dokumen pendukung atas laporan keuangan yang disajikan. b. Salah penyajian (misrepresentation) atau kesalahan informasi yang signifikan dalam laporan keuangan. c. Salah penerapan (misapplication) dari prinsip akuntansi yang berhubungan dengan jumlah, klasifikasi, penyajian (presentation), dan pengungkapan (disclosure). Fraudulent financial reporting juga dapat disebabkan karena adanya kolusi antara manajemen dengan auditor independen (Effendi, 2006). Salah satu upaya untuk mencegah adanya kolusi adalah dengan melakukan rotasi KAP. Dalam hubungan auditor-klien terdapat kecenderungan bahwa seiring dengan perjalanan waktu, auditor akan mulai menyesuaikan dengan berbagai keinginan manajemen dan kemudian tidak sepenuhnya bertindak independen (Geiger dan Raghunandan, 2002).
53
Vol. 8 No.1 – KOMPAK, April 2015
dapat melaksanakan audit umum atas laporan keuangan suatu entitas tersebut sampai dengan tahun buku 2003. Lebih lanjut, akuntan publik yang telah memberikan jasa audit umum untuk 3 tahun buku berturut-turut atau lebih atas laporan keuangan dari suatu entitas pada saat berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, dapat melaksanakan audit umum atas laporan keuangan suatu entitas tersebut sampai dengan tahun buku 2003. Pasal II Keputusan Menkeu (KMK) No. 359/KMK.06/2003 tersebut merupakan perubahan dari 6 ayat 4 dan pasal 59 ayat 5 dan 6 KMK No. 423/KMK.06/2002. Pasal 6 ayat 4 Kepmenkeu tersebut memuat bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dapat dilakukan oleh KAP paling lama untuk 5 tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama 3 tahun berturut-turut. Selanjutnya di pasal 59 ayat 5 dan 6 dinyatakan bahwa KAP yang telah memberikan jasa audit umum untuk 5 tahun buku berturut-turut atau lebih dan masih mempunyai perikatan audit umum untuk tahun buku berikutnya atas laporan keuangan dari suatu entitas pada saat berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, hanya dapat melaksanakan perikatan dimaksud untuk 1 tahun buku berikutnya dan Akuntan Publik yang telah memberikan jasa audit umum untuk 3 tahun buku berturut-turut atau lebih dan masih mempunyai perikatan audit umum untuk tahun buku berikutnya atas laporan keuangan dari suatu entitas pada saat berlakunya Keputusan Menteri Keuangan ini, hanya dapat melaksanakan perikatan dimaksud untuk 1 tahun buku berikutnya. Hal ini berarti suatu KAP dan Akuntan Publik maksimal melakukan audit umum untuk tahun buku 2003 sesuai pasal II KMK No. 359/KMK.06/2003. Pada tahun buku 2004 diperkirakan akan terdapat jumlah yang cukup signifikan perusahaan yang merotasi KAP karena harus memenuhi kewajiban rotasi yang sifatnya mandatory sesuai KMK No. 359/KMK.06/2003. KMK No. 359/KMK.06/2003 tersebut kemudian diperbaharui dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008 yang menjelaskan bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan
keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 tahun buku berturut-turut dan oleh seorang akuntan publik paling lama untuk 3 tahun buku berturut-turut. Akuntan publik dapat menerima kembali penugasan audit umum untuk klien sebagaimana dimaksud setelah 1 tahun buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan klien tersebut. Jasa audit umum atas laporan keuangan dapat diberikan kembali kepada klien yang sama melalui KAP setelah 1 tahun buku jasa audit umum tidak diberikan melalui KAP tersebut. Pada tahun 2011, pemerintah juga telah menetapkan UU No. 5 tahun 2011 tentang akuntan publik pada tanggal 3 Mei 2011. Pasal 4 undang-undang tersebut menjelaskan bahwa pemberian jasa audit oleh Akuntan Publik dan/atau KAP atas informasi keuangan historis suatu klien untuk tahun buku yang berturut-turut dapat dibatasi dalam jangka waktu tertentu. Ketentuan mengenai pembatasan pemberian jasa audit atas informasi keuangan historis diatur dalam Peraturan Pemerintah. Perusahaan yang diharuskan merotasi KAP secara wajib berbeda dari perusahaan yang ingin merotasi KAP. General Accounting Office (GAO) (2003) menjelaskan bahwa perusahaan yang secara periodik merotasi KAP akan membawa pada cara pandang baru pada KAP dan membantu mereka menghadapi masalah pelaporan keuangan ketika ada pembatasan masa penugasan KAP. Hubungan KAP-klien yang diperpanjang terus menerus akan membawa pekerjaan audit menjadi terlalu rutin dan akhirnya akan berpengaruh pada kompetensi. Perusahaan yang merotasi KAP secara voluntary disebabkan karena KAP yang terdahulu bertindak konservatif dan tidak sejalan dengan kepentingan manajemen perusahaan sehingga perusahaan ingin mencari KAP yang dapat memenuhi kepentingannya (Sumarwoto, 2006). KAP baru yang berasal dari rotasi KAP yang bersifat wajib akan membawa skepticisme lebih besar pada audit. Hal ini disebabkan karena KAP baru tersebut tidak akan memandang klien sebagai sumber penghasilan yang terus-menerus karena masa penugasan dibatasi pada periode tertentu. Perusahaan yang merotasi KAP secara voluntary akan mendapatkan beberapa keuntungan, misalnya: (1) Perusahaan mengganti KAP baru dengan harapan dapat lebih
54
KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Vivi Kumalasari)
menyesuaikan dengan keinginan manajemen. (2) Mencari KAP yang dipandang lebih luwes. (3) Signal bahwa perusahaan mau merotasi KAP di masa mendatang (Sumarwoto, 2006). Pendukung rotasi KAP yang bersifat voluntary mengidentifikasi adanya kerugian pada rotasi KAP yang bersifat wajib, yaitu pada kualitas audit. Pengaruh negatif pada kualitas audit dalam tahun pertama penggunaan jasa KAP baru adalah KAP tersebut sedang pada tahap awal belajar. Kompleksitas bisnis perusahaan besar dan kompleksitas seputar pelaporan keuangan menyebabkan KAP baru memerlukan waktu untuk memahami bisnis perusahaan. Jika KAP baru kurang memiliki pengetahuan yang cukup tentang dengan resiko khusus perusahaan maka kemungkinan kegagalan audit akan meningkat (Sumarwoto, 2006). Argumen ini konsisten dengan beberapa penelitian yang mengindikasikan bahwa pada awal-awal tahun perikatan, proporsi kegagalan audit dan tuntutan pengadilan terhadap resiko audit lebih besar (George, 2009; Carcello dan Nagy, 2004; Geiger dan Raghunandan, 2002).
2. Salah penerapan dari prinsip akuntansi yang berhubungan dengan jumlah, klasifikasi, penyajian, dan pengungkapan. Data perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan diambil secara acak (random sampling) perusahaan-perusahaan dari berbagai jenis industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2005-2010, kecuali dari sektor perbankan dan keuangan. Perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan yang digunakan sebagai sampel merupakan perusahaan dengan tingkat aset yang seukuran dan berada dalam jenis industri yang sama dengan perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian logistic regression (regresi logistik). Model yang digunakan untuk menguji hubungan antara variabel yang berhubungan secara spesifik dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan : Yi,t : kecurangan pelaporan keuangan perusahaan i pada periode t LEVi,t : Leverage perusahaan i pada periode t ROAi,t : Return on asset (ROA) perusahaan i pada periode t ASSTGROWi,t : Perubahan total aset perusahaan i pada periode t TENUREi,t : audit firm tenure dari KAP yang memberikan jasa audit kepada perusahaan i pada periode t STATUSi,t : status KAP yang memberikan jasa audit kepada perusahaan i pada periode t FCi,t : financial distress perusahaan i pada periode t UMURi,t : umur perusahaan perusahaan i pada periode t β = slope variabel independen dimana β0 adalah konstan atau nilai Y ketika semua nilai X adalah 0 Ɛ(i,t) = error term, secara normal terdistribusi antara rata-rata 0
C. METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan di Indonesia sedangkan sampel yang digunakan adalah data berpasangan (matched-pairs sample) yang terdiri dari data perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dan data perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Model data berpasangan (matchedpairs sample) ini digunakan dalam penelitian Suparlan dan Andayani (2010). Metode data berpasangan (matched-pairs sample) diharapkan dapat memberikan keseimbangan sampel penelitian. Data perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan diperoleh dari press release laporan Bapepam tahun 2005-2010 yang berisi daftar perusahaan yang dikenai sanksi oleh Bapepam karena melakukan berbagai jenis pelanggaran. Berbagai jenis pelanggaran di press release laporan Bapepam tahun 2005-2010 yang tergolong kecurangan pelaporan keuangan adalah: 1. Salah saji atau adanya kesalahan informasi yang signifikan yang disajikan dalam laporan keuangan.
55
Vol. 8 No.1 – KOMPAK, April 2015
Data perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2005-2010 yang tidak melakukan kecurangan pelaporan yang digunakan sebagai sampel adalah 42 perusahaan. Total sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 84 perusahaan. Total sampel ini mewakili 17 sub jenis industri.
Tabel 1 Ringkasan Definisi Operasional Variabel
Hasil pengujian statistik deskriptif menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan memiliki leverage ratio antara 0,03-0,90; ROA antara (0,63)-0.28; perubahan total aset antara (0,64)-10,13; frekuensi audit firm tenure 2,5 tahun; menggunakan jasa KAP yang berafiliasi dengan OAA/KAPA sebanyak 36 perusahaan (85,71 persen); financial distress’ score antara (15,83)26,92; dan umur perusahaan antara 3-99 tahun. Perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan memiliki leverage ratio antara 0,17-0,95; ROA antara (0,13)-0,40; perubahan total aset antara (0,13)-2,16; frekuensi audit firm tenure 3 tahun; menggunakan jasa KAP yang berafiliasi dengan OAA/KAPA sebanyak 39 perusahaan (92,86 persen); financial distress’ score antara (5,39)-14,47; dan umur perusahaan antara 7-150 tahun.
Sumber: berbagai jurnal yang diolah D. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan press release laporan Bapepam terdapat 42 kasus kecurangan pelaporan keuangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2005-2010. Data perusahaan-perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan ini kemudian dipasangkan dengan data perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2005-2010 yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan berdasarkan total aset yang seukuran dan jenis industri yang sama. Tabel 2 Ringkasan Sampel Penelitian
Tabel 3 Audit Firm Tenure Perusahaan yang Melakukan Kecurangan Pelaporan Keuangan
Sumber: diolah dari press release laporan Bapepam 2005-2010 dan laporan tahunan perusahaan 2005-2010.
Sumber: data sekunder yang diolah
56
KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Vivi Kumalasari)
Tabel 4 Audit Firm Tenure Perusahaan yang Tidak Melakukan Kecurangan Pelaporan Keuangan
Tabel 5 Data Umur Perusahaan-perusahaan yang Melakukan Kecurangan Pelaporan Keuangan
Sumber: data sekunder yang diolah Keterangan: ∑ Perusahaan yang berusia 1-50 tahun = 38 ∑ Perusahaan yang berusia 51-100 tahun = 4 Tabel 6 Data Umur Perusahaan-perusahaan yang Tidak Melakukan Kecurangan Pelaporan Keuangan
Sumber: data sekunder yang diolah
57
Vol. 8 No.1 – KOMPAK, April 2015
Keterangan: ∑ Perusahaan yang berusia 1-50 tahun = 41 ∑ Perusahaan yang berusia 51-100 tahun = 0 ∑ Perusahaan yang berusia 101-150 tahun = 1
memperbaiki model fit. Hasil uji kekuatan prediksi model pada Tabel 11 juga menunjukkan bahwa kekuatan prediksi model untuk memprediksi kecurangan pelaporan keuangan adalah 61,9 persen.
Rata-rata leverage dan ROA pada perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan adalah 0,52 dan -0,004. Nilai ini lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata leverage dan ROA pada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan, yaitu 0,53 dan 0,05. Rata-rata perubahan total aset pada perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan adalah 0,45 sedangkan rata-rata perubahan total aset pada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan adalah 0,21. Hal ini berarti perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan cenderung untuk melakukan manipulasi pada aset perusahaan.
Tabel 7 Omnibus Tests of Model Coefficients
Step 1
Chi-square
df
Sig.
Step
15.279
7
.033
Block
15.279
7
.033
Model
15.279
7
.033
Sumber: data sekunder yang diolah
Hasil pengujian Hosmer and Lemeshow Test pada Tabel 10 juga menunjukkan bahwa besarnya nilai statistik Hosmer and Lemeshow Test sebesar 4.811 dengan probabilitas signifikansi 0,778 yang nilainya lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti model dapat diterima.
Pada Tabel 7 dan 8 dapat dilihat bahwa perusahaan-perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan; terdapat 38 perusahaan yang berumur 1-50 tahun dan 4 perusahaan yang berumur 51-100 tahun. Pada perusahaan-perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan terdapat 41 perusahaan yang berumur 1-50 tahun dan 1 perusahaan yang berumur 101-150 tahun. Hal ini berarti kecurangan pelaporan keuangan banyak dilakukan oleh perusahaan yang berusia antara 1-50 tahun. Apabila data umur perusahaan digolongkan menurut nilai median, berarti kecurangan pelaporan keuangan banyak dilakukan oleh perusahaan yang berusia muda.
Tabel 8 Hosmer and Lemeshow Test Step 1
Chi-square
Df
4.811
Sig. 8
.778
Sumber: data sekunder yang diolah
Tabel 9 Hasil Uji Kekuatan Prediksi Model
Overall Model Fit Statistik -2LogL digunakan untuk menentukan apakah penambahan variabel independen ke dalam model akan memperbaiki model fit. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa selisih -2LogL adalah 15,279 dengan df 7 dan angka ini signifikan secara statistik (0,033<0,05). Hal ini berarti penambahan variabel independen (LEV, ROA, ASSTGROW, TENURE, STATUS) ke dalam model
Sumber: data sekunder yang diolah
58
KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Vivi Kumalasari)
Persamaan Regresi Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat koefisien untuk persamaan regresi dari penelitian ini. Apabila koefisien regresi dimasukkan dalam model di atas, maka persamaan matematis yang diperoleh adalah:
Pengujian Hipotesis Hipotesis penelitian ini diuji dengan melakukan analisis regresi logistik sebuah variabel dependen (Y) dengan 5 variabel independen (leverage (LEV), Return on Assets (ROA), perubahan total aset (ASSTGROW), audit firm tenure (TENURE), dan status KAP (STATUS)). Signifikansi model regresi memberikan dasar untuk menerima atau menolak hipotesis penelitian. Kesimpulan mengenai hipotesis setiap variabel independen ditentukan dengan tanda (positif/negatif) dan signifikansinya dengan koefisien variabel yang bersangkutan. Nilai Nagelkerke R Square diinterpretasikan seperti nilai R2 pada multiple regression. Hasil pengujian nilai Nagelkerke R Square diperoleh nilai sebesar 0.222 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel independen sebesar 22,2 persen. Sedangkan sisanya yaitu 77,8 persen dijelaskan oleh model lainnya yang tidak dimasukkan dalam model regresi.
Berdasarkan persamaan di atas dapat dilihat bahwa nilai koefisien regresi dari variabel Return on Assets (ROA), audit firm tenure (TENURE), status KAP (STATUS) bernilai negatif. Hal ini berarti ketiga variabel tersebut berhubungan negatif dengan kecurangan pelaporan keuangan. Dengan kata lain, semakin rendah ROA, semakin pendek audit firm tenure, dan penggunaan jasa KAP yang non-afiliasi dengan OAA/KAPA akan meningkatkan kecurangan pelaporan keuangan. Nilai koefisien regresi dari variabel leverage (LEV), perubahan total aset (ASSTGROW), financial distress (FC) dan umur perusahaan (UMUR) bernilai positif. Hal ini berarti keempat variabel tersebut berhubungan positif dengan kecurangan pelaporan keuangan sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar leverage, semakin tinggi nilai financial distress, dan semakin besar/tua umur perusahaan akan meningkatkan kecurangan pelaporan keuangan.
Tabel 11 Cox & Snell R Square dan Nagelkerke R Square Test Step
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
1 .166 .222 Sumber: data sekunder yang diolah
Tabel 10. Hasil Uji Hipotesis
Pengujian Hipotesis Pertama (Ha1) Variabel leverage (LEV) mempunyai sig. (0.821) > dari α (alfa)=0.05. Hal ini berarti variabel leverage (LEV) tidak signifikan pada level 5% dan hipotesis alternatif ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel leverage (LEV) tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Pengujian Hipotesis Kedua (Ha2) Variabel Return on Assets (ROA) mempunyai sig. (0.017) < dari α (alfa)=0.05. Hal ini berarti variabel Return on Assets (ROA)
Sumber: data sekunder yang diolah
59
Vol. 8 No.1 – KOMPAK, April 2015
signifikan pada level 5%. Walaupun variabel Return on Assets (ROA) signifikan pada level 5% akan tetapi hipotesis alternatif ditolak karena hipotesis penelitian menunjukkan hubungan positf dan persamaan regresi menunjukkan hubungan negatif. Hal ini berarti bahwa variabel Return on Assets (ROA) berpengaruh negatif signifikan terhadap kecurangan pelaporan keuangan.
bersama-sama (simultan) tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Pembahasan Hasil Penelitian Kecurangan Pelaporan Keuangan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin rendah ROA maka semakin tinggi kecurangan pelaporan keuangan. Altman (2009) menyatakan bahwa profitabilitas yang rendah atau negatif menyebabkan perusahaan sulit untuk mendapatkan ekuitas baru sehingga mendorong perusahaan untuk berada pada kondisi leverage yang tinggi. Pernyataan Altman (2009) didukung oleh ringkasan data penelitian pada Lampiran 1. Pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa pada perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan; 27 perusahaan memiliki ROA yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan, 15 perusahaan memiliki ROA yang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Data penelitian tahun 2008 juga menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan memiliki ROA dan laba setelah pajak yang rendah bahkan negatif. Pada Lampiran 1 juga dapat dilihat bahwa pada perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan; 19 perusahaan memiliki rasio leverage yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan, 23 perusahaan memiliki rasio leverage yang lebih tinggi. Adanya fakta bahwa ROA dan laba setelah pajak yang rendah bahkan negatif serta rasio leverage yang tinggi akan mendorong perusahaan melakukan kecurangan pelaporan keuangan sehingga pada tahun 2008 kasus kecurangan pelaporan keuangan jumlahnya meningkat secara signifikan. Lebih lanjut, hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa financial distress berpengaruh positif signifikan terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Kondisi financial distress mendorong perusahaan melakukan kecurangan pelaporan keuangan agar kondisi perusahaan seolah-olah “baik” dan investor semakin tertarik untuk menanamkan modal mereka di perusahaan tersebut. Argumen ini didukung oleh penelitian COSO (1999)
Pengujian Hipotesis Ketiga (Ha3) Variabel perubahan total aset (ASSTGROW) mempunyai sig. (0.381)> dari α (alfa)=0.05. Hal ini berarti variabel perubahan total aset (ASSTGROW) tidak signifikan pada level 5% dan hipotesis alternatif ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel perubahan total aset (ASSTGROW) tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Pengujian Hipotesis Keempat (Ha4) Variabel audit firm tenure (TENURE) mempunyai sig. (0.148) > dari α (alfa)=0.05. Hal ini berarti variabel audit firm tenure (TENURE) tidak signifikan pada level 5% dan hipotesis alternatif ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel audit firm tenure (TENURE) tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Pengujian Hipotesis Kelima (Ha5) Variabel status KAP (STATUS) mempunyai sig. (0.311) > dari α (alfa)=0.05. Hal ini berarti variabel status KAP (STATUS) tidak signifikan pada level 5% dan hipotesis alternatif ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel status KAP (STATUS) tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Uji Simultan Hasil perhitungan pada tabel 12 menunjukkan nilai sig. 0.480 > dari α (alfa)=0.05. Hal ini berarti bahwa leverage, Return on Assets/ROA, perubahan total aset, audit firm tenure, dan status KAP secara
60
KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Vivi Kumalasari)
bahwa karakterisitik perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan adalah perusahaan yang mengalami financial distress. Penelitian COSO (1999) juga didukung oleh penelitian Toit (2008) bahwa financial distress berhubungan positif signifikan dengan kecurangan pelaporan keuangan.
perusahaan untuk berada pada kondisi leverage yang tinggi. Pada Lampiran 1 dapat dilihat tentang perbandingan rasio leverage, total hutang, dan total aset antara perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan di Indonesia. Pada perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan; 19 perusahaan memiliki rasio leverage yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan, 23 perusahaan memiliki rasio leverage yang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Lebih lanjut, pada perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan; 22 perusahaan memiliki total hutang dan total aset yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Dua puluh perusahaan memiliki total hutang dan total aset yang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Hal ini berarti pada kasus kecurangan pelaporan keuangan di Indonesia, mayoritas perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan memiliki total hutang dan total aset yang lebih rendah dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Ditinjau dari rasio leverage, sebanyak 45,24 persen perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan memiliki rasio leverage yang lebih rendah dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Apabila ditinjau secara parsial, mayoritas perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan memiliki total hutang dan total aset yang lebih rendah dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Lebih lanjut, apabila ditinjau dari rasio leverage, sebanyak 54,76 persen perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan memiliki rasio leverage yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Hal ini dapat menyebabkan leverage tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan di Indonesia seperti pada hasil penelitian ini.
Leverage Leverage menggambarkan struktur modal perusahaan. Semakin besar proporsi utang yang digunakan oleh perusahaan maka investor menanggung risiko yang semakin besar pula. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan beralih ke equity financing. Hal ini menyebabkan perusahaan tersebut harus memiliki kinerja yang baik dan laba yang tinggi untuk menarik calon investor sehingga akan menciptakan motivasi untuk melakukan manipulasi laba. Semakin tinggi rasio leverage, semakin menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang buruk dan dapat menimbulkan ketidakpastian mengenai kelangsungan hidup perusahaan (Rudyawan dan Badera, 2008). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Soselisa dan Mukhlasin (2008) bahwa financial leverage tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Hasil penelitian Hutomo (2012) juga menunjukkan bahwa debt to total assets terbukti tidak berpengaruh signifikan dalam mendeteksi kecurangan dalam pelaporan keuangan (fraudulent financial reporting). Hasil penelitian ini kontradiksi dengan beberapa penelitian terdahulu (Sherliza, 2011; George, 2009; Toit, 2008; Salman, 2002) yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Pada Tabel 3 dan Tabel 4 dapat dilihat bahwa rata-rata leverage pada perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan adalah 0,52. Nilai ini lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata leverage pada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan, yaitu 0,53. Altman (2009) menyatakan bahwa profitabilitas yang rendah atau negatif menyebabkan perusahaan sulit untuk mendapatkan ekuitas baru sehingga mendorong
61
Vol. 8 No.1 – KOMPAK, April 2015
perusahaan yang berhubungan dengan kecurangan pelaporan keuangan. Pada Tabel 3 dan Tabel 4 dapat dilihat bahwa rata-rata ROA pada perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan adalah -0,004. Nilai ini lebih rendah bila dibandingkan dengan rata-rata ROA pada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan, yaitu 0,05. Pada Lampiran 1 dapat dilihat tentang perbandingan ROA, total laba setelah pajak, dan total aset antara perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan di Indonesia. Pada perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan; 27 perusahaan memiliki ROA yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan, 15 perusahaan memiliki ROA yang lebih tinggi daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Lebih lanjut, pada perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan; 23 perusahaan memiliki laba bersih setelah pajak yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan dan 22 perusahaan memiliki total aset yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Hal ini berarti pada kasus kecurangan pelaporan keuangan di Indonesia, mayoritas perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan memiliki ROA, laba bersih setelah pajak, dan total aset yang lebih rendah dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin rendah ROA maka semakin tinggi kecurangan pelaporan keuangan.
Return on Assets (ROA) Rasio profitabilitas menunjukkan kesuksesan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba bagi perusahaan. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa profitabilitas yang tinggi akan mendorong pihak manajemen untuk mengungkapkan informasi kepada para investor karena pihak manajemen merasa bahwa hal ini akan menyakinkan para investor tentang profitabilitas perusahaan dan menarik perhatian para investor baru terhadap perusahaan mereka. Hal ini mendorong pihak manajemen melakukan manipulasi laba agar laba perusahaan menjadi lebih tinggi dan laporan keuangan disajikan tidak sewajarnya. Perusahaan dengan profitabilitas yang rendah cenderung untuk melakukan overstatement pada pendapatan dan understatement pada biaya (Persons, 1995). Apabila perusahaan dapat mencapai rasio profitabilitas yang tinggi maka akan memicu pihak manajemen untuk mengungkapkan informasi sehingga mengurangi resiko adanya pandangan yang negatif dari pasar. Perusahaan yang mencapai rasio profitabilitas yang tinggi mengungkapkan informasi untuk memperoleh dana dengan biaya yang rendah dan untuk menghindari penurunan harga saham (Subroto, 2009). Kontradiksi dengan argumen di atas, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Return on Assets (ROA) berpengaruh negatif signifikan terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Hal ini berarti semakin rendah ROA maka semakin tinggi kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Salman (2002) yang menunjukkan bahwa profitabilitas merupakan karakteristik perusahaan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya kecurangan pelaporan keuangan. Altman (2009) juga menyatakan bahwa profitabilitas yang rendah atau negatif menyebabkan perusahaan sulit untuk mendapatkan ekuitas baru sehingga mendorong perusahaan untuk berada pada kondisi leverage yang tinggi. Berbeda dengan hasil penelitian ini, hasil penelitian George (2009) menyatakan bahwa ROA berpengaruh positif signifikan terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian Toit (2008) yang menunjukkan bahwa profitabilitas bukan merupakan karakteristik
Perubahan Total Aset Pertambahan aset suatu perusahaan mencerminkan bahwa perusahaan tersebut sedang mengalami pertumbuhan. Berkaitan dengan hal ini, terdapat kemungkinan bahwa aset tidak dilaporkan secara semestinya di dalam laporan keuangan. Persons (1995) menyatakan bahwa aktiva lancar pada laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang melakukan kecurangan didominasi oleh jumlah piutang
62
KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Vivi Kumalasari)
usaha dan persediaan. Perusahaan-perusahaan yang melakukan kecurangan akuntansi biasanya melakukan overstatements terhadap piutang usaha dan persediaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan total aset tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Toit (2008) yang menunjukkan bahwa perubahan total aset bukan merupakan karakteristik perusahaan yang berhubungan dengan kecurangan pelaporan keuangan. Kontradiksi dengan hasil penelitian ini, hasil penelitian George (2009) menunjukkan bahwa pertumbuhan aset berpengaruh signifikan terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Pada Lampiran 1 dapat dilihat bahwa sebanyak 20 perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan memiliki perubahan total aset yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa perubahan total aset tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan dapat disebabkan karena adanya keseimbangan sampel di mana hampir 50 persen perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan memiliki perubahan total aset yang lebih rendah daripada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan.
keuntungan, misalnya: (1) Perusahaan mengganti KAP baru dengan harapan dapat lebih menyesuaikan dengan keinginan manajemen. (2) Mencari KAP yang dipandang lebih luwes. (3) Signal bahwa perusahaan mau merotasi KAP di masa mendatang (Sumarwoto, 2006). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa audit firm tenure tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Penelitian Johnson et al. (2002) tidak menemukan bukti bahwa perikatan yang lebih lama (9 tahun atau lebih) berhubungan dengan rendahnya kualitas laporan keuangan. Penelitian Wibowo dan Rossieta (2008) juga tidak menemukan bukti tentang pengaruh audit firm tenure terhadap kualitas audit. Tabel 5 dan 6 menunjukkan bahwa pada perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan; terdapat 33 perusahaan dengan audit firm tenure selama 1-3 tahun dan 9 perusahaan dengan audit firm tenure selama 4-6 tahun. Pada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan; terdapat 29 perusahaan dengan audit firm tenure selama 1-3 tahun dan 13 perusahaan dengan audit firm tenure selama 4-6 tahun. Hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa audit firm tenure tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan dapat disebabkan karena tidak terdapat perbedaan signifikan antara audit firm tenure perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dengan audit firm tenure perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Berbeda dengan penelitian lainnya, hasil penelitian George (2009) serta Carcello dan Nagy (2004) menunjukkan bahwa semakin lama masa audit firm tenure maka semakin rendah probabilitas bahwa klien tersebut akan terlibat dalam kecurangan pelaporan keuangan. Pada Tabel 3 dan 4 dapat dilihat bahwa rata-rata audit firm tenure perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan adalah 2,5 tahun dan rata-rata audit firm tenure perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan adalah 3 tahun. Data penelitian menunjukkan bahwa selain rotasi KAP secara voluntary, terdapat beberapa perusahaan yang melakukan rotasi KAP secara mandatory. Apabila ditinjau dari sisi rotasi KAP secara mandatory, kecurangan pelaporan keuangan yang paling mungkin terjadi adalah
Audit Firm Tenure Perikatan yang lama antara perusahaan dengan KAP dapat menurunkan independensi auditor sehingga auditor cenderung untuk mengikuti keinginan pihak manajemen dan meningkatkan kecurangan pelaporan keuangan. Hal ini menyebabkan rotasi KAP secara wajib dipandang sebagai salah satu solusi untuk menjaga independensi auditor dan mengurangi kecurangan pelaporan keuangan Perusahaan yang diharuskan merotasi KAP secara wajib berbeda dari perusahaan yang ingin merotasi KAP. KAP yang berasal dari rotasi KAP yang bersifat mandatory akan membawa skepticisme lebih besar pada audit. Hal ini disebabkan karena KAP baru tersebut tidak akan memandang klien sebagai sumber penghasilan yang terus-menerus karena masa penugasan dibatasi pada periode tertentu. Perusahaan yang merotasi KAP secara voluntary akan mendapatkan beberapa
63
Vol. 8 No.1 – KOMPAK, April 2015
pada tahun-tahun awal keterlibatan auditor (George, 2009; Carcello dan Nagy, 2004; serta Geiger dan Raghunandan, 2002). Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan khusus tentang klien di tahun-tahun awal keterlibatan auditor sehingga mengakibatkan rendahnya kemampuan dalam mendeteksi salah saji material. Hal ini dibuktikkan pada Tabel 3 bahwa rata-rata audit firm tenure perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan adalah 2,5 tahun. Pada perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan terdapat beberapa perusahaan yang melakukan rotasi secara voluntary. Perusahaan yang merotasi KAP secara voluntary disebabkan karena KAP yang terdahulu bertindak konservatif dan tidak sejalan dengan kepentingan manajemen perusahaan sehingga perusahaan ingin mencari KAP yang dapat memenuhi kepentingannya (Sumarwoto, 2006). Hal ini mendorong terjadinya kecurangan pelaporan keuangan pada suatu perusahaan.
pelaporan keuangan menggunakan jasa KAP yang berafiliasi dengan OAA/KAPA. Pada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan, sebanyak 39 (92,86) persen perusahaan menggunakan jasa KAP yang berafiliasi dengan OAA/KAPA. Hal ini membuktikkan bahwa pada kasus kecurangan pelaporan keuangan di Indonesia sebagian besar melibatkan KAP yang berafiliasi dengan KAPA/OAA. Adanya skandal-skandal akuntansi, terutama yang dilakukan dengan motif “mempercantik” kinerja atau laba yang dilaporkan sehingga saham perusahaan terlihat menarik dan menguntungkan bila dibeli oleh investor di pasar modal mengakibatkan publik terutama investor mempertanyakan kembali kualitas audit yang telah dilakukan oleh suatu KAP, terutama KAP besar yang telah memiliki nama dan reputasi baik. Saat ini terdapat penilaian skeptis dari publik bahwa KAP besar tidak menjamin laporan keuangan yang diaudit tidak mengandung kesalahan yang material (Riyatno, 2010). Tidak adanya perbedaan signifikan antara status KAP pada perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dengan status KAP pada perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan menyebabkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status KAP tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan
Status KAP KAP yang berstatus afiliasi adalah KAP lokal yang berkerjasama dengan KAPA atau OAA. Perusahaan beranggapan bahwa auditor yang berasal dari KAP besar dan memiliki afiliasi internasional adalah auditor yang memiliki kualitas tinggi karena auditor tersebut banyak mendapat pelatihan, adanya pengakuan internasional serta adanya peer review (Indriani, 2012). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status KAP tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Soselisa dan Mukhlasin (2008) yang menunjukkan bahwa jenis KAP tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Berbeda dengan penelitian Soselisa dan Mukhlasin (2008), penelitian Wibowo dan Rossieta (2008) menunjukkan bahwa KAP besar akan memberikan kualitas audit yang lebih tinggi sehingga jenis KAP berhubungan positif dengan kualitas audit. Kontradiksi dengan pernyatan Indriani (2012), apabila ditinjau dari sampel penelitian (Lampiran 2), sebanyak 36 (85,71 persen) perusahaan yang melakukan kecurangan
E. SIMPULAN Penelitian ini menguji pengaruh karakteristik perusahaan (leverage, ROA, dan perubahan total aset) dan karakteristik auditor eksternal (audit firm tenure dan status KAP) terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 84 perusahaan, yang terdiri dari 42 perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dan 42 perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data berpasangan (matchedpairs sample) yang terdiri dari data perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dan data perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa leverage, perubahan total aset, audit firm tenure,
64
KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Vivi Kumalasari)
dan status KAP tidak berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Hasil penelitian ini juga menunjukkan Return on Assets (ROA) berpengaruh negatif signifikan terhadap kecurangan pelaporan keuangan.
mengambil keputusan ekonomi. Bagi para regulator, misalnya Bapepam, hendaknya melakukan pembinaan dan pengawasan secara lebih mendalam karena pada kasus kecurangan pelaporan keuangan di Indonesia tidak ada perbedaan signfikan antara karakteristik perusahaan dan karakteristik auditor eksternal perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan di Indonesia.
Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dari penelitian ini adalah: 1. Variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan dengan variabilitas variabel independen hanya 22,2 persen. Berarti masih banyak variabel independen yang belum terdapat pada model penelitian ini. 2. Kekuatan prediksi model dalam penelitian ini hanya 61,9 persen. Hal ini berarti masih banyak variabel independen yang belum terdapat pada model penelitian ini yang dapat meningkatkan kekuatan prediksi model kecurangan pelaporan keuangan. 3. Lima hipotesis dalam penelitian ini semuanya ditolak. Hal ini disebabkan karena tidak ada perbedaan signifikan antara perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan. Periode penelitian yang pendek juga dapat menjadi salah satu penyebab penolakan hipotesis penelitian.
F. SARAN Dalam penelitian selanjutnya sebaiknya periode penelitian lebih panjang sehingga diperoleh jumlah sampel yang lebih besar. Beberapa variabel independen ditambahkan untuk memperoleh model yang lebih komprehensif sehingga dapat memperoleh hasil penelitian yang lebih baik. Beberapa variabel independen yang belum atau jarang diuji, misalnya rasio komposisi aset, rasio aktivitas, dan rasio produktivitas dapat ditambahkan sehingga dapat menambah literatur bagi penelitian di masa yang akan datang. DAFTAR PUSTAKA Altman, 2009. “Post-Chapter 11 Bankruptcy Performance: Avoiding Chapter 22”. Journal of Applied Corporate Finance, Vol. 21, No. 3, pp. 54-64
Implikasi Hasil penelitian ini memberikan implikasi bagi berbagai pihak: bagi pengembangan studi tentang kualitas laporan keuangan, penelitian ini memberikan bukti bahwa ROA berpengaruh terhadap kecurangan pelaporan keuangan. Bagi pelaku pasar, khususnya pemegang saham, investor, dan kreditur, penelitian ini menyediakan suatu bukti empiris bahwa ROA dapat digunakan menjadi indikator kecurangan pelaporan keuangan. Lebih lanjut, tidak ada perbedaan signfikan antara karakteristik perusahaan dan karakteristik auditor eksternal perusahaan yang melakukan kecurangan pelaporan keuangan dan perusahaan yang tidak melakukan kecurangan pelaporan keuangan di Indonesia. Oleh karena itu, karakteristik perusahaan dan karakteristik auditor eksternal hendaknya dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan ekonomi sehingga para pelaku pasar dapat lebih berahati-hati dalam
Astria, Tia. 2010. “Analisis Pengaruh Audit Tenure, Struktur Corporate Governance, dan Ukuran KAP Terhadap Integritas Laporan Keuangan”. Skripsi S1 Universitas Diponegoro. Bai, B., J, Yen, and X. Yang. 2008. “False Financial Statements: Characteristics Of China’s Listed Companies And CART Detecting Approach”. International Journal of Information Technology & Decision Making, Vol. 7, No. 2, pp. 339–359. Bapepam. 2002. Siaran Pers Badan Pengawas Pasar Modal Tanggal 27 Desember 2002. bapepam.go.id/old/old/news/Des2002/PR_2 7_12_2002.PDF (diakses 23 Maret 2012)
65
Vol. 8 No.1 – KOMPAK, April 2015
Bapepam. 2005. Siaran Pers Badan Pengawas Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal.
www.djlk.depkeu.go.id/dpajp/Data/Kep.%20 Menteri%20Keuangan%20no.423%20KMK. 06%202002.pdf (diakses 20 Maret 2012).
Bapepam. 2006. Siaran Pers Badan Pengawas Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal.
Departemen Keuangan. 2003. Keputusan Menteri Keuangan No. 359/KMK.06/2003 tentang Pergantian Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK.06/2002. www.dljk.depkeu.go.id/dpajp/data/KMK%20 Nomor%20359.pdf (diakses 20 Maret 2012).
Bapepam. 2007. Siaran Pers Badan Pengawas Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal. Bapepam. 2008. Siaran Pers Badan Pengawas Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal.
Departemen Keuangan. 2008. Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008. www.depkeu.go.id/fullText/2008/17~PMK.01 2008PerLamp.pdf (diakses 20 Maret 2012).
Bapepam. 2009. Siaran Pers Badan Pengawas Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal. Bapepam. 2010. Siaran Pers Badan Pengawas Pasar Modal. Badan Pengawas Pasar Modal.
Diyanti, Ferry. 2010. “Mekanisme Good Corporate Governance, Karakteristik Perusahaan dan Mandatory Disclosure: Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Thesis S2 Universitas Brawijaya.
Beneish, M.D. 1999.”The Detection of Earning Manipulation”. Financial Analysts Journal, Vol. 55, No. 5, pp. 24-36. Carcello, J. and A. Nagy. 2004. “Audit Firm Tenure and Fraudulent Financial Reporting”. Auditing: A Journal of Practice & Theory, Vol. 23, No. 2, pp. 55-69.
Effendi, Arief. 2006. “Fraudulent Financial Reporting: Tanggung Jawab Auditor Independen”. Seminar Umum Universitas Internasional Batam.
Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO). 1999. “Fraudulent Financial Reporting 1987-1997: An Analysis of U.S Public Companies”. www.coso.org/FraudReport.htm (diakses 24 April 2012)
FASB. 1987. Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No. 1. http://adriaccounting.blogspot.com/2010/07/sfac-sckompre-materi-1.html (diakses 20 Maret 2012). Geiger, M. A. and K. Raghunandan. 2002. “Audit Tenure and Audit Reporting Failures”. Auditing: A Journal of Practice & Theory, Vol. 21, No. 1, pp. 67-78.
Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO). 2010. “Fraudulent Financial Reporting 1998-2007: An Analysis of U.S Public Companies”. www.coso.org/FraudReport.htm (diakses 24 April 2012)
George, Nashwa. 2009. “The Relationship Between Audit Firm Tenure and Probability of Financial Statement Fraud“. Journal of Academic Business and Economics, Vol. 9, No. 4, pp. 54-65.
Departemen Hukum dan HAM. 2011. Undangundang No. 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik. http://www.djpp.depkumham.go.id/harmonis asi-peraturan-lainnya/116-newpuu/1304undang-undang-nomor-5-tahun-2011.html (diakses 30 Mei 2012)
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Edisi 4. Semarang: Badan Penerbit Diponegoro.
Departemen Keuangan. 2002. Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK.06/2002.
66
KECURANGAN PELAPORAN KEUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (Vivi Kumalasari)
Hoyle, J. 1978. “Mandatory Auditor Rotation: The Arguments and An Alternative”. Journal of Accountancy, Vol. 145, No. 5, pp. 69-78.
European Accounting Review, Vol 8, No. 2, pp. 239–252. Myers, J., L. A. Myers, and T. C. Omer. 2003. “Exploring The Term of The Auditor-Client Relationship and The Quality of Earnings: A Case for Mandatory Auditor Rotation?”. The Accounting Review, Vol. 78, No. 3, pp. 779799.
Hutomo, O. Suryo. 2012. “Cara Mendeteksi Fraudulent Financial Reporting Dengan Menggunakan Rasio-Rasio Finansial (Studi Kasus Perusahaan Yang Terdaftar Di Annual Report Bapepam)”. Skripsi S1 Universitas Diponegoro.
Persons, Obeua. 1995. “Using Financial Statement Data to Identify Factor Associated with Fraudulent Financial Reporting”. Journal of Applied Business Research. Vol. 11, pp. 3846. PPAJP. 2012. Daftar Kantor Akuntan Publik di Indonesia yang berafiliasi dengan Organisasi Audit Asing (OAA) atau Kantor Akuntan Publik Asing (KAPA). www.ppajp.depkeu.go.id/remository/daftarK APA-OAA.pdf (diakses 21 Mei 2012).
Indonesian Capital Market Directory (ICMD), 2005. BEI Information Center Indonesian Capital Market Directory (ICMD), 2006. BEI Information Center Indonesian Capital Market Directory (ICMD), 2007. BEI Information Center Indonesian Capital Market Directory (ICMD), 2008. BEI Information Center
Ramadhani, A.S. dan Lukviarman, Niki. 2009. “Perbandingan Analisis Prediksi Kebangkrutan menggunakan Model Altman Pertama, Altman Revisi, dan Altman Modifikasi dengan Ukuran dan Umur Perusahaan sebagai Variabel Penjelas (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI)”. Jurnal Siasat Bisnis. Vol. 13, No. 1, hal 15-28.
Indonesian Capital Market Directory (ICMD), 2009. BEI Information Center Indonesian Capital Market Directory (ICMD), 2010. BEI Information Center Indriani, Resty. 2012. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Klien Kantor Akuntan Publik di Indonesia (Survey Pada Perusahaan Go Public yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”. Jurnal Ekonomi dan Informasi Akuntansi, Vol. 2, No. 1, hal. 1-26
Riyatno. 2010. “Pengaruh Ukuran Kantor Akuntan Publik Terhadap Earnings Response Coefficients. http://idyasin.blogspot.com/2010_03_01_arc hive.html (diakses 14 Juni 2012)
Jensen, M. C. and W.H. Meckling. 1976. “Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure”. Journal of Financial Economics, Vol. 3, No. 4, pp. 305360.
Rosid, Abdul. 2012. “Kinerja Perusahaan dan Analisis Kredit”. Pusat Pengembangan Bahan Ajar – UMB. http://ml.scribd.com/doc/90829890/9900711-141591649080 (diakses 14 Juni 2012)
Johnson, V.E., I.K Khurana and J.K Reynolds. 2002.”Audit Firm Tenure and The Quality of Financial Reports”. Contemporary Accounting Research, Vol. 19, No. 4, pp. 637-660.
Rudyawan, A.P. dan Badera, I.D.N. 2008. “Opini Audit going Concern: Kajian Berdasarkan Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan Perusahaan, Leverage, dan Reputasi Auditor”. E-Journal Universitas Udayana. ejournal.unud.ac.id/ok%20arry%20pratama
Lennox, S. Clive. 1999. “Non-Audit Fees, Disclosure and Audit Quality”. The
67
Vol. 8 No.1 – KOMPAK, April 2015
%20&%20badera.doc 2012).
Mei
African Journal of Accounting Research, Vol. 22, pp. 1-34.
Kautsar. 2002. “Penggunaan Rasio Keuangan untuk Mengidentifikasi Kecurangan Pelaporan Keuangan”. Ventura: Jurnal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi. Vol. 5, No. 1, hal: 207-217
U.S. General Accounting Office (GAO). 2003. “Public Accounting Firms: Required Study the Potential Effects of Mandatory Audit Firm”. www.gao.gov/news.items/d04216.pdf (diakses 15 Maret 2011).
Sherliza, P. Nelson. 2011.”Fraudulent Financial Reporting: A Basic Analysis”. Research Management Centre, IIUM, Kuala Lumpur. Sherliza, P. Nelson. 2011.” Fraudulent Financial Reporting: An Empirical Analysis in Malaysia”. http://dx.doi.org./10.2139/ssrn.1966317 (diakses 21 April 2012).
Wibowo, A. dan H. Rossieta. 2008. “Faktor-Faktor Determinasi Kualitas Audit: Suatu Studi Dengan Pendekatan Earnings Surprise Benchmark”. Simposium Nasional Akuntansi XII, Vol. 1, hal: 1-34
Salman,
(diakses
14
Soepriyanta. 2010. Daftar Kantor Akuntan Publik di Indonesia yang berafiliasi dengan Organisasi Audit Asing (OAA) atau Kantor Akuntan Publik Asing (KAPA). http://soepriyanta.blogspot.com/2010/04/kap -lokal-dan-asing.html (diakses 14 Mei 2012). Soselisa, Rangga dan Mukhlasin. 2008. “Pengaruh Faktor Kultur Organisasi, Manajemen, Strategik, Keuangan, Dan Auditor Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Studi Pada Perusahaan Publik Di Indonesia”. Simposium Nasional Akuntansi XI, Vol. 2, hal: 1-23. Subroto, Vivi. 2009. “Hubungan Karakteristik Perusahaan Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela di Indonesia (Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI)”. Skripsi S1 Universitas Diponegoro. Sumarwoto. 2006. “Pengaruh Kebijakan Rotasi KAP Terhadap Kualitas Laporan Keuangan”. Thesis S2 Universitas Diponegoro. Suparlan dan W. Andayani. 2010. “Analisis Empiris Pergantian KAP Setelah Ada Kewajiban Rotasi Audit”. Simposium Nasional Akuntansi XIII, Vol. 1, hal: 1-25. Toit, E Du. 2008. “Characteristics of Companies with A Higher Risk of Financial Statement Fraud: A Survey of The Literature”. South
68