Geologi DATA DASAR UNTUK PENYUSUNAN PETA DAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA MINERAL KELAUTAN INDONESIA Ediar Usman Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan
[email protected]
SARI Kerak bumi dan batuan induk merupakan batuan sumber mineral di pantai dan dasar laut. Demikian juga zona mineralisasi dan keterdapatan suatu mineral mempunyai jalur tersendiri, baik sebagai batuan beku dan batuan vulkanik maupun sebagai sedimen permukaan dasar laut. Penyebaran batuan induk dapat menjadi dasar dalam menentukan dan memprediksi potensi sumber daya mineral di suatu tempat. Hal ini di dasarkan pada karakteristik suatu daerah yang mempunyai potensi sumber daya mineral sangat bergantung pada jenis dan letak ( luas, jauh dan dekat) batuan induk itu sendiri. Di Kepulauan Indonesia, batuan induk berupa batuan beku plutonik dan vulkanik menjadi sumber sedimen dan sumber mineral di pantai dan laut. Data dasar lainnya adalah kedalaman laut dan distribusi sungai purba (paleo-channels) sebagai media transportasi sedimen pembawa mineral di dasar laut dan bawah dasar laut. Data dasar penyebaran batuan induk dibandingkan dengan sebaran sedimen permukaan diharapkan dapat menjadi indikasi mineral tertentu dalam sedimen permukaan. Hasil pengumpulan beberapa data sekunder dan hasil analisis kimia beberapa sampel batuan induk dan sedimen Kuarter diperoleh beberapa batuan induk, seperti: batuan vulkanik Kuarter, batuan plutonik, ofiolit, malihan Pra-Tersier dan gunung api. Data ini menjadi acuan dalam membuat Peta Sumber Daya Mineral Kelautan Indonesia (PSDMKI). Peta ini diharapkan akan menjadi dasar dalam penyusunan kebijakan pengelolaan sumber daya mineral sesuai amanat UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Undang-undang ini menekankan perlunya data dan informasi geologi dalam penyusunan WUP/WPN (Wilayah Usaha Pertambangan/Wilayah Pencadangan Negara). Peta ini diharapkan akan menjadi rujukan dalam penyusunan peta dan kebijakan pengelolaan sumber daya mineral Indonesia. Kata kunci : batuan induk, sungai purba, sedimen dasar laut, mineral, kebijakan nasional 1. PENDAHULUAN Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menekankan perlunya dipersiapkan data mengenai pencadangan mineral nasional dalam rangka penyusunan Wilayah Pencadangan Negara (WPN), Wilayah Pertambangan (WP) dan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP).
90
Pencadangan mineral nasional dan Wilayah Pencadangan Negara mencakup daerah/lokasi keterdapatan mineral, baik sebagai indikasi awal maupun sebagai daerah pertambangan atau daerah prospek wilayah pertambangan. Undangundang tersebut juga mengamanahkan tentang peran negara dalam menentukan sumber daya dan cadangan mineral nasional. Dalam hal ini, data dan peta sumber daya mineral di kawasan pantai dan laut perlu dipersiapkan dan disusun,
M&E, Vol. 12, No. 2, Juni 2014
Gambar 1. Peta batuan regional berdasarkan penyebaran kerak (crust) sebagai sumber batuan dan mineral di daratan, pantai dan laut (disederhanakan dari” Hamilton, 1979, 2003; Badan Geologi, 2010).
Geologi
Data Dasar Untuk Penyusunan Peta dan Kebijakan . .. ; Ediar Usman
91
Geologi sehingga akan menjadi acuan dalam rangka penyusunan kebijakan nasional berkaitan dengan amanat perundang-undangan di atas berserta usulan turunannya. Turunan yang dimaksud dalam bentuk Usulan Rekomendasi Kebijakan berupa Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri ESDM dan Peraturan Daerah yang mengatur tentang zonasi pengelolaan sumber daya mineral. Wilayah pantai dan laut merupakan satu kesatuan yang berhubungan dengan wilayah darat. Namun mengingat laut nusantara dengan luas hampir 2/3 dari luas seluruh wilayah NKRI, maka penelitian dan penentuan daerah/lokasi mineral di laut memerlukan metoda dan peralatan yang canggih (high technology), resiko tinggi (high risk) dan memerlukan waktu yang lama, sehingga dalam menyusun peta sumber daya mineral di pantai dan laut diperlukan data dukung dari berbagai sumber. Saat ini, data dan peta sumber daya mineral di pantai dan darat tersimpan di berbagai instansi terkait, sedangkan di laut mencakup beberapa daerah yang telah disurvei. Namun berdasarkan assumsi geologi regional (tektonik, plutonik dan vulkanik) dan proses yang menyertainya, maka dapat dilakukan prediksi daerah potensial dan prospek untuk penelitian lebih rinci. Dalam hal ini perlu pendataan tentang kondisi geologi, keterdapatan mineral dan sejarah perTambangan, sehingga dapat menjadi referensi dalam penyusunan WUP dan WPN sumber daya mineral di pantai dan laut. Metoda dalam penyusunan peta dasar dan Peta Sumber Daya Mineral Kelautan Indonesia (PSDMKI) berdasarkan hasil penelitian, pengamatan langsung, serta kajian data sekunder dan perbandingan yang sesuai dengan kondisi daerah saat ini. Pengambilan data, analisis batuan dan pemodelan untuk verifikasi telah dilakukan oleh penulis di berbagai daerah dan pulau-pulau antara lain di P. Sabang (Aceh); P. Durai, P. Singkep, P. Batam, P. Natuna (Kepri); P. Bangka, P. Belitung (Kep. Babel), pantai barat Kalimantan Barat; pantai barat Sumatera Barat;
92
P. Buton (Sulawesi Tenggara); P. Tarakan, Bulungan (Kaltim); pantai selatan Sukabumi (Jawa Barat); pantai barat Serang (Banten); P. Bawean (Jawa Timur); Jepara (Jawa Tengah), P. Weigeo (Papua); dan Flores (NTT). Data tersebut dalam bentuk analisis megaskopik, sayatan tipis, unsur utama (major element), elemen jejak (trace element) dan umur mutlak (dating). Data lainnya adalah hasil survei Puslitbang Geologi Kelautan sejak tahun 19842012 serta dari instansi terkait lainnya (PSG dan PSDG).
2. DATA DASAR a. Batuan Regional Bumi Kepulauan Indonesia Batuan regional ( atau yang dikenal dengan istilah “Kerak bumi”) dalam bentuk kerak (crust), memberi kontribusi dalam pembentukan batuan, sedimen permukaan dan mineral, bahkan juga energi. Selain menjadi sumber batuan dan sedimen, juga menjadi sumber dalam pembentukan mineral dan energi, baik primer maupun sekunder. Secara umum, batuan regional yang menjadi sumber sedimen dan mineral adalah: Kerak Benua, Lereng Benua, Kerak Transisi (peralihan) dan Kerak Samudera (Gambar 1). Kerak Benua terdapat di bagian barat Indonesia, meliputi P. Sumatera, P. Kalimantan, P. Jawa dan P. Sulawesi bagian barat, termasuk juga perairan Selat Malaka, Laut Natuna dan Laut Jawa. Batuannya berasosiasi dengan inti benua, seperti batuan beku plutonik dan vulkanik PraTersier. Kerak benua tersusun oleh batuan granitoid berkomposisi utama sial (silisiumaluminium) dengan ketebalan sekitar 20-70 km dan massa jenis rata-rata sekitar 2,85 gr/cm3. Umur tertua kerak benua yang diketahui saat ini adalah 4,28 - 3,7 miliar tahun ditemukan di bagian barat Australia dan Kanada (Patchett and Samso, 2003).
M&E, Vol. 12, No. 2, Juni 2014
Geologi Pembentukan Kerak Benua (Continent Crust), berhubungan dengan periode orogeny intensif. Periode ini berhubungan dengan pembentukan super benua pada periode awal pembentukan bumi dan kepulauan yang dikenal sebagai benua Pangea dan Gondwana. Umumnya sedimen permukaan didominasi oleh kuarsa, sedikit batuan pasir (pecahan batuan beku) dan lempung asal daratan, dan di daerah palung umumnya sedimen lempung homogen berwarna hitam mengandung cangkang (Usman et al, 2010). Butiran kuarsa dan litik umumnya berukuran sedang-kasar. Sumber daya mineral umumnya adalah timah, emas, perak, mineral berat dan unsur radioaktif.
Di sekitar pulau-pulau kecil, kawasan pantai dan perairannya yang berassosiasi dengan batuan kerak samudera dan transisi, seperti peridotit dan ultra basal terdapat kandungan nikel laterit dan mangan (Usman, 2011). Di beberapa tempat, seperti pantai bagian timur Sulawesi, Weigeo, Obi, Bacan dan Halmahera bagian utara, potensi nikel tersebut sudah ditambang, sedangkan mangan ditambang di daerah Sumbawa dan Flores.
Lereng Benua (Continent Slope), terdapat di sekitar Selat Makassar bagian timut, Laut Sulawesi, Laut Banda dan Laut Natuna bagian utara. Umumnya sedimen permukaan didominasi oleh butiran batuan pasir dan lempung asal laut dalam. Butiran batuan pasir umumnya berukuran halus-sedang. Sumber daya mineral agak jarang, kecuali jika terdapat gunung api bawah laut sebagai sumber sedimen dan mineral, terutama emas, perak dan tembaga. Sumber daya mineral umumnya adalah nodul mangan, kobal, emas, perak, tembaga, mineral berat dan unsur radioaktif.
Kerak Samudera (Oceanic Crust), terdapat di sebelah barat Sumatera dan sebelah utara Papua. Di sebelah barat Sumatera dikenal sebagai Samudera Indonesia, sedangkan di sebelah utara Papua, dikenal sebagai Samudera Pasifik. Kerak samudera mempunyai ketebalan sekitar 5-10 km dengan penyusun utama adalah batuan basal. Kerak samudera menempati daerah yang luas dan umumnya bergerak ke arah kepulauan Indonesia. Kerak samudera adalah bagian dari litosfer bumi yang permukaan nya berada di Cekungan Samudera. Kerak samudera tersusun oleh batuan mafik atau sima (silisiummagnesium) dengan ketebalan lebih kurang 10 kilometer, tetapi massa jenisnya lebih besar, memiliki massa jenis rata-rata sekitar 3,3 gr/cm3. Umur tertua dari kerak samudera dari hasil pengukuran saat ini adalah 200 - 150 juta tahun.
Kerak Transisi (Transition Crust), atau kerak peralihan terdapat di sebelah barat Sumatera, selatan Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi hingga Pilipina dan bagian utara Papua. Daerah kerak transisi didominasi oleh sedimen yang juga bersifat transisi yang berasal dari samudera dan daerah akresi, sebagian vulkanik kepulauan. Umumnya sedimen permukaan didominasi oleh sedimen laut pada kedalaman sedang dan laut dalam (deep sea) dengan butiran umumnya batuan pasir, kuarsa dan kaya lempung asal darat dan lereng. Butiran litik, kadang-kadang terdapat pasir besi, kuarsa dan tuf, umumnya berukuran sedang-kasar (Usman and Wijaya, 2012). Daerah ini kaya dengan sumber daya mineral seperti emas, perak, pasir besi, mineral berat, nikel, mangan, tembaga dan unsur radioaktif.
Sedimen pada kerak samudera didominasi oleh sedimen yang berasal dari samudera, sebagian vulkanik bawah laut (seamount). Umumnya sedimen permukaan didominasi oleh sedimen laut dalam dengan butiran umumnya batuan pasir, tuf dan kaya lempung asal laut dalam. Butiran litik dan kuarsa umumnya berukuran sedang-kasar. Daerah ini kaya dengan sumber daya mineral seperti emas, perak, pasir besi, mineral berat, tembaga dan unsur radioaktif. Di sekitar pulau-pulau kecil, kawasan pantai dan perairannya yang berasosiasi dengan batuan kerak samudera, seperti peridotit dan ultra basa terdapat kandungan nikel laterit dan mangan. Di sebelah barat Sumatera dan selatan Jawa, pada beberapa gunung api bawah laut terdapat batuan mengandung emas, perak dan tembaga (Usman, 2006).
Data Dasar Untuk Penyusunan Peta dan Kebijakan . .. ; Ediar Usman
93
Geologi Mikro-kontinen atau benua kecil terdapat di beberapa tempat di Kawasan Timur Indonesia, yaitu Banggai-Sula, Mekongga, TukangbesiButon, Sumba, Buru-Seram, Obi-Bacan, MisoolKepala Burung dan Lucipara. Benua-benua mikro tersebut merupakan mintakat alokton (allochthonous terrains) yang berdasarkan runtunan batuan dan umur diperkirakan berasal dari pinggiran utara Benua Australia, terdapat juga di sekitar kawasan tengah Papua (Hamilton, 1979; Simandjuntak, 1986; Simandjuntak dan Barber, 1996; Hall, 2001). Papua bagian selatan (termasuk New Guinea) merupakan pinggiran utara Benua Australia dan tidak pernah berpisah secara struktural meskipun pada kala Neogen terjadi pensesaran bongkah (extensional faults), yang membentuk terban Selat Torres yang memisahkan daratan Papua dari daratan interior Kraton Australia. Namun dalam pengertian lempeng kerak benua, kedua kawasan tersebut merupakan satu kesatuan sebagai Lempeng Australia. Jalur-jalur benturan ini akan dapat memberikan gambaran mengenai pergerakan mikro-kontinen sebelum dan setelah berbenturan dengan massa lainnya membentuk beberapa cekungan dengan tipe foreland dan suture tepian mikrokontinen Tipe suture berupa sedimen ataupun fragmen dari samudera yang terangkat dan terjepit di antara ofiolit atau sedimen asal samudera; beberapa di antaranya membentuk cekungan suture yang sempit dan rumit. Sedimen di daerah mikro-kontinen memiliki kesamaan dengan kerak benua yang didominasi oleh kuarsa, sedikit litik granitoid dan lempung asal daratan. Butiran kuarsa dan litik umumnya berukuran sedang-kasar. Sumber daya mineral umumnya adalah timah, emas, perak, mineral berat dan unsur radioaktif. Di daerah mikrokontinen juga berpotensi mengandung hidrokarbon. Keberadaan dan penyebaran batuan regional tersebut dapat menjadi dasar dalam eksplorasi sumber daya mineral dan penyusunan geologi regional serta penyusunan peta sumber daya mineral kelautan.
94
b. Batuan Beku Plutonik dan Vulkanik Batuan dasar merupakan batuan induk mineral letakan yang mengalami proses pelapukan, transportasi dan pengendapan. Pengendapan dapat terjadi pada sedimen yang lebih tua (Tersier) dan sedimen yang lebih muda (Kuarter). Bila pengendapan pada sedimen yang lebih tua (Tersier), berarti batuan sumber dan proses mineralisasi terjadi sebelum pengendapan (PraTersier). Mineral yang mengalami proses pengendapan pada sedimen yang lebih muda umumnya terdapat pada sedimen yang masih bersifat lepas, berarti proses pelapukan, transportasi dan pengendapan jauh lebih muda dari batuan induk dan proses mineralisasi. Batuan induk pada umumya adalah batuan beku plutonik dan vulkanik. Batuan beku plutonik dapat bersifat beku dalam (plutonik) dan dapat juga batuan beku dangkal (intrusi). Sedangkan batuan vulkanik umumnya beku luar (lelehan lava). Batuan beku dalam, umumnya adalah granit, granodiorit, diorit dan syenit dan kelompok batuan ultrabasa - basa seperti peridotit dan gabro. Batuan vulkanik umumnya adalah teprit, basalt, phonolit, trasit, andesit, dasit dan rhiolit, bersifat lelehan (lava), dan hasil letusan (extrusive) berupa obsidian, tuf dan pumice. Di Indonesia batuan induk berupa batuan beku dalam dan beku dangkal, serta vulkanik dan subvulkanik memiliki jalur tersendiri sesuai dengan faktor pengontrolnya, yaitu tektonik dan struktur geologi. Secara umum, penyebaran batuan induk tersebut, baik sebagai batuan dasar (basement rock) maupun dalam bentuk intrusi dan vulkanik terdapat di Sumatera, Kep. Riau, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Papua dan di pulau-pulau kecil lainnya. Berdasarkan posisi batuan induk tersebut, maka dalam penelitian dan eksplorasi mineral di kawasan pantai dan laut, posisi batuan induk tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan dan target penelitian dan eksplorasi. Data dasar pada penyusunan peta sumber daya mineral kelautan ini, kelompok batuan induk yang dibuat adalah:
M&E, Vol. 12, No. 2, Juni 2014
Geologi batuan beku plutonik, batuan vulkanik, ofiolit, malihan Pra-Tersier dan gunung api (Gambar 2). c. Alur Purba dan Kedalaman Laut Alur purba dan kedalaman laut merupakan data dasar yang penting dalam penyusunan peta sumber daya mineral kelautan Indonesia. Alur purba merupakan suatu alur yang telah terkubur di dalam suatu lapisan sedimen di bawah dasar laut (Gambar 3). Alur purba terbentuk pada saat terjadi penurunan permukaan laut (sea level drop) pada periode Plio-Plistosen sekitar 1,8 juta tahun yang lalu (Tjia, 1970). Penurunan permukaan laut melanda seluruh perairan bagian timur Asia yang disebut Sundaland. Bukti penurunan permukaan laut terdapat pada lapisan sedimen peralihan antara sedimen Pliosen - Plistosen melalui metoda seismik resolusi tinggi (Yoo and Park, 2000). Pada saat penurunan muka air laut, sebagian dasar laut membentuk daratan dan terbentuk alur-alur di dasar laut sebagai kelanjutan sungaisungai yang sebelumnya terbentuk di daratan. Alur sungai tersebut, di samping sebagai daerah aliran sungai purba juga membawa sedimen hasil rombakan batuan di darat ke arah laut. Sedimen-sedimen tersebut terlepas dari batuan induk di darat bersamaan dengan terlepasnya mineral-mineral dari batuan induk tersebut, lalu masuk ke dalam alur sungai di dasar laut. Pada umumnya, mineral-mineral tersebut memiliki berat jenis yang lebih besar dari sedimen, sehingga dalam proses pengendapannya mengikuti pola gravitasi bumi sehingga unsur yang lebih berat (mineral) akan terletak pada lapisan paling bawah di dasar alur/sungai. Berdasarkan peta alur purba regional di Kawasan Barat Indonesia (Emery and Aubrey, 1991; Kuenen, 2007), arah aliran di sekitar perairan bagian utara Bangka-Belitung ke arah Laut China Selatan, sedangkan di perairan Laut Jawa ke arah timur menuju bagian utara Bali Flores (Cekungan Flores). Selanjutnya, pada proses bumi berikutnya terjadi beberapa kali dinamika naik turunnya permukaan
laut (sea level changes), umumnya adalah kenaikan muka air laut (sea level rise) sehingga sungai-sungai tersebut tertutup permukaan laut. Pada kondisi demikian, karena sedimen ke arah laut cukup besar dan dalam waktu yang cukup lama (ribuan - jutaan tahun), maka sedimen membentuk lapisan yang tebal. Kondisi ini mengakibatkan seluruh alur sungai tersebut terbukur dalam lapisan sedimen, sehingga disebut alur sungai purba (paleo-channel). Dalam kegiatan eksplorasi mineral yang tergolong sebagai mineral berat (mineral oksida dan sulfida), data sungai purba yang terkubur tersebut merupakan data dasar utama dalam menentukan daerah sedimentasi dan distribusi sedimen mengandung mineral berat. Daerah prospek yang perlu dipetakan adalah kelanjutan sungai purba di laut ke arah pantai atau darat. Alur purba yang ada masih bersifat regional, sehingga perlu dipetakan alur purba yang lebih rinci, terutama cabang-cabang yang lebih kecil di sekitar alur utama. d. Sedimen Dasar Laut Indonesia Bagian Barat Penyusunan peta sebaran sedimen permukaan dasar laut berdasarkan hasil pemetaan terutama di Kawasan Barat Indonesia telah dilakukan oleh P3GL sejak tahun 1984-2012. Pemetaan tersebut menggunakan Kapal Survei Geomarin 1 dan hasilnya dikorelasi dengan hasil kajian tentang batuan regional , sehingga dapat memberikan gambaran menyeluruh mengenai sebaran sedimen permukaan dasar laut (Gambar 4). Pemahaman tentang batuan regional, batuan induk regional, pola aliran purba dan sedimen permukaan dasar laut diharapkan dapat membantu dalam mencapai target dalam penelitian sumber daya mineral yang lebih rinci di Kawasan Barat Indonesia serta kondisi geologi di Kawasan Timur Indonesia. Di Kawasan Timur Indonesia, merupakan daerah frontier dan sulit dijangkau, di samping itu kedalaman laut mencapai ribuan meter sehingga sulit dilakukan pengambilan contoh sedimen
Data Dasar Untuk Penyusunan Peta dan Kebijakan . .. ; Ediar Usman
95
Gambar 2. Peta batuan induk sebagai sumber mineral di pantai dan laut (disederhanakan dari: Hamilton, 1979, Batchelor, 1983; Amin dan Hadiwidjoyo, 2003; Badan Geologi, 2010)
Geologi
96
M&E, Vol. 12, No. 2, Juni 2014
Gambar 3. Peta alur purba (paleochannel) di kawasan barat Indonesia menurut Kuenen (2007) dan hasil analisis dan pemodelan seismik oleh penulis.
Geologi
Data Dasar Untuk Penyusunan Peta dan Kebijakan . .. ; Ediar Usman
97
Gambar 4. Peta sedimen permukaan dasar laut; dikelompokkan dari peta skala 1 : 250.000 hasil penelitian P3GL (1984-2012) berdasarkan kesamaan tekstur dan komposisi penyusun.
Geologi
98
M&E, Vol. 12, No. 2, Juni 2014
Geologi dasar laut. Beberapa kegiatan survei geologi kelautan di Kawasan Timur Indonesia, diperoleh perconto yang terbatas dan dalam jarak yang cukup jauh. Rata-rata jarak perconto satu dengan yang lain berjarak sekitar 5 - 10 km. Kondisi ini menyulitkan dalam pembuatan peta sebaran sedimen permukaan. Langkah penyusunan peta berdasarkan penyebaran batuan dan kerak bumi dapat membantu dalam memperkirakan sebaran sedimen permukaan serta kandungan sumber daya mineral.
2. PROTOTIPE PETA SUMBER DAYA MINERAL KELAUTAN INDONESIA Penyusunan Peta Sumber Daya Mineral Kelautan Indonesia (PSDMKI) berdasarkan atas hasil penelitian geologi kelautan sudah dilakukan sejak PPGL berdiri tahun 1984 hingga tahun ini (2012). Data lainnya menggunakan data sekunder dari berbagai sumber dan instansi. Selain data hasil penelitian geologi kelautan data penting lainnya sebagai sumber pendukung adalah data batuan regional dan batuan beku dari Pusat Survei Geologi - Badan Geologi (PSGBG), data sumber daya mineral mineral dari Pusat Sumber Daya Geologi - Badan Geologi (PSDG-BG) dan dari hasil survei Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL). Data tersebut sudah dilakukan verifikasi (uji petik) di beberapa tempat oleh penulis. Saat ini Peta SDMKI dalam proses pra-cetak dan diharapkan akan diterbitkan, sehingga dapat menjadi referensi dalam kegiatan penelitian dan pengembangan serta dalam penyusunan peta sumber daya mineral sebagai amanat UndangUndang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara beserta turunannya. Salah satu aspek penting dalam UU tersebut adalah perlunya data dan informasi geologi dalam penyusunan WUP/WPN (Wilayah Usaha Pertambangan/Wilayah Pencadangan Negara) mineral dan batubara. Peta SDMKI ini diharapkan akan menjadi rujukan dalam penyusunan Peta Sumber Daya Mineral Indonesia.
Tujuan lainnya dalam penyusunan Peta SDMKI adalah sebagai data dukung Dokumen Akademis untuk penyusunan Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Mineral Nasional (KPSDMN). Peta ini juga menjadi acuan dalam penyusunan Mineral and Energy Resource Strategic Plan oleh Badan Geologi dan Balitbang ESDM. Mineral-mineral penting dalam peta SDMKI dalam bentuk lokasi/titik keterdapatan dan zona penyebaran sumber daya mineral adalah: emas, pasir besi, intan, timah, nikel, mangan, zirkon, kromit, tembaga, kuarsa, bauksit (di pantai) dan kaolin (Gambar 5). Juga terdapat lokasi pemboran laut dalam untuk identifikasi mineral dan nodul mangan serta lokasi sampling batuan dan sedimen di pantai sebagai batuan induk beserta hasil analisis megaskopik, sayatan tipis, geokimia (berupa unsur utama dan elemen jejak) dan umur mutlak. Komponen peta lainnya adalah gunung api di pantai dan bawah laut yang mengindikasikan panas bumi serta emas, perak dan tembaga. Di pantai dan laut bagian barat dan selatan Kalimantan terdapat sedimen pasir lempungan mengandung emas dan perak. Kondisi yang sama juga terdapat pada sedimen lepas pantai di Papua bagian selatan. Keterdapatan dan penyebaran sedimen mengandung emas dan perak berkaitan antara lain dengan letak terhadap batuan induk (batuan beku dalam dan vulkanik), kegiatan penambangan di hulu dan buangan tailing di sepanjang sungai hingga ke muara dan lepas pantai. Pada sedimen seperti ini juga diduga terdapat unsur radioaktif dan tanah jarang. Unsur radioaktif dan tanah jarang tersebut telah ditambang dan diproduksi besar-besaran oleh beberapa negara untuk mendukung industri otomotif, militer, energi, kesehatan dan pertanian. Oleh sebab, keterdapatan dan penyebaran unsur radioaktif dan tanah jarang perlu diinventarisir dalam peta.
Data Dasar Untuk Penyusunan Peta dan Kebijakan . .. ; Ediar Usman
99
Gambar 5. Prototipe Peta Sumber Daya Mineral Kelautan Indonesia (PSDMKI) sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan pengelolaan SDM Kelautan Indonesia.
Geologi
100
M&E, Vol. 12, No. 2, Juni 2014
Geologi 3. KESIMPULAN Data batuan regional , batuan dasar (plutonik dan vulkanik), penyebaran sungai purba dan sedimen permukaan dasar laut menjadi data penting dan referensi dalam penyusunan Peta Sumber Daya Mineral Kelautan Indonesia (PSDMKI). Batuan regional dan batuan induk merupakan batuan sumber mineral di pantai dan dasar laut. Demikian juga zona mineralisasi dan keterdapatan suatu mineral mempunyai jalur tersendiri, baik sebagai batuan beku dan batuan vulkanik maupun sebagai sedimen permukaan dasar laut. Penyebaran batuan induk dapat menjadi dasar dalam menentukan dan memprediksi potensi sumber daya mineral suatu tempat. Data dasar dan penyusunan Peta Sumber Daya Mineral Kelautan Indonesia (PSDMKI) merupakan upaya implementasi Undang Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Undang-undang ini menekankan perlunya data dan informasi geologi dalam penyusunan WUP/WPN (Wilayah Usaha Pertambangan/Wilayah Pencadangan Negara). Data dan informasi dasar dan prototipe Peta SDMKI ini diharapkan akan menjadi rujukan dalam penyusunan peta sumber daya mineral Indonesia dan penyusunan Mineral and Energy Resource Strategic Plan di lingkungan Kementerian ESDM.
DAFTAR PUSTAKA Amin, T.C. dan Hadiwidjoyo, S., 2003, Peta Batuan Induk Sumber Daya Mineral Industri. Dalam: Pusat Survei Geologi, 2003. Atlas Geologi dan Potensi Sumber Daya Mineral dan Energi Kawasan Indonesia, Skala 1 : 10.000.000, Laporan Intern Pusat Survei Geologi, Bandung. Badan Geologi, 2010, Atlas Sumber Daya Mineral dan Energi. Dalam www.psg.bg.esdm.go.id. Badan Geologi, Bandung.
Batchelor, B.C., 1983, Late Cenozoic Coastal and Offshore Stratigraphy in Western Malaysia and Indonesia, Thesis Ph.D., Dept. Of Geology, University Malaya, Kuala Lumpur. Emery, K.O. and Aubrey, D.G., 1991, Sea Levels, Land Levels, and Tide Gauges, SpringerVerlag Pub.: 237pp. Hamilton, W., 1979, Tectonic of the Indonesian Regions, Prof. Paper. United States Geological Survey, Washinton DC, 1078: 345pp. Kuenen, H., 2007, Marine Geology, Read Book Pub., dalam www.books.google.co.id: 529pp. Patchett, P.J. and Samso, S.D., 2003, Ages and Growth ot the Continental Crust from Radiogenic Isotopes, In The Crust (ed. R. L. Rudnick), Vol.3, Treatise on Geochemistry (eds. Holland, H.D. and Turekian, K.K.). Elsevier-Pergamon, Oxford: p.321-348. Tjia, H.D., 1970, Quaternary Shorelines of the Sunda Land, South East Asia, Geol. Mijnbouw, 49(2): p.35-144. Usman, E., Setyanto, A., Gustiantini, L., Permanawati, Y., Aryawan, IKG., Subarsyah dan Hartono, 2005, Penelitian Geologi dan Potensi Energi dan Sumber Daya Mineral Bersistem (LP-1017) Batam - Riau Kepulauan, Lap. Intern, Pusat Penelitiuan dan Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung: 100 hal. Usman, E., 2006, Eksplorasi Mineral di Daerah Oceanic Crust: Peluang dan Tantangan Lembaga Riset Kelautan Nasional. Bulletin ME, 4(4), Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta:p.41-47. Usman, E., 2008, Pesona Pantai Nusantara Indonesia, Potret dan Potensi, Publikasi Khusus, Pusat Penelitiuan dan Pengembangan Geologi Kelautan, Bandung: 350hal. Usman, E., Silalahi, I.R., 2009, Proses Sedimentasi Dasar Laut di Teluk Kumai,
Data Dasar Untuk Penyusunan Peta dan Kebijakan . .. ; Ediar Usman
101
Geologi Kalimantan Tengah Hubungannya dengan Cebakan Emas dan Perak, Jurnal Sumber Daya Geologi, 9(4). Pusat Survei Geologi, Bandung. Usman, E., Rachmat, B., Hermansyah, G.M., Naibaho, T., Wijaya, P.H., Sutisna, N., Lugra, I.W., Wahib, A., Ilahude, D., Astawa, I.N., Yusuf, M., Hutagaol, J.P., Djaya, A.W., Ahmad, M., Surkoyo, M.A., Nurdin, N. and Firdaus, Y., 2010, Site Survey of the Marine Geology and Geophysic at Masela Block, Tanimbar Waters in the Relation for Exploitation Tecnique of Gas (Floating Refinery) or Transportation of Under Sea Pipe, Marine Geological Institute, Intern Report, Bandung: 200pp.
Usman, E. and Wijaya, P.H., 2012. Morphotectonic Analysis at Tanimbar Trench As a Base of the Foundation of Gas Pipe Between Masela Block and Selaru Island, Moluccas Province, Bulletin of Marine Geology, 27(1). Marine Geological Institute, Bandung: p.27-34. Yoo, D.G. and Park, S.C., 2000, High Resolution Seismic Study as a Tool for Sequence Stratigraphic Evidence of High Frequency Sea Level Changes: Latest PleistoceneHolocene Example from Korea Strait, Journal of Sedimentary Research, 70(2): p.296-309.
Usman, E., 2011, Prospek Pengembangan Sumber Daya Nikel Laterit di Kawasan Timur Indonesia, Bulletin ME, 8(2), Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta: hal.60-68.
102
M&E, Vol. 12, No. 2, Juni 2014