Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi DAFTAR ISI Daftar Isi
i
Pengantar Penyunting
ii
Formulir Berlangganan
iii
Evaluasi Penggunaan Terapi Antihipertensi Terhadap Tekanan Darah Pra-Dialisis pada Pasien Rawat Jalan dengan End Stage Renal Disease (ESRD) yang Menjalani Hemodialisis Rutin di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Fitriani, Agung Endro Nugroho, dan Inayati
139 - 146
Evaluasi Penggunaan Terapi Anemia pada Pasien Askes dengan Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Rutin di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hidayati, Agung Endro Nugroho, dan Inayati
147 - 152
Analisis Swot dalam Perumusan Strategi Peningkatan Kepuasan Pasien Rawat Jalan Instalasi Farmasi Rumah Sakit X Samarinda Nurias Difa’ul Husna, Lukman Hakim, Susi Ari Kristina
153 - 157
Evaluasi Dampak Kebijakan Harga Obat Generik Tahun 2010 Terhadap Harga Jual, Ketersediaan, dan Keterjangkauan Obat di Apotek Swasta Kabupaten Jember Ika Norcahyanti, Djoko Wahyono, Tri Murti Andayani
158 - 164
Pengaruh Karkteristik Merek, Karakteristik Perusahaan dan Kepercayaan Merek pada Loyalitas Merek (Studi pada Konsumen Jamu Tolak Angin Sidomuncul di Kota Yogyakarta) Prasojo Pribadi, Basu Swastha Dharmmesta
165 - 170
Analisis Internal dan Eksternal Kesiapan RSUD H. Abdul Aziz Marabahan Untuk Penerapan Badan Layanan Umum Daerah Candra Wijaya, Basu Swastha Dharmmesta Identifikasi Drug Related Problems pada Pasien Asma Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tahun 2009 Fitria Nur Hidayah, Septimawanto Dwi Prasetyo
171- 179
180 - 189
Peran Modal Insani, Kapabilitas Pembelajaran dan Inovasi Terhadap Kinerja Perusahaan Farmasi Indonesia Sampurno
190 - 198
Evaluasi Kualitas Hidup Penderita Sirosis Hati di Instalasi Rawat Jalan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Nirmala Manik, Djoko Wahyono dan I Dewa Putu Pramantara
199 - 206
Evaluasi Dosis Digoksin pada Pasien Gagal Jantung dengan Disfungsi Ginjal di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta Jhonson P. Sihombing, Lukman Hakim, AM. Wara Kusharwanti
207 - 210
i
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi EVALUASI PENGGUNAAN TERAPI ANEMIA PADA PASIEN ASKES DENGAN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS RUTIN DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA EVALUATION ON THE ANEMIA THERAPY USAGE TOWARD CHRONIC KIDNEY DISEASE ASKES PATIENTS RECEIVING REGULAR HAEMODIALYSIS THERAPY AT PKU MUHAMMADIYAH HOSPITAL YOGYAKARTA Hidayati1, Agung Endro Nugroho1, dan Inayati2 1 Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 2 RS PKU Muhammadiyah, Yogyakarta ABSTRAK Anemia terjadi pada sebagian besar pasien gagal ginjal kronik (GGK). Anemia pada pasien GGK terjadi terutama karena kekurangan eritropoietin. Kadar hemoglobin yang rendah berhubungan dengan luaran klinik yang jelek pada pasien GGK. Terapi epoetin pada pasien GGK terbukti secara klinik dapat meningkatkan kualitas hidup, menurunkan morbiditas dan mortalitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil terapi anemia, profil keberhasilan terapi anemia dengan epoetin, profil kepatuhan terapi adjuvant per-oral anemia, dan pengaruh tingkat kepatuhan terapi adjuvant per-oral anemia terhadap pencapaian target terapi epoetin pada pasien Askes dengan GGK yang menjalani hemodialisis rutin di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian dilakukan dengan rancangan studi observasional dengan pengambilan data secara prospektif, kemudian dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh untuk melihat keberhasilan terapi utama anemia menggunakan epoetin dan terapi adjuvant per-oral anemia. Penilaian keberhasilan terapi epoetin berdasarkan National Kidney Foundation-Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (NKF-K/DOQI) tahun 2006, sedangkan penilaian kepatuhan menggunakan kuesioner Modified Morisky Scale (MMS). Berdasarkan penelitian, jenis epoetin yang digunakan dalam terapi anemia pada pasien GGK adalah epoetin alfa dan beta, masing-masing sebesar 69,05% dan 30,95%. Terapi adjuvant per-oral anemia yang digunakan adalah kombinasi asam folat, zat besi, dan vitamin B-kompleks (82,05%); asam folat (10,26%); kombinasi asam folat dan vitamin B-kompleks (7,69%). Kelompok subdosis epoetin dengan target terapi tidak tercapai dan dosis memenuhi epoetin dengan target terapi tidak tercapai, masing-masing sebesar 64,29% dan 21,41%; kelompok subdosis epoetin dengan target terapi tercapai dan dosis memenuhi epoetin dengan target terapi tercapai, menunjukkan hasil yang sama sebesar 7,14%. Kelompok pasien yang patuh dan pasien yang tidak patuh dalam menggunakan terapi adjuvant per-oral anemia, masing-masing sebesar 69,23% dan 30,77%. Kepatuhan pasien Askes dalam menggunakan terapi adjuvant per-oral anemia pada penelitian ini, dapat membantu tercapainya target terapi epoetin. Kata kunci : Anemia, kepatuhan, gagal ginjal kronik, hemodialisis rutin, epoetin, adjuvant per-oral anemia. ABSTRACT Anemia is mostly associated with chronic kidney disease (CKD) patients. Anemia in CKD patients occurs due to the lack of erythropoietin. Low hemoglobin concentration relates to bad clinic outcome toward CKD patients. Epoetin therapy for CKD patients has been clinically confirmed to improve the quality of life and lower the morbidity and mortality rate. This research was intended to investigate the anemia profile therapy, adjuvant per-oral anemia therapy adherence profile and the effect of adjuvant per-oral anemia therapy adherence toward achievement target of anemia therapy using epoetin in CKD Askes patient receiving regular haemodialysis therapy at PKU Muhammadiyah Hospital Yogyakarta. The research was conducted using observational study design with prospective data collection, then the data were analyzed in order to know the success of anemia primary therapy via epoetin and adjuvant per-oral anemia therapy. The success of therapy were measured based on National Kidney Foundation-Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (NKF-K/DOQI), 2006, while adherence was measured via Modified Morisky Scale (MMS) questionnaire. Based on the research, epoetin used in this research was epoetin alpha and beta, each 69.05% and 30.95%. Adjuvant per-oral anemia therapy used in this research was combined folic acid, iron and vitamin B-complex (82.05%); folic acid (10.26%); combined folic acid and vitamin B-complex (7.69%). Groups of epoetin sub dose with unachieved target and epoetin complete dose with unachieved target were 64.29% and 21.41%; Groups of epoetin sub dose with achieved target and epoetin complete dose with achieved target showed similar results 7.14%. The adherence profile of adjuvant per-oral anemia therapy were consisted of obedient patients and disobedient patients, each 69.23% and 30.77%. Askes patient adherence in using adjuvant per-oral anemia therapy, in this research, was able to assist the achievement of epoetin therapy target. Keywords : Anemia, adherence, chronic kidney disease, regular haemodialysis, epoetin, adjuvant per-oral anemia
147
Vol. 1 No. 3 / September 2011 PENDAHULUAN Anemia terjadi pada sebagian besar pasien gagal ginjal kronik (GGK). Anemia pada pasien GGK terjadi terutama karena kekurangan eritropoietin (Esbach et al., 2000). Menurut European Best Practice Guidelines, anemia pada pasien GGK terbukti dapat mempengaruhi kualitas hidup, meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Jacobs et al., 2000). Anemia pada GGK, hendaknya diatasi berdasarkan penyebab anemia tersebut. Penurunan produksi eritropoietin harus dilakukan terapi dengan pemberian recombinant human erythropoietin (epoetin). Tetapi, harga epoetin (EPO) yang mahal menjadi kendala tersendiri di Indonesia. Salah satu penanggulangan anemia yang sering dilakukan karena biayanya murah dan mudah diperoleh adalah transfusi darah menggunakan Packed Red Cell (PRC). Namun, tindakan ini mempunyai kelemahan karena dapat menularkan berbagai macam penyakit, seperti hepatitis B, hepatitis C, dan HIV (Anonim, 2001). National Kidney Foundation-Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (NKF-K/DOQI) di Amerika merekomendasikan pemberian EPO pada semua tingkat pasien GGK, baik yang belum atau telah menjalani terapi dialisis. Terapi EPO pada pasien GGK telah terbukti secara klinik dapat menghilangkan gejala maupun mengurangi komplikasi akibat anemia pada pasien GGK. Selain itu, terapi EPO dapat mengurangi kebutuhan transfusi darah, mengurangi komplikasi transfusi, mengurangi efek sekunder anemia terhadap sistem kardiovaskuler, serta meningkatkan kualitas hidup secara umum (Anonim, 2001). Pentingnya pengelolaan anemia pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis dan belum dilakukannya penelitian tentang pengelolaan anemia pada pasien GGK yang menjalani hemodialisis di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, mendorong untuk dilakukannya penelitian dengan judul “Evaluasi penggunaan terapi anemia pada pasien Askes dengan gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis rutin di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.”
148
METODOLOGI Subyek penelitian adalah pasien Askes dengan GGK yang menjalani hemodialisis rutin dengan terapi epoetin di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta selama periode 1 Februari – 31 Maret 2011 yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi pasien pada penelitian ini, antara lain pasien Askes yang menjalani hemodialisis rutin selama periode penelitian dengan frekuensi hemodialisis 2-3 kali seminggu, pasien usia ≥ 18 tahun dan < 65 tahun, pasien yang telah mendapatkan terapi epoetin rutin minimal 1 bulan, dan masih mendapatkan terapi epoetin rutin pada saat periode penelitian. Sedangkan kriteria eksklusi pasien, antara lain pasien Askes dengan transplantasi ginjal, pasien Askes yang mendapatkan tranfusi PRC selama periode penelitian, pasien Askes dengan kemoterapi, pasien Askes dengan HIV/AIDS, dan pasien Askes rawat inap. Penelitian dilakukan dengan rancangan studi observasional dengan pengambilan data secara prospektif, kemudian dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh untuk melihat keberhasilan terapi utama anemia menggunakan epoetin dan terapi adjuvant peroral anemia. Penilaian keberhasilan terapi epoetin berdasarkan National Kidney Foundation-Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (NKF-K/DOQI) tahun 2006, sedangkan penilaian kepatuhan menggunakan kuesioner Modified Morisky Scale (MMS). HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel I. Karakteristik pasien berdasarkan jenis epoetin yang digunakan Jenis Epoetin
Jumlah Pasien
Persentase
Alfa
29
69,05
Beta
13
30,95
Total
42
100,00
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi Pada penelitian ini, jenis epoetin yang digunakan adalah epoetin alfa dan beta masingmasing sebesar 69,05% dan 30,95%. Hal ini disebabkan karena epoetin alfa lebih dikenal oleh sebagian besar pasien dan pasien merasa lebih cocok menggunakan epoetin alfa daripada epoetin beta. Terapi adjuvant per-oral anemia yang digunakan pada penelitian ini adalah kombinasi asam folat, zat besi, dan vitamin B-kompleks (82,05%); asam folat (10,26%); kombinasi asam folat dan vitamin B-kompleks (7,69%). Untuk terapi epoetin, persentase kelompok subdosis epoetin dengan target terapi tidak tercapai dan dosis memenuhi epoetin dengan target terapi tidak tercapai, masing-masing sebesar 64,29% dan 21,41%, sedangkan persentase kelompok subdosis epoetin dengan target terapi tercapai dan dosis memenuhi epoetin dengan target terapi tercapai, menunjukkan hasil yang sama sebesar 7,14%. Hal ini terjadi karena faktor ekonomi, sehingga pasien hanya mendapatkan terapi epoetin sesuai dengan buku DPHO (Daftar Plafon dan Harga Obat) Askes berdasarkan kadar hemoglobin pasien, meskipun dosis epoetin yang diterima pasien kurang. Jika kadar hemoglobin < 10 g/dl, pasien mendapatkan terapi epoetin 2 kali seminggu (4.000-6.000 unit/minggu) dan jika kadar hemoglobin ≥ 10 g/dl, pasien mendapatkan terapi epoetin 1 kali seminggu (2.000-3.000 unit/ minggu). Selain itu, pemberian terapi epoetin pada penelitian ini, belum pernah dilakukan titrasi dosis epoetin. Pencapaian target terapi epoetin juga dipengaruhi oleh kondisi klinis masing-masing pasien, diet, dan modifikasi gaya hidup pasien. Penilaian kepatuhan pasien Askes dalam menggunakan terapi adjuvant per-oral anemia menggunakan kuesioner Modified Morisky Scale (MMS). Pada penelitian ini, terdapat 39 pasien Askes yang mendapatkan terapi adjuvant per-oral anemia, dengan 27 pasien (69,23%) yang patuh minum obat terapi adjuvant per-oral anemia dan 12 pasien (30,77%) yang tidak patuh minum obat terapi adjuvant per-oral anemia. Adapun pengaruh dosis epoetin terhadap pencapaian target terapi epoetin yang dihubungkan dengan tingkat kepatuhan terapi adjuvant per-oral anemia pada penelitian ini menunjukkan hasil bahwa dari 27 pasien Askes dengan subdosis epoetin, diperoleh jumlah
pasien terbanyak sebesar 15 pasien (38,46%) pada kelompok subdosis epoetin dengan target terapi tidak tercapai dan pasien patuh dalam menggunakan terapi adjuvant per-oral anemia. Hal ini disebabkan karena terpenuhinya dosis epoetin sebagai terapi utama anemia pasien GGK pada penelitian ini, sangat mempengaruhi tercapainya target terapi epoetin pada pasien Askes yang patuh dalam menggunakan terapi adjuvant per-oral anemia. Selain itu, terdapat 3 pasien (7,69%) pada kelompok subdosis epoetin dengan target terapi tercapai dan pasien patuh dalam menggunakan terapi adjuvant per-oral anemia. Hal ini terjadi karena tercapainya target terapi epoetin dipengaruhi oleh kondisi klinis masing-masing pasien, diet, dan modifikasi gaya hidup pasien. Dari 12 pasien Askes dengan dosis memenuhi epoetin, diperoleh jumlah pasien terbanyak sebesar 7 pasien (17,95%) pada kelompok dosis memenuhi epoetin dengan target terapi tidak tercapai dan pasien patuh dalam menggunakan terapi adjuvant per-oral anemia. Selain itu, terdapat 2 pasien (5,13%) pada kelompok dosis memenuhi epoetin dengan target terapi tidak tercapai dan pasien tidak patuh dalam menggunakan terapi adjuvant per-oral anemia. Tidak tercapainya target terapi epoetin pada kelompok dosis memenuhi epoetin, kemungkinan disebabkan karena dialisis yang tidak adekuat, tidak adanya titrasi dosis epoetin, hiperparatiroid, penyakit hati, inflamasi kronik, dan malnutrisi. Terdapat 1 pasien (2,56%) pada kelompok dosis memenuhi epoetin dengan target terapi tercapai dan pasien tidak patuh dalam menggunakan terapi adjuvant per-oral anemia. Hal ini terjadi karena tercapainya target terapi epoetin dipengaruhi oleh terpenuhinya dosis epoetin, dan kemungkinan pasien tersebut tidak mengalami defisiensi asam folat dan vitamin B12. Jumlah pasien pada kelompok subdosis epoetin dengan target terapi tercapai dan pasien patuh dalam menggunakan terapi adjuvant peroral anemia (3 pasien atau 7,69%) lebih besar daripada jumlah pasien pada kelompok dosis memenuhi epoetin dengan target terapi tercapai dan pasien patuh dalam menggunakan terapi adjuvant per-oral anemia (2 pasien atau 5,13%). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan
149
Vol. 1 No. 3 / September 2011 pasien dalam menggunakan adjuvant per-oral anemia dapat membantu tercapainya target terapi epoetin. Adapun kemungkinan penyebab lain tidak tercapainya target terapi epoetin pada penelitian ini, antara lain karena dialisis yang tidak adekuat, tidak adanya titrasi dosis epoetin, hiperparatiroid, penyakit hati, inflamasi kronik, dan malnutrisi. Dialisis yang tidak adekuat dapat menyebabkan toksin uremia yang masih ada akibat dialisis yang tidak adekuat dapat menghambat produksi eritropoietin, menurunkan respon sumsum tulang terhadap epoetin, dan menghambat sintesis heme. Selain itu, keadaan uremia juga dapat memperpendek umur sel darah merah. Umur sel darah merah normal adalah 120 hari, sedangkan umur sel darah merah pada pasien ESRD adalah 60 hari (Himmelfarb, 2005). Keadaan uremia pada pasien dialisis dapat menyebabkan mual, muntah, dan penurunan nafsu makan pasien (Pai dan Conner, 2009). Anoreksia dan malnutrisi merupakan salah satu komplikasi GGK (Chicella dan Chow, 2009). Malnutrisi protein menyebabkan rendahnya kadar transferin, dimana transferin sebagai protein pembawa zat besi sampai ke sumsum tulang sangat sensitif terhadap perubahan status nutrisi pasien, sebagai akibatnya eritropoiesis akan terganggu jika pasien mengalami malnutrisi protein (Chicella dan Chow, 2009; Hudson, 2008). Pasien Askes yang menjalani hemodialisis dan mendapatkan terapi epoetin, serta mendapatkan dosis epoetin yang memenuhi pada penelitian ini, tidak mendapatkan titrasi dosis epoetin, meskipun target terapi epoetin tidak tercapai. Bahkan, frekuensi pemberian epoetin akan dikurangi jika kadar hemoglobin mencapai 10 g/dl, yaitu dari 2x/minggu (4.000-6.000 unit/ minggu) menjadi 1x/minggu (2.000-3.000 unit/ minggu) dengan dosis yang sama pada tiap kali pemberian (sesuai buku DPHO Askes), sehingga dosis epoetin yang diberikan berkurang. Pada gagal ginjal kronik terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus yang akan mengurangi ekskresi fosfat dan mengakibatkan hiperfosfatemia. Keadaan hiperfosfatemia menyebabkan hipokalsemia, yang akan meningkatkan sekresi hormon paratiroid (PTH) (Fukagawa et al., 2006; Pai dan Conner, 2009).
150
Ketidaknormalan metabolisme kalsium dan fosfat, umumnya terjadi pada GGK tahap 3 sampai 5 (Martinez et al., 1997) dan memburuk pada penurunan GFR yang lebih lanjut (Levin et al., 2007). Hiperfosfatemia yang persistent akan mengakibatkan peningkatan sekresi PTH yang berlebihan (hiperparatiroid). Keadaan hiperfosfatemia juga akan menghambat perubahan 25-hidroksi vitamin D menjadi 1,25-dihidroksivitamin D (kalsitriol) oleh enzim 1-α-hidroksilase. Akibatnya, terjadi penurunan sintesis kalsitriol karena pengurangan massa ginjal dan keadaan hiperfosfatemia (Llach, 1995; Levin et al., 2007). Defisiensi kalsitriol ditemukan lebih dari 60% terjadi pada GFR kurang dari 30 ml/menit/1,73 m2, dan persentase ini lebih tinggi lagi pada pasien ESRD (Eknoyan et al., 2003). Penurunan sintesis kalsitriol menimbulkan hiperparatiroid. Hal ini disebabkan karena penurunan kadar kalsitriol pada GGK menyebabkan peningkatan kadar PTH, gangguan absorpsi kalsium dari saluran pencernaan, yang menimbulkan hipokalsemia, dan selanjutnya meningkatkan produksi dan sekresi PTH (Llach, 1995; Pai dan Conner, 2009). Hiperparatiroid dapat mengurangi respon sumsum tulang terhadap epoetin (Kamaludin, 2010). Sehingga, dibutuhkan dosis epoetin yang lebih tinggi pada keadaan hiperparatiroid untuk dapat mencapai target terapi epoetin (Johny et al., 2007). Inflamasi kronik menyebabkan lepasnya berbagai macam sitokin sebagai respon injuri seluler (Wibawa dan Bakta, 2008). Sitokin inflamasi, seperti interferon-α (IFN-α), interferon-β (IFN-β), interferon-γ (IFN-γ), tumor necrosis factor-α (TNF-α), interleukin-1 (IL-1), dan interleukin-6 (IL-6), diperkirakan berperan penting dalam perkembangan patogenesis anemia penyakit kronik melalui mekanisme yang kompleks (Weiss dan Goodnough, 2005). IFN-α, IFN-β, IFN-γ, TNF-α, dan IL-1 menghambat proliferasi dan diferensiasi burst-forming unit erythroid (BFUe) dan colony-forming unit erythroid (CFUe) (Ganz, 2006). IL-6 meningkatkan feritin dalam sel-sel makrofag dan menginduksi pelepasan hepsidin (suatu peptida protein fase akut yang dihasilkan hepatosit) (Ganz, 2006; Wibawa dan Bakta, 2008). Hepsidin mengubah hemostasis zat besi dengan penurunan absorpsi zat besi pada duodenum
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi dan menghambat pelepasan cadangan zat besi retikuloendotelial yang menyebabkan hipoferemia, sehingga menghambat produksi eritrosit pada sumsum tulang (Wibawa dan Bakta, 2008; O’Bryant dan Utz, 2009) dan menyebabkan tidak tercapainya target terapi epoetin. Penyakit hati dapat meningkatkan risiko terjadinya perdarahan. Perdarahan terjadi karena beberapa sebab, yaitu salah satu fungsi hati dalam membentuk faktor-faktor yang berperan dalam proses koagulasi darah terganggu (Guyton dan Hall, 2007; Kujovich, 2005), adanya kegagalan penyekresian empedu ke dalam saluran pencernaan, dan adanya hipertensi portal (Abraldes et al., 2005; Defranchis, 2005; Guyton dan Hall, 2007). Sehingga, dapat menyebabkan penurunan kadar hemoglobin dan tidak tercapainya target terapi epoetin. Pada penelitian ini, kemungkinan pasien tidak mengalami defisiensi zat besi, asam folat, dan vitamin B12 karena pasien sudah pernah mendapatkan transfusi darah dan sudah mendapatkan terapi per-oral asam folat dan vitamin B12. Selain itu, defisiensi kadar asam folat sel darah merah jarang terjadi pada pasien hemodialisis dengan terapi epoetin (Bamonti et al., 1999). KESIMPULAN Jenis epoetin yang digunakan dalam terapi anemia pada pasien GGK adalah epoetin alfa dan beta, masing-masing sebesar 69,05% dan 30,95%. Terapi adjuvant per-oral anemia yang digunakan adalah kombinasi asam folat, zat besi, dan vitamin B-kompleks (82,05%); asam folat (10,26%); kombinasi asam folat dan vitamin B-kompleks (7,69%). Profil keberhasilan terapi anemia dengan epoetin terdiri dari kelompok subdosis epoetin dengan target terapi tidak tercapai dan kelompok dosis memenuhi epoetin dengan target terapi tidak tercapai, masing-masing sebesar 64,29% dan 21,41%; kelompok subdosis epoetin dengan target terapi tercapai dan kelompok dosis memenuhi epoetin dengan target terapi tercapai, menunjukkan hasil yang sama sebesar 7,14%. Profil kepatuhan terapi adjuvant per-oral anemia terdiri dari kelompok pasien yang patuh dan pasien yang tidak patuh, masing-masing sebesar 69,23% dan 30,77%. Kepatuhan pasien Askes dalam
menggunakan terapi adjuvant per-oral anemia pada penelitian ini, dapat membantu tercapainya target terapi epoetin. DAFTAR PUSTAKA Abraldes, J.G., Angermayr, B., Bosch, J., 2005, The Management of Portal Hypertension, Clin. Liv. Dis., 9 (4) : 685-713. Anonim, 2001, Konsensus manajemen anemia pada penderita gagal ginjal kronik, Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), Jakarta. Bamonti-Catena, F., Buccianti, G., Porcella, A., Valenti, G., Como, G., Finazzi, S., Maiolo, A.T., 1999, Folate Measurements in Patients on Regular Hemodialysis Treatment, Am. J. Kidney Dis., 33 (3) : 492-497. Chicella, M.F. and Chow, J.W., 2009, Pediatric Nutrition, in Koda-Kimble, M.A., Young, L.Y., Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Guglielmo, B.J., Kradjan, W.A., Williams, B.R. : Applied Therapeutics The Clinical Use of Drugs, 9th edition, Lippincott Williams & Wilkins, United States of America. Defranchis, R., 2005, Evolving Concensus in Portal Hypertension. Report of The Baveno IV Consensus Workshop on Methodology of Diagnosis and Therapy in Portal Hypertension, J. Hepatol., 43 (1) : 167–176. Eknoyan, G., Levin, A., Levin, N.W., 2003, Bone Metabolism and Disease in Chronic Kidney Disease, Am. J. Kidney Dis., 42 (Suppl 3) : 1–201. Esbach, J.W., 2000, Anemia in chronic renal failure, in Johnson RJ, Feehally J., Comprehensive Clinical Nephrology, 71 : 1-6. Fukagawa, M., Nakanishi, S., Kazama, J.J, 2006, Basic and Clinical Aspects of Parathyroid Hyperplasia in Chronic Kidney Disease, Kidney. Int., 70 (Suppl 102) : S3–S7. Ganz. T., 2006, Hepcidin and Its Role in Regulating Systemic Iron Metabolism, American Society Hematology, 507 : 29-35. Guyton dan Hall, 2007, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Himmelfarb, J., 2005, Hematologic Manifestations of Renal Failure, in Greenberg, A., Primer on Kidney Diseases, 4th edition, Elsevier Saunders, Philadelphia, 465. Hudson, J.Q., 2008, Chronic Kidney Disease : Therapeutic Approach for Management of
151
Vol. 1 No. 3 / September 2011 Complications, in Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M. : Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 7th edition, The McGraw-Hill Companies Inc., USA. Jacobs, C., Horl, W.H., Valderrabano, F., Macdougall, I.C., Parrondo, I., Cremers, S., Abraham, I.L., 2000, European Best Practice Guidelines 1-4 : Evaluating Treatment Anaemia and Initiang Treatment, Nephrol. Dial. Transplant., 15 (Suppl 4) : 8-14. Johny, K.V., Puliyclil, M.A., Al-Hilali, N., AlHumoud, H., Ninan, V.T., Nampoory, M.R.N., 2007, Does Parathyroid Hormone Affect Erythropoietin Therapy in Dialysis Patients ?, Med. Princ. Pract., 16 (1) : 63-67. Kamaludin, A., 2010, Laporan Kasus Gagal Ginjal Kronik, Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam RS Marinir Cilandak, FKUPH, Jakarta. Kujovich, J.L., 2005, Hemostatic Defects in End Stage Liver Disease, Crit. Care Clin., 21 (3) : 563–587. Levin, A., Bakris, G.L., Molitch, M., Smulders, M., Tian, J., Williams, L.A., Andress, D.L., 2007, Prevalence of Abnormal Serum Vitamin D, PTH, Calcium and Phosphorus in Patients with Chronic Kidney Disease : Results of The Study to Evaluate Early Kidney Disease, Kidney Int., 71 (1) : 31.
152
Llach, F., 1995, Secondary Hyperparathyroidsm in Renal Failure : The Trade-off Hypothesis Revisited, Am. J. Kidney Dis., 25 (5) : 663-79. Martinez, I., Saracho, R., Montenegro, J., Llach, F., 1997, The Importance of Dietary Calcium and Phosphorous in The Secondary Hyperparathyroidism of Patients with Early Renal Failure, Am. J. Kidney, 29 (4) : 496-502. O’Bryant, C.L. and Utz, K.J., 2009, Anemias, in Koda-Kimble, M.A., Young, L.Y., Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Guglielmo, B.J., Kradjan, W.A., Williams, B.R. : Applied Therapeutics The Clinical Use of Drugs, 9th edition, Lippincott Williams & Wilkins, United States of America. Pai, A.B. and Conner, T.A., 2009, Chronic Kidney Disease, in Koda-Kimble, M.A., Young, L.Y., Alldredge, B.K., Corelli, R.L., Guglielmo, B.J., Kradjan, W.A., Williams, B.R. : Applied Therapeutics The Clinical Use of Drugs, 9th edition, Lippincott Williams & Wilkins, United States of America. Weiss, G. and Goodnough, L.T., 2005, Anemia of Chronic Disease, N. Engl. J. Med., 352 (10) : 1011-23. Wibawa, I.P.B. dan Bakta, I.M., 2008, Hubungan Kadar Interleukin-6 dengan Kadar Besi Serum Penderita Anemia pada Penyakit Kronik, Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud, RS Sanglah Denpasar, Bali.