TAHUN 2012 S/D 2017
B
N
K
P
BPH MAJELIS SINODE BNKP
0
BAB I PENDAHULUAN Tata Gereja BNKP, pasal 11 menyatakan bahwa BNKP bertujuan menyaksikan Injil Yesus Kristus kepada segala makhluk melalui persekutuan, kesaksian dan pelayanan seutuhnya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka BNKP sebagai persekutuan orang yang telah dipanggil oleh Tuhan Yesus Kristus untuk menerima keselamatan, dan sekaligus diutus ke dalam dunia memberitakan perbuatan-perbuatan Allah yang ajaib, membawa terang di dalam kegelapan, memberitakan Injil Kerajaan Allah kepada segala makhluk (1 Petrus 2:910; Markus 16:15; Matius 28:19-20; Kis. 1:8). Tugas panggilan tersebut oleh gereja-gereja secara universal merumuskannya dengan nama Tri Tugas Panggilan Gereja, yakni Marturia (kesaksian dan pelayanan), Koinonia (persekutuan dan keesaan) dan Diakonia. Untuk menjabarkan tugas panggilan bersaksi, bersekutu dan melayani – maka dalam Tata Gereja, pasal 13-20 diuraikan bahwa tugas panggilan BNKP adalah untuk menyaksikan dan memberitakan penyelamatan Allah yang menyelamatkan yang berpusat di dalam diri Yesus Kristus, demi keselamatan umat manusia dan segala makhluk. Kesaksian dan pelayanan dalam rangka menyatakan penyelamatan Allah dilaksanakan melalui pemberitaan dan perbuatan nyata, baik perorangan maupun sebagai persekutuan jemaat, resort, sinodal, dan persekutuan oikumenis. Sejak kedatangan Berita Injil di Nias (27 September 1865) tugas panggilan tersebut terus dilakukan walaupun belum disusun program secara terencana dan berkesinambungan. Pada masa Zending target pelayanan terbatas pada upaya Pengkristenan masyarakat Nias, sedangkan upaya penataan gereja baru dimulai pada pasca gerakan pertobatan masal, yang memuncak pada pelembagaan BNKP (1936). Selanjutkan sejak Perang Dunia kedua, dengan persiapan dan daya yang ada BNKP berupaya terus menunaikan tugas panggilan gereja, hanya saja upaya itu masih sangat terbatas, bahkan banyak “bergantung” pada Badan Zending, baik menyangkut teologi maupun daya dan dana. Pada pihak lain BNKP belum secara maksimal hadir ditengah masyarakat (Nias yang tertinggal dan miskin secara khusus dan Indonesia pada umumnya) dalam menyatakan tanda-tanda kerajaan Allah di mana konteks ia berada. Penyusunan program pelayanan di BNKP telah dan terus dilakukan tidak hanya pada zaman zending, tetapi juga diteruskan setelah kepemimpinan berada di tangan para pelayan BNKP (1940-an), walaupun penyusunan program tersebut masih bersifat manual, darurat dan jangka pendek. Banyak program yang direncanakan dan dilaksanakan masih berupa respon untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi. Namun sejak tahun 1980-an, seiring dengan semakin banyaknya sumber daya pelayan di BNKP, mulai disusun Rencana Strategi program pelayanan, yang kemudian dikenal dengan Program Umum Pelayanan BNKP. Pada Persidangan Majelis BNKP tahun 2007 di Teluk Dalam telah disusun dan ditetapkan Program Umum Pelayanan BNKP 2007-2012 yang menetapkan visi “melalui upaya transformasi dan pelaksanaan program pelayanan, Banua Niha Keriso Protestan (BNKP) terpulihkan dari bencana, semakin bertumbuh dewasa (Ef. 4:11-16) serta menjadi berkat bagi masyarakat sebagai wujud jemaat yang missioner.” Juga telah ditetapkan misi, 1
yakni: (1) Mempercepat program rehabilitasi, rekonstruksi dan pembangunan kehidupan jemaat dan masyarakat. (2) Meningkatkan pelayanan pastoral, trauma healing dan pembinaan warga jemaat. (3) Menyiapkan sumber daya para pelayan yang berkualitas dan beriman. (4) Meningkatkan pelayanan Pekabaran Injil. (5) Mengupayakan kemandirian dana melalui prinsip self-supporting. (6) Mengokohkan persekutuan Kristiani yang indah dan baik intern maupun oikumenis (ekstern). (7) memantapkan system, struktur, manejerial yang efektif dan efisien dalam menunaikan tugas panggilan gereja. (8) Meningkatkan peran konseptual, partisipatif dan profetis dalam hubungan gereja dan masyarakat, bangsa serta Negara. Apakah visi dan misi tersebut telah tercapai? Bila dievaluasi menurut kaidah-kaidah Perencanaan, Pengawasan, dan Evaluasi, maka secara umum dapat dikatakan bahwa masih belum tercapai apa yang telah diamanatkan oleh visi dan misi sebagaimana dirumuskan dalam PUPB 2007-2012. Seharusnya, seperti diamanatkan dalam PUPB, bahwa setelah persidangan majelis sinode, semua aras di BNKP (Sinode, Resort, Jemaat) diwajibkan menyusun rencana induk program untuk lima tahun. Dari rencana induk tersebut dijabarkan program dan anggaran tahunan. Realitanya, kebanyakan jemaat dan resort belum menyusun Rencana Induk dimaksud. Walaupun ada beberapa resort dan jemaat yang telah menyusun program tahunan beserta anggaran sebagai pedoman pelaksanakan program pelayanan setiap tahun, tetapi, masih banyak jemaat dan juga resort yang belum menyusun program dan anggaran, sehingga tidak ada program terencana dan berkesinambungan, tidak ada arah dan target yang hendak dicapai. Umumnya jemaat-jemaat hanya melaksanakan pelayanan rutin gerejani, terutama yang menyangkut peribadatan. Hal ini terjadi karena: (1) Faktor Sumber Daya Manusia yang masih terbatas, baik pelayan maupun warga jemaat; (2) Faktor keterbatasan dana dalam melaksanakan program yang telah direncanakan; (3) Faktor kelemahan manejerial, mulai dari aras sinodal hingga ke aras jemaat, dan (4) Faktor ketidak-seragaman kemampuan dalam perencanaan, penjabaran, pelaksanaan dan pengawasan program di setiap aras pelayanan, (5) Terfokusnya perhatian resort dan jemaat-jemaat pada penataan organisasi seiring dengan pemberlakuan Tata Gereja yang baru. Namun demikian, merupakan hal yang menggembirakan bahwa kebanyakan jemaat memiliki semangat untuk membangun gedung gereja baru atau sarana-prasarana yang dibutuhkan dalam pelayanan, walaupun masih banyak gereja yang tertatih-tatih dalam pembangunan sarana-prasarana yang dibutuhkan dalam pelayanan. Terlihat juga upaya-upaya menata diri seiring dengan system dan struktur baru BNKP sesuai Tata Gereja yang baru. Memang ada resort dan jemaat yang masih belum sepenuhnya menerapkan system dan struktur baru, serta adanya riak-riak dalam pemberlakuan Tata Gereja dan peraturan-peraturan, tetapi setelah ada pemahaman yang jelas tentang system baru dan dampaknya dalam pelayanan, maka secara bertahap jemaat-jemaat semakin tertata dengan indah dan ini memberi peningkatan dalam kinerja pelayanan. Untuk melanjutkan pelaksanaan panggilan BNKP sebagai gereja yang bermaturia, berkoinonia dan beridakonia; maka disusun Rencana Program Umum Pelayanan BNKP 2012-2017, yang memberi arah atau pedoman yang jelas bagi BNKP secara menyeluruh. Rencana PUPB ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: 2
1. Pendahuluan 2. Pokok-pokok Tugas Panggilan BNKP 3. Kondisi dan Permasalahan 4. Visi, Misi dan Strategi 5. Pokok-pokok dan Penjabaran Program 6. Penutup Penyusunan PUPB ini dilakukan berdasarkan pengkajian kondisi dan permasalahan yang telah, sedang dan akan dihadapi oleh BNKP, serta dengan mempertimbangkan potensi dan kesempatan yang ada, baik di dalam maupun potensi dan kesempatan dari luar. Landasan penyusunannya adalah Alkitab dan Tata Gereja BNKP serta bertolak dari kenyataan praxis (yang sedang dialami) dan diantisipasi terhadap berbagai perobahan di masa mendatang. Tujuannya adalah untuk memberi arah bagi transformasi BNKP dalam memenuhi tugas panggilannya di tengah-tengah dunia, menampakkan persekutuan yang teguh dan menjadi berkat bagi dunia dalam semua dimensi kehidupan. Dengan penetapan PUPB 2012-2017 ini, maka ada pedoman, arah, sekaligus pewujudan/target yang ingin dicapai sesuai dengan kehendak Allah sebagaimana disaksikan dalam Alkitab. Program Umum Pelayanan BNKP ini disusun sebagai garisgaris besar haluan pelayanan BNKP dalam kurun waktu lima tahun, yakni 2012-2017.. BNKP sebagai bagian dari gereja yang esa di seluruh dunia, telah ikut serta serta dalam berbagai wadah Oikumenis (PGI, CCA, LWF, UEM, WCC, dll.), dan oleh karenanya, dalam penyusunan PUPB 2012-2017, pokok-pokok program pelayanan yang sifatnya global dan oikumenis turut diperhatikan, dipedomani atau dijadikan sebagai referensi. Selain itu, BNKP yang berada dan bagian integral bangsa Indonesia yang tengah berjuang mengatasi krisis-multidimensi dan melaksanakan agenda reformasi, serta menerapkan system otonomi daerah, maka BNKP dalam menghadirkan syalom di tengahtengah masyarakat, turut mempertimbangkan sebagai referensi dalam penyusunan Program Umum Pelayanan BNKP.
3
BAB II POKOK-POKOK TUGAS PANGGILAN BNKP 1. Hakekat BNKP sebagai Gereja. 1. 1. BNKP adalah persekutuan orang-orang kudus yang telah dibaptis dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus, sebagai pewujudan dari tubuh Kristus, Allah sendiri dengan perantaraan Roh Kudus yang memanggil, menghimpun dan menetapkan orang-orang percaya. 1. 2. Persekutuan tersebut adalah kudus karena pengudusan yang dilakukan oleh Yesus Kristus yang telah menguduskan diri-Nya bagi gereja (Yoh. 17:19) dan menguduskan gereja sebagai umat kepunyaan-Nya serta mengutusnya ke dalam dunia, karena itu gereja berada di dunia, tetapi bukan dari dunia (Yoh. 17:14-18). 1. 3. Persekutuan ini mencakup semua orang percaya dari segala tempat dan segala zaman dan mencakup segala suku, bangsa, kaum dan bahasa, Jemaat, Resort, Sinode dari pelbagai lapisan social (seperti laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orangtua, penguasa dan rakyat jelata, yang kaya dan yang miskin, yang cacat dan yang sehat, yang kurang pandai dan yang pandai), semuanya diberi tempat oleh Allah dalam persekutuan itu, dan dipanggil serta dilengkapi untuk menjadi saksi Injil Kerajaan Allah dalam Yesus Kristus di tengah-tengah dunia. Karena itu BNKP sebagai gereja tidak mengenal pembedaan-pembedaan dan maupun pembatasan-pembatasan menurut kaidah-kaidah dunia ini (Gal.3:28; 1Kor.11:712; Wahyu 7:9). 1. 4. Persekutuan itu dibangun berdasarkan ajaran para rasul dan nabi dengan Yasus Kristus sebagai batu penjurunya (Kis. 2:42; Ef. 2:20), dan terpanggil untuk menekuni dan memelihara ajaran para rasul dan nabi itu (2Tes. 3:6; 1Tim. 3:3) serta meneruskan kepada semua orang percaya di segala tempat dan segala zaman dengan senantiasa memperhatikan tanda-tanda zaman (Fil.1:36; Kol. 1:25). 2. Tugas Panggilan BNKP. Menurut pemahaman akan isi alkitab, ada tiga pokok tugas panggilan gereja: (1) Marturia yakni memberitakan Injil Kristus, yaitu berita tentang pertobatan, pengampunan dosa dan keselamatan (Mark. 1:15; Luk. 24:47) serta kebebasan, keadilan, kebenaran, damai sejahtera kepada segala bangsa dan semua makhluk (Mark. 16:15), sampai ke ujung bumi (Kis. 1:8) di seluruh alam di bawah kolong langit (Kol. 1:23) dan sampai pada akhir zaman (Mat. 28:20. (2) Koinonia adalah tugas penampakkan keesaan gereja yang berdiri teguh dalam satu Roh, sebagai satu tubuh yang sehati sepikir dan satu iman yang mengharuskan untuk saling memahami, memperhatikan dan melayani serta bertolong- tolongan demi kepentingan bersama (Ef. 4:3-6; Fil. 2:4; 1Kor. 12:27). Keesaan gereja yang dimaksud bukan dalam pengertian duniawi (Rom. 12:2) melainkan menurut pengertian rohani, yaitu keesaan seperti kesatuan Allah Bapa, AnakNya Yesus Kristus dan Roh Kudus (Yoh. 17:21-22). (3) Diakonia yaitu pelayanan untuk membebaskan manusia dari segala kemiskinan, kebodohan, kemelaratan, segala penyakit, ketidak-adilan dan segala bentuk keterbelakangan dalam masyarakat, sebagaimana dilakukan oleh Yesus Kristus (Mat. 4
4:24; Luk. 4:18-19). Hakekat dari seluruh pelayanan itu adalah kasih yang bersumber dari kasih Yesus Kristus (Luk. 10:25-37). Ketiga pokok tugas panggilan tersebut pada umumnya disebut dengan “Tri tugas Panggilan gereja” dan ketiganya saling berkaitan, tidak terpisahkan satu dengan lainnya dan bersifat tetap, tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. 3. Bidang Program Pelayanan. Bertolak dari kondisi dan permasalahan yang dihadapi oleh BNKP, bahwa ada dua hal yang sangat prinsipil yang mempengaruhi ketertinggalan BNKP dalam menuju kemandirian, yakni: (1) keterbatasan Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan beriman, baik di kalangan pelayan maupun warga jemaat, dan (2) ketertinggalan serta kemiskinan yang dialami oleh warga jemaat. Oleh karenanya, maka dalam penjabaran tiga tugas panggilan gereja sebagaimana diuraikan sebelumnya, maka BNKP melihat urgennya penyiapan Sumber Daya Manusia melalui pendidikan, pengajaran dan pembinaan, serta upaya BNKP menjadi berkat dalam menghadirkan syalom bagi masyarakat melalui pelayanan diakonia yang holistik baik yang bersifat karitatif maupun reformatif dan transformatif. Selain itu BNKP memberi perhatian khusus dalam penataan keuangan dan harta milik, serta pemandirian BNKP di bidang dana dengan mengembangkan pola partisipatif jemaat-jemaat, membangun fund raising, income generating dan meningkatkan jejaring pada berbagai pihak, baik di dalam maupun dengan pihak luar. Dengan demikian, dalam PUPB 2012 – 2007 ini, tiga tugas panggilan gereja tersebut dijabarkan dalam lima bidang program, yakni: (1) Bidang program Kesaksian dan Pelayanan (Marturia) (2) Bidang program Pembinaan dan Pendidikan (Didaskalia) (3) Bidang program Persekutuan dan Keesaan (Koinonia) (4) Bidang program Pelayanan Diakonia yang holistik. (5) Bidang program Penatalayanan: Keuangan dan Harta milik (Oikononia) Adapun pengertian dari kelima Bidang program tersebut, sbb: 3. 1. Bidang program Kesaksian dan Pelayanan, atau yang dikenal dengan istilah Marturia adalah menyampaikan Injil Kristus, yaitu berita tentang pertobatan, pengampunan dosa dan keselamatan (Mark. 1:15; Luk. 24:47) serta kebebasan, keadilan, kebenaran, damai sejahtera kepada segala bangsa dan segala makhluk (Mar. 16:15), sampai ke ujung bumi (Kis. 1:8) di seluruh alam di bawah kolong langit (Kol. 1:23) dan sampai ke akhir zaman (Mat.28:20). Bidang program kesaksian tersebut meliputi: Peribadatan-peribadatan (spiritual), musik dan liturgi, pekabaran Injil, evangelisasi, pelayanan pastoral, pelayanan kategorial dan profesi. 3. 2. Bidang program Pembinaan dan Pendidikan, atau yang dikenal dengan istilah Didaskalia adalah melaksanakan tugas pendidikan - pengajaran agar setiap orang yang sudah dibaptis dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus sungguh-sungguh menjadi murid yang menjadi pelaku-pelaku Firman (Mat. 28:19-20; Yak. 1:22; Kel. 18:20; Ul. 6:7; 1Tim. 4:11; Ef. 4:1-16; Tito 2:7; 1 Pet. 5:1-4) dalam segenap kehidupannya. Oleh karenanya Bidang program Didaskalia dimaksud terutama 5
diarahkan pada pembinaan, pemberdayaan para pelayan dan warga jemaat, serta pelayanan dan kesaksian BNKP dalam pembangunan pendidikan, baik yang sifatnya formal maupun non-formal. 3. 3. Bidang program Persekutuan dan Keesaan, atau yang dikenal dengan istilah Koinonia adalah tugas menampakkan keesaan gereja yang berdiri teguh dalam satu Roh, sebagai satu tubuh, sehati sepikir dan satu iman yang mengharuskan untuk saling memahami, memperhatikan dan melayani serta bertolong-tolongan demi kepentingan bersama (Ef.4:3-6; Fil. 2:2,4; 1Kor. 12:27). Keesaan gereja yang dimaksud tidak hanya sebatas organisasi, melainkan, melainkan juga menurut pengertian Rohani, yaitu keesaan seperti kesatuan Allah Bapa, AnakNya Yesus Kristus dan Roh Kudus (Yoh. 17:21-22). Tugas panggilan persekutuan ini meliputi tugas penampakkan tugas persekutuan dalam keluarga, lingkungan, jemaat, resort, sinodal dan yang sifatnya oikumenis, termasuk dengan Agama serta kepercayaan lain, dan dengan pemerintah. 3. 4. Bidang program pelayanan Diakonia yang holistik adalah pelayanan untuk membebaskan manusia dari segala kemiskinan, kebodohan, kemelaratan, segala penyakit, ketidak-adilan dan segala bentuk keterbelakangan dalam masyarakat, sebagaimana dilakukan oleh Yesus Kristus (Mat. 4:24; Luk. 4:18-19). Tugas panggilan ini diarahkan pada upaya BNKP menjadi berkat dalam dunia ini melalui kegiatan pendampingan terhadap mereka yang terabaikan, pemberantasan kemiskinan dan keterbelakangan melalui pemberdayaan dan pengembangan masyarakat, perjuangan keadilan dan hak-hak azasi manusia, memperjuangkan keadilan jender, memberi landasan etis dan moral dalam pembangunan bangsa, dan ikut dalam pemeliharaan lingkungan dan alam ciptaan Allah. 3. 5. Bidang program pelayanan penatalayanan (keuangan dan harta milik) atau yang dikenal dengan istilah oikonomia adalah upaya menatalayan keuangan dan harta milik BNKP, serta upaya-upaya pemandirian dana di BNKP, melalui penataan system persembahan dan keuangan, penataan dan pemanfaatan aset-aset yang dimiliki oleh BNKP, penggalangan dana abadi, serta peningkatan system jejaring – yang semuanya diarahkan untuk menunjang pelayanan dalam rangka mencapai visi dan misi BNKP. Kelima Bidang program pelayanan dimaksud merupakan satu mata rantai yang saling berkaitan erat, dimana yang satu dapat menghambat bila tidak diperhatikan, tetapi akan saling mendorong bilamana dikaitkan dengan yang lainnya. 4. Azas-azas pelayanan BNKP Azas pelayanan merupakan prinsip-prinsip dasar yang memberi corak dan watak pelayanan BNKP sebagai gereja di tengah-tengah dunia. 4.1. Azas Iman, ialah segala usaha pelayanan BNKP bertitik tolak dari iman kepada Tuhan (Rom.1:17; 1Tim.1:5; Ibr.11; Hab.2:4; Kol.2:7). 4.2. Azas Pengharapan, ialah bahwa segala usaha pelayanan BNKP mengandung pengharapan sebagaimana dijanjikan oleh Tuhan. 4.3. Azas Kasih, ialah bahwa segala usaha pelayanan BNKP berakar pada kasih Kristus yang telah lebih dahulu mengasihi jemaatNya (1Kor.13; Mat.22:37-40; 1Yoh.4:19; Luk.4:18-20; Ulangan 6:5). 6
4.4. Azas Doa, ialah bahwa segala usaha pelayanan BNKP dilaksanakan dengan memohonkan bimbingan, kekuatan dan perlindungan Roh Kudus dari Tuhan (Neh.1:1-11; Mat.7:7; Yoh.4:24; 14:13-14; Roma 8:2b). 4.5. Azas Kekeluargaan, ialah bahwa segala usaha pelayanan BNKP merupakan usaha bersama seluruh warga jemaat yang dilaksanakan secara kerjasama dengan gotong royong atas dasar musyawarah dan mufakat yang didorong oleh semangat persekutuan (Gal. 6:2; Fil. 2:1-4; Neh. 2:18; Kis. 4:32). 4.6. Azas Manfaat, ialah bahwa segala usaha pelayanan BNKP bermanfaat semaksimal mungkin bagi pendewasaan iman dan peningkatan taraf kehidupan seluruh warga jemaat sehingga dapat menjadi berkat bagi orang lain (Gal. 6:9; Fil. 1:9-11; Kej. 12:3; 2 Kor. 6:1). 4.7. Azas Adil dan Merata, ialah bahwa segala usaha pelayanan BNKP baik hasil spiritual maupun hasil material dinikmati secara adil dan merata oleh seluruh warga jemaat (2 Kor. 9:6; 2 Tes. 3:10). 4.8. Azas Kemandirian, ialah bahwa segala usaha pelayanan BNKP dilaksanakan atas kemampuan dan kekuatan jemaat sendiri dalam semangat gerakan Oikumene (Ef. 4:11-16). 4.9. Azas Keteraturan, ialah bahwa segala usaha pelayanan BNKP yang dilaksanakan oleh setiap warga jemaat/pelayan, jemaat, resort, sinode dan unitunit pelayanan lainnya, berdasarkan pada peraturan-peraturan yang berlaku (1 Kor. 14:33,40; Kel. 18:13-27). 4.10. Azas Pendekatan Menyeluruh, ialah bahwa Program Umum Pelayanan BNKP didasarkan pada pemahaman injil Kerajaan Allah sebagai berita keselamatan manusia seutuhnya, yang membawa Syalom dalam kehidupan manusia dan kehidupan dunia ciptaan seutuhnya. 5. Bekal dasar Dalam melaksanakan tugas pelayanan, BNKP memiliki beberapa bekal dasar: 1) Bekal Rohaniah, yaitu iman kristiani yang telah ada dan hidup di dalam diri warga jemaat BNKP. 2) Warga Jemaat BNKP yang jumlahnya cukup banyak dengan berbagai talenta yang dimilikinya bersekutu dalam kasih Tuhan Yesus Kristus, merupakan sumber daya manusia potensial yang dapat menjadi pelaksana yang tangguh, sumber daya dan dana yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan BNKP. 3) Hubungan-hubungan Oikumenis antar gereja dan organisasi gerejawi (dalam dan luar negeri) serta hubungan dengan badan-badan resmi lainnya. 4) Kebebasan yang dijamin dalam Negara RI yang berdasarkan Pancasila dan UUD1945. 5) Nilai-nilai Budaya yang hidup ditengah-tengah masyarakat yang dapat dimanfaatkan secara positif, kreatif, kritis, dan realistis sebagai faktor penunjang dalam pelaksanaan pelayanan BNKP. 6) Harta Milik BNKP berupa tanah, bangunan-bangunan serta berbagai jenis harta bergerak yang dapat digunakan untuk menunjang pelaksanaan pelayanan BNKP.
7
BAB III KONDISI UMUM DAN PERMASALAHAN 1. Pengantar Gereja terpanggil untuk memberitakan Kabar Baik bagi seluruh makhluk, secara utuh dan menyeluruh (holistic). Kabar baik tersebut adalah hadirnya kerajaan Allah di dalam dunia ini, sebagaimana dinyatakan dalam doa yang diajarkan Yesus: “Jadilah kehendakmu di bumi seperti di surga”. Dalam hal ini, bumi ini adalah konteks dimana kabar baik diwujudkan, yang sasarannya adalah manusia dan seluruh ciptaan lainnya. Dengan demikian, untuk mengejawantahkan tugas panggilan gereja yang adalah “misio dei”, haruslah bertautan dalam realita kehidupan umat di dunia ini. Oleh karenanya, pengenalan konteks kehidupan umat di dunia ini sangatlah urgen diketahui. BNKP sebagai persekutuan orang percaya kepada Kristus mengaku bahwa dasar dan akarnya bukanlah di dunia ini, melainkan di dalam dan oleh Kristus, yang adalah kepala gereja. Tetapi sebagai pengemban misi Allah, BNKP dipanggil dan diutus kembali ke dalam dunia ini, menjalankan misi keselamatan, khususnya di tempat ia berada. Berdasarkan data statistik, hampir 80 % warga BNKP berada dan menyebar di seluruh kepulauan Nias, dan sekitar 20 % berdiaspora di luar Nias, baik di pulau Sumatera, Jawa dan daerah lainnya di Indonesia. Dengan demikian, konteks pelayanan BNKP adalah Indonesia pada umumnya, dan kepulauan Nias secara khusus. Pengenalan konteks pelayanan, amatlah urgen dalam proses perencanaan strategic program, baik yang sifatnya jangka panjang maupun jangka menengah dan jangka pendek. Dengan kesadaran tersebut, maka dalam penyusunan Program Umum Pelayanan BNKP tahun 2012 s/d 2017, akan diketengahkan kondisi dan permasalahan yang dihadapi oleh komunitas umat yang bergabung di Banua Niha Keriso Protestan. 2. Kehidupan Persekutuan/Organisasi Persekutuan orang percaya kepada Tuhan atau persekutuan Kristen di Nias merupakan hasil pemberitaan Injil dari dua badan misi Internasional yaitu Rhenish Mission, Germany dan badan misi Netherlands Luthers Genootschap. Rhenish Mission yang mengutus Denninger dan misionaris lainya datang dan melaksanakan pekabaran Injil di kepulauan Nias sejak 27 September 1865. Tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Kedatangan Berita Injil di Nias, dan BNKP memakai waktu tersebut sebagai hari jadinya BNKP. Dua puluh tahun kemudian, Netherlands Luthers Genootschap mengutus Johanes Kersten yang tiba di P.Batu pada tanggal 25 Februari 1889 dan melayani secara khusus masyarakat Nias yang berdomisili di Pulau-pulau Batu. Walaupun menghadapi berbagai tantangan, dengan pertolongan Tuhan, missionaries berhasil memberitakan Injil keselamatan kepada masyarakat Nias. Sistem kemasyarakatan dan kepemimpinan masyarakat Nias pada saat itu dikenal dengan “Banua,” dan berdiri sendiri. Banua adalah wujud sistim worldview orang Nias. Dalam “banua” ditata sistem keagamaan, adat-istiadat, dan berbagai sistem kehidupan lainnya. Dalam sejarah orang Nias, tidak pernah ada kerajaan yang menyatukan seluruh Nias, yang ada hanyalah “banua.” Banua yang menjadi basis kemasyarakatan. Dalam perkembangan selanjutnya, pernah terjadi koalisi antara banua dan Ori, namun 8
missionaris lebih mengikuti hierarki dari Eropa di dalam mengorganisir masyarakat Kristen Nias. Pada awalnya misionaris mendirikan Stasion (Gunungsitoli, Ombölata, Dahana, Lölöwua, Lahusa-Sirombu, Tugala, Sifaoro’asi, Sogaeadu, Bo’usö, Hilimaziaya, Lawelu, Sa’ua, dll) sebagai strategi dalam penyebaran Injil. Dari stasion tersebut mereka menyebarkan Injil di sekelilingnya dan mendirikan pos pelayanan yang dilayani oleh para Guru – dan itu disebut Osali (gereja). Osali ini bersatu dan ditata dari stasion dimana misionaris berada. Akan tetapi ketika Injil semakin berkembang pesat di Pulau Nias, dan gereja berdiri diberbagai tempat, para missionaries mulai menata persekutuan orang percaya ini dalam satu sinode, maka terbentuklah sinode pertama di kepulauan Nias pada tahun 1936. Sinode yang terbentuk 1936 selanjutnya memperoleh pengakuan dari pemerintah Indonesia, 18 Maret 1938. Dengan demikian basis kemasyarakatan tidak lagi ada di Banua, tetapi disatukan dan dipusatkan di Sinode, sehingga tercipta hierarkhi dari atas ke bawah (Sinode – Resort – Jemaat). Perjalanan sejarah selanjutnya mencatat bahwa pembentukan suatu sistim persekutuan yang kurang memperhatikan sistim masyarakat yang sudah ada, dalam perkembangannya tidak cukup kuat mengikat dan mengokohkan persekutuan yang ada. Tidak terakomodirnya sistem kemasyarakatan suku Nias dalam penyusunan Tata Gereja merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya perpecahan di BNKP. Beberapa faktor lain adalah masalah-masalah internal yang terjadi di Sinode, Resort, Fillial dan Jemaat. Sekilas gambaran perpecahan di BNKP, dimulai pada tahun 1946, sebuah wilayah (Öri) di bagian Timur Nias, memisahkan diri dari BNKP dengan mendirikan organisasi keagamaan yang baru bernama gereja AMIN. Enam tahun kemudian, pada tahun 1952, di wilayah barat Nias, di Öri Lahömi, kembali berpisah dengan mendirikan gereja ONKP. Antara kurun waktu 1952-1992 banyak terjadi perpecahan di jemaatjemaat. Ada yang pecah dan masih BNKP, tetapi kebanyakan pecah masuk denominasi dan organisasi gereja lain. Di tahun 1994, BKPN terbentuk. Setahun kemudian, 1995, BNKP Indonesia berdiri (kini bernama GNKP-I). Pasca tsunami dan gempa, 2005, gerakan kharismatik semakin berkembang di Nias dan denominasi gereja bertambah banyak. Selain pembentukan persekutuan yang awalnya kurang memperhatikan struktur masyarakat, sejarah penataan persekutuan BNKP juga diwarnai oleh sistim birokrasi/hierarki dan paternalistik. Hal ini tercermin dalam Tata Gereja pertama yang bernama Amakhoita Mbanua Niha Keriso ba Dano Niha 1936 (sinodal-resort-osali), Tata Gereja BNKP 1955 (sinodal-resort-distrik-jemaat) yang lebih dikenal dengan nama “Lala Nitoro” dalam bahasa Nias, Tata Gereja BNKP 1973 (sinodal-distrikjemaat-filial), dan Tata Gereja BNKP 1990 (sinodal-resort-distrik-jemaat). Selain persoalan tersebut di atas, beberapa permasalahan yang dihadapi secara internal sebelum tahun 2007, antara lain: (1) persoalan jemaat langsung ke Sinode, sering tidak melalui Distrik dan Resort karena panjangnya hierarkhi/birokrasi. (2) adanya keingninan menjadikan jemaat sebagai distrik walaupun hanya satu jemaat. Jadi Gereja cenderung orgasnisatoris atau institusional. (3) sukarnya sentralisasi dan cenderung otonom. (4) adanya realita di beberapa jemaat yang membentuk BPMJ. 9
(5) Ketegangan bahkan konflik antara pendeta Distrik dengan pendeta jemaat kadang terjadi. (6) resort belum berfungsi sebagaimana idealnya. (7) adanya perebutan-perebutan jabatan di Gereja yang terjadi di semua aras dengan menghalalkan segala cara karena cenderung dipahami jabatan sebagai ‘lakhomi’. Terkadang terjadi gap dan pembedaan antara pelayan berdasarkan tempat pelayanan (kota-desa, jemaat-unit) (8) dalam Tata Gereja 1990, para pelayan memiliki beban ganda, yakni pelayanan dan administrasi-manajemen, dan sebagainya. Belajar dari berbagai kelemahan Tata Gereja sebelumnya, maka dalam Tata Gereja 2007 diterapkan sistim persekutuan baru dengan memperpendek alur birokrasi dan menekankan jemaat sebagai basis pelayanan, sementara resort yang merupakan kumpulan dari beberapa jemaat berfungsi untuk pembinaan/pemberdayaan, pengawasan, pendampingan, dan anggaran. Berpedoman pada Tata Gereja 2007, maka saat ini BNKP terbagi atas 1078 jemaat, dan 54 resort. Kemudian dibentuk 4 departemen yaitu Departemen Pelayanan, Departemen Pendidikan, Departemen Pengabdian Masyarakat, dan Departemen Penatalayanan. Departemen ini pembantu BPHMS-BNKP dalam melaksanakan program-program pelayanan. Pada awal sosialisasi dan penerapan Tata Gereja baru, tidak dapat dipungkiri terdapat gejolak-gejolak, yang berkaitan dengan: (1) Persoalan seputar perumusan naskah Tata Gereja (2) Persoalan tentang system, terutama soal hubungan-hubungan sinode-resort-jemaat setelah distrik dihapus (3) Persoalan sehubungan dengan Nama dan pusat resort yang berpotensi perpecahan (4) Persoalan harta milik distrik yang juga potensi konflik, terutama di wilayah yang sebelumnya satu distrik, kemudian berpisah setelah resort ditata. (5) Persoalan hubungan Ketua Majelis Jemaat (pemimpin dan pelayan) dengan Badan Pekerja Majelis Jemaat yang bertanggung-jawab dalam memberhasilkan administrasi dan organisasi. Pada pihak lain, tidak bisa disembunyikan bahwa kendati BNKP memiliki warga jemaat yang cukup banyak, namun beberapa tahun belakangan ini warga jemaat BNKP ada yang pindah ke organisasi gereja karena ketidakpuasan pada pelayanan, karena ingin mendapatkan bantuan ekonomi, atau karena kepentingan kelompok yang tidak terwujud. Rasa memiliki dan rasa sebagai bagian dari organisasi BNKP semakin berkurang diantara warga jemaat. Sehingga warga jemaat ini gampang pecah dan lari ke organisasi gereja lain. Memang tantangan dari sekte/aliran lain semakin besar. Dinamika persekutuan di aras warga jemaat juga berkurang, terbukti dari rendahnya keterlibatan warga jemaat dalam program-program gereja. Persekutuan antar sesama pelayan di BNKP juga masih rendah. Hal ini terlihat dari banyaknya persoalan dan konflik yang terjadi antara pendeta jemaat dan pendeta resort, antara pendeta dan guru jemaat, atau antara pendeta dengan satua niha keriso. Lebih lanjut, BNKP masih harus bekerja keras untuk membenahi dan menata sistem manajemen dan administrasi jemaat maupun unit-unit pelayanan. 10
Persekutuan BNKP tidak hanya terbatas pada persekutuan internal saja. BNKP dalam melaksanakan misinya sebagai gereja, BNKP juga menjalin kerjasama dengan berbagai organisasi dan lembaga kemasyarakatan baik dalam negeri maupun luar negeri. BNKP tercatat sebagai anggota beberapa organisasi gereja internasional dan berperan aktif didalamnya seperti: UEM, CCA, PKN, WCC dan LWF. BNKP menjalin kerjasama dengan ICCO-KIA, NLG, and Gladbachneuss. BNKP juga menjadi anggota PGI yang membuktikan komitmen BNKP untuk membangun hubungan kerjasama dengan berbagai gereja lain. Hubungan BNKP dengan pemerintah, secara khusus pemerintah lokal, cukup baik. Demikian juga dengan berbagai NGO, instansi, dan lembaga. Persoalan yang dihadapi BNKP dalam hubungan oikumene ini adalah masih sedikit tenaga pelayan BNKP yang bisa berbahasa Inggris, sehingga komunikasi dengan para mitra, terutama mitra luar negeri belum maksimal. Persekutuan BNKP dapat menjadi satu kekuatan yang luar biasa untuk melaksanakan misi dan visi Allah di dunia ini. Kekuatan ini terwujud ketika setiap warga jemaat BNKP memiliki komitmen, kepedulian dan kesetiaan yang tinggi. Oleh karena itu, setiap warga jemaat BNKP diharapkan memiliki “sense of belonging” atau rasa kecintaan kepada BNKP. 3. Kehidupan Spiritualitas Spirirualitas berasal dari kata benda spirit yang artinya roh dan kata sifat spiritual,artinya bersifat rohani. Dengan demikian, spiritualitas berarti yang terkait dengan hidup kerohanian atau latihan rohani. Walaupun secara filsafat diajarkan bahwa di dalam manusia terdapat tiga substansi yaitu roh (nous), jiwa (psukhe) dan tubuh (soma), dimana ketiganya mewujudkan suatu keseluruhan, dan jiwa sebagai tempat kesadaran menjadi pusat. Dipahami bahwa tubuh semata-mata adalah alat badaniah sedangkan roh senantiasa dipersatukan dengan yang ilahi. Tujuan hidup manusia adalah dipersatukannya kembali dengan yang ilahi melalui remanasi (pengaliran kembali) melalui kebajikan umum seperti hikmat, pengendalian diri, berbuat adil; berfilsafat (memikirkan segala sesuatu dengan mendalam untuk menemukan kebenaran) dan mistik (menyelami diri secara sempurna dan menyelami yang ilahi dengan mengatasi segala pikiran dan kesadaran menuju penyatuan dengan yang ilahi). Berbeda dengan pemahaman filsafat, bagi kekristenan “Spiritualitas Kristiani” yang bertitik-tolak dari pemahaman Alkitab lebih menekankan pada hubungan antara manusia dengan Allah. Dalam Alkitab manusia diyakini sebagai ciptaan, yang walaupun disebut sebagai gambar/citra Allah, tetaplah ia ciptaan yang terpisah secara mutlak dari Allah sang Pencipta. Menurut Perjanjian Lama, manusia terdiri dari afar (debu, Kejadian 2:7; 3:19; Mazmur 104:29) yang diberi nefesyama (napas hidup, Kejadian 2:7) dan ruakh (roh Allah, Ayub 27:3). Istilah debu dan napas/ roh kemudian dikembangkan dalam pengertian basar dan nefesy/ruakh (daging dan napas/roh). Basar biasanya diterjemahkan juga dengan kata tubuh, merupakan dua unsur atau sifat asasi manusia yang harus dibedakan, namun tidak bisa dipisahkan. Dari uraian ini jelaslah bahwa walaupun dalam Perjanjian Lama, manusia dipahami secara dikotomis (debu/daging 11
dan nefesy/ruakh) namun pembedaan itu tidak dipahami sebagai pemisahan melainkan satu kesatuan yang menunjukkan bahwa manusia itu makhluk hidup. Manusia bukan hanya hakikat rohani atau hakikat jasmani melainkan hakikat rohani sekaligus hakikat jasmani sebagai suatu kesatuan. Menurut Perjanjian Baru, manusia merupakan kesatuan dari unsur-unsur soma, psukhe dan pneuma. Penggunaan istilah-istilah itu selalu menunjuk kepada manusia sebagai keseluruhan. Misalnya, kata jiwa (psukhe) dalam Roma 2:9 diartikan sebagai manusia itu sendiri; 13:1) atau juga kehidupannya (Matius 10:39; Roma 11:3; 16:4). Begitu juga penggunaan istilah pneuma (Roma 8:16) dan soma (Roma 12:1) menunjuk kepada manusia sebagai keseluruhan. Jadi menurut Perjanjian Baru, manusia dikenal sebagai satu kesatuan yang hidup. Pokoknya manusia adalah satu pribadi yang di dalamnya ada unsur-unsur soma, psukhe dan peneuma. Ketiga unsur itu tidak ada yang lebih tinggi atau lebih mulia sebab ketiganya hanyalah menunjukkan bahwa manusia itu adalah makhluk hidup. Maka ketika kita berbicara tentang spiritualitas, kita tidak mengutamakan bagian atau unsur rohani dari kehidupan kita tetapi hidup kita sebagai suatu keseluruhan. Kita tidak bisa memelihara hidup rohani sambil melalaikan hidup badani atau sebaliknya memelihara hidup badani sambil melalaikan hidup rohani. Walaupun demikian ada juga indikasi dalam Perjanjian Baru bahwa nilai-nilai rohani lebih diutamakan dari pada nilai-nilai jasmani, misalnya kata-kata Tuhan Yesus dalam Markus 9:43-47 yang mengatakan lebih baik memiliki tubuh yang cacad daripada kehilangan nyawa. Tentu, nyawa mewakili seantero kehidupan, bukan mewakili unsur rohani. Kata-kata Tuhan Yesus ini mengindikasikan pentingnya menjaga keutuhan hidup, dan untuk itu cacad pada bagian tertentu tidak menjadi soal kalau demi mempertahankan bagian cacad itu akan membahayakan seantero kehidupan. Gambaran-gambaran singkat di atas kiranya sudah dapat memberikan wawasan kepada pemahaman mengenai spiritualitas kehidupan. Spiritualitas tidak bisa dipahami sebagai pengagungan unsur rohani dan penyangkalan unsur badani, melainkan pembinaan kehidupan sebagai keseluruhan untuk mendapatkan kualitas hidup yang berkenan kepada Allah. Dalam Alkitab, kehidupan rohani tidak dianggap sebagai prestasi manusia melainkan pemberian Allah (Mazmur 51: 12-13; Yehezkiel 11:19; 36:26; Zakaria 4:6; Yoel 2:28; Kisah Rasul 2:7; Yohanes 16:13; Roma 8:23-16; Galatia 3:14 dll). Maka spiritualitas Kristiani tidak dapat dianggap sebagai upaya untuk mendapatkan keselamatan, sebab keselamatan sudah diberikan. Spiritualitas adalah upaya memperlihatkan ungkapan syukur atas keselamatan yang sudah diberikan. Kalau kita memperhatikan ke dalam Alkitab, maka sangat jelas bahwa spiritualitas: (1) pertama-tama berkaitan dengan ibadah. Ibadah dipahami sebagai upaya menjalin hubungan dengan sang Pencipta. Ibadah bukanlah sekadar urutan doa, nyanyian, pembacaan firman, persembahan dan sebagainya, melainkan kontemplasi (istirahat yang penuh permenungan dan pengosongan diri/pengudusan). Ibadah dalam arti kontemplasi berarti melakukan pengosongan batin dari segala hiruk pikuk dunia dan berusaha memperoleh ketenangan dalam bentuk doa, nyanyian atau diam. Maka ciri spiritual yang pertama adalah membatin. Perlulah dicatat bahwa tidak pernah ada kontemplasi tanpa melibatkan tubuh: sikap-sikap, peran otot, pikiran, 12
perasaan dan sebagainya. Maka ibadah dalam arti kontemplasi selalu berarti keterlibatan seantero kehidupan dalam hubungan dengan yang ilahi. (2) Ciri kedua dalam spiritualitas adalah keterlibatan hidup dengan sesama. Dalam Alkitab, Tuhan Allah menggarisbahawi perlunya mengimplementasikan ritus-ritus ibadah dengan kehidupan sosial (Yesaya 1:10-20; Amos 5:21-23). Ibadah kepada Allah harus diwujudkan dalam sikap adil terhadap sesama. Dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus menggarisbawahi bahwa Hari Sabat tidak hanya perlu untuk istirahat melainkan juga untuk berbuat kebajikan (Matius 12:914 par.) Dan bahwa bukan mereka yang berseru yang akan selamat, melainkan mereka yang melakukan kehendak Bapa (Matius 7:21). Penghakiman terakhir dikaitkan dengan perlakuan terhadap sesama (Matius 25:40). Ibadah yang murni adalah pelayanan sosial (Yakobus 1:27). Alkitab sangat menggarisbawahi pentingnya hidup dalam kasih, sama seperti Allah telah mengasihi kamu, kasihilah juga seorang akan yang lain (Yohanes 15:12). Persekutuan kasih dengan sesama adalah wujud dari persekutuan kasih dengan Allah (I Yohanes 4: 7-21). Jadi spiritualitas tidak bisa dipisahkan dari aktivitas sosial yang dijalankan dengan motivasi iman, yaitu rasa syukur kepada Allah atas keselamatan yang telah diberikannya. Spiritualitas itu dipertajam dalam persekutuan ibadah formal, kontemplasi dan melalui persekutuan kerja/ aktif/pelayanan terhadap sesama manusia. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa spiritualitas tidak sematamata berkaitan dengan kehidupan batiniah, kehidupan mistik dan kehidupan asketis; melainkan kehidupan yang berkualitas sebagai wujud ungkapan syukur atas keselamatan. Maka spiritualitas itu dapat juga diartikan sebagai hidup yang selalau terarah kepada hal-hal konstruktif dan diwujudkan dalam hidup yang bermoral. Ukuran spiritualitas bukan kesalehan asketis melainkan kualitas hidup yang selalu terarah pada kebaikan pribadi maupun kebaikan sesama. Maka spiritualitas tidak perlu dicari ke mana-mana, tetapi ditemukan di dalam diri, di dalam keluarga, di dalam jemaat, di tempat kerja, di masyarakat dan di dalam alam semesta. 3.1. Peribadatan dan Spriritualitas di BNKP Sejak lahirnya jemaat-jemaat sebagai buah pelayanan Pekabaran Injil RMG dan NLG di kepulauan Nias, maka kegiatan peribadatanpun dikembangkan dan rangka pembinaan spiritual umat. Dalam menata peribadatan bagi umat Kristen di Nias, para misionaris merancangnya dengan mengikuti pola peribadatan di gereja asal mereka (dalam hal ini Jerman). Bentuk gedung gereja yang dibangun mengikuti pola gerejagereja Jerman, liturgi diterjemahkan ke dalam bahasa Nias, nyanyian gerejawi juga mengadopsi nyanyian gereja eropa, pola Persekutuan Doa atau dikenal dengan istilah “Sekola Wangandro”, sistwm ibadah rumah tangga yang dilaksanakan setiap pagi dan malam. Berbagai bahan pengajaran untuk penumbuhan iman kekristenan diterjemahkan dari dokumen gereja-gereja Jerman abad ke-18/19. Itulah yang diterapkan dan diteruskan oleh gereja yang telah tumbuh di bumi Nias. Walaupun ada beberapa kali revisi Agendre dan Buku Zinunö/Nainö, namun pola dasarnya masih tetap sama. Jadi seluruh system atau pola peribadatan yang ada di BNKP hingga sekarang ini adalah warisan dari para misionaris, terutama RMG. 13
Persoalan yang muncul akhir-akhir ini, sebagai dampak dari munculnya aliranaliran baru dengan pola peribadatan yang berbeda – adalah adanya ketertarikan warga jemaat BNKP mengikuti dan aktif di gereja lain, walaupun mereka masih tercatat sebagai warga BNKP, tetapi lama-lama mereka meninggalkan BNKP. Berbagai tudingan yang muncul: bahwa litugi BNKP kaku, mengantuk, dan tidak bersemangat. Khotbah-khotbah di BNKP dianggap kurang hidup dibanding dengan gaya khotbah di aliran-aliran lain. Juga dipersoalkan pola persahatan di BNKP yang dianggap kaku dan tradisional, sedangkan di aliaran lain dianggap indah karena persahabatan yang tidak memandang muka, jabatan dan kekayaan. Pada umumnya, kaum muda yang banyak tertarik pada pola ibadah aliran lain ini. Memang di beberapa gereja kota dan mampu, yang menggunakan liturgy bahasa Indonesia – mengikuti trend liturgy persekutuan ini dengan memberi nama “Liturgi Alternatif”. Hampir seluruh pola dan unsure, serta sarana peribadatan aliran lain diikuti, dan ditambah dengan unsur-unsur penting yang ada dalam liturgy BNKP. Sehubungan dengan liturgy ini, sesungguhnya tudingan kolot dan kaku Liturgi BNKP – adalah karena ketidak-tahuan arti dan makna liturgy, tetapi juga karena para pelayan yang terbatas dalam menata dan membangun ibadah yang hidup dan memberi makna dalam peningkatan iman warga jemaat. Selain tantangan dari pola dan system ibadah aliran lain, semakin banyak warga jemaat yang kurang tertarik datang dalam persekutuan ibadah di gereja. Demikian halnya dengan ibadah Penelaah Alkitab/Persekutuan Doa yang dilaksanakan di lingkungan-lingkungan ataupun kategorial. Walaupun ada beberapa jemaat yang masih aktif dan hidup dalam pelaksanaan kegiatan Sekola Wangandro,, namun pada umumnya sudah semakin merosot. Ada alasan lelah dalam pekerjaan dan harus istirahat, ada karena bosan dengan pola dan sistem ibadah di BNKP, ada yang karena malas, ada yang telah dirasuki roh judi, alkoholisme dan roh-roh hedonism, materialism dan individualis. Pada umumnya di BNKP, kaum bapa dan pemuda, banyak yang kurang tertarik lagi beribadah, dan yang masih aktif dalam kegiatan peribadatan adalah kaum perempuan dan anak-anak melalui sekolah minggu. Persoalan lain adalah soal penghayatan iman kekristenan dalam hidup keseharian. Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan orang Kristen di Nias masih diwarnai dengan “dualism” dalam kepercayaan. Dalam kehidupan sehari-hari seringkali ajaran yang pernah dipercayai oleh leluhur orang Nias muncul kembali. Adat istiadat/budaya mendapat posisi yang lebih utama, bahkan dicampur-adukkan dengan nilai-nilai kekristenan. Walaupun tak dapat dipungkiri bahwa tidak semua nilai-nilai budaya bersifat negatif. Bila kita gali kearifan lokal yang dimiliki oleh orang Nias sangat memberi nilai positif dalam mengokohkan iman kristen. Misalnya pemakaian tumbuhtumbuhan yang dapat dijadikan obat yang juga sering dipakai oleh dukun kampung (same dalu-dalu mbanua). Meminta berkat dari orang tua melalui fanefe idano yang masih dilakukan sampai sekarang. Dan hal ini sebenarnya untuk menambah rasa hormat kepada orangtua dan persekutuan dalam keluarga. Dan masih banyak hal lainnya. Selain persoalan seputar perjumpaan Injil dan Kebudayaan, kekristenan Nias menghadapi juga persoalan-persoalan akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan yang sering disebut dengan globalisasi. Kepulauan Nias berada di wilayah perbatasan atau pulau terluar di Negara Indonesia. Tetapi kemajuan zaman 14
telah memasuki wilayah kita. Hal ini sedikit banyak memberi pengaruh dalam kehidupan kekristenan. Misalnya saja kehadiran dalam setiap peribadatan baik di gereja maupun di Lingkungan ,di komisi, lebih didominasi oleh para orangtua (lansia). Sebagian jemaat di sibukkan dengan berbagai hal-hal yang bersifat semu. Ada judi toto gelap (togel), minuman beralkohol sangat mudah didapatkan, terbukanya beberapa lokasi rekreasi seperti pantai yang sering disalahgunakan, maraknya Pekerja Seks Komersial, narkotika, pergaulan bebas, penyalahgunaan handphone (menyebar video yang tidak pantas),dll. Padahal sesungguhnya bila berbagai kemajuan dan kemudahan ini dimaksimalkan secara positif sangat memberi dampak yang baik dalam kehidupan masyarakat. Misalnya saja alat komunikasi yang sangat mudah dan cepat dan hampir dimiliki oleh seluruh lapisan masyarakat, dapat membantu para pelayan untuk berkomunikasi kepada jemaat. Seiring dengan tingkat kehidupan ekonomi yang berobah setiap waktu, maka kemiskinan turut mempengaruhi kehidupan kekristenan. Mayoritas masyarakat Nias hidup dari bertani dan bertenak. Hasil sawah dapat memenuhi kehidupan sehari-hari bahkan dijual keluar daerah Nias, ditambah lagi hasil karet dan beternak babi dan palawija. Namun hal ini tidak dapat dipertahankan. Hasilnya menurun disebabkan berbagai hal, misalnya cara bertani dan beternak secara tradisional tak lagi dapat memberi hasil yang maksimal. Tanaman dan ternak memerlukan pupuk, dan hal ini memerlukan biaya yang tidak sedikit. Adanya kesenjangan ekonomi di setiap daerah yang menimbulkan masyarakat pergi merantau ke daerah lain dengan menjadi buruh di perkebunan, membuka lahan-lahan baru,bekerja di pabrik. Hal-hal ini sedikit banyak yang membuat masyarakat kita selalu berada di bawah garis kemiskinan. Sehingga ada pemikiran sebahagian orang bahwa hidup mereka tidak terberkati, maka kekristenan hanyalah sebagai penanda saja di KTP bahwa mereka punya agama. Kehadiran dan penghayatan iman tidak sepenuhnya dinyatakan dalam hidup keseharian. Masyarakat Nias memiliki nilai budaya yang sangat tinggi. Hal ini telah dimulai ketika seorang bayi hadir dalam kandungan ibunya,maka ia telah diikat oleh budaya. Ketika seorang ibu mengandung, maka ia ke rumah orangtuanya (la’angaruwusi) untuk memberitahukan ia mengandung sambil membawa sumange dan sejak itu anak telah diikat oleh budaya keluarga dan banua. Maksudnya apapun yang terjadi dalam hidup anak ini kelak baik sukacita maupun dukacita maka ia mempunyai ὃmὃ dalam bentuk uang, emas, perak dan ternak (babi). Dan ini membutuhkan pengeluaran yang cukup besar. Bila hal ini dapat dipenuhi akan menambah kebesaran nama keluarga tersebut dan dihormati oleh masyarakat. Sehingga ikatan budaya ini jauh lebih kuat dibanding persekutuan sebagai Tubuh Kristus. Persembahan tahunan (ame’ela drὃfi) saja per keluarga sampai saat ini masih terasa sulit untuk dikumpulkan. Apalagi halhal besar yang sebenarnya dapat kita kumpulkan untuk biaya Program Pelayanan di BNKP. Melihat kenyataan tersebut di atas kita perlu memperhatikan bagaimana tampilan pelayanan BNKP terhadap jemaatnya selama ini. Ada beberapa hal yang perlu kita cermati yaitu :
15
1) Tata Ibadah/Liturgi/Nyanyian. Tata Ibadah/Liturgi/Nyanyian kita di BNKP adalah warisan dari Zending, yang ditata dengan latar-belakang eropa, yang berbeda dengan konteks dan latarbelakang kebudayaan kita. Tata Ibadah dan Nyanyian ini telah menjadi bagian dari pengalaman dan penghayatan iman kekristenan. Namun demikian, dengan munculnya gaya dan pola ibadah serta nyanyian yang baru dari aliran-aliran lain, terutama dari aliran kharismati, maka banyak pihak, terutama generasi muda yang menganggap liturgy dan nyanyian di BNKP kuno, dan menimbulkan kejenuhan. Akibatnya, ibadah bergaya kharismatik yang mulai diminati oleh jemaat kita, terutama para pemuda. Padahal kita juga memiliki kekayaan lagu-lagu fangesa dodo yang tak kalah menariknya dengan lagu-lagu kanon. Memang beberapa tahun belakangan ini telah diupayakan digali kembali,tapi masih kurang berjemaat. Sekolah wangandrὄ di lingkungan juga perlu ada pembenahan, agar jangan monoton terus, sebab dapat menimbulkan kebosanan. 2) Pengajaran Sekolah Minggu. Pengajaran Rohani yang pertama diterima oleh anak adalah dalam keluarga. Namun peran gereja juga tak kalah pentingnya dalam pendidikan rohani. Namun sampai saat ini masih belum merata keterbebanan setiap gereja untuk meningkatkan metode pelayanan kepada anak. Sepertinya model kebaktian dewasa dipindahkan pada kebaktian sekolah minggu. Sehingga anak-anak sekolah minggu kurang mengalami pertumbuhan iman yang sesungguhnya. Demikian juga sangat terbatasnya kemampuan guru-guru sekolah minggu atau daya kreatifitasnya masih rendah. 3) Pengajaran Sekolah Sidi. Tidak jauh beda dengan sekolah minggu,pengajaran sekolah sidi juga masih sangat kurang. Padahal sebahagian anak-anak remaja kita berada pada perkembangan zaman yang sangat pesat. Metode pengajaran masih dengan mewarisi cara-cara lama. Dan ini sedikit banyak kurang menarik untuk anak-anak pada masa sekarang. Pengajaran sidi memerlukan keahlian di bidang Pendidikan Agama Kristen atau Pendidikan Theologi. Sehingga pemahaman tentang Iman Kristiani tidak dangkal, tetapi memberi nilai yang lebih mendalam. Hanya saja para sarjana di bidang PAK dan Theologi tidak merata dimiliki di setiap Jemaat. Untuk mengatasi hal ini Kurikulum Sekolah Sidi kita harus dibenahi disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan remaja. Sehingga remaja-remaja kita pada masa depan tidak dapat diobang-ambingkan oleh apapun. 4) Telaah terhadap Pemberitaan Firman Tuhan. Pemberitaan Firman Tuhan dalam setiap Ibadah perlu juga lebih dikaji lebih dalam. Sebab Firman Tuhan kaya dengan berbagai pengajaran dan nasehat. Firman Tuhan tidak melulu bicara tentang Dosa,Pertobatan dan Hidup Baru. Sementara dalam menjalani hidup sehari-hari jemaat diperhadapkan dengan berbagai masalah,misalnya kenakalan anak-anak,kemiskinan,kekerasan dalam rumah tangga, pergaulan bebas, mahalnya biaya pendidikan, menyebarnya virus HIV/Aids,maraknya Judi Toto Gelap (Togel),menurunnya hasil bumi, hasil ternak babi yang kurang mengembirakan karena penyakit, adanya kesenjanganagan sosial dan ekonomi, mahalnya biaya kesehatan,dan masih banyak hal lainnya. 16
5) Peribadatan dan Persekutuan dalam Jemaat. Pada saat ini persekutuan dalam jemaat perlu kita tingkatkan lagi. Baik di dalam jemaat maupun antar jemaat. Sebab sebagai “Tubuh Kristus” harus saling menopang, menolong, mengasihi dan menguatkan. Tidak dapat dipungkiri ada jemaat yang kuat maksudnya mampu membiayai pelayanannya sendiri, membangun gedung gereja, membangun gedung Sekolah Minggu, membangun Rumah Dinas Pendeta, dan ada jemaat yang lemah maksudnya tidak mampu membiayai pelayanan dan membiayai pembangunan. Dalam situasi seperti ini sangat diharapkan rasa memiliki yang tinggi sebagai sesama anggota jemaat BNKP. Yang kuat perlu memperhatikan yang lemah, agar rasa persaudaraan dan persekutuan semakin diwujudnyatakan. Menjaga dan memelihara persekutuan dengan jumlah anggota yang cukup besar bukanlah hal yang mudah. Perlu kerja keras dan pemahaman yang sama bahwa BNKP adalah wadah yang telah dianugrahkan Tuhan bagi Kepulauan Nias untuk dapat bersekutu, bersatu, dan menjadi Tubuh Kristus dalam kehidupan sehari-hari. 4. Sumber Daya Manusia 4.1. Kesaksian dan Pelayanan Pendidikan Sumber Daya Manusia yang berkualitas merupakan hal penting dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi sebuah program. Sumber daya dimaksud adalah warga dan pelayannya. Untuk mencapai visi dan misi sebuah lembaga ditentukan oleh keterlibatan dan keaktifan anggota atau warganya dalam seluruh kegiatan pelayanan, serta kompetensi dan kinerja para pelayannya. Prinsip ini tidak hanya berlaku untuk organisasi umum, tetapi juga dalam pelaksanaan program pelayanan gereja. Dengan kesadaran akan pentingnya sumber daya jemaat yang berpendidikan dalam pekerjaan misi, maka para missionaries yang bekerja di Nias, melakukan program pendidikan. Di setiap berdirinya jemaat, di tempat tersebut didirikan sekolah, dan untuk pengadaan tenaga guru, maka zending menyelenggarakan pendidikan guru, yang disebut “lembaga seminari” yang berada di Ombolata. Selain pendidikan guru, pada tahun 1906 dibuka mulai “Sekolah Pendeta” dan pendidikan “Sinenge”. Para zending juga mengkader tenaga-tenaga yang memiliki kemampuan untuk studi di luar Nias, antara lain di Seminari Sipoholon dan Depok. Tenaga-tenaga tersebutlah yang menjadi sumber daya Nias ketika Indonesia merdeka. Sejak itu hingga sekarang ada banyak warga BNKP yang terlibat aktif dalam kegiatan politik, pemerintahan, dan juga di bidang ekonomi. Mereka-mereka tersebut merupakan potensi di tengah jemaat. Pasca Perang Dunia II, yakni sekitar tahun 1955-an BNKP kembali melakukan program di bidang pembinaan dan pendidikan; baik yang bersifat pendidikan formal (SD, SMP dan SMA BNKP, serta PGAK); maupun yang bersifat non-formal (Teknikh – PLKT; MLPP, PLPP, PPM dan kemudian Pelmas). Pelayanan di bidang pendidikan ini terus dilaksanakan hingga saat ini.
17
(1) Pendidikan Formal Nr Nama Sekolah Tempat 1 SD BNKP Lahewa Lahewa 2 SD BNKP Gunungsitoli Gunungsitoli Gunungsitoli Hilimaziaya Luzamanu Simon Idanogawo 3
SMP BNKP
4 5
SMA BNKP SMK BNKP
6 7
SMTK BNKP STT-BNKP Sundermann
Lahewa Teluk Dalam Hilizalo’otano Hilisimaetano Darodaro Balaekha Mazino Tello Gunungsitoli Gunungsitoli Luzamanu Teluk Dalam Darodaro Hilisimaetano Sirombu Gunungsitoli Gunungsitoli
Pembina/Pengelola Yys Perg. BNKP Lahewa Yys. Perg. BNKP (Gst)
Yys. Perg. BNKP (Gst) Yys. Perg. BNKP Simo Yys Didaskalia BNKP Idanogawo Yys Perg. BNKP Lahewa
Yys. Perg. BNKP T. Dalam
Yys. Perg. BNKP Pulau Tello Yys. Perg. BNKP (Gst) Yys. Perg. BNKP (Gst) Yys. Perg. BNKP (Gst) Yys. Perg. BNKP T. Dalam Yys. Perg. BNKP T. Dalam Yys. Perg. BNKP T. Dalam Yys. Perg. Distrik BNKP Sirombu Dewan Kuratorium Dewan Kuratorium
Juga dilaksanakan kegiatan PAUD dan Taman Kanak-kanak, yakni TK Swst Kristen BNKP Hanna Blindo (Yys. Perg. BNKP – Gst); dan beberapa TK serta PAUD yang dibuka atas prakarsa Ressort/Jemaat-jemaat (Lahewa, Mandrehe, Sogae’adu, Sirombu, Talumuzoi-Kare, Alasa, Idanogawo, Denninger, Tello, dll). Lembaga kependidikan bentukan BNKP tersebut merupakan potensi dan wujud nyata keterlibatan BNKP dalam pembangunan sumber daya manusia di kepulauan Nias. Pokok utama yang menjadi persoalan ialah menyangkut “mutu pendidikan” yang harus ditingkatkan. Hal ini tentu memiliki kaitan dengan tenaga kependidikan yang berkualitas (kompetensi); Sarana-prasarana yang memadai; perpustakaan yang baik; dan tentunya dana untuk membiayai kesejahteraan tenaga kependidikan (yang layak atau memenuhi standar) dan biaya pengembangan mutu kependidikan. 18
(2) Pendidikan Non-formal Merupakan satu potensi yang dapat menunjuang pembangunan kapasitas di BNKP, khususnya pendidikan non-formal, terutama untuk para pelayan di BNKP, yakni melalui kegiatan pembinaan di Pusat Latihan Pendidikan Injili di BNKP. Setelah dilakukan perombakan organisasi unit pelayanan di aras sinodal, maka kegiatan Pelatihan dan Pendidikan ini berada di bawah Departemen Pembinaan dan Pendidikan di BNKP.1 Lembaga dan kegiatan pelayanan di bidang pendidikan formal dan pendidikan formal yang ada dan terus dikembangkan di BNKP, merupakan potensi dalam menunjang pelaksanakan program untuk mencapai visi dan misi BNKP di masa mendatang. 4.2. Sumber Daya Warga Jemaat Mengenai sumber daya warga jemaat yang ada di BNKP, perlu digaris bahwahi bahwa sejak kemerdekaan hingga sekarang banyak warga BNKP yang menjadi pemimpin di kepulauan Nias. Pada pemilukada tahun 2011 yang lalu, dari empat kabupaten/kota, ada 4 orang kepala daerah yang adalah warga BNKP, 2 orang wakil kepala daerah; dan ratusan yang memiliki jabatan eselon dua, demikian juga eselon tiga dan empat. Banyak juga warga BNKP yang bekerja di lembaga legislatif, keamanan (kepolisian dan TNI), serta sudah banyak yang bekerja di sector ekonomi. Ini merupakan potensi dalam menunjang pelayanan dan dalam mengupayakan kemandirian. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa dari 400.415 jiwa warga BNKP, mayoritas warga Jemaat yang berada di kepulauan Nias memiliki pendidikan yang variatif. Ada sekitar 14 % yang tergolong buta huruf, 30 % yang hingga tamat Sekolah Dasar, 26 % yang hingga lulus Sekolah Menengah pertama (sederajat); 22 % yang hingga lulus SMA sederajat dan 8 % yang lulus Perguruan Tinggi (Diploma, S-1, S-2 dan S-3). Dari data tersebut terungkap bahwa masyarakat Nias yang tinggal di kepulauan Nias, masih tinggi jumlah yang belum lulus dalam standar pendidikan yang berlaku di Indonesia, yakni pendidikan 9 tahun, atau setara dengan lulusan SLTP. Mayoritas warga Nias dimaksud di atas tergolong dalam organisasi BNKP. Dengan tingginya jumlah warga BNKP yang berpendidikan rendah2, maka turut mempengaruhi pelaksanaan program, baik dalam cara pandang (paradigm), maupun dalam hal partisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan. Masalah pendidikan warga jemaat merupakan salah satu penyebabnya lambannya pelaksanaan dan pencapaian cita-cita BNKP sebagaimana dirumuskan dalam PUPB. 1
2
Ada tiga bidang program Departemen Pembinaan dan Pendidikan BNKP, yakni: (1) Pendidikan Formal (yang membina dan mengasuh yayasan atau lembaga pendidikan/perguruan di BNKP); (2) Pendidikan Non-Formal, yang menangani bidang Pendidikan dan Pelatihan di BNKP, yang sebelumnya ditangani oleh PLPI. (3) Bidang Pelayanan Beasiswa. Warga Nias yang berdiaspora memiliki 3 corak, yakni: (1) warga Nias yang pindah ke luar Nias untuk mencari lowongan pekerjaan dan umumnya mereka menjadi panyadap karet, pekerja di kebun kelapa sawit, di perkebunan Akasia, dan ada juga yang menjadi buruh kasar di perusahaan-perusahaan (kecil dan menengah). Tipe pertama ini umumnya berpendidikan rendah, dan paling tinggi hanya sampai SLTA. (2) Warga Nias yang melanjutkan studi di luar Nias, baik diploma, maupun Strata S, 2 dan 3. (3) Warga Nias yang telah berhasil memperoleh pekerjaan yang layak di perusahaan, swasta ataupun yang bekerja di kantor pemerintahan.
19
Namun demikian, dengan mulai banyaknya lulusan SLTA sederajat dan lulusan Perguruan Tinggi, maka mulai tersedia tenaga-tenaga inovatif dan transformative dalam masyarakat dan jemaat. Prioritas program yang perlu dipikirkan ialah pembinaan tenaga yang ada (lulusan SLTA dan PT) agar memiliki pengetahuan sehubungan dengan tugas panggilan gereja, serta adanya kemauan melayani di tengah komunitas umat. 4.3. Sumber Daya Pelayan Persoalan-persoalan yang muncul selama ini adalah bahwa baru skitar 40 % jemaat dilayani oleh pendeta, sedangkan 60 %-nya masih dipimpin dan dilayani oleh Guru Jemaat dan didukung oleh para majelis (Satua Niha Keriso dan komisi-komisi). Persoalannya ialah bahwa hanya sebagian kecil para Guru Jemaat yang telah mengikuti Pendidikan Kader Guru Jemaat atau Pendidikan Guru Jemaat. Umumnya hanya latar belakang pengalaman Satua Niha Keriso, dan dari segi pendidikan terdapat yang lulusan SD atau SLTP dan sebagian lulusan SLTA. Sepintas dapat digambarkan kondisi para pelayan di BNKP sebagai berikut: (1) Pendeta Merupakan potensi yang memberi persfektif ke depan dengan semakin banyaknya tenaga kependetaan di BNKP. Hingga April 2012, jumlah pendeta di BNKP adalah: No Unsur Jumlah Keterangan 1 Pendeta Emeritus 24 orang 2 Pendeta Aktif melayani di Lembaga 18 orang Aras sinodal 3 Pendeta Resort (Full/Part time) 56 orang 4 Pendeta Jemaat 352 orang Termasuk Pdt fungsional 5 Studi Lanjut (S-2) 9 orang 6 Menunggu Penempatan 15 orang 7 Misionaris/Tenaga utusan Gereja 3 orang 8 PNS/Lembaga Politik 29 orang Selain itu, masih terdapat calon pendeta yang sedang menjalani masa vikariat di jemaat-jemaat. (Dikelola berdasarkan data dari Kantor Sinode BNKP) Walaupun jumlah pendeta di BNKP sudah mulai banyak, namun masih ditemui beberapa kendala dalam pelayanan: • Keragaman Latar-belakang Pendidikan Teologi yang dapat mempengaruhi paradigma dalam memahami, merumuskan dan menjabarkan program bersama, baik menyangkut teologi maupun pelayanan masyarakat lainnya. • Masih terbatas para pendeta di BNKP yang terbatas dalam penguasaan dan penerapan manajemen dalam memperlancar kegiatan pelayanan dan dalam mengatasi berbagai masalah. • Keterbatasan dalam melayani (pemberitaan firman, pastoral, dll) 20
•
• • •
Terdapatnya keinginan para pendeta untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil, yang disebabkan oleh beberapa factor, al: motivasi atau panggilan menjadi pendeta masih rendah, menyangkut komitmen pelayanan, menyangkut rendahnya kesejahteraan yang didapatkan di jemaat, terutama di jemaat pedesaan, dan lain sebagainya. Adanya kendala dalam penempatan (warga tak menerima atau pendeta tak mau melayani di pedesaan). Masih terdapat di kalangan para pendeta yang tidak taat pada peraturan, antara lain dalam soal pensiunan. Juga keterbatasan gereja dalam “pemeliharaan para pelayan gereja”, baik semasih aktif maupun ketika memasuki dan setelah emeritus.
(2) Guru Jemaat Guru Jemaat memainkan peranan penting di BNKP sejak Perang Dunia Kedua hingga dewasa ini. Pada zaman zending, ada dua jabatan penting selain Satua Niha Keriso dan Pendeta, yakni Guru dan Sinenge. Guru adalah yang mengajar di sekolah dan sekaligus mengembalakan jemaat. Sedangkan Sinenge berfungsi sebagai Evangelis, yang pergi ke wilayah-wilayah pedesaan untuk mengabarkan Injil (semacam misionaris local). Tetapi pada Perang Dunia kedua, terutama pada masa Jepang, guru difokuskan menjadi pengajar di sekolah dan tidak boleh merangkap di Jemaat; sehingga Sinenge ditempatkan sebagai pelayan dan penanggung-jawab di jemaat-jemaat. Hingga tahun 1990-an, pemimpin dan pelayan jemaat disebut “Sinenge”, tetapi kemudian mengikuti peraturan yang berlaku di BNKP diganti menjadi Guru Jemaat. Berdasarkan Peraturan BNKP No 4 Tahun 2008 ditegaskan bahwa Guru Jemaat adalah ketua Majelis Jemaat, dan penanggung-jawab pelayanan di Jemaat. Dari statistic 2011, dari 1075 jemaat di BNKP, terdapat 723 dilayani oleh Guru Jemaat, dan baru 352 yang dilayani oleh pendeta. Persoalan utama yang dihadapi adalah menyangkut kompetensi para Guru Jemaat. Banyak dari mereka diangkat dari kalangan Satua Niha Keriso, yang pendidikan formalnya adalah Sekolah Dasar dan sebagian SMP dan sebagian kecil SMA sederajat. Pengetahuan teologi mereka hanya didasarkan pada pengalaman Satua Niha Keriso. Memang ada sebagian yang pernah mengikuti Pendidikan Guru Jemaat (PGJ-BNKP), tetapi jumlahnya terbatas. Pada umumnya mereka membenahi diri sendiri melalui buku-buku seperti “lala gera’era” atau bahan khotbah sekber-vem; dan pembekalan yang dilaksanakan di Pusat Latihan Pendidikan Injili. Bagi Resort/Jemaat yang mampu, juga membekali para majelis melalui penataran atau pelatihan. Realita tentang keterbatasan para Guru Jemaat ini turut mempengaruhi pencapaian visi dan misi BNKP.
21
(3) Satua Niha Keriso Para Satua Niha Keriso (SNK) sangat memegang peranan dalam pelayanan di BNKP. Mereka berada di komunitas basis terdekat (setelah keluarga), yakni mendampingi, membina dan mendukung warga jemaat yang ada di lingkungan. Menurut peraturan BNKP bahwa seorang Satua Niha Keriso setidak-tidaknya memimpin sepuluh keluarga. Bertolak dari peraturan tersebut, jumlah para Satua Niha Keriso di BNKP adalah sekitar 8000 orang. Tetapi, karena situasi tertentu, misalnya pertimbangan wilayah atau letak geografi, ada kalanya diangkat seorang Satua Niha Keriso dengan memimpin dan menggembalakan lima keluarga warga jemaat. Persoalan utama adalah kompetensi para Satua Niha Keriso yang terbatas karena masalah pendidikan, dan juga masalah waktu, dimana para Satua Niha Keriso memiliki kesibukan pada pekerjaan masing-masing. Sehingga pada umumnya hanya dapat melaksanakan tugas pada hari minggu, kecuali kalau ada pelayanan antar minggu dan ada pelayanan yang sifatnya kasual. Tentang pengetahuan di bidang kegerejaan, bagi jemaat/resort yang mampu, melaksanakan pembinaan atau pembekalan para Satua Niha Keriso melalui penataran. Apalagi dengan system baru di BNKP dimana Badan Pekerja Majelis Jemaat diangkat dari antara Majelis Jemaat, yakni Satua Niha Keriso atau ketua-ketua komisi. (4) Evangelis dan Diaken. Dalam Peraturan BNKP No 7 tahun 2008 telah dimuat dan diatur tentang jabatan Evangelis dan Diaken. Menurut peraturan tersebut, Evangelis adalah pelayan gerejawi yang diberi tugas khusus untuk memberitakan Injil baik didalam maupun di luar wilayah pelayanan BNKP. Sedangkan Diaken adalah pelayan gerejani yang diberi tugas khusus untuk melaksanakan pelayanan pengasihan. Tetapi hingga kini, jabatan Evangelis belum ditata sedemikian rupa dalam struktur BNKP, dan belum dikembangkan sebagai salah satu strategi dalam peningkatan kuantitas serta kualitas warga jemaat di BNKP. Beberapa resort telah mengangkat serta menugaskan evangelis, dan ada juga yang menugaskan mantan Guru Jemaat menjadi guru jemaat evangelis (walaupun guru jemaat evangelis ini lebih para pendaya-gunaan tenaga yang ada). Demikian juga dengan jabatan Diaken. Hingga kini belum ada pengangkatan, penahbisan dan penugasan Diaken atau Diakones di BNKP. Kegiatan pengasihan sebagai mana diamanatkan dalam peraturan pelayan, umumnya ditangani oleh komisi Diakonia yang telah diangkat di jemaat-jemaat. Persoalan utama belum berfungsinya Evangelis dan Diaken adalah karena belum ditatanya perangkat system, fungsi dan tugas yang jelas, serta penyiapan personal dan budget untuk melaksanakan tugas dan fungsi dimaksud. Padahal, kedua jabatan ini sangat penting dalam peningkatan pelayanan di tengah-tengah jemaat.
22
5. Sumber Dana 5.1. Persembahan: Sumber dan fungsinya “Memberi” dalam hubungan dengan “persembahan kepada Allah” telah ditemukan dalam tradisi agama-agama suku, termasuk agama suku di Nias. Tetapi perlu dicamkan bahwa dasar dan tujuan persembahan adalah untuk menyenangkan hati “illah/dewa” agar memberkati, agar menyembuhkan penyakit, serta agar jauh dari berbagai “bala”. Namun, setelah “Ono Niha” menjadi Kristen, para misionaris memberi pengajaran: (1) bahwa Orang Kristen tidak melaksanakan tradisi memberikan korban (sebagaimana tradisi agama lama, ataupun tradisi PL), karena makna korban persembahan dalam arti penebusan salah atau korban pendamaian --- telah disempurnakan di dalam Yesus Kristus. Ia sendiri tidak hanya mempersembahkan korban dari binatang, melainkan diri-Nya sendiri menjadi korban pendamaian, korban keselamatan, korban penebusan dosa yakni ketika Ia menjadi anak domba Allah, yang menjadi korban melalui penyaliban, yang sekali untuk selamanya. (2) bahwa memberikan persembahan adalah sebagai ucapan syukur atas karunia Tuhan, atas keselamatan yang telah dianugerahkan kepada umat. Memberi adalah karena telah lebih dahulu menerima dari Allah, respon atas kasih dan anugerah Tuhan. Oleh karenanya, memberi persembahan adalah sebagai buah iman. Lalu, apa makna persembahan yang dikumpulkan? Memang pada awal kekristenan di Nias, biaya-biaya dalam kegiatan kekristenan berasal dari para missionaries. Bahkan dicatat bahwa pada mulanya orang-orang yang datang pada kebaktian yang diadakan misionaris, diberi hadiah satu ringgit. Juga dibagi-bagikan tembakau, obat bagi yang sakit, dan aksi diakonia lainnya. Pendanaan untuk ini berasal dari para badan misi. Tetapi setelah kekristenan mulai berkembang, maka ada upaya melibatkan warga jemaat untuk berpartisipasi dalam pembiayaan pelayanan. Misalnya, ketika membangun gedung gereja atau gedung sekolah, maka warga jemaat diminta berpartisipasi dengan cara menyediakan material yang ada di tempat tersebut, misalnya tonggak, papan, dan atap. Setelah gerakan Fangesa Dödö Sebua (1916-1930-an) banyak gedung gereja terorganisir, dan kegiatan peribadatan berjalan, serta telah adanya tenaga guru dan Sinenge, serta pendeta dari kalangan Ono Niha; sementara pada pihak lain, Badan Misi RMG mengalami kesulitas keuangan yang diakibatkan oleh Perang Dunia pertama (1914) yang mendatangkan kekalahan bagi bangsa Jerman, maka para misionaris menata system persembahan sebagai sumber pembiayaan pelayanan gereja. Pada waktu itu mulai diperkenalkan system “Ame’ela ndröfi”, “sia’a mbua wangahalö”, “ame’ela wanaru” serta “ame’ela wamasi”. Pada awalnya, tidak diharuskan persembahan itu dalam bentuk firö (alat tukar saat itu), tetapi bisa dalam bentuk natural (hasil pertanian atau peternakan). Persembahan (ame’ela) ini dipergunakan untuk menunjang kegiatan pelayanan dalam gereja. Setelah kekristenan di Nias diorganisir (sejak 1936), dan terlebih-lebih sejak perang dunia kedua, maka pembiayaan atas kegiatan persekutuan, peribadatan dan pelayanan gereja – sepenuhnya bersumber dari warga jemaat. Bahkan ketika menghadapi masa sulit (1940-1950), kegiatan persekutuan dan peribadatan dapat berjalan terus, dengan cara para pelayan tidak tergantung pada persembahan, 23
melainkan mereka bekerja di sawah atau ladang untuk mencukupkan kebutuhan setiap hari3, ditambah dengan persembahan jemaat berupa natural. Setelah masa sulit, atau sejak tahun 1950-an secara bertahap BNKP menata system keuangan gereja, dengan mengandalkan “persembahan” warga jemaat sebagai sumber pembiayaan kebutuhan dan pelayanan gereja. Tradisi misionaris diteruskan, dan dikembangkan sesuai dengan kondisi dan kemajuan yang terjadi, termasuk “persembahan persepuluhan” yang baru sekitar tahun 2000-an didiskusikan dan dijadikan sebagai salah satu sumber persembahan di BNKP, bahkan dilegalkan melalui peraturan BNKP no 5/BPMS-BNKP/2008. Dalam peraturan keuangan dimaksud, adapun sumber keuangan menurut pasal 3, yakni: (1) Persembahan tetap dari setiap anggota, yakni: a) Persembahan tahunan anggota jemaat yang bertanggungjawab (telah disidikan). b) Persembahan baptisan c) Persembahan peneguhan sidi d) Persembahan peneguhan nikah e) Persembahan dari orang yang diterima kembali menjadi anggota BNKP (2) Persembahan syukur, pada kebaktian hari minggu dan kebaktian-kebaktian/ pertemuan lainnya, seperti: a) Persembahan yang dikumpulkan pada kebaktian minggu b) Persembahan kebaktian hari-hari besar gerejawi c) Persembahan kebaktian Lingkungan. d) Persembahan perjamuan kudus e) Persembahan menabur f) Persembahan buah sulung. g) Persembahan panen (3) Persembahan persepuluhan, baik dari warga jemaat BNKP maupun dari pihak lain. (4) Persembahan/sumbangan-sumbangan lainnya dari anggota-anggota jemaat, dari orang-orang atau badan-badan lain yang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku di BNKP. (5) Usaha-usaha yang dikelola langsung maupun tidak langsung oleh BNKP dan bantuan-bantuan dari pihak lain yang tidak mengikat. Juga diuraikan fungsi keuangan di BNKP adalah dalam rangka melancarkan dan mengembangkan tugas-tugas pelayanan Gereja yang meliputi antara lain: (1) Biaya pembinaan dan pengembangan kehidupan jemaat. (2) Belanja para Pelayan, (3) Biaya pendidikan/pembinaan Pelayan dan Warga Jemaat, (4) Biaya Pekabaran Injil dan Diakonia, (5) Biaya pemeliharaan dan Pembangunan gedung Gereja/ Rumah Dinas dan fasilitas lain, (6) Biaya pemeliharaan/pengadaan infentaris Jemaat dan Resort, dan (7) Biaya untuk mengembangkan hubungan oikumenis.
3
Para pelayan, terutama pendeta yang melayani di daerah lain mengalami kesulitan, karena lahan dan kebun milik keluarga ada di kampong masing-masing. Itulah sebabnya ada usaha agar para pendeta melayani di kampung asalnya atau yang berdekatan; dan kegiatan “sinenge” sebagai “evangelis” dihentikan (sejak 1940) dan mereka melayani di kampung sendiri sebagai penanggung-jawab pelayanan di jemaat setempat, menggantikan peran para guru.
24
Dari keterangan tersebut terlihat bahwa tongkak utama dalam membiayai program pelayanan dan para pelayan di BNKP adalah persembahan. Itu artinya bahwa bahwa jemaat adalah basis pelayanan, dan sekaligus basis sumber pendanaan, baik di jemaat maupun di resort dan sinodal. Untuk mengatur hal ini, maka telah disusun peraturan keuangan, termasuk tanggung-jawabnya ke resort dan sinodal, berupa dana persekutuan BNKP. 5.2. Potensi yang dimiliki Banua Niha Keriso Protestan sesungguhnya memiliki potensi yang cukup besar. Warga Jemaat yang lebih dari 400.000-an ribu jiwa, yang teroganisir dalam 1078 jemaat merupakan kekuatan besar dalam mendukung dan memberhasilkan program pelayanan. Warga jemaat dapat memberi dukungan berupa tenaga, waktu persembahan baik berupa uang maupun berupa material. Selain itu, jemaat-jemaat atau resort atau sinodal memiliki asset yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pelayanan, misalnya tanah, kebun, dan bangunan. Ada banyak warga BNKP yang telah menjadi pengusaha, bekerja di bidang pemerintahan, baik di kepulauan Nias, maupun di luar Nias. Selain kekuatan dari dalam, yakni dukungan warga jemaat, BNKP juga memiliki peluang-peluang melalui program pemerintah atau organisasi non-pemerintah; serta memiliki hubungan oikumenis, terutama United Evangelical Mission – Jerman, Lutheran World Federation – Swiss, Protestan Kerk in Nederland (PKN) – Belanda; World Council of Churches (WCC), CCA, PGI, dan hubungan bilateral dengan gerejagereja. Kondisi ini merupakan factor pendukung dan peluang dalam upaya BNKP memperjuangkan kemandirian di bidang teologi, daya dan dana. 5.3. Realita dan Permasalahan Jemaat-jemaat BNKP menyebar di seluruh kepulauan Nias, dan sebagian berada di luar Nias, terutama di pulau Sumatera dan Jawa, dan juga di beberapa daerah lainnya. Kondisi dan kepampuan jemaat tergantung dimana ia berada. Walaupun banyak jemaat yang potensial, dalam arti memiliki sumber dana yang besar dan sumber daya yang memadai, namun cukup besar jumlah jemaat yang lemah secara keuangan, yakni umumnya yang berada di pedesaan atau daerah terisolir, karena warga jemaat yang berada dalam kemiskinan dan keterbelakangan. Persoalan-persoalan yang muncul seputar keuangan di jemaat-jemaat adalah: 1) Kurangnya kesadaran memberi dari warga jemaat. 2) Kurangnya kemampuan dan ketrampilan dalam pengelolaan administrasi keuangan 3) Kurangnya pengetahuan dan ketrampilan dalam penyusunan program dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Pengeluaran. 4) Adanya pemahaman bahwa dana yang ada merupakan milik gereja tersebut dan hanya digunakan untuk kepentingan jemaat. 5) Kurangnya perencanaan penggunaan dana untuk lebih efektif dan efisien dalam memberhasilkan program pelayanan, yang berguna untuk membangun jemaat. Persoalan lain adalah kondisi keuangan di aras resort dan sinodal. Walaupun dalam sistem keuangan BNKP bahwa resort yang mengesahkan APBJ, sehingga tidak ada alasan jemaat mencantumkan alokasi dana ke Resort, namun realitanya, ada banyak jemaat yang tidak membuat APBJ, dan ada juga yang sudah membuat APBJ 25
dan disahkan oleh praeses, tetapi tidak melunasi tanggung-jawabnya di ressort dan sinodal. Akibatnya, ada banyak resort yang mengalami kekurangan keuangan, dan berdampak dalam pelaksanaan program. BNKP di aras sinodal yang memiliki tanggung-jawab besar dalam mengarahkan, membina, mempersatukan, dan memberdayakan seluruh resort dan jemaat-jemaat, tetapi justru mengalami kesulitan dan kekurangan dalam hal keuangan. Sejak sinode terbentuk hingga tahun 1940, keuangan kantor sinode tidak menjadi persoalan karena didukung dan dibiayai oleh badan zending RMG. Kondisi parah di sinode terjadi pada masa perang dunia kedua, dimana terjadi muratorium, dalam arti putusnya hubungan dan bantuan dari pihak luar. Kondisi ini berlangsung selama satu dekade. Pada tahun 1950-an kesulitan tersebut kembali membaik dengan kembalinya para misionaris sebagai tenaga oikumenis, dan sekaligus bantuan dana untuk sinode juga ada. Memang dalam Tata Gereja 1955 dan peraturan pelaksanaannya, dan juga para tata gereja seterusnya, ada kebijakan tentang iuran atau dana yang diberikan oleh jemaat-jemaat ke kantor sinode, namun jumlahnya terbatas. Untuk mencukupi dana di sinodal, maka hingga tahun 1996, bantuan RMG/VEM cukup besar untuk mendanai kebutuhan di aras sinodal. Tetapi setelah VEM menjadi lembaga misi internasional, maka bantuan gaji dan administrasi berhenti. VEM/UEM hanya memberikan bantuan untuk program pelayanan. Akibat dari kebijakan UEM yang tidak membantu gaji dan administrasi, maka kantor sinode hanya bergantung pada Dana Persekutuan BNKP, disingkat DPB atau yang sekarang disebut dengan Dana Pelayanan Sinodal [DPS]. Sumber lainnya adalah usaha sendiri atau bantuan tak terikat baik dari badan/pemerintah, maupun bantuan pribadi. Persoalan yang muncul ialah minimnya dana masuk dari jemaat-jemaat, dan hasil dari pengembangan assetpun masih sangat terbatas, serta bantuan perorangan dan badan yang juga terbatas. Dana dari unit pelayanan untuk mendukung kantor sinodepun juga terbatas, karena unit pelayanan yang menjadi ujung tombak pelaksana program sinodal belum memiliki sumber yang cukup. Akibatnya, biaya rutin dan pelayanan di aras sinodal sulit tercapai sebagaimana direncanakan. 6. Kondisi Sosial-ekonomi/Diakonia Dalam upaya BNKP menjadi Gereja yang bertumbuh dan berbuah, di tengah-tengah bangsa Indonesia pada umumnya dan Kepulauan Nias khususnya. Gereja BNKP sejak berdirinya pada tahun 1936 telah mengaku bahwa Injil Yesus Kristus adalah kekuatan yang mampu mentransformasikan masyarakat Nias keluar dari kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan dan keterisolasian sesuai amanat Yesus Kristus dalam Lukas 4:18-19. BNKP yang hidup dan bertumbuh di Pulau Nias, dimana masyarakat Kepulauan ini masih 80 % hidup sebagai petani. Namun produksi yang dihasilkan hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok saja, belum dapat memberi dampak positif terhadap peningkatan pendapatan ekonomi. Komoditi yang ada seperti sawah, karet, kakao, dan komoditi campuran dan semua ini dikelola secara tradisional. Berdasarkan hasil Susenas persentase penduduk miskin di Nias masih jauh lebih tinggi dibanding Sumatera Utara secara umum, apalagi secara Nasional. Pada tahun 2009 tercatat 22,57 persen (98.940 jiwa) penduduk Nias hidup di bawah garis kemiskinan, sedangkan di Sumatera Utara secara umum hanya 11,27 persen (1.474.230 jiwa). Kondisi ini 26
menunjukkan bahwa secara umum tingkat kesejahteraan penduduk Nias masih di bawah rata-rata.4 Pulau Nias yang letak geografisnya berada paling barat NKRI, artinya sangat jauh dari pusat pemerintahan, yang mengakibatkan sering luput dari perhatian. Ditambah lagi pengalaman pahit tsunami dan Gempa yang melanda pulau Nias. Pasca Rehabilitasi dan Rekonstruksi di Nias memang telah membawa dampak positif, namun belum menyelesaikan masalah kemiskinan. Keadaan ini semakin diperparah lagi bahwa pulau Nias merupakan jalur gempa, artinya bahwa setiap saat ada ancaman alam yang selalu menakutkan setiap orang. Kenyataan lain yang kita lihat bahwa seiring dengan kesempatan pemekaran wilayah, dimana Kabupetn Nias mekar menjadi 4 kabupaten dan 1 kota. Satu sisi hal ini membawa dampak percepatan pembangunan di pulau ini, namun juga kesempatan besar bagi sebagian orang melakukan manufer-manufer yang hanya menguntungkan diri sendiri, bahkan dari sudut pandangan sebagian orang rasa kedaerahan (isme) yang dangkal sering merembes dalam persekutuan dan keutuhan di dalam tubuh BNKP. 6.1. Pelayanan yang sudah, dan sedang, dilakukan oleh BNKP Sejak awal terbentuknya organisasi BNKP, memahami secara benar bahwa Injil tidak hanya memberikan keselamatan secara rohani, melainkan harus pula sanggup memperbaiki keadaan social ekonomi dari masyarakat Nias itu sendiri. Berdasarkan pemahaman ini BNKP melakukan berbagai upaya di berbagai sector kehidupan masyarakat Nias, seperti: 1) Pelayanan di bidang Pendidikan BNKP menyadari pendidikan merupakan prioritas utama melakukan transformasi bagi masyarakat Nias, sehingga dengan demikian BNKP terpanggil untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan formal dan non formal. Lembaga pendidikan formal yang didirikan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi. Sementara lembaga pendidikan non formal yaitu PLKT dan PLPI. Dampak dari keikutsertaan BNKP di bidang Pendidikan ini, telah banyak melahirkan Sumber Daya Manusia yang sekarang tersebar diberbagai wilayah Indonesia bahkan di luar negeri. 2) Pelayanan di bidang Kesehatan Pelayanan BNKP di bidang kesehatan melalui Rumah Sakit Umum Gunungsitoli dan Rumah Sakit Lukas di Hilisimaetano. Rumah Sakit Lukas adalah milik BNKP sendiri yang di bangun pada tahun 1962 atas bantuan dari Brot fur die Welt dan VEM/UEM. Kehadiran Rumah Sakit Umum Gunungsitoli dan Rumah Sakit Lukas Hilisimaetano telah banyak memberi manfaat bagi peningkatan kesehatan masyarakat pulau ini. Seiring dengan berjalannya waktu, dan tenaga kesehatan utusan badan misi kembali ke negara asalnya, maka RSU Gunungsitoli dan RSU Lukas dalam kurun waktu yang berbeda operasionalnya diserahkan kepada pemerintah setempat. 4
BPS Kab. Nias 2010.
27
Walaupun Rumah Sakit Lukas dan RSU Gunungsitoli, telah diserahkan kepada pemerintah untuk di kelola. Namun bukan berarti BNKP tidak peduli dengan pelayanan kesehatan. BNKP melalui unit pelayanan PELMAS selalu melakukan pemberdayaan warga dengan program sanitasi dan gizi di beberapa wilayah, seperti di Kecamatan Tugala Oyo Kabupaten Nias Utara. BNKP tetap peduli dengan pelayanan kesehatan ini sehingga dalam struktur diatur pembentukan bidang pelayanan kesehatan yang terlingkup dalam departemen pengabdian masyarakat. 3) Pelayanan di bidang Sosial Seperti halnya dengan bidang pelayanan lain, dalam pelayanan inipun terdapat beberapa perkumpulan/lembaga social yang diselenggarakan langsung oleh BNKP. Bentuk-bentuk pelayanan social itu berupa : Asrama Tohia Gunungsitoli, Asrama Kudus di Teluk Dalam, Asrama Wanita Kristen di Gunungsitoli yang sekarang menjadi Asrama Putri Debora, Khususnya Asrama Wanita Kristen telah banyak memberi dampak yang sangat besar yaitu,semakin terbukanya kemungkinan bagi putri-putri Nias di pedalaman untuk melanjutkan pendidikan mereka di sekolah lanjutan dan perguruan tinggi. Bahkan selama di Asrama, mereka juga diberi pendidikan tambahan seperti pengetahuan agama, etika rumah tangga, ilmu kesehatan, dan juga ketrampilan-ketrampilan. Selain Asrama itu, BNKP juga mendirikan Yayasan Peduli Seseama (Yapesma) yang menangangi Asrama Panti Asuhan dan Panti Jompo, yang walaupun dalam perjalanan sejarahnya sering mengalami pasang surut karena keterbatasan biaya operasional kedua panti ini. 4) Pelayanan di bidang Ekonomi Khusus internal BNKP tahun 1958 di dirikan Kursus Wanita Kristen, dan menurut kesaksian masyarakat Nias, kegiatan ini telah banyak memberi kontribusi terhadap kemajuan perempuan Nias. Juga tidak kalah penting bahwa BNKP pernah mendirikan Kamp Kerja Diakonia (KKD) walaupun pada tahun 1972 statusnya ditingkatkan menjadi Model Latihan Pelayanan Pemuda (MLPP), terutama tentang pertanian, perkebunan, pertukangan dan kerajinan tangan. Alumni dari MLPP ini setelah tamat dikembalikan ke daerah asalnya dan menjadi tenaga motivator bagi masyarakat disekitarnya. Program pembangunan ekonomi jemaat secara resmi baru mulai awal tahun 1972, dengan dibukanya Pusat Latiahn Pertanian dan Peternakan (PLPP), di Tohia. Kemudian dibuka Program Pengembangan Masyarakat (PPM) di desa We’awe’a, dan kemudian tahun 1984 berubah nama menjadi Pelayanan Pengembangan Masyarakat (PELMAS). Melalui Pelmas BNKP, terus melakukan program pengembangan ekonomi yang berbasis masyarakat. Sejak tahun 1984 PELMAS terus melakukan pemberdayaan ekonomi jemaat/masyarakat dengan berbagai bentuk. BNKP pasca tsunami 2004 dan gempa 2005, secara aktif melakukan berbagai pemulihan dan pengembangan ekonomi seperti, pemberian bibit karet okulasi di 8 kecamatan, pembuatan demplot 28
peternakan di Sirombu, pemberian perahu motor bagi nelayan di Lahusa dan Salonako, pembuatan kebun entres karet okulasi di Hilimaziaya dan we’awe’a, program sanitasi di Kecamatan Tugala Oyo, program pengurangan resiko bencana di Kecamatan Bawolato. Selain ini secara terus menerus Pelmas BNKP melakukan penyuluhan di beberapa Resort terutama tentang makanan ternak fermentasi, padi sawah, dan kakao. Juga pelaksanaan pelatihan kader okulasi utusan dari beberapa resort bahkan dari sinode lain seperti ONKP, AMIN, AFY. Selain itu BNKP terus mengorganisir kelompok masyarakat untuk mendirikan CU/Koperasi, selain CU/Koperasi yang sudah ada sekarang. 5) Pelayanan di bidang transportasi Khususnya dibidang transportasi laut BNKP pernah membentuk Komisi Pelayaran BNKP (Kopelba), memiliki sebuah kapal dengan nama KM. AGAPE yang terbuat dari besi. Kapal ini diberi oleh Evangelische Kirche in Rheiland tahun 1966. Pada saat itu KM AGAPE satu-satunya kapal terbaik yang ada di Nias. Namun, karena keterbatasan dalam bidang bisnis dan manajemen, kapal tersebut rusak dan belum dapat membeli penggantinya. Pada masa mendatang, dibutuhkan pelayanan transportasi ini terutama untuk kebutuhan antar pulau di kepulauan Nias. 6.2. Masalah – masalah yang dihadapi Dari uraian di atas, Sinode BNKP menghadapi berbagai kendala dan masalah yaitu : (1) Secara internal BNKP • Warga BNKP mayoritas masih berada dalam taraf kemiskinan. • Terbatasnya sumber daya manusia yang sudah terlatih dalam berbagai ketrampilan dan keahlian. • Terbatasnya kemampuan secara financial dari BNKP untuk membiayai program secara berkelanjutan, sehingga ditengah jalan berhenti, dan atau di alihkan untuk dikelola pihak lain. • Belum adanya kebun-kebun atau demplot peternakan milik BNKP yang menjadi contoh bagi masyarakat. • Mayoritas tenaga yang sudah dilatih oleh BNKP, keluar mencari tempat kerja lain, seperti PNS atau berusaha sendiri, karena keterbatasan BNKP membiayai para tenaga tersebut ketika program tidak ada. • Belum meratanya pemahaman para pelayan dan warga jemaat bahwa pelayanan dibidang program diakonia holistic merupakan panggilan setiap orang percaya/gereja, yang membutuhkan perhatian serius. (2) Secara eksternal Kepulauan Nias yang sedang membuka diri dalam berbagai perkembangan, seperti pemekaran wilayah pemerintahan, yang memberi kesempatan besar untuk menyerap dana pembangunan dari pusat, tetapi sering sarat dengan KKN. Kepulauan Nias yang semakin menjadi perhatian dunia, yang sering dikunjungi dari berbagai belahan dunia ini, dan ditambah semakin majunya IT, media audia visual yang semakin canggih, maka tertularnya gaya hidup konsumtif dan hedonism bagi masyarakat Nias. 29
Berubahnya gaya hidup ini, semakin maraknya tempat-tempat hiburan, hotel, bahkan berbagai penyakit social seperti judi togel, peredaran uang palsu, prostitusi/seks bebas, dan juga secara pelan-pelan terkikisnya budaya local, yang memunculkan korban misalnya, penderita HIV/AIDS, walaupun data resmi dari pemerintah belum kita dapatkan. Dari realitas ini maka anggka kriminalitas semakin hari semakin tinggi di pulau Nias. 6.3. Hasil yang sudah dicapai BNKP dalam pelayanan Diakonia 1) Bidang Pendidikan • Terbukanya kesempatan bagi masyarakat Nias, dan lahirnya generasi yang berpendidikan di BNKP. • Terbukanya kesempatan kepada putra/putri Nias untuk mandiri dengan mencari pekerjaan di pemerintahan dan berusaha sendiri. • Termotivasinya pihak lain untuk membangun dunia pendidikan di Pulau Nias. 2) Bidang Sosial, Hukum dan Politik • Terpenuhinya hak perempuan di Pulau Nias untuk mendapatkan kesempatan dalam dunia pendidikan. • Terbukanya kesempatan kepada anak-anak yang tidak mampu untuk diberdayakan melalui panti Asuhan yang didirikan oleh BNKP • Tertolongnya warga jemaat yang lanjut usia untuk dirawat di Panti Jompo Betania BNKP. • Dalam bidang ini, keikutsertaan BNKP secara lembaga, grafiknya turun naik. Suara kenabian BNKP lebih banyak hanya menyampaikan kritikan-kritikan social melalui pertemuan-pertemuan jemaat dan juga melalui mimbar. Namun tidak dipungkiri juga bahwa keterlibatan BNKP secara praktis di bidang Hukum dan politik ini pernah mengalami kejayaannya dinaman BNKP pernah memiliki Kopelkum, dan juga para pendeta BNKP pernah menjadi anggota legislative, walaupun kondisi ini tidak secara terus menerus. 3) Bidang Pengembangan Ekonomi • Terlahirnya tenaga-tenaga motivator di BNKP • Terlatihnya warga jemaat/masyarakat dibeberapa bidang keahlian seperti : Pertanian, Peternakan, Pertukangan, Perbengkelan. • Terbentuknya lembaga keuangan mikro di BNKP yaitu Credit Union (CU) / KOPERASI, sehingga berkurangnya aktifitas yang membungakan uang di tengah-tengah warga jemaat/masyarakat. • BNKP juga memiliki demplot peternakan di Sirombu, dan sedang dikembangkan menjadi sebuah TC peternakan dan pertanian laras alam, sebagai informasi awal bahwa lokasi demplot ini telah banyak dikunjungan masyarakat untuk mendapatkan ilmu dan berlatih. Demikianlah kondisi dan potensi BNKP dalam bidang program pelayanan diakonia sejak terbentuknya sinode sampai sekarang.
30
7. Kesimpulan Dari deskripsi dan analisa tersebut di atas, dapat disimpulkan: (1) Bahwa BNKP sebagai persekutuan orang percaya kepada dan di dalam Kristus telah hadir di kepulauan Nias dan pulau lainnya di Indonesia sejak 1865 oleh Badan Zending RMG (Jerman) dan tahun 1889 oleh Badan Zending NLG (Belanda). Hasil pekabaran Injil dari kedua badan zending tersebut telah berhasil membawa Ono Niha dan suku lainnya keluar dari agama lamanya dan masuk ke dalam persekutuan kekristenan dengan system dan nilai-nilai Injil yang diterapkan dan diwarisi oleh misionaris. Persekutuan orang percaya tersebut melembaga sebagai sebuah organisasi dengan nama Banua Niha Keriso, disingkat BNKP. Persekutuan inilah yang menyatukan untuk pertama kali seluruh masyarakat Nias, yang sebelumnya menyatu dalam ikatan “Banua” sebagai basis kemasyarakatan dan koalisi beberapa banua di dalam satu wilayah Ori. Persekutuan BNKP yang melembaga tahun 1936 tersebut mengalami banyak tantangan dan goncangan, bahkan konflik dan ketegangan organisasi, sehingga salah satu persoalan yang muncul sejak awal hingga sekarang adalah perpecahan dalam gereja. Kondisi ini merupakan tugas besar yang harus dijawab dengan mengupayakan terciptanya persekutuan dan persaudaraan yang indah serta kristiani berdasarkan kasih Kristus. Rasa memiliki dan bertanggung-jawab, serta tekad “si fa talifusö ba khö Keriso” atau “banuada BNKP” hendaknya digemakan dan dimiliki oleh seluruh warga BNKP. Untuk ini penting mencari formulasi dan terobosan baru untuk mencapai hal ini. Penataan organisasi untuk rapih tersusun berdasarkan kasih dan persaudaraan merupakan panggilan yang mendesak. (2) Bahwa BNKP yang akan menyongsong 150 tahun berita Injil di Nias – telah memiliki kekayaan warisan spiritual yang telah menjiwai kehidupan masyarakat, berdasarkan ajaran misionaris dan kemudian oleh pelayan BNKP. Hal ini didukung oleh perangkat peribadatan yang ada dan terus diperbaharui untuk menjawab tantangan dalam konteksnya. Walaupun dalam realita bahwa spiritualitas warga BNKP banyak dipengaruhi oleh warisan pietisme, sehingga ketika berhadapan dengan realita kehidupan keseharian (dalam berbagai dimensi hidup), cenderung tercipta yang disebut dualisme. Bahkan, tidak dapat dipungkiri bahwa hingga kini salah satu tantangan besar adalah kaitan atau hubungan antara Injil dan Kebudayaan. Selain itu, tantangan baru muncul seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di tengah arus globalisasi dengan berbagai dampak positif dan negatifnya. Demikian juga dengan semakin menjamurnya aliran-aliran pentakosta dan neo-pentakosta yang tampil berbeda dengan tradisi yang telah dikenal dan mendarah-daging dalam kehidupan warga jemaat BNKP. Dalam kondisi ini, BNKP terpanggil untuk mereaktualkan dan mengkontekstualkan misinya, peribadatannya, pola pemberitaannya, pelayanan pastoralnya, pelayanan diakonianya, serta pola pembinaan dan pendampingan warga jemaat. Pada pihal lain, jemaat-jemaat di BNKP terus berjuang untuk membenahi sarana-prasarana yang telah hancur akibat gempa 2005, yang diarahkan untuk pembangunan spiritual warga BNKP. (3) Bahwa BNKP telah memiliki perangkat kapasitas baik tenaga pelayan (pendeta, Guru Jemaat, Satua Niha Keriso, Evangelis dan Diaken) yang melayani dan 31
memimpin jemaat, resort dan sinodal di BNKP. Sumber Daya pelayan ini merupakan kekuatan dalam melanjutkan dan meningkatkan pelayanan ke depan untuk mencapai visi dan misi gereja sebagai implementasi dari misi Allah di dunia ini. Hanya saja, merupakan tugas besar untuk melakukan pembangunan kapasitas pelayan yang ada melalui pembinaan, pembekalan, pelatihan, dan pendidikan, serta mengupayakan kesejahteraannya. Selain persoalan kuantitas, hal yang sangat penting dan mendesak adalah menyangkut kualitas; serta penyamaan pandangan teologis agar memiliki gerakan yang sama dalam melaksanakan pelayanan di tengah-tengah jemaat. (4) Bahwa BNKP yang umumnya berada di kepulauan Nias dan sebagian di luar Nias adalah berada dan melayani masyarakat yang masih tertinggal, baik dalam soal pendidikan, kesehatan, maupun menyangkut pendapatan yang sangat rendah. Panggilan berdiakoni seutuhnya (holistic) merupakan hal yang urgen dilakukan. Penting mengkaji dan menyepakati formulasi program dan strategi pelaksanaan program, agar tidak terkesan parsial, melainkan ia menjadi sebuah gerakan yang melibatkan semua pihak dalam melepaskan masyarakat dari kemiskinan dan keterbelakangan serta mewujudkan “damai sejahtera” (syalom, howu-howu) dalam kehidupan masyarakat, termasuk dalam menciptakan dan memelihara lingkungan hidup. Untuk itu, perlu diformulasikan dalam tindakan nyata fungsi gereja yang konseptual, partisipatif, pastoral, profetis – dalam pembangunan, sehingga BNKP menjadi berkat bagi masyarakat. (5) Bahwa BNKP berada di tengah bangsa Indonesia yang dikenal dengan majemuk, bahkan sebagai masyarakat dunia, terutama dalam gerakan oikumenis. Sikap ekskusifisme dan superior perlu ditransformasi dalam kehidupan umat, dan segera memiliki sikap inklusifis bahkan pluralis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan tetap mempertahankan Pancasila sebagai dasar bersama di Indonesia. Oleh karenanya hubungan antar agama dan umat beragama merupakan panggilan misi kontemporer. Lebih dari itu, keikut-sertaan BNKP dalam kegiatan Oikumene yang telah dimulai selama ini, perlu diteruskan dan ditingkatkan di masa mendatang. (6) Bahwa BNKP memiliki banyak asset. Hanya saja belum banyak memberi manfaat dalam mendukung visi dan misi BNKP. Persembahan warga jemaat sebagai salah satu pilar dalam kemandirian dana, juga masih sangat terbatas, baik menyangkut jumlah, terlebih-lebih menyangkut system dan strategi pemandirian. Kekayaan ini dapat menjadi kekuatan apabila didaya-gunakakan, apalagi dengan besarnya jumlah BNKP yang telah mencapai 400.415 jiwa (belum termasuk beberapa resort yang belum mengup-date data base-nya). Upaya menuju kemandirian di bidang dana merupakan hal yang urgen di masa mendatang.
32
BAB IV VISI, MISI, STRATEGI DAN PROGRAM UTAMA 1. Visi BNKP TEGUH DALAM PERSEKUTUAN DAN MENJADI BERKAT BAGI DUNIA Visi tersebut di atas dilatar-belakangi oleh kondisi dan permasalahan yang sedang dihadapi oleh BNKP. Salah satu pengalaman BNKP dalam lintas sejarahnya adalah konflik dan perpecahan, atau perpindahan warga BNKP ke organisasi dan aliran lain. Memang kondisi tersebut sudah mulai dapat diatasi dengan adanya sistem organisasi baru sebagaimana diamanatkan dalam Tata Gereja dan peraturan-peraturan BNKP, tetapi perlu dilanjutkan berbagai upaya dalam memperteguh persekutuan di BNKP. Selain kondisi internal, BNKP juga dikitari oleh berbagai tantangan dari luar dalam hubungan dengan globalisasi, dan juga dengan menjamurnya berbagai aliran yang berkembang di Indonesia, termasuk di kepulauan Nias. Oleh karenanya, BNKP sebagai organisasi gereja yang pertama mempersatukan seluruh masyarakat Nias, perlu memperteguh persekutuan melalui berbagai program pelayanan dan penataan organisasi, mulai dari keluarga, lingkungan, jemaat, resort sampai ke aras sinodal. Doa Yesus dalam Yohanes 21:17 “supaya mereka semua menjadi satu” merupakan dasar utama dalam membangun persekutuan yang teguh. Persekutuan tersebut terjalin ketika adanya kesadaran satu “tubuh” dan menghidupi seruan Paulus sebagaimana diungkap dalam Filipin 2:2-4: “hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” Mewujudkan persekutuan yang teguh membutuhkan transformasi di segala bidang, baik menyangkut pengorganisasian, teologi, pelayan, pola ibadah dan program yang aktual dan kontekstual serta menjangkau seluruh warga jemaat. Persekutuan yang teguh akan menjadi potensi besar dalam melaksanakan program pelayanan, untuk menjadi berkat dalam dunia, dimana BNKP berada dan diutus memberitakan Injil kepada segala makhluk. Sejak zaman zending, gereja telah hadir memberitakan keselamatan dan pembebasan bagi masyarakat Nias dari ketertinggalan dan kemiskinan, melalui pelayanan kesehatan, pendidikan, transportasi, pembangunan ekonomi, dan pembangunan spiritual. Tugas panggilan tersebut terus dilanjutkan oleh BNKP dalam program pelayanannya, walaupun tidak merata dan belum menjadi gerakan semua aras di BNKP, sehingga terkesan bahwa kebijakan BNKP belum banyak berdampak dalam pembangunan manusia seutuhnya, terutama di bidang social, ekonomi, politik, dan ekologi. Pada kurun waktu lima tahun mendatang, BNKP memfokuskan perhatian dan memadukan seluruh potensi untuk dapat hadir membawa berkat di tengah-tengah dunia, sesuai dengan konteksnya. Secara ringkas dapat disimpulkan bahwa lima tahun ke depan BNKP akan semakin teguh dalam ajaran, organisasi, dan pelayanan, serta menampakkan persekutuan yang indah dan kristiani dalam bersaksi, berdiakoni secara holistik, sehingga sungguh-sungguh menjadi berkat bagi dunia melalui upaya pengentasan kemiskinan, pembangunan kapasitas, menjaga kelestarian lingkungan hidup dan memberantas berbagai penyakit social (KKN, Judi, Alkoholis, PSK, HIV-AIDS), serta memperjuangkan hak-hak azasi manusia dan kesetaraan gender demi keadilan bagi semua.
33
2. MISI, STRATEGI DAN PROGRAM UTAMA No (1)
Misi Meningkatkan kualitas spiritual warga jemaat yang menjiwai nilai-nilai dan iman kekristenan dalam seluruh dimensi kehidupan.
(1)
(2)
(3)
(4)
(2)
Meningkatkan jumlah dan mutu para pelayan di BNKP, sehingga menjadi agen pembaharu, baik di dalam gereja maupun dalam masyarakat.
(1)
(2)
(3)
(3)
(4)
Menata dan membangun persekutuan yang indah dan teguh di BNKP, berdasarkan kasih Kristus, yang menampakan kehidupan yang seia-sekata, sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, dan satu tujuan, baik yang sifatnya internal maupun eksternal. Memberdayakan warga jemaat, agar lepas dari
(1)
(2)
Strategi Merumuskan dan mensosialisasikan konfessi BNKP Menciptakan ibadah yang hidup dan dapat membangun kerohanian serta meningkatkan keimanan warga jemaat. Meningkatkan pembinaan dan pendampingan warga gereja. Membenahi saranaprasarana pendukung pelayanan. Meningkatkan wawasan, ketrampilan, kinerja dan pendidikan tenaga yang ada di BNKP. Mengkader tenaga-tenaga handal yang siap melayani di desa dan di kota serta mampu membawa perubahan. Memberdayakan serta meningkatkan lembagalembaga pembinaan dan pelatihan yang ada di BNKP. Melanjutkan penataan organisasi yang rapih, harmoni di semua level (jemaat-resort-sinodal), yang menunjang pencapaian visi dan misi Meningkatkan keikutsertaan BNKP dalam kegiatan oikumenis baik yang bersifat local, nasional, regional, maupun internasional.
(1) Meningkatkan lembagalembaga diakonia di BNKP untuk mampu
34
1) 2) 3) 4) 5)
6)
Program Utama Penataan Ajaran melalui pembuatan Konfessi BNKP Penataan Ibadah yang actual dan kontekstual Pembinaan Warga Gereja (kategorial dan profesi) Pelayanan Pastoral Pemberitaan Firman Tuhan (Khotbah/PA, Evangelisasi dan Pekabaran Injil) Pembenahan saranaprasarana
1) Bina Para Pelayan (Pendeta, Guru Jemaat, Evangelis, Diaken) dan lembagalembaga yang menanangani organisasi, kepemimpinan dan administrasi 2) Bina Profesi (pemerintahan, politik, ekonomi dan kebudayaan) 3) Bina Kaum Awam 4) Pengembangan Pendidikan formal (PAUD/TK – Perguruan Tinggi) 5) Program Beasiswa 1) Persekutuan Internal (Keluarga, Lingkungan, Jemaat, Resort dan sinodal) 2) Penataan Organisasi, administrasi dan manajemen 3) Persekutuan Pelayan 4) Persekutuan dengan yang lain dalam kegiatan gerejani dan social kemasyarakatan 5) Persekutuan Oikumenis 6) Dialog dan Kerukunan 7) Hubungan Gereja dengan Negara/pemerintah
1) Pelayanan Diakonia Kharitatif, mencakup Panti Asuhan, panti Jompo,
kemiskinan dan keterbelakangan, serta memperoleh hidup dalam sejahtera (syalom/howuhowu )
melakukan pelayanan diakonia, baik yang sifatnya kharitatif, maupun reformatif dan transformative. (2) Bekerjasama dengan berbagai pihak, baik pemerintah maupun nonpemerintah dalam melaksanakan pembangunan masyarakat.
2)
3)
(5)
Mengupayakan kemandirian Dana di BNKP
(1) Mengkaji dan memformulasikan system keuangan yang baik dan menunjang pelayanan di seluruh BNKP. (2) Meningkatkan pengembangan dan pemanfaatan asset BNKP. (3) Menghidupkan kembali program Dana Abadi dengan mecari terobosan baru. (4) Memantapkan manajemen keuangan di seluruh BNKP. (5) Mengupayakan jaringan baik di dalam maupun di luar.
1) 2) 3)
4) 5) 6)
Orangtua asuh, pengembangan asrama. Pelayanan Diakoni Reformatif, mencakup pengembangan mikro-kredit, pengembangan pertanian, peternakan dan perkebunan, pengadaan “training center for Diakony”, pelayanan kesehatan masyarakat, HIVAIDS, dan penanggulangan penyakit masyarakat. Pelayanan Diakonia Transformatif, mencakup pembangunan dan politik, Perdamaian, Keadilan dan Keutuhan Ciptaan, serta Pengurangan Resiko Bencana. Penatalayanan Persembahan dan Persepuluhan Penatalayanan Administrasi dan manajemen keuangan Penatalayanan Dana Kemandirian melalui “DANA ABADI” dan Dewan Penyantun. Penatalayanan dan Pendayagunaan Aset BNKP Penatalayanan Kesejahteraan Pelayan Penatalayanan Kemitraan.
3. Penjabaran Program Visi dan misi serta strategi dan program utama tersebut di atas, selanjutnya perlu dijabarkan dalam bentuk program yang disertai dengan sasaran, tujuan dan indikator yang dapat diukur. Bagian ini akan diuraikan pada berikutnya.
35
BAB V PENJABARAN PROGRAM UMUM PELAYANAN BNKP 1. PENJABARAN BIDANG PROGRAM Bertolak dari Visi, Misi dan Rencana Strategis Pelayanan yang diketengahkan pada bab-bab sebelumnya, maka disusunlah Program Umum Pelayanan BNKP Tahun 2012 s.d. 2017, yang akan diuraikan dalam lima Bidang Program. Untuk melihat benang merah dari Program, maka di sini akan disajikan dalam bentuk matriks, yang memuat tentang Program Utama, Program, Sasaran, Tujuan dan Indikator-indikator, sebagaimana diuraiakan pada bagian berikut. 1.1. BIDANG PROGRAM KESAKSIAN DAN PELAYANAN (MARTURIA) Nr 1
2
3
Program Utama Pengadaan Konfessi BNKP
Tata Ibadah yang aktual dan kontekstual
Pembinaan Warga Gereja (PWG)
Program
Sasaran
Penelitian dan pengkajian halhal yang berkaitan dengan pokokpokok konfessi dalam bingkai kontekstualisasi
Warga Jemaat dan pelayan yang teguh dalam persekutuan dan ajaran di BNKP
Penelitian dan pengkajian Tata Ibadah BNKP dan merangcangbangun Tata Ibadah yang sesuai dengan konteks BNKP
Pengadaan Model-model PWG
Pelaksanaan PWG
Tujuan
Adanya pedoman pengajaran Iman Kristen di BNKP Warga jemaat dapat menghayati imannya dalam konteks dimana dia berada Ibadah yang Adanya hidup dan alternative Liturgi kontekstual yang dapat menjawab kebutuhan warga jemaat Jemaat semakin mencintai BNKP dalam beribadah.
Pembuatan kurikulum, silabus dan materi pengajaran untuk pembinaan kategorial dan profesi Warga Jemaat yang berakar, bertumbuh dan
36
Indikator BNKP memiliki identitas dan jadi diri yang jelas Warga BNKP tidak terombang-ambing akibat ajaran di luar BNKP
Tersedianya Tata Ibadah yang relevan dalam konteks
Adanya pedoman pembinaan warga gereja
Warga BNKP aktif beribadah dan merasakan kedalaman persekutuan dengan sesama dan Tuhan Tersedianya materi dan model-model pembinaan warga jemaat.
Adanya keseragaman materi PWG di
Warga BNKP mampu menjawab tantangan hidup
4
Pelayanan Pastoral
Pemberdayaan Pelayan untuk memiliki minat dan ketrampilan
Pengadaan Balai Layanan Pastoral dan Rehabilitasi
dewasa dalam iman Pelayan/konselor yang terpanggil dan profesional dalam melaksanakan pastoralkonseling. Warga Jemaat yang terlayani dalam persoalan hidup Layanan pastoral yang terencana dan berkesinambungan.
5
6
Pemberitaan Firman
Sarana Prasarana
BNKP. Warga jemaat berdaya dalam menjawab persoalan hidup dan mengalami pemulihan. Tersedianya wadah pembentukan konselor yang profesional, dan layanan pastoral yang efektif.
Khotbah/PA
Relevannya khotbah dalam kehidupan sehari-hari.
Evangelisasi
Terjadinya kebangunan iman warga jemaat.
Pekabaran Injil.
Terjangkaunya orang-orang yang belum mengenal kasih Yesus.
Pembangunan Gedung Gereja, Gedung Sekolah Minggu, gedung serba guna, dan ruang konsistori.
Nyaman beribadah.
Rajin ke gereja.
Adanya tempat pertemuan/ pelatihan.
Rapat/pelatihan berjalan dengan baik.
37
Firman Tuhan dipahami, dihayati dan diamalkan dalam hidup sehari-hari. Warga jemaat mengalami penyegaran dan pembaharuan hidup. Agar setiap orang mengenal dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruslamatnya.
berdasarkan iman Kristen. Aktifnya para pelayan melakukan layanan pastoral
Tersedianya tenaga pelatih di bidang pastoral dan Clinic Pastoral Education (CPE). Berkurang dan tersembuhkannya jumlah yang mengalami stress, depresi dan luka batin Adanya khotbah/PA yang menarik, relevan dan menyentuh persoalan hidup. Terwujudnya nilainilai Kristiani dalam kehidupan warga jemaat. Warga Jemaat hidup sebagai teladan dalam perkataan, dalam tingkah laku, dalam kasih, dalam kesetiaan dan dalam kesucian. Bertambahnya jumlah orang percaya kepada Kristus. Bertambahnya sarana peribadatan/ pertemuan. Meningkatnya kuantitas dan kualitas warga jemaat dalam
Pengadaan alatalat musik
Ibadah lebih hidup dan hikmat
Warga lebih kosentrasi dalam beribadah
menghadiri ibadah Warga mencintai ibadah BNKP dan tidak tergoda dengan ibadah yang lain
1.2. BIDANG PROGRAM PEMBINAAN PENDIDIKAN (DIDASKALIA) Nr 1
Program utama Pembinaan Pelayan
Program
Sasaran
1. Bina Pendeta
Pendeta BNKP yang sungguh terpanggil, memiliki kualitas spiritual, intelektual, emosional dan komunikasi dalam melayani sebagai pendeta di BNKP dan dapat berperanaktif dalam kancah oikumenis.
38
Tujuan Agar pendeta BNKP mampu menunaikan tugas panggilannya dan menjadi agen transformasi di tengah jemaat dan masyarakat. Agar Pendeta BNKP dapat terlibat dan berperan aktif dalam kegiatan dan pelayanan yang sifatnya oikumenis.
Indikator Adanya pedoman dan program dalam rekrutmen Vikar, dengan menetapkan lembaga teologi yang diterima, yakni terakreditasi oleh BAN-PT dan anggota Persetia. Adanya kurikulum pembinaan vicar. Adanya kurikulum dan modul-modul pemberdayaan pendeta. Adanya pedoman penilaian kinerja pendeta untuk pengembangan diri. Adanya program pemberdayaan pendeta, melalui “continue education” (studi lanjut di level S-2 dan S-3, musyawarah belajar, pelatihan, orientasi, studi banding, dll). Adanya pedoman dan program pemeliharaan pendeta. Adanya konven pendeta sebagai wadah pengembangan diri dan mempererat persekutuan, baik di
2. Bina Guru Jemaat
Guru Jemaat yang memiliki komitmen melayani dan kemampuan melaksanakan tugas sebagai Guru Jemaat.
Agar Guru Jemaat mampu menunaikan tugasnya memimpin dan melayani jemaat sesuai dengan tugas sebagai Guru Jemaat
3. Bina Evangelis
Evangelis yang memiliki kapasitas dalam melaksanakan program evangelisasi dan menjadi misionaris local di daerah terisolitr. Diaken atau Diakones memiliki kapasitas dalam melayani di bidang pelayanan diakoni holistic.
Agar Evangelis di BNKP berfungsi dan dapat menjangkau mereka yang tertidur imannya atau daerah yang terisolir.
4. Bina Diaken
5. Bina Majelis Jemaat, BPMJ, BPP dan Unit
Majelis Jemaat, BPMJ, BPP dan Unit Pelayanan yang memiliki
39
Agar mulai aktifnya pelayanan Diaken dan Diakones versi BNKP yang dapat melayani jemaat dan masyarakat.
Agar penataan organisasi dan peyananan di jemaat dapat
aras resort maupun di aras sinodal. Ikut-sertanya para pendeta dalam kegiatan Oikumenis. Adanya program “penyiapan Guru Jemaat”, mis. Bagian dari program pengabdian di STTBNKP Sundermann. Adanya program pemberdayaan dan pendampingan Guru Jemaat. Adanya pedoman dan program pemeliharaan Guru Jemaat. Adanya konven Guru Jemaat, minimal di aras Resort. Adanya penempatan Evangelis di BNKP. Adanya pedoman khusus pelayanan Evangelis. Munculnya semangat beribadah dan beriman dalam kehidupan keseharian. Adanya penempatan diaken dan diakones di BNKP. Adanya pedoman khusus pelayanan diaken dan diakones. Jemaat dan masyarakat terlayani dalam bidang program diakonia. Terbinanya para majelis, BPMJ, BPP dan unit pelayanan tentang penataan
Pelayanan
2
Bina Profesi
1) Bina warga yang melayani sebagai Pegawai Negeri Sipil, Legislatif dan para politikus.
pengetahuan dan ketrampilan yang memadai dalam tugas pelayanan masing-masing. Pegawai Negeri yang melayani di pemerintahan dengan menerapkan nilai-nilai Kristiani.
Para Politikus yang menampakkan nilai Kristiani dalam aktifitasnya.
2) Bina warga yang menekuni bidang ekonomi
Para pelaku ekonomi memiliki etos kerja dan etika ekonomi dalam melaksanakan tugasnya.
3) Bina warga yang berstatus Penatua Adat
Para penatua adat memiliki integritas sebagai Kristen dalam kegiatan adat-istiadat.
40
terlaksana dengan baik.
Agar warga jemaat yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil dapat mencerminkan iman Kristen pada pekerjaannya Agar warga jemaat yang aktif di bidang politik memiliki pemahaman tentang politik dan iman Kristen, dan dapat menghidupannya dalam aktifitas keseharian. Agar warga jemaat yang aktif di bidang ekonomi memiliki pemahaman tentang hubungan iman Kristen dengan ekonomi, serta menerapkan etika Kristen dalam aktifitas hidup. . Agar warga jemaat yang adalah penatua adat memiliki pemahaman tentang hubungan Injil dan Kebudayaan,
organisasi, program pelayanan dan anggaran. Tertatanya jemaat dan semakin teguh dalam persekutuan. Terlaksananya pembinaan, berupa seminar, lokakaria, khotbah, ceramah tentang Iman Kristen dan pelayanan sebagai PNS – oleh jemaat, resort atau sinodal. Adanya diskusi tentang tema-tema actual sehubungan dengan politik dan pandangan iman Kristen.
Terlaksananya sosialisasi etos kerja dan etika ekonomi kepada para pelaku ekonomi.
Terlaksananya pengkajian unsureunsur adat istiadat dipandang dari sudut pandang Kristen dan mengembangkannya dalam pembangunan jemaat.
03 Bina Teologi Kaum Awam
Pengajaran Teologi bagi Kaum Awam
04 Pendidikan Formal
Pemberantaran Buta Aksara
Gerakan Pendidikan Anak Usia Dini oleh Resort dan Jemaat-Jemaat
Peningkatan Mutu Sekolahsekolah Asuhan BNKP
dan menjadi agen pelestari dan pembaharu kebudayaan berdasarkan iman Kristiani. Kaum awam Agar awam aktif memiliki terlibat dalam pengetahuan kegiatan gerejani yang mendalam dan di tengah tentang pokokkehidupan pokok teologi masyarakat, Kristen. bangsa dan Negara. Warga Agar masyarakat masyarakat yang terlepas dari melek huruf dan ketertinggalan dapat dalam bidang mengembangkan pendidikan. pengetahuan melalui kemampuan membaca. Jemaat-jemaat Agar jemaatyang memiliki jemaat atau kesadaran dan resort memiliki program dalam program pendidikan anak pengasuhan usia dini. PAUD atau Taman Kanakkanak. Sekolah BNKP Agar sekolahdapat menjadi sekolah asuhan model BNKP semakin pendidikan meningkat dalam berciri-khas kuantitas dan kekristenan. kualitas yang memiliki daya saing di aras nasional.
41
Adanya kursus Teologi Kaum Awam yang disponsori STT-BNKP Sundermann.
Terlaksananya program Pemberantasan Buta Aksara sebagai bagian pelayanan jemaat, resort dan unit pelayanan terkait. Berdirinya PAUD atau TK di jemaatjemaat atau Resort.
Meningkatnya jumlah siswa di sekolah-sekolah asuhan BNKP Meningkatnya tingkat kelulusan UN dan masuk ke perguruan tinggi terakreditasi A. Terbenahinya sarana-prasarana penunjang pendidikan. Tersedianya tenaga kependidikan yang memenuhi syarat menurut undang-
05 Program Beasiswa
Pendirian Perguruan Tinggi (selain STT-BNKP Sundermann)
BNKP berpartisipasi dalam pembangunan pendidikan tinggi sesuai kebutuhan real di kepulauan Nias.
Memberikan Beasiswa untuk pendidikan, baik formal maupun pendidikan nonformal.
Warga Jemaat memiliki kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan.
undang dosen dan Guru. Agar adanya Dibukanya Sekolah kesempatan bagi Tinggi berbagai putra-putri Nias prodi yang sesuai melanjutkan dengan konteks dan pendidikan di kebutuhan Nias. perguruan tinggi Terbenahinya yang memiliki sarana-prasarana kualitas. dan ketenagaan dalam menunjang pendirian perguruan tinggi. Agar terbantunya Terhimpunnya dana warga jemaat untuk peningkatan berekonomi pendidikan dan lemah ketrampilan pendidikan formal dan nonformal.
1.3. BIDANG PROGRAM PERSEKUTUAN (KOINONIA) Nr 1
Program Utama Persekutuan keluarga, lingkungan, dan Jemaat
Program
Sasaran
Pemberdayaan keluarga bersekutu dalam ibadah (kebaktian keluarga, perayaan hari-hari besar gerejani, dan bulan keluarga). Penguatan solidaritas dan soliditas Lingkungan, serta jemaat
Terwujudnya Keluarga yang rukun dalam iman aktif dalam pelayanan
Meningkatnya kesadaran keluarga akan pentingnya persekutuan keluarga
BNKP hadir sebagai gereja dalam aktivitas masyarakat.
Penguatan persekutuan lintas jemaat
Terwujudnya rasa saling menopang lintas jemaat
Agar warga jemaat BNKP terlibat aktif dalam kegiatan sosial di lingkungannya masing-masing Adanya keharmonisan pelayanan lintas jemaat
42
Tujuan
Indikator Aktifnya pelaksanaan ibadah keluarga. Tersedianya modul pembinaan keluarga. Keluarga yang aktif mendukung pelayanan. Meningkatnya keterlibatan warga jemaat terhadap dinamika hidup sosialnya dilingkungan serta jemaat Meningkatnya intensitas silang layan pelayanan antar jemaat Meningkatnya kunjung mengunjungi saat
2
Penataan Organisasi
Pemantapan dan penjabaran peraturan pelaksanaan Tata Gereja.
3
Penataan Administrasi dan Manajemen Gereja
Program pelatihan PME (Planning, Monitoring and Evaluation) di semua aras
4
Persekutuan Pelayan
Persekutuan melalui Rapat/ sidang
Persekutuan melalui Konven
5
Persekutuan dalam kegiatan gerejani dan kegiatan sosial kemasyaraka tan
6
Persekutuan Oikumenis
7
Dialog dan
Terwujudnya pemahaman dan pengertian atas peraturan pelaksanaan Tata gereja BNKP Mewujudkan BNKP menjadi organisasi gereja yang tersusun rapi, terarah dan tertib. Para pelayan BNKP semakin erat dalam persekutuan dan saling menunjang dalam pelayanan.
Adanya penerapan yang seragam atas pelaksanaan peraturan Tata Gereja BNKP Para pelayan BNKP menjadi semakin berkualitas dalam melaksanakan pelayanan Terciptanya rapat/sidang yang indah dan Kristiani dalam memberhasilkan pelayanan Adanya wadah bersekutu dan bermusyawarah dalam pembenahan diri dan pelayanan Mengakar dan meningkatnya rasa memiliki serta tanggungjawab atas organisasi BNKP
Program Cinta BNKP melalui: - Pencitraan BNKP keluar dan kedalam - Penyusunan profile BNKP - Program yang memihak warga Terlibat secara proaktif dalam gerakan oikumeni.
Terwujudnya BNKP sebagai Lembaga yang tangguh.
Warga BNKP semakin terlibat dan berperan aktif dalam persekutuan oikumene
Meningkatnya keterlibatan dan peran aktif BNKP dalam persekutuan oikumene
Interfaith Dialog
Mewujudkan
Seluruh warga
Warga dan Pelayan yang setia.
43
hari-hari raya gerejani antar jemaat Terelimirnya perbedaan penerapan peraturan. Teratasinya perpecahan di tubuh BNKP. Terlaksananya pelatihan PME di jemaat-jemaat dan unit-unit pelayanan BNKP.
Teraturnya rapat/sidang Tersedianya pedoman pelaksanaan pertemuan Adanya persekutuan pelayan melalui konven.
Tereleminirnya konflik dan perpecahan dalam tubuh BNKP. Meningkatnya keaktifan warga mendukung pelayanan BNKP. Adanya utusan BNKP yang hadir dan terlibat aktif dalam kegiatan oikumene Tersedianya pelayan oikumene BNKP Dilaksanakannya
Kerukunan
8
Hubungan Gereja dan Negara
kerukunan hidup beragama
Membangun persekutuan melalui peranan: Konseptual; Partisipatif; Pastoral dan peran Profetis
BNKP hadir dalam pembangunan serta pergumulan bangsa dan Negara.
jemaat memiliki kesadaran kebebasan beragama dilandasi sikap saling menghargai BNKP ikut bertanggungjawab dalam memberi landasan etik, moral dan spiritual dalam pembangunan bangsa dan Negara berdasarkan Pancasila. BNKP berperan aktif dalam pelayanan pastoral dan profetis bagi para penyelenggara Negara
Interfaith Dialog dalam berbagai aras/level jemaat Adanya suasana kerukunan hidup beragama. Adanya konsep BNKP dalam rancangan pembangunan di kepulauan Nias
Adanya pelayanan pastoral bagi penyelenggaran Negara Adanya sikap kritis BNKP dalam kebijakan yang menyimpang dari Pancasila dari dari sudut pandang iman Kristiani.
1.4. BIDANG PROGRAM DIAKONIA HOLISTIK Nr 1
PROGRAM UTAMA Pelayanan Diakoni Kharitatif
PROGRAM
SASARAN
TUJUAN
INDIKATOR
Pengembangan Panti Asuhan
Jemaat-jemaat menyadari bahwa menjadi tanggungjawabnya melayani anakanak terlantar Mandirinya Yapesma dan lembaga yang mengasuh Panti Asuhan dalam
Agar jemaatjemaat memiliki program dan anggaran untuk anak-anak terlantar.
Setiap Jemaat telah mengalokasikan dana untuk panti asuhan dalam APBJ, serta merealisasikannya. Meningkatnya jumlah anak di Panti Asuhan, dan menghasilkan anak-anak yang
44
Agar Yapesma dapat menampung anak-anak terlantar dan
melaksanakan pelayanan panti. Pelayanan Panti Jompo
2
Pelayanan Diakoni Reformatif
Keluarga dan jemaat menyadari dan bergerak dalam mendampingi para lansia
Pengembangan Orangtua asuh
Keluarga dan jemaat tergerak menjadi orangtua bagi yang terabaikan.
Pengembangan Asrama
Asrama semakin mandiri dalam melayani anakanak perempuan dari desa yang studi di Gunungsitoli. Menguatnya ikatan social di tengah masyarakat dan kekuatan modal
Pembangunan Comunitas Basis melalui Mikro Kredit
45
meningkatkan pembinaan di Panti Asuhan. Agar keluargakeluarga semakin peduli dalam mendampingi orangtua lanjut usia. Jemaat-jemaat memiliki program pendampingan terhadap Lansia, baik kegiatan kerohanian maupun dukungan material. Agar Yayasan Bindes dapat meningkatkan pelayanan kepada lansia, baik soal kuantitas maupun kualitas. Agar adanya kepedulian warga jemaat untuk mengangkat anak yang terabaikan dengan cara membiayai, baik di rumah atau diutus ke Panti Asuhan. Agar terbantunya orangtua dari desa yang menyekolahkan anaknya di kota Gunungsitoli. Agar adanya kekuatan rakyat melalui kelompok social dan kekuatan modal
mandiri.
Adanya pengurusan lansia oleh keluarga secara serius dan berkelanjutan. Adanya program jemaat untuk lansia, dan memberi dukungan kepada Yayasan Bindes untuk kegiatan Panti Jompo. Meningkatnya jumlah lansia di p anti jompo; dan semakin membaiknya pelayanan terhadap lansia di panti jompo. Adanya keluarga yang mau berbagi dengan mengasuh anak yang terabaikan; atau mengutusnya ke panti asuhan dan memberikan biaya.
Meningkatnya pelayanan Asrama (Debora) terhadap anak-anak perempuan yang tinggal di Asrama. Berdirinya Credit Union sebagai wadah persekutuan, dan pengembangan
Pengembangan Pertanian, Peternakan dan Perkebunan
Pengembangan “Training Center for Diakoni”
Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan HIVAIDS
Penanggulangan Bahaya Narkoba dan Miras
usaha Para petani memiliki kemampuan dalam mengelola usaha secara modern dan berorientasi pasar. Adanya wadah sentral dalam peningkatan pengetahuan dan ketrampilan dalam pengembangan pertanian organik. Masyarakat mengembangkan kearifan local dalam pengembangan kesehatan.
Masyarakat menyadari akan bahaya HIVAIDS, dan peduli terhadap para penderita. Masyarakat, terutama remajapemuda teguh dalam iman kekristenan menghadapi godaan narkoba dan Miras.
dalam berusaha. Agar meningkatnya pendapatan masyarakat petani.
usaha bersama. Para petani meninggalkan pola tradisional dalam mengelola usaha pertanian dan peternakan.
Agar masyarakat terlatih dalam penggunaan bahan organik dalam usaha mereka.
Berkurangnya pemakaian pupuk kimia, dan meningkatnya hasil produksi masyarakat.
Agar masyarakat kembali mengembangkan obat-obat tradisional, baik melalui “Apotik sehat di sekitar perumahan” maupun kearifan local lainnya. Agar masyarakat waspada terhadap bahaya HIV-AIDS.
Adanya penggunaan obatobat tradisional oleh masyarakat.
Agar para remaja-pemuda waspada atas bahaya Narkotika dan Miras.
Terlaksananya penyuluhan tentang bahaya Narkotika dan Minuman Keras terhadap para remaja pemuda – oleh jemaat, resort atau unit pelayanan terkait. Unit Pelayanan memiliki program pendampingan dan pemulihan
Agar ada pendampingan dan pemulihan terhadap para
46
Terlaksananya penyuluhan dan penyadaran masyarakat tentang HIV-AIDS
korban narkoba dan alkoholist 3
Pelayanan Pelayanan Diakoni Pembangunan Transformatif dan Politik
Pengembangan Program Perdamaian, Keadilan dan Keutuhan Ciptaan (JPIC)
Terwujudnya pembangunan yang berkeadilan.
Agar masyarakat memiliki akses yang sama dalam kegiatan pembangunan.
Terwujudnya kegiatan politik yang demokratis berdasarkan Pancasila.
Agar tercipta kehidupan politik yang sehat, adil dan merata di tengah masyarakat. Agar setiap umat dihormati hak azasinya.
Terwujudnya hak azasi manusia dan terpeliharanya lingkungan hidup.
Agar lingkungan hidup dilestarikan
Pengurangan Resiko Bencana
Masyarakat yang sadar tentang lingkungan yang rawan bencana dan siap-siaga menghadapinya.
Terminimalisirnya korban bencana
terhadap korban Narkoba dan Alkoholist. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan hidup. Adanya sikap BNKP tentang politik yang adil berdasarkan Pancasila Terlaksananya penyuluhan atau pelatihan tentang Hak-Hak Azasi Manusia. Adanya advokasi terhadap korban pelanggaran HAM. Adanya gerakan penanaman pohon (tebang satu tanam sepuluh). Adanya kesadaran bahaya penggunaan material yang tidak dapat didaur-ulang. Terlaksananya penyuluhan dan pelatihan tentang siagaan bencana. Adanya pendampingan terhadap korban bencana.
1.5. BIDANG PROGRAM PELAYANAN PENATALAYANAN (OIKONOMIA)
47
Nr 1
Program Utama Penatalayanan Persembahan dan Persepuluhan
Program Program Pelaksanaan penataran bagi pelayan
Sasaran Pelayan dan warga memahami makna persembahan. meningkatnya kesadaran memberi persembahan kepada Tuhan.
2
Penatalayanan Administrasi dan Manajemen Keuangan
Program Menentukan tema-tema khotbah/PA tentang persembahan selama 2 bulan dalam setahun Program Pelatihan Pengelolaan keuangan
3
Kemandirian Dana
Dana Abadi
Tersedianya dana tetap sebagai salah satu usaha menuju kemandirian dana di BNKP. Keterlibatan Warga Jemaat yang memiliki kemampuan Ekonomi dalam menyantuni program pelayanan di BNKP.
Dewan Penyantun
4
Penatalayanan Program dan pengurusan Pendayagunaan sertifikat tanah-
Peningkatan keterampilan pengelolaan keuangan
Terhimpunnya data-data (alas hak) harta mlik
48
Tujuan Terciptanya pemahaman lebih baik memberi dari pada menerima Terpenuhinya dana program disemua aras di BNKP.
Indikator Tereliminirnya pola pikir yang mempermasalahkan persembahan
menciptakan keseragaman pemahaman yang sama tentang pengelolaan keuangan di BNKP. Agar program pelayanan di BNKP dapat terlaksana dengan dana yang cukup tersedia.
Tertibnya pengelolaan keuangan Adanya pelaporan keuangan sesuai peraturan yang berlaku
terpeliharanya aset-aset BNKP
Bertambahnya dukungan dana untuk mensukseskan program pelayanan gereja
Tersedianya sejumlah dana untuk menunjang program pelayanan BNKP
Adanya gerakan bersama di seluruh jemaat ataupun para donateur untuk menghimpun dana abadi di BNKP. Adanya kegiatan pelayanan yang dapat menjawab kebutuhan jemaar Adanya pelaporan keuangan sesuai peraturan yang berlaku Asset disemua aras telah dikelola
Asset di BNKP
05 Kesejahteraan Pelayan
06 Penatalayanan
tanah BNKP disemua aras Program pemanfaatan tanah-tanah dan bangunan yang belum dikelola disemua aras
BNKP
Program renovasi Kios Fotuaria BNKP
Kualitas bangunan Kios Foturia terjamin
Mencari dan meningkatkan kemitraan untuk pengembangan usaha-usaha BNKP
Peningkatan pemanfaatan asset BNKP
Pensiun
Terjaminnya kesejahteraan hari tua para pelayan dan pegawai di BNKP.
Bantuan Kesehatan
Terbantunya para pelayan dan keluarganya dalam menanggulangi biaya kesehatan
Perumahan
Terjaminnya pengadaan rumah para pelayan memasuki masa pension. Terciptanya
Mengembangkan
Terurusnya semua asset yang ada
49
Asset-aset dapat memberi hasil untuk menunjang dana program pelayanan Penyewa merasa aman
Peningkatan SDM pada pengelolaan asset Peningkatan hasil usahausaha di BNKP Agar para pelayan memfokuskan diri pada pelayanan dengan adanya jaminan hari tua. Agar terjaminnya pemeliharaan kesehatan para pelayan dan keluarganya.
Agar para pelayan mendapatkan tempat tinggal tetap ketika pensiun. Agar BNKP
Tercatatnya hasil pengelolaan asset dalam laporan keuangan BNKP
Tercatatnya semua asset dalam daftar inventaris di BNKP Adanya peningkatan sewa
Unit-unit usaha memiliki daya saing Meningkatnya hasil usaha Para pelayan telah menjadi anggota dana Pensiun PGI. Para pensiunan menerima dana pension yang memadai.
Tersalurkannya bantuan biaya pengobatan kesehatan para pelayan dan pegawai BNKP. Meningkatnya jumlah para pelayan dan pegawai menjadi anggota Jamsostek. Adanya kemudahan dalam pengurusan sertifikat dan mendapatkan kredit perumahan dari Bank. Bertambahnya mitra
Kemitraan
2.
jejaring
kemitraan yang saling membangun.
memiliki hubungan bilateral dengan organisasi lain.
BNKP.
Prioritas Program Tahunan Lima bidang Program Pelayanan Umum BNKP tersebut di atas berjalan bersama dan saling terkait satu dengan lainnya, namun untuk menjadikan program tersebut sebagai sebuah gerakan bersama, maka untuk lima tahun ke depan perlu ada prioritas tahunan. Nr Tahun 1 2012/2013
Prioritas Koinonia
2
2013/2014
Marturia
3
2014/2015
Didaskalia
4
2015/2016
Diakonia
5
2016/2017
Oikonomia
Keterangan Penataan organisasi, administrasi dan program yang memperteguh persekutuan. Walaupun bidang lain tetap dilaksanakan. Fokus pada program Marturia, walaupun bidang lain tetap dilaksanakan. Fokus pada program Didaskalia, walaupun bidang lain tetap dilaksanakan. Fokus pada program Diakonia, walaupun bidang lain tetap dilaksanakan. Fokus pada program Oikonomia, walaupun bidang lain tetap dilaksanakan.
50
BAB 6 PENUTUP Demikianlah Rancangan Program Umum Pelayanan BNKP tahun 2012-2017 yang telah digumuli dan ditetapkan dalam persidangan majelis sinode BNKP ke-56 di Onolimbu. Program Umum Pelayanan BNKP ini merupakan dasar dan pedoman bagi semua aras di BNKP dalam menyusun dan melaksanakan program pelayanan untuk lima tahun ke depan, dengan visi yang jelas: “BNKP teguh dalam persekutuan dan menjadi berkat bagi dunia”, dengan misi yang memberi focus pada upaya membangun spiritual, membangun dan mengembangkan kapasitas, baik pelayan maupun warga jemaat; mengokohkan persekutuan, baik di dalam maupun di luar, mengahadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah di bumi ini melalui pelayaan diakonia yang holistik, dan mengupayakan kemandirian, terutama di bidang dana, yang bertolak dari kemandirian daya dan teologi. Untuk menjadikan Program Umum Pelayanan BNKP 2012-2017 sebagai gerakan dan program bersama si seluruh BNKP, maka lebih lanjut BPHMS-BNKP membuat petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan tentang pembuatan Rencana Strategi Pelayanan 5 (lima) tahun, dan pedoman pembuatan program tahunan. Selanjutnya, petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan dimaksud disosialisasikan kepada semua aras, sehingga mulai dari jemaat – resort – ke sinode – akan menyusun rencana strategi pelayanannya masingmasing berdasarkan PUPB, dan menjabarkannya dalam bentuk Program Tahunan yang disertai dengan Anggaran dan Belanja di setiap aras dan unit pelayanan. Semoga Tuhan memberkati dan menyertai kita semua dalam melayani dan bersama-sama bertumbuh serta menjadi berkat (howu-howu) bagi dunia. Marilah kita berseru seperti bangsa Israel yang sepakat membangun, berkata: "Kami siap untuk membangun!” (Nehemia 2:18). Tantangan tentu melintang di depan, tetapi melalui persekutuan yang teguh, kita mampu melewati dan mengatasinya, dan berkata seperti Paulus: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Flp 4:13). Tuhan memberkati. Ditetapkan dalam Persidangan Majelis Sinode ke-56 Pada Tanggal 3-8 Juli 2012 di Onolimbu Majelis Ketua, 1. Pdt. Dr. Tuhoni Telaumbanua, M.Si 2. Pdt. Dorkas Orienti Daeli, M.Th 3. Gr. Jem. Yuswar Harefa 4. SNK. Yusman Zega, A.Pi, M.Si 5. Arkian Zebua, SE, M.Si 6. Mariati Zendato, SH, M.Hum 7. Bazisokhi Gori, SE
Disalin dan diperbanyak oleh BPHMS-BNKP,
Pdt. Dr. Tuhoni Telaumbanua, M.Si Ephorus
Pdt. Dorkas O. Daeli, MTh Sekretaris Umum 1