CYSTOSARCOMA PHYLLOIDES
I.
Pendahuluan Payudara merupakan salah satu karunia Allah yang tak ternilai harganya buat wanita. Bagi seorang wanita, selain fungsinya, payudara merupakan lambang kewanitaan sehingga pembedahannya perlu dipertimbangkan secara kosmetik. Penyakit yang menyerang payudara seperti tumor atau kanker jumlahnya juga lebih banyak pada wanita dibandingkan dengan pria. Oleh karena itu, pembedahan payudara dapat menimbulkan ketakutan pada setiap wanita berupa kerusakan bentuk dan anggapan bahwa sifat kewanitaannya akan hilang. Dengan demikian, pembedahan pada payudara mesti memperhatikan faktor kosmetik yang setara pentingnya dengan faktor onkologik.(1) Penyakit pada payudara yang lazim dibicarakan adalah kelainan berupa tumor, baik jinak maupun ganas. Pada refarat ini akan dibahas salah satu tumor jinak yang menyerang payudara, yaitu Cystosarcoma phylloides. Cystosarcoma phylloides adalah salah satu tumor jinak payudara yang jarang terjadi dimana tipenya mirip dengan fibroadenoma, berupa tumor pada stroma (jaringan konektif) dan kelenjar. Perbedaan antara Cystosarcoma phylloides dan fibroadenoma tampak pada pertumbuhan yang cepat pada jaringan konektif fibrosa di tempat pertama terjadinya.(2,3) Istilah Cystosarcoma phyllodes pertama kali diperkenalkan oleh Johannes Muller (1838). Istilah ini sebenarnya kurang tepat, karena ia jarang ganas dan biasanya tidak kistik. Oleh karena itu, istilah yang banyak digunakan sekarang ini
1
adalah tumor phylloides. Tumor ini juga disebut sebagai giant fibroadenoma yang oleh Haagensen menyebutnya
sebagai lesi fibroadenoma massif pada orang
muda. Ada pula yang memberi nama tumor ini giant intracanalicular mixoma (Owens dan Adams). (3, 4, 5, 6) Tumor phylodes jarang ditemukan, kira-kira 2—4 % dari seluruh fibroadenoma dan hanya sekitar 0,3--0,5 % dari seluruh tumor mamma. Tumor ini dapat ditemukan pada usia pubertas sampai lansia, terutama mengenai wanita usia pertengahan meskipun kadang-kadang ditemukan pada remaja dan sesudah menopause, pernah juga dilaporkan pada prepubertas. Insiden paling banyak antara umur 30—50 tahun dan lebih sering ditemukan pada ras kulit hitam dan orang timur. Dibanding tipe benigna, tipe maligna didapatkan pada umur yang lebih tua. Tumor yang bilateral lebih jarang lagi didapatkan.(4,5, 6)
2
II. Anatomi Payudara Payudara sebagai kelenjar subkutis mulai tumbuh sejak minggu keenam masa embrio, yaitu berupa penebalan ektodermal sepanjang garis susu yang terbentang dari aksila sampai regio inguinal. Payudara merupakan modifikasi kelenjar keringat yang berkembang menjadi susunan kompleks pada wanita, tetapi rudimenter pada pria. Pada wanita, pertumbuhan payudara waktu lahir belum selesai dan bertumbuh hingga masa pubertas. Menjelang menarche, pertumbuhan bertambah dengan timbulnya percabangan duktus dan proliferasi stroma di antara duktus.(5,7) Payudara yang terletak di fasia pektoralis pada hemitoraks kanan dan kiri mempunyai berbagai struktur di antaranya; a.
Parenkim epitelial
b.
Lemak, pembuluh darah, saraf, kelenjar getah bening
c.
Otot dan fascia.(5,6,7) Parenkim epitelial dibentuk oleh 15—25 lobus kelenjar tubuloalveoler
kompleks yang masing-masing mempunyai saluran ke papilla mamma yang disebut duktus laktiferus. Tiap-tiap lobus dipisahkan oleh jaringan penyambung padat dan banyak jaringan adiposa. Di antara lobulus tersebut terdapat jaringan ikat yang disebut lig. Cooper sebagai rangka atau penyangga.(5,6,7) Sebelum pubertas, kelenjar mamma terdiri atas sinus-sinus laktiferus dan duktus laktiferus yang bercabang-cabang. Kelenjar ini membesar selama pubertas akibat penambahan volume duktus laktiferus oleh proliferasi sel dan penimbunan jaringan adiposa. Hal ini disebabkan oleh peningkatan hormon-hormon ovarium.
3
Kelenjar mamma dewasa terdiri atas kelenjar-kelenjar tubuloalveoler dan duktus laktiferus yang melebar membentuk sinus atau ampullae. Duktus ini dilapisi oleh epitel berlapis gepeng dekat muara keluarnya dan makin ke dalam menjadi sel-sel kubis atau torak rendah.(7)
Gambar 1. Gambar anatomi kel. mammae wanita (atlas Sobotta)
Vaskularisasi payudara terutama berasal dari rami perforantes anterior dari a. mammaria interna (cabang a. subclavia), a. torakalis lateralis yang bercabang dari a. aksillaris
dan
beberapa a. interkostalis. Aliran darah vena
yang berasal dari cabang-cabang perforantes v. mammaria interna berjalan menyusuri arteri dan bermuara pada v. innominata. Cabang-cabang v. aksillaris terdiri dari v. thorakoakromialis, v. thorakalis lateralis, dan v. thorakodorsalis. Adapun vena-vena kecil bermuara pada v. interkostal, lalu ke v. vertebralis, dan berakhir di v. azygos dan bermuara di vena cava superior.(5,6) Innervasi n. interkostalis.
payudara diurus
oleh cabang
pleksus servikalis dan
Jaringan kelenjar payudara dipersarafi oleh saraf simpatis
(n. intercostalis VII—XI dari n. spinalis thoracalis). N. interkostobrakialis dan
4
kutaneus brakialis medialis mempersarafi sensibilitas daerah aksilla dan bagian medial lengan atas sehingga ketika dilakukan diseksi aksilla, sering terjadi mati rasa di daerah tersebut karena saraf ini sukar disingkirkan. N. pektoralis mempersarafi m. pektoralis major dan minor, n. thorakodorsalis mempersarafi m latissimus dorsi, dan n. thorakalis longus mempersarafi m. serratus anterior.(5,6,8) Pengaliran limfe dari payudara + 75 % ke kelenjar limfe aksilla, sebagian lagi ke kelenjar parasternal, terutama bagian sentral dan medial, dan adapula ke kelenjar interpektoralis. Dari kelenjar limfe aksilla ke kel cervicalis profunda dan bermuara ke duktus thoracicus. Jalur lainnya berasal dari daerah sentral dan medial yang selain menuju ke kelenjar sepanjang pembuluh mammaria interna, juga menuju ke aksilla kontralateral, ke m rectus abdominis lewat lig. Falsiforme hepatis ke hati, ke pleura, dan ke payudara kontralateral.(5,6)
Gambar 2. Aliran limfe kel. Mamma (atlas Sobotta)
5
II.
Klasifikasi Menurut Haagensen, tumor phyloides dapat dibagi dalam dua kelas berdasarkan riwayat penyakitnya: 1.
Tumor phylodes yang secara klinik dan mikroskopik jinak dan tidak ada perubahan sifat jika muncul kembali sesudah eksisi lokal atau mastektomi.
2.
Tumor phylodes yang secara mikroskopik ganas atau transformasi dari jinak ke ganas selama follow up. Secara histologis, tumor ini diklasifikasikan sesuai dengan karakteristik
stroma, yaitu; 1.
Jinak (Low grade tumor) Tumor-tumor dengan stroma miksoid atau fibroblastik dan neoplasma epitel, sel-sel yang seragam, dan adanya massa papiler stroma fibroblastik termasuk jinak. Bentuk ini sulit dibedakan dengan fibroadenoma mamma.
2.
Borderline Pengenalan
kelompok
borderline
berdasarkan
adanya
lesi
yang
menunjukkan atipia dari tingkatan yang lebih kecil daripada keadaan maligna atau adanya focal areas dari stroma yang jelas abnormal. 3.
Ganas (High grade tumor) Tumor-tumor dengan anaplastik yang jelas dengan jumlah sel yang banyak (hiperseluler), inti-inti sel yang besar dan atipik, nukleoli prominen, dan mitosis yang meningkat, termasuk dalam kelompok ganas. Komponen histologi yang jarang pada bentuk ganas adalah elemen tulang dan kartilago yang menggambarkan suatu osteosarkoma dan kondrosarkoma.
6
Sebagai tambahan, bentuk infiltrasi dan noninfiltrasi duktus dan lobular karsinoma mungkin ditemukan.(9,10,11) Keempat kriteria berikut dapat menjadi pertimbangan untuk melakukan klasifikasi yang memadai dari tumor phylodes sebagai tidak ganas atau ganas. Kriteria ini mula-mula diusulkan oleh Norris dan Taylor dan oleh Hart et al (dikutip oleh Bot FJ dan Donner): 1.
Secara prognostik, tepi tumor yang infiltratif merupakan indikator yang jelek. Yang baik jika tepi tumor jelas
2.
Pertumbuhan serat yang berlebihan bila dibandingkan dengan komponen epitelial merupakan indikator kuat adanya keganasan
III.
3.
Tiga mitosis atau lebih untuk setiap 10 HPF merupakan tanda keganasan.
4.
Atipia seluler merupakan indikator keempat dari keganasan.
Gambaran Klinik Secara klinis, tumor ini biasanya tidak nyeri, permukaan halus, multinoduler. Tumor ini biasanya relatif besar, tetapi pada anamnesis ditemukan bahwa tumor ini tumbuh secara lambat dan tiba-tiba membesar secara drastis. Kecepatan pertumbuhan tumor ini tidak mengindikasikan bahwa tumor ini tergolong ganas. Kulit permukaan tumor ini cenderung mengkilap dan keras dengan dilatasi vena superfisial. Ulserasi kulit mungkin merupakan manifestasi sekunder dari pembesaran massa dan nekrosis sentral.(6,8,13) Tumor phyllodes dapat mencapai ukuran diameter 10 sampai 15 cm dari fibroadenoma. Ini dapat mengubah bentuk payudara dan menyebabkan nekrosis
7
akibat penekanan pada kulit, yang kadang-kadang disertai ruptur tumor sehingga keluar dari kapsulnya menuju ke permukaan. Meskipun demikian, tanda-tanda itu bukan mencerminkan keganasan. Epitel atau stroma pada beberapa kasus dapat mengalami transformasi ganas, dan sebagian dapat bermetastasis ke kelenjar getah bening regional.(8,9,13) Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah adanya massa yang mobile, bulat atau berlobus dengan berbagai ukuran. Pada 25—40 % kasus terdapat peningkatan ukuran tumor atau pertumbuhan yang pesat dari tumor. Nyeri jarang terjadi kecuali pada lesi yang besar.(8,9,10) Kebanyakan tumor phyloides terjadi di bagian sentral dan bagian atas dari mamma. Tumor tidak melekat pada kulit dan biasanya tidak ada retraksi puting susu.(9,10,13) Walaupun tumor ini umumnya jinak, tetapi berdasarkan penelitian yang dilakukan, ternyata tumor ini dapat rekuren dan bermetastasis meskipun jarang (3—12 %). Jika tumor ini bermetastasis, jarang mengenai kelenjar aksila, lebih sering bermetastasis ke paru-paru, tulang, dan jaringan subkutan. Metastasis ke kelenjar aksila dapat terjadi bila penyakit ini sudah dalam tahap lanjut. Metastase kelenjar limfe ditemukan pada 25 % pada bentuk ganas dan biasanya merupakan sarkoma pada tumor primernya.(8,9,11)
8
Gambar 3. Seorang wanita dengan tumor phylodes (13)
IV.
Histopatologis Gambaran tumor phylodes secara makroskopik dapat bermacam-macam. Tumor ini umumnya mempunyai tepi yang tajam, berbatas tegas dengan jaringan mamma di sekitarnya. Pada potongan tumor, di permukaannya dapat ditemukan gambaran menyerupai daun yang dibentuk oleh bintik fibrotik yang dipisahkan oleh sekat-sekat seperti ranting. Jaringan tumor biasanya berwarna abu-abu keputihan atau kuning keputihan dengan konsistensi agak keras sampai seperti kayu. Fokus-fokus hemoragik kadang-kadang ditemukan. Pada massa yang lebih besar cenderung terjadi degenerasi sentral dan nekrosis. Kavitas akan membentuk kelompok-kelompok dengan sekat-sekat epitelium.(6,9,12) Secara mikroskopik, struktur tumor lebih khas. Adanya ruang-ruang yang dibatasi oleh sekat yang berbentuk seperti ranting diinvaginasi oleh nodul-nodul berbentuk bulat dari stroma fibrotik dengan berbagai ukuran. Dinding epitelium
9
dari celah dibentuk oleh sel kolumner, kuboid, atau sel gepeng, dan biasanya satu lapis, meskipun dalam beberapa contoh proliferasi epitelial tampak pada duktus fibrokistik yang prominen. Metaplasia apokrin dan skuamous kadang-kadang ditemukan.(4,9,11) Dasar stroma adalah fibrous, terdiri atas sel-sel spindel atau daerah miksoid dan sel-sel yang berbentuk bintang. Daerah-daerah ini dengan cepat tertutup oleh permukaan epitel yang cenderung menjadi sangat seluler, sedangkan daerah sentral papilla kurang. Selularitas stroma menampakkan gambaran tumor phylloides yang berbeda dengan fibroadenoma, di mana stroma relatif aseluler. Perubahan metaplastik dapat ditemukan pada stroma sebagaimana metaplasia pada epitel. Jaringan adiposa relatif sering dilaporkan, dan metaplasia osseus dan kartilagineus juga dilaporkan.(9,10) Tumor ini dapat memberikan gambaran myxomatous yang mengandung kista-kista yang besar dengan potongan-potongan mirip lembaran-lembaran buku (phyllon). Proses myxomatous ini tumbuh ke dalam sejumlah kista dan memenuhinya sehingga tampak seperti gambaran dedaunan.(3,10,12)
10
Gambar 4. Beberapa gambaran histopatologis tumor phylodes(13)
11
V.
Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan: 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan Fisis 3. Pemeriksaan penunjang, seperti mamografi dan USG Pada mammografi, tumor phylodes sulit dibedakan dengan fibroadenoma. Gambaran mammografi yang didapatkan pada tumor phylodes(13): a. Lesi massa lobuler atau nonspesifik rounded b. Massa yang berbentuk sirkumskripta c. Kalsifikasi dapat ditemukan (small white spot)
Gambar 5. Mammografi tumor phylodes(13)
Pada USG, tumor phylodes tampak sebagai; a. Hipoechoic dengan well-defined mass b. Dapat tunggal atau multipel 4. Diagnosis pasti berdasarkan pemeriksaan patologi anatomi.
12
VI.
Penanganan Penanganan tumor phylodes bergantung pada akurasi pemeriksaan histolgis. Pada lesi jinak, reseksi 2 cm dari batas tumor sudah adekuat. Pada kejadian yang rekuren, biasanya reeksisi secara keseluruhan dengan mengikutkan 2—3 cm jaringan normal sangat dianjurkan. Jika tumor sudah besar, biasanya perlu dilakukan mastektomi simpleks. Pada keadaan di mana tumor lebih besar dibandingkan payudaranya, maka juga diperlukan suatu mastektomi baik pada tumor pertama maupun yang residif. Kadang-kadang juga dapat diangkat otot pektoralis.(2,4,5) Penanganan dengan sifat yang mempunyai potensi ganas, juga lebih radikal daripada fibroadenoma. Untuk bentuk ganas, ahli bedah onkologi merekomendasikan
mastektomi radikal ditambah dengan pengangkatan fasia
pektoralis dan pascabedah diberi radiasi dengan diseksi aksilla yang rendah walaupun mungkin bermetastasis secara hematogen seperti sarkoma. Tumor phylodes maligna tidak respon terhadap terapi hormon dan sedikit respon terhadap kemoterapi dan radioterapi dibandingkan kanker payudara. (6,9)
13
VII.
Prognosis Prognosis tumor phyloides yang jinak termasuk baik menyusul pembedahan terencana dengan pengeluaran tumor secara lokal yang memadai. Jika tumor phyloides telah diangkat secara komplit, faktor risiko rekuren rendah, khususnya yang terjadi pada remaja atau dewasa muda. Pada bentuk jinak, lesi ini rekuren secara lokal sekitar 20 % kasus. Metastase kelenjar limfe ditemukan pada 25 % pada bentuk ganas dan biasanya merupakan sarkoma pada tumor primernya.(6,10) Tumor phyloides yang ganas menghasilkan prognosis yang berbeda-beda tergantung dari ukuran tumor serta tingkat keganasan histologis, khususnya jumlah angka mitotik. Tumor-tumor dengan diameter lebih dari 10 cm dan 10 mitosis, prognosisnya jelek.(6,10)
14
VIII. Ringkasan Tumor phylloides adalah suatu tumor jinak yang berasal dari stroma mamma, mempunyai ukuran lebih besar daripada fibroadenoma dan mengandung unsur-unsur jaringan konektif maupun kelenjar. Tumor ini jarang terjadi dengan insiden tertinggi pada wanita usia 30—50 tahun dan lebih sering pada kulit hitam dan orang timur. Gambaran klinik dari tumor ini adalah adanya massa yang mobile, bulat atau berlobus dengan berbagai ukuran. Lokasi umumnya di bagian sentral dan atas dari mamma. Tumor ini ada yang bersifat jinak maupun ganas. Rekurensi sering terjadi daripada metastase. Tumor ini lebih sering bermetastasis ke paruparu, tulang, jaringan subkutan, dan jarang ke kelenjar aksilla. Berdasarkan histologinya, tumor ini diklasifikasikan sesuai karakter dari stroma, yaitu jinak, borderline, dan ganas. Diagnosis pasti tumor phylloides adalah dengan pemeriksaan patologi anatomi. Penanganan tumor phylloides adalah eksisi biopsi dengan menyertakan sedikit jaringan yang sehat di luar tumor, sedangkan pada kasus-kasus dengan tumor yang sangat besar atau ada tanda-tanda keganasan, sebaiknya dilakukan mastektomi. Penanganan tumor phylloides
terdiri
atas
eksisi
biopsi
dengan
menyertakan sedikit jaringan yang sehat di luar tumor. Pada kasus-kasus dengan tumor yang sangat besar atau ada tanda-tanda keganasan, sebaiknya dilakukan mastektomi. Bila tumor ternyata ganas, dilakukan mastektomi total, radiasi, dan diseksi kelenjar aksila.
15
DAFTAR PUSTAKA
1.
Giuliano, A.E., M.D. 2003. Breast in: Current Medical Diagnosis and Treatment. 42nd ed. New York: Mc. Graw Hill Medical Publishing Division. p. 675.
2.
Way, L.W., M.D. dan Doherty, G.M., M.D. 1999. Other Breast Disorders in: Current Surgical Diagnosis and Treatment. 11th ed. Boston: Mc. Graw Hill. p. 342
3.
Anderson, W., M.B.,Ch.B. 1997. Boyd’s Pathology for the Surgeon. 8th ed. Philadelphia and London: W.B. Saunders Company. p. 490
4.
Schwartz, S.I., M.D. 1993. Principles of Surgery. 7th ed. New York: Mc. GrawHill Health Profession Division. p. 522—3
5.
Lukitto, P. dan Basuki, K. 1997. Dinding Toraks, Pleura, dan Mamma dalam Syamsuhidayat, R. dan De Jong, W. Buku Ajar Bedah. Edisi Revisi. Jakarta: EGC. Hal. 534—42
6.
Lannin, D.R. 2006. Cystosarcoma phylloides. Screen Available From: http://www.emedicine.com.
7.
Junqueira and Carneiro. 1996. Sistem Reproduktif Wanita dalam Histologi Dasar. Ed. 3. Jakarta: EGC. Hal. 483—87
8.
Reinfuss, M., M.D. 1996. The Treatment and prognosis of patients with phylloides tumor of the breast: in Cancer. American cancer society: Willey publishers. p. 910-15
9.
Abeloff, M.D., 2004. Cancer of The Breast. in: clinical oncology. 3nd ed. Philadelphia: Elsevier inc. p. 81—2.
10.
Cameron, J.L., M.D. 1989. Unusual Forms of Breast Cancer in: Current Surgical Therapy-3. Toronto and Philadelphia: B.C. Decker Inc. p. 481—2
11.
Townsend, C.M. 2004. Breast dalam Textbook of surgery. 17nd ed. Philadelphia: Elsevier inc. p. 914-5
12.
Robbins dan Kumar. 1995. Sistem Genitalia Wanita dan Payudara dalam Buku Ajar Patologi II. Ed. 4. Jakarta: EGC. Hal. 401—7
13.
Noguchi, S, M.D. 1995. Progression of fibroadenoma to phyloides tumor demonstrated by clonal analysis.: in Cancer. American cancer society. Willey publishers. p. 1779 – 85.
16