CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY: PENGUNGKAPAN BIAYA LINGKUNGAN Wahyu Agus Winarno Abstract The raising sustainable development program in line with the complexity environment problems, such as pollution, earth damage, etc. The main factor can influence that problems are related with exploitation process from mining company like Caltex Pacific Indonesia (CPI), Freeport Indonesia, Aneka Tambang, Kelian Equatorial Mining Corp. and many company. The exertion from that company to recovery or reduce the damage is a part of corporate social responsibility. The problem from this condition is this sustainable development program actually can,t solve the main problem that happen in the local civil society. The firm motives to do this activity only to fulfill the duty as long as regulate in the act, and the realization of this program is not serve the local civil needs. The other problem from this condition is how far the environment accounting can be measure tools to judge the cost and benefit from recovery environment activity. Keywords: sustainable development, environment, corporate social responsibility, motivation, environment accounting Pendahuluan Masyarakat dan dunia usaha baru ramai membicarakan dan melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR). Menurut Scermerhorn (dalam Suharto, 2006) CSR sebagai suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertidak dengan caracara mereka sendiri dalam melayani kepentingan organisasi dan kepentigan publik eksternal. CSR sebagai suatu kewajiban tanggungjawab sosial perusahaan, di Indonsia lagi santer dikumandangkan bahkan dituntut oleh masyarakat sekitarnya setelah era reformasi, karena keberadaan perusahaan tersebut dinilai tidak memperhatikan masyarakat dan lingkungannya. Kondisi lingkungan hidup semakin rusak dan tercemar akibat aktivitas dan ekploitasi alam yang tanpa memperhatikan dampak dari aktivitas bisnis perusahaan. Sebenarnya perusahaan ataupun entitas bisnis yang melakukan aktivitas usaha, cukup paham akibat atau dampak negatif terhadap lingkungan masyarakat maupun ekosistem disekitar kegiatan operasi perusahaan. Tetapi mereka seakan tutup mata terhadap dampak tersebut. Sebenarnya hal itu akan menjadi bumerang bagi kelangsungan perusahaan, karena dunia usaha sekarang tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan (profit) perusahaan semata (single bottom line), melainkan sudah meliputi aspek keuangan (profit), aspek sosial (people), dan aspek lingkungan (planet) yang biasa disebut triple bottom line. Tetapi biasanya mereka baru memperhatikan konsep pertanggungjawaban
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Jember
Corporate social responsibility .
74
sosial dari aktivitas mereka jika sudah timbul konflik kepermukaan yang umumnya dalam wujud demonstrasi. Setelah itu baru beramai-ramai menggagas tentang konsep pentingnya tanggungjawab sosial kepada masyarakat dan lingkungannya. Sebenarnya keterlibatan perusahaan dalam program CSR dilatarbelakangi dengan beberapa kepentingan, yang salah satunya adalah untuk menghindari kerugian perusahaan akibat nyata dari reaksi masyarakat (demonstrasi) dari ketidakberesan perusahaan mengelola lingkungan hidup sekitarnya. Mulyadi (2003), mengidentifikasi motif keterlibatan perusahaan dalam program CSR yaitu motif menjaga keamanan fasilitas produksi, motif mematuhi kesepakatan kontrak kerja, dan motif moral untuk memberikan pelayanan sosial pada masyarakat lokal. Satu konsep CSR yang sekarang banyak/ seringkali dilakukan adalah dengan metode pembangunan berkelanjutan atau yang sering disebut dengan Susutainable Development. Tetapi apakah pembangunan berkelanjutan ini benarbenar bisa mengurangi atau mencegah terus bertambahnya kerusakan lingkungan? Yang jelas program ini adalah menitikberatkan bagaimana supaya dapat mengakomodasi semua bentuk tanggungjawab sosial atas dampak aktivitas perusahaan pada masyarakat sekitar yang sesuai dengan konsepnya yaitu pembangunan berkelanjutan, terutama dengan menitikberatkan pada perbaikan lingkungan. Lingkungan Hidup dan Entitas Bisnis Sepuluh tahun terakhir, siring kita dengar adanya tuntutan-tuntutan dari masyarakat yang ditujukan pada persuahaan-perusahaan mengenai kasus perusakan/ pencemaran lingkungan hidup akibat dari aktivitas bisnisnya. Sebagai contoh pada PT. Newmont Minahasa Raya (NMR) yang sudah beroperasi sejak tahun 1987, pada tahun 1997an mendapat tuntutan dari nelayan Buyat akibat pembuangan limbah-limbah beracun ke laut yang mengakibatkan Teluk Buyat tercemar. Hingga pada akhirnya ditutup pada tanggal 31 Agustus 2004, tetapi sampai sekarang masih meninggalkan pencemaran di kawasan Teluk Buyat. Hal ini menunjukkan tidak adanya kepedulian perusahaan terhadap ekosistem, dan pada kenyataannya umumnya beberapa entitas bisnis memang seperti itu. Lain halnya dengan PT. Lapindo Brantas Inc (LBI), sedari 29 Mei 2006, semburan lumpur Lapindo tak kunjung mampet, terlebih sejak 2004-2006 kontribusi LBI untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Sidoarjo tidak signifikan. Dapat disebut, Rp1,1 miliar (2004), Rp45 juta (2005), dan angka nol (2006). Hal ini selain akibat dari ketidaktegasan negara, juga merupakan contoh fatal akibat ketidakpekaan perusahaan terhadap konsep CSR. Sampai sekarang pun belum ada titik temu untuk mencari solusi menghentikan semburan Lumpur panas atau yang sering disebut di media masa sebagai semburan “LUSI” (Lumpur Sidoarjo). Jika ditinjau dari sisi analisis dampak Lingkungan (amdal) PT. Lapindo Brantas ternyata belum memenuhi syarat. Hal tersebut hanya merupakan beberapa contoh dari dampak hubungan entitas bisnis dan lingkungan hidup yang kurang harmonis. Masih banyak lagi kasus-kasus tentang ketidak harmonisan entitas bisnis dengan lingkungannya. Hal ini menjadi sorotan utama dan problematika dalam konsep pelaksanaan tangungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility).
Jurnal Akuntansi Universitas Jember
Corporate social responsibility .
75
Tangungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Pelaksaaan CSR sampai sekarang masih bersifat sukarela. Beberapa perusahaan tidak menjalankan program-program CSR karena melihat hal tersebut mungkin hanya sebagai pengeluaran biaya (cost center). Tetapi untuk sekarang sebenarnya pandangan tersebut sangat keliru, meskipun CSR tidak memberikan hasil secara keuangan dalam jangka pendek, namun CSR sebenarnya akan memberikan hasil baik langsung maupun tidak langsung pada keuangan perusahaan di masa mendatang. Dari sisi dunia usaha sebenarnya berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangan faktor lingkungan hidup. Kini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), melainkan sudah meliputi aspek profit, aspek people, dan aspek planet biasa disebut triple bottom line. Dengan demikian apabila perusahaan melakukan program-program CSR diharapkan keberlanjutan perusahaan akan terjamin dengan baik. Oleh karena itu, program-program CSR lebih tepat apabila digolongkan sebagai investasi dan harus menjadi strategi bisnis dari suatu perusahaan. Dengan masuknya program CSR sebagai bagian dari strategi bisnis, maka akan dengan mudah bagi unit-unit usaha yang berada dalam suatu perusahaan untuk mengimplementasikan rencana kegiatan dari program CSR yang dirancangnya. Dilihat dari sisi pertanggungjawaban keuangan atas setiap investasi yang dikeluarkan dari program CSR menjadi lebih jelas dan tegas, sehingga pada akhirnya keberlanjutan yang diharapkan akan dapat terimplementasi berdasarkan harapan semua stakeholder. Porter dan Kramer (2002), menyatakan bahwa tujuan ekonomi dan sosial adalah terpisah dan bertentangan adalah pandangan yang keliru. Perusahaan tidak berfungsi secara terpisah dari masyarakat sekitarnya. Faktanya, kemampuan perusahaan untuk bersaing sangat tergantung pada keadaan lokasi dimana perusahaan itu beroperasi. Dalam piramida CSR yang dikembangkan Archie B. Carrol, yaitu profit, people dan planet harus difahami sebagai satu kesatuan. Konsep tersebut digambarkan sebagai berikut: Profit. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang. People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR seperti pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan bahkan ada perusahaan yang merancang berbagai skema perlindungan sosial bagi warga setempat. Plannet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan keragaman hayati. Beberapa program CSR yang berpijak pada prinsip ini biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup, penyediaan sarana air bersih, perbaikan permukiman, pengembangan pariwisata (ekoturisme).
Jurnal Akuntansi Universitas Jember
Corporate social responsibility .
76
Profit (keuntungan Perusahaan)
Planet (Keberlanjutan Linkungan Hidup)
People (Kesejahteraan Masyarakat/ manusia)
Gambar 1 : Triple Bottom Line dalam CSR
Konsep Piramida CSR yang dikembangkan Archie B. Carrol memberi justifikasi teoritis dan logis mengapa sebuah perusahaan perlu menerapkan CSR bagi masyarakat di sekitarnya (Saidi dan Abidin, 2004: 59-60). Dalam pandangan Carrol, CSR adalah puncak piramida yang erat terkait, dan bahkan identik dengan, tanggungjawab filantropis. Menurut Carrrol (dalam Saidi dan Abidin, 2006) tataran tanggungjawab perusahaan sebagai berikut : 1. Tanggungjawab ekonomis. Kata kuncinya adalah: make a profit. Motif utama perusahaan adalah menghasilkan laba. Laba adalah fondasi perusahaan. Perusahaan harus memiliki nilai tambah ekonomi sebagai prasyarat agar perusahaan dapat terus hidup (survive) dan berkembang. 2. Tanggungjawab legal. Kata kuncinya: obey the law. Perusahaan harus taat hukum. Dalam proses mencari laba, perusahaan tidak boleh melanggar kebijakan dan hukum yang telah ditetapkan pemerintah. 3. Tanggungjawab etis. Perusahaan memiliki kewajiban untuk menjalankan praktek bisnis yang baik, benar, adil dan fair. Norma-norma masyarakat perlu menjadi rujukan bagi perilaku organisasi perusahaan. Kata kuncinya: be ethical. 4. Tanggungjawab filantropis. Selain perusahaan harus memperoleh laba, taat hukum dan berperilaku etis, perusahaan dituntut agar dapat memberi kontribusi yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas kehidupan semua. Kata kuncinya: be a good citizen. Para pemilik dan pegawai yang bekerja di perusahaan memiliki tanggungjawab ganda, yakni kepada perusahaan dan kepada publik yang kini dikenal dengan istilah non-fiduciary responsibility. Motif Perusahaan Menjalankan Program CSR Seiring dengan bertubi-tubi datangnya bencana yang melanda Indonesia, berawal dari gempa tsunami di Aceh, banjir Panti Jember, gempa DIY dan Jateng dan beberapa bencana yang beruntun, banyak iklan perusahaan yang melakukan aksi kepedulian sosial. Biasanya sumbangan itu berupa dana bantuan atau sembako kepada korban bencana alam, panti asuhan, dan lain-lain. Sayangnya, berbagai bantuan ini masih terkesan haus publikasi tanpa menyentuh akar masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat. Seringkali bantuan tersebut hanya berguna sesaat saja. Selanjutnya masyarakat kembali pada kondisi semula. Mereka seakan hanya tanggap terhadap bencana yang sifatnya nasional, tetapi sebenarnya
Jurnal Akuntansi Universitas Jember
Corporate social responsibility .
77
bencana atau ancaman kerusakan lingkungan hidup dari aktivitas bisnis mereka juga mengancam masyarakat sekitar. Pembangunan industri sebenarnya memiliki dampak positif dapat menyerap tenaga kerja, meningkatkan produktifitas ekonomi, dan dapat menjadi aset pembangunan nasional maupun daerah. Namun kenyataan selama puluhan tahun praktik bisnis dan industri korporasi Indonesia cenderung tidak ada respon terhadap kepedulian lingkungan hidup. Masyarakat yang sejak awal telah miskin, kenyataannya yang miskin tetap miskin, bahkan semakin miskin karena masyarakat mengeluarkan biaya tambahan untuk biaya kesehatan akibat lingkungan hidup mereka sudah tercemar limbah aktivitas perusahaan. Perusahaan tidak melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) secara baik terhadap masyarakat. Alih-alih melibatkan dan memberdayakan masyarakat sekitar dengan melakukan community development, korporasi cenderung membuat jarak dengan masyarakat sekitar. Jika pun ada program yang dilakukan oleh korporasi, biasanya bersifat charity, seperti memberi sumbangan, santunan, sembako, dan lain-lain. Program charity ini menjadi dalih bahwa mereka juga memiliki kepedulian sosial. Dengan konsep charity, kapasitas dan akses masyarakat tidak beranjak dari kondisi semula, yaitu akan tetap marginal. Charity menjadi program yang tidak tepat sasaran karena tidak bisa memutus rantai kemiskinan dan benang kusut pendidikan. Ada beberapa alasan/ motif yang melatarbelakangi perusahaan melakukan program CSR : Tabel : 1 Motif Perusahaan dalam Manjalankan Program CSR Motif Memenuhi Motif Keamanan Komiten Moral Kewajiban Kontraktual Program dilakukan Pertanggungjawaban Wacana CSR setelah ada tuntutan program CSR bukan masyarakat yang pada pemerintah biasanya diwujudkan daerah dan masyarakat melalui demonstrasi. lokal tetapi pada pemerintah pusat Program tidak Propaganda Propaganda dilakukan setelah kegiatan CSR kegiatan CSR kontrak melalui media masa melalui media masa ditandatangani. Kecenderungannya program dilakukan ketika kebebasan masyarakat sipil semakin besar pasca desentralisasi Sumber : Mulyadi (2003)
Seperti yang telah disampaikan didepan, bahwa motif utama perusahaan melakukan CSR adalah hanya pada tingkatan motif keamanan saja. Motivasi CSR dan Community Development Konsep CSR seringkali diidentikkan dengan metode Pengembangan Masyarakat (Community Development) yang akhir-akhir ini banyak diterapkan
Jurnal Akuntansi Universitas Jember
Corporate social responsibility .
78
oleh perusahaan dengan istilah ComDev. Community development adalah kegiatan pembangunan komunitas yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses komunitas guna mencapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya (Budimanta, 2002). Konsep community development yang menekankan pada pembangunan sosial (pembangunan kapasitas masyarakat), di mana korporasi dapat diuntungkan, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Selain dapat menciptakan peluang-peluang sosialekonomi masyarakat, menyerap tenaga kerja dengan kualifikasi yang diinginkan, mereka juga dapat membangun citra sebagai korporasi yang ramah dan peduli lingkungan. Berikut ini paradigma yang motivasi perusahaan melakukan CSR. Akuntansi Lingkungan Akuntansi lingkungan Environmental Accounting atau EA adalah istilah yang berkaitan dengan dimasukkannya biaya lingkungan (environmental costs) ke dalam praktek Akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Biaya lingkungan adalah dampak (impact) baik moneter maupun non-moneter yang harus dipikul sebagai akibat dari kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan. Akuntansi atau dulu sering disebut tata buku (accounting) terjemahan formalnya adalah aktivitas yang menyediakan informasi yang biasanya bersifat kuantitatif dan disajikan dalam satuan keuangan, untuk pengambilan keputusan, perencanaan, pengendalian sumberdaya, operasi, menilai prestasi lembaga atau perusahaan dan pelaporan keuangan kepada investor, kreditor dan instansi yang berwewenang melakukan pengawasan atau pemeriksaan keuangan dan juga memberikan laporan kepada masyarakat. Misalnya kita lihat tabel neraca keuangan sebuah bank atau perusahaan yang disajikan di media masa seperti koran. Akuntansi adalah sebuah kegiatan professional karena itu para professional akuntan biasanya dibayar untuk melakukan auditing (pemeriksaan oleh akuntan). Akuntan ini bisa akuntan interen sebuah lembaga, akuntan pemerintah atau akuntan publik. Ada juga yang disebut public interest accountant yang menyediakan jasa akuntansi kepada orang atau lembaga yang tidak mampu membayar akuntan publik professional. Apa hubungan akuntansi dengan lingkungan Akuntansi Lingkungan Hidup adalah metodologi untuk menilai biaya dan manfaat dari sebuah kegiatan lingkungan untuk mengurangi dampak lingkungan. Hasil akuntansi ini digunakan oleh para pimpinan perusahaan untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan perbaikan lingkungan. Banyak perusahaan industri dan jasa besar dunia yang kini menerapkan akuntansi lingkungan. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan lingkungan dari sudut pandang biaya (environmental costs) dan manfaat atau efek (economic benefit). Akuntansi lingkungan diterapkan oleh berbagai perusahaan untuk menghasilkan penilaian kuantitatif tentang biaya dan efek perlindungan lingkungan (environmental protection). Ada perusahaan jasa yang menyusun panduan akuntansi lingkungan untuk perusahaan-perusahaan besar. Misalnya Perusahaan elektronik Jepang Fujitsu menyewa jasa perusahaan konsultasi akuntan untuk menyusun environmental accounting guidelines sesuai
Jurnal Akuntansi Universitas Jember
Corporate social responsibility .
79
dengan petunjuk yang dikeluarkan oleh Kementerian lingkungan hidup Jepang. Namun mereka menambahkan beberapa item-item baru dengan tujuan untuk mendapatkan Akuntansi lingkungan hidup yang lebih efisien. Selain itu penggunaan teknologi informasi juga memungkinkan aliran informasi dari pabrikpabrik mereka di seluruh dunia berjalan tanpa penundaan. Hasilnya kesadaraan lingkungan diantara para pekerjanya meningkat, upaya mengurangi biaya berhasil baik dan ada hasil positif penanganan persoalan lingkungan dan pengurangan dampak negatif lingkungan yang didukung pabrik-pabrik dan anak perusahan diseluruh dunia. Tujuan Penerapan Akuntansi Lingkungan Terdapat beberapa maksud dikembangkannya akuntansi lingkungan: 1). Akuntansi lingkungan merupakan sebuah alat manajemen lingkungan, 2). Akuntansi lingkungan sebagai alat komunikasi dengan masyarakat. Sebagai alat manajemen lingkungan Akuntansi lingkungan digunakan untuk menilai keefektifan kegiatan konservasi berdasarkan ringkasan dan klasifikasi biaya konservasi lingkungan. Data Akuntansi lingkungan juga digunakan untuk menentukan biaya fasilitas pengelolaan lingkungan, biaya konservasi lingkungan keseluruhan dan juga investasi yang diperlukan untuk kegiatan pengelolaan lingkungan. Selain itu Akuntansi lingkungan juga digunakan untuk menilai tingkat keluaran dan capaian tiap tahun untuk menjamin perbaikan kinerja lingkungan yang harus berlangsung terus menerus. Sebagai alat komunikasi dengan publik, akuntansi lingkungan digunakan untuk menyampaikan dampak negatif lingkungan, kegiatan konservasi lingkungan dan hasilnya kepada publik. Tanggapan dan pandangan terhadap akuntansi lingkungan dari para pihak, pelanggan dan masyarakat digunakan sebagai umpan balik untuk merubah pendekatan perusahaan dalam pelestarian atau pengelolaan lingkungan. Definisi Umum Akuntansi Lingkungan Akuntansi pada mulanya diartikan hanya sekedar sebagai prosedur pemrosesan data keuangan. Pengertian ini dapat ditemukan dalam Accounting Terminology Bulletin yang diterbitkan oleh AICPA (American Institute of Certified Public Accounting). Dalam Accounting Terminology Bulettin no.1 dinyatakan sebagai berikut: Accounting is the art of recording, classifying and summarizing in a significant manner and in the term of money, transaction and event which are and part, at least of finantial character and interpreting the result there of. (AICPA, 1998) Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa akuntansi adalah sebuah seni untuk merekam, mengkalsifikasikan, dan menjumlahkan nilai dari sebuah transakasi yang dilakukan oleh perusahaan sebagai bagian dari pertanggungjawaban keuangan yang kemudian disajikan dalam bentuk yang sistematis. Pada perkembangannya, akuntansi tidak hanya sebatas proses pertanggung jawaban keuangan namun juga mulai merambah ke wikayah pertanggung jawaban
Jurnal Akuntansi Universitas Jember
Corporate social responsibility .
80
sosial lingkungan sebagai ilmu akuntansi yang relatif baru. Akuntansi lingkungan menunjukkan biaya riil atas input dan proses bisnis serta memastikan adanya efisiensi biaya, selain itu juga dapat digunakan untuk mengukur biaya kualitas dan jasa. Tujuan utamanya adalah dipatuhinya perundangan perlimdungan lingkungan untuk menemukan efisiensi yang mengurangi dampak dan biaya lingkungan. (Helvegia ,2001). Akuntansi lingkungan ini merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi dan mengidentifikasikan, mengukur, menilai, dan melaporkan akuntansi biaya lingkungan. Menurut Mathew dan Parrerra (1996), akuntansi lingkungan ini digunakan untuk memberikan gambaran bentuk komprehensif akuntansi yang memasukkan extrenalities kedalam rekening perusahaan seperti informasi tenaga kerja, produk, dan pencemaran lingkungan. Dalam hal ini, pencemaran dan limbah produksi merupakan salah satu contoh dampak negatif dari operasional perusahaan yang memerlukan sistem akuntansi lingkungan sebagai kontrol terhadap tanggung jawab perusahaan sebab pengelolaan limbah yang dilakukan oleh perusahaan memerlukan pengidentifikasian, pengukuran, penyajian, pengungkapan, dan pelaporan biaya pengelolaan limbah dari hasil kegiatan operasional perusahaan. Model proses produksi yang berpotensi dalam menghasilkan limbah dapat digambarkan sebagai berikut: Sumber Daya Manusia
Produk Utama
Proses Produksi
Sumber Daya Alam: Bahan kimia dan alat alat medis lain
Produk samping: Di RS relatif tidak ada produk samping
Emisi gas cair dan padat sebagai limbah sisa produksi. Gambar.1.1. Proses produksi suatu kegiatan operasional usaha di lingkungan Rumah Sakit. (Sumber: Makalah Seminar PPLH Lingkungan UGM Yogyakarta)
Dalam bagan diatas tampak bahwa proses produksi yang dilakukan oleh perusahaan, memiliki emisi yang bermacam macam sifat dan bentuknya. Emisi yang memiliki keragaman sifat dan bentuk ini memerlukan pengelolaan yang tertentu dengan menyesuaikan kebutuhannya dalam penentuan pembiayaannya. Metode pengalokasian biaya untuk pengelolaan lingkungan ini pada umumnya dialokasikan sebagai biaya tambahan, yaitu biaya selama satu tahun
Jurnal Akuntansi Universitas Jember
Corporate social responsibility .
81
periode akuntansi untuk mengelola berbagai kemungkinan dari dampak pencemaran lingkungan dan dampak negatif sisa oprasional usaha dimasukkan dalam pos biaya umum.(Kohln.2003) Secara praktis, pengalokasian tersebut tidak bermasalah pada penanggulangan dampak negatif tersebut, namun secara akuntansi pengalokasian biaya yang tidak dilakukan secara sistematis dengan metode penjelasan alokasi biaya tersebut dapat mengurangi akuntabilitas perusahaan yang bersangkutan. Pertanggungjawaban penggunaan biaya lingkungan yang dimasukkan dalam pos yang tidak secara detail dapat mengungkap pengidentifikasian, pengklasifikasian, pengukuran, penilaian, dan pelaporan penggunaan biaya tersebut menjadi bias. (Hadisatmoko.2000) Tahap Tahap Perlakuan Alokasi Biaya Lingkungan Sebelum mengalokasikan pembiayaan untuk pengelolaan dampak lingkungan seperti pengelolaan limbah, pencemaran lingkungan, dan efek sosial masyarakat lainnya, perusahaan perlu merencanakan tahap pencatatan pembiayaan tersebut. Tahap tahap ini dilakukan dalam rangka agar pengalokasian anggaran yang telah dipersiapkan untuk satu tahun periode akuntansi tersebut dapat diterapkan secara tepat dan efisien. Menurut Munn (1999) dalam bukunya yang berjudul “A System View of Accounting for Waste” mengungkapkan bahwa pencatatan pembiayaan untuk mengelola sampah-sampah yang dikeluarkan dari hasil sisa produksi suatu usaha dialokasikan dalam tahap tahap tertentu yang masing masing tahap memerlukan biaya yang dapat dipertanggungjawabkan, dan tahap tahap pencatatan itu dapat dilakukan sebelum peridoe akuntansi berjalan sesuai dengan proses produksi yang dilakukan perusahaan tersebut. (Munn,1999) Richard Kingstone (2003) dalam situs berita di Amerika Serikat menyatakan bahwa pencatatan untuk mengelola segala macam yang berkaitan dengan limbah sebuah perusahaan didahului dengan perencanaan yang akan dikelompokkan dalam pos pos tertentu sehingga dapat diketahui kebutuhan riil setiap tahunnya. Pengelompokkan dalam tahap analisis lingkungan sebagaimana yang ditentukan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) tersebut antara lain sebagai berikut (Murni, 2001): 1. Identifikasi Pertama kali perusahaan hendak menentukan biaya untuk pengelolaan biaya penanggulangan eksternality yang mungkin terjadi dalam kegiatan operasional usahanya adalah dengan mengidentifikasi dampak dampak negatif tersebut. Sebagai contoh misalnya sebuah Rumah Sakit yang diperkirakan akan menghasilkan limbah berbahaya sehingga memerlukan penanganan khusus untuk hal tersebut mengidentifikasi limbah yang mungkin ditimbulkan antara lain: limbah padat, cair, maupun radioaktif yang berasal dari kegiatan instalasi rumah sakit atau kegiatan karyawan maupun pasien (Sudigyo, 2002). Macam macam kemungkinan dampak ini diidentifikasi sesuai dengan bobot dampak negatif yang mungkin timbul. 2. Pengakuan Elemen-elemen tersebut yang telah diidentifikasikan selanjutnya diakui sebagai rekening dan disebut sebagai biaya pada saat menerima manfaat dari sejumlah nilai yang telah dikeluarkan untuk pembiayaan lingkungan tersebut. Pengakuan biaya-biaya dalam rekening ini dilakukan pada saat
Jurnal Akuntansi Universitas Jember
Corporate social responsibility .
82
menerima manfaat dari sejumlah nilai yang telah dikeluarkan sebab pada saat sebelum nilai atau jumlah itu dialokasikan tidak dapat disebut sebagai biaya sehingga pengakuan sebagai biaya dilakukan pada saat sejumlah nilai dibayarkan untuk pembiayaan pengelolaan lingkungan. (PSAK,2002) 3. Pengukuran Perusahaan pada umumnya mengukur jumlah dan nilai atas biaya biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan lingkungan tersebut dalam satuan moneter yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengukuran nilai dan jumlah biaya yang akan dikeluarkan ini dapat dilakukan dengan mengacu pada realisasi biaya yang telah dikeluarkan pada periode sebelumnya, sehingga akan diperoleh jumlah dan nilai yang tepat sesuai kebutuhan riil setiap periode. Dalam hal ini, pengukuran yang dilakukan untuk menentukan kebutuhan pengalokasian pembiayaan tersebut sesuai dengan kondisi perusahaan yang bersangkutan sebab masing masing perusahaan memiliki standar pengukuran jumlah dan nilai yang berbeda-beda. 4. Penyajian Biaya yang timbul dalam pengelolaan lingkungan ini disajikan bersama sama dengan biaya-biaya unit lain yang sejenis dalam sub-sub biaya administrasi dan umum. Penyajian biaya lingkungan ini didalam laporan keuangan dapat dilakukan dengan nama rekening yang berbeda-beda sebab tidak ada ketentuan yang baku untuk nama rekening yang memuat alokasi pembiayaan lingkungan perusahaan tersebut. 5. Pengungkapan Pada umumnya, akuntan akan mencatat biaya biaya tambahan ini dalam akuntansi konvensional sebagai biaya overhead yang berarti belum dilakukan spesialisasi rekening untuk pos biaya lingkungan. Akuntansi lingkungan menuntut adanya alokasi pos khusus dalam pencatatan rekening pada laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan- sehingga dalam pelaporan akuntansi keuangan akan muncul bahwa pertanggung jawaban sosial yang dilakukan oleh perusahaan tidak sebatas pada retorika namun telah sesuai praktis didalam pengelolaan sisa hasil operasional perusahaan. Hal ini diungkapkan oleh Jain. R.K.(1998) dalam bukunya berjudul Environmental Impact Assesment disebutkan bahwa sistem pencatatan akuntansi yang memerlukan penanganan khusus dalam hal ini adalah sistem akuntansi lingkungan yang memerlukan kamar tersendiri dalam neraca keseimbangan setiap tahunnya. Biaya yang dicatat dalam jurnal penjelas dapat diartikan bahwa biaya yang sebelumnya dicatat dalam pos pos gabungan seperti biaya umum atau biaya overhead perlu untuk dibuatkan pos khusus yang memuat daftar alokasi biaya khusus untuk pengelolaan eksternality sebagai sisa hasil operasional usaha.(Munn,1999) Kemungkinan untuk memuat seluruh biaya yang telah dikeluarkan dalam pos khusus menjadi sebuah neraca khusus tetap ada, namun meski demikian minimal dalam sebuah laporan keuangan adanya rekening khusus yang dapat menjelaskan alokasi biaya lingkungan tersebut menjadi satu kesatuan pos rekening laporan keuangan yang utuh dan secara rinci pengeluaran biaya tersebut sejak awal perencanaan proses akuntansi lingkungan sampai pada saat penyajian pemakaian biaya tersebut. (Purnomo,2000)
Jurnal Akuntansi Universitas Jember
Corporate social responsibility .
83
Model Perhitungan dan Penilaian Alokasi Biaya Lingkungan Dalam beberapa kasus pengelolaan biaya lingkungan ini tidaklah selalu sama dalam setiap perusahaan, hal ini dikarenakan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan belum diatur secara baku mengenai bagaimana proses perlakuan biaya yang telah dikeluarkan untuk pengelolaan efek negatif dari sisa hasil operasional perusahaan. Dalam artikel the Greening Accountiung, yang ditampilkan dalam situs gulico.com, Anne menuliskan pandangannya bahwa pengalokasian pembiayaan untuk biaya pengelolaan lingkungan dialokasikan pada awal periode akuntansi untuk digunakan selama satu perode akuntansi tersebut. Misalnya jika sebuah perusahaan memiliki emisi limbah yang memerlukan pengelolaan dan pembiayaan yang material, pada saat dilakukan penganalisaan dan estimasi biaya maka jumlah seluruh nilai biaya yang akan dikeluarkan dalam satu tahun periode akuntansi tersebut dimasukkan dalam rekening biaya lingkungan dibayar dimuka pada biaya lingkungan Jurnal (1) : 1 Januari 20xx Biaya lingkungan dibayar dimuka Kas
XXX XXX
Nilai biaya yang dibayarkan dimuka selama satu tahun tersebut akan dikredit setiap bulan untuk pengalokasian secara kontinyu yang dipergunakan untuk pembiayaan masing unit unit rekening biaya lingkungan tersebut.(Jain.,R.K 1998) Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Whaley (2003) dalam jurnal penelitiannya bahwa nilai atau jumlah biaya yang dipersiapkan pada periode tertentu akan berkurang sesuai dengan kebutuhan kebutuhan setiap unit biaya yang memerlukannya. Dengan demikian, pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan setiap bulan untuk mengelola limbah perusahaan tersebut dengan cara mengurangi alokasi biaya yang telah dicadangkan sebelumnya melalui pembiayaan dibayar dimuka. Nilai dan jumlah biaya yang dialokasikan setiap bulan dalam satu periode adalah sesuai dengan estimasi biaya yang sebelumnya. Sebagai contoh, dalam bulan Januari, perusahaan mengalokasikan biaya pengelolaan lingkungan untuk Instalasi Pengolahan Limbah, biaya pegawai, dan biaya penelitian. Dalam jurnal akuntansi dapat digambarkan sebagai berikut: Jurnal (2) : 1 Januari 20xx Biaya IPAL XXX Biaya Pegawai XXX Biaya Penelitian XXX Biaya lingkungan dibayar dimuka XXX Dengan jurnal diatas maka, biaya dibayar dimuka berkurang setiap bulannya sesuai dengan alokasi biaya yang telah diestimasi pada saat awal periode. Model sistem pembagian digambarkan sebagai berikut: Rata-rata pengeluaran biaya lingkungan perbulan……………………….. (b1) Jumlah bulan …………………………………………………………... (b2)
Jurnal Akuntansi Universitas Jember
Corporate social responsibility .
84
Biaya alokasi selama satu tahun periode ………………………………… (B) Maka persamaan matematis dapat digambarkan sebagai berikut:
B = b1 x b2
E. Pelaporan dan Pengungkapan Akuntansi Lingkungan Kebijakan perusahaan untuk peduli dengan lingkungan mestinya tidak hanya sekedar menaati peraturan lingkungan, tetapi juga harus lebih berorientasi pada upaya membangun Sustainable Management yaitu kepedulian manajemen terahadp lingkungan secara substantif Murni (2001). Perusahaan dapat meyajikan kepedulian lingkungan dalam laporan keuangan guna membantu menciptakan kesan positif terhadap perusahaan dimata pemodal, pemerintah, dan masyarakat. Model komprehensif yang dapat dijadikan sebagai laternatif model pelaporan keuangan lingkungan secara garis besar dapat dikategorikan dalam 4 (empat) macam model, antara lain (Haryono,2003): 1. Model Normatif Model ini berawal dari premis bahwa perusahaan akan membayar segalanya. Model normatif mengakui dan mencatat biaya biaya lingkungan secara keseluruhan yakni dalam lingkup satu ruang rekening secara umum bersama rekening lain yang serumpun. Biaya-biaya serumpun tersebut disisipkan dalam sub-sub unit rekening biaya tertentu dalam laporan keuangannya. 2. Model Hijau Model hijau menetapkan biaya dan manfaat tertentu atas lingkungan bersih. Selama suatu perusahaan menggunakan sumber daya, perusahaan tersebut harus mengeluarkan biaya sebesar konsumsi atas biaya sumber daya. Proses tersebut memaksa perusahaan menginternalisasikan biaya pemakaian sumber daya meskipun mekanisme pengakuan dan pengungkapan belum memadai dan kemudian melaporkan biaya tersebut dalam laporan keuangan yang terpisah dari laporan keuangan induk untuk memberikan penjelasan mengenai pembiayaan lingkungan di perusahaannya.. 3. Model Intensif Lingkungan Model pelaporan ini mengharuskan adanya pelaksanaan kapitalisasi atas biaya perlindungan dan reklamasi lingkungan. Pengeluaran akan disajikan sebagai investasi atas lingkungan sedangkan aktiva terkait dengan lingkungan tidak didepresiasi sehingga dalam laporan keuangan selain pembiayaan yang diungkapkan secara terpisah, juga memuat mengenai catatan-catatan aktiva tetap yang berhubungan dengan lingkungan yang dianggap sebagai inverstasi untuk lingkungan. 4. Model Aset Nasional Model aset nasional mengubah sudut pandang akuntansi dari tingkat perusahaan (skala mikro) ke tingkat nasional (skala makro), sehingga dimungkinkan untuk meningkatkan tekanan terhadap akuntansi untuk persediaan dan arus sumber daya alam. Dalam model ini dapat ditekankan bahwa selain memperdulikan lingkungan dalam pengungkapannya secara
Jurnal Akuntansi Universitas Jember
Corporate social responsibility .
85
akuntansi, perusahaan juga memiliki kewajiban untuk menginterpretasikan pembiayaan lingkungan tersebut sebagai aset nasional yang dipandang sebagai tanggung jawab secara nasional. Variasi alternastif model dalam perbedaan materi yang diungkap antara perusahaan satu dengan perusahaan yang menganut model lainnya lebih banyak disebabkan oleh faktor tingkat kompleksitas dan tingkat kebutuhan masingmasing operasional usaha. Perusahaan dapat memilih alternatif model varian dalam menentukan sikap dan bentuk tanggungjawab sosialnya sesuai dengan proporsional masing masing, namun secara substansial bahwa pertanggungjawaban lingkungan tetap menjadi pertimbangan utama setiap perusahaan Didalam Akuntansi lingkungan ada beberapa komponen pembiayaa yang harus dihitung misalnya 1. Biaya operasional bisnis yang terdiri dari biaya depresiasi fasilitasi lingkungan, biaya memperbaiki fasilitais lingkungan, jasa atau fee kontrak untuk menjalankan fasilitas pengelolaan lingkungan, biaya tenaga kerja untuk mengjalankan operais fasilitas pengelolaan lingkungan serta baya kontrak untuk pengelolaan limbah (recycling). 2). Biaya daur ulang yang dijual yang disebut sebagai “Cost incurred by upstream and down-stream business operations” is the contract fee paid to the Japan Container and Package Recycling Association. 3). Biaya penelitian dan pengembangan (Litbang) yang terdiri dari biaya total untuk material dan tenaga ahli, tenaga kerja lain untuk pengembangan material yang ramah lingkungan, produk dan fasilitasi pabrik. Tabel 2 : Motivasi Perusahaan Melakukan CSR
Sumber: Suharto (2006)
Dilihat dari motivasi dan paradigma CSR di atas, maka idealnya pendekatan ComDev merupakan satu bentuk CSR yang lebih banyak didorong
Jurnal Akuntansi Universitas Jember
Corporate social responsibility .
86
oleh motivasi kewargaan, meskipun pada beberapa aspek lain masih diwarnai oleh motivasi filantropis (Saidi dan Abidin, 2004). Sebagai ilustrasi, ComDev berangkat dari pendayagunaan hibah pembangunan yang dicirikan oleh adanya langkah pro aktif beberapa pihak dan kemampuan mereka dalam mengelola program dalam merespon kebutuhan masyarakat di suatu tempat. Hibah pembangunan merujuk pada bantuan selektif kepada satu lembaga nirlaba yang menjalankan satu kegiatan yang sejalan dengan pemberi bantuan yang dalam hal ini adalah perusahaan. Sedangkan kegiatankegiatan amal atau karitatif yang bergaya sinterklas, lebih banyak didorong oleh motivasi karitatif dan pendayagunaan hibah sosial. Hibah sosial adalah bantuan kepada satu lembaga sosial guna menjalankan kegiatan-kegiatan sosial, pendidikan, sedekah, atau kegiatan untuk kemaslahatan umat dengan hak pengelolaan hibah sepenuhnya pada penerima (Saidi dan Abidin, 2006). Kalau ditelaah secara saksama, sebenarnya tujuan utama pendekatan ComDev adalah bukan sekadar membantu atau memberi barang kepada si penerima (charity). Melainkan berusaha agar si penerima memiliki kemampuan atau kapasitas untuk mampu menolong dirinya sendiri. Dengan kata lain, semangat utama ComDev adalah pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, kegiatan ComDev biasanya diarahkan pada proses pemberkuasaan, peningkatan kekuasaan, atau penguatan kemampuan para penerima pelayanan. Pemberdayaan masyarakat ini pada dasarnya merupakan kegiatan terencana dan kolektif dalam memperbaiki kehidupan masyarakat yang dilakukan melalui program peningkatan kapasitas orang, terutama kelompok lemah atau kurang beruntung (disadvantaged groups) agar mereka memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, mengemukakan gagasan; melakukan pilihan-pilihan hidup; melaksanakan kegiatan ekonomi; menjangkau dan memobilisasi sumber; berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Meskipun pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan terhadap semua kelompok atau kelas masyarakat, namun pada umumnya pemberdayaan dilakukan terhadap kelompok masyarakat yang dianggap lemah atau kurang berdaya yang memiliki karakteristik lemah atau rentan dalam hal atau aspek (Suharto, 2006): Fisik: orang dengan kecacatan dan kemampuan khusus Psikologis: orang yang mengalami masalah personal dan penyesuaian diri Finansial: orang yang tidak memiliki pekerjaan, pendapatan, modal dan aset yang mampu menopang kehidupannya Struktural: orang yang mengalami diskriminasi dikarenakan status sosialnya, gender, etnis, orientasi seksual, pilihan politiknya. Jika sejak perusahaan berdiri, pemilik dan manajemen mempunyai anggapan bahwa tujuan jangka panjang dari perusahaan tidak akan tercapai tanpa adanya dukungan dari orang-orang yang bekerja di dalam dan sekitar lokasi operasional, tentu perusahaan terus berusaha keras untuk mengikuti kebijakan lingkungan hidup. Sehubungan dengan itu perusahaan harus mematuhi seluruh standar peraturan lingkungan hidup. Penghijauan di lingkungan pabrik dan daur ulang limbah industri untuk mencegah polusi merupakan beberapa contoh dari usaha untuk melestarikan lingkungan hidup. Agar dengan ComDev ini pilar perusahaan yang sekarang bertumpu pada triple bottom line bisa optimal.
Jurnal Akuntansi Universitas Jember
Corporate social responsibility .
87
Menurtut hasil penelitian Desiandwi, 2006 bahwa perusahaan yang besar merasa bahwa mereka merupakan target perhatian dari masyarakat, sehingga perlu untuk membuat suatu usaha nyata dalam menciptakan kepercayaan dalam hal pertanggungjawaban sosial. Salah satu contoh Perum Jasa Tirta I (PJT I), bagi dunia pendidikan tak dapat dipungkiri bahwa PJT I dianggap sebagai laboratorium raksasa, karena lebih dari 300 mahasiswa tiap tahun baik dari dalam maupun luar negeri memanfaatkan PJT I sebagai tempat praktek kerja lapangan, mengambil desertasi program Doktor, tempat riset bagi mahasiswa dan para ahli dan calon Profesor dari luar negeri. Dengan keterbukaan PJT I terhadap dunia pendidikan, hal tersebut merupakan wujud dari CSR PJT I. Bagi pengusaha kecil, menengah dan Koperasi serta Murid dari orang tua yang kurang mampu, dengan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) telah lebih dari 1000 pengusaha kecil, ratusan murid dari keluarga kurang mampu telah dibantu oleh PJT. Contoh lain, pada tahun 2003, puluhan anggota masyarakat di Kampung Pasir Gintung, Bogor, yang berlokasi 16 kilometer dari tambang emas Pongkor berdemonstrasi secara damai untuk meminta Antam lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat sekitar serta kesempatan kerja yang lebih banyak kepada warga setempat. Menyusul kejadian ini, Antam langsung mengadakan pertemuan dengan anggota masyarakat tersebut dan menyepakati untuk lebih melibatkan masyarakat sekitar dalam program-program pengembangan masyarakat. Bersama dengan tokoh masyarakat dan pemerintah setempat, Antam juga membentuk Forum Komunikasi Masyarakat Nanggung Antam (FKMNA) untuk dapat lebih menyerap aspirasi masyarakat sekitar tambang emas Pongkor. Beranjak dari konsepsi ini maka perhatian yang mendalam terhadap upaya pelestarian lingkungan serta partisipasi secara proaktif dalam pengembangan masyarakat merupakan salah satu kunci kesuksesan kegiatan pertambangan. Agar juga tercipta tanggungjawab sosial perusahaan yang berkelanjutan. Simpulan Kosep CSR sebenarnya beberapa puluh tahun yang lalu di beberapa negara maju sudah mulai didengung-dengungkan sedangkan untuk proses implementasinya masih sangat minim dikaranakan salah satu faktornya adalah anggapan bahwa hanya akan menghabiskan dana perusahaan saja dan tanpa adanya benefit yang nyata diterima perusahaan. Tetapi sekarang setelah ada rekasi dari masyarakat akibat dampak negatif dari proses bisnisnya, mereka merasa terancam kelangsungan usahanya dan baru beramai-ramai membicarakan dan mengimplementasikan CSR. Meskipun beberapa entitas telah menerapkan CSR, tetapi Motivasi perusahaan untuk melakukan kegiatan tersebut hanya sebatas memenuhi kewajiban (kariatif) yang terkait dengan undang-undang dan realisasi program tidak didasari semangat melayani masyarakat lokal mengakibatkan perusahaan tidak melibatkan masyarakat dan pemerintah daerah dan cenderung merasa lebih bertanggungjawab kepada pemerintah pusat, yang idealnya program tersebut disinergikan dengan program pembangunan regional pemerintah daerah. Untuk menjadikan program CSR yang secara nyata dapat nmemberikan nilai bagi masyarakat dan lingkungan tentunya harus ada sinergi antara CSR yang dilakukan perusahaan dengan programprogram pemerintah, khususnya daerah. Dengan begitu, maka akan terasa dampak
Jurnal Akuntansi Universitas Jember
Corporate social responsibility .
88
ComDev yang dilakukan perusahaan dan akan memberikan value added bagi masyarakat dan akhirnya juga secara tidak langsung akan memberikan value added bagi perusahaan dimata para investor karena mereka sekarang tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan (profit) perusahaan semata (single bottom line), melainkan sudah meliputi aspek keuangan (profit), aspek sosial (people), dan aspek lingkungan (planet) yang biasa disebut triple bottom line. Dan akan menjadikan paradigma baru yaitu kewajiban tanggungjawab sosial perusahaan yang berkelanjutan , bukan hanya sekedar slogan dan implementasinya secara sukarela tetapi merupakan suatu keharusan bagi entitas bisnis. Semoga... Daftar Pustaka Agung, Ivan Valentine, 2007, Semburan Lumpur Lapindo dan Kegagalan Negara, http://www.walhi.or.id Desiandwi, Sherlina, 2006, “Pengaruh Ukuran Perusahaan dan Financial Performance Terhadap Pengungkapan Informasi Lingkungan Hidup (Environmental Disclosure) pada Laporan Tahunan Perusahaan”, Skripsi, Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang Djogo, Tony, 2006, Akuntansi Lingkungan, http://www.beritabumi.com Harahap, Oky Syeiful R, 2005, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan, Program Magister Ilmu Hukum Bidang Kajian Utama Hukum Bisnis, Universitas Padjadjaran. http://www.pdat.co.id Lesmana, Timotheus, 2007, yang Berkelanjutan
Program
Corporate
Social
Responsibility
Mirfazli, Edwin dan Nurdiono., 2007, “Evaluasi Pengungkapan Informasi Pertanggungjawaban Sosial Pada Laporan Tahunan Perusahaan Dalam Kelompok Aneka Industri Yang Go Publik di BEJ”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 12 No. 1 Mulyadi, 2003, Pengelolaan Program Corporate Social Responsibility : pendekatan, keberpihakan dan keberlanjutan Perum Jasa Tirta I, 2007, Corporate Social Responsibility (CSR), Sudah Dianjurkan Sejak 1400 tahun yang lalu, http://www.bumn-ri.com Saidi, Zaim dan Hamid Abidin 2004, Menjadi Bangsa Pemurah: Wacana dan Praktek Kedermawanan Sosial di Indonesia, Jakarta: Piramedia Setiawan, Ernesto, 2005, ”Kejahatan http://www.jakarta.indymedia.org
Korporasi
di
Teluk
Buyat”,
Suharto, Edi, 2006, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (edisi ke-2).: Refika Aditama, Bandung Suharto, Edi, 2006, Pekerja Sosial Industri, CSR dan ComDev.: Refika Aditama, Bandung Wibowo, Pamadi, 2004, Tanggungjawab Sosial Perusahaan dan Masyarakat, http://www.pdat.co.id
Jurnal Akuntansi Universitas Jember