ANALISIS PENERAPAN TRANSAKSI MURABAHAH DALAM PEMBIAYAAN PEMILIKAN KENDARAAN BERMOTOR (PPM) BERDASARKAN FATWA DSN No 04/DSN-MUI/IV/2000 DAN PSAK 102 TENTANG AKUNTANSI MURABAHAH (CONTOH KASUS PADA PT. BANK SYR INDONESIA)
Angger Guntur Alit Dodik Siswantoro Universitas Indonesia
Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan pembiayaan murabahah dalam transaksi Pembiayaan Pemilikan Kendaraan Bermotor pada PT Bank SYR Indonesia yang merupakan salah satu bank syariah yang memiliki produk perbankan berdasarkan akad murabahah. Serta menganalisis kesesuaiannya berdasarkan ketentuan yang berlaku diIndonesia, yaitu Fatwa DSN-MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 dan PSAK 102. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan pembiayaan murabahah tersebut sebagian besar telah sesuai dengan hal-hal yang diatur dalam ketentuan tersebut, walaupun belum dapat dikatakan sempurna. Hal itu terutama dikarenakan PT Bank SYR Indonesia melakukan modifikasi pada skema pembiayaan murabahah, antara lain pembentukan kerjasama dengan perusahaan multifinance dan kepemilikan atas barang. Kata kunci : murabahah, PSAK 102, pembiayaan pemilikan kendaraan bermotor, bank syariah
ABSTRACT This study aimed to explain the application of murabaha financing for vehicle ownership financing transaction at PT Bank SYR Indonesia, one of Syariah Banks which has banking product based on Murabahah contract and to analyze its compliance with provisions applicable in Indonesia, i.e., Decree of DSN-MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000 and PSAK 102. The result of this study indicates that the application of murabaha financing has mostly been in accordance with the provisions, in spite of the fact that it cannot yet categorized as perfect form of murabaha contract. This particularly due to the fact that PT Bank XYZ makes modification on murabahah financing scheme, including establishment of cooperation with multifinance companies and ownership of contracted goods. Key words: murabaha, PSAK 102, vehihicle ownership financing, syariah banks
Analisis penerapan..., Angger Guntur Alit, FE UI, 2013
1
Latar Belakang Penelitian
Transaksi perbankan yang berlandaskan syariat Islam secara umum meningkat signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan produk syariah, serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif sehingga mampu memberikan alternatif bagi calon nasabah. Tetapi jika dibandingkan dengan negara berbasis Islam lain, angka-angka pada industri perbankan Islam di Indonesia masih tergolong rendah dan perlu dilakukan perluasan daerah operasi dan peningkatan pemasaran. Hal ini agar perbankan syariah dapatdan menjadi alternatif perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.Berikut ini adalah data perkembangan kelembagaan dan kinerja perbankan syariah yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia dalam Data Statistik Perbankan Syariah dari tahun 2000 sampai dengan Februari 2012. Tabel 1.1 Perkembangan Kelembagaan dan Kinerja Perbankan Syariah Indonesia Indikator
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012*
BUS
2
3
3
3
3
5
6
11
11
11
UUS
8
15
19
20
26
27
25
23
24
24
BPRS
84
88
92
105
114
131
138
150
155
155
Jaringan Kantor
337
443
550
693
802
1069
1258
1763
2101
2380
Aset (miliar Rp)
8,152
15,803
21,502
27,618
37,754
51,249
68,212
100,258
148,987
149,321
DPK(miliar Rp)
5,910
12,129
15,933
21,193
28,730
37,828
53,522
77,640
117,510
116,871
PYD (miliar Rp)
5,723
11,821
15,688
21,060
28,837
39,455
48,473
70,190
105,331
106,532
(Sumber: Data Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia)
Keterangan: BUS
= Bank Umum Syariah
UUS
= Unit Usaha Syariah
BPRS = Bank Perkreditan Rakyat Syariah DPK
= Dana Pihak Ketiga
PYD
= Pembiayaan yang diberikan
Seperti yang bisa dilihat pada tabel 1.1, terjadi pertumbuhan jumlah jaringan kantor, aset dan juga pembiayaan yang diberikan setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh tersedianya produk syariah, serta
Analisis penerapan..., Angger Guntur Alit, FE UI, 2013
layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif sehingga mampu memberikan alternatif bagi calon nasabah. Pada dasarnya produk perbankan syariah memiliki cakupan yang lebih luas, jika dilihat dari beberapa produk seperti Murabahah, ijarah, salam, istishna, mudharabah dan musyarakah yang tidak ditemukan di bank konvensional. Meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat, juga mengurangi transaksi spekulatif
sehingga kestabilan sistem keuangan secara keseluruhan dan
memberi kontribusi signifikan jangka menengah-panjang untuk pencapaian kestabilan harga. Seiring dengan peningkatan aktivitas pembiayaan oleh bank syariah, jumlah kendaraan bermotor di Indonesia juga meningkat setiap tahunnya, hal ini dikarenakan peningkatan kebutuhan akan mobilitas masyarakat yang meninggi, kualitas fasilitas kendaraan umum yang rendah dan juga bertambahnya daya beli masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Hampir setiap rumah tangga memiliki paling tidak satu atau lebih kendaraan bermotor baik kendaraan bermotor roda dua maupun roda empat tabel berikut memperlihatkan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia setiap tahunnya.
Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor (Sumber : Kantor Kepolisian Republik Indonesia 2012, telah diolah kembali) Dapat terlihat dari tabel 1.2 di atas peningkatan terjadi rutin setiap tahunnya untuk semua jenis kendaraan bermotor. Jika dikaitkan dengan peningkatan daya beli masyarakat, dapat ditemukan hubungan yang berbanding lurus dengan PDB di Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada
Analisis penerapan..., Angger Guntur Alit, FE UI, 2013
triwulan III-2012 dibandingkan triwulan IV-2011 meningkat sebesar 1,4 persen (q-to-q). Selain itu juga adanya dominasi pembiayaan konsumtif baik dari perbankan konvensional maupun syariah di Indonesia Peningkatan atas kendaraan bermotor dijadikan peluang oleh lembaga pembiayaan begitu pula perbankan syariah untuk menawarkan produk konsumtif kendaraan bermotor yang banyak dikenal dengan Pembiayaan Pemilikan Kendaraan Bermotor (PPM), hal inilah juga yang mungkin menyebabkan peningakatan aktivitas pembiayaan oleh bank syariah untuk produk pembiayaan konsumtif seperti PPM. Berbagai fasilitas yang memudahkan, mulai dari proses pengajuan sampai dengan pengurusan asuransi disediakan oleh lembaga pembiayaan. Dalam produk kredit kendaraan bermotor ini terdapat perbedaan yang terlihat jelas, diantaranya pemberlakuan sistem markup, kebolehan dan ketidakbolehan tawar menawar (bargaining position), prosedur pembiayaan dan lain sebagainya Haris (2007). Dalam menjalankan produk Pembiayaan Pemilikan Kendaraan Bermotor (PPM), bank syariah memadukan sistem PPM perbankan konvensional dan menerapkannya dengan ketentuan dan prinsip syariah. Perbedaan pokok anatara PPM konvensional dengan milik syariah terletak pada sistem yang digunakan. Pada bank konvensional, kontrak PPM didasarkan pada suku bunga tertentu yang sifatnya bisa fluktuatif, sedangkan syariah dapat dilakukan dengan berbagai pilihan sistem alternatif, yang dikenal sebagai akad, sesuai dengan kebutuhan nasabah. Beberapa akad yang bisa digunakan antara lain adalah akad Murabahah, Ijarah, dan Ijarah Muntahia Mittamlik, dan Musyarakah Mutanaqisah. Namun berdasarkan survey kebanyakan bank syariah masih mengedepankan produk dengan akad jual-beli,
di
antaranya
adalah
murabahah
dan
murabahah
investasi,
bahkan
produk
murabahahmerupakan produk yang paling banyak digunakan selama ini. Hal ini, mungkin, karena pertimbangan resiko dan keuntungan yang akan diperoleh bank syariah. Dengan murabahah, resiko yang mungkin dialami bank syariah sangat kecil dan bank juga tidak tahu tentang untung dan rugi nasabah. Skema jual beli murabahahadalah transaksi jual-beli antara bank dan nasabah, dimana pihak bank membeli kendaraan bermotor yang diinginkan nasabah sebesar harga kendaraan tersebut, kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga beli ditambah mark up yang telah disepakati oleh kedua pihak dan diakui sebagai keuntungan oleh bank. Harga jual kendaraan bermotor ditetapkan di awal ketika nasabah menandatangani perjanjian pembiayaan jual-beli kendaraan bermotor, dengan jumlah angsuran yang tetap hingga akhir jatuh tempo pembiayaan.Skema murabahah memberi kepastian jumlah angsuran yang harus dibayar setiap bulannya, karena itu nasabah tidak perlu menghiraukan masalah kenaikan angsuran akibat kenaikan suku bunga pasar. Jadi dapat diambil kesimpulan PPM bank syariah lebih menguntungkan bagi nasabah karena margin yang tetap dan kepastian nilai angsuran.
Analisis penerapan..., Angger Guntur Alit, FE UI, 2013
Dengan mengetahui perkembangan yang signifikan untuk dua industri di atas, yaitu industri perbankan syariah dan kendaraan bermotor, ditambah dengan persaingan produk pembiayaan konsumtif yang mungkin muncul antara perbankan syariah dengan perbankan konvesional, penelitian kali ini akan terfokus pada pembiayaan konsumtif untuk kendaraan bermotor, yaitu PPM Syariah yang menggunakan sistem Murabahah(jual beli). Menurut Platt, Gordon (2007) menyatakan bahwa lebih dari separuh aset pada beberapa bank syariah kini diinvestasikan pada transaksi Murabahah. Lebih lanjut, penulis akan melakukan perbandingan penerapan akad Murabahah untuk pembiayaan kendaraan bermotor dengan fatwa DSN No 04/DSN-MUI/IV/2000 dan PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah.
2 2.1
Landasan Teori Pengertian Murabahah Menurut Muhammad Ibn Ahmad Ibnu Muhammad Ibn Rusyd (1998), yang dikutip oleh
Antonio (2001), Bai’ Al-Murabahah adalah jual beli barang pada harga pokok dengan dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Salah satu persyaratan Bai’ Al-Murabahahadalah dengan melakukan kontrak terlebih dahulu, memberi tahu harga pokok produkdan menentukan tingkat keuntungan yang akan diambil. Jadi dalam istilah ini, Murabahah memiliki arti keuntungan yang diperoleh dari penjualan yang dilakukan oleh seseorang yang telah ditambah dengan tambahan harga yang jumlah penambahannya diketahui oleh kedua pihak, IAI (2007).Sedangkan menurut Tarmizi (2012), Murabahah adalah adalah bagian dari jual beli amanah; dimana penjual menyebut harga pokok barang dan mensyaratkan laba sekian kepada pembeli.Secara bahasa Murabahah adalah bentuk mutual (bermakna: saling)dari kata ribh yang artinya keuntungan, yakni pertambahan nilai modal (kedua belah pihak saling mendapatkan keuntungan).
Sedangkan PSAK 102 tentang
Murabahahmendefinisikan Murabahahsebagai akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli.Selain PSAK terdapat satu peraturan lagi yang mengatur tentang transaksi Murabahah yaitu UU RI Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pembayaran Bai’ Al-Murabahah dapat dilakukan secara tunai (naqdan) atau cicilan (muajjal), dan bentuknya dapat diawali dengan pemesanan yang disebut Murabahah kepada pemesan pembelian (KPP) atau tanpa pesanan (Antonio 2001) yang akan dijelaskan pada sub-bab selanjutnya. Jika pembayaran dilakukan secara kredit, harus dipisahkan antara keuntungan dan harga perolehan. Keuntungan tidak boleh berubah sepanjang akad, jika nasabah mengalami kesulitan bayar bukan karena disengaja atau kelalaian, bank dapat melakukan restrukturisasi. Dan sebaliknya jika kesulitan bayar dilakukan karena disengaja atau karena kelalaian nasabah bank dapat mengenakan denda sesuai
Analisis penerapan..., Angger Guntur Alit, FE UI, 2013
dengan apa yang telah disepakat.Denda yang didapat akan diakui sebagai dana kebajikan, dan uang muka diakui sebagai pengurang piutang, Lathif (2005). Pembiayaan Murabahah adalah jenis pembiayaan yang dibolehkan dalam Islam, seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila, keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang Telah sampai kepadanya laragan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan) ; dan urusannya (terserah) kepada Allah, orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.(Q.S. AlBaqarah 2:275) Menurut ayat di atas segala kegiatan jual-beli selain yang termasuk dalam kriteria Murabahahadalah mengandung riba dan dilarang dalam Islam. Kegiatan jual-beli yang banyak terjadi adalah riba, karena pembeli tidak mengetahui secara jelas harga perolehan dari barang yang akan dia beli dan penjual sebisa mungkin akan menaikkan marjin untuk mendapat keuntungan maksimum, marjin yang tidak diketahui oleh pembeli inilah yang disebut riba dalam jual beli dan dilarang.
2.2
Fatwa DSN No 04/DSN-MUI/IV/2000 Fatwa DSN Nomor 4/DSN-MUI/IV/2006 dinyatakan bahwa harus dipastikan bank dan nasabah
melakukan akad Murabahah yang bebas dari riba dan barang yang diperjual-belikan tidak diharamkan oleh syariah Islam. Bank lalu menjual barang yang telah dibeli kepada nasabah sebagai pemesan dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam menentukan harga Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang berikut biaya yang diperlukan untuk memperoleh barang tersebut kepada nasabah.Kemudian nasabah membayar harga barang pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
Ketentuan Murabahah untuk nasabah adalah Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset kepada bank.Jika permohonan diterima, Bank wajib membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan penjual kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus membelinya sesuai dengan janji yang telah disepakati, karena janji tersebut mengikat secara hukum. Kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli, dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal
Analisis penerapan..., Angger Guntur Alit, FE UI, 2013
pemesanan, (DSN 2000). Bank juga dapat meminta jaminan dalam transaksi Murabahah sebagai tanggung jawab nasabah atas barang yang dipesannya. Jika terjadi penundaan pembayaran dalam Murabahaholeh nasabah dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah apabila kesepakatan tidak dapat dicapai dengan
musyawarah. Sedangakan untuk
penanganan bangkrut dalam Murabahah, nasabah yang telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan, (DSN 2000). Fatwa MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 1 April 2000 (26 Dzulhijah 1420H) telah menetapkan bahwa jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, maka akad jual beli Murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik Bank. Dengan kata lain, pemberian kuasa (Wakalah) dari bank kepada nasabah atau pihak ketiga manapun, harus dilakukan sebelum akad jual beli Murabahah terjadi. Dalam kenyataanya, akad Murabahah sering kali mendahului pemeberian Wakalah dan pengeluaran dana pembelian barang. Bagaimana bisa dikatakan barang telah menjadi milik bank, jika penegeluaran dana pembelian barang saja dilakukan secara akad Murabahah ditandatangani, (Jumara 2009).
2.3
STANDAR AKUNTANSI PSAK 102 Standar akuntansi yang berlaku untuk mengatur transaksi Murabahah di Indonesia adalah
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 102. Tujuan dari PSAK 102 seperti yang sudah disebutkan didalamnya adalah untuk mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan transaksi Murabahah.Pembayaran Murabahahdapat dilakukan secara tunai atau tangguh.Pembayaran tangguh adalah pembayaran yang dilakukan tidak pada saat barang diserahkan kepada pembeli, tetapi pembayaran dilakukan secara angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu.Akad murabahah memperkenankan penawaran harga yang berbeda untuk cara yang berbeda sebelum akad murabahah dilakukan.Namun jika akad tersebut telah disepakati, maka hanya ada satu harga (harga dalam akad) yang digunakan. Harga yang telah disepakati dalam Murabahah adalah harga jual, sedangkan biaya perolehan harus dilakukan.(IAI, 2008).Jika penjual mendapatkan diskon sebelum akad murabahah, maka diskon itu merupakan hak pembeli. Diskon atas pembelian barang yang diterima setelah akad muarbahah disepakati diperlakukan sesuai dengan kesepakatan dalam akad tersebut.jika tidak diatur dalam akad, maka diskon tersebut menjadi hak penjual, (IAI, 2008).
3
Profil Perusahaan PT Bank SYR Indonesia didirikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah
Indonesia pada tanggal 1 November 1991 dan mulai melakukan kegiatan aktif operasi
Analisis penerapan..., Angger Guntur Alit, FE UI, 2013
perbankan pada tanggal 1 Mei 1992. Sampai saat ini Bank SYR Indonesiatelah memberikan layanan bagi lebih dari 2,5 juta nasabah melalui 275 gerai yang tersebar di 33 provinsi di Indonesia dan juga merupakan satu-satunya bank syariah yang telah membuka cabang di luar negeri, yaitu di Kuala Lumpur, Malaysia. Sebagai Bank pertama yang menyatakan bahwa kegiatan operasinya murni menerapkan sistem Syariah, Bank SYR Indonesia berkomitmen untuk menghadirkan layanan perbankan yang tidak hanya sesuai dengan prinsip syariah, namun juga kompetitif dan aksesibel bagi masyarakat hingga pelosok nusantara. Menurut laporan terakhir, Bank SYR Indonesiatelah mencatat aset sebesar Rp35,7 triliun Per kuartal III 2012 (unaudited), Sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp27.7 triliun dan Pembiayaan yang disalurkan senilai Rp27.7 triliun, angka ini menunjukkan peningkatan lebih 3 kali lipat semenjak lima tahun terakhir (2007 ke 2012). Aset Bank SYR Indonesia tumbuh dari Rp10.57 triliun, Dana Pihak Ketiga (DPK) dari Rp8.69 triliun, dan Pembiayaan tumbuh signifikan dari Rp8.62 triliun. Angka-angka ini menjadi salah satu alasan mengapa Bank SYRIndonesia
mendapat penghargaan dari Global Finance pada Oktober 2012 dan
menyandang Predikat sebagai The Best Islamic Bank in Indonesia. 4
4.1
Analisis dan Pembahasan ANALISIS KESESUAIAN PENERAPAN PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA PT BANK SYR INDONESIA TERHADAP FATWA DSN-MUI NO.04/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG AKAD MURABAHAH
Berdasarkan hasil analisisterhadap penyaluran pembiayaan Murabahah dalam Pembiyaaan Pemilikan Kendaraan Bermotor (PPM) yang dilakukan oleh PT. Bank SYR Indonesia, peneliti mencoba untuk melakukan analisis kesesuaian penetapan pembiayaan Murabahahtersebut terhadap fatwa DSN-MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang akad Murabahah.Analisis tersebut dapat dilihat lebih rinci pada tabel
kesuaian
berikut
Analisis penerapan..., Angger Guntur Alit, FE UI, 2013
ini.
Tabel 4.1 Kesesuaian Prosedur Murabahah di PT Bank SYR Indonesia terhadap Fatwa DSN MUI tentang Murabahah No.
Fatwa DSN MUI
1.
Pengajuan Permohonan Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu aset kepada bank.
2.
PT Bank SYR Indonesia
Sesuai
Pembelian Aset 1. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebihdahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang dan bebas riba; 2. Aset yang diperjualbelikan harus memenuhi syarat berikut: a. tidak diharamkan oleh syari’ah Islam; b. dibeli oleh bank atas nama bank sendiri; 3. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli Murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Belum Sesuai
Keterangan Nasabah dapat mengajukan permohonan langsung atau melalui perusahaan multifinance
Bank membentuk akad terlebih dahulu sebelum asset dibeli dari pemasok
Sesuai
Not Applicable
Aset yang dijual-belikan tidak bersifat haram dan dibeli atas nama Bank atau Perusahaan Multifinancesebagai wakil.
3.
Proses Akad 1.
Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dengan harga jual senilai harga beli ditambah keuntungan. 2. Bank harus memberitahu secara jujur mengenai segala hal terkait pembelian dan proses akad ini, seperti harga, keuntungan, kondisi aset, proses pembayaran, dan lain-lain. 3. Nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya,
Sesuai
Bank memberitahu nasabah segala hal terkait pembiayaan kepada nasabah.
Sesuai
Sesuai
Analisis penerapan..., Angger Guntur Alit, FE UI, 2013
karena secara hukum janji tersebut mengikat. 4. Kedua belah pihak harus membuat akad jual beli. 5. Akad harus bebas Riba. 4.
Pembayaran
5.
1. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian aset yang telah disepakati kualifikasinya. 2. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Uang Muka 1. Bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. 2. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut. 3. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah. 4. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka: a. jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga b. jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
6.
Sesuai
Sesuai
Sesuai
-
-
Utang
Bank memberikan penyaluran dana kepada perusahaan multifinance dengan dua metode yang tersedia, dan nasabah membayar sesuai dengan harga yang tersebut dalam akad. Perjanjian yang dibuat adalah perjanjian mengikat dimana nasabah diharuskan membuat perjanjian akan membeli barang dalam bentuk uang muka. Pembatalan pembelian akan berakibat hangusnya seluruh uang muka yang diserahkan.
a.Sesuai
b. Belum sesuai
Jaminan Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang agar nasabah serius dengan pesanannya
7.
Sesuai
Sesuai
Bank membentuk jaminan fidusia dimana ketika nasabah tidak membayar sesuai dengan waktu yang ditentukan barang akan ditahan. Jika barang dijual sebelum masa angsuran
Analisis penerapan..., Angger Guntur Alit, FE UI, 2013
Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. Namun, jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, maka nasabah tetap wajib menyelesaikan utangnya kepada bank sesuai kesepakatan awal, tidak boleh memperlambat penyelesaiannya dan tidak boleh meminta kerugiannya dimasukkan dalam perhitungan utang kepada bank. 8.
Belum sesuai
Penundaan Pembayaran Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Belum sesuai
Bangkrut 9.
10.
11.
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.
Sesuai
berakhir, nasabah harus melunasi seluruh angsuran atau melakukan transfer kepemilikan dan pembayaran angsuran.
Perusahaan multifinance akan melakukan penyitaan apabila nasabah tidak membayar setelah dikeluarkannya surat peringatan perihal penundaan pembayaran.
Perusahaan akan menunda pembayaran dan menyita kendaraan bermotor . dan keputusan atas kendaraan bermotor tersebut dibuat berdasarkan kesepakatan bersama
Diskon dalam Murabahah 1. Jika bank mendapat diskon dari pemasok, maka harga sebenarnya adalah harga setelah diskon. Oleh karena itu, diskon menjadi hak nasabah. 2. Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, maka pembagian diskon dilakukan berdasarkan persetujuan yang dimuat dalam akad dan ditandatangani Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran a. Bank dibolehkan untuk mengenakan sanksi kepada nasabah yang mampu membayar, tetapi menunda-nunda pembayaran dengan disengaja
Sesuai
Penarikan denda dilakukan oleh perusahaan multifinance sebesar yang sudah disepakati yang dikeluarkan atas
Analisis penerapan..., Angger Guntur Alit, FE UI, 2013
12.
dan/atau tidak mempunyai kemauan dan itikad baik untuk membayar. Bagi nasabah yang tidak atau belum mampu membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi. b. Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya. c. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani. d. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial Potongan Pelunasan dalam Murabahah
penundaan pembayaran.
Sesuai
Bank dapat memberikan musqah jika memenuhi kententuan bank.
Jika nasabah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakatai, maka bank boleh memberikan potongan dari kewajiban pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad.
13.
Sesuai
Bank dapat memberikan potongan cicilan jika nasabah mengajukan dan dirasa pantas.
Potongan Tagihan Murabahah (alKhas fi al-Murabahah) a. Bank boleh memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran kepada nasabah dalam transaksi (akad) Murabahah yang telah melakukan kewajiban pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan nasabah yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran. b. Pemberian potongan tidak boleh diperjanjikan dalam akad
4.2
Sesuai
Analisis Kesesuaian Penerapan Pembiayaan Murabahah pada PT Bank SYR I ndonesia Terhadap PSAK 102 Tentang Akuntansi
Berdasarkan hasil analisis terhadap penyaluran pembiayaan Murabahah dalam Pembiyaaan Pemilikan Kendaraan Bermotor (PPM) yang dilakukan oleh PT. Bank SYR Indonesia, peneliti
mencoba
untuk
melakukan
analisis
kesesuaian
penetapan
pembiayaan
Murabahahtersebut terhadap PSAK 102 tentang akad Murabahah. Analisis tersebut dapat dilihat lebih rinci pada tabel kesuaian berikut ini.
Analisis penerapan..., Angger Guntur Alit, FE UI, 2013
Tabel 4.2 Kesesuaian Prosedur Murabahah di PT Bank SYR Indonesia terhadap PSAK 102 tentang Murabahah
No.
PSAK 102
SYR Indonesia Keterangan
1. Pembelian Aset Pada saat perolehan, aset Murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan.
Sesuai
2. Penurunan Nilai a. Untuk Murabahah pesanan mengikat, pengukuran aset Murabahah setelah perolehan adalah dinilai sebesar biaya perolehan dan jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak atau kondisi lainnya sebelum diserahkan ke nasabah, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai Not beban dan mengurangi nilai aset. applicable b. Untuk Murabahah tanpa pesanan atau Murabahah pesanan tidak mengikat, maka aset dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi dan dipilih mana yag lebih rendah. Apabila nilai bersih yang dapat direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan, maka selisihnya diakui sebagai kerugian. 3.
Diskon saat Pembelian Aset a. jika terjadi sebelum akad Murabahah, maka akan jadi pengurang biaya perolehan aset Murabahah. b. jika terjadi setelah akad Murabahah dan sesuai akad yang disepakati menjadi hak pembeli, maka menjadi kewajiban kepada pembeli. c. jika terjadi setelah akad Murabahah dan sesuai akad yang disepakati menjadi hak penjual, maka menjadi tambahan keuntungan Murabahah. d. jika terjadi setelah akad Murabahah dan tidak diperjanjikan dalam akad, maka akan menjadi hak penjual dan diakui sebagai pendapatan operasional lain
4. Pengakuan Keuntungan Murabahah a. sepanjang masa angsuran Murabahah tidak melebihi satu periode laporan keuangan, maka
Sesuai
Bank melakukan pencatatan perolehan aset
Aset langsung diserahkan kepada nasabah sehingga bank tidak mencatat adanya penurunan nilai
Diskon akan menjadi pengurang piutang yang harus dibayar oleh nasabah.
-
-
-
Keuntungan diakui saat piutang diterima, lamanya penunggakan akan menjadi dasar pengelompokan
Analisis penerapan..., Angger Guntur Alit, FE UI, 2013
keuntungan Murabahah diakui pada saat terjadinya akad Murabahah. b. jika masa angsuran lebih dari satu periode, maka:
-
(1) keuntungan diakui saat penyerahan aset Murabahah dengan syarat apabila risiko penagihannya kecil, maka dicatat dengan cara yang sama pada butir a. (2) keuntungan diakui secara proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari piutang Murabahah. Metode ini digunakan untuk transaksi Murabahah tangguh dimana ada risiko piutang tidak tertagih relatif besar dan/atau beban untuk mengelola dan menagih piutang yang relatif besar. (3) keuntungan diakui saat seluruh piutang Murabahah berhasil ditagih. Metode ini digunakan untuk transaksi Murabahah tangguh dimana risiko piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya cukup besar. Jurnalnya akan sama dengan poin 2, tetapi jurnal pengakuan keuntungan dibuat saat seluruh piutang telah selesai ditagih
-
kelancaran piutang nasabah tersebut.
atas
Sesuai
Potongan Pelunasan Piutang Murabahah 5. 1. jika potongan diberikan pada saat pelunasan, maka dianggap sebagai pengurang keuntungan Murabahah. 2. jika potongan diberikan setelah pelunasan, yaitu penjual menerima pelunasan piutang dari pembeli, lalu membayarkan potongan pelunasannya kepada pembeli.
Sesuai
6. Denda Denda diakui sebagai dana kebajikan dan bukan diakui sebagai keuntungan 7. Uang Muka
Sesuai
1. Penerimaan uang muka dari pembeli 2. Pada saat barang jadi dibeli oleh pembeli, maka uang muka diakui sebagai pembayaran piutang (merupakan bagian pokok). Oleh karena itu, Not untuk penentuan margin keuntungan didasarkan applicable atas nilai piutang (harga jual pembeli setelah dikurangi uang muka). 3. Jika barang batal dibeli oleh pembeli
Denda akan dicatat sebagai dana kebajikan dan tidak diakui sebagai keuntungan Transaksi bersifat mengikat dan uang muka diterima sebelum barang dibeli
a. Jika uang muka yang dibayarkan oleh calon pembeli lebih besar daripada biaya yang telah
Analisis penerapan..., Angger Guntur Alit, FE UI, 2013
dikeluarkan oleh penjual dalam rangka memenuhi permintaan calon pembeli, maka selisihnya dikembalikan kepada calon pembeli. b. Jika uang muka yang dibayarkan oleh calon pembeli lebih kecil daripada biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual dalam rangka memenuhi permintaan calon pembeli, maka penjual dapat meminta pembeli untuk membayarkan kekurangannya dan pembeli membayarkan kekurangannya. c. Jika uang muka yang dibayarkan oleh calon pembeli sama dengan biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual dalam rangka memenuhi permintaan calon pembeli.
5
Kesimpulan & Saran
5.1 Kesimpulan 1. PT Bank SYR Indonesia menerapkan pembiayaan murabahah yang telah dimodifikasi dan menyebutnya dengan Wakalah wal Murabahah, dimana Bank memasukkan pihak perusahaan multifinance dalam produk sebagai wakil untuk menjual dan menjalani produk Pembiayaan Pemilikan Kendaraan Bermotor (PPM). Bank juga memberikan wewenang penetapan margin akhir, yaitu margin yang akan digunakan
dalam akad murabahah kepada perusahaan
multifinance dan juga nasabah seringkali tidak mengetahui darimana sumber penerimaan dana atas pembiayaan yang mereka ajukan jika tidak datang langsung ke Bank SYR Indonesia. Jenis penyaluran dana yang dilakukan oleh Bank SYR terdiri dari dua jenis, Joint Financing dan Channeling yang diterapkan berdasarkan PMK no 84 tahun 2006, butuh kajian lebih lanjut untuk menganalisa hubungan dan keabsahan anatara Bank dengan perusahaan multifinance. Pada praktiknya tidak terdapat transparansi secara sukarela oleh perusahaan multifinance kepada nasabah tentang sumber dana yang digunakan. 2. Terdapat adanya beberapa poin ketidaksesuaian menurut Fatwa DSN MUI No. 04/DSNMUI/2000yang muncul dalam pelaksanaan akad Murabahah dalam produk Pembiayaan Pemilikan Kendaraan Bermotor (PPM) oleh PT Bank SYR Indonesia, salah satunya adalah dengan langsung mengadakan akad pembiayaan tanpa adanya kepemilikan penuh baik dari pihak Bank Syariah atau perusahaan multifinance. Seharusnya akad tidak boleh dibentuk, dalam bentuk apapun, sebelum terdapat transfer kepemilikan sepenuhnya dimiliki oleh pihak bank. Dan juga atas persyaratan denda yang dikenakan kepada nasabah yang dicantumkan dalam akad pembiayaan. 3. Perlakuan akuntansi yang dilakukan atas Pembiayaan Produk Kendaraan Bermotor (PPM) Murabahahyang diterapkan pada PT Bank SYR Indonesia mengacu padaPSAK 102 yang
Analisis penerapan..., Angger Guntur Alit, FE UI, 2013
diterbitkan IAI. PT Bank SYR Indonesia hampir sepenuhnya sesuai dengan PSAK dalam hal perlakuan akuntansi, hal ini dikarenakan pihak bankselalu memperbarui informasi terkait perubahan dan pengembangan teori dari PSAK 102 yangmenjadi pedomannya. PT Bank SYR Indonesia menggunakan metode penghitungan anuitas yang diperbolehkan dalam PSAK 102 selama sesuai dengan kebiasaan yang ada di pasar dan juga pengkuan keuntungan dengan proporsional berdasarkan hasil yang tertagih. 4. Pencatatan, penyajian dan pengungkapan transaksi Murabahah pada PT Bank SYR Indonesia masih ditemukan beberapa ketidaksesuaian, seperti pencatatan perolehan aset dan pencatatan pengakuan uang muka. Hal ini dikarenakan beberapa modifikasi dalam bentuk akadnya yang sudah disebutkan dalam poin nomor satu. Untuk penyajian dan pelaporan, sudah dilakukan sesuai dengan PSAK 102 dimana akun piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan penghapusan, dan untuk pengungkapan atas pembiayaan yang diberikan kepada setiap nasabah diungkapkan dalam neraca dan laporan keuangan.
5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada PT. Bank SYR Indonesia peneliti mencoba untuk memberikan rekomendasi atau saran terkait permasalahn dan kendala dalam penerapan pembiayaan Murabahah untuk produk Pembiayaan Pemilikan Kendaraan Bermotor (PPM) sesuai dengan fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 dan PSAK 102, diantaranya: 1. Tidak melakukan pembentukan akad dalam bentuk apapun sebelum kepemilikan barang sudah dimiliki oleh pihak Bank ataupun perusahaan multifinance, hal ini akan merusak keabsahan akad hampir secara keseluruhan karena inti dari transaksi Murabahah adalah mengenai kepemilikan barang yang kemudian akan dijual kepada nasabah (Wahyudi, 2013) 2. Tidak menarik down payment kepada nasabah sebelum terjadinya akad. Sejauh ini nasabah sering kali melakukan pembayaran down payment secara langsung ke perusahaan multifinance atau dealer, tanpa perantara bank diantaranya. Hal ini akan menyebabkan fungsi bank yang seharusnya memberikan fasilitas pembiayaan menjadi hanya sebatas pemberi dana. 3. Memberi jangka waktu penangguhan atau peringanan kepada nasabah dengan persyaratan tertentu seperti bangkrut atau masalah keuangan yang lalu dianalisa oleh pihak PT Bank SYR Indonesia maupun perusahaan multifinance. 4. Dalam praktiknya memberi pengenalan khusus atas produk Murabahahpembiayaan pemilikan kendaraan bermotor (PPM)bagi nasabah yang mengajukan pembiayaan langsung melalui perusahaan multifinance, sehingga nasabah mengetahui dengan jelas sumber dana yang didapat untuk membiayai pembiayaan yang diajukan dan membuka pandangan nasabah atas penerapan produk syariah yang beragam.
Analisis penerapan..., Angger Guntur Alit, FE UI, 2013
5. Memperkaya produk-produk
perbankan yang telah dimiliki melalui penerapan akad
murabahah 6. Mempertahankan prosedur dan pencatatan akuntansi yang telah sesuai dengan PSAK 102 dan fatwa DSN MUI
6
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, Parvez. (2010, September/ Oktober). How Islamic Finance Can Deal with Modern Day Challenges. Islamic Horizons. Al-Qur’anul Karim dan terjemahnya. Tafsir Antonio, M. Syafi’I (1999), Bank Syariah suatu Pengenalan Umum, Yogyakarta: BI dan Tazkia Institute Antonio, M. Syafi’I (2001), Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani Press. Asmarina. (2012). Analisis Penerapan Transaksi Murabahah Dalam Pembiayaan Pemilikan Rumah (PPR) Berdasarkan Fatwa DSN No 04/DSN-MUI/IV/2000 DAN PSAK 102 pada PT Bank XYZ. Depok: Skripsi FE Universitas Indonesia Ayub, Muhammad. (2007). Understanding Islamic Finance. US: John Wiley & Sons Ltd. Mukhlish, Basuki (2013, 23 Juli) Wawancara Pribadi Dewan Syariah Nasional MUI. (2000) Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 4/DSN-MUI/IV/2006 tentang Murabahah. Jakarta: Author. Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia. (2007). PSAK 102 tentang Murabahah.Jakarta: Author. Direktorat Perbankan Syariah. (2010, November). Outlook Perbankan Syariah 2011. Jakarta: Author. Haron, Sudin dan Bala Shanmugam. (1997). Islamic Banking System Concepts & Applications. Malaysia: Pelanduk Publications (M) Sdn Bhd. Insani.Wiroso SE, M. (2005). Jual Beli Murabahah. Yogyakarta: UII Press Yogyakarta. Jumara, Aridha. (2009). Studi Perbandingan Praktik Akuntansi Murabahah dan Perlakuan Akuntansi untuk Murabahah pada PT Bank Muamalat Indonesia Tbk terhadap Prinsip Syariah dan Standar Akuntansi yang Berlaku di Indonesia. Depok: Skripsi FE Universitas Indonesia. Karim, R. A. (2001). International Accounting Harmonization, BankingRegulation, and Islamic Banks. The International Journal of Accounting,1-19. Majma’ Al Fiqh Al Islami (1993)
Analisis penerapan..., Angger Guntur Alit, FE UI, 2013
Niswah, I. (2008). Audit Atas Pengendalian Internal Pembiayaan Murabahah. Nurhayati, Sri, Wasilah. (2009). Akuntansi syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 7/46/PBI/2005 tanggal 14 November 2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksanakan Kegiatan Usaha berdasarkan Prinsip Syariah. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 84/012/2006 tanggal 29 September 2006 tentang Perusahaan Pembiayaan Prasetyo, Muhammad Budi (2013, 23 Juli) Wawancara Pribadi. Rosmanita, Fenny, et al. (2011). Indonesia Shari’ah Economic Outlook (ISEO) 2011. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI. R.Martawireja, A. A. (2009). Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan PraktikKontemporer.Jakarta: Salemba Empat. Syubaily, A. (2008). Fiqh Muamalat Mashrafiyyah, hal 66. Tarmizi, E. (2012).Harta Haram Muamalat Kontemporer. Bogor: Berkat Mulia Taryadi, Yayat. (2013, 25 Mei). Wawancara pribadi. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Wahbah az-Zuhaili hafizhahullah.al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu Daar al-Fikr Wahyudi, Imam. (2013, 11 Juni). Wawancara pribadi Widodo, Sugeng. (2010). Seluk BelukJual Beli Murabahah Perspektif Aplikatif. Jakarta: Asgard Chapter. Yayasan Pendidikan Pengembangan Perbankan dan LKS(1999). Jakarta: Muamalat Institute. Yuniarti, Fauziah Rizki. (2011). Perbandingan Prosedur, Pencatatan Akuntansi dan Pajak Pertambahan Nilai Atas Transaksi Murabahah: Studi Kasus Dua Bank Umum Syariah. Depok: Skripsi FE Universitas Indonesia www.bi.go.id
Analisis penerapan..., Angger Guntur Alit, FE UI, 2013