Chofi | Congestive Heart Failure Fungsional Class NYHA III and Pulmonary Edema
Congestive Heart Failure Fungsional Class NYHA III and Pulmonary Edema
Chofi Qolbi NA Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Abstrak Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak mampu memompa darah untuk metabolisme jaringan dengan insidensi sebesar 0,13 per 1000 penduduk. Gagal jantung telah menajadi masalah utama baik pada negara maju maupun berkembang karena peningkatan mortalitas dan morbiditas. Laki-laki, 79 tahun datang dengan keluhan sesak napas yang semakin memberat sejak 4 hari SMRS yang memberat pada peningkatan aktifitas dan berkurang ketika beristirahat. Sesak ini menyebabkan pasien sering terbangun pada malam hari. Kedua tungkainya bengkak sejak 2 minggu SMRS. Pasien memiliki hipertensi yang tidak terkontrol dan perokok. Pada pemeriksaan fisik didapatkan, keadraaan umum tampak sakit 0 sedang, compos mentis, tekanan darah 170/120 mmHg, nadi 104 x/mnt, frekuensi nafas 40 x/mnt, suhu 37,4 C. Pada pemeriksan paru didapatkan taktil fremitus menurun, vesikuler menurun dan ronki pada kedua paru. Pada pemeriksan jantung didapatkan kardiomegali. Pada kedua tungkai didapatkan edema. Hasil permeriksaan rontgen toraks AP didapatkan kardiomegali dengan edema pulmo. Pasien didiagnosa Congestive Heart Failure (CHF) fungsional class New York Heart Asociation (NYHA) III + edema paru. Terapi yang diberikan tirah baring, balance cairan, pemasangan DC, pemberian 02 3L/menit, Captopril 3x12,5 mg, bisoprolol 1x2,5 mg, inj. Furosemid 40 mg/12 jam, ISDN tab 2x2,5 mg. Kata Kunci: edema paru, gagal jantung, hipertensi
Congestive Heart Failure Fungsional Class NYHA III and Pulmonary Edema Abstract Heart failure is a condition when heart is unable to pump blood in order to maintain tissue metabolism. Its incidence is 0.13 for every 1000 population. Heart failure has become major health issue in developed and developing countries. Its because the mortality and morbidity is still high.A 79 years old man camed with shortness of breath which increasingly since 4 days before entering hospital. It increased with activity and reduced when resting. It made patients often wake up at night. Both of legs were swollen since 2 weeks before entering hospital. Patients had uncontrolled hypertension and were smokers. On physical examination found, moderate sick in general condition, compos mentis, blood pressure 170/120 mmHg, pulse 104 0 x/min, respiration rate 40 x/min, temperature 37,4 C. On lungs examination found decline in taktil fremitus, decreased vesicular and crackles in both lungs. On heart examination found cardiomegaly. At both of leg found edema. On thoraks Xray potition AP found cardiomegaly with pulmonary edema. Patients was diagnosed with Congestive Heart Failure (CHF) New York Heart Asociation (NYHA) functional class III+pulmonary edema. Patient received bed rest treatment, fluid balance, used of DC, 02 3L/min, Captopril 3x12,5 mg, bisoprolol 1x2,5 mg, inj. Furosemide 40 mg/12 hours, ISDN 2x2,5 mg tab. Keyword: heart failure, hypertension, pulmonary edema
Korespondensi: Chofi Qolbi NA, S.Ked, alamat Perumahan Griya Kencana Blok C11 Rajabasa Bandarlampung, HP 085768532193, e-mail
[email protected]
Pendahuluan Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Gagal jantung menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama pada negara industri maju dan berkembang seperti Indonesia.1 Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi gagal jantung yang terdiagnosis dokter sebesar 0,13 perseribu penduduk dan yang terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 0,3 perseribu penduduk. Prevalensi gagal jantung berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi di Yogyakarta (0,25%), disusul Jawa
Timur (0,19%), dan Jawa Tengah (0,18%). Sedangkan untuk provinsi Lampung angka kejadian gagal jantung adalah (0,08).2 Prevalensi penyakit gagal jantung meningkat seiring dengan bertambahnya umur, tertinggi pada umur 65 – 74 tahun (0,5%). Biaya yang dikeluarkan diperkirakan 10 miliar dollar per tahun. Faktor risiko terpenting untuk Congestive Heart Failure (CHF) adalah penyakit arteri koroner dengan penyakit jantung iskemik. Hipertensi adalah faktor risiko terpenting kedua untuk CHF. Faktor risiko lain terdiri dari kardiomiopati, aritmia, gagal ginjal, dan penyakit katup jantung.3 Kasus J Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015 | 54
Chofi | Congestive Heart Failure Fungsional Class NYHA III and Pulmonary Edema
Pasien laki-laki umur 79 tahun datang dengan keluhan sesak napas yang semakin memberat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan sesak napas sudah dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak tidak disertai dengan suara mengi, tidak dipengaruhi oleh cuaca, makanan, lingkungan, dan suhu. Keluhan sesak napas dirasakan memberat pada saat beraktivitas, terutama saat melakukan aktivitas sedang sampai berat seperti berlari, menaiki tangga, dan mengangkat beban berat. Sesak berkurang jika beristirahat. Kadang sesak dirasakan saat beraktivitas ringan seperti berjalan. Keluhan sesak nafas ini sampai menyebabkan pasien terbangun pada malam hari. Selain itu pasien mengatakan kedua tungkainya bengkak sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan tidak pernah mederita penyakit dengan keluhan yang serupa sebelumnya. Pasien mengalami hipertensi sejak 2 tahun yang lalu. Hipertensi
tidak terkontrol. Riwayat diabetes melitus tidak ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis. Tekanan darah 170/120 mmHg, nadi 104 x/mnt, frekuensi nafas 40 x/mnt, suhu 37,40C. BB 58 kg, TB 162 kg, BMI 22,56 (Normoweight). Pada status generalis kepala normocephal, konjungtiva ananemis, sklera anikteri, tidak ditemukan pembesaran KGB, JVP 5+1 cmH2O. Pemeriksaan paru didapatkan pada inspeksi pergerakan paru simetris baik pada saat statis dan dinamis, palpasi paru tidak ditemukan nyeri tekan, taktil fremitus menurun pada sisi kanan dan kiri, pada perkusi paru ditemukan sonor pada seluruh lapang paru, auskultasi paru ditemukan suara vesikuler menurun pada kedua paru, ditemukan adanya ronki pada kedua paru dan tidak adanya whezing. Berikut adalah hasil pemeriksaan toraks AP:
Gambar 1. Kesan: Kardiomegali dengan Edema Pulmo. Pada inspeksi jantung tidak terlihat lateral l dari midclavicula sinistra pada ICS ictus cordis, pada palpasi didapatkan ictus 5. Pada auskultasi jantung didapatkan BJ Icordis teraba 1 jari lateral dari midclavicula II reguler, tidak ditemukan adanya murmur sinistra pada intercosta space 5, pada dan gallop. Pada pemeriksaan abdomen perkusi batas jantung didapatkan batas dalam batas normal. Pada pemeriksaan jantung atas pada ICS 2 parasternal, batas ekstremitas didapatkan edema pada kedua jantung kanan pada ICS 4 parasternal tungkai, akral hangat dan tidak ditemukan dextra dan batas jantung kiri pada 1 jari sianosis. Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015| 55
Chofi | Congestive Heart Failure Fungsional Class NYHA III and Pulmonary Edema
Pemeriksaan Hemoglobin Leukosit Eritrosit Hematokrit Trombosit Waktu perdarahan Waktu pembekuan Gula darah Ureum Kreatinin SGOT SGPT
Hasil 10,9 gr/dl 6.400/mm3 4.230.000 37% 3 104.000/mm 3 menit 5,5 menit 80 mg/dL 30 mg/dL 0,79 mg/dL 31 U/L 44 U/L
Pasien didiagnosa mengalami CHF fungsional class NYHA III + edema paru. Pasien diberikan terapi tirah baring, balance cairan, pemasangan DC, pemberian 02 3L/menit dan terapi medikamentosa berupa Captopril 3x12,5 mg, bisoprolol 1x2,5 mg, inj. Furosemid 40 mg/12 jam, ISDN tab 2x2,5 mg. Pembahasan Penegakkan diagnosis dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien laki-laki umur 79 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas yang semakin meningkat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada anamnesis ditemukan sesak napas telah dirasakan sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit dan bertambah berat sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak ini biasanya dirasakan saat pasien sedang melakukan aktivitas sedangberat, dan sesekali pada saat melakukan aktivitas ringan. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh cuaca ataupun makanan, serta berkurang bila pasien beristirahat. Pasien juga mengeluhkan pernah terbangun dari tidur akibat sesak napas yang menandakan gejala Paroxsmal Nocturnal Dyspnea (PND).4 PND sendiri merupakan tanda yang khas menunjukkan telah terjadinya gagal jantung kiri. Pasien juga mengeluhkan kaki sembab
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Kimia Darah Pemeriksaan Hasil Cholesterol total 73 mg/dl HDL 17 mg/dl LDL 42 mg/dl Trigliserida 70 mg/dl Protein total 8,3 g/dl Albumin 3,3 g/dl Globulin 5,0 g/dl
sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Edema pada tungkai terjadi akibat adanya penimbunan cairan pada ruang-ruang interstisial sekunder dari kegagalan pada jantung kanan. Selain dari kegagalan pada jantung kanan, edema perifer juga dapat merupakan manifestasi dari retensi cairan sebagai mekanisme kompensatorik pada gagal jantung.4,5 Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan taktil fremitus menurun pada kedua sisi, suara vesikuler menurun dan ditemukan adanya ronki pada kedua paru. Pada pemeriksaan jantung didapatkan pergeseran iktus kordis ke arah lateral yang merupakan petunjuk adanya kardiomegali. Kardiomegali dapat terjadi sebagai mekanisme kompensatorik pada gagal jantung yaitu berupa hipertrofi ventrikel.5 Pada pemeriksaan rontgen toraks AP didapatkan kardiomegali dengan edema pulmo. Pada pasien ditegakkan diagnosis CHF fungsional class NYHA III + edema paru. Untuk menegakkan diagnosis CHF dilakukan dengan menggunakan kriteria Framingham dapat dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif, seperti yang tampak pada tabel berikut. Diagnosis CHF ditegakkan apabila ditemukan: 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor + 2 kriteria minor yang ditemukan pada saat yang bersamaan.6
Tabel 3. Kriteria Framingham
5,6
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015| 56
Chofi | Congestive Heart Failure Fungsional Class NYHA III and Pulmonary Edema
Kriteria Mayor Kriteria Minor Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau Edema ekstremitas ortopnea Distensi vena leher Batuk malam hari Ronkhi paru basah tidak nyaring Dispnea d’ effort Kardiomegali Hepatomegali Edema paru akut Efusi pleura Gallop S3 Takikardi (>120x/menit) Penigkatan tekanan vena jugularis Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal Refluks hepatojugular
Berdasarkan kriteria Framingham pada pasien didapatkan 4 kriteria mayor berupa Paroxysmal Nocturnal Dyspnea, ronki paru, kardiomegali dan edema paru dan 2 kriteria minor berupa edema ekstremitas dan Dispnea d’ effort. Sehingga pada pasien sudah dapat ditegakkan diagnosis CHF. Sedangkan untuk fungsional class pada pasien ditetapkan pada fungsional class III. Pada pasien CHF dalam fungsional class III. Hal ini didasarkan pada keluhan pasien dimana biasanya dirasakan saat pasien sedang melakukan aktivitas sedang-berat, dan sesekali pada saat melakukan aktivitas ringan. Pada pasien juga didiagnosis mengalami edema paru. Edema paru didapatkan dari anamnesis berupa pasien mengalami dyspnea. Pada pemeriksaan fisik didapatkan taktil fremitus menurun, suara vesikuler menurun dan ditemukan adanya ronki pada kedua paru.4 Dyspnea terjadi karena peningkatan kerja pernapasan akibat kongesti vaskuler paru yang disebabkan oleh gangguan aktivitas pompa jantung. Hal ini merupakan petunjuk adanya kegagalan pada jantung kiri dimana terjadi gangguan pompa jantung dalam mengalirkan darah ke seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan pompa dan menyebabkan kongesti vaskuler paru. Akibatnya akan terjadi ekstravasasi cairan dari vaskuler paru ke jaringan intersitial alveoli sehingga akan menyebabkan edema paru. Edema paru merupakan penanda telah terjadi gagal jantung kiri.4,6 Pada pasien diberikan terapi nonfarmakologis berupa terapi tirah baring, balance cairan, pemasangan DC, pemberian 02
3L/menit dan terapi medikamentosa berupa Captopril 2x12,5 mg, bisoprolol 1x2,5 mg, inj. Furosemid 40 mg/12 jam, ISDN tab 2x2,5 mg. Pada pasien sudah tepat dilakukan pemasangan DC. Pemasangan DC ini digunakan untuk memantau dari output urine dan untuk menghitung balance cairan. Pada kasus CHF balance cairan yang dituju adalah balance cairan negatif. Hal ini disebabkan pada pasien terdapat edema ekstremitas dan edema paru.4,6 Pengobatan gagal jantung berdasarkan Guideline dari American College of Cardiology Foundation / American Heart Association 2013 menyatakan pengobatan gagal jantung terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis. Terapi non farmakogis berupa pengontrolan terhadap hipertensi dan kadar lipid, serta mengontrol kondisi lainnya yang dapat menyebabkan gagal jantung seperti obesitas, diabetes melitus, merokok dan alkohol.7 Diet retriksi natrium sudah direkomendasikan pada pasien gagal jantung pada beberapa panduan. American heart association merekomendasi retriksi natrium hingga 1500 mg/hari pada gagal jantung stage A dan B. Pada tipe C dan D belum terdapat data yang pasti mengenai nilai pembatasan sodium.8-10 Pada pasien seharusnya dilakukan pemeriksaan echocardiografi. Hal ini dikarenakan untuk mengklasifikan gagal jantung berdasarkan kerusakan struktur dan besar fraksi ejeksi. Hal ini penting dilakukan untuk menentukan terapi yang sesuai. Pada pasien diberikan terapi berupa Captopril 3x12,5 mg, bisoprolol 1x2,5 mg, inj. Furosemid 40 mg/12 jam. Pemberian ini sudah sesuai dengan panduan dimana pada pasien gagal
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015| 57
Chofi | Congestive Heart Failure Fungsional Class NYHA III and Pulmonary Edema
jantung dengan fungsional class I-IV diberikan ACEi atau ARB dengan ditambahkan β-blocker. Captopril merupakan golongan Angiotensin Converting Enzim Inhibitor (ACEI). Dosis awal captopril adalah 3x6,25 mg dan dosis maksimal sebesar 3x50 mg. Sehingga dosis 3x 12,5 mg masih merupakan rentang dosis terapi.7,11-12 ACEI dapat menurunkan resiko kematian dan menurunkan lama rawat inap. ACEI bekerja dengan mensupresi angiotensin dan kinin. Penggunaan ACEI dapat digunakan
pada kasus gagal jantung ringan, sedang dan berat dengan atau tanpa penyakit arteri koroner. ACE inhibitor harus diresepkan pada semua pasien gagal jantung jika tanpa ada kontraindikasi.13-14 Pasien tidak diberikan ACE inhibitor jika terdapat angioedema. Pemberian ACEI dapat menyebabkan efek samping berupa batuk dan harus dilakukan pemantauan fungsi ginjal.6-7 Berikut adalah panduan pengobatan gagal jantung sesuai guideline ACCF/AHA 2013.7
7
Gambar 1. Penatalakasaan Gagal jantung
Selain itu pemberian ACEI atau ARB harus dikombinasikan dengan terapi βblocker.15-16 Penggunan β-blocker meiliki efek sinergis apabila dikombinasikan dengan ACEI.17 Pemberian β-blocker diawali pada dosis rendah kemudian dinaikan perlahan sambil memantau tanda vital dan gejala. Hal ini dikarena efek samping β-blocker berupa retensi cairan, bradikardia, blok jantung dan hipotensi.18-19 Dosis awal β-blocker adalah 1x1,25 mg dan dosis maksimal adalah 1x10 mg. Sehingga dosis yang diberikan pada kasus sebesar 1x2,5 mg adalah tepat.4,7,20 Pemberian loop diuretik berupa furosemid pada kasus sudah tepat hal ini didasarkan pada guideline yang menyatakan
bahwa gagal jantung yang disertai dengan overload cairan dan fungsional class 2-4 diberikan loop diuretik.7,21 Diurerik bermanfaat untuk mengatasi retensi cairan yang terjadi pada pasien gagal jantung. Pada pasien ini diberikan furosemid yang berkerja untuk menghambat reabsorpsi dari natrium atau klorida pada loop of henle sehingga termasuk dalam loop diuretik. Pemberian dosis furosemid dimulai dengan dosis 20-40 mg satu atau 2 kali sehari dengan dosis maksimal 600 mg/hari. Sehingga pemberian dosis 2x40 mg pada kasus sudah tepat. Pada pasien tidak diberikan digitalis karena masih menunnggu respon terapi sesuai panduan.
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015| 58
Chofi | Congestive Heart Failure Fungsional Class NYHA III and Pulmonary Edema
Apabila tidak berespon dapat diberikan digitalis.22-23 Pada pasien didiagnosa mengalami edema paru akibat gagal jantung. Berdasarkan Guideline ESC untuk pengobatan edema paru karena gagal jantung. Pada pasien diberikan pemberian 02 3l/mnt pemberian ini untuk menjaga SpO2 >90% agar tidak terjadi hipoksemia, selain itu untuk diberikan terapi loop diuretik yang sudah diberikan pada pasien ini.24 Pada pasien tidak diberikan opiate. Hal ini dikarenakan pada pasien tidak terdapat kecemasan dan depresi. Pemberian opiate pada pasien edema paru digunakan untuk mengurangi kedua kondisi tersebut. Selain itu opiate juga berfungsi sebagai venodilator, menurunkan preload dan menurunkan stimualsi simpatis. Pada pasien diberikan ISDN tab 2x2,5 mg. ISDN merupakan golongan nitrigliserin yang bekerja sebagai vasodilator yang menurunkan preload dan afterload serta meningkatkan stroke volume. Vasodilator baik diberikan pada pasien hipertensi dan harus dihindarkan pada pasien dengan sistol <110 mmHg. Dosis awal ISDN adalah 1mg/hari dengan dosis maksimal 10 mg/hari sehingga pemberian dosis 2x2,g mg masih dalam batas terapetik.25 Simpulan Penegakkan diagnosis pada kasus ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan. Penatalaksanaan congestive heart failure terdiri dari nonmedikamentosa dan medikamentosa. Penatalaksanaan nonmedikamentosa terdiri atas pengontrolan terhadap hipertensi dan kadar lipid, serta mengontrol kondisi lainnya yang dapat menyebabkan gagal jantung seperti obesitas, diabetes melitus, merokok dan alkohol. Penatalaksanaan medikamentosa diberikan kombinasi ACEI atau ARB dan βblocker, diuretik, vasodilator dan digitalis. Daftar Pustaka 1. Brashaers VL. Gagal jantung kongestif. Dalam: Brashaers VL. Aplikasi klinis patofisiologi, pemeriksaan dan manajemen. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2007. hlm. 53-5. 2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar. Jakarta:
3.
4.
5.
6. 7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; 2013. Rani A, Aziz. Gagal jantung kronik. Dalam: Panduan pelayanan medik, perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Jakarta: PB PAPDI; 2008. hlm. 54-6. Panggabean MM. Gagal jantung. Dalam: Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FK UI; 2006. hlm. 1503-4. Braunwald E. Heart failure and cor pulmonale. Dalam: Harrison’s principle of internal medicine. Edisi ke-16. Chicago: McGraw-Hill; 2005. hlm. 1367. Dayer M, Cowie MR. Heart failure: diagnosis and healthcare burden. Clin Med. 2004; 4(1): 13-8. Yancy CW, Bozkurt B, Butler J, Casey DE, Drazner MH, Fonarrow GC. 2013 ACCF/AHA guideline for the management of heart failure. Circulation. 2013; 128:240-327. He FJ, MacGregor GA. Effect of longerterm modest salt reduction onblood pressure. Cochrane Database Syst Rev. 2004; 3:CD004937. Strazzullo P, D’Elia L, Kandala NB. Salt intake, stroke, and cardiovascular disease: meta-analysis of prospective studies. Br Med J. 2009; 339:b4567. Gupta D, Georgiopoulou VV, Kalogeropoulos AP. Dietary sodium intake in heart failure. Circulation. 2012; 126:479–85. Flather MD, Yusuf S, Kober L, Pfeffer M, Hall A, Murray G, et al. Long-term ACEinhibitor therapy in patients with heart failure or left-ventricular dysfunction: a systematic overview of data from individual patients. ACE-Inhibitor Myocardial Infarction Collaborative Group. Lancet. 2000; 355(9215): 1575-81. McMurray J, Cohen-Solal A, Dietz R, Eichhorn E, Erhardt L, Hobbs FD, et al. Practical recommendations for the use of ACE inhibitors, beta-blockers, aldosterone antagonists and angiotensin receptor blockers in heart failure: putting guidelines into practice. Eur J Heart Fail. 2005; 7(5): 710–21. Verdecchia P, Sleight P, Mancia G. Effects of telmisartan, ramipril, and their combination on left ventricular hypertrophy in individuals at high vascular
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015| 59
Chofi | Congestive Heart Failure Fungsional Class NYHA III and Pulmonary Edema
14.
15.
16.
17.
18.
19.
risk in the ongoing telmisartan alone and in combination with ramipril global end point trial and the telmisartan randomized assessment study in ACE intolerant subjects with cardiovascular disease. Circulation. 2009; 120(14): 1380–9. Braunwald E, Domanski MJ, Fowler SE. Angiotensin-convertingenzyme inhibition in stable coronary artery disease. N Engl J Med. 2004; 351(20): 2058–68. Packer M, Coats AJ, Fowler MB. Effect of carvedilol on survival insevere chronic heart failure. N Engl J Med. 2001; 344(22): 1651–8. Poole-Wilson PA, Swedberg K, Cleland JG, Hanrath P, Komajda M, Lubsen J, et al. Comparison of carvedilol and metoprolol on clinical outcomes in patients with chronic heart failure in the Carvedilol Or Metoprolol European Trial (COMET): randomised controlled trial. Lancet. 2003; 362(9377): 7–13. Krum H, Roecker EB, Mohacsi P, Rouleau JL, Tendera M, Coats AJ, et al. Effects of initiating carvedilol in patients with severe chronic heart failure: results from the COPERNICUS Study. JAMA. 2003; 289(6): 712–8. Jondeau G, Neuder Y, Eicher JC, Jourdain P, Fauveau E, Galinier M, et al. BCONVINCED: Beta-blocker continuation vs. interruption in patients with Congestive heart failure hospitalized for a decompensation episode. Eur Heart J. 2009; 30(18): 2186–92. Packer M, Coats AJ, Fowler MB. Effect of carvedilol on survival insevere chronic
heart failure. N Engl J Med. 2001; 344(22): 1651–8. 20. Dungen HD, Apostolovic S, Inkrot S, Tahirovic E, Topper A, Mehrhof F, et al. Titration to target dose of bisoprolol vs. carvedilol in elderly patients with heart failure: the CIBIS-ELD trial. Eur J Heart Fail. 2011; 13(6): 670–80. 21. Eshaghian S, Horwich TB, Fonarow GC. Relation of loop diuretic dose to mortality in advanced heart failure. Am J Cardiol. 2006; 97(12): 1759–64. 22. Felker GM, Lee KL, Bull DA. Diuretic strategies in patients with acute decompensated heart failure. N Engl J Med. 2011; 364(9): 797–805. 23. Testani JM, Cappola TP, Brensinger CM. Interaction between loop diureticassociated mortality and blood urea nitrogen concentration in chronic heart failure. J Am Coll Cardiol. 2011; 58(4): 375–82. 24. Park JH, Balmain S, Berry C, Morton JJ, McMurray JJ. Potentially detrimental cardiovascular effects of oxygen in patients with chronic left ventricular systolic dysfunction. Heart. 2010; 96(7): 533–8. 25. McMurray JJ, Adamopoulos S, Anker SD, Auricchio A, Dickstein K, Falk V, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012: The task force for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012 of the European society of cardiology. Eur Heart J. 2012; 33(14): 1787–847.
J Medula Unila|Volume 4|Nomor 1|November 2015| 60