Characteristic of an Asymmetric Continuous Waves Propagation in Birefringent Two-Core Optical Fiber (TCF) Ahmad Ridwan1), Nugroho Adi Pramono2), Eny Latifah3) Jurusan FisikaFMIPA Universitas Negeri Malang Email :
[email protected]
ABSTRACT Nonlinear Schrodinger Equation is generally used to describe the propagation of waves in nonlinear medium. Propagation of waves in a two-core optical fiber can be described by the equations of coupled-mode Nonlinear Schrodinger (NLS). Previous research has done the asymmetric continuous waves propagation of visualization on a two-core optical fibers for linear polarization and circular polarization. Continuous wave propagation in optical fibers changes begin to linear, circular and elliptical (Agrawal, 2001). This research was conducted to interpret the asymmetric continuous wave propagation on two core optical fiber using coupled-mode Nonlinear Schrodinger equation for ellipse polarization. Form of the polarization caused by the coefficient cross phase modulation (XPM/σ) i.e. σ = 1 (ellipse-birefringence) (Li, j. H, 2013), with variations of the input power (P). Then Coupled-mode Nonlinear Schrodinger equation are characterized through the Matrix Laboratory (MATLAB) program and compared with the results of visualization for circular polarization (circularbirefringence/σ = 2). Based on the results mathematically by using continuous wave solution obtained minimal input power value (P ¬ min) to σ = 2 is smaller than σ = 1. MATLAB visualization results indicate changes in form if the input power is varied, the greater the input power then the peak of the waves changes from one core to core to another. It appropriate with the mathematical analysis based on continuous wave solutions. Keyword : Two-Core Optical Fiber (TCF), birefringent, coupled-mode nonlinier Schrodinger equation.
PENDAHULUAN Perkembangan kabel serat optik diawali dengan berkembangnya ilmu tentang soliton. Soliton adalah gelombang soliter (sebuah paket gelombang atau pulsa) yang bersifat stabil, terlokalisasi dalam ruang, tak menyebar, mempertahankan bentuknya sementara ia menjalar pada kecepatan konstan. Soliton disebabkan oleh efek nonlinier dan efek dispersif dalam medium. Solitonmunculsebagaisolusi tingkat luas dari persamaandiferensial parsialnonlinierdispersif yang menggambarkansistem fisik.Ada beberapa hal agar suatu gelombang dikatakan sebagai soliton, yang pertama adalah soliton merupakan gelombang dengan kondisi tetap meskipun mengalami perubahan baik secara spasial maupun temporal. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah fenomena soliton muncul ketika merambat pada medium dispersif nonlinier. Telah banyak dilakukan penelitian tentang serat optik, pada penelitian sebelumnya yaitu tentang efek dispersi intermodal (IMD) terhadap ketidakstabilan modulasi tanpa efek birefringence (J.H. Li dkk, 2011). Perkembangan selanjutnya dilakukan penelitian tentang interogasi dari sensor serat Birefringent
dengan nonreciprocal Phase Modulation (Wildermuth dkk., 2010). Penelitian tersebut mengabaikan efek birefringent terhadap ketidakstabilan modulasi pada serat dua inti. Juga telah ditulis tentang Panjang gelombang Tuning dan Polarisasi Kontrol dengan Filter Birefringent Terpadu untuk Quantum Cascade Laser (Dhirhe, 2013). Pada penelitian tersebut difokuskan kepada desain bahan serat optik dengan memperhatikan efek polarisasi (birefringent). Pada optik, efek dari dispersi intermodal (IMD) dan efek birefringent selalu ada pada TwoCore Optical Fiber (TCF) (J.H Li, 2013). Jin Hua Li menyatakan bahwa ada perbedaan pada spektrum ketidakstabilan modulasi zero-birefringent, linierbirefringent dan circular-birefingent TCF, dimana birefringent merupakan efek polarisasi. Perambatan gelombang dalam serat optik dapat di interpretasikan oleh persamaan Schrodinger Nonlinier. Ketika sinyal gelombang kontinyu asimetris dimasukkan dalam serat optik dengan arah polarisasi tertentu maka di dalam serat akan mengalami perubahan dari linier menjadi elips, elips
1
menjadi lingkaran, sampai menjadi linier kembali (Agrawal, 2001). Beberapa penelitian telah mendeskripsikan perambatan gelombang dalam serat optik menggunakan persamaan Schrodinger nonlinier (NLS), tetapi belum menyajikan bentuk visualisasi perambatan gelombang dalam serat optik untuk bentuk polarisasi elips. Perubahan bentuk polarisasi dikarenakan koefisien atau parameter cross phase modulation ( XPM, =1 untuk ellip-birefringence dan =2 untuk circular-birefringence ). Peneliti bermaksud untuk mendeskripsikan perambatan gelombang kontinyu dalam serat optik dua inti dengan menggunakan persamaan Schrodinger Nonlinier coupled-mode dan memvisualisasikan bentuk polarisasi elips dengan menggunakan program Matrix Laboratory (MATLAB) serta membandingkan dengan hasil visualisasi bentuk polarisasi melingkar guna mendapatkan karakteristik perambatan gelombang kontinyu asimetris dalam serat optik dua inti. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang berjudul “Karakteristik Perambatan Gelombang Kontinyu Asimetris pada Birefringent Two-core Optical Fiber (TCF)”.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. NLS Variasi Daya Masukan Dari persamaan coupled-mode Schrodinger Nonlinier memiliki solusi untuk keadaan gelombang kontinyu asimetris sebagai berikut a 1 x A1 exp ik 1 z , a 2 x A 2 exp ik 1 z a 1 y B 1 exp ik 2 z
a 2 y B 2 exp ik 2 z
,
(1)
Dengan amplitudo dan konstanta perambatan A1 A 2
B1
C x C y
1
B2
A1
2
, B1 B 2
C x C y
C y C x
A1
C x C y
1
1 C x Cx Cy
,
(2)
,
Dan k1
2
P, k 2
1 C y
(3)
P,
Cx Cy
Dimana P A1 2 B 1 2 A 2 2 B 2 2 adalah daya total dan syarat dari persamaan (2) adalah C C untuk 0 1 dan C C x untuk C C x
x
x
y
y
1.
Daya total yang diperlukan untuk mendukung solusi gelombang kontinyu asimetris yang diberikan oleh persamaan (1) - (3) harus memenuhi:
METODE EKSPERIMEN Penelitian karakteristik masukan gelombang kontinyu asimetris pada birefringent two-core optical fiber (TCF) merupakan penelitian pengembangan visualisasi model fisis. Model fisis yang dipilih adalah karakteristik ketidakstabilan modulasi akibat efek birefringence pada two-core optical fiber (TCF). Penggambaran matematis dari model fisis tersebut menggunakan persamaan Schrodinger nonlinier (persamaan coupled-mode), untuk kasus birefringent pada TCF dikembangkan dengan menggunakan metode stabilitas linier, yaitu dengan solusi gelombang kontinyu asimetris. Selanjutnya menggunakan analisis ketidakstabilan modulasi. Adapun pendekatan dari penelitian adalah melihat karakteristik ketidakstabilan modulasi pada efek birefringence. Sehingga diperoleh hasil daya masukan yang berbeda pada setiap bahan serat. Berdasarkan solusi Shrodinger nonlinier dengan parameter XPM (cross phose modulation) yang telah ditentukan dilakukan visualisasi. Metode visualisasi yang dipilih untuk menggambarkan evolusi masukan gelombang kontinyu asimetris, menggunakan paket program Matlab 2010. Visualisasi masukan gelombang kontinyu asimetris ditunjukkan dalam dua keadaan yaitu pada dispersi anomali dan dispersi normal.
2
2
2
P A1 B 1 A 2 B 2
Pmin 2
2
1
Cx Cy C x C y
A
2
A2
1
2
Cx Cy
(4) Total daya yang diberikan P Pmin , distribusi daya di dua komponen polarisasi setiap inti adalah 2
A1 2
B1 2
A2
B2
2
1
C x C y
P 2 1 C x C y C y C x
P 2 1 C x C y C x C y
P 2 1 C x C y C y C x
P 2 1 C x C y
P Pmin 2
(5)
(6)
(7)
(8)
2
P Pmin
2
P Pmin
2
2
2
P
2
Pmin
2
Dan rasio energi antara dua core adalah 2
2
2
2
A1 B 1 A2 B 2
P P
Dimana
P
2
P
2
R
Pmin
2
Pmin
2
P Pmin
total pada daya minimum.
2
R R
R
2
R
2
1 1
,
(9)
adalah normalisasi daya
Disini perlu dicatat bahwa: Menggunakan keadaan gelombang kontinyuasimetris khusus yang diberikan persamaan (1) - (4) sudah cukup untuk mempelajari birefringent TCF. C x C y pada keadaan P P , A A , min
1
2
1
2
perambatan sepanjang Lc. Sumbu k merupakan interpretasi dari waktu perambatan gelombang kontinyu dalam serat optik. Berdasarkan Gambar 1 diperoleh jumlah peak pada core 1 untuk arah polarisasi “x” dan “y” adalah simetri. Hal itu juga terjadi pada core 2, tetapi core 2 memiliki jumlah peak lebih banyak.
simetris/anti simetris diperoleh. Sementara keadaan-keadaan gelombang kontinyu simetris dan antisimetris akan diabaikan dalam hal ini, karena keadaan ini sama dengan analisis pada zero-birefringence, seperti pada penelitian sebelumnya. daya minimum
Pmin 2
Cx Cy
1
60
60
-1 -1 3 (kW.m) , Cx=Cy=200 m , C1=0, P= 160 kW dan
1
60
(a)
Gambar 2 merupakan hasil visualisasi dengan variasi P = 160 kW menunjukkan adanya penambahan jumlah peak pada core 1 dan penurunan jumlah peak pada core 2. Selain itu pada core 2 juga mengalami penurunan intensitas dan pada core 1 intensitas semakin besar. Pada masing-masing core untuk arah polarisasi “x” dan “y” adalah simetri.
60 0 -60
l
0
-60
Gambar 2. Karateristik masukan gelombang kontinyu pada birefringent TCF dengan parameter 2 0 . 02 ps2m-1,
k
0
60
0 -60
B. Visualisasi dengan variasi parameter XPM 1 (ellipse-birefringence)
-60
0
-60
, sangat sensitif
terhadap XPM, sehingga daya minimum yang dibutuhkan untuk ellips-birefringence TCF 1 lebih tinggi dibandingkan dengan circularbirefringence TCF 2 .
m
60
0 -60
(c)
60 60
0 -60
(b)
0 -60
(d)
60
60
0
0
-60
Gambar 1. Karateristik masukan gelombang kontinyu pada birefringent TCF dengan parameter 2 0 . 02 ps2m-1,
-60
-1 -1 3 (kW.m) , Cx=Cy=200 m , C1=0, P= 150 kW dan
1 60
60
Gambar 1 (a) dan (b) merupakan perambatan gelombang kontinyu asimetris pada core 1, (a) menunjukan perambatan gelombang kontinyu asimetris arah polarisasi “x” pada core 1 dan (b) menunjukan perambatan gelombang kontinyu asimetris arah polarisasi “y” pada core 1. Sedangkan Gambar 1 (c) dan (d) adalah perambatan gelombang kontinyu asimetris pada core , (c) menunjukan perambatan gelombang kontinyu asimetris arah polarisasi “x” pada core 2 dan (d) menunjukan perambatan gelombang kontinyu asimetris arah polarisasi “y” pada core 2. Sumbu m menginterpretasikan besar intensitas medan listrik yang merambat pada serat optik dua core. Sumbu l menginterpretasikan jarak
0
0 -60
-60
Gambar 3. Karateristik masukan gelombang kontinyu pada birefringent TCF dengan parameter 2 0 . 02 ps2m-1, -1 -1 3 (kW.m) , Cx=Cy=200 m , C1=0, P= 170 kW dan
1
Gambar 3 merupakan hasil visualisasi dengan variasi P = 170 kW menunjukkan adanya penambahan jumlah peak pada core 1 dan pada core 2 tidak terbentuk peak gelombang. Pada masing-masing core untuk arah polarisasi “x” dan “y” adalah simetri. Dengan variasi daya input, Gambar 1 - 3 terjadi perubahan perambatan gelombang kontinyu di dalam serat optik dua core. Perubahan perambatan 3
gelombang kontinyu dalam serat optik dua core pada masing-masing core dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
asimetri. Pada core 1 untuk arah polarisasi x terdapat satu peak dan untuk pada arah polarisasi y tidak terdapat peak. Sedangkan pada core 2 arah polarisasi “x” dan “y” adalah simetri. Core 2 memiliki jumlah peak lebih banyak.
Tabel 1. Hubungan Daya Input dengan Jumlah Peak pada Masing-masing Core untuk σ = 1 jumlah peak pada :
Daya input (kW) 150 152
C1x 3 1
C1y 3 1
C2x 10 12
C2y 10 12
154 156 158 160 165 170
3 5 6 7 9 16
3 5 6 7 9 16
10 5 5 4 2 0
10 5 5 4 2 0
60
60
0
0 -60
-60
60
60
0
0 -60
-60
Gambar 5. Karateristik masukan gelombang kontinyu pada birefringent TCF dengan parameter 2 0 . 02 ps2m-1, -1 -1 3 (kW.m) , Cx=Cy=200 m , C1=0, P= 107 kW dan
Catatan :
C1x = core 1 untuk arah polarisasi x C1y = core 1 untuk arah polarisasi y C2x = core 2 untuk arah polarisasi x C2y = core 2 untuk arah polarisasi y
2
Gambar 5 merupakan hasil visualisasi dengan variasi P= 107 kW diperoleh jumlah peak pada core 1 dan core 2 untuk arah polarisasi “x” dan “y” adalah simetri. Core 2 memiliki jumlah peak lebih sedikit. Ketika daya input diperbesar menjadi P= 107 kW, jumlah peak pada core 1 mengalami penambahan sedangkan pada core 2 mengalami penurunan.
C. Visualisasi dengan variasi parameter XPM 2 (circular-birefringence) Keterangan gambar untuk hasil visualisasi bentuk polarisasi melingkar sama dengan Gambar 1, yaitu terdapat empat gambar yang mendeskripsikan perambatan gelombang kontinyu pada serat optik dua core untuk masing-masing arah polarisasi. Berikut adalah hasil visualisasi perambatan gelombang kontinyu pada serat optik dua core untuk bentuk polarisasi melingkar/circular-birefringence (σ = 2) dengan variasi daya input :
Gambar 6. Karateristik masukan gelombang kontinyu pada birefringent TCF dengan parameter 2 0 . 02 ps2m-1,
60
60
-1 -1 3 (kW.m) , Cx=Cy=200 m , C1=0, P= 117 kW dan
0
0 -60
-60
2
60
60
0 -60
Gambar 6 adalah hasil visualisasi dengan variasi P = 117 kW diperoleh jumlah peak pada core 1 untuk arah polarisasi “x” dan “y” adalah asimetri. Sedangkan pada core 2, arah polarisasi “x” dan “y” adalah simetri, core 2 memiliki jumlah peak lebih sedikit. Ketika daya input diperbesar menjadi P= 107 kW, jumlah peak pada core 1 mengalami penambahan sedangkan pada core 2 mengalami penurunan. Berikut adalah tabel hubungan daya input dengan jumlah peak untuk circular-birefringence :
0 -60
Gambar 4. Karateristik masukan gelombang kontinyu pada birefringent TCF dengan parameter 2 0 . 02 ps2m-1, -1 -1 3 (kW.m) , Cx=Cy=200 m , C1=0, P= 80 kW dan
2
Gambar 4 merupakan hasil visualisasi dengan variasi P = 80 kW diperoleh jumlah peak pada core 1 untuk arah polarisasi “x” dan “y” adalah 4
1.
Tabel 4.2 Hubungan Daya Input dengan Jumlah Peak pada Masing-masing Core untuk σ = 2 jumlah peak pada : Daya input (kW) C1x C1y C2x C2y 78
3
2
12
12
79
1
1
11
11
80
1
0
11
11
83
2
2
10
10
85
3
3
9
9
87
10
10
7
7
97
14 7
6 6
5 4
5 4
107 117 Catatan :
2. 3.
SARAN Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan deskripsi secara jelas makna dari hasil visualisasi MATLAB. Secara analisis matematik sebaiknya ditemukan persamaan yang menunjukkan pada jarak Lc keberapa muncul gelombang sehingga menjadi alasan yang sesuai dengan hasil MATLAB.
10 7 3 3 C1x = core 1 untuk arah polarisasi x C1y = core 1 untuk arah polarisasi y C2x = core 2 untuk arah polarisasi x C2y = core 2 untuk arah polarisasi y
DAFTAR RUJUKAN Hidayat, Arif. 2008. Sistem komunikasi. Malang : Universitas Negeri Malang (UM) Press. Hidayat, Arif. 2005. Soliton Optik. Malang : Universitas Negeri Malang (UM) Press.
Berdasarkan Tabel 4.1 dan 4.2 semakin besar daya input maka perambatan gelombang kontinyu asimetris akan berubah dari core yang satu ke core yang lain. Hal ini sesuai dengan Persamaan (1) - (8). Jika Persamaan (5) – (8) disubstitusi ke Persamaan (1), maka akan diperoleh persamaan dibawah ini: a1x
C x C y P 2 1 C x C y
a1 y
C y C x P 2 1 C x C y
C x C y
P Pmin 2
P Pmin 2
2
2
exp ik 1 z
Agrawal, Govind P. 2001. Nonlinier Fiber Optics. USA. Academic Press Boyd, Robert W. 2007. Nonlinier Optics. NewYork. Academic Press
(10) Wildermuth S, Bohnert K, dan Brandle H. 2010. Interrogation of a Birefringent Fiber Sensor by Nonreciprocal Phase Modulation. IEEE Photonics Tenhnology Letters, Vol. 22, NO. 18, September 15, 2010.
exp ik 2 z
(11)
a2 x
P 2 1 C x C y
2 2 P Pmin exp ik 1 z
a2 x
C y C x P 2 1 C x C y
2 2 P Pmin exp ik 2 z
Daya masukan mempengaruhi perambatan gelombang dalam serat optik masing-masing core. Semakin besar daya masukan diberikan maka ketidaknonlinieran semakin besar. Untuk daya minimal pada ellipse-birefringent (σ=1) memiliki nilai lebih besar dari pada circular-birefringent (σ=2).
(12)
Li, J.H, Chiang K. S dan Chow K.W. 2011. Modulation Instabilities in birefringent Two-core Optical Fibers, J. Opt. Soc. Am B 28, 1693-1701.
(13)
Dari persamaan (10) – (13) terlihat bahwa daya berpengaruh terhadap perambatan gelombang pada masing-masing core. Jika daya semakin besar maka besar medan listrik pada core juga akan semakin besar. Dan dari hasil visualisasi sudah sesuai dengan perhitungan secara matematis.
D. Dhirhe, T.J. Slight, B.M. Holmes, D.C. Hutchings, dan C.N. Ironside. 2013. Wavelength Tuning and Polarisation Control With an Integrated Tunable Birefringent Filter for Quantum Cascade Lasers (IEEE 2013).
KESIMPULAN Berdasarkan hasil pembahasan untuk persamaan Shrodinger nonlinier dengan menggunakan solusi gelombang kontinyu, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
Tani. F, Travers. J.C dan Russell Philip St.J. 2013. Modulation instability in the sub-cycle regime (IEEE 2013).
5