Pendekar Bego Saduran : Can Kontributor : aaa Dimhader Final edit & Ebook pdf oleh : Dewi KZ Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/ http://cerita-silat.co.cc/ http://kang-zusi.info
Catatan :
Cerita silat ini setting ceritanya hampir sama dengan cerita silat SI DUNGU yang disadur oleh Chung Sin, tetapi nama –nama lakonnya berbeda.
Jilid 1
HUJAN deras menimpa sebuah jalan pegunungan yang berlumpur, air yang deras membuat jalan jadi becek dan sukar dilewati.
Tanah perbukitan di propinsi Su cusu memang tersohor karena sulitnya untuk dilewati, sebuah jalan kecil yang meliuk liuk terbentang jauh ke depan, menghubungkan tempat itu dengan Kiam bun kwan, selewatnya Kwan bun kwan, orang akan sampai di Kiam khek.
Seorang laki laki bercaping lebar sedang melakukan perjalanan melalui jalan becek itu, hujan sangat deras, cuaca amat berkabut, orang itu menengadah dan memandang sekejap ke depan.
Usianya masih sangat muda, baru dua puluh tahunan sayang tampangnya jelek, mulutnya moncong keluar seperti mulut babi, hidangnya pesek, matanya menongol keluar dengan kening yang sempit.
Cuma, dia mempunyai sepasang mata yang menawan, sinar mata yang jujur membuat orang menaruh kesan baik kepadanya.
Dia mengangkat kepalanya sebentar, disekanya air hujan yang membasahi wajahnya lalu menggeleng kepalanya.
"Tidak keburu, tidak keburu, aai . . . . tak akan sampai ke tempat tujuan, celaka, bagaimana baiknya" berulang kali.
Dengan gelisah ia bergumam sendiri sementara sang kakinya tak pernah berhenti, selangkah demi selangkah berjalan terus ke muka.
Selangkah sesaat kemudian, cahaya api tampak secara lamat lamat di depan sana. Pemuda itu jadi gembira kembali gumamnya:
"Waah .... untung ada pondokan didepan sana, yaa, toh tak bakal sampai di tempat tujuan, kenapa aku tidak berteduh dulu disitu?" Langkahnya lantas dipercepat untuk menghampiri tempat itu.
Udara semakin lama semakin gelap. hujan turun semakin deras, dari kejauhan terdengar suara gemuruh air yang memekikkan hati, bikin orang merasa ngeri.
Kurang lebih setengah li kemudian si pemuda melihat cahaya api didepan sana makin dekat dan nyata.
Selain itu, diapun menemukan sebuah kuil bobrok yang berwarna kelabu.
Dalam dua tiga langkah, sipemuda sudah sampai di depan kuil, lalu mendorong pintu kuil yang bobrok dan masuk ke dalam.
Ruang kuil sangat kotor, suara hujan yang berderai masih terdengar nyaring, toh itu lebih baik daripada kehujanan di luar.
Sambil menghembuskan papas lega sipemuda melepaskan topi lebarnya, ia melihat disudut ruangan ada api unggun, rupanya cahaya api inilah yang terlihat dari tempat kejauhan tadi.
Disekitar api unggun duduk tiga orang sedang menghangatkan badan, ketiga orang itu duduk dengan punggung menghadap ke pintu dan wajah menghadap ke dinding, rupanya kehadiran sipemuda tidak diketahui mereka bertiga, sebab tak seorangpun yang menggerakkan badannya
"Heeehhh .... heeehhh. . . heeehhh. . . permisi, aku numpang berteduh, boleh kan?" pemuda itu cengar cengir sambil tertawa lirih.
Tiada jawaban dari ketiga orang itu, yang terdengar hanya deraian air hujan diluar ruangan.
Baru kali ini pemuda tersebut mengembara, tapi dia tahu watak orang persilatan rata rata memang aneh, diapun mengerti kalau tak ingin mencari penyakit lebih baik jangan banyak bicara.
Maka sewaktu orang membungkam, diapun tidak banyak bicara lagi, sambil mundur kembali ke sudut ruangan matanya mulai celingukan kesana ke mari, dan akhirnya mata itu berhenti pada patung arca yang dipuja dalam kuil itu.
Tiba tiba ia melongo, patung itu tampak seperti hidup, seperti orang hidup duduk dimeja pujaan.
Lama sekali pemuda itu awasi patung tersebut dengan sinar mata ragu, tapi toh gagal untuk mengetahui patung dari tanah liatkah atau orang hidup yang ada disitu.
Dia ingin main ke depan sana dan merabanya, tapi kuatir ditertawakan tiga orang itu, maka yang dapat dilakukan hanya mengawasi saja dengan seksama.
Cuaca waktu itu sudah gelap. tapi di tengah kuil masih bisa melihat benda lainnya berkat pancaran api dari onggokan api unggun itu, ketika cahaya api meninpa di wajah patung, gelap gelap terasa di wajah itu makin lama semakin hidup,
Patung itu adalah patung seorang laki laki berusia empat puluh tahunan, sebuah sarung pedang yang besarnya luar biasa tersoren di pinggangnya. sarung itu sangat jelek, pedangnya sudah hilang, mungkin sudah dicuri orang.
Beberapa kejap anak muda itu mengawasi sarung rongsokan itu, akhirnya dia yakin kalau patung itu sungguhan, karena sarung pedangnya sudah lapuk. malah disana sini ada lubang bekas dimakan rayap. kalau bukan barang kuno tak mungkin jadi begitu rupa.
Keheningan meliputi ruangan itu, hanya suara hujan diluar sana masih kedengaran nyaring, suara lain hampir tak kedengaran.
Api dari onggokan api unggun mulai padam, namun tiga orang yang duduk disampingnya masih belum juga bergerak.
Dengan padamnya api unggun, suasana jadi gelap. dan hawa dingin mulai merasuk ketulang sumsum.
Beberapa kali si pemuda mengendalikan perasaannya, tapi lama kelamaan ia tak betah maka ujarnya kemudian.
"saudara bertiga, aku she Ong bernama It sin, selewatnya Kiam bun kwan, perkampungan Li-keh ceng yang ada dalam selat Li hu kok adalah milik pamanku, Gin sin (dewa perak) Li Liong."
Begitu berbicara, Ong It sin lantas menyingsung nama "Gin sin" Li Liong, hal ini bukan karena dia sok pamer atau sok menonjolkan nama besar pamannya.
Yaa, Dewa perak Li Liong selain seorang hartawan di wilayah Cuan-pak. dia pun terkenal sebagai tokoh persilatan yang di segani dalam wilayah su cuan, boleh dibilang semua orang persilatan yang meliwati Kiam bun kwan, tentu akan masuk ke lembah Li bu kok dan mengunjungi Li keh ceng.
Perduli Dewa perak Li Liong akan menyambut kedatangan mereka atau tidak- semua orang merasa berkewajiban untuk berbuat demikian.
Ong It sin melihat tiga orang itu berpakaian ringkas, dia tahu mereka adalah orang persilatan maka nama pamannya lantas disinggung singgung .... Tapi apa yang terjadi? Tiga orang itu masih tetap duduk. sedikitpun tidak bergerak. Maka Ong It sin kembali tertawa cengar cengir:
"Aku mendapat perintah pamanku untuk mengajarkan suatu tugas besar, paman suruh aku tiba kembali di perkampungan sebelum lewat malam ini, tapi hujan begini deras, aku tak bakal sampai dirumah, paman tentu akan memaki si tolol lagi kepadaku, heeehh ... .heehh. . . heeehh. . . tentunya kalian tak akan ikut mentertawakan bukan?"
Segudang sudah kata-kata yang berhamburan dari mulut si pemuda, ibiratnya berondongan senapan mesin, tapi ketiga orang itu masih duduk tak bergerak. Ong It sin jadi malu sendiri, dia tertawa jengah:
"saudara, coba lihat api sudah padam, aku tambahkan kayu bakar yaa?"
Dalam ruang kuil tidak tersedia kayu maka dia mengambil sebuah meja, mematahkan kakinya dan kayu itu dimasukkan kedalam onggokan api.
Kayu itu masih tergenggam kencang, belum juga kelima jari tangannya melepas kayu tersebut sekujur badannya tiba-tiba jadi kaku.
Seketika itu juga ia merasa tenggorokannya kering, bulu kuduknya pada berdiri, dia ingin berteriak namun tak sepotong suarapun meluncur keluar, dia ingin ambil langkah seribu, tapi kakinya tidak turut perintah lagi, yang bisa lakukan hauya berdiri kaku disitu dengan badan gemetar keras.
Api yang hampir padam membiarkan cahaya berwarna merah membara, tapi justru karana itu, tampang ketiga orang itu tampak lebih mengerikan.
Ong It sin menyangka tiga orang itu hanya duduk saja tanpa berkutik, tapi sekarang dia baru tahu, kalau sudah mati, bukan saja sudah mati bahkan kematiannya mengerikan. kulit wajahnya sudah disayat orang sehingga yang tertinggal kini hanya daging merah darah yang amat menjijikan, bikin orang jadi ngeri dan mual.
Entah beberapa lama Ong It sin berdiri disitu akhirnya kaki yang lemas mulai bertenaga lagi, cepat cepat dia mundur dua langkah.
Segulung angin berhembus lewat menyingkap pintu kuil hingga terbuka, Ong It sin merasa punggungnya seolah-olah ditumbuk orang, ia menjerit kaget dan nyaris jatuh pingsan, cepat dia berpaling hujan masih berderai dengan derasnya diluar.
Cepat cepat pintu ditutup kembali kemudian di awasinya tiga orang itu sekali lagi, kini ia dapat melihat dandanan mereka dengan jelas, terutama ikat pinggang warna emas yang melilit pinggang mereka, penemuan ini membuat hatinya makin terperanjat.
Sebenarnya, ia tak mengira kalau ketiga orang itu adalah orang orang yang dikenalnya, maka dandanan mereka tidak terlalu diperhatikan, tapi setelah menjumpai ikat pinggang emas sebera dikenalnya sebagai tanda pengenal dari jago jago Li-keh ceng.
Dewa perak Li Liong adalah seorang hartawan, ilmu silatnya juga tinggi, banyak orang persilatan yang sering berkunjung keperkampungan Li keh-ceng, malah ada dua sampai tiga puluh orang jago lihay yang berdiam di perkampungan itu sebagai tamu, karena dipercayai oleh Li Liong, masing-masing diberi hadiah sebuah ikat pinggang emas.
Siapa orang yang pernah menerima hadiah ikat pinggang emas akan merasakan hal itu sebagai kebanggaan mereka selalu mengena-kannya dimanapunjua, sebab itu cukup sekilas pandang Ong It sin telah mengenalinya sebagai jago jago dari Li keh-ceng.
Walaupun Ong It sin adalah keponakan Dewa perak Li Liong, lantaran mukanya jelek, sikapnya ketolol-tololan, kadang kala kalau bicara selalu panjang lebar tak habis habisnya, tak ada orang yang senang bergaul dengannya, lebih-lebih Li Liong, ia sering membentak dan menjadikannya seperti pelayan.
Bisa dibayangkan, kedudukannya dalam keluarga Li tentu saja tak akan lebih tinggi dari dua tiga puluh orang tamu kampung yang memakai ikat pinggang emas itu.
Dan sekarang, tiga orang tamu kampung-nya ditemukan mati dalam kuil bobrok, bahkan kulit muka mereka disayat orang, teringat kalau diapun seorang anggota perkampungan Li keh ceng, rasa ngeri dan seram yang mencekam hatinya sukar di lukiskan lagi.
Lama sekali si pemuda termangu, pelan-pelan keberaniannya terhimpun kembali, dia putar badan dan lari kepintu, lalu pintu dibuka sekuat tenaga dan kaburlah dia keluar.
Dia tahu, kematian dari tiga orang tamu kampungnya di kuil tersebut merupakan suatu kejadian yang maha besar, dia harus pulang kampung dergan menempuh hujan yang bagaimana deraspun, maka tanpa berpikir panjang ia kabur keluar. Tapi baru selangkah dia keluar dari pintu, anak muda itu kembali tertegun. Paras mukanya berubah sangat hebat, malah jauh lebih ketakutan daripada sewaktu menemukan kulit muka tiga orang yang tersayat orang.
Kegelapan hampir mencekam seluruh jagad, hari hujan begini, tapi diantara titik titik air hujan yang turun dengan derasnya terbias sebercak cahaya, dengan perantara cahaya itu semua pemandangan disekelilingnya dapat terlihat jelas.
Di depan pintu itulah ia melihat sesuatu, sesosok marusia berdiri kaku tepat dihadapannya, sepintas lalu orang itu kelihatan seperti perempuan karena rambut yang panjang hampir sebatas pinggang, tubuhnya kurus lagi jangkung, sepasang tangannya terjulur ke bawah, dia berdiri kaku disitu tanpa bergerak. persis separti sesosok mayat hidup, Ong It sin gelagapan setengah mati, maksud hati pingin kabur secara cepatnya dari situ, tapi kakinya terasa lemah badannya jadi gontai, akhirnya dia tak mampu berdiri dan "Bluuuk" badannya jatuh terduduk ditanah.
Beberapa kali dia bermaksud untuk berdiri tapi tak bertenaga untuk bangkit dia ingin menegur orang itu manusiakah, Apa setankah? Tapi hanya bibirnya yang terbuka, air hujan membasahi namun tak sepotong perkataanpun yang melompat keluar.
Bayangan manusia itu mulai bergerak. sewaktu beranjak sepasang kakinya tidak tampak menempel tanah, pada hakekatnya dia melayang ke dalam hanya sekali berkelebat tahu tahu sudah masuk ke dalam kuil bobrok itu.
Ketika ia lewat disamping Ong It sin, anak muda itu merasakan kedinginan yang merasuk ketulang sumsum, hampir saja tubuhnya membeku.
Tapi agak lega juga hatinya karena bayangan yang manusia bukan manusia, setan bukan. setan itu tidak melakukan sesuatu terhadapnya sambil menghembuskan napas lega buru buru dia berdiri.
Tiba tiba dari depan sana muncul kembali dua sosok bayangan putih, dengan gerakan yang aneh mereka menghampiri ke arahnya.
Ong It sin mengeluh, kakinya kembali jadi lemas hampir saja ia terjatuh ke tanah.
Dalam waktu singkat kedua sosok bayangan putih itu sudah melintas disamping Ong It sin, ketika lewat disisinya tiba tiba mereka berpencar satu ke kiri yang lain ke kanan masing-masing menekan sebelah bahu pemuda itu.
Sekujur badan Ong It sin gemetar keras, giginya bergemerutukan karena saling beradu, dalam kegelapan ia rasakan betapa tajamnya sepasang mata manusia berbaju putih itu, bukan saja bencana tajam bahkan memancarkan sinar menggidikkan, ibaratnya bola mata setan yang menyambar-nyambar.
Begitu mereka tekan sepasang bahu Ong It sin. kelima jari tangannya lantas menggenggam, otomatis anak muda itu terangkat keudara.
Dalam keadaan beginilah, tiba-tiba dari dalam ruangan kuil menggema serentetan suara yang menggidikkan hati:
"Orang itu adalah keponakan Li Liong, jangan kalian menyusahkan dirinya, biarkan ia sampaikan berita ini kepada keluarganya agar mereka jangan anggap kita Ciong lay su sha (empat sesat dari Ciong lay) sebagai manusia rendah yang beraninya cuma main sembunyi"
Kedua orang manusia berbaju putih itu mengendorkan cengkeramannya setelah mendengar perkataan itu, kali ini Ong It sin tak mampu berdiri tegak lagi ....."Blam" ia jatuh terduduk di tanah.
Sekarang dia sudah tahu, beberapa orang manusia yang aneh dan sakti itu bermaksud mencari gara-gara dengan perkampungan Li keh ceng.
Mereka bernama Ciong lay su shia, tentu saja terdiri dari empat gelintir manusia.
Yang ia temui sekarang baru tiga orang, itu berarti masih ada seorang lagi, tanpa sadar pemuda itu berpikir:
"Aduuh mak .....kalau tidak kabur, memangnya aku tunggu disembelih mereka dulu?"
Cepat-cepat dia berpaling, onggokan api unggun dalam ruang kuil telah padam, yang terlihat hanya kegelapan yang menggidikkan hati.
Ong It sin tak berani berdiam lebih lama lagi, dia mengambil langkah seribu dan melarikan diri terbirit-birit dari sana.
Tiga lima li kemudian, hujan sudah mulai reda, ketegangan yang mencekam perasaannya juga mulai hilang, sementara Kiam bun kwan telah muncul di depan mata.
Ong It sin tak berani berhenti, sesudah melewati Kiam bun kwan, hampir boleh dibilang ia menggelundung turun ke bawah bukit.
Setelah hujan berhenti, awan hitam di angkasapun mulai membuyar, rembulan muncul di balik awan memancarkan sinarnya ke seluruh jagad.
Dimana-mana kelihatan aliran air yang menderas, selokan-selokan kecil muncul disana sini, berliuk liuk dan tersebar dari atas sampai ke bawah bukit, ibaratnya puluhan ekor ular perak yang sedang merambat.
Menelusuri sebuah jalan gunung yang curam dan terjal Ong It sin turun kebawah bukit, baru sampai ditengah jalan, tiba tiba bentakan nyaring menggelegar di udara: "siapa disitu?"
Ong It sin menghembuskan napas lega setelah mendengar bentakan itu, tangan yang masih memegang rotan hampir saja terlepas.
"Aku. . . aku adaah Ong It sin" "cepat sahutnya.
Doa sosok bayangan manusia muncul dari belakang batu cadas, kedua orang itu mempunyai perawakan yang tinggi kekar, pakaiannya ringkas, ikat pinggang emas melilit dipinggangnya, delapan belah pisau terbang yang tujuh inci panjangnya
serta membiaskan cahaya tajam terselip disekeliling pinggangnya itu. semakin lega hati Ong It sin setelah menjumpai kedua orang itu
"Aduh mak. untung nyawaku dapat kurebut kembali .... coba kalau kena dipelintir kepalaku .... wah, wah kabur sudah nyawaku ini" demikian pikirnya di hati. Dengan napas terengah engah dan wajah sepucat ia berdiri termangu-mangu disitu.
Belum sempat ia buka suara, ketika dua orang laki laki kekar itu sudah berkata sambil tertawa:
"oooh. . . rupanya ong sauya, tadinya kukira ada jago persilatan yang amat lihay telah berkunjung kesini, .....sia sia kalau begitu rasa tegang kami barusan Waab, Ong sauya Hebat betul ilmu silatmu sekarang, terutama ilmu meringankan tubuhmu sewaktu menuruni bukit tadi Haaahh. . . haaahhh. . . haaahhh. . ."
Padahal untuk menuruni bukit tadi Ong It sin boleh dibilang meluncur bebas tanpa bisa ditahan seandainya tangannya tidak cepat-cepat menyambar rotan yang tumbuh disekitar sana, entah tubuhnya akan terlempar sampai berapa jauh lagi. Maka sudah barang tentu perkataan dari dua orang laki laki itu pada hakekatnya bermaksud mengejek dan menggodanya habis habisan.
Betul juga, selesai mengucapkan kata-kata itu, mereka lantas tertawa berderai derai.
Ong It sin sudah terbiasa diejek dan dipermainkan orang, godaan tersebut dianggap sepi olehnya, malahan sambil goyangkan tangannya berulang kali ia bersuara: "Aduuh celaka, celaka...."
Memandangi sekujur badan dan wajah Ong It sin yang kotor oleh lumpur, kedua orang laki-laki itu tertawa semakin keras.
"Kalian jangan tertawa dulu" teriak Ong It sin lagi, "cepat cepat beri tahu kepada pamanku, sudah terjadi peristiwa besar, aku. . . untung aku bisa pulang dengan selamat, cepat beri tahu pamanku "
Karena Ong It sin berbicara dengan wajah cemas dan rasa takutnya masih terpancar dibalik sinar matanya, gelak tertawa dua oraug laki laki itupun segera terhenti.
Dua orang ini dari marga Lu, mereka adalah saudara sekandung, yang tua bernama Giok Kong, yang muda bernama Giok im, lemparan pisau terbang mereka sudah tersohor dimana maka terutama sebagai anak murid dari perguruan Kun lunpay, kedudukannya dalam dunia persilatan amat terhormat.
Suatu hari, Li Liong telah menyelamatkan jiwa mereka, untuk membalas budi kebaikan itu, bergabunglah mereka di perkampungan Li keh-ceng dan menjual tenaganya untuk Li Liong.
Karena asal usul mereka berdua amat besar, lagipula dalam dunia persilatan mempunyai kedudukan yang terhormat, dengan segala kehormatan Li Liong menyambut kedatangan mereka berdua sebagai tamu kehormatannya.
Seperti juga tamu yang lainnya, kedua orang ini suka sekali menggoda Ong It sin, tapi hati mereka baik sekali, tak pernah mempunyai niat jahat walau sedikitpun.
Terkejutlah dua bersaudara ini sesudah menyaksikan keadaan Ong It sin waktu ini, cepat tegurnya:
"Apa yang telah terjadi? Cepat katakan"
Dengan tangan yang masih gemetar, Ong It-sin menuding ke atas puncak bukit.
"Empat. . . empat orang. . . . tidak. tidak. tiga orang . . . tiga orang anggota perkampungan kita sudah dibunuh oleh Ciong lay su-shia, katanya mereka akan mendatangi perkampungan kita ............."
Lu Giok hong dan Lu Giok im saling berpandangan sekejap, rasa tegang yang semula menghiasi wajah mereka seketika tersapu lenyap. "Kau bilang siapa yang mau datang gara gara?" tegurnya kemudian.
"Ciong lay sun shia tentu saja mereka datang dari bukit Ciong lay bukan?" jawab Ong It sin.
Lu Giok hong dan Lu Giok im kembali saling berpandangan, kemudian tak tahan lagi mereka tertawa terbahak bahak. di tepuknya bahu anak muda itu dan serunya sambil tertawa:
"Tak kusangka setelah dipermainkan orang, kali ini engkau juga akan mempermainkan kami, haaahhh. . . . haaahhh. . haaahhh. . . hayo, pulang ke kampung sana"
Kena di ditepuk bahunya oleh kedua orang itu hampir saja Ong It sin jatuh terjerembab.
"Eeeh. . . aku tidak bermain main" teriaknya kebingungan, aku benar benar tidak bergurau, aku berbicara sunguh sungguh" Lu Giok im terbahak bahak.
"Haaahhh. . . haaahhh. . . haaahhh. . . kalau orang lain yang kau sebutkan, mungkin kami masih percaya, tapi kalau Ciong lay su shi? Haaahh. . . haaahhh. . .. haaaahh. ."
Hampir menangis Ong It sin saking paniknya.
"Kenapa dengan si empat sesat dari Ciong lay itu?" serunya dengan suara serak. "sebentar lagi mereka akan sampai di sini"
"Sekalipun diwaktu waktu biasa kau segan berlatih silat, sepantasnya kalau engkau pahami juga keadaan dalam dunia persilatan selama ada di lingkungan Li keh ceng. si empat sesat dari Ciong lay yang kau maksudkan barusan adalah murid muridnya sin jin mo (manusia iblis berkepala singa)."
Karena sudah terlalu banyak kejahatan yang dilakukan orang-orang itu, suatu hari beberapa tahun berselang seluruh jago lihay dari dunia persilatan telah berkumpul di bukit Ciong lay untuk memerangi mereka, dalam pertarungan itu say siu-jin mo kena dihajar masuk jurang sedalam ratusan kaki dengan mati hidupnya tak ketahuan, sedang empat sesat dari Ciong lay mati dikerubuti kawanan jaga, itupun sedang berlangsung beberapa tahun, coba bayangkan sendiri, kini engkau mau menakut-nakuti orang dengan menggunakan nama Ciong lay su shia, bukankah perbuatan itu kelewatan."
Ong It sin melongo dengan mata terbelalak sesudah mendengar penuturan tersebut ....
Sewaktu masih dipintu kuil, ketika ia dicengkeram dua orang manusia berbaju putih, tiba tiba dari balik ruangan berkumandang suara yang menggidikkan, bukankah waktu itu mereka mengaku sebagai si Empat sesat dari Ciong lay?
Tapi kalau ditinjau dari perkataan Lu Giok hong barusan, agaknya ia bukan lagi membohongi dirinya, lantas mana yang benar?
"Jangan jangan .....jangan-jangan mereka belum mati?" katanya kemudian rada sangsi.
"say siu jin mo yang terjatuh dalam jurang sedalam ratusan kaki memang tak ditemukan jenasahnya", Lu Giok hong kembali berkata, "ada orang memang curiga kalau dia belum mati, tapi belasan tahun sudah lewat, dia toh belum pernah muncul kembali. sebaliknya empat sesat dari Ciong lay yang banyak melakukan
kejahatan benar benar sudah dicingcang para jago, bahkan kulit wajah mereka disayat lepas ......" setelah berhenti sebentar tambahnya:
"Coba bayangkan sendiri, dalam keadaan sudah tercincang dan kulit wajah mereka tersebut, mungkinkah ke empat sesat dari Ciong lay itu bangkit kembali dari kematiannya?" Ong It sin cepat melompat bangun.
"Tapi, tiga orang anggota perkampungan kita yang mati dikuil juga disayat kulit mukanya, aku......aku tidak bohong, aku berbicara sesungguhnya"
Sekali lagi dua bersaudara Lu berdiri tertegun.
Tapi selang sesaat kemudian, Lu Giok-hong kembali sudah tertawa.
"Kalau toh kulit muka mereka sudah disayat orang, dari mana kau bisa kenali kalau mereka adalah anggota perkampungan kita?"
"Aku dapat mengenali dari ikat pinggang emas yang mereka kenakan"
Begitu ucapan tersebut diutarakan keluar, paras muka dua bersaudara Lu berubah hebat.
Yaa, perlu diketahui bukan manusia sembarangan yang bisa mendapatkan ikat pinggang emas dalam perkampungan Li keh ceng, atau dengan perkataan lain, setiap orang yang berhasil mengenakan ikat pinggang emas berarti memiliki ilmu silat yang tiada taranya didunia ini.
Dua bersaudara Lu sendiri juga seorang tokoh silat kelas satu, tapi tercekat juga perasaan mereka setelah mendengar bahwa ada tiga orang rekan mereka yang mati diluar dengan kulit muka yang tersayat. "sungguhkah perkataanmu itu ?" Katanya kemudian.
"Eeeh. . . . eeehh. . . kau anggap urusan ini boleh dianggap mainan?" Ong It sin malah menggerutu, "Kalau tidak sungguhan, masa aku bohong?"
Dua bersaudara itu saling berpandangan sekejap lalu Lu Giok hong berkata lagi:
"saudara, berjaga jagalah disini dengan hati hati, aku bersama dia akan menghadap cengcu lebih dulu"
"Baik" Lu giok im manggut manggut.
Tapi, baru saja perkataan itu diutarakan keluar, mendadak dari atas tebing kurang lebih beberapa kaki jauhnya dari tempat itu berkumandang suara ejekan yang menggidikkan hati:
"Hmmm ..... Tak perlu berjaga jaga lagi ....".
Cepat nian gerakan tubuh Lu giok im, baru saja ucapan itu berkumandang diudara, tubuhnya sudah berputar ke belakang "sreet" sebilah pisau terbang dengan membawa desingan angin tajam sudah menyambar ke depan.
Menyusul disambitnya sebilah pisau terbang oleh Lu giok im gelak tertawa seram memecahkan kesunyian, sesosok bayaugan manusia melayang turun dari atas bukit.
Orang itu bertubuh jangkung lagi caking, rambutnya sepanjang pinggang, dia bukan lain adalah perempuan yang ditemui Ong It sin dalam kuil bobrok itu
Kini wajah perempuan itu tertutup oleh rambutnya yang panjang, hingga sulit untuk diketahui siapakah dia, tapi sewaktu pisau terbang itu hampir menusuk di dadanya, mendadak tangannya dibabat kedepan, menyusul kemudian jari tangannya menyentil,
"Criiing"
Punggung Pisau terbang itu tahu tahu tersentil dan "sreet" Membawa desingan angin tajam pisau terbang itu balik menyambar ke tubuh Lu Giok im.
Tercekat Lu Giok im menghadapi ancaman tersebat, tangannya diayun kemuka berulang ulang, dalam sekejap mata kembali ada tiga bilah pisau terbang menyambar ke muka.
Pisau itu meluncur kemuka, dalam formasi segi tiga, salah satu diantaranya meluncur paling depan.
Tapi secara tiba-tiba, gaya luncur dua batang pisau terbang yang berada dibelakang itu bertambah cepat, sedetik kemudian benda-benda itu sudah meluncur dipaling depan, sebaliknya pisau yang semula berada dipaling depan tadi segera saling membentur dengan pisau terbang yang dipukul balik oleh perempuan itu hingga dengan menimbulkan suara nyaring segera rontok jatuh ke tanah.
Membawa hawa serangan yang tajam, ke dua batang pisau terbang itu mengancam dada lambung musuh.
Gelak tertawa aneh kembali berkumandang dari mulut perempuan aneh itu, sepasang tangannya bergetar beberapa kali, tidak tampak gerakan apapun yang digunakan perempuan itu, tahu tahu dua batang pisau terbang tersebut sudah tertangkap olehnya. Begitu pisau tertangkap. perempuan itupua melayang turun kebawah.
Hebat sekali perubahan wajih ke dua bersaudara Lu, tapi kejadian yang bikin terkejut hati merek justru masih ada di belakang.
Setelah pisau terbang tadi tertangkap. perempuan aneh itu tertawa dingin dengan suara yang menge rikan lalu "Plak Plak" dua bilah pisau itu sudah dipatahpatahkan jadi dua bagian dan sama-sama rontok ke tanah.
"Aduh mak . Pisaunya patah, pisaunya patah" teriak Ong It sin ketakutan.
Sehabis berteriak, dia lantas berpaling ke arah dua bersaudara Lu, ia lihat dua orang jago itu berdiri dengan wajah sepucat mayat, peluh dingin mengucur keluar bagaikan hujan gerimis, ini menandakan kalau kedua orang itupun sedang ketakutan.
Ong It sin masih terperanjat, dalam keadaan demikian ia tak berani banyak bicara lagi.
Dua bersaudara Lu bersama-sama mundur selangkah, lalu dengar suara serak tegurnya: "sii .....siapa kau? sungguh hebat ilmu silatmu"
"Heeehh .... heeehh. . . . heeehh. . . "perempuan berambut panjang itu memperdengarkan suara tertawanya yang tak sedap didengar, "siapa aku? Dengar baik baik, aku adalah salah satu dari empat sesat Ciong lay su shia"
Sekali lagi dua bersaudara Lu mundur selangkah, tangannya serentak meraba ke pinggang, sementara perasaan ngeri dan ketakutan yang semula menyelimuti wajah mereka kini lenyap tak berbekas.
"Heeehh. . . heeehh. . . heeehh. . . Ciong lay su shia adalah kelompok manusia durjana yang di benci setiap orang" katanya kemudian sambil tertawa dingin, "tapi sekarang, engkau telah mencatut nama busuk itu untuk berbuat kejahatan, Hmm Ini membuktikan kalau karaktermu juga sebusuk mereka"
Perempuan berambut panjang itu balas tertawa:
"sebetulnya aku bermaksud untuk mengampuni jiwa kalian berdua, agar kabar ini bisa disampaikan kepada Li Liong si bajingan tua itu, tapi sekarang ..... Hmm, mengingat mulut kalian usil dan tak bisa diampuni niatku itupun terpaksa harus diurungkan, nah bersiap siap untuk menunggu kematianmu"
Dua bersaudara Lu tertawa panjang, lengan mereka serentak digetarkan ke muka.
Mengikuti getaran tersebut, empat bilah pisau terbang mengambil formasi dua diatas dua di bawah berkelebat kemuka dan mengancam perempuan itu, sementara dalam genggaman masing masing tahu-tahu sudah bertambah dengan sebuah ruyung lemas.
Mengikuti tersalurnya hawa murni, ruyung itu menegang keras bagaikas sebuah 'toya' dengan membawa desingan angin tajam langsung menyambar jalan darah Hoa kay dan Wanti ditubuh lawan.
Ong It sin hanya menonton dari samping gelanggang, ilmu silat memang cetek. tapi beberapa buah jalan darah ditubuh manusia cukup dikenal olehnya.
Lega juga hatinya setelah melihat dua orang jagonya berhasil melepaskan empat bilah pisau terbang dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, dia menghembuskan napas panjang,
"Waaah .... Untung dua bersaudara Lu punya kungfu yang hebat" demikian pikirnya. "Coba kalau tidak. leherku bisa dicekik perempuan itu ..... hiii. . . tapi sekarang, sudah pasti perempuan itu bukan tandingan mereka."
Ingatan tersebut baru saja melintas dalam benaknya ketika pandangan matanya jadi kabur, ia merasa ada segulung desingan angin dingin yang menggidikkan hati menyambar lewat, tahu-tahu perempuan berambut panjang itu sudah melambung satu kaki tingginya diudara.
Dengan tindakan melejit ke udara ini, maka otomatis serangan ruyung yang dilancarkan dua bersaudara Lu juga mengenai sasaran kosong.
Lu Giok hong menggerakkan lagi sepasang lengannya, dua bilah pisau terbang kembali melayang keudara.
Tapi sayang, ketika dua bilah pisau terbang itu sudah meluncur ke udara, dengan suatu gerakan seribu kali perempuan berambut panjang itu sudah menukik dan meluncur kebawah.
Tatkala tubuhnya menyambar ke bawah, dia mengincar sepasang batok kepala saudara Lu sepasang kakinya dilentangkan lebar lebar kemudian dijejakkan keatas kepala musuhnya.
Sudah banyak tahun dua bersaudara Lu mengembara dalam dunia persilatan, sudah banyak juga jago lihay dari pelbagai perguruan yang mereka temui, tapi belum pernah mereka jumpai jurus serangan aneh ini.
Cepat mereka merendahkan tubuhnya ke bawah untuk menghindarkan diri. "sialan, rupanya engkau sudah bosan hidup," pikirnya.
Serentak pergelangan tangan mereka berputar ke atas, ruyung lemas itu bagaikan ular yang lincah menyusul ke muka lantas menggulung ke atas.
"Plaaak Plaaak" secepat sambaran petir, ruyung ruyung itu melilit sepasang kaki perempuan tersebut.
Begitu berhasil, dua orang bersaudara Lu berpekik nyaring sekuat tenaga mereka berpisah kekiri kanan dan membetot masing masing senjata dengan sepenuh tenaga.
Dalam sangkaan mereka, serangan mereka kali ini pasti berhasil dan musuhnya tentu berhasil ditarik badannya hingga tersayat jadi dua bagian.
Tapi apa yang kemudian terjadi? Peristiwa itu sungguh diluar dugaan mereka berdua, meski mereka sudah membetot masing-masing senjata dengan sekuat tenaga, bahkan ruyung mereka sudah menegang kencang, namun perempuan berambut panjang itu tidak berhasil mereka betot jadi dua bagian, bukan begitu saja bahkan sepasang pahanya juga tak mampu dipentangkan.
Dengan demikian, secara otomatis tubuh si perempuan berambut panjang terhenti di udara.
Baru saja Lu Giok hong dan Lu Giok im tertegun, mendadak perempuan itu jumpalitan di udara, sekarang ia berada dalam posisi kepala di bawah kaki diatas.
Sebenarnya, perempuan itu menyembunyikan raut wajahnya di balik rambut yang panjang, sehingga orang tak dapat melihat bagaimanakah bentuk wajahnya itu.
Tapi sekarang setelah ia jumpalitan dan rambut yang panjang terurai kebelakang, maka terlihatlah tampang mukanya.
Dia dewi sangat cantikz, usianya baru tiga puluh tahunan, cuma sayang begitu pucatnya seperti mayat hingga bikin hati siapapun jadi mengkirik dan ngeri. Waktu itu, sekulum senyuman yang penuh penderitaan tersungging diujung bibirnya.
Ong It sin mengira perempuan itu menderita kekalahan total sewaktu dilihatnya tubuhnya menukik secara tiba tiba, ia menjerit kaget.
Pada saat itulah, sepasang tangannya dengan cepat menekan permukaan tanah, lalu jumpalitan kembali kebelakang.
Padahal ruyung lemas dua bersaudara Lu masih melilit pada pangkal tumitnya, ketika perempuan itu jumpalitan kebelakang, baik Lu Giok- hong maupun Lu Giok im, segera merasakan munculnya segulung tenaga betotan yang amat dahsyat yang menghantam lengan mereka, nyaris tubuhnya ikut terseret kemuka.
Sekarang mereka baru sadar bahwa musuhnya sangat tangguh dan tak boleh dianggap enteng, cepat mereka lepaskan tangan sambil mundur selangkah, tangan mereka bergerak cepat, yang satu siap melepaskan pisau terbang sedang yang lain bersiap-siap melepaskan tanda bahaya.
Gerakan yang dilakukan dua orang itu boleh di bilang dilakukan dengan kecepatan luar biasa, tapi sayang gerakan perempuan berambut panjang itujauh lebih cepat.
Tubuhnya mendadak jumpalitan ke belakang, tangannya menekan diatas permukaan tanah lalu tubuhnya melintang di lantai, sepasang kakinya menyambar ke muka dengan suatu tendangan berantai, otomatis dua batang ruyung lemas yang masih melilit di pangkal tumitnya ikut menyambar dengan desingan tajam.
Hebat sekali serangan itu, bukan saja dahsyat dalam jurus serangan lagipula cepat dan tepat.
"Plaaak Plaaak" kedua bilah ruyung lemas itu tepat menembusi pergelangan tangan, kedua orang laki-laki itu.
Sambil menjerit kesakitan Lu Giok hong dan Lu Giok im mundur ke belakang, tapi lengan kanan mereka sudah terkulai lemas, jelas sambaran ruyung barusan telah menghancurkan tulang lengan kanan mereka.
Ong It sin tertegun, menyaksikan kesemuanya itu dan cuma bisa melongo dengan mata terbelalak.
Bagaikan sambaran angin puyuh gerakan tubuh perempuan itu, kembali tubuhnya melejit keatas.
Dalam pada itu dan bersaudara Lu sudah mundur beberapa langkah, namun belum sempat mereka berganti napas, bayangan hitam yang disertai hembusan dingin tajam kembali sudah menerpa tubuh mereka.
Kontan pandangan mereka jadi gelap. dadanya terasa sakit bukan kepalang, jerit kesakitan yang menyayatkan hatipun berkumandang memecahkan kesunyian.
Kiranya dada mereka sudah tersambar telak oleh serangan perempuan itu, lotoa Lu Giok hong terhajar sampai mencelat sejauh tujuh delapan depa, tak ampun lagi jiwanya melayang dari raganya.
Semua kejadian itu berlangsung dalam sekejap mata, sejak dua bersaudara Lu menyerang dengan cambuknya sampai mereka mati dalam keadaan mengenaskan, waktu yang digunakan hanya beberapa menit.
Ong It sin baru saja bersorak gembira ketika dan bersaudara Lu berhasil melilit sepasang tumit musuhnya dengan ruyung mereka.
Tapi sedetik kemudian, perempuan itu sudah berdiri dihadapannya dengan wajah bengis, sementara dua bersaudara Lu mati dalam keadaan mengerikan, anak muda itu jadi ketakutan, tubuhnya sampai gemetar keras.
Pelan-pelan perempuan itu berpaling dan memandang sekejap kearah Ong It sin dengan mata menyeramkan, lalu sekali lompat dia sudah berada didepan mayat dua orang itu.
"Hayo kabur .....hayo cepat kabur" pekik Ong It-sin dalam hati, "busyet, kenapa kakiku tak mau kabur ?"
Entah apa sebabnya, sepasang kaki anak muda itu jadi lemas dan gemetar keras, meskipun dia ingin kabur tapi kakinya tidak turut perintah.
Sekali lompat perempuan tadi sudah berada di depan mayat Lu bersaudara, lalu berjongkok dan tak selang sesaat ditangannya sudah bertambah dengan dua lembar
kulit manusia yang berlepotan darah.
Ia berpaling, dua lembar kulit manusia yang mengerikan itu ditunjukkan kehadapan Ong It sin kemudian tertawa seram tiada hentinya.
"Kau . . . kau. . . kau. . ." Ong It sin hanya bisa menuding perempuan itu dengan tangan gemetar, kecuali kata "kau" tak ada kata kedua yang sanggup diucapkan keluar.
Perempuan berambut panjang itu merapihkan rambutnya yang kusut hingga tampak raut wajahnya yang cantik tapi pucat itu, selangkah demi selangkah dan menghampiri Ong It sin.
Pikiran dan perasaan Ong It sin ketika itu kalut tak karuan, dia cuma bisa menuding lawannya tanpa diketahui apa yang harus dilakukan.
"Kau, rupanya tampangmu tidak sejelek setan" tiba-tiba serunya sambil menyengir.
"Ciang lay sun shia tak akan membiarkan Li keh-ceng hidup sentausa, sebelum lewat besok malam, kami akan bantai seluruh anggota perkampungan itu."
"Kaa .... kalian berempat mau bunuh semua anggota perkampungan Li keh ceng . . . ?" Ong It sin makin ketakutan.
"Plaak " Perempuan berambut panjang itu melemparkan sebuah bungkusan kecil ke tanah, lalu ujarnya kembali:
"Bila Li Liong menganggap perkataanmu cuma mengacau balau saja perlihatkan benda yang ada dalam bungkusan itu kepadanya"
Ong It sin makin ketakutan, sepasang kakinya sampai menggigil kencang, untung tidak sampai terkencing-kencing.
"Been .... benda apa yang ada dalam bungkusan itu?"
"Aduuuh .... tolong mak" kontan Ong It sin menjerit ketakutan, tubuhnya sampai menggigil.
Mula mula perempuan berambut panjang itu agak tertegun, lalu tergelaklah dia karena geli.
Yaa, pada hakekatnya orang lebih rela kakinya kutung tangannya putus dari pada menjerit ketakutan, bahkan hilang batok kepalanya dianggap sebagai suatu kejadian yang biasa.
Tapi sekarang, Ong It sin yang berilmu rendah, lagipula jujur dan polos kontan menjerit ketakutan setelah mendengar bahwa isi bungkusan adalah kegelian.
Padahal, perempuan berambut panjang itu sepanjang tahun berwajah seram, setahun bisa tertawa sekalipun sudah terhitung kejadian yang aneh, tapi kenyataannya setelah berjumpa dengan Ong It-sin, secara beruntun ia tertawa sebanyak tiga kali.
"Kau memang menyenangkan" katanya kemudian., "karena itu akupun hendak memberitahukan kepadamu. Perkampungan Li keh ceng tak bisa dipertahankan lagi, setelah kau sampaikan kabar ini kepada Li Liong bajingan tua itu, cepat-cepatlah tinggalkan Li keh ceng, sehingga waktu kami basmi perkampungan Li keh ceng menjadi lantan darah, mungkin jiwamu masih dapat diselamatkan"
Ketika mendengar kata kata "membasmi Li keh-ceng jadi lautan darah", Ong It sin cuma bisa melongo dengan mata terbelalak, sepatah katapun tak mampu diutarakan keluar.
Selesai mengucapkan kata kata tadi, perempuan berambut panjaag itu melejit keudara, segulung hawa dingin yang menggidikkan sebera berhembus lewat membuat Ong It sin bersin berulang kali, tahu tahu perempuan itu sudah berada dua kaki jauhnya.
Menanti Ong It sin berpaling kembali, perempuan berambut panjang itu sudah berlalu dengan kecepatan luar biasa, sekejap kemudian tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Sepeninggal perempuan itu, Ong It sin berpaling kembali untuk memandang sekejap mayat dua bersaudara Lu, tapi ia jadi ngeri dan bergidik setelah menyaksikan raut wajah mereka yang penuh noda darah, kontan saja ia kabur terbirit birit.
Beberapa langkah kemudian, ia baru teringat dengan buntalan kecil itu, cepat disambarnya bungkusan itu kemudian baru kebawah.
Dibawah kaki bukit, kedatangannya disambut oleh dua orang jago, dalam keadaan demikian, Ong It sin hanya bisa menuding ke sana ke kemari sambil aa….uu, tak sepatah katapun sanggup diutarakan keluar.
Tentu saja dua orang itu kenali pemuda tersebut sebagai keponakan cengcunya, mereka juga tahu kalau pemuda itu tadi goblok, maka tak seorangpun yang memperdulikan dirinya.
Melihat kedua orang jago itu tidak menggubris dirinya, lagipula saking ngerinya dia sendiripun tak mampu berkata kata, Ong It sin kabur kembali ke muka.
Tak lama kemudian, ia sudah tiba dipintu gerbang Li keh ceng, tampak sepasang lampu lentera yang amat besar tergantung diatas dua tiang yang besar, dibawah tiang tersebut masing masing berdiri seseorang, yang berada disebelah kiri berbadan gemuk pendek dengan muka penuh tahi lalat, sedang yang disebelah kanan bertubuh tinggi sesampai, berdandan sastrawan dan usia antara tiga puluh tahunan.
Lega hati Ong It sin setelah menjupai kedua orang itu, sebab mereka berdua mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada beberapa orang tamu kampung, kedua orang itu tak lain adalah dua diantara empat orang murid Dewa perak Li Liong.
Yang gemuk bernama Jin Poo, sedang yang kedua bernama Nyo sin bin.
Oleh karena perkampungan Li keh ceng sering kali dijumpai jago-jago silat dari perbagai daerah, mereka selalu menempatkan dua orang murid Li Liong dipintu gerbang sebagai penerima tamu, maka tidak heran kalau pintu gerbang itu siang malam dijaga orang.
Begitu sampai dipintu gerbang, dengan napas terengah engah Ong It sin lantas berteriak:
"Jin . . .Jin toako . . . ada orang akan membantai perkampungan Li keh ceng jadi lautan darah ... ..... perkampungan Li keh ceng akan menjadi lautan darah"
Suaranya parau tapi nyaring sampai suara itu berkumandang kemana-mana, ini membuat Jin Poo maupun Nyo sin bin jadi melongo. Tapi sebentar kemudian mereka sudah membentak: "Tutup mulut, jangan sembarangan ngaco balo" saklng cemasnya hampir saja Ong It sin menangis.
"Perkumpulan Li keh ceng akan menjadi lautan darah ..... ada orang hendak menjadikan perkumpulan Li keh ceng lautan darah .... . cee. . . cepat beritahu paman, Cee .....cepat sedikit, kalau terlambat nanti tak keburu lagi"
Dengan jengkel Jin Poo menyambar bahu Ong It sin lalu dicengkeramnya erat erat.
Cengkeraman itu dilakukan dengan sepenuh tenaga, sudah barang tentu membuat Ong It sin kesakitan, ia menjerit jerit seperti babi mau disembelih.
"Eei. . . . kebanyakan minum arak diluaran?" bentak Jin Poo sambil menggoncanggoncangkan tubuhnya, "jangan sembarangan berteriak di sini, mengerti?"
"Tidak Tidak Aku tidak mabok Aku tidak mabok" sambil berteriak Ong It sin berusaha meronta dari cengkaramannya.
Berapa kali sudah dia meronta, tapi tidak berhasil melepaskan diri, maka buntalan yang berada dikempitannya lantas dibuang ke tanah sambil berteriak lagi: "Jika kalian tidak percaya, periksalah bungkusan itu"
Nyio sin bin melangkah di depan dan menyambar bungkusan itu, tapi begitu bungkusan dibuka, kotan saja ia menjerit kaget dan sama sekali tak mampu berkata kata.
Mendengar jerit kaget rekannya Jin Poo ikut berpaling, tapi begitu melihat kelima lembar kulit muka tadi dia ikut menjerit keras otomatis cengkeramannya pada tubuh Ong It sin juga terlepas, kontan saja pemuda itu terjatuh ke tanah.
Tapi anak muda itu cepat depat merangkak bangun lalu kabur masuk kedalam perkampungan.
Perkampungan Li keh ceng dibangun dalam lembah Li hu kok sebagaimana nama lembah itu di sana sini tampak begitu banyak batu batu cadas yang mencuat kesana kemari.
Seluruh lembah Li hu kok boleh dibilang ditempati sebagai perkampungan Li keh ceng maka tampaklah dibalik bebatuan yang bermunculan disana sini tampak bayangan manusia berkeliaran.
Sambil berlarian masuk ke dalam perkampungan, Ong It sin berteriak tiada hentinya: "Perkampungan Li keh ceng akan menjadi lautan darah Perkampunga Li keh ceng akan berubah jadi lautan darah "
Lantara kabar itu dianggap terlalu mengejutkan hati, lagipula dengan mata kepala sendiri ia saksikan betapa lihaynya ilmu silat si perempuan berambut panjang itu, maka begitu tiba dalam perkampungan dia lantas berkaok-kaok dengan lantangnya.
Dalam anggapan anak muda itu, dia berbuat demikian adalah bermaksud baik, agar semua ikut mengetahui kabar itu serta bersiap sedia menghadapi kejadian tersebut.
Tapi dia lupa tentang sesuatu, dia lupa kalau orang persilatan kehidupannya memang bergelimpangan diujung golok. pada hakekatnya perkataan: "Perkampungan Li keh ceng akan berubah jadi lautan darah" adalah kata kata yang tak sedap di dengar, ucapan itu sangat menusuk perasaan setiap orang yang ada di perkampungan Li keh ceng.
Sebab itu, baru dua kali dia berteriak Jin Poo sudah melompat ke muka sambil mendorong bahu anak muda itu keras-keras.
Terdorong oleh tenaga Jin Poo yang sangat besar itu, Ong It sin terdorong maju beberapa langkah kemuka, lalu menubruk diatas sebuah batu cadas yang mencuat keluar. Untung giginya tak sampai rontok meski rasa sakitnya bukan kepalang. "Hei apa yang kau kaok kaokkan?" tegur Jin Poo dergan gusarnya.
Bibir Ong It sin yang pada dasarnya memang tebal seperti cungur babi, sekarang makin menebal karena menumbuk batu, otomatis kata-katanya sudah semakin kabur tak jelas, walaupun demikian toh dia masih berteriak juga: "Perkampungan . . . . Li keh ceng akan berubah jadi lautan darah"
Saking mendongkolnya kalau bolehJin Poo ingin menggaplok pemuda itu sepuaspuasnya.
Tapi ia tak berani berbuat kelewat batas, jelek-jelek begitu Ong It sin juga keponakan gurunya.
"Tak usah banyak bicara" bentaknya kemudian "tunggu sampai bertemu dengan suhu Hmm, kalau engkau berani berkaok kaok lagi . . . .jangan salah kan kalau kujagal dulu dirimu"
Ong It sin betul betul tak berani berbicara, dia lantas membungkam danJin Poopun segera menggusurnya masuk ke kampung.
Walaupun begitu, teriakan teriakan Ong It sin tadi sudah terlanjur mengejutkan sejumlah orang yang berada disana, serentak mereka maju berkerumun sambil menanyakan apa yang telah terjadi.
Ong It sin ingin memberitahukan mereka, apa mau di kata tengkuknya dicengkeram
Jin Poo erat-erat, tak sepatah katapun sanggup diutarakan keluar.
Melihat kejadian itu, semua orang lantas mengira Ong It sin sudah mabok dan bikin urusan, sekarang kena ditangkap Jin Poo untuk digiring masuk ke dalam perkampungan, maka merekapun hanya tertawa terbahak bahak sambil menuding ke arah anak muda itu, tak seorangpun diantara mereka yang merasa kalau bencana besar sudah diambang pintu.
Ong It sin betul betul mati kutunya, dia tak berkutik dan membiarkan dirinya digusurJin Poo masuk ke dalam sebuah bangunan yang sangat megah. Didepan pintu, dua orang menyongsong ke datangan mereka sambil menegur lirih. "Apa yang terjadi?"
"suhu apa ada didalam? Ada urusan yang sangat penting hendak kulaporkan kepada orang tua" sahut Jin Poo dengan suara yang berat.
"Kalau begitu masuklah sendiri, cengcu belum tidur, sekarang ada dipesanggrahan Bing lam sian"
Sambil menggurus Ong It sin, masuklahJin Poo ke dalam ruangan, setelah melewati ruang tengah dan menelusuri jalan serambi yang berliku liku, sampailah mereka ditepi sebuah telaga.
Telaga itu amat tenang, tapi ditengah kegelapan permukaan air itu ibaratnya sebuah batu kemala hijau yang sangat besar.
Ditengah telaga terdapat sebuah batu besar yang luasnya beberapa kaki, diatas batu dibangun sebuah bangunan pesanggrahan, ketika itu suasana terang benderang bermandikan cahaya lampu.
Dari tepi telaga sampai batu besar itu jaraknya ada dua kaki lebih lima enam depa, tiada jembatan penyeberang pun tiada perahu yang menghubungkan kedua belah tempat itu, berarti untuk mencapai pesanggrahan tersebut hanya ada satu cara yang bisa ditempuh yakni melayang dengan ilmu meringankan tubuh.Jin Poo berhenti ditepi telaga, dia lantas berteriak: "suhu suhu"
"Jin Poo kah disitu?" serentak suara yang penuh berwibawa berkumandang dari pesanggrahan tersebut, "sungguh kebetulan sekali kedatanganmu, hayo cepat kemari"
Jin Poo tidak tahu apa maksud gurunya berkata demikian, baginya seorang dia sudah tentu bisa melompati telaga tersebut, tapi kalau suruh dia membawa serta Ong It sin, hal ini tak mungkin bisa dilaksanakan...
Selain itu diapun kuatir, jika Ong berkaok kaok mengucapkan kata kata orang. Karenanya, sesudah berpikir serta It sin lote, apakah dia juga
It sin dilepaskan maka pemuda itu akan yang tak senonoh hingga mengacaukan pikiran sebentar dia baru berkata: "Suhu, aku membawa ikut kesana?"
"Buat apa aku membawa serta orang itu?" bentak suara yang keren itu lagi, "sampai sekarang dia baru pulang kekampung? Hmm .... suruh dia pergi dari sini"
"It sin lote ada berita yang amat luar biasa hendak dilaporkan kepada kau orang tua"Jin Poo cepat menerangkan.
Ong It sin merasa dari tenggorokannya berkumandang suara gemurutuk yang sangat aneh, dia ingin sekali berbicara, tapi tak sepotong perkataanpun dapat diutarakan. suara yang keren tadi kembali berkumandang:
"Ada tamu agung ditempat ini, manusia goblok seperti dia tak pantas menjumpai tamu agung ada persoalan apapun ditunda dulu sampai nanti, kemari dulu kau"
Ketika mengetahui kalau disana ada tamu Jin Poo segera menelan kembali perkataan yang hendak diucapkan keluar. "Baik" buru-buru katanya.
Cengkeramannya pada tengkuk Ong It sin pun segera dikendorkan, lalu dia menjejak permukaan tanah dan siap melayang ke depan.
Sudah sejak tadi Ong It sin harus menanan rasa sabarnya. dia menelan kembali semua perkataan yang hendak disampaikan, begitu Jin Poo lepas tangan, langsung saja dia berteriak:
"Paman, mereka hendak menjadikan perkampungan Li keh ceng sebagai lautan darah"
Dengan terperanjat buru-buru Jin Poo putar badannya, tapi teriakan Ong It sin sudah terlanjur di utarakan.
Keheningan menyelimuti pesanggrahan tersebut untuk beberapa sat lamanya, kemudian terdengarlah seseorang bertanya dengan suara yang tenang dan lembut: "siapakah dia? Mengapa mengucapkan kata-kata seperti itu?"
"Dia adalah keponakanku" suara yang kereng kedengaran tadi rikuh dan jengah, "dasarnya memang goblok dan tolol, entah apa yang sedang ia katakan"
"saudara Li, bila kedengaran dari nada teriakan keponakanmu barusan, jelas kedengaran kalau suara itu membawa kemantapan yang kuat, ini membuktikan kalau bakatnya untuk belajar silat sangat bagus, hebat bukan kungfunya" Li Liong tertawa getir.
"Dia? Heehhh. . . . heehhh. . . heehhh. . . . serangkaian Li keh kun yang sederhana saja tak bisa dimainkan dengan baik, apalagi kepandaian silat lainnya" "sambil bercakap cakap. dua orang itu munculkan diri dari balik pintu pesanggrahan.Jin Poo dan Ong It sin angkat kepalanya dan menengok kedepan sana.
orang yang berjalan dipaling depan adalah seorang laki-laki tinggi kekar yang berwajah keren, dia tak lain adalah ketua kampung Li keh ceng, si Dewa perak Li Liong.
Dibela kang Li Liong mengikuti seorang sasterawan berusia pertengahan, mukanya bersih dan kalem, membuat siapapun merasa simpatik terhadap dirinya.
Ia mengenakan sebuah jubah panjang berwarna hijaupupus, diatasnya malah ada beberapa tambalan, namun bersih dan rajin. Begitu tampilkan diri, Li Liong segera membentak nyaring: "It sin, apa yang kau kaok-kaokkan?"
Jin Poo tidak mengetahui siapa gerangan sastrawan berusia pertengahan itu, diapun kuatir Ong It sin bicara sembarangan, buru buru selanya dari samping.
"suhu, persoalan ini maha besar pentingnya, lebih baik aku saja yang menyampaikan kepada kau orang tua"
Sambil berkata sepasang matanya lantas melirik sekejap ke arah sastrawan berusia pertengahan itu.
Tentu saja Li Liong memahami maksud muridnya, sambil menuding kearah sastrawan berusia pertengahan itu dia perkenalkan:
"Dia adalah Long tiong tayhiap (Pendekar besar dari su cuan) Coa Thian tam, baru-baru ini ia mengembara sampai diwilayah see ih dan belum lama kembali ke daratan. Tentunya engkau mengetahui bukan betapa termashurnya nama Coa tayhiap? Nah, ada persoalan penting apapun jua, katakan saja secara terus terang"
Sungguh tak terkirakan rasa girang Jin Poo setelah mengetahui bahwa sastrawan berusia pertengahan itu adalah Long tiong tayhiap Coa Thian-tam.
Ketika ia menyaksikan dari sebagai seorang jago kawakan Jin Poo juga menyadari bahwa peristiwa ini bukan peristiwa biasa, dia kuatir sekali kalau jago-jago dalam perkampungan mereka tidak mampu menghadapi serbuan lawan, tapi sekarang legalah hatinya, apalagi setelah mengetahui kalau Coa Thian tam, berada pula dalam perkampungan mereka.
Betapa tidak, bukan saja Coa Thian tam memiliki ilmu silat yang sangat lihay, lagipula dia mempunyai juga tiga orang saudara angkat yang kesemuanya memiliki ilmu silat yang maha dahsyat. Ih lwe su eng (empat orang gagah dari kolong langit) yang amat termashur dalam dunia persilatan bukan lain adalah mereka berempat.
Sekali melompat, Jin Poo sudah melayang diatas permukaan air menuju kebatu cadas itu, tiba tiba badannya melambung tiga depa ke udara lalu hinggap diatas batu besar itu dengan lembut.
Ketika Jin Poo melayang ke muka tadi, sebenarnya Ong It sin ingin menyusul dari belakang tapi bagaimanapun juga dia masih tahu diri, dia mengerti bila ia mengikuti jejak Jin Poo dengan meloncat kebatu besar itu, niscaya badannya akan tercebur ke dalam air.
Sebab itu, dia cuma bisa garuk garuk kepalanya yang tidak gatal ditepi telaga, untuk sesaat tak diketahui olehnya apa yang harus dilakukan. Coa Thian tam sambil berkata:
"sudah lama boanwpe mengagumi nama besar Coa tayhiap yang termashur sampai dimana-mana terimalah hormat boanwpe ini"
Coa Thian tam ulapkan tangannya, segulung tenaga lembut segera menahan tubuh Jin Poo yang sedang berlutut itu hingga tertahan ditengah udara ............
Jin Poo tahu, itulah akibat dari pancaran tenaga dalam yang sangat kuat dari tamunya ia tak berani gegabah, dan buru buru bangkit berdiri.
"Suhu, peristiwa ini rada mencurigakan" ujarnya kemudian, “ada empat orang yang mengaku bernama Ciong lay sushia hendak menyatroni perkampungan kita"
"Yaa, katanya mereka hendak menjadikan perkampungan Li keh ceng sebagai lautan darah" teriak Ong It sin dari tepi telaga.
Li Liong sudah tertegun setelah mendengar perkataan dari Jin Poo barusan apalagi mendengar teriakan Ong It sin, pada dasarnya dia memang tak suka dengan keponakan ini, maka dengan marah hardiknya keras keras:
"Kalau engkau berani cerewet lagi, ku usir kau dari perkampungan ini"
Ong It sin betul betul tak berani bersuara lagi tapi ia menggerutu tiada habisnya dengan suara lirih, jelas pemuda itu merasa tak puas dengan perlakuan pamannya.
Sejak awal sampai akhir Coa Thiau tam hanya mengamati diri Ong It sin, rupanya dia merasa tertarik sekali dengan pemuda itu, cuma Ong It sin tak pernah menggubris perhatiannya itu.
"Bukankah empat sesat dari Ciong lay telah mati." kata Li Liong keheranan, "masa ada orang yang mencatut nama mereka? Hmm, kalau benar demikian itu, berarti mereka bukan manusia baik baik dalam dunia persilatan ..................."
"suhu, akan rasa persoalan tidak sesederhana yang suhu kira, kita sudah kehilangan lima orang jago tangguh "
"Apa?" begitu Jin Peo berseru, dengan amat terkejut Li Liong berteriak keras.
Jin Poo ambil keluar buntalan kecil itu dan di lempar ketanah hingga buntalan itu terbuka, katanya:
"suhu, periksalah sendiri"
Li Liong segera tundukkan kepalanya, tampaklah selembar kulit manusia yang masih bernoda darah tercecer ketanah, ia masih bisa mengenali kulit kulit manusia itu, apalagi yang berada dipaling atas adalah kulit mukanya Lu Giok hong
"Bagaimanakah potongan muka pendatang-pendatang tak diundang itu?" tanya Li Liong kemudian dengan paras muka berubah.
"soal ini harus ditanyakan kepada It sin lote, sebab hanya It sin lote seorang yang menyaksikan kejadian itu"
Li Liong sebera alihkan pandangan matanya kearah Ong Itsin. "Cepat katakan" bentaknya. Ong It sin rada sangsi sebentar.
"Kaa. . . . kalau kukatakan .... aku tidak kau usir dari perkampungan ini bukan?" serunya kemudian.
Li Liong betul-betul dibuat menangis tak bisa tertawa tak dapat oleh tingkah laku keponakannya .
"Hayo cepat katakan" terpaksa ia membentak lagi, "macam apakah potongan wajah ke empat orang itu"
"Dikatakan empat sesat, tapi yang kujumpai hanya tiga orang, seorang perempuan berambut panjang yang telah membinasakan dua bersaudara Lu, meskipun gerak geriknya menyeramkan tapi waktu tertawa. . . . aduh mak cantiknya .... masih ada dua orang lagi konconya, mereka adalah dua orang laki laki berbaju putih, sebenarnya mereka juga hendak bunuh diriku, tapi lantas aku pandai berbicara dan lagi kata kataku pandai menyenangkan hati orang, maka jadi tidak dibunuh"
Hawa amarah yang menggelora dalam dada Li Liong sungguh meluap. tegasnya dengan mata melotot:
"Tak usah membicarakan kata kata yang tak penting, apa lagi yang mereka katakan?"
"Kata mereka, sebelum tengah malam besok di dunia ini tak akan terdapat perkampungan Li keh ceng lagi, mereka suruh aku .... suruh aku cepat-cepat tinggalkan perkampungan ini daripada setelah mereka lakukan pembantaian dalam Li keh ceng itu aku ikut mati konyol."
Li Liong benar-benar tak tahan mendengar perkataan semacam itu, sebelum Ong It sin menyelesaikan kata-katanya, dia sudah membentak: "Tutup mulutmu"
Ong It sin tertegun, sekalipun dia lantas membungkam toh bisiknya kembali: "bukankah engkau yang suruh aku berbicara?"
Li Liong hanya bisa tertawa getir menghadapi ketololannya keponakannya, kepada rekannya dia lantas berseru:
"saudara Coa, harap jangan kau tertawakan ketololannya"
"Tidak"sahut Coa Thian tam, "dia polos dan lagi jujur. Inilah bakat yang bagus untuk belajar silat. saudara cilik Bersediakah engkau menjadi muridnya seorang tokoh sakti?"
"Menjadi murid seorang tokoh sakti?" ulang Ong It sin dengan wajah termangu. Coa Thian-tam segera berpaling kearah Li Liong sambil berkata:
"Ada seorang tokoh sakti dari golongan Buddha telah berpesan kepadaku untuk mencarikan seorang murid ....."
Belum habis dia berkata, ketika Ong It sin sudah gelengkan kepalanya berulang kali:
"ogah ogah Aku ogah jadi hwesio Aku pingin kawin nantinya, aku tak mau digunduli kepalaku"
Sebenarnya Li Liong bermaksud menegur dirinya lagi sebab pemuda itu ikut sembarangan menimbrung dihadapan coa tayhiap. tapi setelah dipikir kembali ia merasa tak ada gunanya menegur pemuda tolol itu, maka laki-laki tersebutpun hanya membungkam belaka.
"Tokoh sakti dari golongan Buddha itu belum tentu akan memaksa muridnya ikut jadi hwesio" Coa Thiat tam kembali menerangkan sambil tertawa, "kau bisa kawin dikemudian hari, kaupun tak perlu hidup dalam biara. Yang penting harus jujur, polos dan memiliki bakat yang baik untuk belajar ilmu silat"
"seandainya binatang itu bisa memperoleh kesempatan sebaik ini, pada hakekatnya kejadian ini ibaratnya sekali melangkah sudah mencapai di langit" kata Li Liong, "sayang gobloknya sudah tak ketolongan lagi, aku kuatir dia tak akan mampu mewujudkan keinginan tokoh sakti itu"
"Aaah. Belum tentu demikian"
Yaa, meskipun suasana sudah diliputi ketegangan, meski mara bahaya telah mengancam ternyata kedua orang itu tidak memperdulikan kelima lembar kulit manusia yang tergeletak ditanah itu, sebaliknya malah membicarakan persoalan lain.
Jin Poo berusaha menahan diri, tapi lama kelamaan dia tak tahan juga, tiba-tiba dia berseru:
"Suhu, empat sesat dari Ciong lay ....." sebelum perkataan itu dilanjutkan, Li Liong sudah menukas lebih dulu
"Aaah ..... sekumpulan manusia bangsa kurcaci buat apa musti dipikirkan dalam hati? Lakukan perondaan seperti biasa, dan buang jauh jauh kelima lembar kulit manusia itu"
Jin Poo buru-buru mengiakan, dia lantas memungut kembali buntalan itu dari lantai seraya pikirnya.
"Aaah... Tak mungkin kalau yang datang cuma manusia sebangsa kurcaci, dua bersaudara Lu bukan manusia tempe yang tak berdaya apa-apa, toh mereka mampus secara mengerikan ....?Aaai... entah apa yang dipikirkan suhu?"
Akan tetapi Li Liong telah memerintahkan demikian, tentu saja dia tak berani banyak bicara lagi.
Sambil memutar badan dia melayang kembali ke tepi telaga, kemudian sambil melotot sekejap ke arah Ong It sin hardiknya: "Hayo kita pergi dari sini"
Apa yang dipikirkan Ong It sin pada waktu itu justru merupakan kebalikan daripada yang dipikirkan Jin Poo, ketika dilihatnya Li Liong sama sekali tidak terpengaruh oleh berita tersebut, segera disangkanya ilmu silat yang dimiliki pamannya amat lihay, sehingga peristiwa itu tak dipikirkan dalam hatinya. Dengan penuh kegembiraan buru buru katanya:
"Jin toako, andaikata orang itu benar benar datang kesini, mungkinkah paman takut kepada mereka?"
Mula mula Jin Poo agak tertegun, menyusul kemudianjawabnya: "Aku kira suhu tak bakal ketakutan" Mendengar itu, Ong It sin lantas berteriak:
"Paman, surat yang kau suruh aku sampaikan ke Thian siong peng telah kusampaikan, seandainya waktu pulang tidak ketimpa hujan deras, sejak tadi tadi aku sudah tiba dikampung"
"Pergi Pergi Pergi" tukas Li Liong tak sabar seraya ulapkan tangannya berulang kali.
Ong It sin benar benar merasa tersinggung, tapi tak berani berbuat apa-apa, maka dengan mulut membungkam pemuda itu berlalu dari sana.
Sepeninggal Ong It sin sekalian, coa Thian tam dan Li Liong baru saling berpandangan sekejap. tiba tiba paras muka mereka berubah jadi amat serius, tanpa mengucapkan sepatah katapun kedua orang itu segera kembali ke dalam
pesanggrahan.
Dalam pesanggrahan itu masih hadir pula seorang yang lain, orang itu bertubuh kurus kering dan lagi pendek. sepasang matanya cekung, sepintas lalu mirip seseorang yang sudah tiga tahun menderita sakit parah potongannya mengenaskan sekali.
-000d-w000-
Jilid 2
MESKI demikian, sepasang matanya memancarkan cahaya yang menggidikkan hati, membuat siapapun sadar bahwa mereka sedang berhadapan dengan seorang jago silat yang memiliki tenaga dalam amat sempurna.
Orang itu tersohor sekali namanya dalam dunia persilatan, dia adalah adik seperguruan dari ketua Tiong lampay, jago nomor dua dalam partai Tiong lam yang disebut orang Ping sin (Dewa penyakitan) Ou Wi Hi.
Ketika dilihatnya kedua orang itu masuk kedalam, dia lantas berseru dengan lembut:
"Bagaimana? Dari sini terbuktilah sudah bahwa kabar yang kudengar bukan cuma kabar isapan jempol belaka"
"Tapi sungguh mengherankan. Mengapa mereka pilih perkampungan Li keh ceng sebagai korban yang pertama?" ujar coa Thian tam.
"Yaa, sudah barang tentu hal ini dikarenakan Li keh ceng mempunyai nama besar tersohor dalam dunia persilatan andaikata mereka berhasil menghancurkan perkampungan Li keh ceng, bukankah seluruh dunia akan ikut mengetahui peristiwa ini?”
Si dewa perak Li Liong merenung sebentar lalu berkata:
“Jadi menurut pendapat saudara ou, say siu-jin mo si mahluk tua itu bukan saja tidak mampus setelah jatuh kedalam jurang tempo hari, bahkan ilmu silat yang dimiliki sekarang jauh lebih lihay daripada tempo dulu? Waah..... kalau benar begitu, peristiwa ini betul betul merupakan suatu malapetaka bagi dunia persilatan kita. Tapi yang aneh lagi para pendatang itu mengakui Ciong lay su
shia. Padahal ke empat manusia sesat dari Ciong lay kan sudah mati tercincang puluhan tahun berselang? Masa mereka bisa bangkit kembali dari liang kubur."
Ou Wi Hi manggut manggut.
"Yaa, empat sesat dari Ciong lay yang dulu memang sudah mati tercincang, tak mungkin mereka akan bangkit kembali dari liang kubur, tapi siapa tahu kalau belakangan ini say siau sin mo telah menerima empat orang murid lagi yang dinamakan juga Ciong lay su shia? Hal ini kan bisa terjadi bukan?"
Mendengar perkataan itu baik Li Liong maupun coa Thia-tam sama sama mengangguk. "Kalau begitu, say sin lo koay terlalu pandang remeh perkampungan Li keh ceng ku ini" kata Li Liong kemudian dengan ramah, "hmm, buktinya dia tidak tampil sendiri dihadapanku. sebaliknya cuma mengutus murid-muridnya saja."
"Aku dengar makhluk tua itu tersohor karena licik dan banyak tipu muslihatnya" kata Coa Tay-tam, "siapa tahu kalau ia sengaja berbuat demikian agar kita semua tidak mempersiapkan diri? saudara Ou, mengirim berita dengan burung cui nip dari perguruanmu terkenal karena cepatnya bagai mana kalau kita kabarkan dulu berita ini kepada suhengmu dan mengundang kedatangannya ke perkampungan Li keh ceng?"
"Baik" Ou Wi Hi menganguk tanda setuju, "andaikata ia segera berangkat, sebelum senja besok hari dia sudah akan sampai disini. Menurut perkataan yang disampaikan si empat sesat, rupanya mereka bersiap sedia melakukan pengacauan pada esok malam" sembari berkata, tangannya lantas digerakkan ke depan ......
"Ciit ciit" kicauan burung memecahkan kesunyian, seekor burung kecil, bewarna hijau pupus terbang keluar dari balik ujung bajunya setelah berputar satu kali dari ruangan itu, dengan kecepatan yang luar biasa burung itu menerobos jendela dan lenyap ditengah kegelapan.
Sepeninggal burung itu, Ou Wi Hi berkata lagi.
"Seandainya mereka berempat sudah datang ada baiknya jika Li cengcu menyambut kedatangan mereka dengan tata cara persilatan baru dirundingkan kembali tindakan selanjutnya.”
Dengan wajah yang murung Li Liong berjalan untuk balik diruang itu, ancaman yang disampaikan Ciong lay sushia sungguh bikin pikirannya jadi kusut.
Begitulah, setelah berunding sekali lagi cara cara menghadapi musuh tangguh, ketiga orang itu mengambil kesimpulan bahwa andai kata say siu jin mo si mahluk tua itu belum mati, bahkan ilmu silat yang dimiliki beberapa kali lipat lebih dahsyat dari kepandaiannya sebelum terjatuh ke dalam jurang, peristiwa itu benar
benar merupakan suatu bencana besar yang mengancam keselamatan jiwa seluruh umat persilatan pada umumnya dan kesempatan jago jago yang tinggal dalam perkampungan Li keh ceng pada khususnya.
Sementara itu, sepeninggalnya dari telaga tadi buru-buru Ong It sin kembali ke kamarnya untuk ganti pakaian dan naik ke pembaringan untuk beristirahat.
Setelah mengalami pelbagai kejadian yang menegangkan hati, anak muda itu merasa terlampau penat, hingga begitu menempel di tempat pembaringan, ia lantas tertidur lelap.
Entah berapa lama ia sudah tertidur, tiba tiba suara pekikan nyaring dan jeritan kaget menyadarkan kembali dari tidurnya, pemuda itu mula mula masih segan antuk membuka matanya dan cuma menggeliat saja.
Mendadak tubuhnya terasa panas sekali, lagi pula diantara jeritan-jeritan manusia itu diiringi pula suara gemerutuk yang nyaring. Dengan keheranan Ong It sin segera membuka matanya.
Tapi begitu matanya terbuka, pemuda itu menjerit kaget, ternyata kobaran api telah menjilat-jilat dari empat penjuru, sebagian besar ruang kamar yang ditempatinya telah terjilat oleh bola api.
Tak terkirakan rasa kaget Ong It sin, buru buru ia melompat bangun seraya berteriak: "Kebakaran Kebakaran"
Beberapa teriakan kemudian, ia menangkap pula teriakan orang lain yang senada, dari luar ruangan, jelas semua orang sudah tahu kalau telah terjadi kebakaran, hanya dia sendiri yang mengetahui paling belakang.
Waktu itu pintu kamar sudah terjilat api, dia lari ke samping jendela dan membukanya dengan paksa.
Ketika jendela itu terbuka, asap hitam yang tebal segera menyusup masuk ke dalam ruangan udara jadi sesak. matanya jadi pedas hingga mengucsrkan air mata, tak tahan lagi dia terbatuk-batuk.
Sekuat tenaga ia menekan bingkai jendela dan melompat keluar, lalu bergelinding di tanah sebelum melompat bangun.
Menunggu ia sudah berdiri kembali, apa yang kemudian terlihat membuat dia jadi melongo.
Sejauh pandangannya memandang, kecuali asap tebal dan kobaran api yang terlihat, hampir boleh dibilang tidak tampak sesuatu apapun.
Ong It sin lari terbirit ke depan, dari sana muncul pula beberapa orang yang sedang menyelamatkan diri dari kobaran api.
"Hei, apa yang terjadi? Apa yang terjadi?" tanya Ong It sin ingin tahu.
Tapi beberapa orang itu tidak menggubris pertanyaannya, mereka malah meneruskan larinya kedepan. Dalam keadaan begini terpaksa Ong It sin hanya bisa ikut kabur dibelakang mereka.
Beberapa langkah kemudian, dari balik asap tebal tiba tiba terdengar suara Li Liong yang nyaring bagaikan geledek berkuman-dang datang:
"Mulut lembah belum tertutup kobaran api, jangan terlampau pikiran soal harta, cepat kabur ke sana"
Sekalipun berada dibalik hiruk pikuknya suara teriakan orang dan kobaran api, ternyata seruan Li Liong masih kedengaran nyaring. Mendengar teriak itu Ong It sin jadi terperanjat.
"Aduh celaka" serunya, "jangan jangan seluruh perkampungan sudah dimakan api?"
Dalam keadaan demikian, tak seorangpun yang menggubris seruan itu, sekalipun ada yang mendengar, belum tentu ada yang menjawab pertanyaannya tadi.
Akhirnya dengan membawa luka terbakar di beberapa bagian tubuhnya, pemuda itu sampai juga dimulut lembah dengan selamat.
Ditengah tanah lapang yang luar di depan mulut lembah, telah berkumpul beratus ratus orang mereka semua adalah anggota keluarga perkampungan Li keh ceng.
Ong It sin coba berpaling ke belakang ia lihat kobaran api dalam lembah masih menjilat-jilat dengan dahsyatnya, asap hitam yang telah membumbung tinggi ke angkasa, malahan dari atas dinding tebing di sekeliling lembah itu tiada hentinya melayang turun gumpalan gumpalan api yang membara:
Pemuda itu coba untuk mengamatinya dengan lebih seksama, akhirnya ia melihat secara lamat lamat ada sesosok bayangan manusia yang sedang melemparkan gumpalan api dari tiap penjuru tebing itu.
Seperti telah diketahui, perkampungan Li keh-ceng dibangun di dalam sebuah lembah yang dikelilingi bukit curam, dengan demikian, apabila ada orang yang melemparkan api dari atas tebing otomatis api itu terjatuh ke dasar lembah, padahal disekitar tempat itu tidak banyak terdapat sumber air, dengan sendirinya begitu terjadi kebakaran, api sukar dikendalikan dan perkampungan Li keh ceng pun sukar pula diselamatkan dari bahaya kebakaran.
Waktu itu, meski orang yang berkumpul dimulut lembah Li hu kok berjumlah banyak. akan tetapi tak seorangpun yang buka suara, ditengah keheningan yang mencekam sekeliling tempat itu hanya gelak tertawa seram berkumandang dari atas tebing, suara itu mengerikan membuat bulu kuduk orang pada bangun berdiri.
Tiba-tiba dari puncak tebing sebelah timur menggema suara bentakan nyaring dari Li Liong:
"Kurcaci dari mana yang berani mencari gara-gara disini?"
Sekalipun bentakan tersebut berkumandang dari atas tebing yang tinggi, namun suaranya tetap menggelegar bagaikan guntur yang membelah bumi, membuat telinga merasa amat sakit.
"Waaahh. . . . waaahh. . . . rupanya memang betul betul mereka yang memusnahkan perkumpulan Li keh ceng" gumam Ong It sin kemudian.
Sementara itu, manusia masih mengalir keluar tiada habisnya dari kubangan api, sedangkan keempat orang murid Li Liong sedang memimpin kawanan manusia itu mengungsi dari tempat bencana.
Ong It sin membaurkan dirinya diantara para pengungsi, tak seorangpun yang menaruh perhatian khusus kepadanya.
Setelah mengikuti beberapa li jauhnya, pemuda itu kembali berpaling kebelakang, ia lihat asap hitam yang mengepul dari dalam lembah telah menciptakan gumpalan awan hitam yang membeku di langit, segera pikirnya:
"Aaaai .... Entah bagaimana nasib paman sekarang? Beliau sedang bertempur melawan orang orang jahat itu di tebing sebelah timur . Eeeeh, kenapa aku tidak kesana?"
Ia tak berpikir betapa rendahnya ilmu silat yang dimilikinya, diapun tak mau tahu apakah tebing curam itu dapat didaki atau tidak, malahan tak pernah terlintas dalam benaknya apa gunanya ia menuju kesitu dengan dasar ilmu silat yang begitu rendah?
Tapi pada dasarnya pemuda itu memang tolol, apa yang dipikirkan segera dilakukan dengan cepat, tanpa banyak berbicara lagi ia tinggalkan rombongan pengungsi itu dan kabur keatas tebing.
Selang sesaat kemudian, ia sudah berada dibawah tebing sebelah timur, ketika pemuda itu menengok ke atas, terlihatlah pamannya si Dewa Perak Li Liong sedang melangsungkan pertarungan seru melawan perempuan berambut panjang itu
Dilihat dari keadaan yang tertera didepan mata, agaknya perempuan berambut panjang itu sudah terdesak di bawah angin, terbukti sambil bertempur ia mundur terus tiada hentinya.
Sementara Li Liong, sambil membentak penuh kemarahan, bagaikan hembusan angin topan dia mengejar terus dari belakangnya.
-00000d-w00000-
ONG IT SIN merasa sangat tegang, dengan sepasang mata yang terbelalak lebar dia awasi terus jalannya pertarungan itu
Tiba-tiba ia merasa tubuhnya ditepuk orang, tapi Ong It sin sedang memandang terpesona jalannya pertarungan, cepat dia mengigos kesamping sambil mengomel: "Hei, jangan tepuk tepuk aku, sana menyingkir jauh-jauh ......"
Baru selesai perkataan itu ketika kakinya mendadak ditangkap orang lantas ditarik kebelakang. “Bluuuk...." tak ampun lagi tubuhnya terjerembab keatas tanah. Ong It sin memang sudah terbiasa dipermainkan orang, sekalipun terjerembab ketanah, ternyata ia tidak ambil perduli, cepat-cepat pemuda itu merangkak bangun.
Entah sejak kapan munculkan diri, tahu tahu di hadapannya telah berdiri seorang manusia yang aneh sekali.
Orang itu mempu