I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati dan dikenal sebagai salah satu negara megabiodiversitas terbesar di dunia. Namun kondisi sekarang yang ada justru tingginya laju kerusakan
hutan tropis dan meningkatnya isu kerusakan
lingkungan, hal tersebut secara tidak langsung
telah mendorong kesadaran
masyarakat luas akan pentingnya pengelolaan lingkungan berbasis kelestarian ekosistem untuk menjamin kelestarian ekosistem dan lingkungan. Pengelolaan berbasis kelestarian ekosistem secara tidak langsung juga akan memanfaatkan potensi jasa lingkungan yang ada didalamnya, fenomena ini mendorong berkembangnya mekanisme pasar untuk produk jasa lingkungan dimana salah satunya adalah pengelolaan wisata berbasis kelestarian alam atau ekowisata. Kepariwisataan terutama kepariwisataan alam atau ekowisata mengalami perkembangan yang meningkat. Perkembangan sektor kepariwisataan ini juga melahirkan konsep wisata alternatif dimana secara aktif melibatkan aspek lingkungan, sosial-budaya, dan ekonomi masyarakat yang pada dasarnya adalah konsep wisata berkelanjutan, ekowisata merupakan salah satu produk wisata yang bertujuan sebagai pembangunan wisata berkelanjutan yang memberikan manfaat secara ekonomi dan adil secara etika dan sosial kepada masyarakat serta pelestarian ekologi. Kepariwisataan alam kemudian berkembang dan bergeser menjadi pola wisata minat khusus dan wisata ekologis. Kedua pola wisata ini pada umumnya sangat mengandalkan kualitas alam sehingga akan menjamin tetap terpeliharanya keberadaan dan kelestarian alam yang merupakan obyek dan daya tarik wisata. Sejak awal dekade delapan puluhan kepariwisataan yang semula wisatawan menginginkan memperoleh kesenangan di daerah tujuan wisata telah bergeser selain kesenangan tetapi juga memperoleh pengalaman baru. Wisatawan menghendaki memperoleh pengalaman berwisata yang berkualitas dengan melaksanakan kontak mendalam dengan alam dan masyarakat. Wisatawan baik lokal yang berasal dari kota dan wisatawan mancanegara dari negara industri
2
cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari–hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang masih alami. Keadaan ini sangat menguntungkan bagi negara–negara tropika, termasuk Indonesia yang memiliki pulau sekitar 17.000 pulau sehingga memiliki keanekaragaman alam dan ekosistem yang tinggi. Prospek yang bagus dari sisi sumber daya ini menyebabkan potensi produk wisata alam memiliki daya tawar dan daya saing yang tinggi. Daya tawar dan daya saing yang tinggi ini memungkinkan Indonesia bersaing di kawasan ASEAN, asia Timur, Afrika dan Amerika Latin. Dengan pertimbangan isu lingkungan yang sudah menjadi tuntutan dunia, pengembangan ekowisata menjadi alternatif utama dalam pengembangan bisnis wisata yang mampu menarik perhatian pengunjung baik domestik maupun mancanegara. Taman Wisata Alam (TWA) menurut Undang–Undang no. 5 tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, merupakan kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Kawasan TWA dapat dijadikan sebagai salah satu tempat wisata, namun dalam pengembangan kawasannya perlu dilakukan suatu upaya agar potensi–potensi alam yang menjadi sumberdaya wisata tersebut tidak mudah cepat rusak dan tetap terjaga kelestariannya. Pangsa pasar TWA sendiri tidak
sebesar
pangsa
pasar
pariwisata
pada
umumnya
dikarenakan
karakteristiknya yang lebih berorientsi kepada keaslian alam sehingga lebih diminati oleh orang–orang yang memiliki kesadaran tinggi terhadap lingkungan. Salah satu kawasan wisata yang paling banyak diminati adalah Kawasan Wisata Puncak, Puncak menyimpan potensi wisata yang besar karena di kawasan Puncak terdapat berbagai objek wisata yang dapat menarik pengunjung. Dalam Lampiran 1 dapat dilihat berbagai objek wisata yang terdapat di Kawasan Puncak serta perkembangan kunjungan wisatawan baik wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara sejak tahun 2007-2010. Tren perkembangan yang baik ini menunjukkan bahwa kawasan Puncak menyimpan potensi besar yang harus digali untuk mengoptimalkan potensinya.
3
Secara administrasi pemerintahan TWA Telaga Warna terletak di Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua, terletak di dalam dua wilayah kabupaten yaitu Bogor dan Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Kawasan ini terletak pada ketinggian antara 1097 – 1400 M.dpl dan mempunyai luas wilayah sekitar 5 Ha. TWA Telaga Warna cocok untuk tempat beristirahat sambil
menikmati keindahan
alamnya, akan tetapi memang TWA Telaga Warna belum mampu menarik pengunjung ke daerah tersebut sebagai tujuan utama. Sebagai salah satu daerah tujuan wisata di daerah Puncak, TWA Telaga Warna mempunyai potensi daya tarik yang besar untuk dikembangkan dalam rangka menarik pengunjung. Hal ini dapat dilihat dari potensi flora dan fauna yang dimiliki oleh TWA Telaga Warna yang beranekaragam seperti diantaranya potensi flora yang ada yaitu Saninten (Castanopsis argantea), Rasamala
(Altingia excelsa), Tebe (Sloanea sigun),
Puspa (Schima walichii), dan potensi fauna yang ada antara lain seperti Owa Jawa (Hylobates moloch), Lutung (Trachypitachus auratus), Surili (Presbytis comate) dan Elang Jawa (Spizaetus bartelsi). Selain itu terdapat juga potensi wisata yang ada dimana TWA Telaga Warna mempunyai keunikan yang khas yaitu dapat berubahnya warna permukaan air telaga dan didukung juga dengan adanya beberapa atraksi dan fasilitas wisata yang terdapat di bagian dalam kawasan diantaranya adalah kegiatan Outbound, Jungle Trackking, Flying Fox, dan Perahu untuk mengelilingi Telaga. Namun TWA Telaga Warna saat ini lebih bersifat objek wisata singgahan bukan tujuan utama, hal ini bisa dilihat dari jumlah pengunjung yang ada dibandingkan dengan objek wisata lainnya di kawasan Puncak (Lampiran 1) TWA Telaga Warna hanya berada di sekitar posisi 6 (enam) dari 17 (tujuh belas) objek wisata yang ada di Kawasan Puncak. TWA Telaga Warna sebagai objek wisata yang terletak di kawasan Wisata Puncak dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Wilayah I dan Seksi Konservasi Wilayah 2 Bogor dibawah naungan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat. Dengan menggunakan sistem blok pembagian blok pada kawasan ini dibagi menjadi dua, yaitu blok inti atau perlindungan dan blok pemanfaatan (tempat wisata), sedangkan pengelolaan wisata dikelola oleh
4
pengelola (Kepala Resort bekerjasama dengan Koperasi Alam Lestari) dan pihak swasta (PT. Lintas Daya Kreasi). Berdasarkan hasil survei awal penelitian ke Resort TWA Telaga Warna dan BKSDA Seksi Konservasi Wilayah 2 Bogor, saat ini pemegang ijin utama yaitu pihak swasta (PT. Lintas Daya Kreasi) masih hanya melakukan pembangunan yang bersifat formalitas agar tidak kehilangan ijin pengelolaan wisata tanpa memperhatikan potensi yang ada. Selain masalah pembangunan, tiket masuk yang ada selama ini tidak dievaluasi kembali padahal seharusnya dievaluasi setiap 3 tahun sekali menurut PP 59 tahun 1998 tentang PNBP. Sebagian besar pemasukan dari tiket masuk merupakan hak Pemerintah Daerah sedangkan pihak swasta dan pengelola koperasi mendapatkan pemasukan dari pengelolaan wisata dan sarana prasana di dalam objek wisata. Sejak tahun 2007 dimana promosi mulai gencar dilakukan, mulai terjadi peningkatan jumlah pengunjung yang cenderung terjadi tiap tahunnya (Tabel 1). Akan tetapi peningkatan ini bukan dari inisiatif pihak pengelola dan pihak swasta melainkan dari pihak BKSDA yang memang concern akan kondisi TWA Telaga Warna dengan memberikan bantuan SDM dan fasilitas hiburan tambahan. Tabel 1. Jumlah Pengunjung TWA Telaga Warna Tahun
Wisatawan Domestik
Wisatawan Mancanegara
Jumlah
2004
2449
130
2579
2005
2019
407
2426
2006
5960
645
6605
2007
12775
518
13293
2008
12679
734
13413
2009
20150
1285
21435
2010
27094
2041
29135
2011
26013
5500
31513
Sumber: Telaga Warna Dokumen Tahun 2011 Adanya overlapping peran antara pihak pengelola kawasan yaitu BKSDA dan pihak pengelola wisata (PT. Lintas Daya Kreasi) membuat konsep 3P yaitu People, Profit, Planet dan juga konsep Sustainable Business Development menjadi timpang terutama dari segi bisnis. Pihak pengelola kawasan yaitu BKSDA justru concern dan ingin mengembangkan TWA Telaga Warna
5
sedangkan hal tersebut bukanlah tugas pokoknya melainkan tugas pokok pihak swasta yaitu PT. Lintas Daya Kreasi selaku pengelola wisata. Hal ini sejalan dengan apa yang kemukakan Pak Dikdik selaku Kepala Resort TWA Telaga Warna dimana pihak swasta sebagai pengelola wisata seharusnya lebih berperan mengembangkan potensi wisata yang ada dibantu dengan pengawasan dari pihak BKSDA. Hal ini dimaksudkan sebagai kontrol agar pembangunan dan pengembangan wisata alam yang ada tidak sampai merusak lingkungan. Akan tetapi situasi yang ada sekarang seakan–akan pihak swasta enggan melepas ijin usaha yang dimilikinya namun tidak juga mengembangkan potensi wisata yang ada di TWA Telaga Warna. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mengapa pihak swasta tidak segera mengembangkan potensi yang ada di TWA Telaga Warna, pihak BKSDA yang justru lebih concern untuk dapat mengembangkan TWA Telaga Warna pun sudah mengusulkan beberapa ide untuk pengembangan wisata di TWA Telaga Warna namun pengembangan wisata tersebut tetap harus seijin dan dilakukan pihak swasta ( PT. Lintas Daya Kreasi). Pengelolaan yang masih seadanya ini menyembunyikan potensi dari TWA Telaga Warna untuk menjadi tujuan wisata utama sehingga hanya menjadikan TWA Telaga Warna menjadi tempat persinggahan dimana pengunjung hanya sekedar mampir ke TWA Telaga Warna dari objek wisata lain atau hanya sekedar lewat saja. Bahkan pengunjung yang datang tidak menghabiskan waktu yang lama saat berada di kawasan TWA Telaga Warna. Walau memang saat ini terjadi perkembangan pengunjung yang selalu meningkat akan tetapi cara yang dilakukan tidak berpedoman kepada prinsip ekowisata, belum terintegrasinya partisipasi masyarakat dan pengelolaan wisata berbasis masyarakat serta pembangunan wisata berbasis pelestarian alam. Dengan bentuk pengelolaan seperti sekarang maka kondisi sekarang yang ada sekarang belum tentu akan bertahan lama karena tidak mendukung program pembangunan berkelanjutan, permasalahan ini pun didukung oleh akses ke lokasi yang masih sulit terutama untuk kendaraan roda empat, tidak jelasnya petunjuk arah menuju lokasi, minimnya tempat parkir, dan kurangnya dukungan dari pihak lain seperti Pemerintah Daerah serta objek wisata lain. Dengan kondisi pengelolaan seperti ini untuk menjamin keberlanjutannya pengelolaan TWA Telaga Warna harus dilakukan dengan pendekatan Sustainable
6
Tourism agar potensi yang ada dari TWA Telaga Warna dapat tergali dan tersalurkan. Dalam hal ini perlu adanya pembahasan tentang konsep wisata seperti apa yang akan dikembangkan di TWA Telaga Warna berdasarkan potensi sumberdaya dan juga aktivitas wisata yang dapat dikembangkan di TWA Telaga Warna. Pengembangan prinsip kemitraan karena berbagai masalah yang ada dalam pengembangan TWA Telaga Warna harus dipecahkan oleh semua pihak yang terlibat tidak hanya satu pihak saja. Pendekatan Value Chain Analysis dapat digunakan untuk mengidentifikasi aktor, peran, hubungan, hambatan, peluang untuk upgrading dan juga membantu dalam mengambil keputusan alternatif terbaik bagi mendukung industri wisata terutama Sustainable Tourism yang mengoptimalkan pemanfaatan nilai–nilai konservasi lingkungan serta memberikan keuntungan secara ekonomi.
1.2 Rumusan Masalah Kepariwisataan alam terutama ekowisata merupakan suatu potensi besar yang dapat dijadikan sumber pendapatan baru. Hal ini pun didukung dengan keanekaragaman alam dan ekosistem yang tinggi yang ada di Indonesia dan juga meningkatnya minat wisatawan baik asing maupun lokal untuk mencari pengalaman baru dengan ekowisata. TWA Telaga Warna merupakan salah satu objek daya tarik wisata alam di kawasan wisata puncak dimana pengunjungnya cenderung meningkat. Akan tetapi pengelolaan yang masih seadanya membuat potensi yang ada di dalam TWA Telaga Warna menjadi tidak optimal. Penerapan konsep ekowisata berbasis masyarakat yang berpedoman kepada prinsip berkelanjutan di TWA Telaga Warna saat ini dapat dikatakan belumlah berjalan dengan optimal dan terkesan setengah–setengah, hal ini terkait dengan overlapping peran pengelolaan wisata sehingga perlu dilakukan identifikasi terhadap aktor–aktor yang berperan dalam rantai nilai TWA Telaga Warna dan menganalisis hubungan kerjasama yang terjalin di antara masing–masing aktor tersebut. Pengembangan rantai nilai dapat menjadi solusi untuk menciptakan jalinan kerjasama yang sinergis antara aktor – aktor dan juga objek wisata yang berada di
7
kawasan Puncak yang sekiranya akan dapat memberikan suatu nilai tambah kepada setiap stakeholder dan wisatawan. Berdasarkan latar belakang yang sudah diutarakan sebelumnya maka dapat dirumuskan permasalahan yang ada sebagai berikut : 1. Bagaimana peta rantai nilai dan peranan dari pihak dan aktor–aktor yang terkait dalam rantai nilai di kawasan TWA Telaga Warna saat ini? 2. Apakah isu dan faktor strategis yang berpengaruh dalam pengembangan ekowisata berkelanjutan di TWA Telaga Warna? 3. Bagaimana alternatif strategi dan upgrading rantai nilai guna mengembangkan TWA Telaga Warna menjadi ekowisata berkelanjutan?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Menganalisis peta rantai nilai dan peranan dari masing–masing aktor yang terkait dalam pengembangan dan pengelolaan ekowisata di TWA Telaga Warna
2.
Menganalisis isu dan faktor yang berpengaruh dalam pengembangan ekowisata berkelanjutan di TWA Telaga Warna
3.
Merumuskan
alternatif
strategi
pengembangan
rantai
nilai
untuk
mengembangkan TWA Telaga Warna menjadi ekowisata berkelanjutan.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1.
Memberikan masukan kepada pihak yang mengelola TWA Telaga Warna, Pemerintah Daerah, dan pihak–pihak yang terkait dalam rantai nilai Ekowisata TWA Telaga Warna untuk dapat menerapkan konsep ekowisata berkelanjutan yang terintegrasi antar aktor dan juga objek wisata lainnya dalan kawasan Puncak.
2.
Memberikan masukan kepada masyarakat dan peneliti lain yang akan melakukan penelitian dalam bidang ekowisata.
8
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB