BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang :
a. bahwa untuk memberikan perlindungan, pengakuan, penentuan status pribadi dan status hukum setiap Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami oleh Penduduk Indonesia dan Warga Negara Indonesia yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, perlu dilakukan pengaturan tentang Administrasi Kependudukan; b. bahwa dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil perlu disesuaikan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan di Kabupaten Magelang;
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Tengah; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3019); 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3474); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);
1
6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);
7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4634);
10. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4674);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3050);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 159, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4588);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1975 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4736);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4826);
17. Keputusan Presiden Nomor 88 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan ((Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 119);
18. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan;
2
19. Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil; 20. Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional; 21. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Magelang Nomor 5 Tahun 1988 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Magelang (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Magelang Tahun 1988 Seri D Nomor 12); 22. Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Mekanisme Konsultasi Publik (Lembaran Daerah Kabupaten Magelang Tahun 2004 Nomor 11 Seri E Nomor 7); 23. Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Magelang Tahun 2006 Nomor 11 Seri E Nomor 7); 24. Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Magelang (Lembaran Daerah Kabupaten Magelang Tahun 2008 Nomor 21);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MAGELANG dan BUPATI MAGELANG MEMUTUSKAN: Menetapkan:
PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MAGELANG. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Magelang. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Bupati adalah Bupati Magelang. 4. Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dalam urusan pemerintahan dalam negeri. 5. Instansi Pelaksana adalah Dinas yang bertanggung jawab dan berwenang dalam urusan administrasi kependudukan. 6. Camat adalah camat di Kabupaten Magelang. 7. Kepala Desa/ Lurah adalah Kepala Desa/ Lurah di Kabupaten Magelang.
3
8. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah NKRI di wilayah Kabupaten Magelang. 9. Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah dalam wilayah kerja kecamatan. 10. Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain. 11. Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia. 12. Warga Negara Indonesia yang selanjutnya disingkat WNI adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undangundang sebagai Warga Negara Indonesia. 13. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat NKRI adalah satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah dibawahnya, serta ruang udara diatasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya. 14. Orang asing adalah orang bukan WNI. 15. Unit Pelaksana Teknis Daerah selanjutnya disingkat UPTD adalah Unit Pelaksana Teknis Instansi Pelaksana Kabupaten Magelang. 16. Catatan pinggir adalah catatan mengenai perubahan status atas terjadinya peristiwa penting dalam bentuk catatan yang diletakkan pada bagian pinggir akta atau bagian akta yang memungkinkan (di halaman/ bagian, muka atau belakang akta) oleh Pejabat Pencatatan Sipil. 17. Dokumen Kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. 18. Data Kependudukan adalah data perseorangan dan/ atau data agregat yang terstruktur sebagai hasil kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. 19. Pendaftaran Penduduk adalah pencatatan biodata penduduk, pencatatan atas pelaporan peristiwa kependudukan dan pendataan penduduk rentan administrasi kependudukan serta penerbitan dokumen kependudukan berupa kartu identitas atau surat keterangan kependudukan. 20. Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan. 21. Peristiwa Kependudukan adalah kejadian yang dialami penduduk yang harus dilaporkan karena membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan/ atau surat keterangan kependudukan lainnya meliputi pindah datang, perubahan alamat, status tinggal terbatas menjadi tinggal tetap. 22. Nomor Induk Kependudukan yang selanjutnya disingkat NIK adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia. 23. Kartu Keluarga yang selanjutnya disingkat KK adalah kartu identitas keluarga yang memuat data tentang nama, susunan dan hubungan dalam keluarga, serta identitas anggota keluarga.
4
24. Kartu Tanda Penduduk yang selanjutnya disingkat KTP adalah identitas resmi penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah NKRI. 25. Pencatatan Sipil adalah pencatatan peristiwa penting yang dialami oleh seseorang dalam register pencatatan sipil pada Instansi Pelaksana. 26. Pejabat Pencatatan Sipil adalah pejabat yang melakukan pencatatan peristiwa penting yang dialami seseorang pada Instansi Pelaksana yang pengangkatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 27. Izin Tinggal Terbatas adalah izin tinggal yang diberikan kepada Orang Asing untuk bertempat tinggal di wilayah NKRI dalam jangka waktu yang terbatas sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 28. Izin Tinggal Tetap adalah izin tinggal yang diberikan pada Orang Asing untuk bertempat tinggal menetap di wilayah NKRI sesuai dengan peraturan perundangundangan. 29. Petugas Registrasi adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas dan tanggung jawab memberikan pelayanan pelaporan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting serta pengelolaan dan penyajian data kependudukan di desa/ kelurahan. 30. Surat Keterangan Tempat Tinggal yang selanjutnya disingkat SKTT adalah surat keterangan yang dikeluarkan oleh Instansi Pelaksana yang diberikan kepada Orang Asing yang telah mempunyai izin tinggal terbatas yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang dalam jangka waktu tertentu. 31. Kantor Urusan Agama Kecamatan yang selanjutnya disingkat KUA adalah satuan kerja yang melaksanakan pencatatan nikah, talak, cerai dan rujuk pada tingkat Kecamatan bagi penduduk yang beragama Islam. 32. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah pernyataan dan pelaksanaan hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keyakinan yang diwujudkan dengan perilaku ketaqwaan dan peribadatan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta pengamalan budi luhur yang ajarannya bersumber dari kearifan lokal bangsa Indonesia. 33. Penghayatan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang selanjutnya disebut Penghayat Kepercayaan adalah setiap orang yang mengakui dan meyakini nilai-nilai penghayatan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 34. Surat Perkawinan Penghayat Kepercayaan adalah bukti terjadinya perkawinan Penghayat Kepercayaan yang dibuat, ditandatangani dan disahkan oleh Pemuka Penghayat Kepercayaan. 35. Sistem Informasi Administrasi Kependudukan yang selanjutnya disingkat SIAK adalah sistem informasi yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi pengelolaan informasi administrasi kependudukan di tingkat pemerintah daerah dan Instansi Pelaksana sebagai satu kesatuan. 36. Data Pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya. 37. Dokumen Identitas Lainnya adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Departemen/ Lembaga Pemerintah Non Departemen atau Badan Hukum Publik dan Badan Hukum Privat yang terkait dengan identitas penduduk, selain dokumen kependudukan. 38. Database adalah kumpulan berbagai jenis data kependudukan yang tersimpan secara sistematik, terstruktur dan saling berhubungan dengan menggunakan perangkat lunak, perangkat keras dan jaringan komunikasi data.
5
39. Hak Akses adalah hak yang diberikan oleh menteri kepada petugas yang ada pada pemerintah daerah dan Instansi Pelaksana untuk dapat mengakses database kependudukan sesuai dengan izin yang diberikan. 40. Pengguna Data Pribadi Penduduk adalah instansi pemerintah dan swasta yang membutuhkan informasi data sesuai dengan bidangnya. 41. Kantor Kementerian Agama adalah Kantor Kementerian Agama Kabupaten Magelang. 42. Pengadilan Agama adalah Pengadilan Agama Mungkid. 43. Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi yang terjadi serta menemukan tersangkanya 44. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindakan pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. 45. Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 46. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah yang selanjutnya disebut PPNS Daerah adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan pemerintah daerah yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran peraturan daerah. BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PENDUDUK Pasal 2 Setiap penduduk mempunyai hak untuk memperoleh: a. dokumen kependudukan; b. pelayanan yang sama dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil; c. perlindungan atas data pribadi; d. kepastian hukum atas kepemilikan dokumen; e. informasi mengenai data hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil atas dirinya dan/ atau keluarganya; dan f. ganti rugi dan pemulihan nama baik sebagai akibat kesalahan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil serta penyalahgunaan data pribadi oleh Instansi Pelaksana.
Pasal 3 Setiap penduduk wajib melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami kepada Instansi Pelaksana dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Pasal 4 WNI yang berada di luar wilayah NKRI wajib melaporkan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya kepada instansi yang membidangi urusan kependudukan di negara setempat dan/ atau kepada Perwakilan Republik Indonesia dengan memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.
6
BAB III PENYELENGGARAAN KEWENANGAN Bagian Kesatu Pemerintah Daerah Pasal 5 (1) Pemerintah daerah berkewajiban dan bertanggung jawab menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang kependudukan dan pencatatan sipil. (2) Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kependudukan dan pencatatan sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati mempunyai kewenangan meliputi: a. koordinasi penyelenggaraan administrasi kependudukan; b. pembentukan Instansi Pelaksana yang tugas dan fungsinya di bidang administrasi kependudukan; c. pengaturan teknis penyelenggaraan administrasi kependudukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; d. pembinaan dan sosialisasi penyelenggaraan administrasi kependudukan; e. pelaksanaan kegiatan pelayanan rnasyarakat di bidang kependudukan dan pencatatan sipil; f. penugasan kepada desa untuk menyelenggarakan sebagian urusan administrasi kependudukan berdasarkan asas tugas pembantuan; g. pengelolaan dan penyajian data kependudukan berskala kabupaten; dan h. koordinasi pengawasan atas penyelenggaraan administrasi kependudukan. Bagian Kedua Instansi Pelaksana Pasal 6 Instansi Pelaksana melaksanakan urusan pemerintahan bidang kependudukan dan pencatatan sipil dengan kewajiban meliputi: a. mendaftar peristiwa kependudukan dan mencatat peristiwa penting; b. memberikan pelayanan yang sama dan profesional kepada setiap penduduk atas pelaporan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting; c. menerbitkan dokumen kependudukan; d. mendokumentasikan hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil; e. menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas peristiwa kependudukan dan peristiwa penting; dan f. melakukan verifikasi dan validasi data dan informasi yang disampaikan oleh penduduk dalam pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Pasal 7 Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang kependudukan dan pencatatan sipil, Instansi Pelaksana berwenang : a. melakukan koordinasi dengan Kantor Kementerian Agama dan Pengadilan Agama berkaitan dengan pencatatan nikah, talak, cerai dan rujuk bagi penduduk yang beragama islam yang dilakukan oleh KUA; dan
7
b. melakukan supervisi bersama dengan Kantor Kementerian Agama dan Pengadilan Agama mengenai pelaporan pencatatan sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam rangka pembangunan database kependudukan. Pasal 8 Dalam melaksanakan urusan pemerintahan bidang kependudukan dan pencatatan sipil, Instansi Pelaksana mempunyai tugas: a. menyediakan dan menyerahkan blangko dokumen kependudukan dan formulir untuk pelayanan pencatatan sipil sesuai dengan kebutuhan; b. meminta laporan pelaksanaan tugas, kewajiban dan kewenangan UPTD yang berkaitan dengan pelayanan pencatatan sipil; c. melakukan pembinaan, pembimbingan, dan supervisi terhadap pelaksanaan tugas, kewajiban dan kewenangan UPTD; dan d. melakukan pembinaan dan supervisi terhadap penugasan kepada desa/ kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf f. Pasal 9 Dalam melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 8, Instansi Pelaksana: a. melakukan koordinasi dengan Kantor Kementerian Agama dalam memelihara hubungan timbal balik melalui pembinaan masing-masing kepada instansi vertikal dan UPTD; b. melakukan koordinasi dengan instansi terkait kabupaten dalam penertiban pelayanan administrasi kependudukan; c. meminta dan menerima data kependudukan dari perwakilan Republik Indonesia di luar negeri melalui bupati; dan d. melakukan koordinasi penyajian data dengan instansi terkait. Bagian Ketiga Petugas Pencatatan Sipil dan Petugas Registrasi Pasal 10 (1) Pejabat Pencatatan Sipil mempunyai kewenangan melakukan verifikasi kebenaran data, melakukan pembuktian pencatatan atas nama jabatannya, mencatat data dalam register akta pencatatan sipil, menerbitkan kutipan akta pencatatan sipil dan membuat catatan pinggir pada akta-akta pencatatan sipil. (2) Pengangkatan dan pemberhentian serta tugas pokok Pejabat Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 11 (1) Petugas registrasi membantu kepala desa atau lurah dan Instansi Pelaksana dalam pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. (2) Petugas registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh bupati dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. (3) Pengangkatan dan pemberhentian serta tugas pokok petugas registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
8
Bagian Keempat Unit Pelaksana Teknis Daerah Pasal 12 (1) Dalam hal di daerah dibentuk UPTD, pelayanan pencatatan sipil dilakukan oleh UPTD. (2) Pelayanan pencatatan sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. kelahiran; b. kematian; c. lahir mati; d. perkawinan; e. perceraian; f. pengakuan anak; g. pengesahan anak; h. pengangkatan anak; i. perubahan nama; j. perubahan status kewarganegaraan; k. pembatalan perkawinan; l. pembatalan perceraian; dan m. peristiwa penting lainnya. (3) Pelaksanaan tugas pelayanan pencatatan sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 13 Pejabat Pencatat Sipil pada UPTD berwenang menerbitkan Kutipan Akta Catatan Sipil yang meliputi akta: a. kelahiran; b. kematian; c. perkawinan; d. perceraian; dan e. pengakuan anak. BAB IV PENDAFTARAN PENDUDUK Bagian Kesatu Nomor Induk Kependudukan Pasal 14 (1) Setiap penduduk wajib memiliki NIK. (2) NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Instansi Pelaksana setelah dilakukan pencatatan biodata penduduk sebagai dasar penerbitan KK dan KTP pada Instansi Pelaksana tempat domisili yang bersangkutan. (3) NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku seumur hidup dan selamanya, tidak berubah dan tidak mengikuti perubahan domisili. (4) Penerbitan NIK bagi bayi yang lahir di luar wilayah administrasi domisili, dilakukan setelah pencatatan biodata penduduk pada Instansi Pelaksana tempat domisili orang tuanya. (5) Ketentuan mengenai NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
9
Pasal 15 (1) Dokumen identitas lainnya yang diterbitkan oleh departemen/ lembaga pemerintah non departemen atau badan hukum publik dan badan hukum privat wajib mencantumkan NIK. (2) NIK dicantumkan pada kolom khusus yang disediakan pada setiap dokumen identitas lainnya yang diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 16 (1) Dokumen identitas lainnya yang diterbitkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 harus memenuhi persyaratan yang meliputi dokumen resmi dan bukti diri pemegangnya. (2) Persyaratan dan tata cara penerbitan dokumen identitas lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Bagian Kedua Pendaftaran Peristiwa Kependudukan Paragraf 1 Perubahan Alamat Pasal 17 (1) Dalam hal terjadi perubahan alamat penduduk di daerah, Instansi Pelaksana wajib menyelenggarakan penerbitan perubahan dokumen pendaftaran penduduk. (2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan perubahan dokumen pendaftaran penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Paragraf 2 Pindah Datang Penduduk dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 18 (1) Penduduk WNI di daerah yang pindah ke luar daerah dalam wilayah NKRI wajib melapor kepada Instansi Pelaksana untuk mendapatkan Surat Keterangan Pindah. (2) Berdasarkan Surat Keterangan Pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penduduk yang bersangkutan wajib melapor kepada Instansi Pelaksana di daerah tujuan untuk penerbitan Surat Keterangan Pindah Datang. Pasal 19 (1) Penduduk WNI yang datang dari luar daerah wajib melapor kepada Instansi Pelaksana dengan membawa Surat Keterangan Pindah dari daerah asal paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterbitkannya Surat Keterangan Pindah. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Instansi Pelaksana menerbitkan Surat Keterangan Pindah Datang. (3) Surat Keterangan Pindah Datang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) digunakan sebagai dasar perubahan atau penerbitan KK dan KTP bagi penduduk yang bersangkutan.
10
Pasal 20 (1) Penduduk WNI di daerah yang pindah antar kecamatan wajib melapor kepada camat tempat tinggal asal. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), camat menerbitkan Surat Keterangan Pindah atas nama Kepala Instansi Pelaksana. (3) Berdasarkan Surat Keterangan Pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) penduduk yang bersangkutan wajib melapor kepada camat di tempat tujuan paling lambat 30 (tiga puluh) hari. (4) Surat Keterangan Pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar perubahan atau penerbitan KK dan KTP. Pasal 21 (1) Penduduk WNI di daerah yang pindah antar desa/ kelurahan dalam satu kecamatan wajib melapor kepada kepala desa/ lurah di tempat tinggal asal. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala desa/ lurah menerbitkan Surat Keterangan Pindah atas nama Kepala Instansi Pelaksana. (3) Berdasarkan Surat Keterangan Pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penduduk yang bersangkutan wajib melapor kepada kepala desa/ lurah di tempat tujuan paling lambat 30 (tiga puluh) hari. (4) Surat Keterangan Pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar perubahan atau penerbitan KK dan KTP baru. Pasal 22 (1) Penduduk WNI di daerah yang pindah dalam satu desa/ kelurahan wajib melapor kepada kepala desa/ lurah di desa/ kelurahan. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala desa/ lurah menerbitkan Surat Keterangan Pindah atas nama Kepala Instansi Pelaksana. (3) Surat Keterangan Pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar perubahan atau penerbitan KK dan KTP baru. Pasal 23 (1) Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas atau Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap di daerah yang pindah ke luar daerah dalam wilayah NKRI wajib melaporkan rencana kepindahannya kepada Instansi Pelaksana. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan Surat Keterangan Pindah Datang. (3) Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaporkan kedatangan kepada Instansi Pelaksana di daerah tujuan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan Surat Keterangan Pindah Datang. (4) Surat Keterangan Pindah Datang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar perubahan atau penerbitan KK, KTP, atau SKTT bagi Orang Asing yang bersangkutan. Pasal 24 (1) Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap di luar daerah yang datang ke daerah wajib melapor kepada Instansi Pelaksana dengan membawa Surat Keterangan Pindah Datang dari daerah asal
11
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterbitkannya Surat Keterangan Pindah Datang. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Instansi Pelaksana menandatangani Surat Keterangan Pindah Datang. (3) Surat Keterangan Pindah Datang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar perubahan atau penerbitan KK, KTP, atau SKTT bagi Orang Asing yang bersangkutan. Paragraf 3 Pindah Datang Antar Negara Pasal 25 (1) Penduduk WNI di daerah yang pindah ke luar negeri wajib melaporkan rencana kepindahannya kepada Instansi Pelaksana. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri. (3) Penduduk WNI yang telah pindah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan berstatus menetap di luar negeri wajib melaporkan kepada Perwakilan Republik Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak kedatangannya.
Pasal 26 (1) WNI yang datang dari luar negeri ke daerah wajib melaporkan kedatangannya kepada Instansi Pelaksana paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal kedatangan. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri sebagai dasar penerbitan KK dan KTP. Pasal 27 (1) Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas yang datang dari luar negeri ke daerah dan Orang Asing yang memiliki izin lainnya yang telah berubah status sebagai pemegang Izin Tinggal Terbatas yang berencana bertempat tinggal di daerah wajib melaporkan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterbitkan Izin Tinggal Terbatas. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan SKTT. (3) Masa berlaku SKTT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan masa berlaku Izin Tinggal Terbatas. (4) SKTT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dibawa pada saat bepergian. Pasal 28 (1) Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas yang telah berubah status menjadi Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap wajib melaporkan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 14 (empat belas) hari sejak diterbitkan Izin Tinggal Tetap. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan KK dan KTP.
12
Pasal 29 (1) Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas atau Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang akan pindah ke luar negeri wajib melaporkan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum rencana kepindahannya. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana melakukan pendaftaran. Pasal 30 Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pendaftaran peristiwa kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Ketiga Pendataan Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan Pasal 31 (1) Instansi Pelaksana wajib melakukan pendataan penduduk rentan administrasi kependudukan yang meliputi: a. penduduk korban bencana alam; b. penduduk korban bencana sosial; dan c. orang terlantar. (2) Pendataan penduduk rentan administrasi kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dapat dilakukan di tempat sementara. (3) Hasil pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar penerbitan Surat Keterangan Kependudukan untuk Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan. Pasal 32 Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pendataan penduduk rentan administrasi kependudukan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Keempat Pelaporan Penduduk yang Tidak Mampu Mendaftarkan Sendiri Pasal 33 (1) Penduduk yang tidak mampu rnelaksanakan sendiri pelaporan terhadap peristiwa kependudukan yang menyangkut dirinya sendiri dapat dibantu oleh Instansi Pelaksana atau meminta bantuan kepada orang lain. (2) Ketentuan mengenai pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Kelima Pelaporan Penduduk Yang Berusia Lebih Dari 15 Tahun Dan Kurang Dari 17 Tahun Pasal 34 (1) Penduduk yang berusia lebih dari 15 tahun dan kurang dari 17 tahun dapat mengajukan permohonan penerbitan Kartu Identitas Penduduk (Karip).
13
(2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengajuan permohonan penerbitan Karip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. BAB V PENCATATAN SIPIL Bagian Kesatu Pencatatan Kelahiran Paragraf 1 Pencatatan Kelahiran di Daerah Pasal 35 (1) Setiap kelahiran di daerah wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak kelahiran. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada register akta kelahiran dan menerbitkan kutipan akta kelahiran. Pasal 36 (1) Pencatatan kelahiran dalam register akta kelahiran dan penerbitan kutipan akta kelahiran terhadap peristiwa kelahiran seseorang yang tidak diketahui asal-usulnya atau keberadaan orang tuanya, didasarkan pada laporan orang yang menemukan dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan dari Kepolisian. (2) Kutipan Akta Kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Pejabat Pencatatan Sipil dan disimpan oleh Instansi Pelaksana. Paragraf 2 Pencatatan Kelahiran di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Pasal 37 (1) WNI dari daerah yang melahirkan di luar wilayah NKRI wajib mencatatkan kelahirannya pada instansi yang berwenang di negara setempat dan dilaporkan kepada Perwakilan Republik Indonesia. (2) Dalam hal negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menyelenggarakan pencatatan kelahiran bagi orang asing, pencatatan dilakukan pada Perwakilan Republik Indonesia setempat. (3) Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencatat peristiwa kelahiran dalam register akta kelahiran dan menerbitkan kutipan akta kelahiran. (4) Pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaporkan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak WNI yang bersangkutan kembali ke NKRI. Paragraf 3 Pencatatan Kelahiran di atas Kapal Laut atau Pesawat Terbang Pasal 38 (1) WNI dari daerah yang melahirkan di atas kapal laut atau pesawat terbang wajib melaporkan kelahirannya kepada Instansi Pelaksana di tempat tujuan atau tempat
14
singgah berdasarkan keterangan kelahiran dari nahkoda kapal laut atau kapten pesawat terbang. (2) Dalam hal tempat tujuan atau tempat singgah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di wilayah NKRI, kelahiran dilaporkan kepada Instansi Pelaksana setempat untuk dicatat dalam register akta kelahiran dan diterbitkan kutipan akta kelahiran. (3) Dalam hal tempat tujuan atau tempat singgah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di luar wilayah NKRI, kelahiran dilaporkan kepada negara tempat tujuan atau tempat singgah. (4) Apabila negara tempat tujuan atau tempat singgah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak menyelenggarakan pencatatan kelahiran bagi orang asing, pencatatan dilakukan pada Perwakilan Republik Indonesia setempat. (5) Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mencatat peristiwa kelahiran dalam register akta kelahiran dan menerbitkan kutipan akta kelahiran. (6) Pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak WNI yang bersangkutan kembali ke NKRI. Pasal 39 Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal 36, Pasal 37 dan Pasal 38 diatur dalam Peraturan Bupati.
Paragraf 4 Pencatatan Kelahiran Yang Melampaui Batas Waktu Pasal 40 (1) Pelaporan kelahiran yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Kepala Instansi Pelaksana setempat. (2) Pencatatan kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri. (3) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan kelahiran, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kedua Pencatatan Lahir Mati Pasal 41 (1) Setiap lahir mati di daerah wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak lahir mati. (2) Instansi Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan Surat Keterangan Lahir Mati. (3) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
15
Bagian Ketiga Pencatatan Perkawinan Paragraf 1 Pencatatan Perkawinan di Wilayah NKRI Pasal 42 (1) Perkawinan di daerah yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan wajib dilaporkan oleh penduduk yang beragama non Islam kepada Instansi Pelaksana dan oleh penduduk yang beragama Islam kepada KUA paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana mencatat pada register akta perkawinan dan menerbitkan kutipan akta perkawinan. (3) Kutipan akta perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing diberikan kepada suami dan istri. (4) KUA menyampaikan data hasil pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Instansi Pelaksana dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah pencatatan perkawinan dilaksanakan. (5) Hasil pencatatan data sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak memerlukan penerbitan kutipan akta pencatatan sipil. Pasal 43 Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 berlaku pula bagi : a. perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan; dan b. perkawinan Warga Negara Asing yang dilakukan di Indonesia atas permintaan Warga Negara Asing yang bersangkutan. Pasal 44 Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Perkawinan, pencatatan perkawinan dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan.
Paragraf 2 Pencatatan Perkawinan di Luar Wilayah NKRI Pasal 45 (1) Perkawinan WNI yang berasal dari daerah di luar Wilayah NKRI wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang di negara setempat dan dilaporkan pada Perwakilan Republik Indonesia. (2) Dalam hal negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menyelenggarakan pencatatan perkawinan bagi Orang Asing, pencatatan dilakukan pada Perwakilan Republik Indonesia setempat. (3) Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencatat peristiwa perkawinan dalam Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan. (4) Pencatatan Perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan kembali ke Indonesia.
16
Pasal 46 Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 45 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Keempat Pencatatan Pembatalan Perkawinan Pasal 47 (1) Pembatalan perkawinan di daerah wajib dilaporkan oleh penduduk yang mengalami pembatalan perkawinan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah putusan pengadilan tentang pembatalan perkawinan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (2) Instansi Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencabut Kutipan Akta Perkawinan dari kepemilikan subyek akta dan mengeluarkan Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan. (3) Ketentuan mengenai persyaratan dan pembatalan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Kelima Pencatatan Perceraian Paragraf 1 Pencatatan Perceraian di Wilayah NKRI Pasal 48 (1) Perceraian di daerah wajib dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak putusan pengadilan tentang perceraian yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada register akta perceraian dan menerbitkan kutipan akta perceraian. Paragraf 2 Pencatatan Perceraian di Luar Wilayah NKRI Pasal 49 (1) Perceraian WNI yang berasal dari daerah di luar wilayah NKRI wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang di negara setempat dan dilaporkan pada Perwakilan Republik Indonesia. (2) Dalam hal negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menyelenggarakan pencatatan perceraian bagi orang asing, pencatatan dilakukan pada Perwakilan Republik Indonesia setempat. (3) Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencatat peristiwa perceraian dalam register akta perceraian dan menerbitkan kutipan akta perceraian. (4) Pencatatan perceraian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan kembali ke Republik Indonesia.
17
Pasal 50 Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 49 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Keenam Pencatatan Pembatalan Perceraian Pasal 51 (1) Pembatalan perceraian di daerah wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah putusan pengadilan tentang pembatalan perceraian mempunyai kekuatan hukum tetap. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Instansi Pelaksana mencabut kutipan akta perceraian dari kepemilikan subyek akta dan mengeluarkan Surat Keterangan Pembatalan Perceraian. (3) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan pembatalan perceraian diatur lebih lanjut lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Ketujuh Pencatatan Kematian Paragraf 1 Pencatatan Kematian di Wilayah NKRI Pasal 52 (1) Setiap kematian di daerah wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang mewakili kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal kematian. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Kematian dan menerbitkan Kutipan Akta Kematian. (3) Pencatatan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan keterangan kematian dari pihak yang berwenang. (4) Dalam hal terjadi ketidakjelasan keberadaan seseorang karena hilang atau mati tetapi tidak ditemukan jenazahnya, pencatatan oleh Pejabat Pencatatan Sipil dilaksanakan setelah adanya penetapan pengadilan. (5) Dalam hal terjadi kematian seseorang yang tidak jelas identitasnya, Instansi Pelaksana melakukan pencatatan kematian berdasarkan keterangan dari kepolisian. Pragaraf 2 Pencatatan Kematian di luar wilayah NKRI Pasal 53 (1) Kematian WNI yang berasal dari daerah di luar wilayah NKRI wajib dilaporkan oleh keluarganya atau yang mewakili keluarganya kepada Perwakilan Republik Indonesia dan wajib dicatatkan kepada instansi yang berwenang di negara setempat paling lambat 7 (tujuh) hari setelah kematian. (2) Apabila Perwakilan Republik Indonesia mengetahui peristiwa kematian seseorang WNI di negara setempat yang tidak dilaporkan dan dicatatkan paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterimanya informasi tersebut, pencatatan kematiannya dilakukan oleh perwakilan Republik Indonesia.
18
(3) Dalam hal seseorang WNI dinyatakan hilang, pernyataan kematian karena hilang dan pencatatannya dilakukan oleh Instansi Pelaksana di negara setempat. (4) Dalam hal terjadi kematian seseorang WNI yang tidak jelas identitasnya, pernyataan dan pencatatan dilakukan oleh Instansi Pelaksana di negara setempat. (5) Keterangan pernyataan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dicatatkan pada Perwakilan Republik Indonesia setempat. (6) Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menjadi dasar Instansi Pelaksana di Indonesia mencatat peristiwa tersebut dan menjadi bukti di pengadilan sebagai dasar penetapan pengadilan mengenai kematian seseorang. Pasal 54 Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 dan Pasal 53 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Kedelapan Pencatatan Pengangkatan Anak, Pengakuan Anak dan Pengesahan Anak Paragraf 1 Pencatatan Pengangkatan Anak di wilayah NKRI Pasal 55 (1) Pencatatan pengangkatan anak di daerah dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan di tempat tinggal pemohon. (2) Pencatatan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana yang menerbitkan kutipan akta kelahiran paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah diterimanya salinan penetapan pengadilan oleh penduduk. (3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada register akta kelahiran dan kutipan akta kelahiran. Paragraf 2 Pencatatan Pengangkatan Anak Warga Negara Asing Di Luar Wilayah NKRI Pasal 56 (1) Pengangkatan anak warga negara asing yang dilakukan oleh WNI yang berasal dari daerah di luar wilayah NKRI wajib dicatatkan pada instansi yang berwenang di negara setempat. (2) Hasil pencatatan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada Perwakilan Republik Indonesia. (3) Dalam hal negara setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menyelenggarakan pencatatan pengangkatan anak bagi warga negara asing, warga negara yang bersangkutan melaporkan kepada Perwakilan Republik Indonesia setempat untuk mendapatkan Surat Keterangan Pengangkatan Anak. (4) Pengangkatan anak warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak yang bersangkutan kembali ke Republik Indonesia. (5) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Instansi Pelaksana mengukuhkan Surat Keterangan Pengangkatan Anak.
19
Paragraf 3 Pencatatan Pengakuan Anak Pasal 57 (1) Pengakuan anak di daerah wajib dilaporkan oleh orang tua pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Surat Pengakuan Anak oleh ayah dan disetujui oleh ibu dari anak yang bersangkutan. (2) Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi orang tua yang agamanya tidak membenarkan pengakuan anak yang lahir di luar hubungan perkawinan yang sah. (3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada register akta pengakuan anak dan menerbitkan kutipan akta pengakuan anak. Paragraf 4 Pencatatan Pengesahan Anak Pasal 58 (1) Setiap pengesahan anak di daerah wajib dilaporkan oleh orang tua kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan dan mendapatkan akta perkawinan. (2) Kewajiban melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi orang tua yang agamanya tidak membenarkan pengesahan anak yang lahir di luar hubungan perkawinan yang sah. (3) Berdasarkan laporan pengesahan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada register akta kelahiran dan kutipan akta kelahiran. Pasal 59 Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan pengangkatan anak, pengakuan anak, dan pengesahan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Bagian Kesembilan Pencatatan Perubahan Nama dan Perubahan Status Kewarganegaraan Paragraf 1 Pencatatan Perubahan Nama Pasal 60 (1) Pencatatan perubahan nama dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri tempat pemohon. (2) Pencatatan perubahan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Pelaksana yang menerbitkan akta pencatatan sipil paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya salinan penetapan pengadilan negeri oleh penduduk. (3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada register akta pencatatan sipil dan kutipan akta pencatatan sipil.
20
Paragraf 2 Pencatatan Perubahan Status Kewarganegaraan di Wilayah NKRI Pasal 61 (1) Perubahan status kewarganegaraan dari Warga Negara Asing menjadi WNI wajib dilaporkan oleh penduduk yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana di tempat peristiwa perubahan status kewarganegaraan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak berita acara pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia oleh pejabat. (2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada register akta pencatatan sipil dan kutipan akta pencatatan sipil.
Paragraf 3 Pencatatan Perubahan Status Kewarganegaraan Dari WNI Menjadi Warga Negara Asing Di Luar Wilayah NKRI Pasal 62 (1) Perubahan status kewarganegaraan dari WNI menjadi Warga Negara Asing di luar wilayah NKRI yang telah mendapatkan persetujuan dari negara setempat wajib dilaporkan oleh penduduk yang bersangkutan kepada Perwakilan Republik Indonesia. (2) Perwakilan Republik Indonesia setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerbitkan Surat Keterangan Pelepasan Kewarganegaraan Indonesia. (3) Pelepasan kewarganegaraan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberitahukan oleh Perwakilan Republik Indonesia setempat kepada menteri yang berwenang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk diteruskan kepada Instansi Pelaksana yang menerbitkan akta pencatatan sipil yang bersangkutan. (4) Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pejabat Pencatatan Sipil mernbuat catatan pinggir pada register akta pencatatan sipil dan kutipan akta pencatatan sipil. Pasal 63 Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61 dan Pasal 62 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kesepuluh Pencatatan Peristiwa Penting Lainnya Pasal 64 (1) Pencatatan peristiwa penting lainnya di daerah dilakukan oleh pejabat pencatatan sipil atas permintaan penduduk yang bersangkutan setelah adanya penetapan pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. (2) Pencatatan peristiwa penting lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya salinan penetapan pengadilan. (3) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan peristiwa penting lainnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
21
Bagian Kesebelas Pelaporan Penduduk yang Tidak Mampu Melaporkan Sendiri Pasal 65 (1) Penduduk di daerah yang tidak mampu melaksanakan sendiri pelaporan terhadap peristiwa penting yang menyangkut dirinya sendiri dapat dibantu oleh Instansi Pelaksana atau meminta bantuan kepada orang lain. (2) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pelaporan penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
BAB VI DATA DAN DOKUMEN KEPENDUDUKAN Bagian Kesatu Data Kependudukan Pasal 66 (1) Data kependudukan terdiri atas data perseorangan dan/ atau data agregat penduduk. (2) Data perseorangan meliputi: a. nomor KK; b. NIK; c. nama lengkap; d. jenis kelamin; e. tempat lahir; f. tanggal/ bulan/ tahun lahir; g. golongan darah; h. agama/ kepercayaan; i. status perkawinan; j. status hubungan dalam keluarga; k. cacat fisik dan/ atau mental; l. pendidikan terakhir; m. jenis pekerjaan; n. NIK ibu kandung; o. nama ibu kandung; p. NIK ayah; q. nama ayah; r. alamat sebelumnya; s. alamat sekarang; t. kepemilikan akta lahir/ SKL; u. nomor akta kelahiran/ surat kenal lahir; v. kepemilikan akta perkawinan/ buku nikah; w. nomor akta perkawinan/ buku nikah; x. tanggal perkawinan; y. kepemilikan akta perceraian; z. nomor akta perceraian/ surat cerai; aa. tanggal perceraian. (3) Data agregat meliputi himpunan data perseorangan yang berupa data kuantitatif dan data kualitatif.
22
Bagian Kedua Dokumen Kependudukan Pasal 67 (1) Dokumen kependudukan meliputi : a. b. c. d. e.
biodata Penduduk; KK; KTP; surat keterangan kependudukan; dan akta pencatatan sipil.
(2) Surat keterangan kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m. n.
Surat Keterangan Pindah; Surat Keterangan Pindah Datang; Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri; Surat Keterangan Datang Dari Luar Negeri; Surat Keterangan Tempat Tinggal; Surat Keterangan Kelahiran; Surat Keterangan Lahir Mati; Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan; Surat Keterangan Pembatalan Perceraian; Surat Keterangan Kematian; Surat Keterangan Pengangkatan Anak; Surat Keterangan Pelepasan Kewarganegaraan Indonesia; Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas; dan Surat Keterangan Pencatatan Sipil.
(3) Biodata Penduduk, KK, KTP, Surat Keterangan Pindah Penduduk WNI antarkabupaten/ kota dalam satu provinsi dan antarprovinsi dalam wilayah NKRI, Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk WNI antarkabupaten/ kota dalam satu provinsi dan antarprovinsi dalam wilayah NKRI, Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk Orang Asing dalam wilayah NKRI, Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri, Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri, Surat Keterangan Tempat Tinggal untuk Orang Asing Tinggal Terbatas, Surat Keterangan Kelahiran untuk Orang Asing, Surat Keterangan Lahir Mati untuk Orang Asing, Surat Keterangan Kematian untuk Orang Asing, Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan, Surat Keterangan Pembatalan Perceraian, Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas, diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepala Instansi Pelaksana. (4) Surat Keterangan Pindah Penduduk WNI antarkecamatan dalam satu kabupaten, Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk WNI antarkecamatan dalam satu kabupaten, dapat diterbitkan dan ditandatangani oleh camat atas nama Kepala Instansi Pelaksana. (5) Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk WNI dalam satu desa/ kelurahan, Surat Keterangan Pindah Datang Penduduk WNI antardesa/ kelurahan dalam satu kecamatan, Surat Keterangan Kelahiran untuk WNI, Surat Keterangan Lahir Mati untuk WNI dan Surat Keterangan Kematian untuk WNI, dapat diterbitkan dan ditandatangani oleh kepala desa/ lurah atas nama Kepala Instansi Pelaksana. (6) Surat Keterangan Pengakuan Anak dan Surat Keterangan Pelepasan Kewarganegaraan Republik Indonesia, diterbitkan dan ditandatangani oleh Kepala Perwakilan Republik Indonesia.
23
Pasal 68 Biodata penduduk paling sedikit memuat keterangan tentang nama, tempat dan tanggal lahir, alamat dan jati diri lainnya secara lengkap, serta perubahan data sehubungan dengan peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami. Pasal 69 (1) KK memuat keterangan mengenai kolom nomor KK, nama lengkap kepala keluarga dan anggota keluarga, NIK, jenis kelamin, alamat, tempat lahir, tanggal lahir, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, status hubungan dalam keluarga, kewarganegaraan, dokumen imigrasi, nama orang tua. (2) Bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan. (3) Nomor KK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk selamanya, kecuali terjadi perubahan kepala keluarga. (4) KK diterbitkan dan diberikan oleh Instansi Pelaksana kepada WNI dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap. (5) KK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan salah satu dasar penerbitan KTP. Pasal 70 (1) Penduduk WNI dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap hanya diperbolehkan terdaftar dalam 1 (satu) KK. (2) Perubahan susunan keluarga dalam KK wajib dilaporkan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak terjadinya perubahan. (3) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Instansi Pelaksana mendaftar dan menerbitkan KK. Pasal 71 (1) Penduduk WNI dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawin atau pernah kawin wajib memiliki KTP. (2) Orang Asing yang mengikuti status orang tuanya yang memiliki Izin Tinggal Tetap dan sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun wajib memiliki KTP. (3) KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku secara nasional. (4) Penduduk wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku KTP kepada Instansi Pelaksana apabila masa berlakunya telah berakhir. (5) KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib dibawa pada saat bepergian. (6) Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya diperbolehkan memiliki 1 (satu) KTP. Pasal 72 (1) KTP mencantumkan gambar lambang Garuda Pancasila dan peta wilayah NKRI, memuat keterangan tentang NIK, nama tempat tanggal lahir, laki-laki atau perempuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas photo, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkannya KTP, tanda tangan pemegang KTP, serta memuat nama dan Nomor Induk Pegawai pejabat yang menandatanganinya.
24
(2) Bagi penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan keterangan tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan (3) Dalam KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan ruang untuk memuat kode keamanan dan rekaman elektronik pencatatan peristiwa penting. (4) Masa berlaku KTP: a. Untuk WNI berlaku selama 5 (lima) tahun; b. Untuk orang Asing Tinggal Tetap disesuaikan dengan masa berlaku Izin Tinggal Tetap. (5) Penduduk yang telah berusia 60 (enam puluh) tahun diberi KTP yang berlaku seumur hidup. Pasal 73 Surat Keterangan Kependudukan paling sedikit memuat keterangan tentang nama lengkap, NIK, Jenis Kelamin, tempat tanggal lahir, agama, alamat, peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh seseorang. Pasal 74 (1) Akta Pencatatan Sipil terdiri dari: a. Register Akta Pencatatan Sipil; dan b. Kutipan Akta Pencatatan Sipil. (2) Akta Pencatatan Sipil berlaku selamanya.
Pasal 75 (1) Register akta pencatatan sipil memuat seluruh data peristiwa penting. (2) Data peristiwa penting yang berasal dari KUA diintegrasikan ke dalam database kependudukan dan tidak diterbitkan kutipan akta pencatatan sipil. (3) Register akta pencatatan sipil disimpan dan dirawat oleh Instansi Pelaksana. (4) Register Akta Pencatatan Sipil memuat: a. jenis peristiwa penting; b. NIK dan status kewarganegaraan; c. nama orang yang mengalami peristiwa penting; d. nama dan identitas pelapor; e. tempat dan tanggal peristiwa; f. nama dan identitas saksi; g. tempat dan tanggal dikeluarkannya akta; dan h. nama dan tanda tangan pejabat yang berwenang.
Pasal 76 (1) Kutipan Akta Pencatatan Sipil terdiri atas Kutipan Akta: a. kelahiran; b. kematian; c. perkawinan; d. perceraian; e. pengakuan anak.
25
(2) Kutipan akta pencatatan sipil memuat: a. jenis peristiwa penting; b. NIK dan status kewarganegaraan; c. nama orang yang mengalami peristiwa penting; d. tempat dan tanggal peristiwa; e. tempat dan tanggal dikeluarkannya akta; f. nama dan tanda tangan Pejabat yang berwenang; dan g. pernyataan kesesuaian kutipan tersebut dengan data yang terdapat dalam register akta pencatatan sipil. Pasal 77 (1) Instansi Pelaksana atau pejabat yang diberi kewenangan sesuai tanggung jawabnya, wajib menerbitkan dokumen pendaftaran penduduk sebagai berikut : a. KK atau KTP paling lambat 14 (empat belas) hari; b. Surat Keterangan Pindah paling lambat 14 (empat belas) hari; c. Surat Keterangan Pindah Datang paling lambat 14 (empat belas) hari; d. Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari; e. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri paling lambat 14 (empat belas) hari; f. Surat Keterangan Tempat Tinggal untuk Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas paling lambat 14 (empat belas) hari; g. Surat Keterangan Kelahiran paling lambat 14 (empat belas) hari; h. Surat Keterangan Lahir Mati paling lambat 14 (empat belas) hari; i. Surat Keterangan kematian paling lambat 3 (tiga) hari; j. Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan paling lambat 7 (tujuh) hari; k. Surat Keterangan Pembatalan Perceraian paling lambat 7 (tujuh) hari; l. Surat Keterangan Kependudukan lainnya yang diatur dengan Peraturan Bupati paling lambat 5 (lima) hari sejak tanggal dipenuhinya semua persyaratan. (2) Pejabat pencatatan sipil wajib mencatat pada register akta pencatatan sipil dan menerbitkan kutipan pencatatan sipil paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal dipenuhinya semua persyaratan. Pasal 78 (1) Pembetulan KTP hanya dilakukan untuk KTP yang mengalami kesalahan tulis redaksional. (2) Pembetulan KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan atau tanpa permohonan dari orang yang menjadi subyek KTP. (3) Pembetulan KTP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Instansi Pelaksana. Pasal 79 (1) Pembetulan akta pencatatan sipil hanya dilakukan untuk akta yang mengalami kesalahan tulis redaksional. (2) Pembetulan akta pencatatan sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan atau tanpa permohonan dari orang yang menjadi subyek akta. (3) Pembetulan akta pencatatan sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Pencatatan Sipil sesuai dengan kewenangannya. Pasal 80 (1) Pembatalan akta pencatatan sipil dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
26
(2) Berdasarkan putusan pengadilan mengenai pembatalan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pejabat Pencatatan Sipil membuat catatan pinggir pada register akta dan mencabut akta-akta pencatatan sipil yang dibatalkan dari kepemilikan subyek akta. Pasal 81 Dalam hal pengadilan yang memutus pembatalan akta berbeda dengan wilayah hukum Instansi Pelaksana, salinan putusan pengadilan disampaikan kepada Instansi Pelaksana oleh pemohon atau pengadilan. Pasal 82 Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan pembetulan dan pembatalan akta pencatatan sipil sebagaimana dalam Pasal 78, Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 83 Ketentuan mengenai spesifikasi dan formulasi kalimat dalam biodata penduduk, blangko KK, KTP, Surat Keterangan Kependudukan, Register dan Kutipan Akta Pencatatan Sipil diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 84 Setiap orang dilarang mengubah, menambah atau mengurangi tanpa hak, isi elemen data pada dokumen kependudukan.
BAB VII PENERBITAN DOKUMEN KEPENDUDUKAN BAGI PETUGAS RAHASIA KHUSUS Bagian Kesatu Persyaratan dan Tata cara Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Khusus Pasal 85 (1) Petugas Rahasia Khusus diberikan Kartu Tanda Penduduk Khusus, untuk memberikan perlindungan dan menjamin kerahasiaan identitas selama menjalankan tugas rahasia. (2) Kartu Tanda Penduduk Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dengan menggunakan spesifikasi yang sama dengan spesifikasi Kartu Tanda Penduduk Nasional. (3) Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan pencatatan biodata Penduduk dan KK dari Petugas Rahasia Khusus. Pasal 86 (1) Kepala/ Pimpinan Lembaga mengajukan surat permintaan Kartu Tanda Penduduk Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 kepada Kepala Instansi Pelaksana. (2) Surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala Instansi Pelaksana yang wilayah kerjanya meliputi tempat domisili Petugas Rahasia Khusus.
27
(3) Dalam surat permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan informasi identitas Petugas Rahasia Khusus yang dikehendaki dan jangka waktu penugasan. Pasal 87 (1) Berdasarkan surat permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86, Instansi Pelaksana menerbitkan Kartu Tanda Penduduk Khusus. (2) Kartu Tanda Penduduk Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lambat 6 (enam) hari kerja sejak surat permintaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 diterima oleh Kepala Instansi Pelaksana. (3) Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa dipungut biaya. (4) Kartu Tanda Penduduk khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku selama 5 (lima) tahun. (5) Petugas Rahasia Khusus yang tidak lagi menjadi Petugas Rahasia Khusus sebelum berakhirnya masa berlaku Kartu Tanda Penduduk Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib menyerahkan Kartu Tanda Penduduk Khusus kepada Kepala/ Pimpinan Lembaga. Bagian Kedua Penyimpanan Data Petugas Rahasia Khusus Dan Pengembalian serta Pencabutan Kartu Tanda Penduduk Khusus Pasal 88 (1) Data Petugas Rahasia Khusus direkam dan disimpan dalam registrasi khusus di daerah. (2) Data Petugas Rahasia Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dijaga keamanan dan dilindungi kerahasiaannya oleh Kepala Instansi Pelaksana. Pasal 89 (1) Petugas Rahasia Khusus yang tidak lagi menjadi Petugas Rahasia Khusus sebelum berakhirnya masa berlaku KTP khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (3), Petugas Rahasia Khusus wajib menyerahkan KTP Khusus kepada Kepala/ Pimpinan Lembaga. (2) Kepala/ Pimpinan Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mengembalikan KTP Khusus kepada Kepala Instansi Pelaksana. (3) KTP Khusus yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dimusnahkan oleh Kepala Instansi Pelaksana.
Pasal 90 (1) Instansi Pelaksana berwenang mencabut KTP Khusus apabila KTP Khusus tidak dikembalikan sejak berakhirnya masa tugas Petugas Rahasia Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1). (2) Dalam hal KTP Khusus berakhir masa berlakunya sebelum masa tugas berakhir tidak diberitahukan kepada Instansi Pelaksana, Kepala Instansi Pelaksana berwenang mencabut. (3) Dalam hal masa tugas Petugas Rahasia Khusus diperpanjang, Kepala/ Pimpinan Lembaga wajib melaporkan kepada Kepala Instansi Pelaksana.
28
(4) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala Instansi Pelaksana berkewajiban menerbitkan KTP Khusus sebagai pengganti KTP Khusus yang telah habis masa berlakunya. BAB VIII HAK AKSES DATA DAN DOKUMEN KEPENDUDUKAN Pasal 91 (1) Hak akses diberikan oleh Menteri kepada petugas pada Instansi Pelaksana dan Sekretariat Daerah yang bidang tugasnya mengkoordinasikan urusan Administrasi Kependudukan. (2) Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan: a. Pada instansi pelaksana memiliki pangkat/ golongan paling rendah Pengatur (II/c); b. Pada Sekretariat Daerah memiliki pangkat/ golongan paling rendah Pengatur (II/d); c. memiliki Daftar Penilaian Pelaksana Pekerjaan (DP3) dengan predikat baik; d. memiliki daftar kompetensi yang cukup di bidang pranata komputer; dan e. memiliki dedikasi dan tanggung jawab terhadap tugasnya. (3) Hak akses petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut karena: a. meninggal dunia; b. mengundurkan diri; c. menderita sakit permanen sehingga tidak bisa menjalankan tugasnya; d. tidak cakap melaksanakan tugas dengan baik; dan/ atau e. membocorkan data dan dokumen kependudukan. (4) Pencabutan Hak akses sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Menteri. Pasal 92 (1) Ruang lingkup hak akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) meliputi memasukkan, menyimpan, membaca, mengubah, meralat dan menghapus serta mencetak data, mengkopi data dan dokumen kependudukan. (2) Petugas dalam memasukkan, menyimpan, mengubah, meralat dan menghapus serta mencetak data, mengkopi data dan dokumen kependudukan dilakukan setelah melakukan verifikasi secara berjenjang.
Pasal 93 Hak Akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dikecualikan dari data pribadi penduduk. Pasal 94 Pemberian dan pencabutan hak akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 diusulkan kepada Menteri melalui Direktorat Jenderal oleh Bupati melalui Gubenur. Pasal 95 (1) Perubahan data kependudukan dalam database dapat dilakukan secara berjenjang berdasarkan perubahan data dari Instansi Pelaksana.
29
(2) Dalam hal ditemukan ketidaksesuaian data kependudukan pada tingkat pusat, penyesuaian data dilakukan oleh Instansi Pelaksana. (3) Penyesuaian data dilakukan oleh Instansi Pelaksana secara berjenjang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada penyelenggara pusat melalui penyelenggara provinsi. BAB IX DATA PRIBADI PENDUDUK Bagian Kesatu Penyimpanan dan Perlindungan Data Pribadi Penduduk Pasal 96 (1) Data pribadi yang ada pada data base Instansi Pelaksana disimpan dalam data base pada data center. (2) Data pribadi penduduk yang harus dilindungi memuat data meliputi: a. nomor KK; b. NIK; c. tanggal/ bulan/ tahun lahir; d. keterangan tentang kecacatan fisik dan/ atau mental; e. NIK Ibu kandung; f. NIK ayah; dan g. beberapa catatan peristiwa penting. (3) Catatan Peristiwa Penting sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g, meliputi : a. anak lahir di luar kawin, yang dicatat adalah mengenai nama anak, hari dan tanggal kelahiran, urutan kelahiran, nama ibu dan tanggal kelahiran ibu; dan b. pengangkatan anak, yang dicatat adalah mengenai nama ibu dan bapak kandung. Pasal 97 (1) Data pribadi penduduk pada data base sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 dikelola sebagai bahan informasi kependudukan. (2) Data pribadi penduduk sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya dapat diakses setelah mendapat izin mengakses dari Menteri. Pasal 98 Instansi pemerintah dan swasta sebagai pengguna data pribadi penduduk, dilarang menjadikan data pribadi penduduk sebagai bahan informasi publik. Pasal 99 Pemegang hak akses data pribadi penduduk dilarang menjadikan data pribadi penduduk sebagai bahan informasi publik, sebelum mendapat persetujuan dari Menteri. Pasal 100 Dalam hal kepentingan keamanan negara, tindakan kepolisian dan peradilan, data pribadi penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 dapat diakses setelah mendapat persetujuan Menteri.
30
Bagian Kedua Persyaratan dan Tata Cara Memperoleh Dan Menggunakan Data Pribadi Penduduk Pasal 101 (1) Untuk memperoleh data pribadi penduduk, pengguna harus memiliki izin dari Bupati sesuai dengan lingkup data yang diperlukan. (2) Data pribadi penduduk yang diperoleh sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat digunakan sesuai dengan keperluan yang tercantum dalam surat izin. Pasal 102 (1) Data pribadi penduduk dapat diperoleh dengan cara: a. pengguna mengajukan permohonan izin kepada bupati dengan menyertakan maksud dan tujuan penggunaan data pribadi penduduk; b. bupati melakukan verifikasi untuk menentukan pemberian izin. (2) Jawaban atas permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima. (3) Petugas penerima hak akses berdasarkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memberikan data pribadi penduduk sesuai dengan izin yang diperoleh. BAB X PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL SAAT NEGARA ATAU SEBAGIAN NEGARA DALAM KEADAAN DARURAT DAN LUAR BIASA Pasal 103 (1) Dalam hal negara atau sebagian negara dinyatakan dalam keadaan darurat dengan segala tingkatannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan, otoritas pemerintahan yang menjabat pada saat itu diberi kewenangan membuat surat keterangan mengenai peristiwa kependudukan. (2) Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai dasar penerbitan dokumen kependudukan dan peristiwa penting. (3) Jika keadaan sudah dinyatakan pulih, maka Instansi Pelaksana aktif mendata ulang dengan melakukan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil ditempat sebagaimana dimaksud ayat (1). Pasal 104 (1) Dalam hal terjadi keadaan luar biasa sebagai akibat bencana alam, Instansi Pelaksana wajib melakukan pendaftaran penduduk bagi pengungsi dan korban bencana alam. (2) Instansi Pelaksana menerbitkan Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas dan Surat Keterangan Pencatatan Sipil berdasarkan hasil pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas atau Surat Keterangan Pencatatan Sipil digunakan sebagai tanda bukti diri dan bahan pertimbangan untuk penerbitan dokumen kependudukan. (4) Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara penerbitan Surat Keterangan Pengganti Tanda Identitas dan Surat Keterangan Pencatatan Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berpedoman pada ketentuan peraturan perundangundangan.
31
BAB XI SISTEM INFORMASI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN Bagian Kesatu Tujuan SIAK Pasal 105 Pengelolaan SIAK bertujuan: a. meningkatkan kualitas pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil; b. menyediakan data dan informasi skala nasional dan daerah mengenai hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil yang akurat, lengkap, mutakhir dan mudah diakses; c. mewujudkan pertukaran data secara sistemik melalui sistem pengenal tunggal, dengan tetap menjamin kerahasiaan. Bagian Kedua Unsur SIAK Pasal 106 SIAK merupakan satu kesatuan kegiatan terdiri dari unsur: a. data base; b. perangkat teknologi informasi dan komunikasi; c. sumber daya manusia ; d. pemegang hak akses; e. lokasi data base; f. pengelolaan data base; g. pemeliharaan data base; h. pengamanan data base; i. pengawasan data base; dan j. data cadangan (back-up data/disaster recovery centre). Pasal 107 (1) Data base kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf a merupakan kumpulan berbagai jenis data kependudukan yang sistematis, terstruktur dan tersimpan yang saling berhubungan satu sama lain dengan menggunakan perangkat lunak, perangkat keras dan jaringan komunikasi data. (2) Data base kependudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di Instansi Pelaksana. Pasal 108 Perangkat teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf b diperlukan untuk mengakomodasi penyelenggaraan adminstrasi kependudukan dilakukan secara online. Pasal 109 (1) Sumber Daya Manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf c adalah pranata komputer. (2) Dalam hal pranata komputer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia, dapat menggunakan sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan di bidang komputer.
32
Pasal 110 Pemegang hak akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf d adalah petugas yang diberikan hak akses sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91. Pasal 111 Lokasi data base sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf e berada di Instansi Pelaksana. Pasal 112 Pengelolaan data base sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf f meliputi kegiatan: a. perekaman data pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil ke dalam data base kependudukan; b. pengolahan data pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil; c. penyajian data sebagaimana dimaksud pada huruf b sebagai informasi data kependudukan; dan d. pendistribusian data sebagaimana dimaksud huruf c untuk kepentingan perumusan kebijakan di bidang pemerintahan dan pembangunan. Pasal 113 (1) Pemeliharaan, pengamanan dan pengawasan data base kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf g, huruf h, dan huruf i dilakukan oleh Pemerintah Daerah. (2) Pemeliharaan, pengamanan dan pengawasan data base kependudukan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi data dalam data base, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, data center dan data cadangan (back-up data / disaster recovery center). (3) Tata cara dan prosedur pemeliharaan, pengamanan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundangundangan. Pasal 114 (1) Pengkajian dan pengembangan SIAK dilakukan oleh Pemerintah Daerah. (2) Pedoman pengkajian dan pengembangan SIAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Pembiayaan Pasal 115 Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan penyelenggaraan SIAK dibebankan pada: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi; dan/ atau c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pasal 116 (1) Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 digunakan untuk membiayai penyelenggaraan SIAK sesuai wewenang dan tanggung jawabnya.
33
(2) Pembiayaan jaringan komunikasi data dalam pelaksanaan SIAK dari Kecamatan ke Kabupaten dan Kabupaten ke Provinsi menjadi beban Pemerintah Daerah.
BAB XII PERSYARATAN DAN TATA CARA PENCATATAN PERKAWINAN BAGI PENGHAYAT KEPERCAYAAN Pasal 117 (1) Perkawinan Penghayat Kepercayaan dilakukan di hadapan Pemuka Penghayat Kepercayaan. (2) Pemuka Penghayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk dan ditetapkan oleh organisasi penghayat kepercayaan, untuk mengisi dan menandatangani surat perkawinan Penghayat Kepercayaan. (3) Pemuka Pengahayat Kepercayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didaftar pada kementerian yang bidang tugasnya secara teknis membina organisasi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pasal 118 Peristiwa perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (1) wajib dilaporkan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 60 (enam puluh) hari dengan menyerahkan: a. surat perkawinan penghayat kepercayaan; b. foto copy KTP; c. pas foto suami dan isteri; d. akta kelahiran; e. pasport suami dan/ atau isteri bagi orang asing. Pasal 119 (1) Kepala Instansi Pelaksana mencatat perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 dengan tata cara: a. menyerahkan formulir pencatatan perkawinan kepada pasangan suami isteri; b. melakukan verifikasi dan validasi terhadap data yang tercantum dalam formulir pencatatan perkawinan; dan c. mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan Penghayat Kepercayaan. (2) Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c diberikan kepada masing-masing suami dan isteri. BAB XIII PELAPORAN Pasal 120 (1) Penyelenggaraan administrasi kependudukan dilaporkan secara berjenjang sesuai dengan susunan pemerintahan. (2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan secara berkala kepada menteri. (3) Ketentuan mengenai tata cara pelaporan administrasi kependudukan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
34
BAB XIV PENYIDIKAN Pasal 121 (1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah: a. menerima laporan atau pengaduan dari orang atau badan hukum mengenai adanya dugaan tindak pidana; b. memeriksa laporan atau keterangan atas adanya dugaan tindak pidana; c. memanggil orang untuk diminta keterangannya sebagaimana dimaksud pada huruf b; dan
atas
adanya
dugaan
d. membuat dan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan. (3) Pengangkatan, mutasi dan pemberhentian Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta mekanisme penyidikannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XV SANKSI ADMINISTRASI Pasal 122 Setiap penduduk dikenai sanksi administrasi berupa denda apabila melampaui batas waktu pelaporan peristiwa kependudukan sebagai berikut: a. pindah datang penduduk dalam wilayah NKRI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), Pasal 20 ayat (3) dan Pasal 21 ayat (3) sebesar Rp 5.000,-(lima ribu rupiah); b. pindah datang bagi orang asing yang memiliki izin tinggal terbatas atau orang asing yang memiliki izin tinggal tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sebesar Rp 100.000,-(seratus ribu rupiah) c. pindah datang dari luar negeri bagi Penduduk WNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) sebesar Rp 10.000,-(sepuluh ribu rupiah); d. pindah datang dari luar negeri bagi orang asing yang memiliki izin tinggal terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah); e. perubahan status orang asing yang memiliki izin tinggal terbatas menjadi orang asing yang memiliki izin tinggal tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah); f. pindah ke luar negeri bagi orang asing yang memiliki ijin tinggal terbatas atau izin tinggal tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) sebesar Rp 100.000,(seratus ribu rupiah); g. perubahan KK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) sebesar Rp 5.000,(lima ribu rupiah) bagi WNI atau Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) bagi orang asing tinggal tetap; h. perpanjangan KTP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) sebesar Rp 5.000,- (lima ribu rupiah) bagi WNI atau Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) bagi orang asing tinggal tetap.
35
Pasal 123 Setiap penduduk dikenai sanksi administratif berupa denda apabila melampaui batas waktu pelaporan peristiwa penting dalam hal: a. kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (4) sebesar Rp 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah); b. kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (6) sebesar Rp 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah); c. kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2) adalah sebagai berikut: 1. 60 hari s/d 1 tahun sebesar Rp 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah); 2. diatas 1 tahun sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah); d. kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) sebesar Rp 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah); e. perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) atau Pasal 45 ayat (4) sebesar Rp 50.000,- (lima ribu rupiah); f. pembatalan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah); g. perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (4) sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah); h. pembatalan perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah); i.
kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) atau Pasal 53 ayat (1) sebesar Rp 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah);
j.
pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah);
k. pengakuan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) sebesar Rp 25.000,- (dua puluh lima ribu rupiah); l.
pengesahan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah);
m. perubahan nama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah); n. perubahan status kewarganegaraan di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah); o. peristiwa penting lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) sebesar Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah).
Pasal 124 (1) Setiap Penduduk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) dan ayat (2) yang bepergian tidak membawa KTP dikenakan denda administratif paling banyak Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah). (2) Setiap orang asing yang memiliki izin tinggal terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang bepergian tidak membawa SKTT dikenakan denda administratif paling banyak Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah).
36
(3) Petugas Rahasia Khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (5) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 125 Dalam hal pejabat pada Instansi Pelaksana dan pejabat lain yang berkaitan, melakukan tindakan atau sengaja melakukan tindakan yang memperlambat pengurusan dokumen kependudukan dalam batas waktu yang ditentukan dalam Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah).
Pasal 126 Denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, dan Pasal 125 disetorkan ke Kas Daerah.
BAB XVI KETENTUAN PIDANA Pasal 127 Setiap penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan/ atau dokumen kepada Instansi Pelaksana dalam melaporkan peristiwa penting dan peristiwa kependudukan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 128 Setiap orang tanpa hak dengan sengaja mengubah, menambah, atau mengurangi isi elemen data pada dokumen kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 129 Setiap orang yang tanpa hak mengakses database kependudukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 130 Setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/ atau mendistribusikan blangko kependudukan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 131 Setiap penduduk yang dengan sengaja mendaftarkan diri sebagai kepala keluarga atau anggota keluarga lebih dari satu KK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) atau untuk memiliki KTP lebih dari satu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (6) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
37
Pasal 132 (1) Dalam hal pejabat atau petugas pemberi pelayanan administrasi kependudukan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 atau Pasal 128, pejabat atau petugas yang bersangkutan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam hal pejabat atau petugas pemberi pelayanan administrasi kependudukan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 129, pejabat yang bersangkutan dipidana sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Pasal 133 (1) Setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 3 dan Pasal 4 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah). (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Tindak Pidana Pelanggaran Peraturan Daerah.
BAB XVII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 134 (1) Semua dokumen kependudukan yang telah diterbitkan atau yang telah ada pada saat Peraturan Daerah ini diundangkan dinyatakan tetap berlaku. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk KK dan KTP sampai dengan batas waktu berlakunya dan KTP seumur hidup yang belum mempunyai NIK. (3) KTP seumur hidup yang belum mempunyai NIK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini paling lama 1 (satu) bulan sejak berlakunya Peraturan Daerah ini. (4) Perkawinan penghayat kepercayaan yang dilakukan sebelum diundangkannya Peraturan Daerah ini, wajib dicatatkan pada Instansi Pelaksana paling lama 1 (satu) tahun setelah berlakunya peraturan daerah ini.
BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 135 Pada saat peraturan daerah ini mulai berlaku Peraturan Daerah Kabupaten Magelang Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil (Lembaran Daerah Kabupaten Magelang Tahun 2001 Nomor 50 Seri D Nomor 49) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 136 Peraturan pelaksanaan peraturan daerah ini harus sudah ditetapkan paling lambat 6 (enam) bulan sejak peraturan daerah ini ditetapkan.
38
Pasal 137 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada Tanggal 1 Januari 2011. Agar setiap orang rnengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Magelang.
Ditetapkan di Kota Mungkid pada tanggal 26 Juli 2010 BUPATI MAGELANG,
SINGGIH SANYOTO Diundangkan di Kota Mungkid pada tanggal 26 Juli 2010 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MAGELANG,
UTOYO
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2010 NOMOR 5
39
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN MAGELANG
I. UMUM Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya berkewajiban untuk mernberikan perlindungan dan pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hukum setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk yang berada di dalam dan/ atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berbagai Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan tegas menjamin hak setiap penduduk untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, mernperoleh status kewarganegaraan, menjamin kebebasan memeluk agama dan memilih tempat tinggal di wilayah NKRI dan rneninggalkannya, serta berhak kembali. Peristiwa kependudukan antara lain perubahan alamat, pindah datang untuk menetap, tinggal terbatas, serta perubahan status Orang Asing Tinggal Terbatas menjadi tinggal tetap dan peristiwa periting antara lain kelahiran, lahir mati, kematian, perkawinan, dan perceraian, termasuk pengangkatan, pengakuan, dan pengesahan anak, serta perubahan status kewarganegaraan, ganti nama dan peristiwa penting lainnya yang dialami oleh seseorang merupakan kejadian yang harus dilaporkan karena membawa implikasi perubahan data identitas atau surat keterangan kependudukan. Untuk itu, setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting memerlukan bukti yang sah untuk dilakukan pengadministrasian dan pencatatan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Dalam pemenuhan hak penduduk terutama di bidang pencatatan sipil, masih ditemukan penggolongan penduduk yang didasarkan pada perlakuan diskriminatif yang membeda-bedakan suku, keturunan, dan agama sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan produk kolonial Belanda. Penggolongan penduduk dan pelayanan diskriminatif yang demikian itu tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kondisi tersebut mengakibatkan pengadministrasian kependudukan mangalami kendala yang mendasar sebab sumber data kependudukan belum terkoordinasi dan terintegrasi, serta terbatasnya cakupan pelaporan yang belum terwujud dalam suatu sistem administrasi kependudukan yang utuh dan optimal. Kondisi sosial dan administratif seperti yang dikemukakan di atas tidak memiliki sistem database kependudukan yang menunjang pelayanan administrasi kependudukan. Kondisi itu harus diakhiri dengan pembentukan suatu sistem administrasi kependudukan yang sejalan dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi untuk memenuhi tuntutan masyarakat atas pelayanan kependudukan yang profesional.
40
Seluruh kondisi tersebut di atas menjadi dasar pertimbangan perlunya membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kabupaten Magelang Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan Pencatatan Sipil ini memuat pengaturan dan pembentukan sistem yang rnencerminkan adanya reformasi di bidang administrasi kependudukan. Salah satu hal penting adalah pengaturan mengenai penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK). NIK adalah identitas penduduk Indonesia dan merupakan kunci akses dalam melakukan verifikasi dan validasi data jati diri seseorang guna mendukung pelayanan publik di bidang administrasi kependudukan. Sebagai kunci akses dalam pelayanan kependudukan, NIK dikembangkan ke arah identifikasi tunggal bagi setiap penduduk. NIK bersifat unik atau khas, tunggal dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai Penduduk Indonesia dan berkait secara langsung dengan seluruh dokumen kependudukan. Untuk penerbitan NIK, setiap penduduk wajib mencatatkan biodata penduduk yang diawali dengan pengisian formulir biodata penduduk di desa/ kelurahan secara benar. NIK wajib dicantumkan dalam setiap dokumen kependudukan, baik dalam pelayanan pendaftaran penduduk rnaupun pencatatan sipil, serta sebagai dasar penerbitan berbagai dokumen yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendaftaran penduduk pada dasarnya menganut stelsel aktif bagi penduduk. Pelaksanaan didasarkan pada asas peristiwa yaitu tempat dan waktu peristiwa penting yang dialami oleh dirinya dan/atau keluarganya. Administrasi Kependudukan sebagai suatu sistem diharapkan dapat diselenggarakan sebagai bagian dari penyelenggaraan administrasi negara. Dari sisi kepentingan penduduk, administrasi kependudukan memberikan pemenuhan hak-hak administratif, seperti pelayanan publik serta perlindungan yang berkenaan dengan dokumen kependudukan, tanpa adanya perlakuan yang diskriminatif. Administrasi kependudukan diarahkan untuk: 1. memenuhi hak asasi setiap orang di bidang administrasi kependudukan tanpa diskriminasi dengan pelayanan publik yang profesional; 2. meningkatkan kesadaran penduduk akan kewajibannya untuk berperan serta dalam pelaksanaan administrasi kependudukan; 3. memenuhi data statistik secara nasional mengenai peristiwa kependudukan dan peristiwa penting; 4. mendukung perumusan kebijakan dan perencanaan pembangunan secara nasional, regional, serta lokal; dan 5. mendukung pembangunan sistem administrasi kependudukan. Penyelenggaraan administrasl kependudukan bertujuan untuk: 1. memberikan keabsahan identitas dan kepastian hukum atas dokumen penduduk untuk setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk; 2. memberikan perlindungan status hak sipil penduduk; 3. menyediakan data dan informasi kependudukan secara nasional mengenai pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil pada berbagai tingkatan secara akurat, lengkap, mutakhir, dan mudah diakses sehingga menjadi acuan bagi perumusan kebijakan dan pembangunan pada umumnya; 4. mewujudkan tertib administrasi kependudukan secara nasional dan terpadu, dan
41
5. menyediakan data penduduk yang menjadi rujukan dasar bagi sektor terkait dalam penyelenggaraan setiap kegiatan pemerintrhan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Prinsip-prinsip tersebut di alas rnenjadi dasar terjaminnya penyelenggaraan administrasi kependudukan sebagaimana yang dikehendaki oleh undang-undang ini melalui penerapan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan. Sistem Informasi Administrasi Kependudukan dimaksudkan untuk: 1. terselenggaranya administrasi kependudukan dalam skala nasional yang terpadu dan tertib; 2. terselenggaranya administrasi kependudukan yang bersifat universal, permanen, wajib, dan berkelanjutan; 3. terpenuhinya hak penduduk di bidang administrasi kependudukan dengan pelayanan yang profesional; dan 4. tersedianya data dan informasi secara nasional mengenai pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil pada berbagai tingkatan secara akurat, lengkap, mutakhir, dan mudah diakses sehingga menjadi acuan bagi perumusan kebijakan dan pembangunan pada umumnya. Secara keseluruhan, ketentuan yang diatur dalam peraturan daerah ini meliputi hak dan kewajiban penduduk, penyelenggara dan Instansi Pelaksana, pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, data dan dokumen kependudukan. pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil pada saat Negara Dalam Keadaan Darurat, pemberian kepastian hukum, dan perlindungan terhadap data pribadi penduduk. Untuk rnenjamin pelaksanaan peraturan daerah ini dari kemungkinan pelanggaran, baik administratif rnaupun ketentuan materil yang bersifat pidana, diatur juga ketentuan rnengenai tata cara penyidikan serta pengaturan mengenai sanksi administratif dan ketentuan pidana. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas.
42
Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pemberian NIK kepada Administrasi Kependudukan.
Penduduk
menggunakan
Sistem
Informasi
Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "Dokumen Pendaftaran Penduduk " adalah bagian dari dokumen kependudukan yang dihasilkan dari proses pendaftaran penduduk, misalnya KK,KTP dan biodata. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas.
43
Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "hari" adalah hari kerja (berlaku untuk penjelasan "hari" pada pasal-pasal berikutnya). Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1) Pindah dalam satu desa/ kelurahan meliputi pindah antardusun, antar RW dan antar RT dalam satu wilayah desa/ kelurahan yang sama. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pindah ke luar negeri" adalah penduduk yang tinggal menetap di luar negeri atau meninggalkan tanah air untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berturut-turut atau lebih dari 1 (satu) tahun. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pelaporan pada Kantor Perwakilan Republik Indonesia diperlukan sebagai bahan pendataan WNI di luar negeri. Pasal 26 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "datang dari luar negeri" adalah WNI yang sebelumnya pindah ke luar negeri kemudian datang untuk menetap kembali di Republik Indonesia. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas.
44
Ayat (2) Yang dimaksud dengan "Surat Keterangan Tempat Tinggal" adalah Surat Keterangan Kependudukan yang diberikan kepada Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas sebagai bukti diri bahwa yang bersangkutan telah terdaftar di pemerintah daerah kabupaten sebagai penduduk tinggal terbatas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "penduduk rentan administrasi kependudukan" adalah penduduk yang mengalami hambatan dalam memperoleh dokumen kependudukan yang disebabkan oleh bencana alam dan kerusuhan sosial. Pendataan dilakukan dengan membentuk tim di daerah yang beranggotakan dari instansi terkait. Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "orang terlantar" adalah penduduk yang karena suatu sebab sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhannya secara wajar, baik rohani, jasmani maupun sosial. Ciri-cirinya: 1) tidak terpenuhinya keburuhan dasar hidup khususnya pangan, sandang dan papan; 2) tempat tinggal tidak tetap/ gelandangan; 3) tidak mempunyai pekerjaan/kegiatan yang tetap; 4) miskin. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "tempat sementara" adalah tempat pada saat terjadi pengungsian. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas.
45
Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Ayat (1) Kelahiran di luar daerah (Kabupaten Magelang) tidak dapat dicatatkan di instansi pelaksana. Waktu pelaporan kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari merupakan tenggang waktu yang memungkinkan bagi penduduk untuk melaporkan peristiwa kelahiran sesuai dengan kondisi/ letak geografis Indonesia. Penduduk yang wajib melaporkan kelahiran adalah Kepala Keluarga. Ayat (2) Penerbitan Kutipan Akta Kelahiran tanpa dipungut biaya sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-undangan. Pasal 36 Ayat (1) Kutipan akta kelahiran seorang anak yang tidak diketahui asal usulnya atau keberadaan orang tuanya diserahkan kepada yang bersangkutan setelah dewasa. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 37 Ayat (1) Kewajiban untuk melaporkan kepada "instansi yang berwenang di negara setempat" berdasarkan asas yang dianut, yaitu asas peristiwa. Yang dimaksud dengan "instansi yang berwenang di negara setempat" adalah lembaga yang berwenang seperti yang dimaksud dengan Instansi Pelaksana dalam UndangUndang ini. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 38 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "tempat singgah" adalah tempat persinggahan pesawat terbang atau kapal laut dalam perjalanannya mencapai tujuan. Hal ini sesuai dengan asas yang berlaku secara universal, yakni tempat di mana peristiwa kelahiran (persinggahan pertama pesawat terbang/kapal laut), apabila memungkinkan pelaporan dilakukan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup Jelas.
46
Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 39 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 40 Ayat (1) Persetujuan dari Instansi Pelaksana diperlukan mengingat pelaporan kelahiran tersebut sudah melampaui batas waktu sampai dengan 1 (satu) tahun dikhawatirkan terjadi manipulasi data atau hal-hal yang tidak diinginkan. Persetujuan tersebut juga berfungsi sebagai verifikasi atas keabsahan data yang dilaporkan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 41 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "lahir mati" adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur paling sedikit 28 (dua puluh delapan) rninggu pada saat dilahirkan tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Ayat (2) Peristiwa lahir mati hanya diberikan Surat Keterangan Lahir Mati, tidak diterbitkan Akta Pencatatan Sipil. Meskipun tidak diterbitkan Akta Pencatatan Sipil tetapi pendataannya diperlukan untuk kepentingan perencanaan dan pembangunan di bidang kesehatan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 42 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "perkawinan" adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan tujuan untuk membentuk keluarga/ rumah tangga yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
47
Perkawinan bagi penduduk yang beragama Islam dilakukan menurut agama Islam dan dicatat oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Penerbitan akta perkawinan bagi penduduk yang beragama Islam dilakukan oleh Departemen Agama. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Karena akta perkawinan bagi penduduk yang beragama Islam sudah diterbitkan oleh KUA Kecamatan, data perkawinan yang diterima oleh Instansi Pelaksana tidak perlu diterbitkan kutipan akta perkawinan. Pasal 43 Huruf a Yang dimaksud dengan "Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan" adalah perkawinan yang dilakukan antar umat yang berbeda agama. Huruf b Perkawinan yang dilakukan oleh warga negara asing di Indonesia, harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan Indonesia mengenai Perkawinan di Republik Indonesia. Pasal 44 Cukup jelas.
.
Pasal 45 Cukup jelas . Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Ayat (1) Bagi penganut agama Islam diberlakukan ketentuan mengenai rujuk yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk jo. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan peraturan pelaksanaannya.
48
Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 52 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "kematian" adalah tidak adanya secara permanen seluruh kehidupan pada saat mana pun setelah kelahiran hidup terjadi. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "pihak yang berwenang" adalah kepala rumah sakit, dokter paramedis, kepala desa/ lurah atau kepolisian. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 53 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "pernyataan" adalah keterangan dari pejabat yang berwenang. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pengangkatan anak" adalah perbuatan hukum untuk mengalihkan hak anak dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. Ayat (2) Cukup jelas.
49
Ayat (3) Yang dimaksud dengan "catatan pinggir" adalah catatan mengenai perubahan status atas terjadinya Peristiwa Penting dalam bentuk catatan yang diletakkan pada bagian pinggir akta atau bagian akta yang memungkinkan (di halaman/ bagian muka atau belakang akta) oleh Pejabat Pencatatan Sipil. . Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pengakuan anak" adalah pengakuan seorang ayah terhadap anaknya yang lahir di luar ikatan perkawinan sah atas persetujuan ibu kandung anak tersebut. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 58 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pengesahan anak" adalah pengesahan status seorang anak yang lahir di luar akatan cerkawinan sah pada saat pencatatan perkawinan kedua orang tua anak tersebut. Ayat (2) Cukup jeias. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pembuatan catatan pinggir pada akta pencatatan sipil diperuntukkan bagi warga negara asing yang melakukan perubahan kewarganegaraan dan pernah mencatatkan peristiwa penting di Republik Indonesia. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas.
50
Pasal 64 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "Peristiwa Penting lainnya" adalah peristiwa yang ditetapkan oleh pengadilan negeri untuk dicatatkan pada Instansi Pelaksana, antara lain perubahan jenis kelamin. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Yang dimaksud dengan cacat fisik dan/ atau mental berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menetapkan tentang hal tersebut. Huruf l Cukup jelas.
51
Huruf m Cukup jelas. Huruf n Cukup jelas. Huruf o Cukup jelas. Huruf p Cukup jelas. Huruf q Cukup jelas. Huruf r Cukup jelas. Huruf s Cukup jelas. Huruf t Cukup jelas. Huruf u Cukup jelas. Huruf v Cukup jelas. Huruf w Cukup jelas. Huruf x Cukup jelas. Huruf y Cukup jelas. Huruf z Cukup jelas. Huruf aa Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "data agregat" adalah kumpulan data tentang peristiwa kependudukan, peristiwa penting, jenis kelamin, kelompok usia, agama, pendidikan, dan pekerjaan. Yang dimaksud dengan "data kuantitatif” adalah data yang berupa angka-angka. Yang dimaksud dengan "data kualitatif “ adalah data yang berupa penjelasan. Pasal 67 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "Biodata Penduduk" adalah keterangan yang berisi elemen data tentang jatidiri, informasi dasar serta , riwayat
52
perkembangan dan perubahan keadaan yang dialami oleh Penduduk sejak saat kelahiran. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 68 Kata "paling sedikit" dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kemungkinan adanya tambahan keterangan, tetapi keterangan tersebut tidak bersifat diskriminatif. Yang dimaksud dengan "alamat" adalah alamat sekarang dan alamat sebelumnya. Yang dimaksud dengan ""jati diri lainnya" meliputi nomor KK, NIK, laki-laki/ perempuan, golongan darah, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan penyandang cacat fisik dan/ atau mental, status perkawinan. Kedudukan/ hubungan dalam keluarga, NIK ibu kandung, nama ibu kandung, NIK ayah kandung, nama ayah kandung, nomor paspor, tanggal berakhir paspor, nomor akta kelahiran/ surat kenal lahir. nomor akta perkawinan/ buku nikah, tanggal perkawinan, nomor akta perceraian, surat cerai dan tanggal perceraian. Pasal 69 Ayat (1) Yang dimaksud "dengan Kepala Keluarga" adalah : a. orang yang berternpat tinggal dengan orang lain, baik mempunyai hubungan darah maupun tidak, yang bertanggung jawab terhadap keluarga; b. orang yang bertempat tinggal seorang diri; atau c. kepala kesatrian, kepala asrama, kepala rumah yatim piatu, dan lain-lain tempat beberapa orang tinggal bersama-sama. Setiap kepala keluarga wajib memiliki KK, meskipun kepala keluarga tersebut masih menumpang di rumah orang tuanya karena pada prinsipnya dalam satu alamat rumah boleh terdapat lebih dari satu KK.
53
Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 70 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "perubahan susunan keluarga dalam KK" adalah perubahan yang diakibatkan adanya Peristiwa Kependudukan atau Peristiwa Penting seperti pindah datang, kelahiran, atau kematian. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 71 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Dalam rangka menciptakan kepemilikan 1 (satu) KTP untuk 1 (satu) penduduk diperlukan sistem keamanan/ pengendalian dan sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan melakukan verifikasi dan validasi dalam sistem database kependudukan serta pemberian NIK. Pasal 72 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
54
Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Ketentuan tentang pindah domisili tetap bagi KTP seumur hidup mengikuti ketentuan yang berlaku menurut undang-undang ini. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan "pejabat yang berwenang" adalah Pejabat Pencatatan Sipil pada Instansi Pelaksana yang telah diambil sumpahnya untuk melakukan tugas pencatatan (berlaku untuk penjelasan "pejabat yang berwenang" pada pasal-pasal berikutnya). Pasal 76 Cukup jelas.
55
Pasal 77 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Surat Keterangan Kependudukan lainnya antara lain surat izin kawin, surat numpang kawin. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 78 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "kesalahan tulis redaksional" misalnya kesalahan penulisan huruf dan/atau angka. berlaku untuk penjelasan "kesalahan tulis redaksional", pada pasal-pasal berikutnya). Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 79 Ayat (1) Cukup jelas.
56
Ayat (2) Pembetulan akta biasanya dilakukan pada saat akta sudah selesai di proses (akta sudah jadi) tetapi belum diserahkan atau akan diserahkan kepada subjek akta. Pembetulan akta atas dasar koreksi dan petugas, wajib diberitahukan kepada subjek akta. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 80 Ayat (1) Pembatalan akta dilakukan atas permintaan orang lain atau subjek akta, dengan alasan akta cacat hukum karena dalam proses pernbuatan didasarkan pada keterangan yang tidak benar dan tidak sah. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "petugas rahasia" adalah reserse dan intel yang melakukan tugasnya di luar daerah domisilinya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas.
57
Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Cukup jelas. Pasal 98 Cukup jelas. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Cukup jelas. Pasal 101 Cukup jelas. Pasal 102 Cukup jelas Pasal 103 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "negara atau sebagian dari negara dinyatakan dalam keadaan darurat dengan segala tingkatannya" adalah sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 104 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "Surat Keterangan Pencatatan Sipil" adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini ketika negara atau sebagian negara dalam keadaan luar biasa. Ayat (3) Cukup jelas.
58
Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 105 Cukup jelas. Pasal 106 Cukup jelas. Pasal 107 Cukup jelas. Pasal 108 Cukup jelas. Pasal 109 Cukup jelas. Pasal 110 Cukup jelas. Pasal 111 Cukup jelas. Pasal 112 Cukup jelas. Pasal 113 Cukup jelas. Pasal 114 Ayat (1) Pembangunan dan pengembangan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan bertujuan mewujudkan komitmen nasional dalam rangka menciptakan sistem pengenal tunggal, berupa NIK, bagi seluruh Penduduk Indonesia. Dengan demikian, data penduduk dapat diintegrasikan dan direlasionalkan dengan data hasil rekaman pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Sistem ini akan menghasilkan data penduduk nasional yang dinamis dan mutakhir. Pembangunan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan dilakukan dengan menggunakan perangkat keras, perangkat lunak dan sistem jaringan komunikasi data yang efisien dan efektif agar dapat diterapkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagi wilayah yang belum memiliki fasilitas komunikasi data, sistem komunikasi data dilakukan dengan manual dan semielektronik. Yang dimaksud dengan "manual" adalah perekaman data secara manual, yang pengiriman data dilakukan secara periodik dengan sistem pelaporan berjenjang karena tidak tersedia listrik ataupun jaringan komunikasi data. Yang dimaksud dengan "semi elektronik" adalah perekaman data dengan menggunakan komputer, tetapi pengirimannya menggunakan compact disc (CD) atau disket secara periodik karena belum tersedia jaringan komunikasi data. Ayat (2) Cukup jelas.
59
Pasal 115 Cukup jelas. Pasal 116 Cukup jelas. Pasal 117 Cukup jelas. Pasal 118 Cukup jelas. Pasal 119 Cukup jelas. Pasal 120 Cukup jelas. Pasal 121 Cukup jelas. Pasal 122 Cukup jelas. Pasal 123 Cukup jelas. Pasal 124 Cukup jelas. Pasal 125 Cukup jelas. Pasal 126 Cukup jelas Pasal 127 Cukup jelas. Pasal 128 Cukup jelas. Pasal 129 Cukup jelas. Pasal 130 Cukup jelas. Pasal 131 Cukup jelas. Pasal 132 Cukup jelas. Pasal 133 Cukup jelas. Pasal 134 Cukup jelas.
60
Pasal 135 Cukup jelas. Pasal 136 Cukup jelas. Pasal 137 Cukup jelas.
61