MediaKita Buletin Pelajar Indonesia di Iran Edisi ke-1, Februari 2013
Sedikit Tentang Keadilan Apakah Nabi Saw Pernah Lupa Dalam Shalat?
Mutu Manusia Indonesia
Teologi Matematis ala Bung Karno
Etika Kritika Bangsa Kasihan
Belajar Matematika Keadilan Bersama Imam Ali bin Abi Thalib as.
M ana A fdhal , I lmu atau A mal ? Doakan Aku Jadi Orang Kaya
Filsafat dari Nama Rasulullah Saw
Manusia tersembunyi di balik lidahnya. Maka kendalikanlah tutur katamu dan ajukanlah ke hadapan akal serta kebenaran; apabila diucapkan demi Allah dan di jalan-Nya, maka sampaikanlah, namun jika tidak demikian, maka diamlah! - Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as.
Buletin MediaKita diterbitkan oleh:
Penanggungjawab : Divisi Media dan Penerbitan HPI Pemimpin Redaksi : Mohammad Habri Zen Tim Redaksi : Diding Sudirman, Suparno, Ismail Amin, Mohammad Iqbal, Bustami Editor : Diding Sudirman, M. Habibie Amrullah Setting dan Lay-out : M. Habibie Amrullah Desain Cover : M. Habibie Amrullah Alamat : HPI - Himpunan Pelajar Indonesia Khiyaban-e 55 Metri ammar Yasser, Kuceh-e Arabestan, Pelok 9, Wahid-e 11 Qom- Republik Islam Iran, kodepos : 3713774153 Website : www.hpiiran.com email:
[email protected]
Salam sejahtera... Kirimkan segera informasi, analisis, prosa, puisi, anekdot, komedi, mutiara hikmah dan kontribusi lainnya ke:
[email protected] Kami akan menampilkan tulisan anda di buletin ini dan juga website:
www.hpiiran.com Kirimkan juga saran dan kritik membangunnya!
Daftar Isi: Sedikit Tentang Keadilan >> 4 Apakah Nabi Saw Pernah Lupa Dalam Shalat? >> 8 Perintah Birrul Walidain dalam Al-Qur’an >> 16 Muhammad saw, Nabimu Nabiku >> 23 Mutu Manusia Indonesia >> 32
Etika Kritika >> 36 Bangsa Kasihan >> 39 Belajar Matematika Keadilan Bersama Imam Ali >> 41 Mana Afdhal, Ilmu atau Amal? >> 43 Doakan Aku Jadi Orang Kaya >> 44 Filsafat dari Nama Rasulullah Saw >> 46
Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013 >> 3
Teologi Matematis ala Bung Karno >> 33
Sedikit Tentang Keadilan Oleh: Diding Sudirman
4 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah sekalipun (kesaksian ini) merugikan diri kalian sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabat kalian. (Karena) jika mereka kaya ataupun miskin, maka Allah lebih utama melindungi mereka. Oleh karena itu, janganlah kalian mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kalian memutarbalikkan (kebenaran) atau enggan menyampaikannya, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang kalian kerjakan.” [QS. AnNisa: 135]
dak mengenal tempat serta komunitas. Al-Quran sesuai dengan nilai kemanusiaan di kalangan manapun. Keuniversalannya melingkupi segala bidang, termasuk dalam hal ini nilainilai kemanusiaan dan keadilan yang disodorkan oleh konsep al-Quran.
Sejak kemunculannya, Islam menyodorkan konsep dan praktek dari keadilan universal. Sebagai penutup para nabi, Rasulullah saw mengemban misi dari seluruh nabi yang hadir sejak pertama kali manusia ada. Misi para nabi adalah menegakkan keadilan, sehingga manusia hidup dalam kebahagiaan dan pengabdian yang damai kepada Tuhan, kemanusiaan dan lingkungan. Allah swt dalam surah al-Hadid ayat 25 mengatakan, “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan Beberapa waktu yang lalu diketahui membawa bukti-bukti yang nyata bahwa sebuah universitas terkenal dan telah Kami turunkan bersama di Amerika Serikat, Universitas Har- mereka Al-kitab dan neraca (keadivard, mengutip ayat al-Quran se- lan) supaya manusia dapat melakbagai kata-kata emas. Universitas sanakan keadilan.” ini mengukir sebuah ayat al-Quran tentang keadilan dalam bentuk ter- Berbuat adil seperti memegang bara jemahan di pintu gerbang fakultas api. Jika api digenggam maka tangan hukum. Universitas Harvard bukan- akan terbakar dan jika api dilepas lah perguruan tinggi yang mengatas- maka akan kehilangan cahaya. namakan Islam. Hal ini membuktikan Demikian beratnya, sehingga sulit al-Quran bersifat universal dan ti- untuk berlaku adil sekalipun terha-
dap kawan sendiri, apalagi terhadap orang yang tidak sepaham. Terlebih lagi apabila keadilan diterapkan terhadap musuh yang jelas berseberangan dalam segala hal. Keadilan tidak bisa dipisahkan dari kejujuran. Kejujuran yang harus ditujukan kepada diri sendiri dan kejujuran atas kebenaran yang seringkali justru berada di pihak lain yang terlanjur dideklarasikan sebagai lawan perjuangan. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as dalam Ghurar Al-Hikam mengatakan, “Berbuatlah bijaksana kepada manusia, baik kepada diri sendiri, keluarga, orang-orang dekat dan orang-orang yang engkau sukai. Dan berbuat adillah kepada kawan dan musuh.”
pun, beliau senantiasa berlaku adil. Ketika itu Abdurrahman bin Muljam sang pelaku p e m bunuhan terhadap Imam dengan sabetan pedangnya di kepala suci Imam berhasil ditangkap. Imam Ali as berwasiat supaya berlaku adil dan tetap memperlakukan pembunuhnya dengan baik. Imam memerintahkan hukuman dilakukan sebatas melaksanakan qisas.
Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013 >> 5
Amirul Mukminin as terkenal sebagai orang yang berbuat adil terhadap musuhnya. Dikisahkan ketika dalam sebuah peperangan, Imam Ali as berhasil mendesak seorang musuh dan hendak membunuh orang yang menjadi musuh Allah dan Rasul-Nya tersebut. Namun, ketika Imam Ali as mengayunkan pedang hendak memenggalnya, orang itu meludahi beliau. Seketika juga beliau menguImam Ali as adalah contoh keadilan rungkan niat untuk membunuhnya setelah Rasulullah saw sepanjang za- dan kembali menarik dzulfiqar-nya. man. Bahkan beliau adalah keadilan Ketika ditanya kenapa tidak memitu sendiri. Hingga di saat mendekati bunuh orang yang jelas menjadi wafat dan kesyahidannya sekali- musuh Allah dan Rasulullah terseBerlaku adil bagi para pemimpin merupakan hal yang sangat berat, baik pemimpin formal maupun orang yang kebetulan mempunyai massa. Kadang untuk menjaga imej dan loyalitas bawahannya ia sengaja menurunkan standar keadilan dan mengamini pendapat mayoritas agar tidak terdepak dari kekuasaan yang begitu manis melebihi gula-gula.
6 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
but, beliau mengatakan bahwa harus tetap berlaku adil sekalipun terhadap musuh. Sewaktu beliau akan membunuhnya, hal itu murni karena menjalankan perintah agama memerangi orang yang melawan dan menyerang agama Allah. Niat memerangi musuh-musuh Allah hanyalah mengharapkan rida-Nya semata. Namun ketika musuh meludahinya, beliau khawatir proses perang dan membunuh musuh yang dilakukannya tidak lagi berdasarkan niat suci Ilahi, tapi karena emosi, sakit hati dan dendam pribadi kepada orang tersebut. Dengan demikian, membunuh musuh hanya akan didasarkan pada kepentingan pribadi dan bukan lagi sesuai parameter keadilan agama. Beliau juga dalam setiap peperangan mengikuti ajaran Rasulullah saw dengan tidak pernah mengejar musuh yang lari, tidak menganiaya musuh yang menyerah dan tidak pernah berbuat berlebihan terhadap musuh yang lemah. Beliau membumikan agama Rasulullah saw yang mengatur perang dengan tindakan adil terhadap semua musuh, orangorang tua yang lemah, para wanita dan anak-anak, bahkan terhadap hewan, tumbuhan dan lingkungan. Sekarang kita melihat negara-negara yang disebut adidaya sangat senang
melakukan tindakan sewenangwenang dan berlaku zalim terhadap negara lain yang dinilainya lebih lemah. Mereka melakukan penjajahan dan pembunuhan-pembunuhan masal terhadap penduduk bumi. Tidak hanya melakukan tindakan represif terhadap setiap orang atau kelompok yang berlawanan paham dengannya, mereka juga dengan dalih “terorisme” berusaha menghabisi setiap pengkritiknya. Hegemoni dilakukan bukan saja dalam bentuk terselubung, bahkan serangan militer dan pelanggaran HAM juga menjadi program dan agenda resmi. Propaganda tentang terorisme dan kejahatan sosial diterapkan kepada lawan-lawan politiknya. Hak veto digunakan sesuai hati. Istilah resolusi menjadi senjata ampuh bagi mereka untuk menekan pihak lain dengan memberlakukan embargo ekonomi, teknologi dan informasi. Padahal embargo adalah bagian dari kejahatan kemanusiaan internasional yang disengaja. Khususnya embargo ekonomi merupakan tindakan di luar peri kemanusiaan. Hukum internasional sering menjadi alat kepentingan sekelompok negara, bahkan segelintir orang saja. Alih-alih menjaga keamanan dan ketertiban dunia, hal ini dilakukan sebagai dalil untuk melancarkan kejahatan sosialnya. Merekalah yang melakukan penja-
jahan kemanusiaan dan kejahatan lainnya yang menghancurkan perdamaian dan ketertiban dunia dengan serangan-serangannya terhadap negara lain.
Memprihatinkan ketika kita menyaksikan bahwa ketidakadilan banyak terjadi di negeri-negeri yang terbilang dihuni oleh mayoritas muslim. Dan yang lebih menyedihkan sikap ini muncul dari orang-orang yang mengaku muslim sendiri. Seharusnya kita merasa malu dengan realitas kehidupan muslim yang penuh dengan ajaran keadilan, malah dikotori dengan meninggalkan ajaran agung tersebut. Mungkin saja hal ini karena ketidaktahuan atas ajaran luhur Islam. Namun, ironisnya justru di kehidupan orang-orang yang secara formal bukan muslim, ternyata mereka mengenal dan memiliki penghargaan atas nilai-nilai keadilan yang diajarkan Islam.
Seperti yang pernah disebutkan sebelumnya, media Republika Online (18/1) mengabarkan bahwa Universitas Harvard yang didirikan di Cambridge, Massachusetts, pada tahun 1636 mengukirkan salah satu ayat al-Quran sebagai bentuk penghormatan di tembok yang menghadap Imam Ali as dalam Nahjul Balaghah pintu masuk utama fakultas hukum. khutbah ke-209 mengatakan: “Al- Universitas tertua di Amerika Serilah swt mewajibkan para pemimpin kat itu mengabadikan ayat tersebut adil untuk mencukupkan kehidupan sebagai kata-kata terbaik tentang
Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013 >> 7
Hal ini pun tidak jarang dilakukan oleh individu-individu untuk menjaga eksistensi kekuasaan dan pengaruhnya. Sebagian para pejabat negara hidup dengan politik yang rendah dan kotor. Mereka melakukan segala cara politis yang dianggapnya mungkin untuk melindungi posisinya. Mereka bersama orang-orang kaya lainnya hidup bermegah-megah dan mewah di tengah masyarakat yang hidup serba kekurangan. Dalam dirinya tidak lagi muncul perasaan terenyuh melihat kemiskinan dan kesengsaraan ekonomi, sosial dan pendidikan yang menimpa masyarakat di sekitarnya. Bahkan dengan tunggangan politiknya, mereka memanfaatkan kondisi realitas masyarakat dan dijualnya demi sebuah proyek proposal. Sebagai contoh kecil adalah program-program reality show yang marak di media elektronik dalam negeri. Mereka menjual kemiskinan negerinya sendiri untuk keuntungan sakunya.
mereka sesuai standar kehidupan orang yang tidak mampu, sehingga orang fakir tidak mengeluh atas kefakirannya.”
keadilan dan menyebut ayat suci ini sebagai salah satu ekspresi terhebat tentang keadilan sepanjang sejarah. Kutipan yang dianggap terjemahan dari al-Quran surah an-Nisa ayat 135 tersebut berbunyi: “O ye who believe! Stand out firmly for justice, as witnesses to Allah, even as against yourselves, or your parents, or your kin, and wether it be (against) rich or poor: for Allah can best protector both.”
Terlepas apakah Harvard dan orangorang di luar Islam mengamalkan pesan ayat tersebut atau tidak, fenomena ini menyinggung pribadi kita untuk lebih memperhatikan lagi ajaran agama kita sendiri, terutama mengenai nilai luhur keadilan. Sehingga apa yang diajarkan Allah swt melalui Rasulullah saw dan para Imam Makshum as menjadi acuan dan parameter kita dalam mengejawantahkan sikap adil di tengahtengah kehidupan ini. []
Apakah Nabi Saw Pernah Lupa Dalam Shalat? (Kajian Singkat Tinjauan hubungan dengan masalah aqidah
yang harus ditolak. Dilain hal ulama besar Syiah seperti Syeikh Shaduq ra pernah mengatakan didalam kitab Oleh: Mohammad Habri Zen manla yahdhuruhu alfaqih, dengan mengutip riwayat mengenai shalat, Hadits Lupa di Dalam Kitab “Al-Faq- bahwa nabi saww pernah shalat qadha subuh dan lupa didalam shalat ih” Didalam Ilmu kalam, menisbatkan dan melakukan sujud sahwi bahkan sifat lupa kepada nabi saww adalah ekstremnya, orang yang tidak memsesuatu yang mustahil, bahkan percayai nabi saww pernah lupa dalam segala hal nabi saww tidak salah satu ciri dari ghulu.[1] pernah lupa, sebab kalau nabi saw Riwayat yang dibawa Syeikh Shaduq pernah lupa dalam sesaat saja, be- adalah : rarti dimungkinkan pula nabi saww عنسعيد،وروىاحلسنبنمحبوبعنالرباطي pernah lupa dalam menyampaikan “سمعتأباعبداهللعليهالسالم:االعرجقال wahyu Tuhannya, dan hal itu ber-
8 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
Hadits dan Ushul Fiqh)
إناهللتباركوتعالىأنامرسولهصلىاهلل:يقول ثم،عليهوآلهعنصالةالفجرحتىطلعتالشمس ثمصلى،قامفبدأفصلىالركعتنياللتنيقبلالفجر وأسهاهفيصالتهفسلمفيركعتنيثم،الفجر وصفماقالهذوالشمالنيوإمنافعلذلكبهرحمة لهذهاالمةلئاليعيرالرجلاملسلمإذاهونامعن قدأصابذلكرسولاهلل:صالتهأوسهافيهافيقال صلىاهللعليهوآله.
Kemudian Syeikh Shaduq ra dalam
Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013 >> 9
Al-Husein Ibn Mahbûb meriwayatkan dari Arribâthi, dari Sa’îd al-A’râj berkata : Aku mendengar Aba Abdillah as bersabda: Sesungguhnya Allah Swt menidurkan Rasulullah saww sampai terbit matahari dan nabi saww dalam keadaan belum shalat shubuh, kemudian rasul saww bangun dan melaksanakan shalat dua rakaat (nafilah) sebelum shalat shubuh (qadha), kemudian melaksanakan shalat (qadha) Shubuh, dan Dia Swt juga membuat rasul saww lupa dalam shalatnya dengan memberi salam setelah rakaat kedua (dalam empat rakaat), kemudian yang mengingatkannya adalah dzu as-syimalain, hal itu terjadi untuk dijadikan rahmat bagi ummat ini (nabi saw), supaya tidak ada seorang lelaki muslim dihina karena ketiduran dan belum melaksanakan shalatnya atau lupa didalam shalatnya, dan dikatakan padanya bawa telah menimpa hal itu kepada rasulullah saww juga.[2]
hal ini membedakan antara sahw (lupa) dengan Isha (Melupakan-butuh objek), karena kalau sahw (lupa) dinisbatkan kepada orang yang lalai karena pengaruh syaetan, sedangkan yang terjadi pada nabi bukanlah lupa dalam makna demikian tetapi Allah Swt secara langsung membuat lupa (isha’) nabi dalam hal itu, dan hal ini tidak diakibatkan oleh lalai atau pengaruh syaetan karena ِإ مَّنا ُسلْطان ُ ُه ( عَ لَى ال َّذي َن ي َ َت َول َّوْن َ ُهSesungguhnya kekuasaan setan hanyalah atas orangorang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukanya dengan Allah) [3] dan nabi tidaklah berwala kepada syaetan. Begitu pula penulis sekaligus menjawab permasalahan yang menyatakan bahwa kalau nabi pernah lupa maka dimungkinkan nabi saww pernah lupa dalam menyampaikan wahyu tabligh dan risalah, dengan jawabannya yaitu : hal itu terjadi kalau makna lupa adalah disebabkan karena lalai, tetapi hal ini berbeda bukan karena hal itu tetapi karena Allah yang membuat nabi lupa (isha’), dilain hal beliau mengatakan bahwa shalat adalah hal yang musytarak selain nabipun melakukannya sedangkan wahyu, tidaklah demikian karena merupakan hal yang khusus dan mustahil menisbatkan lupa dalam masalah wahyu tabligh kepada ummat.
10 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
Syeikh Mufid ra Menolak Pendapat terhadap pernyataan Syeikh Shaduq Syeikh Shaqud ra ra dan riwayat yang diambilnya, Sebagian ulama menerima pendapat sepanjang yang saya teliti hadits Syeikh Shaduq mengenai isha’ nabi yang dibawa Syeikh Shaduq bisa saww tsubutan (alam kemungkinan) dikatakan hadits sahih kalau perbukan itsbâtan (alam dalil), seba- awinya yang bernama Ribâthi bugian lagi menolak sepenuhnya baik kanlah Al-Hasan ibn Ribâthi Al-Bijli, itu sahwi maupun isha’ karena ber- karena nama itu adalah majhul betolak belakang dengan dalil aqli dan lum ada keterangan didalam kitabnaqli kemaksuman nabi secara mut- kitab rijal, sedangkan kalau yang dilak, terutama Syeikh Mufid didalam maksud adalah Ali Ibn Al-Hasan Ibn risalahnya ‘adam sahwi an-nabi Ar-Ribâthi maka dia adalah seorang saww, yang mengatakan bahwa imami yang tsiqah[5]. Oleh sebab itu isha’ pun tidak mungkin terjadi, yang dikarenakan nama musytarak yang mana Syeikh Mufid berkeyakinan ada dalam riwayat man la yahdbahwa hadits tersebut adalah hadits huruhu alfaqih tidak bisa dijadikan ahad yang tidak bisa dijadikan pegan- pegangan untuk mengitsbatkan kegan bagi permasalahan aqidah, dan sahihan riwayat tersebut. juga beliau menambahkan bahwa hadits tersebut memiliki banyak permasalahan terutama dalam isi hadits tersebut, kadang menceritakan nabi saww lupa dalam shalat dzuhur sebagian riwayat dalam shalat ashar sebagian lagi dalam shalat isya,[4] dan juga hadits itu bertolak belakang dengan aqidah kemaksuman nabi saww. Sebagian Ulama seperti Alamah Jawadi Amuli dan ulama lainnya mengatakan kalau terjadi taarudh permasalahan naqliah dan aqliah yang sudah tsabit dalam permasalahan aqidah maka yang naqli itulah yang harus ditakwil bukan yang aqli.
Isykal Pernyataan Syeikh Mufid ra
Syeikh Mufid mengatakan bahwa permasalahan lupa yang dinisbatkan kepada nabi saww adalah hadits ahad, hal tersebut jikalau dinisbatkan hanya kepada kitab “Al-Faqih” bisa dibenarkan tetapi kalau kita lihat didalam kitab-kitab lainnya seperti Al-Kâfi dan Istibshar maka kita akan menemukan hadits serupa yang lebih dari satu dengan kualitas sahih. Bahkan Syarif Murtadha (Ali Ibn Husein Musawi) didalam Al-Masâil AnNâshiriyyât menjadikan hadits yang serupa sebagai dalil dalam fiqihnya mengenai sujud sahwi.[6] Walapun Bagaimanapun pertentangan Ulama sebenarnya hadits lain mengenai
lupa didalam shalat dan sujud sahwi yang tidak dinisbatkan kepada Nabipun banyak jumlahnya. Kita dapat melihat beberapa hadits sebagai contoh didalam Al-kafi sebagai berikut:
Kedua hadits tersebut dan masih ada lagi hadits serupa lainnya dalam bab yang sama didalam Alkafi dengan sanad sahih begitu pula didalam Tahdzib Al-Ahkam didalam bab ahkam As-Sahwi fi As-Shalat dengan sanad sahih pula, walaupun isi dari riwayat tersebut banyak ditemukan permasalahan diantaranya bertolak ْ َ ُم َح َّم ُدب ْ ُنيbelakang dengan riwayat sahih lainَ ح َيىعَ نْأ َ ْح َم َدب ْ ِن ُم َح َّم ِدب ْ ِن ِع ْيسىعَ ن تأَبَا ُ عَ ِليِّب ْ ِنال ُّن ْع َم ِانعَ نْ َس ِعي ٍداألَعْر َ ِجقَالَ َس ِم ْعnya. ُم َسل ََّم ِ صلَّى ر َ ُسولُ ا ِ عَ بْ ِد ا َ ُهلل (ع) يَقُ ول َّ هلل (ص) ث ت هللأ َ َح َد َثفِي ف ِ َسأ َ َل ُه َمنْ َخلْفَ ُهيَار َ ُسولَ ا َ َ ِ ْفِيرَك ْ َع ين
Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013 >> 11
ْ َ ُم َح َّم ُدب ْ ُني َ ح َيىعَ نْأ َ ْح َم َدب ْ ِن ُم َح َّم ِدب ْ ِن ِع ْيسىعَ ن يسىعَ نْ َس َماعَ َةب ْ ِن ِم ْهرَا َنقَالَ قَالَ أَبُو َ عُ ث َْما َنب ْ ِن ِع اس ِ …فَإِنَّ ر َ ُسولَ ا:)هلل (ع ِ عَ بْ ِد ا َ )هلل (ص ِ َّ صلَّى بِالن ِّ َال ل ا م الش و ذ ت ع ك ُم ث َّم ل َس ف ا ه س ه ل ف ََق َ َ ُّ ْ ُ ُ َ َ َ َ َّ ِ ْالظ ْهر َر َ َ َين ِ َْ ين ك َ ء فَقَ الَ وَ َما ذَا ِ يَا ر َ ُسولَ ا َّ هلل أ َنَزَلَ فِي ٌ ْالصال ِة َشي ُول َال )هلل(ص ِ ترَك ْ َع َتينْ ِ فَقَ ر َ ُس ا َ قَالَ ِإ مَّنَا َ صل َّْي ام(ص) َفأَتمََّب ِ ِه ُم َ َمفَق ْ أَتَقُ ولُو َن ِمث ْلَ قَوْلِهِقَالُوان َ َع الس ْه ِو الصالةَوَ َس َج َدب ِ ِه ْ ْ م َس َّ ج َدت َ ِي َّ ... Berkata Abu Abdillah as: …Sesungguhnya rasulullah saww pernah shalat dzhuhur berjamaah dua rakaat, karena lupa, kemuadian memberi salam akhir, kemudian Dzu As-Syimalain berkata wahai rasulullah saw, apakah ada yang kurang didalam shalat anda, Rasul menjawab : memang apa yang terjadi? Dzu As-Syimalain berkata sesungguhnya anda telah shalat dua rakaat, kemudian Rasul Saww bertanya kepada yang lainnya : apakah kalian melihat benar apa yang dia katakan , mereka berkata : betul, kemudian rasulullah saww, meneruskan shalatnya lalu melaksanakan sujud sahwi…[7]
َ ِءقَالَ وَ َماذَل َ كقَالُوا ِإ مَّنَا َّ َ صلَّ ْي ٌ ْالصال ِة َشي ِ ْترَك ْ َع َتين ِّ كيَاذَاال َْي َدي ْ ِنوَكَا َنيُدْعَ ىذَا َ ِفَقَ الَ أَكَذَل ِ ْالش َما َلين َ م َف َب َنىعَ لَى َّ ََّصلاَ تِهِ َفأَتم َّالصالةَأَرْبَعا ًوَقَالَ ِإن ْ فَقَ الَ ن َ َع َ هلل ُه َو ال َّ ِذي أن ْ َسا ُه ر َ ْح َم ًة لأل ُ َّم ِة َ ا... Berkata Sa’îd Al-A’râj aku mendengar Aba Abdillah as bersabda : Rasulullah melakukan salam setelah dua rakaat, kemudian dibelakangnya bertanya : wahai rasulullah saww apakah terjadi kekurangan didalam shalat? Rasul saww menjawab : apa yang terjadi?, mereka berkata : anda telah shalat dua rakaat, rasul saww bertanya : apakah hal itu benar wahai Dzulyadain, yang mana dipanggil Dzu as-Syimalain, dia berkata betul, kemudian rasul saww meneruskan shalatnya dan menyempurnakan shalatnya menjadi empat rakaat, kemudian Imam as bersabda: Sesungguhnya Allah Swt lah yang melupakan nabi saww sebagai rahmat bagi umat…[8]
12 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
Ta’arudh Hadits
pendapat mazhab âmmah dan kami Riwayat-riwayat yang sahih yang menyebutkan riwayat ini karena menceritakan mengenai kejadian kandungannya berlaku didalam ahlupa didalam shalat yang dinisbat- kam seperti yang telah kami jelaskan. kan kepada nabi saww bertolak (dari sanalah tidak bisa diambil kesbelakang isi kandungannya dengan impulan bahwa nabi pernah lupa) [9] banyak riwayat sahih lainnya semisal Hadits ini adalah sahih seluruh perriwayat didalam tahdzib: awinya tsiqah imamiah, dan kandungannya bertolak belakang dengan ْ عَ نْ ُهعَ نْأ َ ْح َم َدب ْ ِن ُم َح َّم ٍدعَ ِنالحْ َ َس ِنب ْ ِن َم ْوبعَ ن ٍ ح ُب ْ عَ بْ ِد اللهَّ ِ ب ْ ِن بُك َْي ٍر عَ نْزُرَارَةَقَالَ َسأَل ُْت أَبَا َج ْعفَ ٍر ع َهلhadits sahih lain yang telah disebutkan diatas, karena riwayat ini menoالس ْه ِوق َ ُّطفَقَ الَ ل ْ َس-َس َج َدر َ ُسولُ اللهَّ ِ ص َّ ج َدت َ ِي lak sedikitpun bahwa nabi pernah س ُج ُد ُه َماف َِقي ٌه ْ َ و َلاَ ي lupa dan melakukan sujud sahwi, ض َّم َن ُه َهذ َا َ َ قَالَ ُم َح َّم ُد ب ْ ُن الحْ َ َس ِن ال َّ ِذي أ ُ ْفتِي ب ِ ِه َما تadapun mengenai sifat nabi saww ْخ اها ِمنْأَنَّالن َّ ِبيَّص َس َها َ ال َ َبر ُ َفأ َ َّماالأْ َ ْخ َبار ُالَّتِيقَدَّ ْم َن yang tak pernah lupa bahkan nabi َ اهالأِ نَّ َما َ َ َس َج َدفَإِن َّ َها ُم َوافِقَ ٌةلِل َْعا َّم ِةوَ ِإ مَّنَاذَكَرْن َ فsaww mengetahui khabar langit dan ض َّم َن ُه ِم َنالأْ َ ْحك َِام َم ْع ُمولٌ ب ِ َهاعَ لَى َمابَيَّنَّا ُه َ ت َ َتbumi, sehingga tidak mungkin nabi Darinya (Muhammad ibn Ali Ibn bertanya kepada dzulyadain atau Mahbub), dari Ahmad ibn Muham- lainnya mengenai sesuatu yang nabi mad dari Al-Hasan ibn Mahbûb dari saww tidak ketahui dari lupanya. RiAbdillah ibn Bukair dari Zurârah ber- wayat tersebut disebutkan didalam kata : aku bertanya Aba Ja’far as apak- riwayat sahih semisal riwayat dalam ah Rasulullah saww pernah melak- al-kâfi berikut ini : sanakan dua sujud sahwi (karena عن احمدبن محمد عن علي،عده من اصحابنا lupa) sekali saja, Imam as menjawab کنتعند:عنسماعهبنمهرانقال،بنحديد tidak , dan tidak pula pernah seorang :فقال،ابيعبداهللوعندهجماعهمنمواليه Faqih (orang alim) melaksanakan dua ...اعرفواالعقلوجنودهواجلهلوجنودهتهتدو sujut (sahwi) itu. ثمجعل...اناهللخلقالعقل:فقالابوعبداهلل Muhammad Ibn Al-Hasan (Syeikh للعقلخمسهوسبعنيجندافکانممااعطياهلل العقلمناخلمسهوالسبعنياجلنداخليروجعل Thûsi) yang mana berfatwa dengan kandungan riwayat tersebut (me- والعلموضدهاجلهلوالتسليموضده...ضدهالشر الشک و التذکر و ضده السهو و احلفظ و ضده nolak sahwi nabi) adapun riwayat فالجتتمعهذااخلصالکلهامناجناد...النسيان yang mengatakan nabi lupa kemuالعقلاالفينبياووصياومومنقدامتحناهلل dian melaksanakan sujud sahwi …قلبهلالميان adalah riwayat yang sesuai dengan
Hadits tersebut adalah sahih sanad, adapun iddat min ashhâbina (beberapa sahabat kami) pun muktabar ketsiqatannya mereka adalah Ali Ibn Ibrahim, Ali Ibn Muhammad Ibn abdillah, Ahmad Ibn Abdillah ibn Umayyah, Ali Ibn Hasan yang meriwayatkan dari Ahmad ibn Muhammad Albarqi.[11]
Isi dari hadits tersebut secara jelas menerangkan bahwa tazdzakur dan Hifz yang merupakan lawan dari lupa ada pada nabi dan washinya, sehingga tidak mungkin nabi memiliki sifat lupa (nisyân/sahw). Dan masih banyak lagi hadits sahih lainnya yang menjelaskan hal yang serupa baik dengan manthuqnya atau mafhumnya yang menyatakan nabi tidak pernah lupa sedikitpun dan mengetahui urusan langit dan bumi. Dan dari kedua belah kubu riwayat yang menyatakan nabi pernah lupa dan kubu lain yang menyebutkan nabi tak pernah lupa mengalami ta’ârudh, dan bagaimanakah kita menyelesaikan hal itu semua serta mencari jalan keluarnya? Solusi permasalahan hadits yang muta’âridân (yang saling bertolak belakang) Dari sanalah kita tidak bisa melihat riwayat hanya dari minhaj sanadi saja tetapi harus dilihat dari minhaj madhmûni, minhaj sanadi mengatakan kalau sanadnya sahih maka riwayat tersebut menjadi hujjah, sedangkan kita melihat diantara hadits secara sanad sahih terdapat madhmun (isi hadits) yang bertolak belakang seperti yang disebutkan diatas, oleh sebab itu mana yang harus kita pilih karena kedua-duanya
Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013 >> 13
Dari “beberapa sahabat kami” dari Ahmad ibn Muhammad dari Ali ibn Hadid, dari Samâ’ah ibn Mihrân berkata : ketika aku bersama Abu Abdillah as dan disekitarnya sekumpulan para pengikutnya, Imam as bersabda : jelaskanlah oleh kalian mengenai akal dan tentaranya, kebodohan dan tentaranya pula anda akan memperoleh petunjuk...Abu Abdillah as bersabda : sesungguhnya Allah menciptakan akal... kemudian menjadikan akal tujuh puluh lima tentara, dan yang diberikan oleh Allah Swt dengan tujuh puluh lima tentara kebaikan dan menjadikan pula lawannya kejelekan, Ilmu lawannya Kebodohan, yakin (kepatuhan) lawannya keraguan, tadzakkur lawannya sahw (lupa), hapalan lawannya nisyân (lupa)... tidaklah terkumpul seluruh tentara akal (kebaikan) tersebut kepada seorangpun kecuali pada nabi, dan washinya atau mukmin yang telah Allah Swt uji mereka hatinya dengan keimanan...[10]
hujjah menurut minhaj sanadi, tetapi kalau kita melihat minhaj Madhmûni, kita bisa melihat rujukan isi dan kandungannya yang bertolak belakang tadi dan mencari solusi lain dari pelajaran ushul fiqih.
14 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
Kalau kedua hadits tersebut sanad sahih, dan secara isi bertolak belakang maka hal itu terjadi ta’ârudh, atau didalam istilah Sayyid Syahid Baqir Shadrra “At-Tanâfi baina almadlûlain, wa lamma kâna ad-dalil hua al-ja’l fattanâfi almuhaqqiq littaârudh hua attanâfi baina alja’lain...”[12] bahkan ditambahkan didalamnya adalah taarudh diantara dua ja’l ( lisan dalil), yang mana didalam pembahasan kita kali ini adalah diantara dua kubu riwayat (dalil) diatas. Disebutkan pula didalam ushul bahwa ta’ârudh diantara dua dalil tersebut ada yang mustaqir ada yang ghair mustaqir. Ta’ârudh gheir mustaqir adalah at-taârudh alladzi yumkinu ‘ilâjuhu bita’dîl dilâlah ahad ad-dalilain, wa ta’wîluha binahwin yansajim ma’a ad-dalîl al-âkhar[13] (ta’arudh yang mana dimungkinkan untuk dicarikan solusinya dengan mensinkronkan salah satu dalil dengan dalil lainnya, dan mentakwilkan yang sesuai dengan dalil lainnya. Sedangkan yang mustaqir tidak mungkin ditemukan solusi dengan
cara mensinkronkan salah satu dalil dengan dalil lainnya. Ta’arudh gheir mustaqir bisa diambil solusi dengan cara al-jam’ al-‘urfi, maksudnya secara pandangan uruf bisa dicarikan solusinya baik itu dengan mencari salah satu dalil yang lebih dzahir (adzhar) dari yang dzahir, atau yang muqayyad dari yang muthlaq atau yang khas dari yang amm. Sedangkan kalau kita kembali lagi kedalam masalah kedua kubu dalil mengenai nabi pernah lupa atau tidak maka kita bisa meneliti bahwa kedua kubu hadits tersebut tidak bisa ditemukan dengan cara al-jam al-urfi, bahkan kedua kubu tersebut jelas-jelas masuk dalam kategori ta’arudh mustaqir. Lalu apa yang harus kita lakukan kalau memang hadits itu adalah ta’arudh mustaqir? Didalam pembahasan Ushul dikatakan bahwa kalau mengalami ta’arudh mustaqir maka yang terjadi adalah tasâquth kila ad-dalilain (jatuh kedua dalil tersebut), tetapi dikatakan pula oleh Sayyid Shadr ra bahwa dengan adanya dalil yang khusus menunjukkan tarjîh (salah satu dalil maka tidak terjadi tasaqut kila addalilain[14]. Riwayat khusus tersebut diantaranya: إذاوردعليكمحديثانمختلفانفاعرضوهماعلى وما خالف،فما وافق كتاب اهلل فخذوه،كتاب اهلل فإن لم جتدوهما في كتاب اهلل،كتاب اهلل فردّوه
فماوافقأخبارهم,فاعرضوهماعلىأخبارالعامة فذروهوماخالفأخبارهمفخذوه. Imam Shadiq as bersabda : JIkalau kalian menemukan dua hadits yang bertolak belakang maka rujuklah keduanya pada kitabullah, dan hadits yang sesuai dengan kitabullah maka ambillah, dan yang tidak sesuai maka tinggalkanlah, jikalau kalian tidak menemukan didalam kitabullah maka rujukalah keduanya pada hadits-hadits (mazhab) ‘ammah, yang sesuai dengan akhbar mereka maka tinggalkanlah yang tidak sesuai maka ambillah.[15] Dari sanalah kita bisa merujuk kepada ayat alquran, sedangkan secara sarih Alquran banyak yang menerangkan ayat mengenai kemaksuman nabi, kalau kita mengambil makna ithlaq dari makna maksum yang meliputi juga maksum dari lupa dan salah. Tetapi kalaupun ayat-ayat tersebut mendapatkan permasalahan dengan ayat lainnya dan tidak bisa ditemukan kesimpulan akhir maka kita merujuk pada langkah kedua yaitu merujuk kepada haditshadits dari mazhab ammah, dan sudah dipastikan bahwa hadits yang menceritakan bahwa nabi saww pernah lupa sesuai dengan riwayat yang terdapat dalam mazhab Ammah, oleh sebab itulah maka kita mengambil riwayat yang ti-
dak sesuai dengan mazhab tersebut yaitu riwayat yang menolak bahwa nabi pernah lupa, serta menjadikan riwayat yang sesuai dengan mazhab ammah adalah riwayat dalam kondisi taqiah. Kesimpulannya bahwa riwayat yang bisa kita pegang adalah riwayat yang mengatakan bahwa nabi sedikitpun tidak pernah lupa dan salah. Adapun permasalahan ghulu yang dikatakan oleh Syeikh Shaduq maka hal itu tidak tepat, sebab hal itu tidak termasuk ghulu, dan juga banyak riwayat sahih yang menegaskan dalil mengenai ketiadaan lupa bagi nabi saww. Walaupun hukum ghulu seperti menganggap nabi tuhan atau imam maksum tuhan maka hal itu haram didalam mazhab syiah. Dan menafikan lupa dari rasul saww tidaklah termasuk kategori atau mishdaq dari ghulu seperti yang dikatakan banyak dari para ulama syiah sekalipun.
Catatan Kaki [1] Syeikh Shaduq, Man la Yahdhuruhu AlFaqih, Jilid-1, hal. 359, bab Ahkam As-sahwi fi As-Shalat, Cet. Islami [2] Idem, hadits ke-1031. [3] An-Nahl:100
2, hal.351, bab Ahkam As-Sahwi, Cet. Dar AlKitab al-Islami [10] Al-Kulaini, Al-Kâfi,jilid ke-1, hal.42, kitab al-‘ali wa al-jahli, cet. Dârulhadits [11] Al-Hilli, Al-Kulâshah, hal.272 al-fâidah attsâlitsah.
[4] Syeikh Mufid, Adam Sahw An-Nabi Saww, hal 22-23, Maktabah Syamilah
[12] Sayyid Shadr, Durûs fi ‘Ilmi Al-Ushûl, alhalaqah ats-tsâlitsah, hal. 542, Muassasah An-Nasyr Al-Islâmi, 1430
[5] Rijal An-Najâsyi, hal251, Khulashah AlHilli, hal.100
[13] Idem, hal.452
[6] Syarif Murtadha, Al-Masâil An-Nâshiriyyât, hal 236, cet. Râbithah as-tsaqafiah, [7] Al-Kulaini, Al-Kâfi, jilid ke-6, hal.259, bab Man takallama fi As-Shalat, cetakan darul hadits. [8] Al-Kulaini, Al-Kâfi, jilid ke-6, hal.284, bab Man takallama fi As-Shalat, cetakan darul hadits
[14] Sayyid Shadr, Durûs fi ‘Ilmi Al-Ushûl, al-halaqah ats-tsâniah, hal.462, Muassasah An-Nasyr Al-Islâmi, 1430 [15] Sayyid Shadr, Duruf fi Durûs fi ‘Ilmi Al-Ushûl, al-halaqah ats-tsâniah, hal.462, Muassasah An-Nasyr Al-Islâmi, 1430, yang mengutip hadits dari alwasail jilid ke 18, bab ke-9 dari bab sifat alqâdhi, hadits ke-29
[9] Syeikh Thûsi, Tahdzîb Al-Ahkâm, jilid ke-
Perintah Birrul Walidain dalam Al-Qur’an 16 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
Oleh: Ismail Amin “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu
membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Qs. Al-Israa: 23) Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi penghormatan dan pemuliaan kepada kedua orangtua. Apapun bentuk pelecehan dan sikap merendahkan orangtua maka Islam lewat pesan-pesan moralnya telah melarang dan mengharamkannya. Bahkan durhaka kepada kedua orangtua termasuk diantara dosadosa besar yang dilarang keras. Den-
gan melihat ayat di atas, terutama pada frase, “wa laa taqullahumaa ‘uff’, janganlah kamu mengatakan kepada keduanya, perkataan ‘ah’…” menunjukkan untuk bentuk pelecehan dan sikap merendahkan kedua orangtua yang paling kecil sekalipun Islam tidak luput untuk memberikan penegasan atas pelarangannya.
kedua orangtua dalam Al-Qur’an kurang lebih berulang sebanyak 13 kali. Seperti surah Al-Baqarah, ayat 83, 180 dan 215, An-Nisa ayat 36, An-Na’am: 151, Isra’: 23 dan 24, Al Ahkaf: 15, Al Ankabut: 8, Luqman: 14, Ibrahim: 41, An Naml: 10 dan surah Nuh: 28. Jika melihat dari ayat-ayat tersebut, setidaknya kita bisa mengImam Shadiq as bersabda, “Kalau klasifikasikan ada 6 macam bentuk sekiranya dalam berhubungan den- perintah Allah SWT untuk berbuat gan kedua orangtua ada bentuk pel- baik kepada kedua orangtua. ecehan yang lebih rendah dari mel- Pertama, dalam bentuk perintah ontarkan kata ‘ah’, niscaya Allah telah untuk berbuat baik dengan sebaikmelarangnya.” (Ushul Kafi, Jilid 2, hal. baiknya, seperti dalam surah Al-Is349). ra’ ayat 23 dan 24. Termasuk dalam Birrul Walidain berasal dari dua hal ini, memberikan penjagaan dan kata, birru dan al-walidain. Imam pemeliharaan di hari tua keduanya Nawawi ketika mensyarah Shahih dan mengucapkan kepada keduanMuslim memberi penjelasan, bahwa ya perkataan yang mulia.
Perintah untuk berbuat baik kepada
Kedua, dalam bentuk wasiat. Allah SWT berfirman, “Dan Kami berwasiat kepada manusia untuk (berbuat) kebaikan kepada dua orang tuanya.” (Qs. Al-Ankabut: 8). Begitupun pada surah Al-Ahqaf ayat 15, Allah SWT berfirman, “Kami wasiatkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya mengandungnya dengan susah payah dan melahirkannya dengan susah payah (pula).” Ketiga, dalam bentuk perintah untuk bersyukur. Allah SWT berfirman, “Bersyukurlah kepada-Ku dan ke-
Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013 >> 17
kata-kata Birru mencakup makna bersikap baik, ramah dan taat yang secara umum tercakup dalam khusnul khuluq (budi pekerti yang agung). Sedangkan, walidain mencakup kedua orangtua, termasuk kakek dan nenek. Jadi, birrul walidain adalah sikap dan perbuatan baik yang ditujukan kepada kedua orangtua, dengan memberikan penghormatan, pemuliaan, ketaatan dan senantiasa bersikap baik termasuk memberikan pemeliharaan dan penjagaan dimasa tua keduanya.
pada kedua orang tuamu, karena hanya kepada-Ku-lah kembalimu.” (Qs. Luqman: 14).
18 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
Keempat, perintah untuk mendo’akan kedua orangtua. Allah SWT berfirman, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, “Wahai Tuhan-ku, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku pada waktu kecil.” (Qs. Al-Israa: 24). Mendo’akan kedua orangtua adalah tradisi para Anbiyah as. Nabi Ibrahim as dalam do’anya mengucapkan, “Ya Tuhan kami, ampunilah aku, kedua orang tuaku, dan sekalian orangorang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat ).” (Qs. Ibrahim: 41). Begitu juga Nabi Nuh as, dalam lantunan do’anya, beliau berujar, “. Ya Tuhan-ku, ampunilah aku dan kedua orang tuaku..” (Qs. Nuh: 28). Kelima, perintah untuk berwasiat kepada kedua orangtua. Allah SWT berfirman, “Diwajibkan atas kamu, apabila (tanda-tanda) kematian telah menghampiri salah seorang di antara kamu dan ia meninggalkan harta, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara makruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al-Baqarah: 180). Keenam, perintah untuk berinfaq
kepada keduanya. Allah SWT berfirman, “… Setiap harta yang kamu infakkan hendaklah diberikan kepada kedua orang tua, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Dan setiap kebajikan yang kamu lakukan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (Qs. Al-Baqarah: 215). Allah SWT dalam tujuh tempat pada Al-Qur’an setelah memerintahkan untuk hanya menyembah kepadaNya dan tidak mempersekutukannya, perintah selanjutnya adalah berbuat baik kepada kedua orangtua. Dalam surah An-Nisa’ ayat 36 Allah SWT berfirman, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua..” Perintah Allah SWT untuk berbuat baik kepada kedua orangtua, setelah perintah untuk mentauhidkanNya lainnya terdapat pada surah Al-Baqarah: 83, Al-An’am: 151, AlIsraa: 23, An-Naml: 19, Al-Ahqaaf: 15 dan surah Al-Luqman ayat 13 dan 14. Dari ayat-ayat ini, telah sangat jelas dan terang betapa agung dan mulianya berbuat baik kepada kedua orangtua. Perintah untuk berbuat baik kepada keduanya, ditempatkan setelah perintah untuk hanya menyembah kepada-Nya.
ambahkan, kekafiran dan kemusyrikan kedua orangtua tidaklah menjadi penyebab secara mutlak terputusnya hubungan dengan keduanya, namun tetap diperintahkan untuk berbuat ahsan kepada keduanya di dunia. Perintah untuk tetap berhubungan, memuliakan, menyayangi dan berbuat baik kepada kedua orangtua meskipun keduanya kafir ataupun musyrik juga masih memiliki pengecualian ataupun persyaratan. Yakni, selagi keduanya tidak menunjukkan permusuhan dan penentangan kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman, “Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orangorang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Qs. Al-Mujaadilah: 22). Perintah yang lebih tegas mengenai hal ini, disampaikan oleh Allah SWT pada awal surah Al-Mumtahanah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang
Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013 >> 19
Berhubungan dengan ketaatan kepada kedua orangtua, Al-Qur’an hanya dalam satu hal memberikan sebuah pengecualian. Allah SWT berfirman, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti mereka, dan pergaulilah mereka di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, lantas Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Qs. Luqman: 15). Ketaatan seorang hamba kepada Allah adalah ketaatan mutlak, tanpa pengecualian. Sementara ketaatan kepada orangtua dengan pengecualian, selama keduanya tidak meminta untuk mempersekutukan Tuhan. Kalau kita memperhatikan ayat-ayat Allah berkenaan dengan hubungan kaum muslimin dengan kaum musyrikin, maka akan kita temukan perintah Allah untuk berlepas diri dari kaum musyrikin disampaikan secara keras dan tegas. Terutama pada ayatayat awal surah At-Taubah. Namun berkenaan dengan kedua orangtua, Allah SWT menyampaikan perintah secara lembut, dikatakan, kalau permintaan keduanya berkaitan dengan syirik kepada Allah, janganlah menaati keduanya. Selanjutnya dit-
20 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu.” Dan selagi keduanya meskipun termasuk golongan orang-orang kafir ataupun musyrik tidak ada halangan untuk tetap berlaku adil terhadap keduanya, yakni tetap berbuat baik dan berkasih sayang kepada keduanya selagi keduanya tidak menunjukkan permusuhan dan kebencian kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman, “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Qs. Al-Mumtahanah: 8). Apabila, kedua orangtua termasuk dari golongan orang-orang kafir ataupun musyrik, perintah Allah SWT untuk tetap mempergauli, menjalin hubungan dan berbuat baik kepada keduanya hanya sebatas di dunia ini atau sebatas keduanya masih hidup. Tidak ada hak bagi setiap orang yang beriman untuk mendo’akan keselamatan bagi kedua orangtuanya di akhirat, yang meninggalnya dalam keadaan tidak berserah diri kepada Allah, tidak mengimani-Nya ataupun mempersekutukan-Nya dengan yang lain. Mengenai hal ini, Allah
SWT berfirman, “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam.” (Qs. At-Taubah: 113). Namun, jika kedua orangtua termasuk orang-orang yang beriman, maka berbuat baik kepada keduanya tidak hanya berlaku di dunia saja, namun hatta keduanya telah meninggal dunia, perintah untuk tetap berbuat baik kepada keduanya masih terus berlaku, dan menjadi kewajiban bagi segenap kaum mukminin untuk menunaikannya. Diantara bentuk berbuat baik kepada orangtua setelah meninggalnya adalah memohonkan ampun bagi keduanya. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, mendo’akan kedua orangtua adalah juga perintah dari Allah SWT dan termasuk diantara tradisi para Anbiyah as. Sebagaimana do’a Nabi Ibrahim as, “Ya Tuhan kami, ampunilah aku, kedua orang tuaku, dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat ).” (Qs. Ibrahim: 41). Pada hakikatnya, mendo’akan keselamatan bagi kedua orangtua, bukan hanya setelah keduanya wafat, na-
mun juga termasuk bentuk kebaikan lah, Tuhannya seraya berkata: “Sessemasa hidup keduanya, dalam ke- ungguhnya jika Engkau memberi adaan dekat maupun jauh. kami anak yang saleh, tentulah kami Satu hal yang mesti kita ingat, ke- termasuk orang-orang yang bersyubaikan hidup, keimanan ataupun kur.” Pada ayat lainnya, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf: 15) Diceritakan pula, mengenai dua anak yatim piatu yang mendapat pertolongan dari Allah SWT lewat perantaraan dua nabi-Nya, Nabi Musa as dan Nabi Khidir as, karena kesalehan kedua orangtua mereka sebelumnya, “Adapun dinding rumah
Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013 >> 21
kesalehan yang kita peroleh, tidak semata dari jerih upaya sendiri, kemungkinan ada kaitannya dengan do’a dan kesalehan orang-orang tua sebelum kita yang terijabah oleh Allah SWT. Sebagaimana telah diceritakan dalam Al-Qur’an mengenai do’a Nabi Ibrahim as, “Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Baqarah: 128). Ataupun secara umum disampaikan oleh Allah SWT dalam surah Al-A’raaf ayat 189, “Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Al-
22 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.” (Qs. Al-Kahfi: 82). Dari penjabaran ayat-ayat ini, kita bisa mengambil sebuah falsafah hidup, bahwa jika mendoa’kan keselamatan dan kesalehan bagi anak adalah fitrah dari orangtua, maka sebuah tuntunan nurani pula jika sebagai anak, kita tidak boleh luput dalam mendo’akan keselamatan dan memohonkan ampunan bagi kedua orangtua dan orang-orang sebelumnya.
lah, bersedekahlah, naik hajilah dan berpuasalah dengan menghadiahkan pahala untuk keduanya.” (Ushul Kafi, Jilid 2, hal. 159). Pada kesempatan lain Imam Shadiq as bersabda, “Seseorang yang berbuat baik kepada kedua orangtuanya semasa keduanya masih hidup namun ketika keduanya telah meninggal dunia, hutang-hutangnya tidak dilunasi, dan tidak pernah memohonkan ampun bagi kedua orangtunya, maka Allah mencatatnya sebagai anak yang durhaka. Sementara seseorang yang berbuat durhaka kepada kedua orangtuanya semasa hidupnya, namun ketika keduanya telah wafat, melunasi hutang-hutang keduanya dan memohonkan ampun bagi kedua orang tuanya, maka Allah akan mencatatnya sebagai anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya.” (Ushul Kafi, jilid 2, hal. 163). Semoga, kita termasuk orang-orang yang berbakti dan berbuat kebaikan kepada kedua orangtua, ada dan tiadanya keduanya di sisi kita. Seperti begitu, insya Allah.
Izinkanlah saya mengakhiri tulisan ini, dengan mengutip nasehat Imam Ja’far Shadiq as mengenai betapa pentingnya perintah berbuat baik Rabbi, irhamhumaa kamaa rabkepada kedua orangtua. bayani shagiiraa… Imam Shadiq as bersabda, “Apa Ismail Amin yang menghalangi seseorang berbuat baik kepada kedua orang tuanMahasiswa Jurusan Ulumul Qur’an Mostafa International University Republik ya?, apakah keduanya masih hidup Islam Iran atau telah meninggal dunia, shalat-
Muhammad saw, Nabimu Nabiku lalu buruk, berdosa, berbuat cela, dan semacamnya.
Belum lama ini dimedia masa kita dapati dua film yang sengaja dibuat untuk menelanjangi kesucian agama Islam, film yang ditujukan untuk membuat para penganut agama Islam bertanya, meragukan agama yang sudah dianutnya lalu berbalik arah ketujuan lain, film yang menyerang pribadi mulia Nabi Muhammad saw, Allah swt juga Quran. Memang sebenarnya berbagai penghinaan terhadap nilai-nilai suci Islam tidak lain adalah karena kelalaian Muslim sendiri, kalau kita teliti dari Salman Rusdi dengan Satanic Verses-nya sampai ke pemuda Pakistan yang bekerjasama dengan anti agamis Amerika hampir semua berlandaskan pada teks-teks hadis yang dirawikan oleh orang-orang yang berlabelkan Islam. Semoga tulisan sederhana ini bisa menjadi sebuah antiseptik menghadapi berbagai kerancuan yang mulai disuntikkan kedalam tubuh Islam.
Apa hikmah yang dapat diambil dari ayat ini? Hikmahnya adalah karena manusia tidak bisa mempercayai mereka, orang yang bertahun-tahun menyembah berhala, meminum minuman keras, selalu berbuat dosa ketika ia akan dijadikan sebagai khalifah Allah, wakil dari Allah, orang yang bertugas menyampaikan firman Allah, Dan ketika harus mendengar firman Allah dari lisannya maka akan sulit diterima masyarakat, atau malah tidak akan ada yang akan menerima kebenaran ucapannya. Sosok pribadinya akan memberikan trauma tersendiri pada masyarakat yang menjadi objek firman-Nya.
Berkaitan dengan sosok Nabi saw, sudah disebutkan bahwa nenek moyangnya adalah orang-orang yang bernilai dan merupakan orang besar disisi Allah. Dalam riwayat disebutkan bahwa beliau walaupun hidup dijaman jahiliah, namun Nabi saw sama sekali tidak pernah menyAlquran menyebutkan sebuah dalil embah berhala atau melakukan pernaqliah “Layanalu ‘ahdi an dhali- buatan buruk seperti apa yang dimin“ Imamah, Kerasulan, kehujahan, lakukan masyarakt umumnya waktu khalifah Allah, tidak diberikan pada itu, seorang sejarawan kenamaan, orang-orang yang memiliki masa Ibnu Ishaq dalam Buku sejarahnya
Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013 >> 23
Oleh: Suparno Sutrisno
24 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
pada halaman 78 dan dalam kitab sejarah milik Ibnu Hisyam jilid 1 halaman 183, disebutkan bahwa pada saat Nabi menginjak usia remaja, Allah menjaga dia, Allah melindungi dia dari berbagai keburukan jahiliah dan semacamnya; dikarenakan Ia hendak mengembankan kenabian dan keimamahan padanya.
mereka adalah orang Yahudi. Sebagian lainnya lagi adalah Orang Kristiani dan sebagian lagi adalah para pengikut ajaran Nabi Ibrahim as ajaran tauhid. Dan kebanyakan dari maysarakat ini adalah para penyembah berhala. Mereka yang memiliki akhlak dan prilaku jahiliah. Ditempat semacam inilah Nabi datang.
Sebenarnya masalah kenabian Nabi saw adalah tema yang bahkan merupakan tema yang bisa menjadikan manusia bisa memahami hakikat dan hati manusia menjadi tawadhu dan khusyu’ serta tidak rusak bukan malah menjadikan manusia menjadi jijik terhadap Islam dan menjauh darinya step by step. Ketika kita dianalisa dari segi waktu dan tempat dimana disanalah Nabi saw tinggal dan disanalah tempat Nabi menerima amanat kenabian dan kerasulan maka serta merta kita akan mengatakan tidak mungkin orang seperti beliau bisa seperti itu kecuali beliau adalah seorang Nabi atau dengan kata lain pasti beliau adalah orang yang istimewa dibanding manusia-manusia lainnya. Beliau tinggal dalam sebuah masyarakat yang bisa jadi merupakan masyarakat paling gelap dan kelam dalam peradaban kemanusiaan. Seorang Nabi dengan akhlak sedemikian rupa hadir ditengah-tengah masyarakat tersebut, di jazirah Arab, dimana beberapa dari
Beliau datang dan menawarkan kepada mereka pemikiran yang lebih tinggi dari berbagai pemikiran lainnya, menawarkan konsep-konsep yang benar-benar manusiawi sesuai kode-kode tersembunyi yang sudah dimiliki manusia sejak lahir. Akan saya sampaikan sebuah tema disini dimana akan kita buktikan bahwa Nabi saw sebelum menjadi Nabi dan menjadi seorang Rasul, sudah berada dalam agama Islam, beliau sudah beragam Islam sebelum beliau menjadi seorang Nabi dan Rasul yang harus mengemban tugas dari Allah swt. Disini saya sampaikan sebuah analisa mengenai agama apa yang dianut Nabi Muhammad sebelum berumur 40 tahun, agama yang benar waktu itu agama yang mana? Jika manusia dalam kebenaran maka dia harus mengikuti agama apa? Agama apapun itu, kita katakan ada agama Kristen ada agama yang diajarkan Nabi Ibrahim as yang jelas tindak tanduk jahiliah bukanlah sesuai
dengan ajaran-ajaran ini? Jadi seperti apakah orang-orang yang mengikuti ajaran jahiliah dan menjadi penyembah berhala, membunuh manusia, meminum arak, berjudi, tawuran kabilah, dan lain-lain, mengapa mereka memilih jalan buruk dan masa lalu kotor tersebut? Sama sekali mereka tidak punya kepantasan untuk menjadi seorang Imam untuk orangorang yang sejak semula mengesakan Allah. Inilah makna “Janjiku tidak akan mengenai orang-orang dzalim” “Lanalu ‘Ahdi ad dzaelimin”. Nabi saw sebelumnya beragama apa? Apakah beliau beragama Yahudi, Nasrani, agama yang diajarkan Nabi Ibrahim atau beragama lain? Atau seperti yang kami sebutkan sebelumnya. Yakni Nabi saw sebelumnya sudah beragama Islam beragama sesuai agama yang akan dibawanya.
Syiah meyakini kenabian dari Nabi Muhammad saw tidak kembali pada penciptaan unsurnya dia 1400 tahun yang lalu, pada saat beliau lahir saja, bahkan sesuai riwayat disebutkan “Kuntu Nabiya wa Adam bainal ma’i wa thin” Aku adalah seorang Nabi ketika Adam masih diantara air dan tanah” Beliau adalah seorang nabi yang mana seluruh para Nabi as mengakui dan meyakini kenabiannya. Sudah kita sebutkan sebelumnya jika Nabi saw itu lebih baik dan salah satu dari keutamaan Nabi Isa adalah pada saat Nabi Isa as masih bayi dia sudah menduduki tingkat kenabian dan mengumumkan kenabiannya itu, demikian juga Nabi Yahya as. Mereka memegang hukum pada saat masih dalam buaian, apakah bisa dikatakan Nabi Muhammad saw merupakan seorang Nabi yang lebih utama dibandingkan Isa as dan Yahya as. Tapi tidak memiliki keutamaan ini? Riwayat dalam Nahjul Balaghah khutbah 234 Amirul Mukminin berkata, “Sejak Nabi tidak lagi menyusu, malaikat paling utama diutus untuknya sehingga siang dan malam terus menerus memberikan petun-
Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013 >> 25
Disebutkan oleh Ustaz Ziayi beliau menukil dari ustaz Hasan Zadeh Amuli, beliau berkata, “Tidak pernah ‘Afdzal’ yakni ‘lebih baik’ mengikuti darinya dia lebih utama, ketika disebut beliau lebih baik dibanding para Nabi as. Pertama yang lebih baik tidak pernah mengikuti yang kurang baik. Jika lebih utama dan kita tahu Nabi Isa dan Nabi Yahya keduanya sampai pada maqam kenabian pada saat masih kecil minimal kita ju harus
berkata bahwa keutamaan ini juga dimiliki oleh Nabi saw yakni pada saat beliau masih kecil sudah sampai pada kedudukan ini.
26 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
juk pada akhlak dan prilaku mulia” Apakah makna kata-kata ini? Yakni Nabi sejak beliau lahir beliau itu sudah beragama yakni agama Islam bahkan kita tidak mengakui pada saat beliau sudah baligh. Mengapa Isa as sampai pada kenabian pada saat masih kecil tapi Nabi Muhammad saw tidak demikian. Sekarang kita katakan dan kita juga memiliki riwayat yang akan kami sampaikan pada anda. Beliau itu sejak kecil adalah Nabi hanya saja belum waktunya diperintahkan untuk mengaku dan menyampaikan kerasulan dan kenabian beliau. Sampai berumur 40 tahun. Mirza Qumi dalam kitab Qawanin jilid 1 halaman 255 berkata, “Sesungguhnya demikian bahwa Nabi sebelum diutus sebagai Nabi beliau beribadah sesuai agamanya sendiri karena beliau lebih utama dibandingkan Nabinabi lainnya. Ketika Nabi sampai 40 tahun belum menjadi Nabi maka Nabi Isa dan Nabi Yahya lebih utama dari Nabi Muhammad saw. Karena mereka berdua sudah menjadi nabi ketika masih dalam buaian.
laikat, tugas dari malaikat-malaikat ini adalah untuk menjaga prilaku mereka dan menyampaikan risalah untuk mereka. Sejak Nabi saw tidak lagi menyusu Allah memilihkan malaikat paling utama untuk beliau. Malaikat ini mendidik dan menunjukkan beliau pada akhlak mulia dan utama. Dan malaikat inilah yang telah menjaga beliau sebelum beliau mencapai kerasulan dia memanggil Nabi dengan “Assalamualaika ya Rasulallah” waktu itu Nabi masih muda namun beliau dipanggil dengan panggilan ini. “Assalamualaika ya Rasulallah”
Ibnu Abil Hadid mu’tazili pada jilid 13 syarah Nahjul Balaghah di halaman 207 mengatakan Dari Imam Baqir as khalifah Nabi yang mendapatkan salam dari Nabi Muhammad saw, beliua berkata diriwayatkan dari Imam Baqir as, Allah memilihkan untuk semua nabiNya seorang ma-
Nabi Ibrahim adalah seorang Nabi yang diterima oleh Yahudi, Islam, maupun Nasrani. Seluruh ajaran Ilahi kembali pada ajaran Nabi Ibrahim. Jadi maksud dari mengikuti ajaran Nabi Ibrahim karena Nabi Ibrahim lebih dulu dari Nabi Muhammad
Terus bagaimana dengan pernyataan bahwa beliau adalah pengikut ajaran Nabi Ibrahim as? maksudnya adalah bahwa agama seluruh para Nabi itu ajaran tauhid, ajaran murni, ajaran penyembahan pada Allah, jika bermakna beliau pengikut agama Ibrahim mengapa disini dikonsentrasikan pada ajaran Nabi Ibrahim as saja. Ini disebabkan karena jika disebut pengikut Nabi Isa as, orangorang Yahudi tidak menerima Nabi Isa as begitu juga sebaliknya.
saw. Nabi Ibrahim adalah orang yang mengesakan Allah dia bertawakal pada Allah. Beliau disebut pengikut Nabi Ibrahim dari sisi karena samasama menyembah Allah dan dari sisi waktu, tapi beliau beragama apa? Kami katakan beliau beragama Islam sesuai dengan syariat yang beliau bawa.
Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013 >> 27
adalah menggembala hewan, beberapa lama beliau juga melakukan perdagangan. Beliau juga tidak pernah berguru pada seorang guru pun. Beliau menjadi seorang pembawa amanat dalam sebuah karapan. Disini beliau membuktikan bahwa beliau adalah seorang pengemban yang amanah dan benar-benar dapat Terkait pembahasan Nabi Muham- dipercaya. Orang-orang pun menmad saw yang kita bahas. Salah satu genal beliau sebagai seorang amin, kekhususan yang beliau miliki beliau yang dapat dipercaya. itu menggembalakan hewan pada Dalam Musnad Ahmad jilid 4 halasebagian umur beliau. Mengapa? man 132 Nabi menyampaikan hal ini. Sehingga kesabaran beliau menjadi “Tidak ada orang yang makan lebih lebih banyak. Dan juga memiliki ke- baik dariapa yang ia usahakan sendiri, sempatan di Sahara melihat ciptaan pada saat masyarakat berperang saAllah disana, dan berpikir dimana ling membunuh, dan mencuri, Nabi dalam hal ini juga ada riwayat dalam mengajak mereka untuk bekerja dan kitab Tabaqat Kubra beliau ber- memakan hasil dari jerih payahnya.” kata, “Tidak ada seorang Nabi pun Disini tampak jelas perbedaan gaya yang diutus kecuali dia sebelum- pemikiran, yang satu berorientasi nya adalah seorang penggembala menghambur-hamburkan dengan kambing” ketenangan yang diberi- hasil rugi, dan satunya lagi berorikan padang sahara pada manusia entasi pada hasil, perbuatan yang akan membangun sisi batin manusia. diakhirnya bisa diambil hasilnya diDisebutkan bahwa salah satu tempat panen buahnya. yang bagus untuk bertafakur adalah Dalam Surat A’raf ayat 157 dijelaspadang sahara, orang yang biasa kan sebuah poin berkaitan dengan bertafakur disana dia akn rindu pada Nabi saw. Disitu disebutkan Nabi sahara, langit membuat manusia in- adalah seorang ummi. Nabi adalah gat pada Tuhan, jauh dari berbagai seorang penyampai berita yang hal membuat manusia berpikir ten- ummi. Salah satu ciri Nabi Muhamtang Tuhannya. Bisa saja masih ada mad saw adalah ummi, ummi disihikmah lainnya. Yang jelas Nabi pada ni apa maksudnya? Makna Ummi saat masih muda perkerjaan beliau
28 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
yang diterima adalah bahwa beliau itu tidak pernah belajar. Disini saya sampaikan, mari kita duduk dan kita pikirkan apakah bisa orang yang tidak pernah belajar menjadi guru dari orang-orang yang belajar? Apakah ini mungkin? Seorang Nabi yang sama sekali tidak pernah belajar tidak pernah meminta belajar baca tulis pada seorang pun. Dan yang menakjubkan adalah nyatanya salah satu mukjizat beliau adalah ilmu.
makna, dalam dan luas.
Terus makna ummi itu seperti apa? Bukan demikian bahwa ummi berarti tidak tahu ilmu apapun tapi ummi maksudnya adalah tidak pernah belajar. Ummi yaitu orang yang dinisbatkan pada ummun, dinisbatkan pada ummun yakni apa? Disini para pakar menyebutkan bahwa dia itu dinisbatkan pada ibunya sendiri tidak dinisbatkan pada orang lain. Atau dinisbatkan pada Ummul Qura’ Will Durant dalam History of Civili- yang merupakan salah satu kota di zation di jilid 4 halaman 207. Seper- Mekah. tinya belum ada yang menganalisa Makna batin yang disebutkan Ummi hal ini “Dia mengetahui baca tulis tapi yakni wujud dimana wujud lain tidak ada bukti bahwa beliau pernah muncul darinya. Karena alasan inimenulis dengan tangan beliau” Ini lah maka seorang anak memanggil apa yang ditulis will Durant, seorang ibunya dengan ummi. Atau ummi ahli sejarah barat. Setelah sampai maksudnya dia dinisbatkan pada pada posisi kenabian dia memilih Allah, yakni dinisbatkan dalam hal seorang penulis khusus, selain itu pendidikan, pengajaran, pendidikan buku berbahasa arab paling tinggi beliau ada ditangan Allah ditangan balaghahnya tidak lain adalah yang Allah yang menciptakan dia. muncul dari ucapan-ucapannya. Detail segala sesuatu pun lebih dia Dalam riwayat kita membaca Allah pahami dibandingkan orang-orang ketika dia lahir kedunia Allah menyang sudah belajar tentangnya. Inilah jadi pihak yang bertanggungjawab apa yang dikatakan Will Durant. Dan atas pendidikannya, ini pun sudah beliau adalah orang yang membawa dilakukan. Qu’an, kitab yang tidak ada tandin- Sekarang terkait apakah Nabi itu gannya hingga saat ini dan hari akhir pernah mengikuti sebuah kelas atau nanti, selain itu sesungguhnya segala tidak? Hal ini tidak bisa diterima sephal yang Nabi ucapkan punya kelay- erti penjelasan sebelumnya. Bahwa akan untuk ditulis dengan tinta emas. ummi itu bukan berarti bodoh, tidak Karena mengandungi nilai sarat berpengetahuan tapi tidak pernah
belajar pada seseorang. Dalam surat Jum’at ayat 2 Allah berfirman, ﴿م يَتْلُوا َ ُه َو ال َّذي ب َ َع ْ ث فِي الأْ ُ ِّم ِّيني َر َ ُسوال ً ِمنْ ُه ك ل ا و و م يه ك ز ي تابوَالحْ ِك َْم َة م ه ِّم ل ع ي ْ ِّ َ ِ ُ ُ ُ َ ُ َ ْ ِ َ ُ َ ِمآياتِه ْ عَ ل َْي ِه بني ﴾و َ ِإ ْنكانُوا ِمنْقَبْلُ لَف َ ي ٍ الل ُم ٍ ض “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf yang kurang ilmunya, mereka yang tidak tahu apa-apa. Seorang rasul dari golongan mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab (Al-Qur’an) dan hikmah, meskipun mereka sebelum itu benar-benar terjerumus dalam jurang kesesatan yang nyata.”
Dalam riwayat disebutkan “Man Akhlasa lillah arbaina shabahan jarat yanabiul hikmata min qalbihi ala lisanih. “Barangsiapa ikhlas dijalan Allah selama 40 hari maka Allah akan mengeluarkan hikmah melalui hati dan lisannya. Dan juga riwayat yang sudah kami sampaikan “Kuntu Nabiya wa adam bainal ma’i wa thin”
Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013 >> 29
Dan Quran juga mengatakan, “Barangsiapa bertaqwa Allah akan datang padanya dan ilmu akan menghadirinya barangsiapa bertaqwa Allah datang dan mengajarkan Furqan padanya.”
Kebesaran Nabi sampai disini bahwa beliau itu diajari langsung dari sisiNya. Nabi yakni apa, yakni yang sudah dikabarkan seorang Nabi yang tidak pernah belajar tapi dia adalah guru bagi seluruh manusia, kebetulan mukjizat Nabi saw tidak sama dengan mukjizat nabi-nabi yang lain. Nabi Muhammad membawakan mukjizat ilmu. Yakni kita itu bukan apa-apa lalu dikabarkan pada kita bahwa Nabi Musa membelah lautan, Nabi Isa as menghidupkan orang mati, baiklah, apakah itu menghidupkan orang mati atau membelah lautan apa pengaruhnya pada kita? Tapi mukjizat Nabi saw manusia juga bisa mendengar mukjizatnya dan bisa juga merasakan mukjizat tersebut. Sebagaimana Nabi Musa as yang melemparkan tongkatnya dan masyarakat waktu itu bisa mendapatkan manfaat dari apa yang mereka lihat itu. Sedang Nabi Muhammad saw membawa mukjizat keilmuan. Sebuah mukjizat yang tidak ada lagi yang lebih tinggi darinya. Kedua adalah Quran, Quran itu apa? Allah menempatkan untuk Nabi saw pengetahuan tertinggi dengan kalimat yang terindah. Mereka yang mencari-cari keindahan tidak melihat pada isi perkataan, dia bisa membacanya dan mendapat manfaat darinya, betapa indahnya. Mereka yang mencari isi perkataan dan dia ingin mengeta-
hui kandungannya. Dia bisa melihat liau membawa sebuah kaidah baisi kandungannya dan dia akan ter- hasa yang jauh lebih tinggi dibanding kagum karenanya. semua kaidah bahasa disana. Beliau Allah sendiri menyiapkan kitab ini juga membawa sebuah pemikiran untuk berbagai tujuan. Mungkin ada yang mempertanyakan semua akiyang mencari sisi suara indah. Dia dah yang mereka anut. Yakni dalam bisa datang dan walaupun dia ti- kaidah bahasa yang begitu indah, dak bisa mendengar. Kaum Kafir vokal yang teratur rapi dan memuQurais pada saat Nabi berada di Me- kau, dia menyampaikan adanya kah, mereka bersepakat untuk tidak agama baru, inilah mengapa disebut mendengarkan suara indah quran. sesuai dengan jamannya.
30 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
Tapi mereka mematahkan janji mereka. Dan mereka datang untuk mendengarkan, walaupun mereka tidak percaya pada isi kandungannya tapi mereka tetap memanfaatkan lafadzlafaz indah Quran dengan mendengarkannya. Mukjizat untuk Nabi, Mukjizat Nabi yang ummi, mukjizat ini sesuai dengan waktunya. Karena datang pada sekelompok kaum yang sangat sensitif pada kata-kata yang tidak sempurna, menakjubkan, pendek, panjang, jami dan semua ini. Mereka suka dengan liku-liku kata dan kalimat, mungkin kalimat itu tidak ada isinya hanya saja kata-kata itu memiliki vokal indah ketika disusun dengan kata-kata setelahnya. Sampai dimana setiap tahun ada konggres adu keindahan kata. Disaat ini Nabi datang dan dengan perantara Quran, beliau turut serta dalam konggres adu keindahan kata ini, be-
Terus kesesuaiannya yang abadi itu apa maksudnya? Semua manusia minimal paham bahwa keagungan itu dicapai dengan ilmu. Nabi membawa ilmu hakiki, ilmu yang menyeluruh. Apa bisa seluruh kitab memiliki seluruh karakter ini? Kadang satu kalimat dalam Quran menjadi sumber untuk sebuah ilmu yang sangat detail. Bagaimana dengan seluruh ayat Quran, bisa dibayangkan. Nabi datang membawa Quran yang memiliki kandungan sangat dalam. Kalimat-kalimat diterima dari Allah dan masyarakat datang mengambilnya dari beliau. Dimana seluruh ahli bahasa pada waktu itu terkagum-kagum dan ini akan terus terjadi berulang-ulang. Quran itu ada penjelasanya. Walaupun Nabi saw tidak pernah belajar. “Wama kunta minqalbihi min kitabin” sebelumnya belum pernah ada kitab semacam ini. Kebetulan masa dimana beliau sampai mendapat amanat beliau
masih menjadi seorang penggembala. Beliau belum pernah belajar pada siapapun. Ketika ada yang datang dan melihatnya bagaimana bisa orang dengan semua kriteria ini membawa sebuah ilmu. Dan ilmu juga muncul dari dirinya, AlQuran menjelaskan “Wama kunta tatlu min kitabin wala ta’khudzuhu biyaminika” ini jika sebelumnya belajar atau jika sebelumnya menulis sesuatu maka lartaban mubtilu mereka yang biasa ragu berkata itu perkataan biasa saja, itu hanya hasil pemikirannya sendiri. Mungkin hasil dari sebuah buku yang pernah ia baca, tapi sayang beliau tidak pernah melakukan semua ini. Jika orang yang tidak mengenal Nabi saw mereka mahu jujur, apa yang akan mereka simpulkan. Seorang penggembala yang berada disegala keterbatasan semacam itu. Bagaimana bisa menjadi sumber berbagai hasil maha karya tak tertandingi!! Dimana orangorang besar datang dan mengambil manfaat dari Nabi ini? Setelah menelaah semua sisi ini tidak ada lagi ruang tersisa sehingga berpikir apalagi melakukan penghinaan pada beliau. Beliau adalah orang yang datang sehingga mengangkat orangorang yang sebelumnya dinilai hina menjadi mulia dan begitu berharga. Orang yang sebelumnya menjadi budak bagi orang lain kini merdeka
dan mulia dihadapan Tuhannya dan dihadapan manusia lainnya, Nabi yang senantiasa mengangkat orang lain pada nilai-nilai kemuliaan dan sejarah juga membuktikan bahwa dia adalah sebaik-baik tolok ukur suritauladan, maka tidak mungkin beliau bertindak assusila, menyimpang apalagi hal-hal yang sepantasnya dilakukan oleh manusia cacat nalar dan batin. Sedang kita tahu beliau adalah guru dari maha guru, teladan dari puncak teladan paling mahir dan sempurna sekalipun, beliualah insan kamil yang tidak ada yang bisa menyaingin kekamilan beliau dulu, sekarang ataupun masa datang. Muhammad Nabiku Nabimu, salam atas beliau dan keluarga beliau dulu, sekarang dan tanpa batas jaman.
32 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
Mutu Manusia Indonesia MAJU mundurnya sebuah bangsa sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusianya. Semakin bermutu manusianya, semakin maju bangsa itu. Celakanya, mutu manusia di Republik ini masih tergolong buruk. Terbukti, indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia merosot jauh ke posisi 124 dari 187 negara. Padahal laporan PBB tentang indeks pembangunan manusia pada 2010 masih menempatkan Indonesia di peringkat 108 dari 169 negara. IPM merupakan ukuran keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa dengan melihat tiga indikator utama, yakni pembangunan ekonomi, kesehatan dan pendidikan. Artinya, pembangunan yang dilakukan membuka peluang bagi penduduk untuk hidup lebih sehat, lebih berpendidikan dan dapat hidup lebih layak.
Dengan peringkat seperti itu, di lingkup negara-negara ASEAN, Indonesia hanya menempati posisi keenam di bawah Singapura (26), Brunei (33), Malaysia (61), Thailand (103), dan Filipina (112). Indonesia hanya lebih baik ketimbang negara-negara terbelakang di Asia Tenggara seperti Laos, Kamboja dan Myanmar. Celakanya, anjloknya peringkat IPM Indonesia itu bersumber dari sektor pendidikan. Padahal, untuk pendidikan, sejak tahun anggaran 2010 sudah digelontorkan dana 20% dari APBN sesuai dengan tuntutan konstitusi. Namun, fakta berbicara tingkat putus sekolah dan buta aksara masih tetap tinggi. Di bidang kesehatan, kondisinya juga sama. Tingkat kematian ibu melahirkan dan buruknya pemenuhan gizi anak juga masih tergolong tinggi. Harus diakui untuk menyediakan pangan saja bagi kebanyakan penduduk kita masih terseokseok. Yang lebih celaka, pembangunan selama ini hanya mendorong munculnya komersialisasi
sektor pendidikan dan kesehatan yang begitu hebat. Akibatnya jelas, banyak anak bangsa ini, terutama kalangan bawah, yang kesulitan mendapatkan akses pendidikan dan kesehatan yang memadai. Paradigma yang terlalu mengagungkan pertumbuhan ekonomi terbukti sudah usang. Target pertumbuhan ekonomi yang selalu dikejar tanpa memperhitungkan pertumbuhan kualitas manusia yang hendak dicapai jelas langkah yang keliru. Kita tidak bangga bila pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi indeks pembangunan manusia kita merosot jauh. Kita bahkan mestinya malu besar karena Indonesia hanya lebih baik ketimbang Laos, Kamboja dan Myanmar. [MI]
Teologi Matematis ala Bung Karno Suatu hari, pada sekitar bulan Juli 1965, Bung Karno berdialog dengan Kadirun Yahya, anggota dewan kurator seksi ilmiah Universitas Sumatra Utara (USU).
memuaskan saya, en jij bent ulama, tegelijk intellectueel van de exacta en metaphysicaman.
Bung Karno (BK): Saya bertanya-tanya pada semua ulama dan para intelektual yang saya anggap t a h u , tapi semua jawaban tidak ada yang
BK: Saya bertanya lebih dahulu tentang hal lain, sebelum saya memajukan pertanyaan yang sebenarnya. Manakah yang lebih tinggi, presidentschap atau generaalschap atau professorschap dibandingkan dengan surga-schap?
Kadirun Yahya (KY): Apa soalnya Bapak Presiden?
Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013 >> 33
KY: Surga-schap. Untuk menjadi presiden, atau profesor harus berpuluh-puluh tahun berkorban dan mengabdi pada nusa dan bangsa, atau ilmu pengetahuan, sedangkan untuk mendapatkan surga harus
berkorban untuk Allah segala-galanya berpuluh-puluh tahun, bahkan menurut Hindu atau Budha harus beribu-ribu kali hidup baru dapat masuk nirwana.
34 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
BK: Accord, Nu heb ik je te pakken Proffesor (sekarang baru dapat kutangkap Engkau, Profesor.) Sebelum saya ajukan pertanyaan pokok. Saya cerita sedikit: Saya telah banyak melihat teman-teman saya matinya jelek karena banyak dosanya, saya pun banyak dosanya dan saya takut mati jelek. Maka saya selidiki Quran dan hadist. Bagaimana caranya supaya dengan mudah menghapus dosa saya dan dapat ampunan dan mati senyum; dan saya ketemu satu hadist yang bagi saya sangat berharga. Bunyinya kira-kira begini: Seorang wanita pelacur penuh dosa berjalan di padang pasir, bertemu dengan seekor anjing yang kehausan. Wanita tadi mengambil segayung air dan memberi anjing yang kehausan itu minum. Rasulullah lewat dan berkata, “Hai para sahabatku, lihatlah, dengan memberi minum anjing itu, terhapus dosa wanita itu di dunia dan akhirat dan ia ahli surga!” Profesor, tadi engkau katakan bahwa untuk mendapatkan surga harus berkorban segala-galanya,
berpuluh tahun itu pun barangkali. Sekarang seorang wanita yang banyak berdosa hanya dengan sedikit saja jasa, itu pun pada seekor anjing, dihapuskan Tuhan dosanya dan ia ahli surga. How do you explain it Professor? Waar zit’t geheim? Kadirun Yahya hening sejenak lalu berdiri meminta kertas. KY: Presiden, U zei, dat U in 10 jaren’t antwoor neit hebt kunnen vinden, laten we zein (Presiden, tadi Bapak katakan dalam 10 tahun tak ketemu jawabannya, mari kita lihat), mudahmudahan dengan bantuan Allah dalam dua menit. saya dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Bung karno adalah seorang insinyur dan Kadirun Yahya adalah ahli kimia/fisika, jadi bahasa mereka sama: eksakta. KY menulis dikertas:
10/10 = 1. BK menjawab: Ya. KY: 10/100 = 1/10. BK: Ya. KY: 10/1000 = 1/100. BK: Ya. KY: 10/bilangan tak berhingga = 0. BK: Ya. KY: 1000000/ bilangan tak berhingga = 0. BK: Ya. KY: Berapa saja ditambah apa saja dibagi sesuatu tak berhingga samadengan 0. BK: Ya. KY: Dosa dibagi sesuatu tak berhingga sama dengan 0. BK: Ya. KY: Nah ..., 1 x bilangan tak berhingga = bilangan tak berhingga. 1/2 x bilangan tak berhingga = bilangan tak berhingga. 1 zarah x bilangan tak berhingga = tak berhingga.
BK diam sejenak lalu bertanya: Bagaimana ia dapat hubungan dengan Sang Tuhan? KY: Dengan mendapatkan frekuensinya. Tanpa mendapatkan frekuensinya tidak mungkin ada kontak dengan Tuhan. Lihat saja, walaupun 1 mm jaraknya dari sebuah zender radio, kita letakkan radio kita dengan frekuensi yang tidak sama, radio kita tidak akan mengeluarkan suara dari zender tersebut. Begitu juga, walaupun Tuhan dikabarkan berada lebih dekat dari kedua urat leher kita, tidak mungkin kontak jika frekuensinya tidak sama. BK berdiri dan berucap: Professor, you are marvelous, you are wonderfuL enourmous. Kemudian dia merangkul KY dan berkata: Profesor. doakan saya supaya saya dapat mati dengan senyum di belakang hari. Beberapa tahun kemudian, Bung karno meninggal dunia. Resensiresensi harian-harian dan majalahmajalah ibukota yang mengkover kepergian beliau, selalu memberitakan bahwa beliau dalam keadaan senyum ketika menutup mata untuk selama-lamanya . []
Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013 >> 35
Perlu diingat bahwa Allah adalah Mahatakberhingga. Sehingga, sang wanita walaupun hanya 1 zarah jasanya, bahkan terhadap seekor anjing sekali pun, mengkaitkan, menggandengkan gerakkannya dengan Yang Maha Akbar, mengikutsertakan Yang Mahabesar dalam gerakkannya, maka hasil dari gerakkannya itu menghasikan ibadat paling besar, yang langsung diha-
dapkan pada dosanya yang banyak maka pada saat itu pula dosanya hancur berkeping keping. Hal ini dijelaskan sebagai berikut: (1 zarah x tak berhingga)/dosa = tak berhingga.
36 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
Etika Kritika Imam Ali bin Abi Thalib as. mengatakan, “Benturkan pandangan kalian satu sama lain, niscaya kalian temukan kebenaran”. Kata ‘benturkan’ sengaja dipilih untuk menerjemahkan kata idhribu yang beliau gunakan. Bentuk sederhana kata Arab itu ialah dhoroba. Bagi siapa saja yang pernah belajar sedikit saja bahasa Arab tentu tahu artinya, yaitu memukul. Maka, arti harfiah idhribu ialah ‘pukullah’ atau ‘pukulkanlah’. Ada semangat besar dalam mencari kebenaran yang terkandung di dalam kata mutiara itu. Bukan hanya sekedar berdiskusi, berdialog dan berdebat, berbagi atau bertukar pikiran, tetapi juga harus siap berpukulpukulan pandangan sekeras dan sealot mungkin; bukan lagi membenturkan, kalau perlu bahkan juga menghantamkan. Dan kritik selalu jadi semen perekat yang tak tertinggalkan.
dan merusak martabat pribadi serta kehormatan sosial seseorang. Alasan lainnya, bisa jadi karena kritik berkekuatan menjungkirbalikkan kemapanan, kebu-latan, kepuasan dan mengguncang keamanan emosionalitas. Kritik terasa begitu nyelekit, mulai dari caranya yang kasar sampai yang halus.
Padahal asal kata kritik itu sendiri dari bahasa Latin yaitu cretia yang berarti memilah dan menerangkan. Yakni, kritik lebih merupakan sebuah usaha bagaimana seseorang dapat menunjukkan; mengurai dan memilah mana yang positif dan mana yang negatif sekaligus. Maka itu, suatu kritik menjadi proporsional dan benar-benar wajar tatkala disampaikan untuk mencari titik-titik itu sehingga tidak terkesan cerewet dan sewot. Serta menimbang bobotnya masing-masing sehingga tidak mesti selalunya berakhir pada penjungBiasanya kata kritik ini berkonotasi kirbalikkan. Di sini kritik menemuprotes dan sanggahan. Ada sema- kan nilainya yang berkeadilan. Jadi, cam serangan yang mesti diwaspa- apa yang lebih asosiatif dari kata itu dai atau malah membuat kita jadi adalah distorsi yang tidak kecil. putus asa. Barangkali salah satu ala- Lebih menarik lagi, masih menusannya, kritik acapkali liar membabi rut bahasa Latin, cretia ini dekat buta, bak teror yang mengganggu sekali dengan creatio (mewujudjaminan keamanan intelektualitas kan). Dekat, karena di dalam usaha
kritik ternyata ada semacam kreasi, yakni terobosan yang membangun, mewujudkan sesuatu yang baru. Maka kritik benar-benar sebuah amanat yang mesti ditunaikan oleh pelaku kritik, sekaligus janji yang semestinya dinantikan oleh objek kritikan. Pada titik ini kritik jadi mazlum kalau harus diwaspadai saja. Tampak sekali misalnya kita yang dikritik ada di antara cemas dan puas dan kita yang mengkritik pun ada di antara puas dan cemas pula. Sekali lagi, kritik sungguh menampakkan nilainya yang berkeadilan. Posisi kita sebagai objek kritikan sebenarnya, kalau tidak lebih nyaman, sama dengan kita sebagai subjek. Arti kritik demikian ini juga bisa kita temukan dalam bahasa Arab tepatnya pada kata naqd, bahkan secara lebih teliti dan akurat. Selain sebagai kata benda
yang berarti uang tunai, naqd biasa dipakai sebagai kata kerja. Dari kata itu dibetot kata naqid atau naqqad. yaitu seorang tukang yang memeriksa kepingan-kepingan logam dinar dan dirham, mempelajari campuran emas dan peraknya, serta mengukur kadar dan karatnya. Dalam wacana ilmiah maupun ranah praktis, tampak bagaimana seorang kritikus tidak kurang dari profesionalisme si tukang logam itu. Jika saja ia tidak waspada, tidak tegas, tidak jujur, si tukang pun akan cepat gulung tikar. Maka itu, kritik perlu dipandang secara lebih istimewa. Disamping sebagai tanggung jawab mulia yang tidak kecil, ia menuntut ketajaman, ketekunan, kesabaran dan, tentunya, keberanian. Yakni, keberanian dalam memihak atau mengambil sikap berbeda, keberanian mem-
pertahankan sikap, setebal keberanian merubah sikap untuk menjadi ragu atau menerima kesimpulan yang benar. Kualitas kritik dan profesionalisme pelakunya amat bergantung pada tuntutan-tuntutan itu.
38 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
Apa jadinya kalau kritik itu identik dengan dekonstruksi semata-mata, kita bakal jadi skeptis atau nihilis. Pada hemat skeptis sejati, minimal yang bisa dilakukan ialah mendekonstruksi skeptikanya sendiri secara terus menerus dan proaktif. atau membangun skeptikanya secara kokoh dan tak tergoyahkan lagi. Kemungkinan kedua ini justru melazimkan kritik siapapun agar memberikan solusi. Dengan begitu, akan menjadi lebih akurat lagi bila seorang kritikus, di samping aktif sebagai penghancur, juga produktif sebagai pencipta gagasan. Kritik tidak lagi sekedar sikap reaksioner, bahkan sebuah aktivitas yang benar-benar kreatif. Bahkan seringkali kita lihat sebuah protes tajam dan gugatan benar menjadi sampah retorika tatkala tidak mampu menunjukkan alternatif dan solusi yang lebih baik. Barangkali masingmasing kita pun pernah berkata, “Jangan sekedar ngeritik. berikan jalan keluarnya.” Sebuah tuntutan yang santun.
kolektif, kita akan menemukan sebuah masyarakat kritis yang tanggap dan sadar, saling berbagi pikiran dan berbagi tugas. Maka itu, boleh jadi penawaran solusi dan usaha rekontruksi bisa dikerjakan oleh selain kritikus yang penghancur. Dalam konteks ini, siapapun objek kritikan sepatutnya juga terlibat dalam memikirkan dan memberikan jalan ke-luar selama memungkinkan. Hanya karena kritik itu tidak memberikan jalan keluar bukanlah alasan satu-satunya kita enggan, setidak-tidaknya, mempertimbangkan kembali pendirian kita kalau tidak ingin megubahnya. Kiranya ini sebuah tuntutan yang lebih santun.
Bagi seorang Muslim, kritik adalah lahan pengejawantahan nilai-nilai moral dan hukum-hukum Islam: keadilan, kejujuran, kesabaran, kepekaan terhadap benar-salah objektivitas, komitmen dan konsekuensi, berbaik sangka, hak dan tanggung jawab, saling mengakui kehormatan, keterbukaan, lapang dada, saling percaya dan percaya diri, menajamkan daya pilih, dan masih banyak lagi. Sebaliknya pula, kritik adalah kesempatan seorang muslim menguji kemusliman dirinya pada dua dimensi: individu dan sosial. Dimensi individual berarti musya-rathah. Tentunya, bila kritik dipandang se- muraqobah dan muhasabah. Adabagai amanat dan tanggung jawab pun dimensi sosial kritik yakni beru-
saha mengoptimalkan amar makruf nahi munkar beserta syarat-syaratnya dengan sebaik-baiknya. Pesan Imam Ali bin Abi Thalib as., “kunu nuqqad alkalam”, jadilah kalian pengkritik ucapan. [AFH]
Bangsa Kasihan Kasihan bangsa yang mengenakan pakaian yang tidak ditenunnya, memakan roti dari gandum yang tidak ia panen. dan meminum susu yang ia tidak memerasnya. Kasihan bangsa yang menjadikan orang dungu sebagai pahlawan dan menganggap penindasan penjajah sebagai hadiah. Kasihan bangsa yang meremehkan nafsu dalam mimpi-mimpinya k etika tidur, sementara menyerah padanya k etika bangun.
Kasihan bangsa yang menyambut penguasa barunya dengan ter ompet k ehormatan namun melepasnya dengan cacian hanya untuk menyambut penguasa baru lain dengan terompet lagi. Kasihan bangsa yang orang sucinya dungu menghitung tahun-tahun berlalu, dan orang kuatnya masih dalam gendongan Kasihan bangsa yang terpecah-pecah dan masing-masing pecahan menganggap dirinya sebagai bangsa. - K. Kahlil Gibran
Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013 >> 39
Kasihan bangsa yang tak pernah angkat suara k ecuali k etika berjalan di atas kuburan, tidak sesumbar k ecuali di reruntuhan, dan tidak memberontak k ecuali k etika lehernya sudah berada di antara pedang dan landasan.
Kasihan bangsa yang negarawannya serigala, filosofnya gentong nasi, dan senimannya tukang tambal dan tukang tiru.
Menyelematkan lndonesia Alkisah, seorang guru Matematika bertanya kepada murid-muridnya, “Seandainya pesawat Boeing 747 Lion Air dipiloti oleh penyabu, mengangkut 560 orang anggota DPR RI untuk kunjungan kerja (kunker) ke luar negeri, meledak di ketinggian 1000 kaki dan jatuh di pegunungan berbatu tajam dengan kemiringan 45 derajat, berapa kemungkinan yang selamat?” Murid-murid sontak menjawab serempak, “Yang selamat 240 juta rakyat lndonesia, Bu!”. Manusia tersembunyi di bawah lidah lidah ini tabir di ambang nyawa. Karena angin menghembus sibakkan tabir rahasia ruang rumah tampak bagi kita. Isi rumah sungguh permata atau biji gandum karun emas atau sarang ular. Boleh jadi emas yang dibelit ular sebab tak mungkin ada emas tanpa penjaga. Tanpa berpikir demikian dia bertutur setelah lima ratus tahun orang lain berpikir.
40 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
[Matsnawi, daftar kedua, hlm. 241]
Tafsir Singkat “Hai orang-orang yang beriman... janganlah sebagian kalian menggibah sebagian yang lain. Sukakah salah satu dari kalian memakan daging saudaranya yang telah mati?” (QS. Al-Hujurat [49]: 12) Imam Al-Shadiq as: “Menggibah yaitu mengatakan tentang saudaramu apa yang ditutupi oleh Allah, sedangkan memfitnah adalah mengatakan tentang saudaramu apa yang tidak ada pada dirinya.” [Wasa’il Al-Syi’ah jld. 12, hlm. 280, hadis no. 16308]
Belajar Matematika Keadilan Bersama Imam Ali bin Abi Thalib as. Ibnu Abdul Barr meriwayatkan dengan sanadnya dari Zar bin Hubaisy. Ia berkata, “Dua orang duduk bersama untuk makan siang, dimana salah satunya membawa lima potong roti dan yang lainnya membawa tiga potong roti. Manakala keduaduanya telah meletakkan makanan di depan, tiba-tiba seseorang lewat di hadapan mereka dan mengucapkan salam, maka mereka berkata, ‘Duduklah untuk makan!’ Lalu orang itu pun duduk dan makan bersama mereka.
Ali bin Abi Thalib as. Mereka mulai menceritakan kejadian kepada beliau, maka beliau berkata kepada pemilik tiga roti, ‘Temanmu ini telah menyuguhkan apa yang telah dia suguhkan dan rotinya lebih banyak dari rotimu. Jadi terimalah tiga dirham itu dengan rela!’ Namun dia menolak ‘Tidak. Demi Allah! Aku tidak rela kecuali dengan seadil-adilnya.’
“Mereka memakan delapan potong roti itu secara sama rata. Setelah itu, orang tersebut bangkit dan meninggalkan delapan dirham untuk mereka berdua dan berkata, ‘Ambillah uang ini sebagai ganti dari makanan kalian yang telah aku makan.’ Namun mereka bertikai hingga pemilik lima roti berkata, ‘Lima dirham adalah milikku dan tiga dirham lagi milikmu.’ Sedangkan pemilik tiga roti membalas, ‘Aku “Maka Ali as. menjawab, ‘Temanmu tidak rela kecuali semua dirham ini telah mengajukan tiga dirham kedibagi rata (separuh - separuh).’ padamu sebagai jalur damai, tapi “Lantas mereka mengadukan ma- kamu berkata, ‘Aku tidak rela kecuali salah kepada Amirul Mukminin dengan hitungan seadil-adilnya’, na-
Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013 >> 41
“Maka Ali as. berkata, ‘Dalam hitungan seadil-adilnya, sebenarnya kamu tidak berhak kecuali satu dirham saja, sedangkan dia berhak tujuh dirham.’ Spontan orang kedua menanggapi. ‘Mahasuci Allah, hai Amirul Mukminin, dia telah mengusulkan tiga dirham kepadaku, tapi aku tidak rela, lalu engkau memintaku agar aku menerimanya, tapi aku tetap tidak rela, dan kini engkau katakan kepadaku bahwa dalam hitungan seadil-adilnya, aku tidak berhak kecuali satu dirham saja?!’
mun sebenarnya kamu tidak berhak dalam hitungan seadil-adilnya kecuali satu.’ Orang itu mendesak, ‘Kalau begitu, berikan kepadaku penjelasan hitungan yang seadil-adilnya hingga aku mengerti.’ Maka Ali as. berkata, ‘Bukankah delapan roti itu adalah dua puluh empat pertiga yang telah kalian makan, sedangkan kalian ini tiga orang dan tidak diketahui mana di antara kalian yang lebih banyak atau yang lebih sedikit makannya, lalu kalian menganggap kalian semua makan secara sama rata.’
makan tiga sepertiga, padahal kamu hanya memiliki sembilan sepertiga, dan temanmu makan delapan sepertiga; dia memiliki lima belas sepertiga dan memakan delapan darinya hingga tersisa tujuh sepertiga lalu dia makan satu dari sembilan sepertiga milikmu. Jadi kamu berhak satu dirham karena satu sepertiga milikmu itu, dan dia berhak tujuh dirham dengan tujuh sepertiga miliknya.’ Makan orang itu berkata kepada beliau, ‘Sekarang aku rela.”’. [Kanz Al-Ummal: jld. 3, hlm. 180]
“Orang itu berkata, ‘Betul.’ “Ali as. melanjutkan, ‘Dan kamu
webi g n ju n u k a p lu Jangan an.com r ii p .h w w w : a it site k
Mana Afdhal, Ilmu atau Amal? Ilmu dan amal, mana yang lebih penting di antara keduanya. Sebagian mengatakan, ilmu lebih utama, sebab, dengan ilmu seseorang dapat mengubah tindakan menjadi sebuah amal. Tanpa ilmu, tindakan tak lebih dari seonggok aktivitas fisik yang tak bernilai. Sebagian mengatakan, amal lebih utama. Sebab, baik dan buruk dinilai dari amal, bukan dari sesuatu yang belum dilakukan. Ganjaran hanya layak dijatuhkan atas perbuatan dan tindakan, bukan sesuatu yang masih berupa anganangan dan pemikiran.
Diceritakan, suatu hari Jabir dalam kamar sedang membaca sambil menulis hawamisy. Tiba-tiba ibunya mengetuk pintu dan masuk ke kamar, kemudian memperkenalkan seorang tamu dari Ahlul Bait Nabi Saw, yaitu Imam Jafar Shadiq yang diketahui sebagai sahabat ayahnya. Kemudian, Imam Jafar bertanya ke-
Tak lama, Imam Jafar berkata kepada Jabir, “Segala puji bagi Allah. Wahai Jabir, ingatlah selalu bahwa bahasa seorang berilmu itu harus sesuai dengan maknanya. Dalam bidang ilmu apapun, sepantasnya kata menunjukkan jati diri seorang dan hanya memberi arti kepada seorang, bukan sebaliknya.” Al-Quran juga mengatakan, kalimat al-Thayyibah hanya akan terbang menuju kepada-Nya, sementara amal saleh berfungsi sebagai wasi-
Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013 | hlm. 43
Tapi, teks-teks agama, kata “ilmu’ dan “amal” bukanlah sesuatu yang saling menegasikan. Kerena keduanya adalah satu kesatuan utuh, amal tanpa ilmu bukanlah amal, ilmu tanpa amal, bukanlah ilmu.
pada Jabir tentang apa yang dipelajarinya selama ini terkait dengan ilmu. Jabir menceritakan perihal apa yang sudah dipelajarinya selama ini, dan imam Jafar merasa gembira bahwa dia hafal Alquran, banyak hafal hadis selain mengetahui ilmu-ilmu tata bahasa Arab.
lah. Tauhid, makrifah, dan pengenalan itulah yang sampai kepada Allah swt, sementara amal dan tindakan baik tak ubahnya sebagai roket pendorong yang menyampaikan pesan tersebut kepada Allah swt. Tentu, tanpa ilmu, tak ada yang akan dibawa oleh wasilah, dan tanpa amal, ilmu tetap berada di landas pacu. Begitu indah Allah swt berfirman dalam Al-Quran surat Al-Ankabut ayat 20, “Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”
lakukan. Oleh karena itu, ilmu membutuhkan syarat tertentu untuk “hadir” ke dalam jiwa manusia. Syarat utamanya adalah takwa, sementara takwa adalah amal itu sendiri. Karenanya, amal harus tersedia lebih dahulu sebelum seseorang memperoleh ilmu. Karena itu, Allah Swt berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian bertakwa kepada Allah, Dia akan memberikan kepadamu furqan (pembeda).” (QS. Al-Anfal: 29).
44 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
Begitulah, ilmu membawa seseorang kepada takwa pada peringkat tertentu. Dan takwa diperoleh melalui ilmu pada peringkat yang lebih tinggi. Dengan ilmu yang lebih Terkait mana lebih afdhal untuk di- tinggi, manusia dapat mencapai perraih, ilmu atau amal. Ternyata dengan ingkat takwa yang lebih tinggi dan ilmu seseorang dapat melakukan menjulang, yang dengan itu manusia amal dan tindakan. Karenanya ilmu mampu meraih ilmu yang lebih tinggi harus diraih terlebih dahulu, baru lagi. Begitu seterusnya. [Abu Faza] dengan ilmu tersebut amal dapat di-
Doakan Aku Jadi Orang Kaya Ada seseorang yang bernama Tsa’labah ibnu Hatib. Ia cukup rajin beribadah, ikut shalat berjamaah di masjid bersama Nabi, dan juga tak pernah ketinggalan shalat Jum’at. Ia termasuk orang yang miskin. Oleh karena itu, pada suatu saat ia meminta Rasulullah saw untuk mendoakannya agar bisa menjadi orang yang kaya. Rasulullah saw sebenarnya enggan untuk mendoakannya agar menjadi kaya. Karena ia tahu apa yang bakal terjadi padanya jika ia mendoakannya. Namun
karena terus didesak, akhirnya beliau mendoakannya, lalu doanya terkabul. Tsa’labah mendapat rejeki untuk memelihara kambing-kambing. Lambat laun, tak terasa kambing-kambingnya berkembang biak dan menjadi banyak, sampai-sampai ia kesulitan menghitungnya. Semakin hari ia semakin sibuk, ia mulai jarang kelihatan di masjid. Akhirnya ia sama sekali tak pernah terlihat di masjid untuk shalat jama’ah, dan apalagi untuk shalat Jum’at. Rasulullah saw mengutus seseorang untuk memungut zakat dari Tsa’labah. Namun Tsa’labah merasa enggan, dan meminta utusan itu untuk menagihnya setelah menagih zakat orang-orang lain terlebih dahulu. Sang utusan pun pergi memunguti zakat dari semua orang selain Tsa’labah, sebagaimana yang dimintanya. Akhirnya utusan itu mendatangi Tsa’labah sebagai orang terakhir yang harus dipungut zakatnya. Utusan berkata: Sekarang tinggal kamu yang belum membayar zakat. Tsa’labah dengan cemberut berkata: Sebenarnya aku tidak bersedia membayar zakat. Utusan bertanya: Memang kenapa? Apa kamu miskin? Bukannya kamu sedemikian kaya sampai-sampai tidak bisa menghitung jumlah kambingkambingmu? Tsa’labah: Sudahlah, aku tidak mau membayar zakat.
[Hauzah Maya]
Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013 | hlm. 45
Akhirnya utusan itu pun pergi, dan menceritakan hal itu kepada Rasulullah. Sang Nabi pun berkata: Sejak awal saat hendak mendoakannya agar menjadi orang kaya, aku sudah mengkhawatirkan hal ini.
FilsafatdariNamaRasulullahSaw
46 << Buletin MediaKita edisi ke-1, Februari 2013
Ketika Rasululluh Saw belum dilahirkan, nabi-nabi terdahulu, mulai Nabi Adam sampai Nabi Isa telah memberi kabar kepada umatnya akan datangnya nabi akhir zaman dengan ciri-ciri yang tertentu. Yaitu, dilahirkan di kota Makkah, hijrah ke kota Madinah dan wafatnya juga di kota Madinah, dan kekuasaannya membentang sampai di kota Syam. Nama Rasulullah Saw kalau di Kitab Injil adalah Ahmad. Allah berfirman, “Dan (Ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan Kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata.” (QR. AsShaf : 6) Perlu diketahui, bahwa nama yang dikemukam oleh Nabi Isa tadi, itu
bukan sekedar nama. Akan tetapi merupakan pemberian dari Allah Swt yang tentunya ada makna yang terkandung. Di dalam nama Ahmad jika ditulis dengan huruf Arab tanpa dipisah-pisah ada falsafah tentang adanya gerakan salat. Huruf alif ()ا menunjukan simbol tentang orang yang berdiri. Huruf ha ( )حmenggambarkan tentang orang yang sedang rukuk. Huruf mim ( )مmenggambarkan tentang orang yang sedang sujud. Huruf dal ( )دmenunjukan gambaran orang yang sedang duduk tahiyat salat. Selain makna tersebut, ada juga makna yang tersembunyi di balik nama Ahmad. Yaitu, secara Gramatika Arab, kata Ahmad itu termasuk sighat mubalaghah (bentuk yang mempunyai arti banyak) dari kata Hamdu (memuji). Jadi, bisa diambil kesimpulan bahwa Nabi Ahmad, nama dari Nabi Muhammad Saw
mempunyai arti orang yang paling banyak memuji Allah. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Aku adalah Ahmad tanpa mim (”)م Ahmad tanpa mim ( )مakan mempunyai arti Ahad (Esa), yang merupakan sifat Allah yang sangat unik. Mim ()م yang merupakan simbol personafikasi dan manifestasi Allah dalam diri Nabi Muhammad Saw pada hakikatnya adalah bayangan Ahad yang ada di alam semesta. Mim adalah wasilah antara makhluk dengan Khaliqnya. Mim adalah jembatan yang menghubungkan para kekasih Allah dengan sang kekasihnya yang mutlak. Dengan kata lain, Nabi Muhammad Saw merupakan mediator antara makhluk dengan Allah Swt. Menurut Iqbal, “Muhammad benarbenar berfungsi “mim” yang “membumikan” Allah dalam kehidupan manusia. Dialah “Zahir”nya Allah; dialah Syafi’ (yang memberikan syafaat, pertolongan dan rekomendasi) antara makhluk dengan Tuhannya. Ketika anda ingin merasakan kehadiran Allah dalam diri anda, hadirkan Muhammad. Ketika anda ingin disapa oleh Allah, sapalah Muhammad. Ketika anda ingin dicintai Allah, cintailah Muhammad. Qul inkuntum tuhibbunallah fat tabi’uni yuhbibkumullah,“Apabila kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku (Mu-
hammad) kelak Allah akan cinta kepada kalian.” Kepada orang seperti inilah kita diwajibkan cinta, berkorban dan bermohon untuk selalu bersamanya, di dunia dan akhirat. Sebab seperti kata Nabi, “Setiap orang akan senantiasa bersama orang yang dicintainya.” Selain nama Ahmad, Rasulullah Saw juga mempunyai nama Muhammad. Nama ini pemberian dari kakeknya, Abdul Muthalib. Nama ini diilhami atas harapan besar Abdul Muthalib agar kelak cucunya ini dipuji oleh makhluk seantero dunia karena sifatnya yang terpuji. Adapun nama tersebut kalau ditinjau secara Gramatika Arab berstatus sebagai Isim Maful (obyek) dari asal kata Hammada. Menurut kiai Maksum bin Ali dalam kitab Amsilatut Tasrifiyah menyebutkan bahwa penambahan tasdid mempunyai faidah Taksir (banyak). Jadi, artinya adalah orang yang banyak dipuji. Sebab semua makhluk di dunia ini memuji Rasulullah Saw dengan membaca shalawat untuknya. Allah berfirman, ”Sesungguhnya Allah dan malaikatmalaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab :56). [Amirul Ulum - abna.ir]
Kami mengucapkan selamat berbahagia atas hari lahirnya Rasulullah Muhammad saw.