BPSL BUKU PANDUAN SKILLS LAB PEMULIHAN SISTEM STOMATOGNATIK III (ILMU BEDAH MULUT) SEMESTER VII TAHUN AKADEMIK 2014-2015
BLOK 4.7.13 NAMA
KLP
NIM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
1
BUKU PANDUAN SKILLS LAB
BLOK 3.6.13 PEMULIHAN SISTEM STOMATOGNATIK III (ILMU BEDAH MULUT)
SEMESTER VII TAHUN AKADEMIK 2014-2015 Penyusun :
Tim SL Blok 4.7.13
Editing :
Sekretariat Blok
Desain & Layout :
Tim Sekretariat Blok
Cetakan : September, 2014 PSPDG FK UB
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenan Nya Buku Praktikum/Skill’s Lab (BPSL) Blok 13, edisi 2014-2015 dapat diselesaikan sesuai pada waktunya. Buku ini merupakan pedoman pembelajaran praktikum/skill’s lab bagi mahasiswa semester VI PSKG FKUB.
Malang, September 2014 Ester H. Lodra, drg., Sp.BM
3
DAFTAR ISI
Tata tertib Praktikum/ skill’s lab. Kegiatan praktikum/ skill’s lab. Evaluasi. Daftar Pustaka.
4
TATA TERTIB I.1.
TATA TERTIB PRAKTIKUM/SKILL’ LAB Setiap mahasiswa diwajibkan mengikuti seluruh kegiatan praktikum/skill’s lab blok 11. b. Sebelum praktikum/skill’s lab dimulai, mahasiswa harus sudah mempelajari terlebih dahulu materi praktikum/skill’s lab yang sudah ditentukan hari itu. c. Mahasiswa harus hadir di ruang praktikum/skill’s lab pada waktu yang ditentukan dan mengenakan jas praktikum/skill’s lab dan “name tag” sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mahasiswa yang datang terlambat lebih dari 10 menit tanpa alasan yang dapat diterima penyelenggara praktikum/skill’s lab, tidak diperkenankan mengikuti praktikum.Mahasiswa yang berhalangan melakukan praktikum/skill’s lab harus melapor pada Koord. Pendidikan Mata Ajar yang bersangkutan. d. Selama kegiatan praktikum/skill’s lab berlangsung, mahasiswa dilarang merokok, makan atau kegiatan serupa lainnya, mengganggu jalannya praktikum atau bersenda gurau, atau meninggalkan ruang praktikum tanpa ijin instruktur praktikum/skill’s lab. e. Peralatan/sarana ruang praktikum/skill’s lab yang dipinjam menjadi tanggung jawab mahasiswa. Sebelum kegiatan praktikum/skill’s lab dimulai, periksa/teliti terlebih dahulu kelengkapan peralatan/sarana yang akan digunakan, apabila kurang lengkap atau ada yang rusak segera melapor pada petugas nstruktur praktikum yang bertanggung jawab hari itu. Mahasiswa menandatangani bukti peminjaman peralatan/sarana. f. Selesai praktikum/skill’s lab, semua peralatan/sarana dicuci bersih dan dikembalikan ke tempat semula dan sampah dibuang pada tempatnya. Tempat kerja ditinggalkan harus dalam keadaan bersih dan rapi. a.
I.2.
TATA TERTIB UJIAN PRAKTIKUM/SKILL’S LAB a. Setiap mahasiswa diwajibkan mengikuti semua ujian praktikum/skill’s lab pada waktu yang telah ditentukan. b. Mahasiswa yang berhalangan mengikuti ujian harus melapor paling lambat 2 (dua) hari sesudah hari ujian kepada Koord. Pendidikan Mata Ajar yang bersangkutan dengan mengajukan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, dan akan mendapat kesempatan untuk mengikuti ujian susulan pada waktu dan menurut cara yang ditetapkan oleh Koord. Pendidikan Mata Ajar.
5
FLAP DAN PENJAHITAN Hampir semua jenis pembedahan di dunia kedokteran dimulai dgn insisi, sedangkan flap di bidang kedokteran gigi sering dilakukan untuk pencabutan gigi yg sulit, odontektomi, serta tindakan bedah yg melibatkan jaringan keras (tulang) & membutuhkan perluasan medan operasi. Selama melakukan insisi mata pisau harus dipertahankan tetap pada satu garis & pada kedalaman tertentu, umumnya pisau harus tetap berkontak dgn tulang. Hindari insisi melewati lokasi pembuluh darah & saraf. Insisi harus direncanakan secara seksama sehingga diperoleh flap yg baik, medan operasi yg lapang, suplay darah yg cukup untuk flap serta dukungan tulang yg cukup saat flap ditutup. Flap dibuat dgn cara memisahkan mukoperiosteum flap agar terlepas dari permukaan tulang. Pemisahan dilakukan dgn elevator mukoperiosteum atau raspatorium yg diletakkan langsung berkontak dgn tulang melalui periosteum pada garis insisi. Jika periosteum melekat erat dgn tulang atau jaringan patologis, maka perlu dibantu dgn disseksi tajam. Alat dan bahan : 1. Scalpel 2. Scalpel blades (#11,12,15) 3. Needle holder 4. Pinset chirrurgis 5. Gunting benang Persiapan peralatan: 1. Blade dipasang pada scalpel menggunakan bantuan klem atau needle holder sesuai cara pada gambar berikut.
6
2. Needle holder memegang jarum dan benang pada 1/3 lengkung proksimal dari panjang jarum seperti pada gambar berikut. Cara memegang instrumen: 1. Scalpel dipegang seperti memegang pena dengan menggunakan jari I, II dan III. Tekanan difokuskan pada sisi blade sesuai desain dan kebutuhan.
2. Needle holder dipegang oleh jari ke I dan IV seperti tampak pada gambar, jari II dan III digunakan sebagai stabilisator MACAM-MACAM BENTUK FLAP DAN PENJAHITAN A. INCISI LINEAR Biasanya digunakan pada incisional biopsi, incisi pada ekstirpasi mukokel, incisi pada enukleasi kista, operasi sinus,dsb Kedalaman incisi berkaitan dengan batas dasar tempat operasi, tergantung pada operasi yang akan dikerjakan. Batas dasar pada incisi di jaringan lunak adalah daerah yang normal didasar lesi patologis, sementara pada bentukan kista, batas dasar incisinya adalah lokasi dimana kista tersebut melekat
7
B. INCISI ELIP Biasanya digunakan pada saat hendak melakukan open biopsi atau pengambilan tumor epitelial seperti fibroma, papiloma, lipoma dsb
C. INCISI SIRKULER Digunakan pada saat melakukan operasi marsupialisasi mandibula
D. INCISI MARGINAL Insisi flap paling sederhana yg sering digunakan dlm Ilmu Bedah Mulut adalah “Insisi Marginal”. Bentuknya berupa garis lurus yg ditarik pada sepanjang gingival margin bagian bukal/labial atau lingual/palatal, memotong serabut periodontal & papila interdental. Syarat utama untuk jenis insisi marginal ini adalah gusi & periodontal dalam keadaan sehat.
8
E. INCISI ANGULAR Insisi angular atau sayatan bersudut adalah insisi marginal yg dikombinasikan dgn insisi obliqie/sayatan miring. Sayatan miring dpt dibuat di sisi mesial atau distal sesuai keperluan, yg dimulai dari ujung insisi marginal menuju ke arah forniks (muko-bukal/labial fold), membentuk sudut + 120° dgn insisi marginal. Flap angular yang diperoleh dari insisi angular. Flap jenis ini sering digunakan utk odontektomi gigi molar bungsu rahang bawah. Flap angular hanya dilakukan di bagian bukal ataun labial. Kontra indikasi utk bagian lingual atau palatal, karena resiko terpotongnya arteri, vena & saraf penting.
F. INCISI TRAPESOID Insisi trapezoid atau sayatan trapesium adalah insisi marginal yg dikombinasikan dgn 2 insisi oblique pada kedua ujungnya. Sering digunakan pada bagian anterior maksila & mandibula, seperti pada ekstirpasi kista, apikoektomi, apeks reseksi, odontektomi gigi premolar, kaninus, insisif & gigi supernumerary.
9
G. INCISI U SHAPE Insisi ini tidak melibatkan gingival margin sehingga tidak mengganggu jaringan periodontal di sekitar margin gusi. Insisi dilakukan berbentuk huruf “U” pada jarak yg cukup dari gingival margin dgn maksud agar tidak merusak suplay darah gingiva & membran periodontal. Flap “U” juga hanya diindikasikan untuk bagian anterior maksila & mandibula. Sering digunakan untuk apikoektomi, apeks reseksi & pengambilan ujung akar yg patah.
H. INCISI SEMILUNAR Merupakan insisi berbentuk melengkung setengah lingkaran atau sering disebut insisi semilunar atau semisirkuler. Insisi semilunar dibuat untuk keperluan bedah yg membutuhkan lapangan operasi tidak terlalu luas dan hanya pada bagian bukal/labial, kadang dilakukan di bagian median palatal. Indikasi utk apikoektomi & apeksreseksi
10
MACAM-MACAM JAHITAN 1. Jahitan terputus Terbanyak digunakan karena sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul sendiri. Dapat dilakukan pad akulit atau bagian tubuh lainnya, dan cocok untuk daerah yang banyak bergerak karean tiap jahitan saling menunjang satu dengan lainnya. Jahitan terputus (interupted suture), tiap-tiap simpul berdiri sendiri. Secara kosmetik benang kasar/besar atau tegang pada saat menyimpulnya akan memberikan bekas yang kurang bagus, yaitu seperti gambaran lipan.
2.
Jahitan simpul tunggal
Sinonim : Jahitan Terputus Sederhana, Simple Interrupted Suture. Merupakan jenis jahitan yang sering dipakai. digunakan juga untuk jahitan situasi. Teknik : Melakukan penusukan jarum dengan jarak antara setengah sampai 1 cm ditepi luka dan sekaligus mengambil jaringan subkutannya sekalian dengan menusukkan jarum secara tegak lurus pada atau searah garis luka. Simpul tunggal dilakukan dengan benang absorbable denga jarak antara 1cm. Simpul di letakkan ditepi luka pada salah satu tempat tusukan Benang dipotong kurang lebih 1 cm.
3.
Jahitan matras Horizontal
Sinonim : Horizontal Mattress suture, Interrupted mattress Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul dilanjutkan dengan penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama. Memberikan hasil jahitan yang kuat.
11
4.
Jahitan Matras Vertikal
Sinonim : Vertical Mattress suture, Donati, Near to near and far to far Jahitan dengan menjahit secara mendalam dibawah luka kemudian dilanjutkan dengan menjahit tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena di dekatkannya tepi-tepi luka oleh jahitan ini.
5.
Jahitan Matras Modifikasi
Sinonim : Half Burried Mattress Suture Modifikasi dari matras horizontal tetapi menjahit daerah luka seberangnya pada daerah subkutannya.
Jahitan kontinu
Sering disebut doorloven. Simpul hanya pada ujung-ujung jahitan., jadi hanya ada dua simpul. Bial salah satu terbuak maka jahitan ini akan terbuak seluruhnya. Jahitan ini jarang dipakai untuk menjahit kulit. Secar kosmetik bekas luka jahitan seperti pada jahitan terputus. Jahitan kontinu dapat dilakukan lebih cepat dari jahitan terputus.
7.
Jahitan Jelujur sederhana
Sinonim : Simple running suture, Simple continous, Continous over and over Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan hasiel kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar.
12
8.
Jahitan Jelujur Feston
Sinonim : Running locked suture, Interlocking suture Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, biasa sering dipakai pada jahitan peritoneum. Merupakan variasi jahitan jelujur biasa.
PEKERJAAN UNTUK SKILL LAB: Buatlah incisi linear pendek dengan penjahitan matras horisontal Buatlah incisi linear panjang dengan penjahitan jelujur sederhana Buatlah incisi sirkuler dengan intterupted suture Buatlah incisi trapesoid dengan interupted suture
13
Fiksasi dan ligasi gigi Pengantar : Trauma dapat menyebabkan gigi-gigi berubah posisi, goyang dan bahkan lepas dari socketnya. Hal ini sering terjadi pada gigi-gigi anterior, baik rahang atas maupun rahang bawah.
Sebagai tindakan penanggulangan untuk
keadaan ini dapat dilakukan fiksasi-imobilisasi gigi, dengan cara paling sederhana adalah mengikatnya (ligasi ) dengan kawat dan diperkuat dengan pemasangan archbarr. Mula-mula setelah persiapan operasi dilalui, gigi dikembalikan ke posisi semula (reposisi) kemudian dilakukan pengikatan (ligasi) dengan kawat dengan berbagai teknik pengikatan. Teknik ligasi yang umum dilakukan adalah ligasi interdental teknik Simple Essig wiring untuk indikasi fraktur alveolar.
Untuk memperoleh fiksasi yang kokoh dapat
dilakukan ligasi dengan bantuan pemasangan a rchbarr. Hasil optimal diperoleh dengan menggabungkan kedua teknik ini, yakni dilakukan Essig wiring dikombinasikan dengan pemasangan archbarr.
Setelah dua hingga tiga bulan
alat ini dilepas dan pada saat itu gigi telah kokoh tertanam di dalam tulang alveolar.
Pada gigi yang mengalami fraktur akarnya merupakan kontra
indikasi untuk perawatan ini, demikian pula untuk gigi-gigi desidui pada masa periode geligi campuran. Sasaran pembelajaran : -
Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa dan menentukan indikasi fiksasi interdental dan pemasangan archbarr.
-
Mahasiswa mampu membaca anatomi dan posisi fraktur yang akan dilakukan fiksasi pada illuminator foto rontgent guna menentukan anatomi dan posisi-lokasi gigi yang mengalami fraktur alveolar.
14
-
Mahasiswa mampu memilih jenis alat, bahan dan teknik fiksasi sesuai kebutuhan.
-
Mahasiswa mampu melakukan dengan benar dan berurut tindakan fiksasi interdental sederhana.
Metode: Pengarahan, audio-visual, demonstrasi , self-practice. Fasilitas: -
Phantom & Maneqeen (manekin).
-
Illuminator foto rontgent
-
Set alat dasar pemeriksaan gigi
-
Set alat fiksasi dan ligasi : klem kawat, klem ligasi, lunacheck, gunting kawat dan tang pemotong archbarr .
-
Bahan fiksasi dan ligasi : archbarr, kawat diameter 3.0 dan 4.0
-
Bahan operasi : kapas dan has.
Prosedur teknis :
Pengarahan, audiovisual dan demonstrasi.
Mahasiswa memilih alat dan bahan untuk tindakan fiksasi interdental sesuai kebutuhan dibawah pengawasan instruktur.
Mahasiswa melakukan tindakan fiksasi-imobilisasi tahap demi tahap pada Phantom & Maneqeen (manekin) dengan benar tahap demi tahap dibawah pengawasan instruktur.
15
Tahapan FIKSASI INTERDENTAL 1. “Essig Wiring” Lilitkan kawat panjang mengelilingi gigi-gigi, melalui; misalnya : 13 s/d 23. Lilitan dimulai dari distal gigi 13 bagian bukal, s/d distal gigi 23, kemudian menembus interdental distal gigi 23 s/d bagian lingual, selanjutnya kawat ditarik kembali sepanjang lingual s/d bagian distal gigi 13, menembus interdental 13 tembus ke bagian bukal dan bertemu dengan ujung kawat asalnya dan dieratkan di distobukal gigi 13. Ambil sepotong kawat pendek tembuskan melalui interdental gigi dari bukal ke lingual tepat di atas kawat panjang bukal & lingual, kemudian belokkan ke bawah dan kembali menembus interdental tepat di bawah kawat panjang bagian libgual & bukal s/d bertemu dengan ujung kawat di bukal dan dieratkan Selanjutnya untuk lebih mempererat fiksasi, maka di setiap interdental gigi-gigi antara 13 & 23 dieratkan masing-masing dengan sepotong kawat. Tahapan 2. “Eyelet methode wiring” atau “Ivy Loop” Kawat dililitkan pada dua gigi saja, yakni, misalnya; gigi 46 & 47 yg dimulai pada sepanjang bagian bukal gigi-gigi tsb, kemudian mengelilingi gig 47 dari bagian distal, lingual dan masuk ke interdental di bagian mesial gigi 47, tembus ke bagian bukal tepat di bawah kawat bagian bukal. Selanjutnya kawat dibelokkan lagi ke interdental mengelilingi kawat bukal dan melewati bagian atasnya hingga menembus kembali interdental, mengelilingi
16
bagian distal, lingual dan menembus interdental bagian mesial gigi 46 hingga bertemu dengan ujung kawat di bagian bukal. Akhirnya kedua ujung kawat tadi dieratkan dan untuk lebih memperketat fiksasi, maka belokan kawat di interdental gigi 46 & 47 dipuntir,dieratkan sesuai kebutuhan. Tahapan “Stout Continuous Loop” “(Continuous Eyelet Methode Wiring atau Continuous Ivy Loop)” Merupakan pengulangan dari Eyelet atau Ivy Loop. Fiksasi bersambung dari Eyelet atau Ivy Loop yg melibatkan lebih dari dua gigi sehingga diperoleh puntiran interdental lebih dari satu. Teknik continuous ini paling sering digunakan fiksasi interdental, sedangkan simple Eyelet atau Ivy Loop lebih sering digunakan untuk fiksasi intermaksilar. Teknik Continuous Eyelet atau Ivy Loop yg dibuat dgn bantuan kawat besar atau selang untuk memperoleh puntiran interdental yg simetris.
17
Tahapan Pemasangan Arch Bar A. Bentuk arch bar menyerupai lengkung gigi. B. Pasang ke dalam mulut, sesuaikan posisi & bentuknya sesuai kontur lengkung gigi.
Tahapan C. Bentuk ujung arch bar sesuai kontur gigi terakhir. D. Pasang lagi ke dalam mulut & ligasi dgn kawat splint pada setiap gigi.
18
Tahapan Cara ligasi dgn kawat splint pada setiap gigi saat pemasangan arch bar.
Tahapan E. Kawat splint jarum jam.
diikat
dgn
cara diputar searah
F. Ujung kawat yg terlalu panjang dipotong pendek & dibengkokkan ke arah embrasure setiap gigi.
Tahapan TRAKSI INTERMAKSILAR Pasien dengan kehilangan oklusi sentrik akibat fraktur simphisis mandibula. Penggunaan traksi elastik intermaksilar dengan arch bar untuk memperoleh oklusi sentrik. Jika oklusi sentrik diperoleh, maka fragmen fraktur secara otomatis tereposisi. Oklusi sentrik biasanya dapat diperoleh dalam jangka waktu sekitar 5 menit s/d 1 jam pasca pemasangan traksi intermaksilar pada pasien sadar, serta paling
19
lama s/d 1 hari. Pemasangan traksi intermaksilar paling lama 3 hari setelah diperolehnya oklusi sentrik dan segera diganti dengan fiksasi intermaksilar. Tahapan “Continuous Eyelet Methode Wiring atau Continuous Ivy Loop” dibuat pada rahang atas & rahang bawah. Setiap puntiran kawat pada masing-masing interdental dibelokkan ke atas untuk rahang atas dan dibelokkan ke bawah untuk rahang bawah. Masing-masing puntiran kawat yg telah dibelokkan tsb digunakan sebagai kaitan/pegangan elastik yg menyatukan rahang atas dngan rahang bawah.
Tahapan FIKSASI INTERMAKSILAR Fiksasi Intermaksilar“Eyelet methode wiring” atau “Ivy Loop” Puntiran interdental dari masing-masing “Eyelet methode wiring” atau “Ivy Loop” rahang atas dgn rahang bawah disatukan & dieratkan.
20
Puntiran masing-masing interdental rahang atas dgn rahang bawah disatukan & dieratkan.
Fiksassi Intermaksilar dengan menggunakan Arch Bar Rahang atas & rahang bawah yg telah dipasang arch bar disatukan dgn kawat splint pada masing-masing kaitannya setelah oklusi sentrik diperoleh. Pemasangan fiksasi intermaksilar paling lama adalah 6 minggu.
21
DAFTAR PUSTAKA
Andreasen J.O. Petersen.J.K. Laskin D.M.1997: Textbook and Color Atlas of Tooth Impaction. Munksgaard. St Louis. Mosby Archer, W.H. 1975. Oral and Maxillofacial Surgery. Vol. II. 5th ed. Philadelphia & London : W.B. Saunders Co. Beaumer. III, T.J., Curtis, T.A. & Firtele, D.N. Maxillofacial Rehabilitation. St Louis : The C.V. Mosby Co. 1979. Birn, H. & Winter, J.E. 1975. Manual of Minor Oral Surgery. Philadelphia, London & Toronto. W.B. Saunders Co. Colby R.A, Kerr D.A., Robinson .G.B. Color atlas of Oral pathology. 3rd ed. David, D.J. & Simpson, D. A. Craniomaxillofacial Trauma. London : Churchill-Livingstone. 1995. Dimitroulis G. 1997. A Synopsis of Minor Surgery. 1st ed. Oxford. Reed Educational and Professional Publising Ltd Gans, B.J. (1972) : Atlas of Oral Surgery. 1st ed., St. Louis, The CV. Mosby Co. Gibson. 1994. Psychology, Pain and Anesthesia. New York : Chapman & Hall. Gray,H. 1975. Anatomy of Human Body. 29ed. Philadelphia : Lea & Febiger. Howe, G.L. & Whitehead, F.I.H. 1992. Local Anaesthesia in Dentistry. Bristol : John Wright & Sons Ltd. Killey, H.C. 1977. Fractures of The Mandible. 2nded. Bristol. John Wright & Sons Ltd. Killey, H.C. 1977. Fractures of The Midlle Thrid of The Facial Skeleton. 2nd ed. Bristol. John Wright & Sons Ltd. Kruger, 1984, Oral and Maxillofacial Surgery, 6th ed, C.V Mosby Company, St. Lois, Toronto. Laskin, D.M. 1971. Oral and Maxillofacial Surgery. Vol. I, C.V Mosby Company, St. Lois, Toronto. Malamed, S.F. 1998. Handbook of Local Anesthesia. 4th ed. St. Louis & London : C.V. Mosby Co. Navile et all, 1995, Oral and Maxillofacial Pathology, 1st ed., W. B. Saunders Co., Philadelpia.
22
Ogden G.R. 2001: Removal of Unerupted Teeth in PedlerJ, Frame J.W. Oral and Maxillofacial Surgery An objective – based textbook. Edinburg.Churchill Livingstone Olaf E, Langland, Roher, P Langlais. John W. Preece. Principles of Dental Imaging. 2nd ed. Lippicont Williams & Willkins, 2002. Peterson L.J. 1998. Principle of Management of Impacted Teeth in Petersen L.J. Ellis. E. Hupp J.R. Tucker M.R. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery. 3nd ed. St Louis. Mosby. Regezi and Sciubba, 1999, Oral Pathology, Clinical Pathologic Correlations, 3rd ed., W. B. Saunders Co., Philadelphia. Shafer, J.H. and Dixon,1984, A Textbook of Oral Pathology, 4thed., W.B. Saunders Co., Philadelphia (629-633). Whaites E. Essential of Dental Radiolography and Radiology. Churchill Livingstone, London 2002 Zederfelt B.H. & Hunt, T.K. 1990, Wound Closure; materials and Techniques. New Jersey, Davis & Greck Medical Device Division American Cyanamid Co.
23