BPK TETAP AUDIT KEUANGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA
http://www.actual.co
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tetap akan mengaudit atau memeriksa laporan keuangan dari 138 (seratus tiga puluh delapan) Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Wewenang ini diperkuat oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi yang diajukan oleh Forum BUMN, Biro Hukum Kementerian BUMN, dan Pusat Pengkajian Masalah Strategi Universitas Indonesia (PPMSUI). Uji materii dilakukan terhadap Undang-Undang Keuangan Negara dan UndangUndang BPK, yaitu: 1. Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 2. Pasal 6 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) huruf (b), Pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) huruf b dan Pasal 11 huruf a Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. Pemohon menggugat kewenangan BPK karena mempersoalkan inkonsistensi akibat ketentuan tersebut khususnya yang berkaitan dengan pemeriksaan, pertanggungjawaban, dan distribusi resiko dalam pengelolaan keuangan BUMN. Menurut pemohon, ketentuan tersebut menimbulkan irasionalitas dalam pengaturan keuangan negara yang merupakan bagian dari keuangan publik, dimana dalam praktiknya akan merugikan kedudukan hukum BUMN selaku badan hukum perdata karena tidak adanya perbedaan secara tegas mana badan hukum publik dan badan hukum perdata yang menjadi bagian ruang lingkup kewenangan BPK selaku pemeriksa pengelolaan keuangan negara. Dalam petitumnya, pemohon meminta kepada Mahkamah menyatakan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 huruf g dan huruf i sepanjang frasa 'termasuk
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
kekayaan yang dipisahkan pada perusanaan negara/perusahaan daerah' dan frasa 'kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah' bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Selan itu, pemohon juga meminta Mahkamah menyatakan Pasal 2 huruf g UndangUndang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara berlaku konstitusionalnya bersyarat (conditionaly constitusionaly) sepanjang frasa 'pihak lain' diartikan tidak termasuk badan hukum yang berhak dan kewajibannya diatur menurut hukum dan peraturan perundang-undangan tersendiri. Dalam amar putusan bernomor 62/PUU-XI/2013, MK menyimpulkan semua dalil yang dikemukakan para pemohon tidak beralasan menurut hukum. Sementara pada objek pemeriksaan BPK yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang BPK adalah keuangan negara yang dikelola Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, Badan Layanan Umum, BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Menyikapi hasil putusan MK, Kementerian BUMN selaku salah satu pengusul uji materi menyatakan menerima dengan legowo dan Dahlan Iskan selaku Menteri BUMN usai memimpin rapat pimpinan BUMN, Kamis (25/9), menegaskan bahwa kementerian siap mensosialisasikan keputusan MK, di mana BPK bisa memeriksa keuangan perusahaan milik negara, sebagai bagian dari upaya peningkatan tata kelola perusahaan (good corporate governance/GCG)ii.
Sumber berita: 1. http://www.jpnn.com, Dahlan Minta Keputusan MK Disosialisasikan ke Seluruh BUMN, Jumat, 26 September 2014; 2. http://medanbisnisdaily.com, Dahlan Iskan BPK Tetap Audit Keuangan BUMN, Kamis, 25 September 2014; 3. http://www.tribunnews.com, Hari Ini MK Bacakan Sidang Putusan Kewenangan BPK Audit BUMN, Kamis, 18 September 2014. Catatan: A. Dasar hukum yang melandasi objek gugatan uji materi: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara: a. Pasal 2 huruf g dan huruf i, menyatakan bahwa Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, meliputi:
kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
2.
kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan: a. Pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia,
b.
c.
d.
e.
Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara; Pasal 9 ayat (1) huruf b menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugasnya BPK berwenang meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara; Pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa BPK menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara; Pasal 10 ayat (3) huruf b menyatakan bahwa untuk menjamin pelaksanaan pembayaran ganti kerugian, BPK berwenang memantau pelaksanaan pengenaan ganti kerugian negara/daerah kepada bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara yang telah ditetapkan oleh BPK; Pasal 11 huruf a menyatakan bahwa BPK dapat memberikan pendapat kepada DPR, DPD, DPRD, Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah, Lembaga Negara Lain, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, dan lembaga atau badan lain, yang diperlukan karena sifat pekerjaannya.
B. Kewenangan pemeriksaan BPK dan ruang lingkup pemeriksaan BPK antara lain diatur dalam: 1. Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
a.
b.
2.
BAB VIIIA Pasal 23E ayat (1) menyatakan bahwa untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Pasal 23G ayat (2) menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang mengatur bahwa: a.
b.
c.
d.
Pasal 6 ayat (1) menyatakan bahwa BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Pasal 6 ayat (3) menyatakan bahwa Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Pasal 6 ayat (4) menyatakan bahwa dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan. Pasal 6 ayat (5) menyatakan bahwa dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara.
C. Bentuk putusan MK atas Uji Materiil adalah sebagai berikut 1. Permohonan tidak diterima : dalam hal pemohon atau permohonannya tidak memenuhi syarat; 2. Permohonan ditolak : dalam hal peraturan perundang-undangan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau tidak bertentangan dalam pembentukannya; 3. Permohonan dikabulkan dalam hal permohonan beralasan: a. Dalam hal permohonan dikabulkan, amar putusan menyatakan dengan tegas materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari peraturan perundang-undanganan yang bertentangan dengan peraturan perundangundangan lebih tinggi;
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
b.
MA dalam putusannya menyatakan bahwa peraturan perundangundangan yang dimohonkan tersebut sebagian tidak sah dan tidak berlaku umum, serta memerintahkan kepada instansi yang bersangkutan segera mencabut.
i
Uji materi adalah pengujian atas materi muatan undang-undang (Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. dalam buku Hukum Acara Pengujian Undang-Undang). ii Good corporate governance (GCG) adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar. GCG berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu negara. Penerapan GCG mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu diterapkannya GCG oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia sangat penting untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkesinambungan. Penerapan GCG juga diharapkan dapat menunjang upaya pemerintah dalam menegakkan good governance pada umumnya di Indonesia. (http://www.bapepam.go.id, Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia, Tahun 2006).
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum