BLOK 17 : NEUROPSIKIATRI TUGAS MAKALAH MULTIPLE SCLEROSIS
IMAM MARDANI H1A212026
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM NUSA TENGGARA BARAT 2015
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmatNya sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Secara keseluruhan, saya melaporkan hasil yang saya peroleh dari beberapa sumber jurnal dan buku terkait dengan penyakit Multiple Sclerosis. Dan harapan saya nantinya tugas ini dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman kami mengenai materi pada blok neuropsikiatri ini. Saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan, hingga terselesaikannya tugas ini. Saya menyadari sepenuhnya bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun, demi penyempurnaan tugas-tugas saya selanjutnya.
Mataram, 6 April 2015
Penyusun
BAB I PENDAHULUAN
Multiple sclerosis (MS) merupakan suatu kondisi kronis yang diperoleh dari inflamasi sistem saraf pusat terkait imun, yang dapat mempengaruhi baik otak dan sumsum tulang belakang. Penyakit ini mempengaruhi sekitar 100.000 orang di Inggris. Penyakit ini merupakan penyebab paling umum dari cacat fisik yang serius pada orang dewasa dalam usia kerja. Pasien dengan MS biasanya mengalami gejala di akhir usia 20-an mereka, yang akan mengalami gangguan visual dan sensorik, kelemahan anggota gerak, masalah berjalan, dan gejala pada kandung kemih dan usus. Pasien mungkin awalnya memiliki pemulihan parsial, tapi seiring waktu terjadi pengembangan cacat yang progresif. Yang paling umum terjadi seperti relaps-remisi MS (RRMS) dimana periode stabilitas (remisi) yang diikuti oleh episode ketika ada eksaserbasi (kambuh). Sekitar 85 dari 100 orang dengan MS memiliki RRMS saat onset. Penyebab MS belum diketahui. Hal ini diyakini bahwa respon imun yang abnormal terhadap lingkungan memicu peradangan pada orang yang secara genetik cenderung menghasilkan reaksi akut imun, dan kemudian dapat kronis. Tahap awal peradangan diikuti oleh fase progresif degenerasi sel-sel yang terkena dalam sistem saraf. MS sangat berpotensi melumpuhkan gangguan dengan konsekuensi pribadi, sosial dan ekonomi yang cukup besar (NICE, 2014).
BAB II ISI
Definisi Multiple sclerosis (MS) adalah gangguan sistem saraf pusat multifokal. Penyakit ini ditandai dengan adanya lesi inflamasi demielinasi, yang dipengaruhi oleh sel T autoreaktif. Selain demielinisasi, cedera aksonal ireversibel dapat terjadi sejak awal, dan menyebabkan kerusakan sistem saraf pusat yang mengarah pada kecacatan ireversibel (Tsang, 2011). Etiologi Multiple sclerosis muncul dari interaksi yang kompleks dari lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan yang mempengaruhi antara lain tempat tinggal, usia pra dewasa, paparan virus Epstein-Barr, dan merokok. Insiden lebih tinggi terjadi pada penderita usia lanjut yang terkena infeksi virus Epstein-Barr. Sedangkan untuk faktor genetik berkaitan dengan predisposisi terjadinya disfungsi imun (Tsang, 2011; Luzio, 2014). Sejumlah virus dikatakan menjadi agen penyebab yang mungkin pada MS, beberapa peneliti menduga virus campak (rubeola). Berbagai antibodi campak telah ditemuka dalam serum dan cairan serebrospinalis pasien MS, dan bukti yang ada mengesankan antibodi ini dihasilkan dalam otak. Bila virus campak terlibat, kemungkinan virus itu menyerang dalam awal kehidupan, tidak aktif (dorman) selama beberapa tahun, dan kemudian merangsang respons autoimun. Virus yang lambat memiliki masa inkubasi yang lama dan hanya mungkin berkembang dengan keadaan defisiensi atau imun yang abnormal. Antigen histokompatibilitas tertentu (HLA-A3, HLA-A7) telah ditemukan lebih sering pada pasien MS (Price dan Wilson, 2012). Epidemiologi Epidemiologi Multiple sclerosis di Australia bervariasi. Penyakit ini sering terjadi di Tasmania dengan prevalensi kurang lebih 100 per 100.000 dan insiden 4 per 100.000 penduduk, dan semakin berkurang atau jarang terjadi di bagian utara Australia. Terdapat 13.000 orang dengan penyakit ini di Australia, dengan wanita sekitar 73% dari kasus. Usia rata-rata penderita saat terdiagnosis adalah usia 30-an (Tsang, 2011).
Patofisiologi
Satu hipotesis menunjukkan bahwa beberapa bentuk infeksi sistemik dapat menyebabkan up-regulasi molekul adhesi pada endotelium dari otak dan sumsum tulang belakang, yang memungkinkan leukosit melintasi dinding pembuluh untuk memasuki sistem saraf pusat. Jika limfosit diprogram untuk mengenali antigen mielin ada dalam infiltrat sel, mereka dapat memicu kaskade kejadian inflamasi akut, lesi demielinasi. Lesi ini biasanya berkembang dalam white matter
atau substansia alba, dimana target utamanya adalah
selubung myelin. Ada bukti substansial juga untuk mendukung hipotesis bahwa genetika memiliki peran penting dalam kerentanan seseorang untuk multiple sclerosis, mungkin dalam hubungannya dengan faktor-faktor lingkungan. Meskipun beberapa peneliti berpendapat hubungan langsung sebab akibat antara berbagai agen infeksi dan gangguan ini. Agen infeksi mungkin juga memiliki peran dalam mekanisme sentral yang berpuncak pada interaksi antara sel-sel T dan serebrovaskular endotelium dengan mengatur molekul adhesi yang penting untuk perekrutan-sel kekebalan ke dalam sistem saraf pusat (Frohman et al., 2010).
Manifestasi klinis Serangan atau eksaserbasi dari multiple sclerosis(MS) yang ditandai dengan gejalagejala yang mencerminkan keterlibatan SSP. Inti gejala episode MS "dipisahkan dalam ruang dan waktu" yaitu, episode terjadi bulan atau tahun terpisah dan mempengaruhi lokasi anatomi yang berbeda. Sebagai contoh, pasien mungkin datang dengan parestesia dari tangan yang kemudian mereda, diikuti beberapa bulan kemudian oleh kelemahan pada kaki atau gangguan penglihatan(misalnya, diplopia). Selain itu, durasi serangan harus lebih dari 24 jam.Tampilan klinis MS sering bervariasi antara pasien. Beberapa pasien memiliki dominasi perubahan kognitif, sementara yang lain hadir dengan ataksia menonjol, hemiparesis atau paraparesis, depresi, atau gejala visual. Selain itu, penting untuk mengenali bahwa perkembangan cacat fisik dan kognitif pada MSmungkin terjadi tanpa adanya eksaserbasi klinis (Luzzio, 2014). Gejala klasik MS adalah sebagai berikut (Luzzio, 2014):
Hilangnya sensoris (yaitu, parestesia) - Biasanya keluhan awal Gejala saraf tulang belakang (motor) – kram otot sekunder sampaispasticity Gejala sumsum tulang belakang (otonom) - kandung kemih, usus, dan disfungsi
seksual Gejala cerebellar - triad Charcot dari disartria, ataksia, dan tremor Neuritis optik Trigeminal neuralgia - kelemahan wajah bilateral atau neuralgia trigeminal
Myokymia wajah (berkedut tidak teratur dari otot-otot wajah) Gejala mata - Termasuk diplopia pada pandangan lateral, ini terjadi pada 33% pasien Intoleransi panas Gejala konstitusional - terutama kelelahan (yang terjadi pada 70% kasus) dan pusing; kelelahan harus dibedakan dari depresi (yang mungkin berdampingan), kurang tidur,
dan kelelahan exertional karena cacat Nyeri - Terjadi pada 30-50% pasien Kesulitan kognitif subyektif –berkaitan dengan atensi, konsentrasi, memori, dan
keputusan Depresi - Gejala umum Euforia - Kurang umum daripada depresi Gangguan bipolar atau demensia frank - Kemungkinan muncul di akhir perjalanan
penyakit, tetapi kadang-kadang ditemukan pada saat diagnosis awal. Gejala yang berhubungan dengan parsial mielitis transversa akut
Diagnosis Tidak ada pemeriksaan diagnostik yang spesifik untuk MS. Diagnosis didasarkan pada bukti (1) paling sedikit dua lesi yang berbeda(plak ataubekas luka) dalam white matter SSP(space dissemination criterion) (2) setidaknya dua episode yang berbeda dalam perjalanan penyakit(time dissemination criterion); dan (3) peradangan kronis dari SSP, sebagaimana ditentukan oleh analisis CSF(inflammatory criterion) (Goldenberg, 2012; Hauser & Goodwin, 2012). Adanya satu atau lebih kriteria ini memungkinkan diagnosis umum MS, yang dapat disempurnakan sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Sebuah panelitian internasional tentang diagnosis MSmenyarankan bahwa time dissemination criterion harus dikonfirmasi oleh tanda-tanda klinispada MRI minimal 3 bulan setelah episode klinis sebelumnya atau pada MRI sebelumnya. Panel juga menyarankan bahwa inflammatory criterion bisa menggantikan space dissemination criterion apabila nantinya kriteria ini menghilang pada tingkat klinis dan praklinis. Untuk membuat diagnosis dari MS, dokter harus (Hauser & Goodwin, 2012) :
menemukan bukti kerusakan dalam setidaknya dua wilayah yang terpisah dari SSP,
yang meliputi otak, sumsum tulang belakang, dan saraf optik. Menentukan area yang rusak berkembang minimal 1 bulan terpisah. menyingkirkan semua diagnosis lain yang mungkin.
Mengamati bahwa gejala berlangsung selama lebih dari 24 jam dan terjadi episode
yang berbeda dipisahkan oleh1 bulan atau lebih. Melakukan MRI(tes pencitraanyang paling sensitif untuk MS).
Tabel : Kriteria diagnosis untuk MS (Ropper, Samuel, Klein, 2014). Tatalaksana Disease-Modifying Therapies Tujuan terapi dengan disease-modifying agents pada pasien dengan MS termasuk memperpendek durasi eksaserbasi akut, penurunan frekuensi, dan meringankan gejala. Perawatan gejala ditujukan untuk menjaga fungsi dan meningkatkan kualitas kehidupan. Dalam praktek umum biasanya mengobati eksaserbasi akut MS dengan kejadian singkat(biasanya 3 sampai 5 hari) dengan kortikosteroid yang memiliki onset aksi cepat, seperti
intravena(IV)
methylprednisolone
atau
dexamethasone.
Penggunaan
kortikosteroid(misalnya, prednison oral 60 hingga 100 mg sekali sehari, selanjutnya dosisnya diturunkan perlahan selama 2 sampai 3 minggu, atau IV methylprednisolone 500-1.000 mg sekali sehari selama 3 sampai 5hari) juga digunakan untuk mengobati eksaserbasi akut dan memperpendek durasi serangan MS (Brunton, 2010; Hauser & Goodwin, 2012). Meskipun tidakada obat untuk MS, terdapat 8 agen terapi yang disetujui FDA yang dapat mengurangi aktivitas penyakit dan perkembangan pada pasien dengan bentuk relaps dari MS, termasuk pasien dengan secondary progressive MS yangterus mengalami relaps.
Tabel : Disease-Modifying Agents untuk pengobatan Multiple Sclerosis yang diakui FDA. Manajemen simptom dan Rehabilitasi Manajemen gejala dan rehabilitasi tetap penting sebagai komponen terapi MS, karena membantu meringankan dampak cacat dan meningkatkan kualitas hidup. Pengobatan MS bersifat simtomatik. Pasien beristirahat selama masa relaps akut, namun beristirahat total harus dihindari. Hormon adrenokortikotropik atau glukokortikoid digunakan selama fase akut untuk mempercepat remisi (Price dan Wilson, 2012). Komplikasi Pada pasien dengan MS, trauma fatigue merupakan komplikasi yang paling sering. Selain itu dapat juga terjadi komplikasi sekunder lain seperti pemendekan otot, permanent contracture, nyeri, konstipasi, osteoporosis, obesitas, pneumonia aspirasi, gejala paroksimal, disfungsi bladder, disfungsi bowel dan disfungsi seksual (Kapucu, Akkus, Akdemir, 2011; NICE, 2014) Prognosis Beberapa pasien akan mengalami remisi komplit setelah serangan awal atau mengalami beberapa serangan sebelum remisi komplit. Dapat juga terjadi eksaserbasi setelah remisi komplit dan eksaserbasi tersebut dapat cukup parah sehingga dapat menyebabkan quadriplegia dan pseudobulbar palsy walaupun jarang. Rata-rata angka relapsnya 0.3 – 0.4 pertahun, dengan kejadian 30% dalam 1 tahun dan 20% dalam 2 tahun. Relaps selanjutnya dapat terjadi 20% dalam 5-9 tahun dan 10% dalam 10-30 tahun. Dalam 12 tahun, ada kemungkinan terhadi disability derajat tinggi. Semakin tinggi jumlah serangan dan semakin pendek interval setiap serangan, semakin cepat terjadi disability. Diprediksikan disability
akan terjadi dala 5 tahun setelah gejala pertama. Beberapa pasien akan meninggal dalam beebrapa bulan atau tahun setelah onset, tetapi rata-rata durasi penyakitnya melebihi 30 tahun. Tujuh puluh empat persen pasien dengan MS akan bertahan hidup selama 25 tahun, dibandingkan dengan populasi umum yaitu 86%. Setelah 25 tahun, sepertiga pasien yang hidup masih bekerja dan duapertiganya masih rawat jalan. Satu dari empat pasien akan mengalami massive brainstem demyelination dan koma setelah 30 tahun (Ropper, Samuel, Klein, 2014).
BAB III PENUTUP Kesimpulan
Multiple sklerosis (MS) adalah penyakit radang myelin sistem saraf pusat yang disebabkan karena proses autoimun dan faktor genetik lainnya. MSmerupakan penyebab utama kecacatan pada dewasa muda. Sekitar 85% pasiendengan multiple sklerosis sering bersifat relaps atau hilang-timbul saja. Lebih darisetengah dari pasien tersebut berkembang menjadi kecacatan dan berlanjut dari serangan akut dan beralih ke progresif sekunder dalam waktu 10 hingga 20 tahun setelah terdiagnosis. Dalam penatalaksanaannya, meskipun saat ini kita belum bisa berbicara tentang penyembuhan, tetapi kita dapat memperlambat jalannya penyakit dan memperbaiki kualitas hidup pasien dengan DMTs (Disease Modifying Therapies) & pengobatan simptomatis.
DAFTAR PUSTAKA
Brunton LL., 2010. Immunomodulators. In: Lazo JS, Parker KL, editors. Goodman & Gilman’s
The Pharmacological Basis of Therapeutics. 12th ed. New York:
McGraw-Hill Medical;
2010. pp. 1424–1427.
Frohman, et al., (2010). ‘Multiple Sclerosis-The Plaque and Its Pathogenesis’. The New England
Journal
of
Medicine.
[online].
Available
from
:
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra052130 [Accessed : 2015, April 6] Goldenberg. (2012). ‘Multiple Sclerosis Review’. Vol. 37. No. 3. [online]. Available from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3351877/ [Accessed : 2015, April 6] Hauser SL., Goodwin DS, 2012. Multiple sclerosis and other demyelinating diseases. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, editors. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 18th ed. II. New York: McGraw-Hill Medical; 2012. pp.
2611–2621. Kapucu S., Akkus Y., Akdemir N., 2011. Knowledge of Patients With Multiple Sclerosis About Their Disease and Prevention of Complications. J Neurol Sci [Turk] 2011;28:000-000.
Available
from:
http://www.jns.dergisi.org/text.php3?id=461.
(Accessed: 2015, April 9 Luzzio C (2014, November 24 – Last Updated). Multiple Sclerosis Clinical Presentation (Emedicine), clinical.
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/1146199-
(Accessed: 2015, April 8)
NICE (National Institute for Health and Care Excellence. (2014). ‘Management of Multiple Sclerosis in Primary and Secondary Care’. Nice Clinical Guidline. [online]. Available from : https://www.nice.org.uk/guidance/cg186 [Accessed : 2015, April 6] Price & Wilson. (2012). ‘Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit’. Edisi 6. Vol. 2.. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. hlm. 1145-1147 Ropper AH., Samuels M., Klein J., 2014. Adams & Victor’s Principles of Neurology. 10 th ed. New
York: McGraw-Hill Education; pp. 930 – 931.
Tsang. (2011). ‘Multiple Sclerosis Diagnosis, Management and Prognosis’. Australian Family
Physician.
Vol.
40.
No.
12.
[online].
Available
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22146321 [Accessed : 2015, April 6]
from
: