BIOTRANSFORMASI MINYAK JAGUNG OLEH Rhodococcus rhodochrous DAN APLIKASINYA UNTUK PENGAMBILAN LOGAM Cd2+
Disusun Oleh : DWI PUJIASTUTI M0302020
SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Kimia
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2007
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini dibimbing oleh : Pembimbing I
Pembimbing II
Venty Suryanti, M.Phil NIP. 132 162 026
Sri Hastuti, M.Si NIP. 132 162 562
Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada: Hari
: Selasa
Tanggal : 10 Juli 2007 Anggota Tim Penguji: 1. Fitria Rahmawati, M.Si NIP. 132 258 066
1. ..............................
2. Triana Kusumaningsih, M.Si NIP. 132 240 166
2. ..............................
Disahkan oleh : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan,
Ketua Jurusan Kimia,
Prof. Drs. Sutarno,M.Sc.,Ph.D. NIP. 131 649 948
Drs. Sentot Budi Rahardjo, Ph.D. NIP. 131 570 162
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “BIOTRANSFORMASI MINYAK JAGUNG OLEH Rhodococcus rhodochrous DAN APLIKASINYA UNTUK PENGAMBILAN LOGAM Cd2+” ini adalah benar-benar karya saya sendiri yang diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat kerja atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Agustus 2007
Dwi Pujiastuti
ABSTRAK Dwi Pujiastuti, 2007. BIOTRANSFORMASI MINYAK JAGUNG OLEH Rhodococcus rhodochrous DAN APLIKASINYA UNTUK PENGAMBILAN LOGAM Cd2+. Telah dilakukan penelitian tentang biotransformasi minyak jagung oleh Rhodococcus rhodochous dan aplikasinya untuk pengambilan logam Cd2+. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi optimum dalam biotransformasi minyak jagung, mengetahui gugus fungsi produk hasil biotransformasi minyak jagung yang diperoleh dan mengetahui produk hasil biotransformasi minyak jagung apakah suatu biosurfaktan, serta mengetahui kapasitas penyerapan logam Cd2+. Penentuan kondisi optimum dilakukan dengan pengamatan yang meliputi kepadatan sel bakteri (Optical density/OD), tegangan permukaan dan indeks emulsi selama 12 hari pada media fermentasi dengan konsentrasi minyak jagung 0%, 5%, 10%, dan 20% (v/v), pada suhu kamar dan kecepatan putar 150 rpm. Recovery hasil biotransformasi minyak jagung dengan ekstraksi menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran meningkat, yaitu n-heksana, kloroform, etil asetat, dan butanol. Hasil biotransfrormasi minyak jagung diidentifikasi dengan spektrofotometer Infra Merah untuk mengetahui gugus fungsinya dan dilakukan karakterisasi. Aplikasi hasil biotransformasi minyak jagung untuk pengambilan logam Cd2+ pada kondisi pH 6, temperatur kamar, dan waktu kontak 5 dan 10 menit. Hasil penelitian diperoleh kondisi optimum untuk biotransformasi minyak jagung adalah 7 hari fermentasi dengan konsentrasi minyak jagung 20% (v/v) dalam media fermentasi. Hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform mempunyai tegangan permukaan air terrendah yaitu 0,048 N/m dan indeks emulsi terbesar yaitu 96%. Identifikasi dengan FT-IR menunjukkan adanya gugus hidroksi (-OH), gugus keton (C=O) dan rantai panjang alifatik. Hasil biotransformasi minyak jagung membentuk emulsi antara air dengan minyak sawit sebesar 97% dan mampu menurunkan tegangan permukaan minyak sawit sebesar 50,8828%. Hasil biotransformasi minyak jagung belum bisa disimpulkan membentuk suatu biosurfaktan. Kapasitas penyerapan logam Cd2+ oleh supernatan hasil biotransformasi minyak jagung memberikan hasil lebih besar dibanding penyerapan menggunakan hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform dan waktu kontak 10 menit juga memberikan kapasitas penyerapan yang lebih besar dibanding menggunakan waktu kontak 5 menit. Kapasitas penyerapan menggunakan supernatan untuk waktu kontak 10 menit adalah 1,8235 mg/g dan kapasitas penyerapan menggunakan hasil dari ekstrak kloroform untuk waktu kontak 10 menit adalah 1,3445 mg/g. Kata kunci : biotransformasi, minyak jagung, Rhodococcus rhodochrous dan pengambilan cadmium (Cd)
ABSTRACT DWI PUJIASTUTI. 2007. BIOTRANSFORMATION OF CORN OIL BY Rhodococcus rhodochrous AND APLICATION FOR REMOVING CADMIUM METAL ION. The biotransformation of corn oil by Rhodococcus rhodochrous and their application for removing cadmium metal ion had been carried out. The purpose of this research was to find out the optimum condition of biotransformation of corn oil, the group of product from biotransformation of corn oil, the properties of product from biotransformation of corn oil as a biosurfactant and the adsorbtion capacity of cadmium adsorbtion. The determination of optimum condition has been done at the of concentration corn oil of 0%, 5%, 10% and 20% (v/v) in fermentation medium during 12 days fermentation, at room temperature and gyratory shaking at 150 rpm. The samples in this research are observed on the optical density, surface tension and emulsification index. Recovery of product was done by extraction using increasing polarity of solvent, that were hexane, chloroform, ethyl acetate, and buthanol. The product was then identified using FT-IR, and characterized. The product from biotransformation of corn oil was apllied for cadmium removing at room temperature, pH 6 and contact time at 5 and 10 minutes. Seven days fermentation and 20% (v/v) of corn oil in fermentation medium were the optimum condition for biotransformation of corn oil. The product which resulted from chloroform extract had the lowest surface tension of 0,048 N/m and the biggest emulsification index of 96%. Identified using FT-IR showed that the product had hydroxyl, keton group and aliphatic long chain of hydrocarbon. The result of biotransformation of corn oil could form emulsion among water and olive oil was 97%. and it could to decrease olive oil surface tension was 50,8828%. The result of biotransformation of corn oil has not be concluded a biosurfactant. The crude of biotransformation of corn oil gives higher adsorbtion capacity then that of the result of biotransformation of corn oil from chloroform extract. When the contact time of 10 minutes was applied the adsorbtion capacity of crude of biotransformation of corn oil was 1,8235 mg/g, whereas the adsorbtion capacity of the result of biotransformation of corn oil from chloroform extract was 1,3445 mg/g. Key words : Biotransformation, corn oil, Rhodococcus rhodochrous, cadmium
MOTTO
Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan, dan hanya kepada Tuhan-mulah hendaknya kamu berharap. (Q.S. Al Insyirah : 5)
Allah akan selalu menolong hambaNya selama ia mau menolong temannya. (Hadist Bukhari dan Muslim)
PERSEMBAHAN
Karya ini aku persembahkan untuk : Alm Ebes, Mama dan Ibu’ tercinta “Rabigh Firlii Waliwaalidayya Warhamhumaa Kamaa Rabbayaanii Shoghiriraa” Mas Andhy, Mbak Dian dan Izzah ‘bos kecil’ “Terima kasih untuk dukungan dan do’anya buatku” Dek asri “Jangan pernah menyerah, hidup adalah perjuangan” Mas ‘Wahyu’ ku “Yang selalu ada disaat susah dan senang”
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa, karena hanya atas berkah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Skripsi guna memenuhi persyaratn untuk memperoleh gelar sarjan di Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta. Laporan ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Drs. Sutarno, Msc. PhD, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 2. Bapak Drs Sentot Budi Raharjo, PhD, Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 3. Ibu Venty Suryanti, M.Phil, Dosen Pembimbing Akademik dan Pembimbing I, yang selalu memberikan bantuan, arahan dan kesabaran dalam membimbing penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Hastuti, M.Si, Pembimbing II atas bantuan, arahan dan kesabaran dalam membimbing penyusunan skripsi ini. 5. Para laboran di laboratorium Biologi Pusat, laboratorium Kimia Dasar FMIPA, dan Laboratorium Kimia Pusat, atas bantuan dan kerjasama selama penelitian. 6. Rekan-rekan kerja (Dewi, Rona, Widya, Sinug, Mbak Wiwin) terima kasih kerjasamanya. Sukses ya! 7. Sobat-sobatku (Jepit, Ayu’ dan Widhi) bersama kalian hidup terasa lebih berwarna. 8. Semua anak kimia ’02 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu, terima kasih atas bantuannya.
Semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan. Akhir kata, semoga Allh SWT membalas semua kebaikan yang telah penulis terima.
Surakarta, Agustus 2007
Penulis
DAFTAR ISI Hal HALAMAN JUDUL ..................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................
iii
ABSTRAK ..................................................................................................
iv
ABSTRACT................................................................................................
v
MOTTO ......................................................................................................
vi
PERSEMBAHAN .......................................................................................
vii
KATA PENGANTAR ................................................................................
viii
DAFTAR ISI .............................................................................................
x
DAFTAR TABEL ......................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................
xiv
BAB I. PENDAHULUAN .........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ..............................................................
1
B. Perumusan Masalah ....................................................................
2
1.
Identifikasi Masalah .............................
2.
Batasan Masalah ...................................
2
3 3.
Rumusan Masalah ...................................
4
C. Tujuan Penelitian .......................................................................
5
D. Manfaat Penelitian ......................................................................
5
BAB II. LANDASAN TEORI .................................................................
6
A.
Tinjauan Pustaka ................................................................
6
1.
Minyak Jagung ...................................................................
6
2.
Rhodoccocus rhodochrous .................................................
8
3.
Mikroorganisme .................................................................
9
4.
Biotransformasi ..................................................................
14
5.
Surfaktan ............................................................................
15
6.
Biosurfaktan ........................................................................
16
7.
Spektrofotometer UV-Vis ..................................................
21
8.
Fourier Transform Infra Red .............................................
22
9.
Pengambilan Ion Logam Berat ...........................................
24
10.
Spektrofotometer Serapan Atom.........................................
25
B. Kerangka Pemikiran ....................................................................
25
C. Hipotesis ....................................................................................
27
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................
28
A. Metode Penelitian ........................................................................
28
B. Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................
29
C. Alat dan Bahan
........................................................................
29
D. Prosedur Penelitian ......................................................................
30
E. Tehnik Pengumpulan dan Analisa Data ......................................
34
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...........................
37
A. Produksi dan Optimasi Kondisi Biotransformasi Minyak Jagung
37
1. Kurva Pertumbuhan Rhodococcus rhodochrous....................
37
2. Optimasi Kondisi Biotransformasi Minyak Jagung...............
39
B. Recovery Hasil Biotransformasi Minyak Jagung.........................
44
C. Karakteristik Hasil Biotransformasi Minyak Jagung...................
45
1. Identifikasi Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer FT-IR..
45
2. Penentuan Indeks Emulsi .......................................................
51
3. Penentuan Tegangan Permukaan ..........................................
52
D. Aplikasi Hasil Biotransformasi Minyak Jagung ..........................
53
BAB V. PENUTUP ....................................................................................
57
A.
Kesimpulan ............................................................. 57
B.
Saran
...............................................................
57 DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
58
DAFTAR TABEL Hal Tabel 1.
Komposisi Minyak Jagung .............................................................
6
Tabel 2.
Jenis-jenis Asam Lemak Jenuh dan Asam Lemak Tidak Jenuh .....
6
Tabel 3.
Komponen-komponen Bahan yang Tidak Tersabunkan dalam
Minyak Jagung ................................................................................
7
Tabel 4.
Komposisi Minyak Jagung Sebagai Bahan Penelitian pada Label .
7
Tabel 5.
Komposisi Minyak Jagung Berdasarkan Analisis GC MS ............
8
Tabel 6.
Hasil Recovery Supernatan Hasil Biotransformasi Minyak Jagung 200 ml ............................................................................................
Tabel 7.
Perubahan Gugus Fungsi Minyak Jagung dan Hasil Biotransformasi Minyak Jagung dari Ekstrak kloroform .........................................
Tabel 8.
Indeks Emulsi Antara Air dan Minyak Sawit Dengan
47
Penambahan
Hasil Biotransformasi Minyak Jagung dari Ekstrak Kloroform .... Tabel 9.
44
51
Penurunan Tegangan Permukaan Minyak Sawit Sebelum dan Sesudah Penambahan Hasil Biotransformasi Minyak Jagung dari Ekstrak Kloroform .........................................................................
52
DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 1.
Kurva Pertumbuhan Bakteri.......................................................
13
Gambar 2.
Biotransformasi Asam Lemak....................................................
14
Gambar 3.
Kurva Pertumbuhan Bakteri R. rhodochrous.............................
38
Gambar 4.
Grafik Kepadatan Sel (Optical Density) pada Optimasi Kondisi ......................................................................................
Gambar 5
Grafik Tegangan Permukaan Media Fermentasi pada Optimasi Kondisi…………………… .......................................
Gambar6.
46
Analisis FT IR Minyak Jagung (A) dan Hasil Ekstrak Kloroform (B) .............................................................................
Gambar 9.
43
Biotransformasi Asam Lemak Dalam Bentuk Trigliserida Menjadi Asam Lemak Bebas .................................................................
Gambar 8.
41
Grafik Indeks Emulsi Media Fermentasi pada Optimasi Kondisi…………………………… ...........................................
Gambar 7.
40
48
Perkiraan Reaksi Biotransformasi Asam Oleat Menjadi Monohidroksi Stearat dan Keto Stearat .....................................
49
Gambar 10. Perkiraan Reaksi biotransformasi Asam Linoleat Menjadi Monohidroksi Oktadekanoat dan Keto Oktadekanoat ...............
50
Gambar 11. Perkiraan Struktur Hasil Biotransformasi Minyak Jagung Jika Berikatan dengan Logam ..........................................................
53
Gambar 12.
Grafik Persentase Penyerapan Logam Cd.................................
55
Gambar 13.
Kapasitas Penyerapan Logam Cd..............................................
55
DAFTAR LAMPIRAN Hal Lampiran 1. Diagram Alir Cara Kerja .............................................................
61
Lampiran 2. Tabel Pengukuran Penentuan Panjang Gelombang Maksimal Media Cair TSB Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis........
67
Lampiran 3. Data Kurva Pertumbuhan ............................................................
68
Lampiran 4. Data Optimasi Kondis Biotransformasi Minyak Jagung ............
69
Lampiran 5. Uji Statistik Duncan Optial Density, Tegangan Permukaan dan Indeks Emulsi..............................................................................
72
Lampiran 6. Data Tegangan Permukaan Recovery Supernatan Hasil Biotransformasi Minyak Jagung ................................................
82
Lampiran 7. Data Analisa FT IR......................................................................
83
Lampiran 8. Data Indeks Emulsi pada Karakterisasi Hasil Biotrnasformasi Minyak Jagung dari Ekstrak Kloroform ....................................
86
Lampiran 9. Data Tegangan Permukaan Minyak Sawit pada Karakterisasi Hasil Biotransformasi Minyak Jagung .................................................
87
Lampiran 10. Data Aplikasi Biosurfaktan untuk Pengambilan Logam Cd2+...
88
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah
Biotransformasi adalah proses mengubah bahan mentah menjadi produk yang lebih berharga, melalui reaksi kimia yang melibatkan organisme. Organisme ini
berfungsi
sebagai
katalis
dalam
proses
biotransformasi
(http://www.eoearth.org/article.Biotransformation-fig-13-gif). Bahan mentah yang murah seperti glukosa, kompleks karbohidrat seperti pati, gula cair atau bahkan air buangan merupakan substrat yang biasa digunakan untuk biotransformasi. Penggunaan biokatalis dalam biotransformasi dapat berasal dari enzim yang diisolasi atau seluruh sel mikroorganisme (Kian et al, 1997). Dalam
proses
biotransformasi
oleh
suatu
mikroorganisme
hasil
biotransformasi tergantung dari jenis mikroorganisme dan kondisi pertumbuhan seperti sumber karbon, sumber nitrogen, pH, suhu dan aerasi yang digunakan. Struktur hasil biotransformasi merupakan turunan subtrat yang ada dalam media. Beberapa produk berharga baru dihasilkan dari biotransformasi minyak dan lemak oleh aktivitas bakteri, contohnya adalah biosurfaktan (surfaktan yang dihasilkan oleh mikroorganisme ketika ditumbuhkan dalam media dan kondisi tertentu), dimana produk ini dapat menjadi aplikasi industri baru. Aplikasi biosurfaktan dalam dunia industri diantaranya sebagai zat pengemulsi, wetting agent, detergen, adsorben logam. Beberapa contoh biotransformasi minyak nabati oleh aktivitas bakteri adalah minyak zaitun yang mengandung asam lemak tak jenuh yang terdiri dari asam oleat (64-80%), asam linoleat (8-16.5%) dan asam linolenat (1-2%) dapat mengalami biotransformasi oleh aktivitas bakteri Pseudomonas, sp menghasilkan biosurfaktan asam dihidroksi oktadekanoat (Desai and Banat, 1997). Biotransformasi minyak kelapa sawit
oleh Candida bambicola
menghasilkan biosurfaktan jenis sophorolipid yang sebagian besar komponenya terdiri dari asam 17 hidroksi stearat (Ghazali dan Ahmad,1997). Glukosa dengan konsentrasi 7% (v/v) dalam media fermentasi dapat diubah menjadi biosurfaktan
dengan lama fermentasi 4 hari (Assadi, et al, 2000, dalam Kresnadipayana, 2006). Biotransformasi
minyak
kedelai
oleh
Pseudomonas
aeruginosa
dengan
konsentrasi minyak kedelai 10% (v/v) dan lama fermentasi 6 hari diperkirakan menghasilkan biosurfaktan asam hidroksi alkanoat (Muliawati, D.I., 2006). Rhodoccocus rhodochrous dapat digunakan untuk biotransformasi asam lemak tak jenuh pada substrat asam oleat yang menghasilkan asam 10hidroksistearat 55,1% dan asam 10-ketostearat dan jika menggunakan asam linoleat sebagai substrat menghasilkan asam 10-hidroksi-12-oktadekanoat dan asam 10-keto-12-oktadekanoat (Litchfield and pierce,1986 dalam Kian et al, 1997). Minyak jagung adalah salah satu minyak nabati yang mempunyai kandungan asam lemak tak jenuh yang besar yaitu 86-87,6%. Berdasarkan hal ini, maka minyak jagung dapat mengalami biotransformasi karena aktivitas R. rhodochrous dan kemungkinan produk hasil biotransformasi minyak jagung adalah biosurfaktan. Salah satu aplikasi biosurfaktan adalah sebagai adsorben logam berat. Biosurfaktan jenis rhamnolipid telah digunakan untuk pengambilan logam Cd, Pb, dan Zn dari dalam tanah. Penggunaan rhamnolipid sebagai adsorben logam berdasarkan pada gugus hidroksil yang dimiliki rhamnolipid mampu berikatan dengan ion logam berat.(Herman, et al, 1995 dalam Erawati. S, 2007). Hasil biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous diperkirakan membentuk biosurfaktan dan mempunyai gugus hidroksil yang mampu berikatan dengan ion logam berat. Aplikasi produk hasil biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous dalam pengambilan berbagai logam dalam limbah cair mempunyai potensi yang sangat bagus, sehingga pengembangan metode pengambilan berat dengan cara ini sangat penting dilakukan.
B. Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Biotransformasi minyak jagung oleh suatu mikroorganisme kemungkinan dapat menghasilkan biosurfaktan dimana dalam produksinya dipengaruhi oleh kondisi tertentu, meliputi konsentrasi sumber karbon dalam media, lama fermentasi dan kondisi lingkungan. Minyak jagung mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh yang cukup besar sehingga dapat juga berfungsi sebagai sumber karbon tambahan dan dapat mengalami biotransformasi. Variasi konsentrasi minyak jagung dalam media fermentasi diperlukan untuk mengetahui pengaruh sumber karbon tambahan dan konsentrasi optimal dalam proses produksi. Lama fermentasi mempengaruhi pertumbuhan bakteri, karena dalam pertumbuhannya bakteri mengalami kecepatan membelah maksimum pada waktu tertentu dan akan mengalami penurunan kecepatan membelah, pada akhirnya bakteri tersebut akan mati. Kondisi lingkungan meliputi pH, temperatur, kecepatan putar (agitasi) dan konsentrasi garam dalam media fermentasi. Recovery produk hasil biotransformasi diperlukan untuk mengetahui dan mengambil produk hasil biotransformasi minyak jagung yang kemungkinan dapat bersifat sebagai biosurfaktan. Recovery dapat dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran yang meningkat. Produk hasil biotransformasi minyak jagung merupakan turunan substrat dalam media yang mempunyai gugus fungsi yang hampir sama dengan struktur substrat, untuk mengetahui gugus-gugus dan jumlah senyawa yang dihasilkan dari biotransformasi minyak jagung dapat dilakukan dengan identifikasi menggunakan beberapa macam alat, antara lain GC MS (Gas Chromatography-Mass Spectroscophy), HPLC (High Performance Liquid Chromatography), KLT (Kromatografi Lapis Tipis), FT-IR (Fourier Transform-Infra Red), dan NMR ( Nuclear Magnetic Resonance). Tiap-tiap biosurfaktan mempunyai karakteristik tersendiri. Karakterisasi biosurfaktan meliputi pengukuran tegangan permukaan, Konsentrasi Kritik Misel (KKM), indeks emulsi, sistem emulsi, stabilitas emulsi, dan viskositas.
Produk hasil biotransformasi minyak nabati oleh aktivitas mikroorganisme dapat diaplikasikan untuk pengambilan logam berat. Proses pengambilan logam berat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pH larutan, waktu kontak, konsentrasi awal larutan, temperatur dan ukuran adsorben. 2. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut maka dibuat batasan masalah sebagai berikut: a.
Pengoptimalan kondisi dilakukan dengan variasi minyak jagung dalam media fermentasi , yaitu 0%, 5%, 10%, 20% (v/v) dan variasi lama fermentasi, yaitu dilakukan pengamatan setiap hari dari hari ke-0 sampai hari ke-12 yaitu pengamatan tegangan permukaan (metode kenaikkan pipa kapiler), indeks emulsi dan kepadatan sel bakteri (Optical Density /OD) menggunakan spektrofotometer UV-Vis
b. Recovery dilakukan dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran yang meningkat, berturut-turut yaitu nheksana, kloroform, etil asetat dan butanol. c. Identifikasi gugus fungsi produk hasil biotransformasi minyak jagung oleh aktivitas R. rhodochrous dianalisa menggunakan FT-IR. d. Karakterisasi produk hasil biotransformasi minyak jagung sebagai biosurfaktan dilakukan dengan penentuan indeks emulsi dan pengukuran tegangan permukaan minyak sawit. e. Aplikasi hasil biotransformasi minyak jagung oleh aktivitas R. rhodochrous untuk pengambilan logam berat menggunakan ion logam Cd2+ pada kondisi pH 6, temperatur kamar, waktu kontak 5 dan 10 menit dan identifikasi konsentrasi Cd2+ yang terambil menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). 3. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah diatas, rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut:
a. Berapa konsentrasi minyak jagung (% v/v) dan lama fermentasi yang optimum dalam biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous ? b. Gugus fungsi apa saja yang terdapat dalam hasil biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous ? c. Apakah produk hasil bioransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous merupakan biosurfaktan? d. Berapa kapasitas penyerapan hasil biotransformasi minyak jagung terhadap logam Cd pada kondisi pH 6, temperatur kamar dan waktu kontak 5 dan 10 menit? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan produk hasil biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous 2. Mengetahui gugus fungsi produk hasil biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous. 3. Mengetahui produk hasil biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous apakah suatu biosurfaktan. 4. Mengetahui berapa kapasitas penyerapan logam Cd2+ pada kondisi pH 6, temperatur kamar dan waktu kontak 5 dan 10 menit. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi tentang biotransformasi minyak jagung oleh aktivitas R. rhodochrous. 2. Memanfaatkan
nilai
lebih
minyak
jagung
sebagai
substrat
dalam
biotransformasi minyak jagung oleh R.rhodochrous. 3. Alternatif untuk mengatasi pencermaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat.
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Minyak jagung Minyak jagung merupakan trigliserida yang disusun oleh gliserol dan asam-asam lemak. Persentase trigliserida sekitar 98,6 persen, sedangkan sisanya merupakan bahan non minyak, seperti abu, zat warna atau lilin. Komponenkomponen yang terdapat dalam minyak jagung dapat dilihat dalam tabel 1. Tabel 1. Komposisi minyak Jagung No. 1. 2. 3.
Komponen Jumlah (%) Total gliserida 98,6 Bahan tidak tersabunkan Total 1,26 – 1,63 Sitosterol 0,92 – 1,08 Asam lemak (persen dari total asam) Asam lemak jenuh 13 Asam lemak tidak jenuh 86 (Ketaren,1986)
Tabel 2. jenis-jenis asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam Lemak Jenuh 1. Asam palmitat
2. Asam stearat
Sifat Mempunyai atom C sebanyak 16, titik cair 62,90C, dan jumlahnya kurang lebih 10% dari berat minyak mempunyai atom C sebanyak 18, titik cair 69,90C, dan jumlahnya sekitar 3% dari berat minyak
Asam Lemak Tidak Jenuh Sifat 1. Asam oleat titik cair 16,30C (cis 9-oktadekanoat) jumlahnya kurang lebih 30% dari berat minyak 2. Asam linoleat titik cair –5oC (cis-oktadekadienoat) jumlahnya 56% dari berat minyak
Rumus Bangun H3C(CH2)13CH2COOH
H3C(CH2)15CH2COOH Rumus Bangun CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH
CH3(CH2)4CH=CH-CH=CH(CH2)7COOH
(http:/id.wikipedia.org/wiki/Asam lemak, dalam Kresnadipayana, 2006)
Tabel 3. Komponen-komponen bahan yang tidak tersabunkan dalam minyak jagung. Komponen 1. Sitosterol
Jenis campesterol (8-12%) stigmasterol (0,7-1,4%)
2. Lilin
mirisil tetrakosanate mirisil isobehenate
3. Tokoferol
7 metil tokol, 7,8-dimetil tokokrena 5,7,8 trimetil tokoferol alfa tokoferol, 7,8 dimetil tokol xantophyl karoten
4. Karotenoid
Keterangan dari sterol yang ada dan pada proses pemurnian kadar sterol akan turun menjadi 11-12% salah satu fraksi berupa kristal yang dapat dipisahkan pada waktu pemurnian minyak menggunakan suhu rendah tokoferol yang paling penting adalah alfa dan beta tokoferol yang jumlahnya 0,078% jumlahnya xantophyl dan karoten akan menurun pada saat proses pemurnian
(Ketaren,1986) Asam lemak yang menyusun minyak jagung terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Jenis-jenis asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh disertai sifat-sifatnya dapat dilihat dalam Tabel 2. Selain komponen-komponen tersebut diatas, minyak jagung juga mengandung bahan yang tidak tersabunkan. Komponen-komponen bahan yang tidak tersabunkan dalam minyak jagung dapat dilihat dalam Tabel 3. Minyak jagung bermerk dagang Sunbeam mempunyai kandungan asam lemak jenuh sebesar 12,8% dan asam lemak tak jenuh sebesar 87,2%. Komposisi minyak jagung berdasarkan pada label terlihat pada Tabel 4, sedangkan berdasarkan analisis GC MS minyak jagung mengandung asam lemah jenuh sebesar 24,44% dan asam lemak tak jenuh sebesar 75,91%. Komposisi minyak jagung Sunbeam berdasarkan analisis GC MS terlihat dalam tabel 5 (Kresnadipayana, 2006). Tabel 4. Komposisi Minyak Jagung Sebagai Bahan Penelitian pada Label Komposisi (Total Fat 100 g)
Berat (gram)/100 g
% Berat
Asam lemak tidak jenuh (unsaturated)
87,2 g
87,2%
Polyunsaturated
57,9 g
57,9 %
Monounsaturated
29,3 g
29,3%
12,8 g
12,8%
Asam lemak jenuh (saturated)
Tabel 5. Komposisi Minyak Jagung Berdasarkan Analisis GC-MS Jenis Metil Lemak
%
Metil Lemak Jenuh = 24,44%
Metil laurat (n-Dodekanoat) : CH3(CH2)10COOCH3
3,01
Metil miristat (n-Tetradekanoat) : CH3(CH2)12COOCH3
0,63
Metil palmitat (n-heksadekanoat) : CH3(CH2)14COOCH3
17,86
Metil stearat (n-Oktadekanoat) : CH3(CH2)16COOCH3
2,91
Metil Lemak Tidak Jenuh = 75,91%
41,27
Metil Linoleat : CH3(CH2)4HC=CHCH2HC=CH(CH2)7COOCH3
34,30
Metil Oleat : CH3(CH2)7HC=CH(CH2)7COOCH3
(Kresnadipayana, 2006) 2. Rhodococcus rhodochrouss Rhodococcus sp adalah bakteri yang mempunyai aktivitas metabolik yang mampu mendegradasi komponen organik. Rhodococcus sp secara langsung diisolasi dari Quinte danau Ontario Canada. Rhodococcus rhodochrous dapat tumbuh pada media Trypticase Soy Broth dan Trypticase Soy Agar pada suhu 240C (Van Hamme, J.D dan Ward, O.P, 2001) R. rhodochrous adalah suatu bakteri aerob, gram positif, non motil berbentuk batang atau coccus. R. rhodochrous dapat diisolasi dari bermacammacam sumber, misalnya tanah, batuan, kotoran hewan, dan tubuh serangga (K.S Bell et al, 1998). Ciri-ciri bakteri gram positif adalah a. Struktur dinding selnya tebal (15-80 nm) dan berlapis tunggal. b. Komposisi dinding selnya terdiri dari kandungan lipid yang rendah (14%). c. Pertumbuhanya dihambat oleh zat warna. d. Persyaratan nutrisinya relatif rumit, misalnya dalam kaldu infuse jantung. e. Resisten terhadap gangguan fisik. (Pelczar, et al, 1986)
R. rhodochrous telah digunakan oleh Nitto Chemistry Industry Company Ltd (Jepang) untuk memproduksi lebih dari 30 ribu ton akrilamida setiap tahunnya. Dalam R. rhodochrous terdapat enzim nitrilase yang berfungsi dalam transformasi untuk produksi akrilamida, serta produk lain seperti asam akrilik, vitamin nikotinamida dan asam p-aminobenzoat (K.S Bell, et al, 1998). Rhodococcus sp dapat menghasilkan molekul biosurfaktan hasil degradasi alkana. Telah diketahui jenis biosurfaktan yang dihasilkan adalah glikolipid (Iwabuchi, et al, 2004). R rhodochrous dapat mengkonversi asam lemak tak jenuh pada substrat asam oleat menghasilkan asam 10-hidroksistearat 55,1% dan asam 10-ketostearat dan jika menggunakan asam inoleat sebagai substrat akan dihasilkan 22,2% asam 10-hidroksi-12-oktadekanoat dan asam 10-keto-12oktadekanoat (Litchfield and pierce,1986 dalam Kian et al, 1997). 3. Mikroorganisme Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan atau perkembangbiakan mikroorganisme umumnya dibagi ke dalam lima bahasan yaitu a) waktu generasi; b) faktor intrinsik; c) faktor ekstrinsik; d) faktor proses dan e) faktor implisit. a. Waktu Generasi Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk meningkatkan jumlah sel menjadi dua kali lipat jumlah semula. Kurva pertumbuhan mikroorganisme terdiri atas lima fase yaitu: 1) Tahap ancang-ancang. Tahap ancang-ancang mencakup interval waktu antara saat penanaman dan saat tercapainya kecepatan pembelahan maksimum. Lamanya tahap ancang-ancang ini terutama tergantung dari biak awal, umur bahan yang ditanam, dan juga dari sifat larutan biak. 2) Tahap eksponensial. Tahap pertumbuhan eksponensial atau logaritmik ditandai dengan kecepatan pembelahan
maksimum
(kurva
pertumbuhan
terlihat
naik).
Kecepatan
pembelahan diri sepanjang tahap log bersifat spesifik untukk tiap jenis bakteri dan tergantung lingkungan. 3) Tahap stasioner. Tahap stasioner dimulai jika sel-sel sudah tidak tumbuh lagi. Kecepatan pertumbuhan menurun ketika kadar substrat berkurang sebelum substrat habis terpakai. Dengan demikian pengalihan dari tahap eksponensial ke tahap stasioner terjadi berangsur-angsur. Selain karena keterbatasan substrat, juga kepadatan populasi yang tinggi, tekanan parsial oksigen yang rendah dan timbunan produk metabolisme yang toksik, dapat menurunkan kecepatan pertumbuhan dan mengintroduksi tahap stasioner. 4) Tahap kematian. Tahap kematian dan sebab-sebab kematian sel bakteri dalam media biakan normal masih kurang diteliti. Relatif lebih jelas keadaan dimana terjadi penimbunan asam (Eschericia, lactobacillus). Jumlah sel hidup dapat berkurang secara eksponensial. Ada kemungkinan bahwa sel-sel dihancurkan oleh pengaruh enzim asal sel sendiri (otolisis) (Schlegel, 1994) b.
Faktor intrinsik Faktor intrinsik meliputi pH, aktivitas air (activity of water, aw),
kemampuan mengoksidasi-reduksi (redoxpotential, Eh), kandungan nutrien, bahan antimikroba dan struktur bahan makanan. Lazimnya bakteri tumbuh pada pH sekitar netral (6,5 – 7,5). Aktivitas air (aw) adalah perbandingan antara tekanan uap larutan dengan tekanan uap air solven murni pada temperatur yang sama ( aw = p/po ). Ini merupakan jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba dalam pangan dan bukan berarti jumlah total air yang terkandung dalam bahan makanan sebab adanya adsorpsi pada konstituen tak larut dan absorpsi oleh konstituen larut (misalnya gula, garam). Air murni mempunyai aw 1,0 dan bahan makanan yang sepenuhnya terdehidrasi memiliki aw = 0. Batas aw minimum untuk multiplikasi sebagian besar bakteri adalah 0,90 (Yudhabuntara, 2003).
Kemampuan
mengoksidasi-reduksi
(redoxpotential,
Eh)
adalah
perbandingan total daya mengoksidasi (menerima elektron) dengan daya mereduksi (memberi elektron). Berdasarkan Eh, mikroorganisme dibagi menjadi aerob, anaerob, fakultatif anaerob dan mikroaerofilik. Mikroorganisme aerob memerlukan keadaan Eh positif, mikroorganisme anaerob memerlukan Eh negatif, mikroorganisme fakultatif anaerob memerlukan keadaan Eh positif atau negatif dan mikroorganisme mikroaerofilik memerlukan Eh sedikit tereduksi. Pertumbuhan mikroorganisme memerlukan air, energi, nitrogen, vitamin dan faktor pertumbuhan, mineral. Air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme ditentukan oleh aw bahan makanan. Sebagai sumber energi, mikroorganisme memanfaatkan karbohidrat, alkohol dan asam amino yang terdapat dalam bahan makanan. Faktor pertumbuhan yang diperlukan adalah asam amino, purin dan pirimidin, serta vitamin (Yudhabuntara, 2003). c. Faktor Ekstrinsik Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah suhu penyimpanan dan faktor luar lainnya yang pada prinsipnya berhubungan
dengan
pengaruh
atmosferik
seperti
kelembaban,
tekanan
gas/keberadaan gas, juga cahaya dan pengaruh sinar ultraviolet. Berdasarkan suhu optimumnya, mikroorganisme dibagi menjadi psikrofil dengan suhu optimum kurang dari + 20 °C, mesofil (+20° s/d + 40 °C) dan termofil (lebih dari +40 °C). Pada suhu minimum terjadi perubahan membran sel sehingga tidak terjadi transpor zat hara. Sebaliknya pada suhu maksimum terjadi denaturasi enzim, kerusakan protein dan lipida pada membran sel yang menyebabkan lisisnya mikroorganisme. Mikroorganisme patogen biasanya termasuk ke dalam kelompok mesofil. Pengaruh suhu rendah pada mesofil adalah inaktivasi dan perubahan struktur protein permease (Yudhabuntara, 2003). Kelembaban lingkungan (relatif humidity, RH) penting bagi aw bahan makanan dan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan bahan makanan. Ruang penyimpanan yang memiliki RH rendah akan menyebabkan bahan makanan yang tidak dikemas mengalami kekeringan pada permukaannya dan
dengan demikian mengubah nilai aktivitas airnya.Produk bahan makanan yang kering ini bila dibawa ke lingkungan yang lembab (RH tinggi) akan menyerap kelembaban sehingga permukaannya dapat ditumbuhi jamur. Hal yang sama akan terjadi bila bahan makanan yang telah didinginkan dibawa ke lingkungan yang lebih hangat. Hal ini akan menyebabkan kondensasi air di bagian permukaannya. Proses ini penting untuk diperhatikan pada pengepakan produk yang dapat membusuk, karena biasanya ruang pengepakan lebih hangat dibandingkan dengan ruang pendingin, sehingga akan terbentuk lapisan tipis air kondensasi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan aktivitas air yang pada gilirannya dapat mempermudah pertumbuhan mikroorganisme (Yudhabuntara, 2003). Penyimpanan bahan makanan di ruang terbuka meningkatkan kadar CO2 sampai 10% yang dapat dicapai dengan menambahkan es kering (CO2) padat. Penghambatan oleh CO2 meningkat sejalan dengan menurunnya suhu karena solubilitas CO2 meningkat pada suhu rendah. Bakteri Gram negatif lebih rentan terhadap CO2 dibandingkan bakteri Gram positif. Adanya cahaya dan sinar ultra violet dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan kerusakan toxin yang dihasilkannya (Yudhabuntara, 2003). d. Faktor Proses Semua
proses
teknologi
pengolahan
bahan
makanan
mengubah
lingkungan mikro bahan makanan tersebut. Proses tersebut dapat berupa pemanasan, pengeringan, modifikasi pH, penggaraman, curing, pengasapan, iradiasi, tekanan tinggi, pemakaian medan listrik dan pemberian bahan imbuhan pangan (Yudhabuntara, 2003). e. Faktor implisit Faktor lain yang berperan adalah faktor implisit yaitu adanya sinergisme atau antagonisme di antara mikroorganisme yang ada dalam lingkungan bahan makanan. Ketika mikroorganisme tumbuh pada bahan makanan dia akan bersaing untuk memperoleh ruang dan nutrien. Dengan demikian akan terjadi interaksi di
antara mikroorganisme yang berbeda. Interaksi ini dapat saling mendukung maupun saling menghambat (terjadi sinergisme atau antagonisme). (Yudhabuntara, 2003). f. Kurva Pertumbuhan Bakteri Jika bakteri ditanam dalam suatu larutan biak, maka bakteri akan terus tumbuh sampai salah satu faktor mencapai minimum dan pertumbuhan menjadi terbatas. Kalau sepanjang peristiwa ini tidak diadakan penambahan nutrien atau penyaluran keluar produk-produk metabolisme, maka pertumbuhan dalam lingkungan seperti ini disebut kultur statik. Pertumbuhan dalam “sistem tertutup” seperti ini mematuhi hukum-hukum, yang tidak hanya berlaku untuk organisme bersel tunggal saja, tetapi juga untuk organisme bersel banyak dengan pertumbuahan yang dibatasi secara genetik. Pertumbuhan biak bakteri dengan mudah dapat dinyatakan secara grafik dengan logaritma jumlah sel terhadap waktu. Suatu kurva pertumbuhan (Gambar 1) khas mempunyai bentuk sigmoid dan dapat dibedakan dalam beberapa tahap pertumbuhan yang muncul secara teratur, sangat atau kurang menonjol: tahap ancang-ancang (lag-phase), tahap eksponensial (logaritmik), tahap stasioner dan tahap menuju kematian.
Gambar 1. Kurva Pertumbuhan bakteri (Schlegel, 1994)
4. Biotransformasi Biotransformasi merupakan salah satu aspek dari bioteknologi yang dapat diartikan penggunaan biokatalis untuk mengubah bahan mentah menjadi produk yang lebih berharga. Biokatalis yang digunakan dapat berupa enzim yang diisolasi atau seluruh sel mikroba. Pada kasus dimana biotransformasi merupakan satu tahap reaksi dan enzim tanpa kofaktor tersedia, maka enzim yang diisolasi menjadi tidak bergerak merupakan biokatalis yang efisien, contoh yang menarik yaitu penggunaan lipase untuk sintetis ester. Biotransformasi dapat juga diartikan sebagai reaksi multi tahap dan relatif kompleks, khususnya dimana tahap enzimatik membutuhkan kofaktor, dan kemungkinan menggunakan biokatalis yang berupa sel mikroba. Bahan mentah yang murah seperti glukosa, kompleks karbohidrat seperti pati, gula cair atau bahkan air buangan merupakan substrat favorit untuk biotransformasi, tetapi sejumlah produk berharga baru dapat diturunkan dari minyak dan lemak. Produk ini mungkin dapat menjadi aplikasi industri yang baru (Kian, et al., 1997)
Gambar 2. Biotransformasi Asam Lemak (Kian, et al., 1997) Reaksi
biotransformasi
pada
asam
lemak
mempunyai
banyak
kemungkinan. Biotransformasi pada asam lemak jenuh dapat terjadi reaksi oksidasi, bioreduksi, desaturasi dan hidroksilasi sedangkan pada asam lemak tidak jenuh dapat terjadi reaksi biohidrogenasi,
hidroksilasi
dan epoksidasi.
Kemungkinan biotransformasi asam lemak disajikan pada gambar 2, dimana reaksi tidak terbatas pada suatu reaksi dan posisinya (Kian, et al 1997 :3). Suatu garam lemak jenuh, natrium oktanoat mengalami biotransformasi menjadi monomer-monomer asam (R)-(-)-3hidroksi heksanoat, asam (R)-(-)-3-hidroksi oktanoat, asam (R)-(-)-3-hidroksi dekaonat, dan asam (R)-(-)-3-hidroksi dodekanoat (Wang,et al, 1999). Suatu asam lemak tidak jenuh, asam linoleat mengalami biotransformasi menjadi asam 12,13,17-trihidroksi-(Z)-oktadekanoat dan asam resinoleat menjadi 7,10,12-trihidroksi-8(E)-oktadekanoat. (Kim, et al., 2000 dalam Kresnadipayana, 2006) 5. Surfaktan Substansi surface-active atau surfaktan adalah molekul yang mempunyai karakteristik ampifilik, yaitu sifat hidrofilik dan hidrofobik (Hutchinson dkk, 1967; Van Dyke dkk, 1991 dalam Ghazali dan Ahmad, 1997). Karena keberadaan gugus hidrofilik dan hidrofobik dalam molekul yang sama, surfaktan membagi pada antarpermukaan antara fase cair dari derajat polaritas dan ikatan hidrogen. Surfaktan cenderung untuk berakumulasi pada antarmuka. Hal ini dapat menurunkan tegangan muka antara dua fasa sehingga akan mengakibatkan perubahan pada energi sistem. Dan sistem akan lebih stabil dengan energi bebas yang lebih rendah. Kelarutan surfaktan dalam air dipengaruhi oleh panjang rantairantai karbon. Semakin panjang rantai karbon maka kelarutannya dalam air akan berkurang dan kelarutan dalam hidrokarbon makin besar. Berdasarkan sifat-sifat gugus hidrofilik yaitu gugus yang bersifat polar, surfaktan dikelompokkan sebagai berikut : a. Surfaktan ionik surfaktan ionik adalah surfaktan yang bagian hidrofiliknya bermuatan 1) Anionik yaitu molekul aktif permukaannya mempunyai muatan negatif. Contoh : sabun (RCOO-Na+) 2) Kationik yaitu bagian molekul aktif permukaannya mempunyai
muatan
positif. Contoh : garam ammonium rantai panjang R+NH3Cl- dan ammonium klorida kuartener R+N(CH3)3Cl3) Zwitterion yaitu bagian hidrofiliknya bermuatan positif dan negatif.
b. Surfaktan non ionik Surfaktan nonionik merupakan surfaktan yang bagian hidrofiliknya tidak bermuatan atau netral. (Moroy, 1992) 6. Biosurfaktan Surfaktan yang dihasilkan oleh mikroorganisme tertentu ketika ditumbuhkan dalam media dan kondisi tertentu disebut biosurfaktan. Banyak organisme menghasilkan surface-active saat tumbuh dalam media yang terdiri dari sumber karbon. Biosurfaktan, terdiri dari lemak kompleks atau sederhana atau turunannya. Bagian hidrofobik biasanya merupakan rantai karbon asam karboksilat yang secara kovalen disambung oleh ester atau ikatan amida pada bagian hidrofilik yang ditarik dari range yang luas dari gugus fungsi organik (nonionik, bermuatan positif, bermuatan negatif atau amfoter) (Ghazali dan Ahmad, 1997). Biosurfaktan disintesis secara ekstraseluler atau bersamaan dengan dinding selnya (Zajic dkk, 1984, dalam Ghazali dan Ahmad, 1997). Jika ekstraseluler maka akan menyebabkan emulsifikasi dari sumber karbon, dan jika bersamaan dengan dinding sel maka akan memfasilitasi penembusan sumber karbon ke ruang perplasmik dengan merubah struktur dari dinding sel (Lang dkk, 1987 dalam Ghazali dan Ahmad, 1997). a. Pengelompokan biosurfaktan Berdasarkan struktur dari bagian hidrofilik, biosurfaktan diklasifikasikan ke dalam lima tipe, yaitu : lipopeptida, glikolipid, lipopolisakarida, lipid netral dan asam lemak atau fosfolipida. Indikasi keberadaan dari biosurfaktan adalah penentuan tegangan permukaan, tegangan antar muka dan konsentrasi kritis missel (Ghazali dan Ahmad,1997:35). b. Karakterisasi biosurfaktan 1) Tegangan Permukaan Tegangan permukaaan () suatu cairan dapat didefinisikan sebagai banyaknya kerja yang dibutuhkan untuk memperluaskan permukaan cairan
sebanyak satu satuan luas. dinyatakan dalam Nm-1 atau dyne cm-1 dimana 1 dyne cm-1 = 10-3 Nm-1. Molekul-molekul cairan yang berada dibagian dalam fase cair seluruhnya akan dikelilingi oleh molekul-molekul dengan tarik-menarik sama ke segala arah, lain halnya dengan molekul-molekul cairan pada permukaan. Molekul-molekul itu disebelah bawah dikelilingi oleh molekul-molekul cairan, sedang dibagian atas oleh fase uap, sehingga gaya tarik ke bawah lebih besar dari gaya tarik ke atas. Hal ini menimbulkan sifat kecenderungan untuk memperkecil luas permukaan. Besar gaya yang bekerja tegak lurus pada satu satuan panjang permukaan disebut tegangan permukaan yang dapat dinyatakan dengan satuan dyne per cm dalam sistem cgs. Tegangan muka dapat ditentukan dengan beberapa metode antara lain : a) Metode kenaikkan kapiler b) Metode tetes (Drop Weight) c) Metode tekanan maksimum gelembung d) Metode cinicin du Nuoy a) Metode kenaikkan kapiler Bila suatu pipa kapiler dimasukkan ke dalam cairan yang membasahi dinding, maka cairan akan masuk ke dalam kapiler karena adanya tegangan muka. Energi paling rendah didapat saat lapisan tipis menutupi sebanyak mungkin kaca tersebut. Ketika lapiasan tipis ini merembet ke atas dinding bagian dalam, lapisan tipis itu mempunyai efek melengkungkan permukaan cairan ke dalam pipa. Kenaikan cairan sampai pada suatu tinggi tertentu terjadi keseimbangan antara gaya ke atas dan ke bawah. Gaya ke bawah adalah π r2 h d g Dimana h = tinggi permukaan g = percepatan gravitasi
d = berat jenis r = jari – jari kapiler
sedang gaya ke atas adalah 2 π r γ cos θ dengan
γ adalah tegangan muka dan θ adalah suatu sudut kontak. Pada
kesimpulannya, gaya ke bawah = gaya ke atas, sehingga jika diambil pendekatan θ = 0 (karena pada umumnya θ sangat kecil mendekati nol), didapatkan : 2 π r γ = π r2 h d g
γ=
rhdg …………………………………………………………..(1) 2
percobaan di atas digunakan untuk membandingkan cairan yang ditentukan tegangan mukanya dengan cairan yang sudah diketahui misal air, sehingga diperoleh persamaan:
air rhair d air g / 2 hair d air x rhx d x g / 2 hx d x …………………………………………..(2) hair d air x air hx d x γx = tegangan permukaan zat cair yang ditentukan γair = tegangan permukaan air dair = berat jenis air dx = berat jenis zat cair hair = tinggi permukaan air hx = tinggi permukaan zat cair (Rosen,1978) b)
Metode tetes
Bila cairan tepat akan menetes maka gaya tegangan permukaan sama dengan gaya yang disebabkan oleh massa cairan sebagai gaya berat itu sendiri. Gaya berat cairan = m.g Gaya tegangan permukaan = 2 r maka =
mg 2 r
diambil volume tertentu yang sama dan dihitung jumlah tetesan yang terjadi. Misal : volume = V berat jenis = d massa satu tetes zat cair = m jumlah tetes dalam volume V = n maka m=
Vd n
sehingga persamaannya menjadi :
=
Vdg 2 r n
x =
d x nair air d air n x
air =
V d air g 2 r n air
x =
V dx g .........................................................................................(3) 2 r nx
c) Metode tekanan maksimum gelembung Prinsipnya adalah tegangan permukaan dari tekanan maksimum yang dibentuk untuk mengeluarkan gelembung pada ujung pipa kapiler. = r/2 (P0 + h1 g –h2 d g).......................................................................(4) = tegangan permukaan (N/m) Po = tekanan 1 atm = massa jenis air h1 = kenaikan air g
= gravitasi bumi
h2 = kenaikan larutan d = massa jenis larutan (Atkins,1999) d) Metode cincin de Nuoy Jika cincin berada pada permukaan ciran maka untuk melepaskan cincin dari permukaan cairan diperlukan suatu gaya permukanan yang besarnya 4 R Gaya pada permukaan dalam dirumuskan = 2 r Gaya pada permukaan luar dirumuskan = 2 R Gaya keatas dirumuskan = f F Gaya kebawah dirumuskan = 2 r - 2 R Jika tebal cincin sangat tipis maka r = R, sehingga gaya keatas sama dengan gaya kebawah. Maka persamaannya menjadi : =f F/(4 R).................................................................................................(5) f = faktor koreksi
F = gaya yang terukur pada alat (N) R = jari-jari cincin (cm) = tegangan permukaan (dyne/cm, N/cm) 2) Kestabilan emulsi Emulsi adalah dispersi suatu campuran, yang molekul – molekul kedua campuran tersebut tidak saling bercampur atau bercampur sebagian. Pada suatu emulsi terdapat tiga bagian utama yaitu fase terdispersi, terdiri dari butir –butir yang biasanya terdiri dari minyak. Bagian kedua adalah zat pendispersi yang biasanya air dan bagian ketiga adalah zat pengemulsi yang menjaga agar butiran minyak tetap terdispersi dalam air (Shaw, J.D, 1992). Pengurangan daerah antarmuka dengan pengumpulan mengurangi energi sistem dan proses ini secara termodinamika lebih disukai, karena alasan ini Garret mendefinisikan emulsi stabil sebagai emulsi yang akan menjaga sejumlah ukuran partikel yang sama dari fase terdispersi per satuan volume dari fase pendispersi. Energi antar muka total harus tidak bervariasi dengan waktu untuk memenuhi definisi ini. Kestabilan kinetik suatu emulsi adalah keadaan dimana sifat-sifat fisika kimia dari suatu emulsi tidak berubah secara berarti selama satu periode waktu yang cukup lama. Surfaktan sebagai zat pengemulsi berfungsi untuk memudahkan pembentukan emulsi dengan mekanisme sebagai berikut : 1. Mengurangi tegangan antarmuka Pengurangan tegangan antarmuka menurunkan energi bebas yang dihasilkan pada dispersi, karena sistem dengan energi bebas yang lebih rendah akan lebih stabil. 2. Pembentukan suatu lapisan antarmuka Berfungsi sebagai pembatas mekanik untuk penggabungan surfaktan yang merupakan molekul amfifilik mengatur dirinya pada antarmuka air-minyak dalam posisi yang paling disukai. Bagian hidrofobik dalam fasa minyak dan bagian hidrofilik dalam fasa air. Selain itu surfaktan cenderung
berkumpul pada antarmuka sebagai lapisan monomolekular. Jika konsentrasi zat pengemulsi cukup tinggi, pengemulsi membentuk suatu lapisan yang kaku antara fase yang tidak bercampur tersebut, yang bertindak sebagai suatu penghalang mekanik untuk bergabungnya partikel terdispersi. Emulsi yang stabil adalah emulsi yang molekul – molekul surfaktannya terkemas rapat (berdekatan) dan membentuk suatu lapisan antarmuka yang kuat. 3. Pembentukan lapisan rangkap listrik Berfungsi sebagai penghalang elektrik untuk mendekatnya partikel terdispersi potensial yang dihasilkan oleh lapisan rangkap tersebut, menciptakan suatu pengaruh tolak menolak antara tetesan – tetesan minyak, sehingga mencegah penggabungan. (Shaw, J.D, 1992) 7. Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometri UV-Vis adalah salah satu teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat (190 – 380 nm) dan sinar tampak (380 – 180 nm). Radiasi ultraviolet jauh (100 – 190 nm) tidak dipakai sebab pada daerah radiasi tersebut diabsorbsi oleh udara. Suatu molekul sederhana apabila dikenakan radiasi elektromegnetik akan mengabsorbsi radiasi alektromegnetik yang energinya sesuai. Interaksi tersebut akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat keadaan eksitasi. Apabila molekul yang sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada satu macam gugus, maka akan terjadi satu absorbsi yang merupakan garis spektrum. Analisis dengan spektrofotometer UV-Vis selalu melibatkan pembacaan absorbansi radiasi elektromegnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan. Apabila suatu radiasi elektromagnetik dikenakan kepada suatu larutan dengan intensitas mula-mula (I0), maka sebagian radiasi tersebut akan diteruskan (It) dan sebagian akan diabsorbsi (Ia), sehingga : I0 = Ia + It
....................................................................................................................................................... (6)
Bouger, Lambert dan Beer membuat formula secara matematik hubungan antara transmitan atau absorban terhadap intensitas radiasi atau konsentrasi zat yang dianalisi dan tebal larutan yang mengabsorbsi sebagai : T=
It 10 .c.b I0
A = log
1 .c.b ……………………………………………………………..…(7) T
Dimana T = persen transmitan I0 = intensitas radiasi yang dating It = intensitas radiasi yang diteruskan = absorbansi molar (L. mol-1cm-1) c = konsentrasi (mol. L-1) b = tebal larutan (cm) A = absorbansi
(Sastrohamidjojo, 1991)
8. Fourier Transform Infrared (FT-IR) Suatu molekul dapat menyerap energi sinar inframerah (IR) apabila gerakan vibrasi dan rotasi dari molekul tersebut menghasilkan perubahan netto momen dwikutubnya, sehingga medan listrik bolak-balik dari sinar inframerah sama dengan fekruensi vibrasi alamiah dari molekul tersebut, maka sinar inframerah akan terserap molekul. Daerah sinar infra merah (IR) yang terpenting dalam pennetuan struktur suatu senyawa berkisar antara 4000 cm-1 – 300 cm-1 (Silverstein, et al, 1986). Ada dua macam gerakan vibrasi suatu molekul, yaitu vibrasi ulur dan vibrasi tekuk. Vibrasi ulur terdiri dari vibrasi simetri dan vibrasi asimetri sedangkan vibrasi tekuk terdiri dari vibrasi gunting (scissoring), goyang (rocking), kibas (wagging) dan putar (twisting). Fekruensi vibrasi ulur antara 2 atom dan ikatan yang menghubungkan dapat dihitung berdasarkan hokum Hooke (Sastrohamidjojo, 1991), dinyatakan dengan persamaan 5.
v
1 K ……………….…………………………………………………(8) 2 c
Keterangan : ν = Frekuansi (det-1)
C = Kecepatan cahaya (3 x 1010 cm/det) K = Tetapan gaya untuk ikatan (Nm-1) μ = Massa dua atom (g) Interpretasi serapan inframerah (IR) dari beberapa vibrasi gugus – gugus fungsi senyawa organik (Sastrohamidjojo, 1991) : a. daerah ulur hidrogen (3700 – 2700 cm-1) Puncak terjadi karena vibrasi ulur dari atom hidrogen dengan atom lainnya. Frekuensi jauh lebih besar sehingga interaksi dapat terabaikan. Puncak absorbsi timbul pada daerah 3700 – 3100 cm-1 karena vibrasi ulur dari OH atau NH. Ikatan hidrogen menyebabkan puncak melebar dan terjadi pergeseran kearah bilangan gelombang yang lebih pendek, sedangkan vibrasi CH alifatik timbul pada 3000 – 2850 cm-1. Perubahan struktur dari ikatan CH akan menyebabkan puncak bergeser kearah yang maksimum. Rentangan NH muncul pada kisaran 3500 -3300 cm-1. Amin primer mempunyai dua serapan sedangkan amin sekunder mempunyai satu serapan. Amin tersier tidak memiliki rentang NH. Vibrasi bengkok NH pada amin primer menghasilkan serapan melebar pada kisaran 1640 – 1560 cm-1. Amin sekunder menyerap dekat 1600 cm-1. Rentang CN muncul pada daerah 1350 – 1000 cm-1. b. daerah ikatan rangkap dua (1950 – 1550 cm-1) vibrasi ulur dari gugus karbonil dapat dikarakterisasi seperti keton, aldehid asam, semuanya mempunyai puncak pada 1700 cm-1. Ester, halida–halida asam, anhidrida–anhidrida asama mengabsorbsi pada 1770 – 1725 cm-1 konjugasi menyebabkan puncak absorbsi menjadi lebih rendah sampai 1700 cm-1. Puncak yang disebabkan oleh vibrasi ulur dari –C=C- dan C=N terletak pada 1690 – 1600 cm-1. Cincin aromatik menunjukkan puncak dalam daerah 1650 – 1450 cm-1, yang dengan derajad substitusi rendah menunjukkan puncak pada 1600, 1580, 1500, dan 1450 cm-1. c. daerah sidik jari terletak pada 1500 – 1700 cm-1 dimana sedikit saja perbedaan dalam struktur dan susunan molekul, akan menyebabkan distribusi puncak absorbsi berubah. Dalam daerah ini untuk
memastikan senyawa organik adalah dengan cara membandingkan dengan pembandingnya. Pita absorbsi dalam daerah ini disebabkan karena bermacammacam interaksi, sehingga tidak mungkin dapat menginterpretasikan dengan tepat, walaupun kadang–kadang puncak yang kompleks ini dapat bermanfaat untuk identifikasi seperti C-O-C dalam eter dan ester yang mengabsorbsi pada 1200 cm-1, C-Cl pada 700 – 800 cm-1, SO42-, PO43-, NO3-, CO32- menunjukkan absorbsi kuat di bawah 1200 cm-1. 9. Pengambilan Ion Logam berat Logam berat sangat banyak digunakan dalam kehidupan manusia, contohnya sebagai bahan pewarna industri plastik dan elektroplating. Keberadaan logam berat dapat menimbulkan dampak yang berbahaya bagi kesehatan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengambil logam berat dari sumber pencemaran, antara lain adsorpsi, biosorpsi, ekstraksi cair-cair, transport membran cair, dan pertukaran ion (Palar, 1994). Metode adsorpsi telah berhasil digunakan oleh Kisworo (2004) untuk mengambil ion logam cadmium (Cd) dalam limbah cair industri cat menggunakan alofan alam dengan prosentase penyerapan 82,1326%. Susilowati (2005) telah berhasil menggunakan metode biosorpsi dalam pengambilan logam seng (II). Susilowati menggunakan biomassa Aspergillus oryzae pada kondisi pH 5-7 dan waktu kontak 60 menit, dengan kapasitas penyerapan 217,0329 mg/g. Metode ekstraksi telah digunakan Ariwibowo (2004) untuk mengambil ion logam Pb. Ekstraksi menggunakan Dibenzo-18-crown-6 dan metil orange sebagai counter ion, pada kondisi optimum yaitu pH 7,5 dan waktu ekstraksi 5 menit, memberikan hasil prosentase ekstraksi sebesar 7,236%. Pengambilan ion logam berat menggunakan biosurfaktan telah dilakukan Jeewong Kim dan Vipulanandan (1998). Biosurfaktan yang digunakan adalah biosurfaktan hasil biotransformasi minyak nabati bekas pakai, dan diperoleh kapasitas penyerapan sebesar 3,75 mg/g.
10. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) SSA merupakan teknik spektrofotometer yang didasarkan absorbansi energi oleh atom. Untuk dapat terjadi proses absorpsi atom hal yang diperlukan adalah sumber radiasi monokromatik dan alat untuk menguapkan sampel dan memperoleh atom ground state dari unsur yang diharapkan. Metode ini sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Sekitar 70 unsur dapat ditentukan dengan SSA dengan besarnya konsentrsi sekitar 10 ppm untuk beberapa bahan yang sulit dan jarang, sampai dengan dibawah 1 ppb untuk mercuri. Metode SSA berprinsip pada adsorbsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada gelombag cahaya tertentu, tergantung pada sifat unsurnya, misalkan natrium menyerap pada 589 nm, uranium menyerap pada 358,5 nm, sedangkan kalium pada 766,5 nm (Khopkar, S.M, 1990). Sumber sinar pada SSA disebut hollow chatode lamp, setiap logam membutuhkan sumber sinar untuk memanaskannya. Hanya satu logam yang dapat dianalisa dalam satu pengukuran. Sebagai contoh, untuk menganalisa sampel perak maka harus digunakan lampu perak. Jika digunakan lampu multi unsur harus diset monokromator pada panjang gelombang logam (Shugar,1996) B. Kerangka Pemikiran Biotransformasi adalah proses mengubah bahan mentah menjadi produk yang lebih berharga melalui reaksi kimia yang melibatkan organisme. Minyak jagung yang mempunyai kandungan asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dapat mengalami biotransformasi oleh aktivitas bakteri dan diperkirakan membentuk biosurfaktan, karena beberapa produk biotransformasi minyak dan lemak menghasilkan biosurfaktan, contohnya minyak zaitun mengalami biotransformasi oleh Pseudomonas, sp menghasilkan biosurfaktan asam dihidroksi oktadekanoat (Desai dan Banat, 1997). Biotransformasi minyak kelapa sawit oleh Candida bambicola menghasilkan biosurfaktan jenis shoporolipid yang sebagian besar komponennya terdiri dari asam 17 hidroksi stearat (Ghazali dan Ahmad, 1997).
Media berperan penting dalam biotransformasi minyak jagung oleh aktivitas bakteri, karena media adalah tempat tumbuh bakteri dan sumber nutrisi bagi bakteri. Media cair yang digunakan untuk biotransformasi minyak jagung adalah Tripticase Soy Broth (TSB), karena mengandung pepton, glukosa dan garam-garaman. Media fermentasi dilakukan penambahan minyak jagung ke dalam media cair, karena minyak jagung mempunyai kandungan asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh, maka minyak jagung dapat berfungsi sebagai substrat yang akan mengalami biotransformasi dan diperkirakan membentuk biosurfaktan. Asam lemak tak jenuh dalam minyak jagung cukup besar, maka kemungkinan besar ikatan rangkap pada asam lemak tak jenuh akan mengalami biotransformasi menjadi gugus hidroksil dan gugus keton.. Mikroorganisme yang digunakan
untuk
biotransformasi
minyak
jagung
adalah
Rhodoccocus
rhodochrous karena sudah terbukti dapat melakukan biotransformasi beberapa asam lemak tidak jenuh menjadi suatu asam hidroksi alkanoat dan asam keto alkanoat. Pada biotransformasi minyak jagung oleh aktivitas bakteri mempunyai kondisi optimal, karena dalam biotransformasi minyak jagung dipengaruhi oleh banyaknya sumber karbon dalam media fermentasi, lama fermentasi dan kondisi lingkungan. Pada penelitian ini, variasi konsentrasi minyak jagung dalam media fermentasi (v/v) dan lamanya fermentasi digunakan untuk memperoleh hasil biotransformasi minyak jagung yang optimal. Biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous kemungkinan dapat menghasilkan suatu biosurfaktan, maka untuk mengetahui kondisi optimal dalam biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous dilakukan pengamatan kepadatan sel bakteri (Optical Density/OD), tegangan permukaan dan indeks emulsi setiap harinya Hasil dari biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous diperkirakan membentuk biosurfaktan dan merupakan turunan substrat yang ada dalam
media
yang
mengalami
biotransformasi
sehingga
dimungkinkan
mempunyai gugus fungsi yang dapat diidentifikasi menggunakan FT-IR. Biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous kemungkinan menghasilkan biosurfaktan, dimana untuk mengindikasikan biosurfaktan dapat dilakukan dengan
penentuan indeks emulsi antara air dengan minyak sawit dan pengukuran tegangan permukaan minyak sawit. Biosurfaktan dapat diaplikasikan sebagai adsorben logam, contohnya biosurfaktan jenis rhamnolipid telah digunakan untuk pengambilan logam Cd, Pb, dan Zn dari dalam tanah. Penggunaan rhamnolipid sebagai adsorben logam berdasarkan pada gugus hidroksil yang dimiliki rhamnolipid mampu berikatan dengan ion logam berat.(Herman, et al, 1995 dalam Erawati. S, 2007). Hasil biotransformasi minyak jagung diperkirakan membentuk biosurfaktan dan mempunyai gugus hidroksil dalam gugus karboksilat yang beasal dari asam lemak tidak jenuh, sehingga dapat diaplikasikan untuk pengambilan logam berat, misalnya Cd2+. C. Hipotesis 1. Minyak jagung dapat mengalami biotransformasi oleh aktivitas R. rhodochrous 2. Hasil biotransformasi minyak jagung mempunyai gugus hidroksil, gugus keton dan rantai panjang hidrokarbon. 3. Hasil biotransformasi minyak jagung oleh aktivitas R. rhodochrous merupakan suatu biosurfaktan. 4. Kapasitas penyerapan hasil biotransformasi minyak jagung oleh aktivitas R. rhodochrous pada kondisi pH 6, temperatur kamar, dengan waktu kontak 5 dan 10 menit terhadap logam Cd2+ cukup besar.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.
Metode penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental. Minyak jagung yang digunakan dianalisa menggunakan FT-IR untuk mengetahui gugus fungsi pada senyawa yang terkandung dalam minyak jagung. Kurva pertumbuhan Rhodococcus rhodochrous ditentukan dengan kepadatan sel bakteri (Optical Density/OD) pada media inokulum menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Optimasi kondisi biotransformasi minyak jagung oleh Rhodoccocus rhodochrous dilakukan dengan variasi konsentrasi minyak jagung dalam media fermentasi, yaitu 0, 5%, 10%, dan 20% (v/v) dan lama fermentasi selama 12 hari. Parameter
optimasi
kondisi
adalah
pengukuran
OD
menggunakan
spektrofotometer UV-Vis, pengukuran tegangan permukaan menggunakan metode kenaikan kapiler dengan zat pembanding air, penentuan indeks emulsi dengan cara membandingkan ketinggian terbentuknya emulsi dengan ketinggian total sistem emulsi. Recovery hasil biotransformasi minyak jagung dilakukan dengan cara sentrifugasi dengan kecepatan 12500 rpm selama 20 menit, kemudian supernatan diekstraksi menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran meningkat yaitu n-heksana, kloroform, etil asetat dan butanol. Senyawa yang terekstrak pada masing-masing pelarut dilakukan uji tegangan permukaan dan indeks emulsi.. Karakterisasi hasil biotransformasi minyak jagung dari senyawa yang mengindikasikan biosurfaktan (mempunyai tegangan permukaan terkecil dan indeks emulsi terbesar) meliputi identifikasi gugus fungsinya menggunakan spektrofotometer infra merah,.penentuan indeks emulsi antara air dan minyak sawit dan penentuan tegangan permukaan minyak sawit. Aplikasi hasil biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous untuk pengambilan logam Cd2+, konsentrasi logam yang terambil dianalisa dengan Spektrofotometer Serapan Atom.
B.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari 2006 sampai Februari 2007. Produksi biosurfaktan dilakukan di Sub Laboratorium Biologi Pusat UNS. Identifikasi biosurfaktan dilakukan di Laboratorium Kimia FMIPA UGM. Karakterisis biosurfaktan yang diperoleh dan pengukuran konsentrasi logam Cd2+ yang terambil biosurfaktan dilakukan di Sub Laboratoriun Pusat UNS. C.
Alat dan Bahan
1. Alat yang dipergunakan adalah : a. Autocalave, Ogawa Seiki Co, LTD b. Sentrifuge, Sorvall Super T21 c. Vortex Mixer, Gemmy Industrial, Corp d. Neraca Analitis, Mettler Toledo AT400 e. Peralatan gelas pyrek, Merck f. Spektrofotometer UV VIS, Shimadzu UV-160 IPC g. Seperangkat alat FT-IR h. PH meter, Corning i. Seperangkat alat metode kenaikkan kapiler j. Seperangkat alat pengukuran indeks emulsifier k. Spektrofotometer AAS l. Shaker, IKA labortechnik m. Hot Plate n. Magnetic strirer o. Bunsen p. Kawat ose 2. Bahan – bahan yang diperlukan adalah : a. Minyak jagung, Sunbeam b. Trypticase Soy Agar, Merck c. Tryptic Soy broth, Merck d. Minyak sawit, Bimoli
e. Kloroform, Merck f. Butanol , Merck g. Inokulum R. rhodochrous FNCC 0066 dibeli dari PAU UGM h. Heksana , Merck i. Etil asetat , Merck j. Natrium sulfat, Merck k. Kertas saring, whatman no 42 l. Cd(NO3)2, Merck m. HNO3, Merck n. Akuades o. Kapas steril p. Alumunium foil q. Alkohol 96% D. Prosedur Penelitian Dalam prosedur penelitian ini dilakukan dengan urut. Setiap tahap yang dilakukan bertujuan untuk menentukan tahap penelitian selanjutnya. Diagram alir cara kerja tercantum dalam lampiran 1. 1. Analisa komposisi minyak jagung a. Analisa dengan menggunakan FT-IR Minyak jagung dioleskan pada preparat dan diukur transmisinya pada bilangan gelombang 4000 cm-1 sampai 500 cm-1. 2. Produksi dan Optimasi Kondisi Biotransformasi Minyak Jagung a. Penyiapan Inokulum R. rhodochrous disimpan dalam lemari pendingin (40C) sebagai biakan stok (stock culture) pada TSA (Trypticase Soy Agar). R. rhodochrous ditumbuhkan dalam media cair dengan komposisi 30 g/Liter Tryptic Soy broth, pada temperatur kamar dishaker dengan kecepatan 150 rpm selama 24 jam. Setelah tumbuh, biakan siap untuk dipindahkan ke media fermentasi.
b. Kurva Pertumbuhan Bakteri 1) Fermentasi dilakukan pada suhu kamar dengan kecepatan 150 rpm dalam tabung reaksi dengan volume 3 ml media cair selama 24 jam, kemudian diambil 200 l dipindah ke 25 ml media fermentasi dishaker 150 rpm selama 24 jam, kemudian diambil 5 ml dipindah ke 125 ml media fermentasi dishaker 150 rpm selama 24 jam. 2) Bakteri yang telah ditumbuhkan ke dalam media dilakukan pengukuran absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer UVVis setiap jam selama 18 jam selanjutnya setiap 3 jam sampai 24 jam. c. Kultur Fermentasi Media fermentasi dibuat dengan komposisi 30 g/Liter Triptic Soy Broth dan minyak jagung, dengan variasi konsentrasi 0%, 5%, 10%, dan 20% (v/v). Fermentasi dilakukan pada suhu kamar dengan kecepatan 150 rpm dalam tabung reaksi dengan volume 3 ml media cair TSB selama 10 jam, kemudian diambil 200 µl dipindahkan kedalam 5 ml media fermentasi dengan konsentrasi minyak jagung 5% (v/v) dan dishaker selama 10 jam dengan kecepatan 150 rpm, kemudian diambil 200 µl dipindah kedalam 25 ml media fermentasi dishaker selama 10 jam dengan kecepatan 150 rpm. Setelah 10 jam, diambil 5 ml dipindah kedalam 125 ml media fermentasi. d. Optimasi Kondisi Untuk optimasi kondisi akan dilakukan produksi biotransformasi minyak jagung dengan : 1) Variasi minyak jagung dalam media fermentasi, yaitu 0%, 5%, 10% dan 20% (v/v). 2) Variasi lama fermentasi, yaitu akan dilakukan pengamatan tiap hari dari 0-12 hari 3) Setiap sampel dianalisis absorbansi dengan spektrofotometer UV-Vis dan ditentukan indeks emulsi, dan tegangan permukaan.
a) Absorbansi Sampel
(media
fermentasi)
diukur
absorbansi
dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum media TSB. b) Tegangan permukaan Pipa kapiler dicelupkan ke dalam media fermentasi dan diukur kenaikan larutan dalam pipa kapiler. c) Indeks emulsi Media fermentasi diambil 1 ml ditambah dengan minyak sawit 1 ml kemudian divortex selama 2 menit. Emulsi dibiarkan selama 24 jam. Tinggi emulsi yang masih tersisa dibagi tinggi total larutan merupakan indeks emulsi. 3. Recovery Hasil Biotransformasi Minyak Jagung a. Media fermentasi disentrifugasi 12500 rpm, pada suhu 270C selama 20 menit diperoleh supernatan yang akan diekstraksi. b. Supernatan diekstraksi dengan menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran yang semakin meningkat. Pelarut yang digunakan dengan urutan sebagai berikut n-heksana, kloroform, etil asetat, butanol. Perbandingan pelarut dengan media fermentasi adalah 1 : 1 dengan dua kali ekstraksi dan digojok selama 20 menit. Untuk pertama kali media fermentasi digojok dengan pelarut n-heksana fase heksana (atas) diambil kemudian ditambah 25 g Na2SO4 dan dibiarkan semalam, kemudian dievaporasi pada suhu 70oC sampai pelarut tidak menetes lagi, diperoleh senyawa yang terekstrak dalam n-heksana, sedangkan fase air (bawah) diekstraksi kembali dengan kloroform. Fase kloroform (bawah) ditambah dengan 25 g Na2SO4 dan dibiarkan semalam, untuk kemudian dievaporasi pada suhu 60oC sampai tidak menetes lagi,diperoleh senyawa yang terekstrak dalam kloroform sedangkan fase air diekstraksi lagi dengan etil asetat. Fase etil asetat diambil kemudian ditambah dengan Na2SO4 dan dibiarkan semalam, kemudian dievaporasi pada suhu 70oC sampai pelarut tidak menetes lagi,
diperoleh senyawa dalam etil asetat. Fase air diekstraksi lagi dengan butanol, fase butanol diambil ditambah dengan 25 g Na2SO4 dan dibiarkan semalam kemudian dievaporasi pada suhu 90oC sampai tidak menetes lagi, diperoleh senyawa dalam butanol. Sisa fase air dievaporasi pada suhu 100oC sampai tidak menetes lagi , diperoleh senyawa dari sisa fase air. Hasil evaporasi masing-masing diukur tegangan permukaannya dan indeks emulsi. Pengukuran tegangan permukaan jika hasilnya berupa padatan, maka 0,2 gram dilarutkan dengan 2 ml aquades dan diukur kenaikan zat cairnya dalam pipa kapiler, jika hasilnya berupa cairan maka langsung diukur kenaikan zat cairnya dalam pipa kapiler. Penentuan indeks emulsi, jika hasilnya berupa padatan maka 0,2 gram dilarutkan dalam 1 ml aquades dan ditambah dengan minyak sawit sebanyak 1 ml kemudian divortex selama 2 menit dan dibiarkan selama 24 jam, jika hasilnya berupa cairan, maka emulsi dibentuk dengan perbandingan sampel : minyak sawit : air = 1:2:2. Sampel dengan indeks emulsi terbesar dan mempunyai kemampuan menurunkan tegangan muka terbesar dianalisa dengan FT-IR yang selanjutnya dikarakterisasi. 4. Karakterisasi Hasil Biotrnasformasi Minyak Jagung dari Ekstrak Kloroform a. Identifikasi gugus fungsi dengan spektrofotometer FT-IR Sampel ditambah dengan nujol dan dioleskan pada preparat kemudian dianalisa dengan FT-IR untuk mengetahui gugus-gugus fungsi yang ada. b. Penentuan indeks emulsi Indeks emulsi didapat dari melarutkan 4,5 mg hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform ke dalam 5 ml air dan ditambahkan 5 ml hidrokarbon (minyak sawit). Larutan divortex selama 2 menit dan dibiarkan selama 24 jam dan dihitung indeks emulsi dengan membagi tinggi emulsi dengan tinggi total. Kestabilan emulsi dapat diketahui dengan membiarkan emulsi sampai emulsi yang terbentuk habis dan setiap hari diukur tinggi emulsi yang masih terbentuk lalu dibagi dengan tinggi total.
c. Penentuan tegangan permukaan Penentuan tegangan permukaan akan dilakukan dengan metode kenaikan kapiler dengan pembanding air. Hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform
yang ditambahkan ke dalam hidrokarbon (minyak
sawit) sebesar 9 mg. 5. Aplikasi Hasil Biotransformasi Minyak Jagung a. Supernatan hasil biotransformasi minyak jagung digunakan untuk pengambilan logam berat Cd2+. Supernatan hasil biotransformasi minyak jagung sebanyak 2 ml ditambah larutan logam Cd2+ 2,5 ppm 8 ml, pada kondisi pH 6 waktu kontak 5 dan 10 menit, kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 42. Filtrat yang diperoleh dianalisa dengan spektrofotometer serapan atom (SSA). b. Hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform digunakan untuk pengambilan logam berat Cd2+. Hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform sebanyak 0,01 g ditambahkan ke dalam larutan logam Cd2+ 2 ppm 10 ml, pada kondisi pH 6, waktu kontak 5 dan 10 menit, kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 42. Filtrat yang diperoleh dianalisa dengan SSA. E. Teknik Pengumpulan Data dan Analisa Data 1. Optimasi kondisi a. Spektrofotometer UV-Vis Aktivitas bakteri dapat memperkeruh larutan, sehingga akan mempunyai serapan pada spektrofotometer UV-Vis, nilai serapan ini menunjukkan kepadatan sel (optical density). Kepadatan sel menunjukkan bahwa bakteri dapat tumbuh dalam media fermentasi dengan semakin meningkatnya harga kepadatan sel. Oleh karena itu untuk optimasi kondisi dapat menggunakan spektrofotometer UV-Vis yaitu dengan mengetahui absorbansi masing-masing sampel. Untuk mencari absorbansi maksimum sampel digunakan panjang
gelombang maksimum dari media cair. Kemudian masing-masing sampel dianalisa dengan spektrofotometer UV-Vis, kondisi optimal diperoleh pada saat absorbansi mulai konstan. b. Tegangan Permukaan Tegangan permukaan diukur dengan metode kenaikkan kapiler. Besarnya tegangan permukaan dapat diketahui dengan persamaan:
air rhair d air g / 2 hair d air x rhx d x g / 2 hx d x h d x air air air hx d x dimana: γx = tegangan permukaan zat cair yang ditentukan γair = tegangan permukaan air dair = berat jenis air dx = berat jenis zat cair hair = tinggi permukaan air hx = tinggi permukaan zat cair Surfaktan bekerja untuk menurunkan tegangan permukaan suatu cairan karena surfaktan akan terakumulasi di permukaan dengan menurunkan energi bebas, sehingga pada optimasi kondisi biotransformasi minyak jagung dipilih kondisi yang mempunyai penurunan tegangan permukaan yang besar. c. Indeks emulsi Dua zat yang tidak saling terlarut dapat bercampur dengan adanya surfaktan karena surfaktan mempunyai sifat sebagai pengemulsi, sehingga pada optimasi kondisi dipilih kondisi yang mempunyai indeks emulsi terbesar. Indeks emulsi dapat ditentukan dengan mencampur larutan media fermentasi dengan suatu senyawa hidro karbon dengan perbandingan volume 1:1. larutan tersebut kemudian dikocok dengan menggunakan vortex selama 2 menit dan dibiarkan selama 24 jam. Tinggi emulsi dibagi tinggi total adalah indeks emulsi yang diperoleh.
2. Karakterisasi Hasil Biotransformasi Minyak Jagung a. Identifikasi gugus fungsi menggunakan Spektrofotometer Inframerah (FTIR)
Identifikasi
dengan
FT-IR
akan
menghasilkan
puncak-puncak
kromatogram yang akan memberikan informasi gugus fungsi yang ada dalam sampel. Dengan data tersebut dapat diperkirakan struktur dan gugus fungsi hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform. b. Indeks emulsi Emulsi yang terbentuk antara air dan minyak sawit sebelum dan sesudah penambahan hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform digunakan untuk penentuan indeks emulsi. Stabilitas emulsi diperoleh dengan mengukur emulsi yang masih tersisa selama 14 hari. c. Penentuan tegangan permukaan Penentuan tegangan permukaan minyak sawit dilakukan dengan menghitung tegangan permukaan minyak sawit sebelum dan sesudah penambahan hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform. 3. Aplikasi Hasil Biotransformasi Minyak Jagung a. Spektrofotometer Serapan Atom Hasil biotransformasi minyak jagung dapat mengikat logam berat misalnya Cd2+, konsentrasi Cd2+ yang terambil dapat dianalisa menggunakan spektrofotometer serapan atom. Maka konsentrasi logam Cd2+ yang terambil dapat diketahui dengan mengukur konsentrasi awal Cd2+ dikurangi konsentrasi Cd2+ setelah dikontakkan dengan produk hasil biotransformasi minyak jagung.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Produksi dan Optimasi Kondisi Biotransformasi Minyak Jagung Media fermentasi dan media inokulum dalam biotransformasi minyak jagung digunakan Tripticase Soy Broth (TSB) sebagai media cair bakteri. TSB mempunyai komposisi pepton dari kasein dan soymeal, glukosa, NaCl, dan K2HPO4. Menurut Pelczar, et al (1986) pertumbuhan mikroorganisme memerlukan air, energi, nitrogen, vitamin, dan garam-garaman. Sebagai sumber energi, mikroorganisme memanfaatkan karbohidrat sebagai sumber karbon dan asam amino sebagai sumber nitrogen, dimana semua komponen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme terdapat dalam TSB, sehingga TSB berfungsi sebagai sumber karbon utama dalam biotransformasi minyak jagung dan nutrisi untuk pertumbuhan bakteri. Minyak jagung yang mengandung asam lemak tak jenuh berfungsi sebagai sumber karbon tambahan dan sebagai substrat yang akan mengalami biotransformasi. Minyak jagung yang digunakan dalam penelitian adalah minyak jagung bermerk dagang Sunbeam. Komposisi minyak jagung dapat dilihat pada tabel 4. Minyak jagung yang digunakan dalam penelitian mempunyai kandungan asam lemak tak jenuh sebesar 87,2% dan kandungan asam lemak jenuh sebesar 12,8%. Hasil GC-MS diketahui senyawa yang terkandung dalam minyak jagung seperti yang terlihat dalam tabel 5 (Kresnadipayana, 2006). Berdasarkan hal ini minyak jagung dapat digunakan sebagai sumber karbon tambahan dan sebagai substrat yang akan mengalami biotransformasi. 1. Kurva Pertumbuhan Rhodococcus rhodochrous Pembuatan kurva pertumbuhan bakteri bertujuan untuk mengetahui waktu optimum dalam pemindahan bakteri dari media inokulum ke media fermentasi. Pengukuran kepadatan sel bakteri dalam pembuatan kurva pertumbuhan berdasarkan
pengukuran
spektrofotometer
UV-Vis.
kekeruhan
biakan
Data
absorbansi
dalam yang
media
menggunakan
diperoleh
tersebut
menggambarkan kepadatan sel. Pengukuran kepadatan sel dilakukan pada panjang gelombang maksimal 364 nm, panjang gelombang maksimal yang digunakan diperoleh dari panjang gelombang maksimal media cair TSB. Hasil pengukuran penentuan panjang gelombang maksimal media cair TSB tercantum dalam lampiran 2. Bakteri mempunyai media yang spesifik untuk tumbuh. Dalam media tersebut bakteri akan mengalami tahap kehidupan mulai dari pertumbuhan sampai kematian, oleh karena itu usia inokulum yang tepat untuk diinokulasikan pada media produksi sangat berpengaruh dalam metabolisme mikroorganisme. Hasil pengukuran kepadatan sel bakteri dalam pembuatan kurva pertumbuhan secara lengkap tercantum dalam lampiran 3. 1,2
Optical Density (OD)
1,1 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
waktu inokulasi (jam)
Gambar 3. Kurva pertumbuhan bakteri R. rhodochrous pada media TSB Dari kurva pertumbuhan (gambar 3) terlihat bahwa pada jam 1-10 kurva mengalami kenaikan, ini berarti bakteri tumbuh dan membelah dengan cepat, dengan mengkonsumsi nutrisi dari dalam media. Setelah 10 jam kurva terlihat mendatar atau konstan, ini berarti nutrisi dalam media semakin habis terpakai, sehingga ada bakteri yang mati dan pada waktu yang bersamaan ada bakteri yang tumbuh dan membelah diri. Pada waktu ini sangat tepat untuk menentukan waktu pemindahan bakteri dari media inokulum ke media fermentasi, karena dengan
dipindah ke media yang baru kebutuhan nutrisi bakteri terpenuhi kembali. Pada kurva terlihat setelah 18 jam kurva mulai turun, ini berarti bakteri telah banyak yang mati karena nutrisi dalam media semakin habis terpakai. Dari kurva pertumbuhan dapat diambil kesimpulan waktu inokulasi pemindahan bakteri ke media fermentasi pada saat proses biotransformasi minyak jagung adalah 10 jam. 2. Optimasi Kondisi Biotransformasi Minyak Jagung Biotransformasi minyak jagung yang optimal dapat menghasilkan biosurfaktan, maka untuk memperoleh hasil biotransformasi minyak jagung yang mengindikasikan
biosurfaktan
ditunjukkan
dengan
penurunan
tegangan
permukaan besar dan pembentukan emulsi yang besar pula. Selain itu untuk memperoleh hasil yang optimal dari biotransformasi minyak jagung oleh aktivitas Rhodoccocus rhodochrous diperlukan kepadatan sel bakteri yang tinggi dalam media fermentasi. Dengan pengukuran kepadatan sel bakteri, tegangan permukaan dan indeks emulsi dapat diketahui berapa konsentrasi minyak jagung dalam media fermentasi dan lama fermentasi yang mampu memberikan hasil optimal dari biotransformasi minyak jagung. a. Kepadatan Sel (Optical Density/OD) Kepadatan sel bakteri menunjukkan jumlah bakteri yang tumbuh dalam media fermentasi. Kepadatan sel dapat diketahui dari pengukuran absorbansi media fermentasi pada panjang gelombang maksimal 364 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Hasil pengukuran kepadatan sel bakteri tercantum dalam lampiran 4a . Kurva kepadatan sel dapat dilihat dalam gambar 4. Dari gambar 4 menunjukkan bahwa kepadatan sel bakteri dalam media fermentasi dengan penambahan minyak jagung lebih tinggi dibanding kepadatan sel bakteri pada media TSB, ini ditandai dengan nilai absorbansi pada media fermentasi dengan penambahan minyak jagung lebih tinggi dibanding dengan absorbansi pada media TSB. Pada hari ke-7 dan 8 terlihat jelas perbedaan kepadatan sel dalam media tanpa minyak lebih rendah dibanding media fermentasi dengan penambahan minyak. Pada hari ke-7 kepadatan sel dalam TBJ20% terlihat paling tinggi dibanding yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa
bakteri pada media TSB dengan penambahan minyak jagung 20% tumbuh dan membelah lebih banyak, karena dengan penambahan minyak jagung terdapat tambahan nutrisi sumber karbon dalam media fermentasi dan produk yang dihasilkan dari biotransformasi minyak jagung kemungkinan juga lebih banyak karena aktivitas bakteri juga lebih banyak.
Grafik Kepadatan Sel Bakteri 1,5
kepadatan sel (Optical Density/OD)
1,3 1,1
TSB
0,9
TSBJ5%
0,7
TSBJ10%
0,5
TSBJ20%
0,3 0,1 -0,1 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
lama fermentasi (hari ke-)
keterangan: TSB TSBJ5% TSBJ10% TSBJ20%
:TSB tanpa minyak jagung :TSB + minyak jagung 5% (v/v) :TSB + minyak jagung 10% (v/v) :TSB + minyak jagung 20% (v/v)
Gambar 4. Grafik Kepadatan Sel (Optical Density/OD) pada Kondisi Optimasi Produksi Biosurfaktan Berdasarkan uji statistik Duncan pada lampiran 5a menunjukkan bahwa Optical Density yang paling besar pada hari ke-7, sedangkan untuk media fermentasi TSBJ5%, TSBJ10% dan TSB20% memberikan pengaruh yang sama terhadap Optical Density. Dari hasil penelitian dan uji statistik Duncan dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi optimum biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous untuk parameter Optical Density adalah TSBJ20% pada hari ke-7. b. Tegangan Permukaan Biosurfaktan yang mempunyai karakter yang baik adalah biosurfaktan yang mempunyai nilai tegangan permukaan kecil atau mempunyai penurunan tegangan permukaan yang besar, maka pada optimasi kondisi dipilih media
fermentasi dengan kondisi nilai tegangan permukaan larutannya paling rendah. Hasil perhitungan tegangan permukaan tercantum pada lampiran 4c. Grafik Tegangan Permukaan
Tegangan Permukaan X10-3 (N/m)
80
60 TSB TSBJ5%
40
TSBJ10% TSBJ20%
20
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Lama Fermentasi (Hari ke-)
keterangan: TSB TSBJ5% TSBJ10% TSBJ20%
:TSB tanpa minyak jagung :TSB + minyak jagung 5% (v/v) :TSB + minyak jagung 10% (v/v) :TSB + minyak jagung 20% (v/v)
Gambar 5. Grafik tegangan permukan media fermentasi pada optimasi kondisi Dari gambar 5 terlihat bahwa pada semua media fermentasi terjadi penurunan tegangan permukaan pada hari ke-1. Pada TSB nilai tegangan permukaan pada hari ke-2 sampai ke-6 relatif konstan dan menurun pada hari 7 dan 8, kemudian naik lagi. Pada media fermentasi TSBJ5% tegangan permukaan juga relatif konstan pada hari ke-1 sampai ke-10, sedangkan pada media TSBJ10% dan media TSBJ20% mengalami penurunan pada hari ke-7. Walaupun pada semua media fermentasi mengalami penurunan tegangan permukaan pada hari ke-7, namun penurunan paling besar terjadi pada media TSBJ20%. Media TSBJ20% mempunyai sumber karbon tambahan lebih banyak dibanding yang lain, dari hasil pengukuran Optical Density jumlah bakteri dalam media TSBJ20% paling tinggi, maka aktivitas bakteri dalam media tersebut juga lebih banyak, kemungkinan besar hasil biotransformasi minyak jagung yang dihasilkan juga lebih banyak dibanding yang lain. Hasil biotransformasi minyak jagung
kemungkinan sudah terbentuk biosurfaktan sehingga menyebabkan penurunan tegangan permukaan dalam media TSBJ20% paling besar dibanding yang lain. Berdasarkan uji statistik Duncan pada lampiran 5c menunjukkan bahwa TSBJ20% adalah konsentrasi terbaik untuk tegangan permukaan sedangkan untuk hari, ada tiga hari yang memberikan tegangan permukaan terbaik, yaitu hari ke- 7, 11 dan 12. Tetapi berdasarkan kurva pertumbuhan bakteri pada hari ke-11 dan 12 merupakan tahap kematian, maka hari terbaik dipilih pada hari ke-7. Dari hasil penelitian dan uji statistik Duncan dapat diambil kesimpulan bahwa kondisi optimum produksi biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous untuk parameter tegangan permukaan adalah TSBJ20% pada hari ke- 7 dengan nilai tegangan permukaan yaitu 0,04943 N/m. c. Indeks Emulsi Biosurfaktan yang mempunyai karakter yang baik adalah biosurfaktan yang mempunyai nilai indeks emulsi yang besar. Pada penelitian ini digunakan minyak sawit sebagai hidrokarbon (larutan nonpolar) dan pelarut media fermentasi dalam hal ini adalah air sebagai larutan polarnya. Indeks emulsi diukur setelah 24 jam. Hasil pengukuran indeks emulsi tercantum pada lampiran 4b dari hasil pengukuran dibuat grafik antara indeks emulsi versus lama fermentasi dari masing-masing media fermentasi, seperti pada gambar 6. Dari gambar 6 terlihat bahwa indeks emulsi terbesar dimiliki oleh TSBJ5% dan TSBJ10% pada hari ke-7. Berdasarkan uji statistik (uji Duncan) faktor hari/lama fermentasi tidak memberikan pengaruh, ini berarti berdasarkan uji statistik tidak dapat ditentukan hari terbaik untuk indeks emulsi, sedangkan untuk faktor konsentrasi penambahan minyak jagung rata-rata indeks emulsi terbesar adalah TSBJ5%, namun hasil uji statistik (uji Duncan) menunjukkan bahwa TSBJ5%, TSBJ10%, dan TSBJ20% memberikan pengaruh yang sama terhadap indeks emulsi. Media fermentasi TSBJ5%, TSBJ10% dan TSBJ20% mempunyai nilai indeks emulsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan media TSB, karena dalam TSBJ5%, TSBJ10% dan TSBJ20% terdapat sumber karbon tambahan. Dengan adanya sumber karbon tambahan aktivitas bakteri menjadi
lebih tinggi, maka biotransformasi minyak jagung yang dihasilkan juga lebih banyak dan sudah terbentuk biosurfaktan sehingga emulsi yang terbentuk juga semakin besar. Dari hasil penelitian dan uji statistik Duncan maka kondisi optimum biotransformasi minyak jagung untuk parameter indeks emulsi TSBJ5%, TSBJ10%, dan TSBJ20% memberikan pengaruh yang sama dengan lama fermentasi 7 hari.
Grafik Indeks Emulsi 45
Indeks Emulsi (%)
40 35 30
TSB
25
TSBJ5%
20
TSBJ10%
15
TSBJ20%
10 5 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
lama fermentasi (hari ke-)
keterangan: TSB TSBJ5% TSBJ10% TSBJ20%
:TSB tanpa minyak jagung :TSB + minyak jagung 5% (v/v) :TSB + minyak jagung 10% (v/v) :TSB + minyak jagung 20% (v/v)
Gambar 6. Grafik indeks emulsi media fermentasi pada optimasi kondisi. Dari ketiga parameter sebagai uji penentuan optimasi kondisi pada biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous diambil kesimpulan kondisi optimal dipilih media fermentasi dengan penambahan minyak jagung 20%(v/v) dengan lama fermentasi 7 hari, karena menunjukkan nilai tegangan permukaan terkecil dan nilai indeks emulsi terbesar, dalam kurva pertumbuhan bakteri hari ke-7 termasuk dalam tahap stasioner, dimana bakteri masih tumbuh dan membelah serta pertumbuhannya relatif konstan.
B.
Recovery Hasil Biotransformasi Minyak Jagung
Biotransformasi minyak jagung oleh R. Rhodochrous dilakukan pada kondisi optimum yaitu dengan media fermentasi TSB dan minyak jagung 20% (v/v) lama fermentsi 7 hari. Hasil biotransformasi minyak jagung kemungkinan membentuk biosurfaktan maka untuk recovery hasil biotransformasi minyak jagung dipilih sampel yang mempunyai nilai tegangan permukaan terendah dan indeks
emulsi
terbesar.
Hasil
recovery
supernatan
hasil
sentrifugasi
biotransformasi minyak jagung dengan nilai tegangan permukaan dan indeks emulsi dapat dilihat dalam Tabel 6. Hasil perhitungan tegangan permukaan dari masing-masing ekstrak secara lengkap tercantum dalam lampiran 6. Tabel 6. Hasil Recovery Supernatan Hasil Biotransforamsi Minyak Jagung 200 ml Jenis pelarut
Tegangan E24(%) Massa (g) atau volume (ml) Bentuk permukaan air + ekstrak (N/m) hasil ekstrak n-Heksana 0,0511* 62,5 35 ml cairan kuning kental Kloroform 0,0481 96 0, 983 g padatan coklat tua Etil asetat Butanol 0,0774 40 1,507 g serbuk kuning Air 0,0620 32 2,401 g padatan coklat tua Ket : *Tegangan permukaan Hex-biosrrhocorn tanpa air karena berupa cairan E24 = indeks emulsi selama 24 jam
Dari tabel 6 terlihat bahwa hasil dari ekstraksi pelarut heksana berupa cairan kuning kental, ini dimungkinkan adalah sisa minyak jagung yang tidak mengalami biotransformasi atau belum terbiotransformasi sempurna. Sesuai kaidah like dissolve like, hasil dari ekstrak heksana mempunyai sifat nonpolar sama dengan sifat kepolaran heksana. Hasil dari ekstrak heksana mempunyai nilai tegangan permukaan sebesar 0,0511 N/m dan nilai indeks emulsi sebesar 62,5%. Hasil recovery dari pelarut etil asetat ternyata tidak diperoleh hasil, ini berarti tidak ada senyawa yang sifat kepolarannya sama dengan etil asetat. senyawa yang terekstrak dalam pelarut kloroform mempunyai nilai tegangan permukaan terkecil yaitu 0,0481 N/m dan indeks emulsi terbesar yaitu 96 %. Karena terekstrak dalam kloroform, maka dimungkinkan hasil biotransforamsi
minyak jagung dari ekstrak kloroform ini mempunyai sifat semipolar sama dengan sifat kepolaran kloroform. Dari tabel 6 terlihat bahwa hasil recovery dari ekstrak butanol dan sisa air lebih banyak dari hasil dari ekstrak kloroform, namun karena nilai tegangan permukaan hasil dari ekstrak kloroform ini lebih rendah dibanding keduanya dan indeks emulsinya lebih tinggi dari keduanya, maka diambil kesimpulan bahwa hasil biotransformasi minyak jagung yang mengindikasikan biosurfaktan adalah hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform. C. Karakteristik Hasil Biotransformasi Minyak Jagung dari Ekstrak kloroform 1.Identifikasi Gugus Fungsi dengan Spektrofotometer Inframerah (FT-IR) Analisis hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform dengan FT-IR bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat dalam hasil dari ekstrak kloroform. Selain hasil dari ekstrak kloroform, minyak jagung juga dianalisis dengan FT-IR, karena hasil kedua analisis dapat dibandingkan sehingga dapat diketahui perubahan gugus fungsi minyak jagung sebelum terjadi biotransformasi dan sesudah terjadi biotransformasi. Gambar 8 adalah gabungan spektra minyak jagung sebelum dan seudah terjadi biotransformasi, sehingga dapat terlihat dengan jelas perubahan yang terjadi. Tabel 7 menunjukkan gugus fungsi yang terdapat dalam minyak jagung dan hasil dari ekstrak kloroform, data lengkap analisis FT-IR minyak jagung dan hasil dari ekstrak kloroform tercantum dalam lampiran 7. Pada spektra minyak jagung muncul serapan gugus karbonil ester C=O pada 1747,4 cm-1, serapan 1238,2 cm-1 milik uluran C-O ester, serapan C-H alifatis rantai panjang pada serapan 721,5 cm-1 dan ketidakmunculan gugus OH pada spektra minyak jagung membuktikan bahwa minyak jagung mengandung asam lemak yang berbentuk trigliserida (gambar 7). Asam lemak yang berbentuk trigliserida dapat mengalami biotransformasi menjadi asam lemak bebas seperti yang terlihat pada gambar 7. Selanjutnya asam lemak bebas baik asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh dapat mengalami
biotransformasi. Biotransformasi asam lemak jenuh dapat terjadi reaksi oksidasi, reduksi, desarturasi dan hidroksilasi, sedangkan pada asam lemak tidak jenuh dapat terjadi reaksi hidrogenasi, hidroksilasi dan epoksidasi. O H2C
O
C
R
CH2
OH
O CH
O
O
C
R
CH
OH
CH2
OH
+3R
C
OH
O C2 H
O
C
R
Asam lemak dalam bentuk trigliserida
gliserol
Asam lemak bebas
Gambar 7. Biotransformasi asam lemak dalam bentuk triglisrida menjadi asam lemak bebas Minyak jagung mengalami biotransformasi Tabel 7 dan gambar 8 menunjukkan perubahan yang terjadi, yaitu dengan munculnya serapan OH yang lebar pada spectra hasil dari ekstrak kloroform pada serapan 3394,5 cm-1 dan serapan khas uluran C-O alkohol pada serapan pada 1080,1cm-1, menunjukkan bahwa hasil dari ekstrak kloroform mengandung gugus hidroksi alkohol. Pada spectra hasil dari ekstrak kloroform muncul serapan C=O asam karboksilat pada serapan 1747,4 cm-1, begitu juga pada spektra minyak jagung juga muncul serapan C=O pada 1747,4 cm-1, ini berarti gugus karboksilat pada asam lemak tidak mengalami perubahan. Maka hasil dari ekstrak kloroform masih mempunyai gugus karboksilat. Pada spectra hasil dari ekstrak kloroform muncul serapan C=O keton pada 1558,4 cm-1. Tabel 7. Perubahan Serapan Gugus Fungsi Minyak Jagung dan Hasil Biotransformasi Minyak dari Ekstrak Kloroform Data FT-IR
Pustaka*
keterangan
Hasil v (cm-1) minyak ekstrak jagung kloroform -
3394,5
3650-3200
2927,7 2854,5
2927,7 2854,5
3000-2800
1747,4
1747,4
1850-1650
1558,4
1870-1540
1461,9 1377,1
1458,1 1377,1
1440-1395 1320-1210
1238,2
-
1000-1300
1080,1
1000-1260
968,2
987,5
960-990
721,3
721,5
720-725#
-
-
Keterangan: * Silverstein, et.al., 1986: 106-129 #
Palleros, 2000 : 678
Identifikasi Hasil ekstrak kloroform mengandung gugus hidroksi OH alkohol minyak jagung dan hasil ekstrak CH alifatik kloroform mempunyai rantai panjang hidrokarbon minyak jagung dan hasil ekstrak kloroform merupakan senyawa C=O karboksilat yang berarti gugus karboksilat pada asam lemak tidak mengalami perubahan Hasil ekstrak kloroform C=O keton mengandung gugus keton uluran C-O minyak jagung dan hasil ekstrak Tekukan O-H kloroform adalah senyawa alkanoat ulur C-O minyak jagung berbentuk trigliserida Hasil ekstrak kloroform uluran C-O pada mengandung gugus hidroksi alkohol alkohol Hasil ekstrak kloroform yang tekukan C-H dihasilkan kemungkinan masih trans RCH=CHR mengandung asam lemak tak jenuh -(CH2)n-rock minyak jagung dan hasil ekstrak Dimana n 4 kloroform mempunyai rantai karbon panjang alifatik
968,2
914.2
721,3
1461,9 1377,1 1238,1 2854,5
(A)
2927,7 4000.0
1747,4
3000.0
2000.0
1500.0
500.0
1000.0
1747,4 987,5
1080,1
C=O
C-O alkohol 2854,5 3394,5
(B)
2927,7
4000.0
1377,3
CH alifatik
-OH
3000.0
2000.0
1558,4
1458,3
C=O keton
C-O 1500.0
721,5 -(CH2)nn4
O-H tekukan 1000.0
500.0
Gambar 8. Analisis FT IR minyak jagung (A) dan hasil dari ekstrak kloroform(B)
Hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform tersebut diperkirakan membentuk suatu asam hidroksi alkanoat dan asam ketoalkanoat. Karena banyak penelitian menunjukkan bahwa R. rhodochrous dapat digunakan untuk konversi asam lemak tak jenuh pada substrat asam oleat yang dihasilkan asam 10-hidroksistearat dan asam 10-ketostearat dan jika menggunakan asam linolaeat sebagai substrat dihasilkan asam 10-hidroksi-12-oktadekanoat dan asam 10-keto-12-oktadekanoat (Litchfield and pierce, 1986 dalam Kian et al, 1997). Pada spektra hasil ekstrak kloroform masih terdapat serapan ikatan rangkap C=C pada 987,5 cm-1, ini menunjukkan bahwa ikatan rangkap dalam minyak jagung belum terbiotransformasi semua. Dari beberapa penelitian menunjukkan R. rhodochrous dapat digunakan untuk konversi asam lemak tak jenuh menjadi asam mono hidroksi alkanoat dan asam mono keto alkonoat, dan belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa R. rhodochrous dapat digunakan untuk konversi asam lemak tidak jenuh yang akan dihasilkan asam polihidroksi alkanoat. Dari penelitian Lietchfield dan Pierce (1986) dan penelitian Koritala et al (1989) dalam Kian et al (1997) menunjukkan bahwa konversi asam lemak tidak jenuh oleh R. rhodochrous sebagian besar menghasilkan asam hidroksi alkanoat mencapai 75-80%, sedangkan asam keto alkanoat yang dihasilkan hanya dalam jumlah kecil. Maka perkiraan reaksi dari hidroksilasi asam lemak tak jenuh yaitu asam oleat berubah menjadi asam monohiroksi stearat dan asam keto stearat dengan reaksi : CH3(CH2)7CH2-C-(CH2)7COOH O Asam 9-ketostearat
CH3(CH2)7CH-CH2(CH2)7COOH OH CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH
Asam 10-hidroksistearat
CH3(CH2)7-C-CH2(CH2)7COOH O Asam 10-ketostearat
CH3(CH2)7CH2-CH (CH2)7COOH OH Asam 9-hidroksistearat
Gambar 9. Perkiraan reaksi biotransformasi asam oleat menjadi asam mono hidroksi stearat dan asam keto stearat
Asam linoleat juga dapat mengalami biotransformasi menjadi asam mono hidroksi
oktadekanoat
dan
asam
keto
oktadekanoat.
Perkiraan
reaksi
biotransformasi asam linoleat dapat dilihat pada gambar 10. CH3(CH2)4CH=CH-CH2-CH2-CH(CH2)7COOH OH Asam 9-hidroksi-12-oktadekanoat
CH3(CH2)4CH=CH-CH2-CH-CH2(CH2)7COOH OH Asam 10-hidroksi-12-oktadekanoat
CH3(CH2)4CH-CH2-CH2-CH=CH(CH2)7COOH OH Asam 13-hidroksi-9-oktadekanoat
CH3(CH2)4CH2-CH-CH2-CH=CH(CH2)7COOH OH CH3(CH2)4CH=CH-CH2-CH=CH(CH2)7COOH
Asam 12-hidroksi-9-oktadekanoat
CH3(CH2)4-C-CH2-CH2-CH=CH(CH2)7COOH O Asam 13-keto-9-oktadekanoat
CH3(CH2)4CH2-C-CH2-CH=CH(CH2)7COOH O Asam 12-keto-9-oktadekanoat
CH3(CH2)4CH=CH-CH2-CH2-C- (CH2)7COOH O Asam 9-keto-12-oktadekanoat
CH3(CH2)4CH=CH-CH2-C-CH2(CH2)7COOH O Asam 10-keto-12-oktadekanoat
Gambar 10. Perkiraan reaksi biotransformasi asam linoleat menjadi asam monohidroksi oktadekanoat dan asam keto oktadekanoat
Hasil identifikasi menggunakan FT-IR hanya bisa digunakan untuk mengetahui perubahan gugus fungsi sebelum dan sesudah biotransformasi. Informasi struktur hasil biotransformasi minyak jagung belum bisa diketahui, sehingga belum bisa memastikan biotransformasi minyak jagung terbentuk biosurfaktan. 2.Penentuan Indeks emulsi Pada penelitian ini dilakukan penentuan indeks emulsi antara air dan minyak sawit sebelum dan sesudah penambahan hasil biotransformsi minyak jagung dari ekstrak kloroform selama 14 hari untuk mengetahui apakah hasil biotransformasi minyak jagung membentuk biosurfaktan. Tabel 8. Indeks emulsi antara air dan minyak sawit dengan penambahan hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform Emulsi (%) Emulsi (%) hari tanpa penambahan dengan penambahan Hasil ekstrak kloroform Hasil ekstrak kloroform 1 43 97 2 0 93 3 0 90 4 0 90 5 0 83 6 0 76 7 0 72 8 0 66 9 0 55 10 0 41 11 0 28 12 0 21 13 0 7 14 0 0 Dari tabel 8 terlihat bahwa indeks emulsi (E24) pada minyak sawit tanpa penambahan produk hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform hanya 43% dan setelah lebih dari 24 jam atau pada hari kedua dan seterusnya emulsi yang terbentuk habis. Emulsi yang terbentuk dalam minyak sawit dengan penambahan hasil dari ekstrak kloroform lebih baik dibanding emulsi dalam
minyak sawit tanpa penambahan hasil ekstrak kloroform, yaitu sebesar 97% dan setelah lebih dari 24 jam atau pada hari kedua emulsi masih terbentuk walaupun terjadi penurunan nilai indek emulsi. Setiap hari indeks emulsi terjadi penurunan sedikit demi sedikit, sampai akhirnya pada hari ke-14 emulsi yang terbentuk habis. Pada saat penentuan indeks emulsi diperoleh tiga lapisan dalam sistem emulsi. Hal ini bertentangan dengan sifat biosurfaktan yang dapat melarutkan dua fase dengan kepolaran yang berbeda atau emulsi yang terbentuk dengan adanya biosurfaktan maksimal hanya terdapat dua lapisan dalam sistem emulsi. Sebagai contoh adalah emulsi yang dibentuk antara air dan minyak sawit oleh biosurfaktan jenis rhamnolipid yang dihasilkan Pseudomonas aeruginosa mempunyai indeks emulsi 67% dan stabil sampai 30 hari, serta terdapat dua lapisan dalam sistem emulsinya (Patel, R.M, 1996). Berdasarkan data diatas hasil biotransformasi minyak jagung belum dapat disimpulkan membentuk suatu biosurfaktan. 3.Penentuan Tegangan Permukaan Pada penelitian ini untuk mengetahui apakah hasil biotransformasi minyak jagung membentuk biosurfaktan dilakukan pengukuran tegangan permukaan minyak sawit sebelum dan sesudah penambahan produk hasil dari biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform. Tabel 9 menunjukkan hasil pengukuran tegangan permukaan minyak sawit sebelumdan sesudah penambahan hasil ekstrak kloroform. Tabel 9. Penurunan tegangan permukaan minyak sawit sebelum dan sesudah ditambah hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform. Tanpa penambahan hasil
Dengan penambahan hasil
Penurunan
dari ekstrak kloroform
dari ekstrak kloroform
tegangan
hx
Massa
(cm)
jenis
1
Tegangan
hx
permukaan (cm)
(g/ml)
(N/m)
0,9395
0,0623
0,5
Massa
Tegangan
permukaan
jenis
permukaan
(%)
(g/ml)
(N/m)
0,9229
0,0306
50,8828
Dari tabel 9 terlihat bahwa hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform mampu menurunkan tegangan permukaan minyak sawit mencapai 50,8828%. Biosurfaktan mempunyai sifat dapat menurunkan tegangan antar muka dua fase cair yang berbeda kepolarannya. Pada penelitian ini hasil biotransformasi minyak jagung dapat menurunkan tegangan permukaan minyak sawit, tetapi hasil ini tidak dapat digunakan untuk karakterisasi terbentuknya biosurfaktan. Senyawa selain biosurfaktan juga dapat menurunkan tegangan permukaan larutan, contohnya asam yang mempunyai tegangan permukaan lebih rendah dari air, jika ditambahkan ke dalam air akan menurunkan tegangan permukaan air (Oscik, 1982) Dari ketiga parameter karakteristik hasil biotransformasi minyak jagung belum dapat disimpulkan membentuk suatu biosurfaktan. D. Aplikasi Hasil Biotransformasi Minyak Jagung Untuk Pengambilan Logam Cd2+ Aplikasi
hasil
biotransformasi
minyak
jagung
digunakan
untuk
pengambilan logam berat Cd2+ yaitu menggunakan supernatant hasil sentrifugasi hasil biotransformasi minyak jagung dan hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform. Perkiraan struktur hasil biotransformasi minyak jagung dari hasil identifikasi FT-IR adalah asam hidroksi alkanoat dan asam keto alkanoat, maka gugus aktif dari hasil biotransformasi minyak jaugng berasal dari gugus karboksilat yang dapat melepaskan ion H+ dan menjadi bermuatan negatif. Gugus aktif ini akan berikatan denmgan ion logam, seperti yang terlihat pada gambar 11. O O M O
C-(CH2)7-CH-CH2-CH=CH-(CH2)4-CH3 OH C-(CH2)7-CH-CH2-CH=CH-(CH2)4-CH3
O
OH
Proses pengambilan logam pada kondisi 6. Dipilih pada Gambar 11. Perkiraan strukltur hasildilakukan biotransformasi minyakpH jagung jika dengan kondisi pH 6 berikatan karena pada pH 6logam dibawah batas terjadinya pengendapan logam
Cd2+. Ksp Cd(OH)2 adalah 4,5x10-15 sehingga batas pengendapan logam Cd dalam air adalah pada pH 9,017. Logam Cd2+ pada kondisi basa (diatas pH 9,017) akan mengendap, sehingga sisa logam yang dianalisa dengan AAS bisa juga berasal dari logam yang mengendap tersebut, bukan karena pengambilan oleh hasil biotransformasi minyak jagung. Proses pengambilan logam ini tidak melibatkan proses metabolisme, karena hasil biotransformasi minyak jagung yang digunakan sudah dipisahkan dengan mikroorganisme sehingga sel-sel bakteri yang mati tidak terdapat metabolisme lagi, maka waktu yang dibutuhkan untuk proses pengambilan logam relatif singkat, dan digunakan waktu kontak 5 dan 10 menit. Hasil pengukuran konsentrasi logam yang terambil dapat dibandingkan dengan melihat gambar 15 dan 16. Data lengkap pengukuran konsentrasi logam Cd2+ tercantum dalam lampiran 11 . Penggunaan produk hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform pada proses pengambilan logam sebanyak 0,01 gram, karena dengan 0,01 gram dalam 10 ml larutan, konsentrasi hasil dari ekstrak kloroform adalah 1000 mg/L. Penggunaan supernatan dari biotransformasi minyak jagung pada proses pengambilan logam Cd sebanyak 2 ml, ini dimaksudkan agar konsentrasinya sebanding dengan konsentrasi hasil biotransforamasi minyak jagung dari ekstrak kloroform. Hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform mempunyai massa jenis sebesar 4,915 g/L ini berarti supernatan hasil biotransformasi minyak jagung dengan volume 2 ml mempunyai konsentrasi sebesar 983 mg/L. Dari gambar 12 dan gambar 13 terlihat bahwa yang memberikan hasil paling banyak penyerapannya menggunakan supernatan hasil biotransformasi minyak jagung sebanyak 2 ml, dengan hasil penyerapan mencapai 86,8478 % untuk waktu kontak 5 menit dengan kapasitas penyerapan 1,742 mg/g dan 90,8837 %. untuk waktu kontak 10 menit dengan kapasitas penyerapan 1,8235 mg/g. Hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan hasil penyerapan menggunakan hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform 0,01 gram yang hanya 40,3133 % untuk waktu kontak 5 menit dengan kapasitas penyerapan 0,7951 mg/g
dan 68,1691 %
untuk waktu kontak 10 menit dengan kapasitas penyerapan
1,3445 mg/g. Ini disebabkan dalam supernatan hasil biotransformasi minyak jagung masih terdapat sisa media TSB karena setelah dianalisa media TSB dengan penambahan minyak jagung 20% juga mampu menyerap ion logam Cd, walaupun hasil penyerapannya sangat kecil namun ini juga memberikan pengaruh, selain itu dalam supernatan hasil biotransformasi minyak jagung masih terdapat sisa minyak jagung yang mengalami biotransformasi tidak sempurna dalam ekstrak heksana, hasil dari ekstrak butanol, dan hasil dari sisa air jadi sangat memungkinkan jika
Persentase Penyerapan (%)
hasil penyerapan logam Cd sangat besar. 100
86,8478
90
90,8837
80
68,1691
70 60 50
5 menit
40,3133
10 menit
40 30 20 10
18,5336 9,8567
0 media TSB
supernatan 2 ml
hasil ekstrak kloroform 0,01 g
Gambar 12. Persentase Penyerapan Logam Cd oleh hasil biotransformasi minyak
kapasitas penyerapan (mg/g)
jagung 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0
1,7420
1,8235
1,3445
5 menit 0,7951
0,0298
10 menit
0,056
media TSB
supernatan 2 ml
hasil ekstrak kloroform 0,01 g
Gambar 13.dibandingkan Kapasitas Penyerapan Cd oleh hasil Cd biotransformasi Bila dengan Logam penyerapan logam oleh adsorben lain, minyak jagung minyak jagung memberikan hasil yang lebih baik supernatan hasil biotransformasi
dan lebih efektif. Adi Nugroho (2003) telah melakukan penelitian tentang adsorpsi Cd menggunakan tanah vertisol alam dan memberikan hasil penyerapan sebesar 0,467 mg/g dengan persentase penyerapan sebesar 82% sedangkan Kisworo (2004) memanfaatkan alofan sebagai adsorpsi logam Cd dalam limbah cat dengan persentase penyerapan sebesar 82,1326%. Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan untuk aplikasi hasil biotransformasi minyak jagung sebagai pengambilan logam Cd hasil terbaik menggunakan supernatan hasil biotransformasi minyak jagung. Selain itu mengingat faktor ekonomi, jika menggunakan sampel yang sudah dimurnikan akan menambah biaya produksi yang cukup mahal, karena pelarut organik yang digunakan untuk recovery relatif mahal.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Minyak jagung dapat mengalami biotransformasi oleh aktivitas Rhodoccocus rhodochrous, dengan kondisi optimum proses biotransformasi minyak jagung adalah media fermentasi dengan konsentrasi minyak jagung 20% (v/v) dan lama fermentasi 7 hari. 2. Hasil biotransformasi minyak jagung oleh aktivitas R. rhodochrous yang diperoleh dari ekstrak kloroform mengandung gugus hidroksil, gugus keton dan rantai panjang hidrokarbon. 3. Hasil biotrnsformasi minyak jagung belum dapat disimpulkan membentuk suatu biosurfaktan. 4. Aplikasi hasil biotransformasi minyak jagung untuk pengambilan logam Cd supernatan memberikan hasil lebih baik
dibanding hasil dari ekstrak
kloroform, dengan kapasitas penyerapan supernatan sebesar 1,8235 mg/g dan kapasitas penyerapan hasil ekstrak kloroform sebesar 1,3445 mg/g untuk waktu kontak 10 menit pada kondisi pH 6. B. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk penentuan struktur hasil biotransformasi minyak jagung oleh R. rhodochrous. 2. Perlu
dilakukan
penelitian
lebih
lanjut
untuk
biotransformasi minyak jagung sebagai biosurfaktan.
karakterisasi
hasil
DAFTAR PUSTAKA Ariwibowo, Basuki, 2004, Ekstraksi Pb Dengan Menggunakan Dibenzo-18Crown-6 dan Metil Orange Sebagai Counter Ion, UNS, Surakarta Atkins, P.W., 1999, Kimia Fisika, Jilid 1, Edisi Keempat, Terjemahan:Anggota IKAPI, Erlangga, Jakarta Bell, K.S., et al, 1998, The Genus Rhodococcus A Review, Department of Biological Science, Napier University, Edinburgh, UK Desai, J.D. and I.M Banat, 1997 “Microbiqal Production of Surfactant and Their Commercial Potensial”, Microbial and Moleculer Biology Reviews Erawati. S, 2007, Pengambilan Ion Logam Berat Dengan Biosurfaktan Hasil Biotransformasi Minyak Kedelai Oleh Pseudomonas aeruginosa, UNS, Surakarta Kresnadipayana. Dian, 2006, Produksi Biosurfaktan Dengan Menggunakan Minyak Jagung sebagai Sumber Karbon Tambahan Secara Biotransformasi Oleh Pseudomonas aeruginosa, UNS, Surakarta Ghazali,R., dan Ahmad,S., 1997, Biosurfactant A Review, Alaeis Journal Iwabuchi, N. et al, 2004.Relationship between Colony Morphotypes and Oil Tolerance in Rhodococcus rhodochrous, Nihon University, Japan Jeewong. Kim., C Vipulanandan, 1998, Removal of Lead From Wastewater using a Biosurfactant, University of Houston, Houston Ketaren, S., 1986, Minyak dan Lemak Pangan, UI Press, Jakarta Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta. Kian, Y.S., Ahmad, S., Lye, O.T and Choo, C.S., 1997, ”Biotransformation of Oils and Fats”, Palm oil Research Institute of Malaysia, Kuala Lumpur Kisworo, Yudo, 2004, Kajian Pengaruh Pemanasan Terhadap Alofan serta Kemampuannya Mensorpsi Logam Berat Cd dalam Limah Cair Pabrik Cat, UNS, Surakarta Kosaric, et al, 1984, The Role of Nitrogen in Multiorganism Strategies for Biosurfactant Production, J.Alm.Oil Chem
Kosaric, N., 2001, Biosurfactant and Their Application for Soil Bioremidiation, Food Technol, Biotechnol Morroi, 1992, Micelles; Teoritical and Appliied Aspect, Plenum Press, New York. Muliawati, D.I., Sintesis Biosurfaktan Dengan Menggunakan Minyak Kedelai Sebagai Sumber Karbon Tambahan Secara Biotransformasi Oleh Pseudomonas aeruginosa, UNS, Surakarta Nugroho, M.A., 2003, Karakterisasi Tanah Vertisol yang Diaktivasi dengan Asam Klorida sebagai Adsorben Logam Berat Cd(II), UNS, Surakarta. Oscik, J, 1982, Adsorption, a Division of John Wiley and Sons, New York Palar, H., 1982, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, Cetakan Pertama Rineka Cipta, Jakarta Palleros, D.R., 2000. Experimental Organic Chemistry. John Willey and Sons , Inc Patel, R.M and A.J. Desai, Biosurfactant Production by Pseudomonas aerugenosa GS3 from Molasses, Department of Microbiology and Biotechnology Centre, MS University, Baroda, India Pelczar. Jr. M.J and E.C.S. Cham, 1986, Dasar-dasar Mikrobiologi, Jilid I, Terjemahan, UI Press, Jakarta Rosen, M.J, 1978, Surfactant and Interfacial Phenomena. John Willey & sons, New York Sastrohamidjoyo, H., 1991, Spektroskopi, Liberty,Yogykarta Schlegel, H.G., 1994, Dasar Mikrobiologi, Terjemahan. Universitas Indonesia Press, Jakarta Shaw, J.D. 1992. Colloid and Surface Chemistry. 4th Edition. ButterworthHeinemann. Reed Educational and Professional Publishing Ltd. USA Shugar, G and Balinger, J.T, 1996, Chemical Thecnicians Ready Reference Hand Book, 4th edition , Mc Hill. New York Silverstein, R.M., G.C. Bassler and T.C. Morril, 1986, Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Edisi Keempat. Terjemahan Hartomo, A.J dkk, Erlangga, Jakarta
Susilowati, Atik, 2005, Optimasi Kondisi Biosorpsi Ion Logam Seng (II) oleh Biomassa Aspergillus oryzae, UNS, Surakarta Van Hamme, J.D dan Ward, O.P, 2001, Physical and Metabolic Interactions of Pseudomonas sp. Strain JA5-B45 and Rhodococcus sp. Strain F9-D79 during Growth on Crude Oil and Effect of a Chemical Surfactant on Them, Microbial Biotechnology Laboratory, Department of Biology, University of Waterloo, Ontario Canada Yudhabuntara, Doddi, 2003, Pengendalian Mikroorganisme Dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Pelatihan Pengawas Kesmavet. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan Departemen Pertanian. Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Yogyakarta. http:/www.eoearth.org/article/Biotransformation-fig-13-gif downloaded tanggal 3 Agustus 2007
LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram Alir Cara Kerja a.
Analisa minyak jagung 1)
Analisa dengan FT-IR Sampel dioleskan Preparat
Injeksi ke alat
b.
Produksi dan Optimasi Kondisi Biotransformasi Minyak Jagung 1)
Pemeliharaan biakan Rhodococcus rhodochrous dimasukkan Media cair 5 ml, terdiri dari 3 gr/100ml TSB inkubasi 280C 1-2 hari. Dipindahkan Media agar terbuat dari 5 gr/100ml TSA Inkubasi 280C 1 hari. Disimpan dalam lemari pendingin 40C Biakan stok
2)
Kurva Pertumbuhan Bakteri R. rhodochrous dalam TSA Diambil dengan ose, dimasukkan 3 ml media cair, terdiri dari 30g/L TSB
Dishaker 24 jam 150 rpm, diambil 200l media cair dipindahkan 25 ml media cair TSB dishaker 24 jam 150 rpm,diambil 200l media cair dipindahkan 125 ml media cair TSB diukur Absorbansi tiap 1 jam selama 24 jam pada panjang gelombang 364 nm
3)
Optimasi Kondisi R. rhodochrous dalam 3 ml media cair TSB Diambil 200 l media cair Dipindahkan. Dishaker 150 rpm selama 10 jam 5 ml media fermentasi terdiri dari TSB 30g/L dan minyak jagung 5 %
5 ml media fermentasi terdiri dari TSB 30g/L diambil
diambil
200l media cair
200l media cair Dipindahkan Dishaker 150 rpm selama 10 jam
25 ml Media fermentasi + minyak jagung 0%
25 ml Media fermentasi + minyak jagung 5%
25 ml Media fermentasi + minyak jagung 10%
25 ml Media fermentasi + minyak jagung 20%
diambil 5 ml media cair
5 ml media cair
dipindahkan Dishaker 150 rpm selama 10 jam
125 ml Media fermentasi + minyak jagung 0%
125 ml Media fermentasi + minyak jagung 5%
125 ml Media fermentasi + minyak jagung 10%
mengukur Absorbansi, tegangan permukaan dan indeks emulsi.
125 ml Media fermentasi + minyak jagung 20%
c.
Recovery Hasil Biotransformasi Minyak Jagung 1) Sentrifugasi Sampel hasil optimasi kondisi
Disentrifuge
Kecepatan 12.500 rpm Temperatur 27OC Selama 20 menit
Hasil sentrifuse Supernatan
Pelet (endapan)
n-Heksana 2) Ekstraksi dan evaporasi
Fase air
Fase organik Evaporasi 70OC
Kloroform Fase organik
Fase air
Evaporasi 60OC
Etil asetat Fase organik
Fase air
Evaporasi 70OC
n-Butanol Fase organik
1.
Tegangan muka 2. Indeks
Evaporasi 90OC
Fase air
d.
Karakterisasi hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform 1)
Identifikasi gugus fungsi dengan Spektrofotometer Infra Merah Nujol mull Dibuat olesan pada kaca FT-IR
Sampel dari ekstrak kloroform Dicampur dengan nujol mull dan dianalisa FT IR
2)
Pengukuran Indeks Emulsi
5 ml Minyak sawit + 5 ml aquades
5 ml Minyak sawit + 4,5 mg hasil dari ekstrak kloroform+ 5 ml aquades Dimasukkan Tabung reaksi Divorteks 2 menit, didiamkan 24 jam Indeks emulsi
Diukur indeks emulsi setiap hari sampai indeks emulsi yang terbentuk habis Stabilitas emulsi
3)
Penentuan Tegangan Permukaan Minyak sawit + sampel dari ekstrak kloroform sesuai harga KKM
Minyak sawit diukur Kenaikan pipa kapiler
ditentukan Tegangan permukaan
e.
Aplikasi Hasil Biotransformasi Minyak Jagung untuk Pengambilan Logam Cd2+
2,5 ppm Cd2+ 8 ml + supernatan 2 ml
2,5 ppm Cd2+ 8 ml + TSB + minyak jagung 20% 2 ml
2 ppm Cd2+ 10 ml + sampel ekstrak kloroform 0,01 g Dishaker pada pH 6 dan temperatur kamar selama 5 dan 10 menit
Campuran Cd2+ dengan hasil biotransfomasi minyak jagung/TSB Disaring dengan kertas saring whatman 42 Larutan logam Cd2+ yang tidak terambil
Analisa dengan AAS Konsentrasi Cd2+ yang terambil
endapan
Lampiran 2. Tabel pengukuran penentuan panjang gelombang maksimal media cair TSB menggunakan spektrofotometer UV-Vis panjang gelombang / (nm) 300 320 340 344 348 350 352 356 358 360 362 364 366 368 372 376 380 400 420 440 460 480 500 520 540 560 580 600
absorbansi (A) 0,234 0,526 0,571 0,598 0,640 0,653 0,695 0,737 0,778 0,782 0,784 0,785 0,783 0,781 0,776 0,767 0,748 0,581 0,407 0,337 0,222 0,171 0,122 0,092 0,070 0,057 0,050 0,046
Lampiran 3. Pengukuran Optical Density (OD) Spektrofotometer UV-Vis pada 364 nm pada Media Inokulum 125 ml untuk Penentuan Kurva Pertumbuhan Rhodococus rhodochrous Jam ke 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 21 24
OD 0,12 0,2 0,284 0,382 0,525 0,66 0,77 0,908 0,985 1,049 1,049 1,060 1,088 1,089 1,099 1,112 1,112 1,112 1,112 1,099 1,090
Lampiran 4. Hasil Pengukuran dan Perhitungan Optical Density (OD), Tegangan Permukaan dan Indeks Emulsi pada Optimasi Kondisi Biotransformasi Minyak Jagung a. Tabel pengukuran OD dengan spektrofotometer UV-Vis pada maks 364 nm setiap hari selama 12 hari pada optimasi kondisi. Optical Density (OD) Lama TSB TSBJ5% TSBJ10% fermentasi (Tripticase TSB+5%(v/v) TSB+10%(v/v) Soy Broth) minyak jagung minyak jagung 0 0,527 0,514 0,512 1 0,658 0,674 0,668 2 0,845 0,854 0,854 3 1,186 1,234 1,249 4 1,179 1,212 1,237 5 1,177 1,236 1,239 6 1,176 1,241 1,241 7 1,36 1, 454 1,476 8 1,202 1,358 1,356 9 1,243 1,321 1,319 10 1,195 1,296 1,272 11 1,109 1,209 1,176 12 1,1 1,214 1,216
TSBJ20% TSB+20%(v/v) minyak jagung 0,495 0,646 0,847 1,263 1,253 1,248 1,247 1,484 1,362 1,331 1,253 1,138 1,206
b. Tabel hasil pengukuran indeks emulsi (%) selama 12 hari pada optimasi kondisi. Indeks emulsi (%) TSB TSBJ5% TSBJ10% Lama fermentasi (Tripticase TSB+5%(v/v) TSB+10%(v/v) Soy Broth) minyak jagung minyak jagung 0 32 34,62 34,62 1 36 36 34,62 2 32 36 36 3 32 36 36 4 32 37,5 36 5 32 37,5 34,62 6 32 36 34,62 7 32 42,31 42,31 8 24 38,46 37,04 9 28 40 34,62 10 28 40 36 11 32 38,46 34,62 12 32 32 34,62
TSBJ20% TSB+20%(v/v) minyak jagung 36 34,62 36 36 37,5 30,77 34,62 38,46 34,62 36 32 32 32
c. Tabel hasil pengukuran kenaikan pipa kapiler dan hasil perhitungan tegangan permukaan tiap hari selama 12 hari pada optimasi kondisi 1) Data pengukuran massa jenis media fermentasi pada optimasi kondisi produksi biosurfaktan Hari ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
TSB TSBJ5% (gr/cm3) (gr/ cm3) 1,0009 0,999 0,9994 0,9993 0,9999 0,9986 0,9992 0,9987 0,9985 0,9986 0,9985 0,9986 0,9985 0,9986 0,9984 0,9872 0,9984 0,9872 0,9984 0,9872 0,9984 0,9872 0,9984 0,9872 0,9984 0,9872
TSBJ10% (gr/ cm3) 0,9992 0,9991 0,9985 0,9977 0,9984 0,9984 0,9984 0,9615 0,9615 0,9615 0,9615 0,9615 0,9615
TSBJ20% (gr/ cm3) 0,9993 0,9993 0,9986 0,9986 0,9992 0,9992 0,9992 0,9343 0,9343 0,9343 0,9343 0,9343 0,9343
2) Data pengukuran kenaikan pipa kapiler pada optimasi kondisi Hari ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
TSB 1,1 1,1 1 1 1 1 1 0,9 0,9 1 1 1 1
TSBJ5% TSBJ10% TSBJ20% 1,2 1,2 1,2 0,9 0,9 0,8 0,9 0,9 0,8 0,9 0,8 0,8 0,9 0,9 0,8 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,8 0,8 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,8 0,9 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
hair = 1,1 cm dengan air270C = 7,275 x10-2 N/m dan air 270C = 0,997 gr/cm3 Dari data kenaikan pipa kapiler dan massa jenis, maka dapat diperoleh tegangan permukaan dengan menggunakan rumus persamaan 2 :
hx x air hair air dengan hair = kenaikan pipa kapiler dalam air
x =
dair = massa jenis air hx = kenaikan pipa kapiler dalam media fermentasi dx = massa jenis media fermentasi x = tegangan permukaan media fermentasi air = tegangan permukaan air contoh perhitungan : pada hari ke 7 dengan variasi minyak 20% maka didapatkan kenaikkan pipa kapiler media fermentasi 0,8 cm dan massa jenis media fermentasi 0,9343 gr/cm3 x =
hx x air hair air
0,8cm 0,.9343gr / cm3 x x0,07275 N m 1,1cm 0,997 gr / cm3 x = 0,04958 N m dari perhitungan diatas diperoleh data tegangan permukaan media fermentasi pada x =
optimasi kondisi sebagai berikut : Hari ke0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
TSB (N/m) 0,07303 0,07292 0,06633 0,06628 0,06624 0,06624 0,06624 0,05961 0,05961 0,06623 0,06623 0,06623 0,06623
TSBJ5% TSBJ10% TSBJ20% (N/m) (N/m) (N/m) 0,07952 0,07954 0,07955 0,05966 0,05965 0,05303 0,05962 0,05962 0,05299 0,05962 0,05295 0,05299 0,05962 0,05961 0,05302 0,05962 0,05961 0,05965 0,05962 0,05962 0,05965 0,05894 0,05102 0,04958 0,05894 0,0574 0,05578 0,05894 0,0574 0,05578 0,05894 0,05102 0,05578 0,05241 0,05102 0,04958 0,05241 0,05102 0,04958
Lampiran 5. Uji Statistik Duncan Optical Density, Tegangan Permukaan Dan Indeks Emulsi pada Optimasi Kondisi Biotransformasi Minyak Jagung a.
Optical Density (OD) Data optical density pada optimasi kondisi akan diperiksa lebih dulu
apakah variansi dari masing-masing faktor (konsentrasi dan hari ) homogen atau tidak. Jika variansi konsentrasi dan variansi hari homogen, maka bisa dilakukan analisis variansi. 1) a)
Uji homogenitas variansi Faktor Hari i. H0 : Asumsi homogenitas variansi dipenuhi
vs
H1 : H0 tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 % iii. Daerah kritis : H0 ditolak jika p-value < = 0.05 iv. Statistik uji : Bartlett's Test (normal distribution) Test statistic = 22.65, p-value = 0.031 v. Kesimpulan : Karena p-value = 0,031<0.05, maka H0 ditolak. Artinya asumsi homogenitas variansi tidak dipenuhi. Maka data perlu ditranformasi menggunakan log 10, kemudian diuji lagi : i. H0 : Asumsi homogenitas variansi dipenuhi
vs
H1 : H0 tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 % iii. Daerah kritis : H0 ditolak jika p-value < = 0.05 iv. Statistik uji : Bartlett's Test (normal distribution) Test statistic = 13.79, p-value = 0.314 v. Kesimpulan : Karena p-value = 0,314 > 0.05, maka H0 tidak ditolak. Artinya asumsi homogenitas variansi dipenuhi. Sehingga dapat dilakukan uji lanjut.
b) Faktor Persentase Minyak i. H0 : Asumsi homogenitas variansi dipenuhi
vs
H1 : H0 tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 % iii. Daerah kritis : H0 ditolak jika p-value < = 0.05 iv. Statistik uji : Bartlett's Test (normal distribution) Test statistic = 0.42, p-value = 0.937 v. Kesimpulan : Karena p-value = 0,937 > 0.05, maka H0 tidak ditolak. Artinya asumsi homogenitas variansi dipenuhi. 2) Analisis Variansi Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: OD Source Intercept HARI TSB HARI * TSB
Hypothesis Error Hypothesis Error Hypothesis Error Hypothesis Error
Type III Sum of Squares 65.502 4.126E-02 3.598 2.674E-02 4.126E-02 2.674E-02 2.674E-02 .000
df 1 3 12 36 3 36 36 0
Mean Square 65.502 1.375E-02a .300 7.427E-04b 1.375E-02 7.427E-04b 7.427E-04 .c
F 4763.089
Sig. .000
403.692
.000
18.516
.000
.
.
a. MS(TSB) b. MS(HARI * TSB) c. MS(Error)
Asumsi homogenitas variansi dipenuhi, maka anava dapat dilakukan. Dengan anava dapat diketahui pengaruh tiap faktor terhadap respon. Dalam kasus ini akan diuji pengaruh faktor hari dan persentase minyak terhadap OD minyak jagung. a)
Faktor Hari i. H0 : Tidak terdapat pengaruh hari terhadap OD minyak jagung H1 : H0 tidak benar ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 % iii. Daerah kritis : H0 ditolak jika p-value < = 0.05 iv. Statistik uji : (lihat Tabel diatas pada kolom Sig.)
p-value = 0.000 v. Kesimpulan : Karena P-Value = 0.000 < 0.05, maka H0 ditolak. Artinya terdapat pengaruh hari terhadap OD minyak jagung. Lebih lanjut dapat dilihat dengan Post Hoc Test. OD a
Duncan HARI hari0 hari1 hari2 hari11 hari12 hari4 hari5 hari6 hari3 hari10 hari9 hari8 hari7 Sig.
N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
1 .51200
2
3
Subset for alpha = .05 4 5 6
7
8
9
.66150 .85000 1.15800 1.18400 1.22025
1.000
1.000
1.000
1.18400 1.22025 1.22500 1.22625 1.23300
.052
.147
1.22025 1.22500 1.22625 1.23300 1.25400
1.25400 1.30350
.317
1.30350 1.31950
.102
.591
1.44350 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
Terlihat bahwa hari ke-7 memberikan rata-rata terbesar, maka pada hari ke-7 optical density paling baik. b)
Faktor Persentase Minyak i. H0 : tidak terdapat pengaruh persentase minyak jagung terhadap OD H1 : H0 tidak benar ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 % iii. Daerah kritis : H0 ditolak jika p-value < = 0.05 iv. Statistik uji : (lihat Tabel 1 diatas pada kolom Sig.) p-value = 0.000 v. Kesimpulan : Karena p-value = 0.000 < 0.05, maka H0 ditolak. Artinya terdapat pengaruh persentase minyak jagung terhadap OD.
Lebih lanjut dapat dilihat dengan Post Hoc Test.
OD Duncan
a
TSB TSB TSBJ20 TSBJ10 TSBJ5 Sig.
N 13 13 13 13
Subset for alpha = .05 1 1.07362 1.13638 1.13962 1.13977 .582
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 13.000.
Terlihat bahwa persentase minyak jagung 5% menghasilkan rata-rata terbesar. Namun, karena persentase minyak 10% dan 20% berada dalam satu kelompok (subset) dengan minyak 5%, maka dapat dikatakan bahwa minyak 10%, 20% dan 5 % memberikan pengaruh yang sama terhadap OD. b.
Indeks Emulsi Data indeks emulsi pada optimasi kondisi akan diperiksa lebih dulu
apakah variansi dari masing-masing faktor (konsentrasi dan hari ) homogen atau tidak. Jika variansi konsentrasi dan variansi hari homogen, maka bisa dilakukan analisis variansi. 1)
Uji homogenitas variansi a)
Faktor Hari
i. H0 : Asumsi homogenitas variansi dipenuhi
vs
H1 : H0 tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 % iii. Daerah kritis : H0 ditolak jika p-value < = 0.05 iv. Statistik uji : Bartlett's Test (normal distribution) Test statistic = 18.06, p-value = 0.080
v. Kesimpulan : Karena p-value = 0.080 > 0.05, maka H0 tidak ditolak. Artinya asumsi homogenitas variansi dipenuhi.
b)
Faktor Persentase Minyak
i. H0 : Asumsi homogenitas variansi dipenuhi
vs
H1 : H0 tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 % iii. Daerah kritis : H0 ditolak jika p-value < = 0.05 iv. Statistik uji : Bartlett's Test (normal distribution) Test statistic = 3.55, p-value = 0.314
v. Kesimpulan : Karena p-value = 0.314 > 0.05, maka H0 tidak ditolak. Artinya asumsi homogenitas variansi dipenuhi. 2)
Analisis Variansi Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: EMLS_JG Source Corrected Model Intercept HARI MINYAK Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 377.952a 57262.484 149.381 228.571 216.554 57856.991 594.507
df 14 1 11 3 33 48 47
Mean Square 26.997 57262.484 13.580 76.190 6.562
F 4.114 8726.046 2.069 11.610
Sig. .000 .000 .053 .000
a. R Squared = .636 (Adjusted R Squared = .481)
Asumsi homogenitas variansi dipenuhi, maka anava dapat dilakukan. Dengan anava dapat diketahui pengaruh tiap faktor terhadap respon. Dalam kasus ini akan diuji pengaruh faktor hari dan persentase minyak terhadap indeks emulsi minyak jagung. a)
Faktor Hari
i. H0 : Tidak terdapat pengaruh hari terhadap indeks emulsi minyak jagung H1 : H0 tidak benar ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 % iii. Daerah kritis : H0 ditolak jika p-value < = 0.05 iv. Statistik uji : (lihat Tabel 1 diatas pada kolom Sig.) p-value = 0.053
v.
Kesimpulan : Karena P-Value = 0.053 > 0.05, maka H0 tidak ditolak. Artinya tidak terdapat pengaruh hari terhadap indeks emulsi minyak jagung.
b)
Faktor Persentase Minyak
i. H0 : Tdk tdpt pengaruh persentase minyak jagung thd indeks emulsi H1 : H0 tidak benar ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 % iii. Daerah kritis : H0 ditolak jika p-value < = 0.05 iv. Statistik uji : (lihat Tabel 1 diatas pada kolom Sig.) p-value = 0.000 v. Kesimpulan : Karena p-value = 0.000 < 0.05, maka H0 ditolak. Artinya terdapat pengaruh persentase minyak jagung terhadap indeks emulsi. Lebih lanjut dapat dilihat dengan Post Hoc Test. EMLS_JG Duncan MINYAK 0% 20% 10% 5% Sig.
a,b
N 12 12 12 12
Subset 1 31.0000
1.000
2 34.5492 35.9225 36.6858 .061
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 6.562. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000. b. Alpha = .05.
Terlihat bahwa persentase minyak jagung 5% menghasilkan rata-rata terbesar. Namun, karena persentase minyak 10% dan 20% berada dalam satu kelompok (subset) dengan minyak 5%, maka dapat dikatakan bahwa minyak 10%, 20% dan 5 % memberikan pengaruh yang sama terhadap indeks emulsi.
c.
Tegangan Permukaan Akan diperiksa lebih dulu apakah variansi dari masing-masing faktor
(konsentrasi dan hari ) homogen atau tidak. Jika variansi konsentrasi dan variansi hari homogen, maka bisa dilakukan analisis variansi. 1) a)
Uji homogenitas variansi Faktor Hari i. H0 : Asumsi homogenitas variansi dipenuhi
vs
H1 : H0 tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 % iii. Daerah kritis : H0 ditolak jika p-value < = 0.05 iv. Statistik uji : Bartlett's Test (normal distribution) Test statistic = 8.92, p-value = 0.629
v. Kesimpulan : Karena p-value = 0.629 > 0.05, maka H0 tidak ditolak. Artinya asumsi homogenitas variansi dipenuhi. b)
Faktor Persentase Minyak i. H0 : Asumsi homogenitas variansi dipenuhi
vs
H1 : H0 tidak benar
ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 % iii. Daerah kritis : H0 ditolak jika p-value < = 0.05 iv. Statistik uji : Bartlett's Test (normal distribution) Test statistic = 1.56, p-value = 0.669
v. Kesimpulan : Karena p-value = 0.669 > 0.05, maka H0 tidak ditolak. Artinya asumsi homogenitas variansi dipenuhi. 2)
Analisis Variansi Setelah asumsi homogenitas variansi dipenuhi, maka anava dapat
dilakukan. Dengan anava dapat diketahui pengaruh tiap faktor terhadap respon. Dalam kasus ini akan diuji pengaruh faktor hari dan persentase minyak terhadap tegangan permukaan minyak jagung.
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TEG_JG Source Corrected Model Intercept HARI MINYAK Error Total Corrected Total
Type III Sum of Squares 1.233E-03a .164 2.760E-04 9.568E-04 2.484E-04 .165 1.481E-03
df 14 1 11 3 33 48 47
Mean Square F 8.806E-05 11.698 .164 21760.565 2.509E-05 3.333 3.189E-04 42.369 7.528E-06
Sig. .000 .000 .004 .000
a. R Squared = .832 (Adjusted R Squared = .761)
a)
Faktor Hari i. H0 : Tdk terdapat pengaruh hari terhadap tegangan permukaan minyak jagung H1 : H0 tidak benar ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 % iii. Daerah kritis : H0 ditolak jika p-value < = 0.05 iv. Statistik uji : (lihat Tabel 1 diatas pada kolom Sig.) p-value = 0.004 v. Kesimpulan : Karena p-value = 0.004 < 0.05, maka H0 ditolak. Artinya terdapat pengaruh hari terhadap tegangan permukaan minyak jagung.
Lebih lanjut dapat dilihat dengan Post Hoc Test. Terlihat bahwa hari ke-7, 11, dan 12 menghasilkan rata-rata terkecil yang sama sehingga dikatakan memberikan tegangan permukaan terbaik. Namun, karena hari ke-3, 8 dan 10 berada dalam satu kelompok (subset) dengan hari ke-7, 11 dan 12 maka dapat dikatakan bahwa hari-hari tersebut memberikan pengaruh yang sama terhadap tegangan permukaan minyak jagung.
TEG_JG Duncan
a,b
HARI 7 11 12 8 3 10 9 4 2 5 6 1 Sig.
N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Subset 1 2 5.48E-02 5.48E-02 5.48E-02 5.79E-02 5.79E-02 5.80E-02 5.80E-02 5.80E-02 5.80E-02 5.96E-02 5.96E-02 5.96E-02 6.13E-02 6.13E-02 6.13E-02 .156 .146
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 7.528E-06. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000. b. Alpha = .05.
b)
Faktor Persentase Minyak i. H0 : Tdk tdpt pengaruh persentase minyak jagung thd tegangan permukaan H1 : H0 tidak benar ii. Dipilih tingkat signifikasi = 5 % iii. Daerah kritis : H0 ditolak jika p-value < = 0.05 iv. Statistik uji : (lihat Tabel 1 diatas pada kolom Sig.) p-value = 0.000 v. Kesimpulan : Karena p-value = 0.000 < 0.05, maka H0 ditolak. Artinya terdapat pengaruh persentase minyak jagung
terhadap tegangan
permukaan. Lebih lanjut dapat dilihat dengan Post Hoc Test. Terlihat bahwa persentase minyak jagung 20% menghasilkan rata-rata terkecil sehingga dikatakan memberikan tegangan permukaan terbaik. Namun, karena persentase minyak 10% berada dalam satu kelompok (subset) dengan minyak
20%, maka dapat dikatakan bahwa minyak 10% dan minyak 20% memberikan pengaruh yang sama terhadap tegangan permukaan. TEG_JG Duncan
a,b
MINYAK 20% 10% 5% 0% Sig.
N 12 12 12 12
1 5.40E-02 5.58E-02
Subset 2
3
5.82E-02 .103
1.000
6.57E-02 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 7.528E-06. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 12.000. b. Alpha = .05.
Lampiran 6. Hasil pengukuran kenaikkan pipa kapiler dan hasil perhitungan tegangan permukaan pada recovery supernatan hasil hasil biotransforamsi minyak jagung ekstrak
ekstrak kloroform
ekstrak etil
ekstrak
heksana (gr/ml0
(gr/ml0
asetat (gr/ml0
butanol (gr/ml0
(gr/ml0
1,1
1.036
-
1,168
1,039
Ekstrak heksana
d d
eksrak heksana =
x air
n
air
n
air
x
0,7 cm 1,1gr / cm3 = x x 0,07275 N m 1,1cm 0,997 gr / cm3 = 0,0511 N m
Ekstrak kloroform hBioSklor j BioSklor j ekstrak kloroform = air hair air 0,7 cm 1,036 gr / cm3 = x x 0,07275 N m 1,1cm 0,997 gr / cm3 = 0,0481 N m
Ekstrak butanol hBioSbu tan j BioSbu tan j ekstrak butanol = air hair air 1cm 1,168 gr / cm3 x x 0,07275 N m 1,1cm 0,997 gr / cm3 = 0,0774 N m
=
sisa air
Sisa air hBioSakhjir j BioSakhir j = air hair air 0,9 cm 1,039 gr / cm3 x x 0,07275 N m 1,1cm 0,997 gr / cm3 = 0,0620 N m
=
sisa air
Lampiran 7. hasil Analisa FT-IR a. Analisa FT-IR Minyak Jagung
b.
Analisa FT-IR hasil biotransformasi minyak jagung dari ekstrak kloroform
c.
Analisa FT-IR Nujol mull
Lampiran 8. Tabel Indeks Emulsi antara Air dan Minyak Sawit dengan Penambahan Hasil Biotransformasi Minyak Jagung dari Ekstrak Kloroform (%) Selama 14 Hari
hari ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Emulsi (%) tanpa penambahan Hasil ekstrak klosroform 43 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Emulsi (%) dengan penambahan Hasil ekstrak kloroform 97 93 90 90 83 76 72 66 55 41 28 21 7 0
Lampiran 9. Hasil perhitungan tegangan permukaan minyak sawit sebelum dan sesudah penambahan hasil biotransformsi minyak jagung dari ekstrak kloroform Tanpa hasil ekstrak kloroform
Hidrokarbon
Minyak sawit
Dengan hasil ekstrak kloroform
hx
Massa
Tegangan
hx
Massa
(c
jenis
permukaan
(cm)
jenis
m)
(g/ml)
(N/m)
1
0,9395
0,0623
0,5
Tegangan
Penurunan tegangan
permukaan permukaan
(g/ml)
(N/m)
(%)
0,9229
0,0306
58,8828
hair =1,1 cm γair 270C = 7,275 x 10-2 N/m dan ρair 270C = 0,997 gr/cm3 Contoh perhitungan tegangan permukaan minyak sawit setelah penambahan hasil ekstrak kloroform : =
0,5 cm 0,9229 gr / ml x x 0,07275 N m 1,1cm 0,997 gr / ml
= 0,0305
N
m
Lampiran 10. Data pengambilan logam Cd oleh hasil biotransformasi minyak jagung a. Hasil pengukuran penyerapan media TSB terhadap logam Cd 2 ppm sampel perulangan I perulangan II (ppm) (ppm)
kontrol waktu 5' waktu 10'
1,8188 1,8266 1,8396 1,6499 1,6527 1,6766 1,474 1,4687 1,487
1,7819 1,8123 1,8051 1,5963 1,6208 1,6146 1,4971 1,4762 1,4637
konsentrasi prosentase kapasitas terserap penyerapan penyerapan (ppm) (%) (mg/g)
rata-rata SD
1,8140,0197
1,63520,0296
0,1788
9,8567
0,0298
1,47780,0123
0,3362
18,5336
0,056
b. Hasil pengukuran penyerapan 0,01 gram hasil dari ekstrak kloroform terhadap logam Cd 2 ppm sampel perulangan I perulangan II (ppm) (ppm) kontrol waktu 5' waktu 10'
1,9762 1,9835 1,9841 1,2759 1,1778 1,1834 0,6828 0,6536 0,6678
1,9589 1,9671 1,9764 1,0541 1,1985 1,1732 0,5863 0,5926 0,5840
rata-rata SD
konsentrasi prosentase kapasitas terserap penyerapan penyerapan (ppm) (%) (mg/g)
1,97230,0098 1,17720,0713
0,7951
40,3133
0,7951
0,62780,0451
1,3445
68,1691
1,3445
c. Hasil pengukuran penyerapan supernatan biotransformasi minyak jagung terhadap logam Cd 2 ppm sampel perulangan I perulangan II rata-rataSD (ppm) (ppm) kontrol waktu 5' waktu 10'
1,9762 1,9835 1,9841 0,2993 0,2772 0,3025 0,2084 0,1918 0,1799
1,9589 1,9671 1,9764 0,2202 0,2321 0,225 0,1625 0,1617 0,1744
konsentrasi prosentase kapasitas terserap penyerapan penyerapan (ppm) (%) (mg/g)
1,97230,0098 0,25940,038
1,7129
86,8478
1,7420
0,17980,0179
1,7925
90,8837
1,8235
Contoh Perhitungan pada pengambilan menggunakan supernatan biotransformasi minyak jagung terhadap logam Cd waktu kontak 5 menit. Berat Adsorben = 2 ml x 4,915 x 10-3 g/ml = 9,83 x 10-3 g
Kapasitas Penyerapan =
V (Cawal Cakhir ) berat adsorben
=
10 ml (1,9723 0,2594)mg / L 0,0983 g
=
0,01L(1,742)mg / L 0,0983 g
= 1,7420 mg/g Persentase penyerapan = =
(Cawal Cakhir ) x 100% Cawal
1,9723 0,2594 x 100% 1,9723
= 86,8478 %