BIAS GENDER DALAM STRUKTUR ORGANISASI KAMMI (KESATUAN AKSI MAHASISWA MUSLIM INDONESIA) KOMISARIAT UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh : Fitria Endah Lestari NIM 09413244050
JURUSAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015
MOTTO
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” (QS Ar-Ra'd 13: 11)
“No one makes a lock without a key, that’s why Allah won’t give you problems without solutions” (Anonime)
“Follow your dream and transform yourself” (Penulis)
PERSEMBAHAN
Karya ini Kupersembahkan teruntuk kedua orang tuaku: Ibu Darningsih Bapak Sakam
ku bingkiskan untuk kedua kakakku: Weni Setyo Utami Bambang Edi Purnomo
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. Atas izin-Nya skripsi yang berjudul “Bias Gender dalam Struktur Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta” dapat terselesaikan. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari kerjasama dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Rochmat Wahab, M. Pd. M. A., selaku Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di Universitas tercinta ini. 2. Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M. Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Univeritas Negeri Yogyakarta. 3. Bapak Grendi Hendrastomo, M.A., M.M. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Yogyakarta. 4. Ibu Poerwanti Hadi Pratiwi, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan serta bimbingan selama perkuliahan. 5. Ibu Nur Hidayah, M.Si yang telah memberikan masukan, pemikiran, serta arahan guna menyelesaikan tugas akhir ini.
6. Ibu Puji Lestari, M.Hum selaku narasumber dan penguji utama, terima kasih atas bimbingannya selama ini sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. 7. Bapak Amika Wardana, Ph.D. selaku ketu penguji yang telah memberikan masukan untuk perbaikan tugas akhir ini. 8. Seluruh dosen yang mengajar di Prodi Pendidikan Sosiologi yang telah memberikan ilmu, wawasan, dan pengetahuan selama ini. 9. Kedua orang tuaku, Bapak Sakam dan Ibu Darningsih, yang telah memberikan do’a, semangat, dan materiil selama ini. Sungguh Ananda tidak akan sanggup membalas semua yang telah kalian berikan selama ini. 10. Kedua kakakku, Mba Weni Setyo Utami dan Mas Bambang Edi Purnomo, serta mba Atik dan mas Tri, yang selalu memberikan dorongan dan semangat untuk menyelesaikan tugas akhir skripsi ini. 11. Keponakan-keponakanku, Dilla, Zabi, Juan, Rara dan Azzam, terima kasih atas celotehan-celotehan kalian yang menggemaskan. 12. Teman-temanku tersayang, teh Nita, Fitri Dodolz, neng Vietha, yang telah berbagi kebahagiaan, kesedihan, dan kegilaan selama kita bersahabat, serta saling mendukung untuk menyelesaikan tugas akhir. Kalian Luar Biasa. 13. Teman-teman Intifadha Family, mba Dyah, mba Sashi, mba Nilon, mba Rani, Wanti, Isna, Ani, Yoni, Ririn, Piepit, Iis, Resa, Dewi, Iga, Eri, Via, Ratih, Rina, terima kasih telah memberikan dukungan dan semangat.
ABSTRAK BIAS GENDER DALAM STRUKTUR ORGANISASI KAMMI (KESATUAN AKSI MAHASISWA MUSLIM INDONESIA) KOMISARIAT UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA Oleh: Fitria Endah Lestari NIM: 09413244050 Penelitian ini bertujuan untuk: (1) untuk mengetahui bias gender dalam struktur organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; (2) untuk mengetahui faktor penyebab bias gender dalam struktur organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta; (3) untuk mengetahui apa saja dampak bias gender dalam organisasi KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta terhadap para anggotanya. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, dengan mengambil informan sebanyak 8 orang dalam melakukan penelitian yaitu 2 orang anggota laki-laki dan 6 orang anggota perempuan dari pengurus harian KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode kualitafif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan teknik pengambilan sampel penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Validitas data yaitu triangulasi. Sedangkan untuk teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif model interaktif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, KAMMI belum menganut prinsip kesetaraan gender dalam kepengurusannya dan yang terjadi sebenarnya adalah bias gender dalam struktur organisasi KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Perempuan masih seringkali menempati jabatan-jabatan pada sektor domestik dan tidak memiliki kesempatan untuk menduduki jabatan sebagai ketua. Faktor penyebab bias gender antara lain: a) penafsiran agama, b) konsep pembagian kerja, c) pengaruh budaya patriarkhi. Dampak bias gender dalam KAMMI antara lain akses perempuan dalam organisasi menjadi terbatas. . Kata kunci: bias gender, faktor penyebab, dampak.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN. ................................................................. iii HALAMAN PERNYATAAN .................................................................. iv HALAMAN MOTTO ............................................................................... v HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... vi KATA PENGANTAR ............................................................................ vii ABSTRAK ................................................................................................ x DAFTAR ISI ............................................................................................. xi DAFTAR BAGAN .................................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xv BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah .................................................................
1
B. Identifikasi Masalah .......................................................................
6
C. Batasan Masalah ............................................................................
7
D. Rumusan Masalah ..........................................................................
8
E. Tujuan Penelitian ...........................................................................
8
F. Manfaat Penelitian .........................................................................
9
BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI ................. 11 A. Kajian Tentang Gender .................................................................... 11 1.
Pengertian Gender ...................................................................... 11
2.
Ideologi Gender ........................................................................ 14
B. Kesetaraan Gender ........................................................................... 16 C. Teori Struktural Fungsional .............................................................. 20 D. Organisasi KAMMI ......................................................................... 24 E. Penelitian Relevan ........................................................................... 26 F. Kerangka Berpikir ............................................................................ 30 BAB III. METODE PENELITIAN ...................................................... 32 A. Bentuk Penelitian ............................................................................. 32 B. Lokasi Penelitian .............................................................................. 33 C. Waktu Penelitian .............................................................................. 33 D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 33 E. Pemilihan Informan Penelitian ......................................................... 35 F. Validitas Data .................................................................................. 36 G. Teknik Analisis Data ........................................................................ 37 BAB IV. PEMBAHASAN DAN ANALISIS ........................................ 41 A. Deskripsi Data ................................................................................. 41 1.
Profil Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ............ 41
2.
Deskripsi Informan ................................................................ ...... 50
B. Pembahasan ........................................................................................... 53 1.
Bias Gender Dalam Struktur Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Periode 2014-2015 .................... 53
2.
Partisipasi Perempuan dalam Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Periode 2014-2015 ................... 63
3.
Faktor Penyebab Bias Gender Dalam Struktur Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Periode 2014-2015 ..................................................................................... 69
4.
Dampak Bias Gender Dalam Struktur Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Periode 2014-2015 .................... 75
C. Pokok-pokok Temuan dalam Penelitian .............................................. 76 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 79 A. Kesimpulan .......................................................................................... 79 B. Saran .................................................................................................... 81 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 83 LAMPIRAN
DAFTAR BAGAN Bagan 1. Kerangka Pikir ................................................................................ 31 Bagan 2. Model Analisis Miles dan Huberman................................................ 38 Bagan 3. Struktur Kepengurusan KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Periode 2014-2015. ........................................................ 44
DAFTAR LAMPIRAN 1. Pedoman Observasi 2. Pedoman Wawancara 3. Pengkodean Hasil Wawancara 4. Hasil Observasi 5. Transkip Hasil Wawancara 6. Dokumentasi Foto Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembicaraan terhadap wacana gender, feminisme dan kesetaraan lakilaki dan perempuan merupakan bagian dari emansipasi, demokratisasi dan humanisasi kebudayaan. Dari waktu ke waktu, gugatan dan pembongkaran terhadap struktur ketidakadilan, diskriminasi, penindasan dan kekerasan terhadap perempuan nampaknya semakin meluas dan menggugat. Kaum feminis yang percaya bahwa masalah yang terjadi pada kaum perempuan diakibatkan ketidakadilan gender, menuding budaya masyarakat yang patriarkhis cenderung menjadikan peran politik perempuan berada pada posisi terpinggirkan dan senantiasa menjadi subordinat bagi peran politik laki-laki (Afwan, 2008: 11). Subordinasi karena gender terjadi dalam segala bentuk yang berbeda dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu. Sistem tradisional mensubordinasikan perempuan secara khusus, membatasi akses dan kontrol perempuan dalam banyak hal. Hal tersebut menjadikan perempuan tidak dapat mengaktualisasikan potensi dan kemampuannya, misalnya tampil menjadi pemimpin. Hal itu mengakibatkan munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak dipentingkan. Seperti halnya dalam budaya patriarkhi, dimana laki-laki diberikan otoritas dan dominasi dalam kehidupan rumah tangga dan bermasyarakat.
Dalam sistem sosial (juga keagamaan), patriarkhi muncul sebagai bentuk
kepercayaan
atau
ideologi
bahwa
laki-laki
lebih
tinggi
kedudukannya dibandingkan perempuan; bahwa perempuan harus dikuasai bahkan dianggap sebagai harta milik laki-laki (Rachman, 2004: 530). Ketimpangan peran sosial yang berdasarkan gender masih tetap dipertahankan dengan dalih doktrin agama. Siti Ruhaini Dzuhayatin (2006), menyatakan bahwa pada budaya patriarkhi, agama berfungsi untuk melegitimasi kenormalan seksualitas dan status laki-laki. Konsekuensinya, seksualitas dan status perempuan tidak akan pernah menempati “kenormalan” laki-laki. Selama budaya patriarkhi tetap dipertahankan, sejauh itu pula pandangan-pandangan mengenai ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam kadar yang berbeda-beda tetap mewarnai kehidupan masyarakat (dikutip dari Abdullah, 2006: 62). Agama dilibatkan untuk melestarikan kondisi dimana perempuan menganggap dirinya tidak setara dengan laki-laki. Berkaitan dengan keadilan gender, secara implisit maupun eksplisit, teks al-Qur’an juga banyak memberikan rambu-rambu. Konsep kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam Islam tercermin dalam QS At-Taubah : 71-72, QS alBaqarah : 187, QS Al-Ahzab : 35, dan QS Al-Mu’minun :40, bahwa kelebihan laki-laki atas perempuan merupakan fitrah dan kodrati.
Dalam al-Qur’an telah dijelaskan tentang adanya persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal kemanusiaannya. Sebagai manusia, laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah, mereka dimuliakan sebagai keturunan Adam, diciptakan untuk menjadi hamba yang harus beribadah kepada-Nya, dan khalifah-Nya yang harus memakmurkan bumi (Purwaningsih, 2009: 68). Di kalangan ulama sendiri timbul perbedaan pendapat antara memperbolehkan dan tidak memperbolehkan perempuan untuk menjadi pemimpin. Hal ini disebabkan ada beberapa ulama yang menjadikan surat An Nisaa' ayat 34 yang artinya "laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan..." sebagai dalil untuk melarang kepemimpinan perempuan. Pada ajaran agama Islam, perempuan mempunyai hak dan kesempatan untuk berkarir dengan tidak melupakan fungsi dan kedudukannya sebagai perempuan. Islam membebaskan perempuan dari belenggu kebodohan, ketertinggalan dan perbudakan. Tidak ada perbedaan gender antara lakilaki dan perempuan, sebab sebagian mereka berasal dari sebagian yang lain, laki-laki dari perempuan dan perempuan dari laki-laki (Fauzi, 2008: 13). Kenyataannya, masih terdapat perdebatan tentang jabatan-jabatan karir yang digeluti oleh perempuan dalam berbagai bidang, namun seiring dengan perkembangan masyarakat yang memperjuangkan kesetaraan gender, beberapa peran yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan telah dipertukarkan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kaum
perempuan yang berani memasuki area maskulinitas dan berani tampil di sektor publik. Tidak jarang pula kaum pria yang ikut mengerjakan tugas perempuan di sektor domestik. Di dalam organisasi kemahasiswaan, kesetaran gender sudah menjadi wacana yang tidak asing lagi. Kesetaraan gender menjadi dasar semua aktifitas kegiatan keorganisasian. Pentingnya wacana kesetaran gender adalah untuk mengingatkan kepada seluruh anggota organisasi yang di dalamnya terdapat kaum perempuan dan laki-laki, agar di dalam semua aktifitas
dan
peran
masing-masing
anggota
tidak
menimbulkan
ketidakadilan pada kaum laki-laki dan perempuan. Hal ini tentu merupakan persoalan yang sangat penting mengingat paradigma pembangunan yang sekarang sedang digencarkan adalah paradigma pembangunan yang menjunjung tinggi kesetaraan gender, artinya pembangunan belum berhasil ketika masalah-masalah ketidakdilan gender masih ada. Sulitnya merubah kultur masyarakat patriarkhi yang bias gender menjadikan perubahan ke masyarakat yang menjujung tinggi kesetaraan gender adalah suatu perbuatan yang melanggar kultur yang sudah langgeng di masyarakat. Dengan mulai menerapkan nilai-nilai kesetaraan gender dalam organisasi, dapat menjadi pembelajaran bagi mahasiswa untuk mengerti akan pentingnya prinsip-prinsip kesetaraan gender dibawa dalam segala aktivitas dan kegiatan organisasi.
Seringkali arah kebijakan dan aturan dasar organisasi tidak sesuai dengan nilai-nilai yang menjunjung kesetaraan gender. Kebijakan yang melanggengkan
kultur
patriarkhi
diantaranya;
perempuan
selalu
ditempatkan pada sekretaris, seksi konsumsi, dan pengurus dapur, dan sebagainya. Contoh ketidakdilan tersebut merupakan kenyataan yang terjadi dalam organisasi, terutama ketika melaksanakan kegiatan praktis seperti pelantikan anggota baru, dan lain-lain. Dari informasi awal yang diperoleh, terdapat fenomena yang kurang baik, antara lain setiap kali diadakan pemilihan ketua umum baru, para anggota yang nantinya akan memilih diarahkan untuk memilih salah satu calon ketua yang sebelumnya telah dipilih oleh para pengurus harian, dimana calon ketua yang telah disepakati untuk dipilih ini biasanya adalah laki-laki, meskipun terdapat calon-calon lain yang notebene tidak hanya laki-laki tetapi juga perempuan. Hal ini dikarenakan masih adanya anggapan bahwa perempuan memiliki keterbatasan dalam menjalankan berbagai aktivitas apabila menduduki jabatan sebagai ketua umum dalam organisasi. Berkaitan dengan hal tersebut, maka bagaimana bias gender dalam organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menjadi menarik diteliti karena para anggota organisasi ini merupakan para mahasiswa aktivis yang notabene berpikiran kritis serta mempunyai pemahaman keagamaan yang kuat terlihat dari proses pembinaan kadernya. Kenyataannya, kaum
perempuan dalam organisasi KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dirasakan masih sulit untuk dapat menduduki jabatan sebagai ketua umum. Berbeda halnya apabila perempuan menduduki jabatan sebagai ketua bidang, yang dirasakan lebih mudah bagi perempuan untuk menjabat sebagai kepala bidang. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang bias gender dalam struktur organisasi KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, dapat diidentifikasikan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Budaya masyakarat Indonesia yang relatif masih berbudaya patriarkhi yang kental, memungkinkan kesenjangan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi pada banyak sisi kehidupan. 2. Terdapat marginalisasi perempuan dalam memimpin organisasi, karena perempuan dianggap kurang kompeten serta kurang memiliki jiwa sebagai seorang pemimpin atau ketua organisasi. 3. Kultur patriarkhi yang masih melekat dalam setiap kebijakan pembentukan kegiatan yang dilaksanakan pengurus organisasi, menyebabkan terjadi bias gender dan marginalisasi perempuan. 4. Masih adanya subordinasi terhadap peran aktivis mahasiswa perempuan di organisasi, terutama dalam struktur kepengurusan.
5. Adanya ketimpangan peran sosial yang berdasarkan gender dengan dalih doktrin agama, yang umumnya masih di anut sebagian masyarakat, termasuk masyarakat kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 6. Masih terdapat bias gender dalam melihat status dan peran perempuan dalam penempatan pada struktur organisasi mahasiswa, seperti yang terjadi di organisasi KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 7. Adanya kegiatan program kerja yang dilaksanakan dalam struktur organisasi, aktivis mahasiswa perempuan hanya ditempatkan di wilayah domestik. 8. Terdapat faktor yang menyebabkan bias gender dalam organisasi KAMMI. 9. Adanya bias gender dalam organisasi membawa dampak bagi para anggotanya.
C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah melalui beberapa uraian di atas, maka permasalahan perlu dibatasi. Adapun pembatasan masalah ini bertujuan untuk memfokuskan perhatian pada penelitian agar diperoleh kesimpulan yang mendalam pada aspek yang diteliti. Maka permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada bagaimana bias gender dalam struktur
organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah diatas, maka peneliti mengajukan rumusan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana bias gender dalam struktur organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta? 2. Apa saja faktor yang menyebabkan bias gender dalam struktur organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta? 3. Apa saja dampak bias gender dalam struktur organisasi KAMMI Komisariat
UIN
Sunan
Kalijaga
Yogyakarta
terhadap
para
anggotanya?
E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bias gender gender dalam struktur organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui faktor faktor yang menyebabkan bias gender dalam struktur organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 3. Untuk mengetahui apa saja dampak bias gender dalam organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta terhadap para anggotanya.
F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini sebagai berikut. 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap kajian Sosiologi Gender mengenai bias gender dalam organisasi. b. Dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian yang akan datang. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Universitas Negeri Yogyakarta Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dan menambah koleksi bacaan dan informasi sehingga dapat digunakan sebagai sarana dalam meningkatkan dan menambah wawasan. b. Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk referensi dan sumber informasi serta menambah wawasan mengenai bias gender.
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Kajian Tentang Gender 1. Pengertian Gender Konsep gender harus dibedakan kata gender dengan kata sex (jenis kelamin). Pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya, bahwa manusia jenis laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan mempunyai alat menyusui (Fakih, 2013: 8). Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis perempuan dan jenis laki-laki selamanya. Artinya secara biologis alatalat tersebut tidak dapat dipertukarkan antara alat biologis yang melekat pada manusia perempuan dan laki-laki. Sex berarti jenis kelamin yang didasarkan pada perbedaan biologis atau perbedaan bawaan yang melekat di tubuh laki-laki atau perempuan (Fayumi, 2001: 57). Perbedaan jenis kelamin digunakan sebagai dasar pemberian peran sosial yang tidak sekedar dijadikan dasar pembagian kerja, namun lebih dari itu menjadi instrumen dalam pengakuan dan pengingkaran sosial, ekonomi, politik, serta menilai peran dan hak-hak dasar keduanya (Ch, 2010: 4).
Sedangkan konsep lainnya adalah konsep gender, yaitu suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap: kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara ada juga perempuan yang kuat, perkasa, tegas, dan rasional. Perubahan ciri dan sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu kewaktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu serta berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, itulah yang dikenal dengan konsep gender (Fakih, 2013: 9). Gender tidak sekadar merujuk pada perbedaan biologis semata, tetapi juga perbedaan perilaku, sifat, dan ciri-ciri khas yang dimiliki laki-laki atau perempuan. Lebih jauh, istilah gender menunjuk pada peranan dan hubungan antara laki-laki dan perempuan (Fayumi, 2001: 57). Gender adalah seperangkat peran yang, seperti halnya kostum dan topeng di teater, menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminin atau maskulin. Perangkat perilaku khusus ini – yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, bekerja dalam dan di luar rumah tangga, seksualitas, tanggung jawab, keluarga dan
sebagainya – secara bersama-sama memoles “peran gender” kita (Mosse. 2007: 3). Gender tidak akan dapat dipahami secara sederhana hanya dengan membedakan kategori sex, yaitu laki-laki atau wanita. Gender adalah persoalan nonkodrati, menyangkut pembedaan tugas, fungsi, dan peran yang diberikan oleh masyarakat/budaya terhadap laki-laki dan perempuan, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial (Umar, 2002: 167). Biasanya, gender dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat untuk lakilaki dan perempuan sehingga sebenarnya
gender
merupakan
interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan jenis kelamin, bukan alami dan bukan takdir Tuhan. Gender merupakan hasil dari suatu konstruksi, baik itu konstruksi sosial maupun konstruksi budaya. Konstruksi sosial dan budaya ini memegang peranan penting atas subordinasi perempuan sehingga memunculkan suatu realitas sosial dimana kaum laki-laki menguasai dan mendominasi kehidupan, dan perempuan menjadi subordinat dari laki-laki dimana perempuan menjadi objek untuk dimanipulasi untuk kepentingan laki-laki. Gender sebagai istilah yang dianggap baru pada prinsipnya adalah proses membahasakan atau memberi simbol terhadap perilaku dan fenomena yang sesungguhnya telah lama ada dan berlaku dalam kehidupan manusia (Rasyidah, 2008: 9).
2. Ideologi Gender Pemikiran mengenai relasi gender akan dipengaruhi oleh pemikiran dunia yang mendasarinya. Pandangan dunia tersebut pada gilirannya menciptakan upaya (cita-cita) pemahaman-pemahaman yang bersifat ideologis. Ideologi gender dapat dikenal dari aliran-aliran feminis mengenai hubungan antara laki-laki dan perempuan. Terdapat beberapa aliran feminisme yang berkembang, antara lain: a. Feminisme Liberal Aliran ini berasumsi bahwa ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan berakar pada perbedaan rasionalitas diantara mereka. Kemampuan rasionalitas perempuan dikatakan lebih lemah dibandingkan kaum laki-laki, sehingga perempuan menjadi tersubordinasi, tertindas dipelbagai lapangan kehidupan dan satuan kebudayaan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan akses dan pendidikan/SDM perempuan dan laki-laki oleh sebab itu maka agenda aksi yang dilakukan adalah memberi pendidikan pada kaum perempuan. b. Feminisme Radikal Aliran ini berasumsi bahwa penindasan yang dialami perempuan berasal dari adanya sistem budaya patriarkhi dimana laki-laki memiliki freebalance ekonomi dan kekuasaan yang besar dibandingan
perempuan.
Hal
ini
membuat
perempuan
termarginalisasi. Oleh sebab itu agenda aksi dari aliran ini adalah
membongkar struktur sistem budaya patriarkhi tersebut, dengan program-program
yang
melibatkan
secara
langsung
peran
perempuan dalam kehidupan sosial dan politik. c. Feminisme Marxis Aliran ini berasumsi bahwa penindasan yang dialami kaum perempuan bersumber dan merupakan bagian eksploitasi kelas dalam cara produksi. Mereka berpendapat jatuhnya status perempuan bermula dari perubahan teknologi produksi yang pada akhirnya
melahirkan
organsasi
kekayaan
atau
organisasi
kepemilikan. Perubahan produksi yang mulanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri berubah menjadi diperuntukkan pertukaran (pasar).
Karena laki-laki mengontrol alat produksi untuk
pertukaran tersebut, maka mereka mendominasi hubungan sosial dan perempuan direduksi menjadi bagian dari kekayaan dan modal. Sehingga perempuan tersubordinat, seperti perempuan hanya menjadi tenaga kerja/buruh murah. Disini terdapat pertentangan kelas, laki-laki kelas pemilik modal (kekayaan) dan perempuan kelas pekerja (buruh). Adapun agenda aksi yang dilakukan adalah perlawanan terhadap kelas pemilik modal tersebut. d. Feminisme Sosialis Aliran ini berasumsi penindasan perempuan tidak hanya terjadi pada tatanan pertentangan kelas, melainkan adanya juga sistem patriarkhi. Masyarakat telah lama tersosialisasi oleh budaya
patriarkhi yang mengutamakan laki-laki. Masyarakat telah cukup lama terhegomoni oleh nilai-nilai yang bias gender tersebut. Hal yang seharusnya dilakukan dianggap sebagai kodrat perempuan, seperti mengasuh anak, melayani suami, menjadi pengurus rumah tangga dan sebagainya. Oleh sebab itu agenda aksi yang dijalankan para penganut aliran ini adalah membantu kesadaran kelas dan meningkatkan kualitas dan kuantitas keterlibatan kaum perempuan dalam setiap pengambilan keputusan. B. Kesetaraan Gender Perbedaan laki-laki dan perempuan masih menyimpan beberapa masalah, baik dari segi substansi kejadian maupun dari peran yang diembannya dalam masyarakat. Dengan menyimpulkan laki-laki dan perempuan secara genetis berbeda tanpa memberikan penjelasan secara tuntas, maka kesimpulan tersebut dapat dijadikan legitimasi terhadap realitas sosial, yang memperlakukan laki-laki sebagai jenis kelamin utama dan perempuan sebagai jenis kelamin kedua (Purwaningsih, 2009: 68). Patriarkhi membudaya di segala sistem kebudayaan masyarakat baik dalam bidang sosial, budaya, pendidikan, bahasa, politik, ekonomi dan hukum. Hal ini karena patriarkhi dikonstruksikan, dilembagakan dan disosialisasikan lewat institusi-institusi yang terlibat sehari-hari dalam kehidupan seperti keluarga, sekolah, masyarakat, agama, tempat kerja sampai kebijakan negara. Dalam budaya kita, seperti juga di banyak negara di dunia ketiga lainnya, budaya patriarkhi masih sangat kental.
Patriarkhi menjadi faktor yang sulit diatasi untuk meningkatkan kesetaraan gender terhadap perempuan. Kesetaraan gender sering terkait dengan istilah-istilah diskriminasi terhadap perempuan, seperti; subordinasi, penindasan, kekerasan, dan semacamnya (Nugroho, 2011: 28). Persoalan perempuan berkaitan dengan masalah kesetaraan gender ini memang mengundang rasa simpati yang cukup besar dari masyarakat, karena permasalahan kesetaraan gender sering di anggap erat kaitannya dengan persoalan keadilan sosial. Konsep kesetaraan gender ini memang merupakan suatu konsep yang sangat rumit dan mengundang kontroversi. Hingga saat ini belum ada konsensus mengenai pengertian dari kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Ada yang mengatakan bahwa kesetaraan yang dimaksud adalah kesamaan hak dan kewajiban, yang tentunya masih belum jelas. Dengan adanya ketidakjelasan tersebut maka timbul ketidakadilan gender yang termanifestasikan dalam beberapa hal, yakni marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, subordinasi atau anggapan tidak penting dalam pengambilan keputusan politik, stereotype atau pelabelan negatif, kekerasan, serta beban kerja yang lebih panjang dan banyak. Ada yang mengartikan kesetaraan gender dengan konsep mitra kesejajaran antara laki-laki dan perempuan, yang juga masih belum jelas artinya. Atau ada juga yang mengartikan bahwa diantara laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam melakukan aktualisasi diri namun harus sesuai dengan kodratnya masing-masing.
Menurut Riant Nugroho (2011: 29), kesetaraan gender dapat juga berarti adanya kesamaan kondisi bagi laki-laki maupun perempuan dalam memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, dan pertahanan dan keamananan nasional (hankamnas) serta kesamaan dalam menikmati pembangunan. Keadilan gender merupakan suatu proses dan perlakuan adil terhadap kaum laki-laki dan
perempuan. Kesetaraan gender juga meliputi
penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan, baik terhadap laki-laki maupuan perempuan. Dengan kata lain kesetaran gender dapat dikatakan sebagai persamaan hak dan derajat bagi kaum perempuan. Kesetaraan gender merupakan posisi yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat dalam aktifitas kehidupan baik keluarga, masyarakat, dan bernegara. Keadilan gender merupakan proses menuju setara, selaras, seimbang, serasi, dan tanpa diskriminasi (Ch, 2003: 4-6). Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan menurut perspektif Islam adalah kesetaraan dalam hal-hal yang mutlak. Sedangkan hal-hal yang bersifat relatif akibat perbedaan keduanya dalam beberapa pengecualian adalah bertujuan untuk menyempurnakan keduanya dalam merealisasikan kekhalifahan, dan menjadi standar ukuran dari kesetaraan, kepercayaan, dan tanggung jawab yang dipikul keduanya dalam hubungan keimanan dan kekerabatan teologi (Sa’dawi, 2002: 132). Prinsip-prinsip kesetaraan gender dalam al-Qur’an, antara lain; mempersamakan kedudukan laki-laki
dan perempuan sebagai hamba (‘abd) Allah dan sebagai wakil Allah di bumi (khalifah Allah fi al-ardh) (Mubarak, 2006: 51). Kesetaraan dan keadilan gender merupakan kondisi dimana porsi siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, seimbang, dan harmonis. Kondisi ini dapat terwujud jika terdapat perlakuan adil antara laki-laki dan perempuan. Persoalan kesetaraan gender yang paling mendasar adalah bahwa belum semua perempuan memiliki atribut-atribut sosial yang mendukung pemberdayaan dalam meraih kesetaraan berperan. Upaya yang paling tepat dilakukan untuk mensosialisasikan kesetaraan gender salah satunya adalah perencanaan pembangunan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan perbedaan peran gender dan ketergantungan antara laki-laki dan perempuan sebagai suatu hal yang dapat diubah dan akan mengalami perubahan sesuai dengan kondisi sosial-budaya masyarakat yang bersangkutan. Saat ini wacana publik mengenai kesetaran gender sudah meluas diberbagai sudut kehidupan. Kesadaran akan kesetaraan gender sedang diperjuangkan oleh kaum feminis untuk menjadi kontrol bagi kehidupan sosial, sejauh mana prinsip keadilan, penghargaan manusia, dan perlakuan sama antara laki-laki dan perempuan baik di lingkup keluarga, masyarakat, organisasi, politik, hukum, pendidikan, pemerintahan, dan sebagainya. Keadilan gender juga dapat diperjuangkan melalui transformasi sosial. Transformasi sosial merupakan proses penciptaan hubungan fundamental baru dan lebih baik. Hubungan fundamental yang lebih baik disini adalah
struktur ekonomi, hubungan budaya, struktur politik dimana saling mendominasi perempuan menuju struktur yang membebaskan. Dalam konsep kesetaraan gender di sini, perempuan diberi hak dan kewajiban yang sama guna mengembangkan kualitas diri. C. Teori Struktural Fungsional Fungsionalisme struktural adalah salah satu paham atau perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang saling berhubungan satu sama lain dan bagian yang satu tidak dapat berfungsi tanpa ada hubungan dengan bagian yang lain. Pemikiran teori ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, dapat diartikan bahwa teori ini adalah semua elemen atau unsur kehidupan masyarakat harus berfungsi atau fungsional sehingga masyarakat secara keseluruhan bisa menjalankan fungsinya dengan baik. 1. Struktural Fungsional Talcott Parsons Menurut Parsons, terdapat 4 fungsi penting yang diperlukan oleh semua sistem, yang dikenal dengan skema “AGIL” (Adaptation, Goal attainment, Integration, Latency). Agar tetap bertahan, suatu sistem memerlukan empat fungsi ini: a. Adaptation (Adaptasi): suatu sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya. b. Goal attainment (Pencapaian Tujuan): sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. c. Integration (Integrasi): sebuah sistem harus mengatur antarhubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem
juga harus mengelola antarhubungan ketiga fungsi penting lainnya (A,G,L). d. Latency (Latensi atau pemeliharaan pola): sebuah sistem harus memperlengkapi, memlihara, dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi (Ritzer, 2007: 121).
Parsons mencontohkan bagaimana penggunaan skema AGIL dalam bahasan tentang empat sistem tindakan, yakni sebagai berikut. a. Organisasi perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi dengan menyesuaikan diri dengan dan mengubah lingkungan eksternal. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya. Sistem sosial menjalankan fungsi interasi dengan mengendalikan setiap komponennya.
Dan
sistem
kultural
melaksanakan
fungsi
pemeliharaan pola. b. Sistem sosial didefinisikan sebagai aktor, interaksi, lingkungan, optimalisasi kepuasan dan kultur. Meskipun Parson melihat sistem sosial sebagai sebuah interaksi tetapi dia tidak menggunakan aktor sebagai bagian fundamental dari interaksi tersebut, melainkan peran dan status aktor tersebutlah yang menjadi unit fundamental. Status ialah posisi dia dalam struktur sosial, peran ialah fungsi yang dijalankannya dalam posisi struktur. Jelas bahwa Parsons memandang keadaan ini secara sistem, aktor tidak dilihat dari tindakan dan sudut pikirannya, tetapi hanya status dan perannya.
Cara pandang Parsons secara sistem ini dan aliran fungsionalis yang dipegangnya melahirkan persyaratan sebuah sistem agar berkelanjutan: 1) Sistem harus terstruktur agar bisa menjaga keberlangsungan hidupnya dan juga harus mampu harmonis dengan sistem lain. 2) Sistem harus mendapat dukungan yang diperlukan dari sistem lain. 3) Sistem harus mampu mengakomodasi para aktornya secara proporsional. 4) Sistem harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para aktornya. 5) Sistem harus mampu untuk mengendalikan perilaku yang berpotensi mengganggu. 6) Bila terjadi konflik menimbulkan kekacauan harus dapat dikendalikan. 7) Sistem harus memiliki bahasa. c. Aktor dan Sistem Sosial. Parsons tidak mengabaikan masalah hubungan
antara
faktor
dan
struktur
sosial.
Menurutnya
persayaratan kunci bagi terpeliharanya integrasi pola nilai dan norma ke dalam sistem ialah dengan sosialisasi dan internalisasi. Pada proses sosialisasi yang sukes, nilai dan norma sistem sosial itu akan diinternalisasikan. Artinya ialah nilai dan norma sistem sosial ini menjadi bagian kesadaran dari aktor tersebut. Akibatnya ketika si aktor sedang mengejar kepentingan mereka maka secara langsung dia juga sedang mengejar kepentingan sistem sosialnya. Proses sosialisasi ini berhubungan dengan pengalaman hidup (dan spesifik) dan harus berlangsung secara terus menerus, karena nilai dan norma yang diperoleh sewaktu kecil tidaklah cukup untuk menjawab tantangan ketika dewasa.
d. Sistem kultural merupakan kekuatan utama yang mengikat sistem, kultur
menengahi
interaksi
antar
aktor,
menginteraksikan
kepribadian dan menyatukan sistem sosial. 2. Fungsional Struktural Robert Merton Merton menjelaskan bahwa struktural fungsional memusatkan perhatian pada kelompok, organisasi, masyarakat, dan kultur. Ia menyatakan bahwa, setiap objek yang dapat dijadikan sasaran analisis struktural-fungsional tentu mencerminkan hal yang standar (artinya terpola dan berulang). Sasaran studi struktural-fungsional antara lain: peran sosial, pola institusional, proses sosial, pola kultur, emosi yang terpola secara kultural, norma sosial, organisasi kelompok, struktur sosial, perlengkapan untuk pengendalian sosial, dan sebagainya (Ritzer, 2007; 137). Struktural fungsional berkaitan erat dengan struktur yang tercipta dalam masyarakat, dimana setiap masyarakat diibaratkan sebagai sebuah struktur dan setiap individu mempunyai peran sebagai bagian yang saling berhubungan untuk menjalankan stuktur tersebut. Dimana setiap struktur tidak mungkin akan berjalan dengan baik dan mencapai tujuannya apabila setiap bagiannya saling terpisah dan tidak menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menganut sistem patriarkhi dimana kaum laki-laki lebih diutamakan dan diagungkan dibandingkan kaum perempuan. Hal inilah yang menghambat sebagian
besar kaum perempuan untuk dapat keluar dari bidang domestik dan berperan serta dalam bidang politik, seperti halnya menjadi pemimpin, dan
menyebabkan
ketidakadilan
serta
ketidaksetaraan
gender.
Ketidaksetaraan gender seringkali terjadi dalam organisasi mahasiswa. Ketidaksetaraan ini menimbulkan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Kurangnya akses dan kesempatan bagi kaum perempuan untuk mengaktualisasikan diri dalam pengambilan keputusan bahkan menjadi pemimpin, membuat perempuan lebih memilih untuk bersikap pasif. Permasalahan ini akan dikaji melalui teori struktural fungsional dimana dalam setiap organisasi diperlukan adanya kerjasama antar masing-masing bagian atau struktur yang saling berkaitan untuk menjalankan sebuah fungsi, termasuk didalamnya untuk menjalankan sebuah fungsi organisasi. Maka dari itu, teori struktural fungsional digunakan untuk menjelaskan mengenai akses dan kesempatan bagi perempuan untuk menduduki jabatan sebagai pemimpin, faktor pendukung dan penghambat bagi perempuan dalam mengaktualisasikan diri dalam setiap kegiatan organisasi, serta dampak dari implementasi kesetaraan gender bagi para anggota organisasi. D. Organisasi KAMMI Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) merupakan sebuah organisasi mahasiswa muslim yang lahir pada era
reformasi yaitu pada tanggal 29 Maret 1998 di Malang. Anggotanya sendiri tersebar di hampir seluruh PTN (Perguruan Tinggi Negeri)/PTS (Perguruan Tinggi Sipil) di Indonesia. Organisasi ini bersifat terbuka dan independen dengan status sebagai Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) kemahasiswaan ekstra kampus. Struktur organisasi terdiri atas KAMMI Pusat, KAMMI daerah, dan KAMMI Komisariat. KAMMI muncul sebagai salah satu kekuatan alternatif Mahasiswa yang berbasis mahasiswa Muslim dengan mengambil momentum pada pelaksanaan Forum Silahturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FS-LDK) X se-Indonesia yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Acara ini dihadiri oleh 59 LDK yang berasal dari 63 kampus (PTN-PTS) diseluruh Indonesia. Jumlah peserta keseluruhan kurang lebih 200 orang yang notabenenya para aktifis dakwah kampus. Organisasi ini dibentuk karena terdapat keprihatinan di kalangan mahasiswa yang tergabung dalam LDK (Lembaga Dakwah Kampus) terhadap kondisi negara Indonesia saat itu serta mahasiswa yang merasa diperlukannya sebuah wadah yang mengkonsentrasikan aksi pada agenda politik. Organisasi KAMMI juga mempunyai visi dan misi layaknya organisasi lain. Visi organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) yaitu, “Wadah permanen yang akan melahirkan kaderkader kepemimpinan nasional yang tangguh dalam upaya mewujudkan masyarakat madani di Indonesia” (Rahmat, 2001: 171). Sementara misi organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) adalah
sebagai berikut (Saifulloh, http://www.kammi-uinsuka.com/p/filosofikammi_31.html). 1. Membina keislaman, keimanan, dan ketaqwaan mahasiswa muslim Indonesia. 2. Menggali, mengembangkan, dan memantapkan potensi dakwah, intelektual, sosial, dan politik mahasiswa. 3. Mencerahkan dan meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang rabbani, madani (civil society). 4. Memelopori dan memelihara komunikasi, solidaritas, dan kerjasama mahasiswa Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan kerakyatan dan kebangsaan. 5. Mengembangkan kerjasama antar elemen masyarakat dengan semangat membawa kebaikan, menyebar manfaat, dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar)
E. Penelitian Relevan Penelitian yang serupa dengan topik yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Miftahudin, Nur Hidayah, dan Supardi (2008). Dengan judul Sensitivitas dan Aplikasi Kesetaraan Gender di Organisasi Kemahasiswaan Universitas Negeri Yogyakarta. Dalam penelitian tersebut, lebih mengkaji tentang komposisi keterlibatan pengurus berdasarkan jenis kelamin, program maupun kegiatan yang terkait dengan wacana gender, akses dan kontrol perempuan dalam pengambilan keputusan di organisasi, kesempatan perempuan dan lakilaki dalam memperoleh kedudukan di organisasi, dan kepemimpinan dalam organisasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang ditujukan untuk mengetahui lingkup dari subyek penelitian sebagai sumber,
tempat penentuan suatu kajian. Satuan kajian dalam penelitian ini merupakan subyek penelitian yaitu 27 organisasi mahasiswa yang terdiri atas 4 BEM fakultas, 15 HIMA, dan 8 UKM. Teknik sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling atau menggunakan sampel bertujuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wacana gender sebagian besar sudah diakses oleh organisasi mahasiswa yang menjadi subyek penelitian. Hanya 9 organisasi yang benar-benar melakukan kegiatan terkait dengan wacana gender, sedangkan 18 organisasi lainnya belum pernah melakukannya. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam kegiatan praktis kepanitiaan perempuan masih sering ditempatkan untuk mengurusi hal-hal yang masih bersifat domestik, sedangkan laki-laki sebaliknya. Dalam kepemimpinan organisasi, masih diutamakan lakilaki yang memegang jabatan penting. Penelitian relevan di atas mempunyai kesamaan dalam beberapa hal dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Adapun kesamaannya yaitu dalam memilih fokus penelitian yaitu sama-sama meneliti
mengenai
gender
dalam
organisasi
mahasiswa
dan
kesempatan para anggotanya untuk menduduki jabatan dalam struktur organisasi. Sedangkan untuk perbedaannya yaitu penelitian yang dilakukan Miftahudin terdiri atas beberapa organisasi yang terdapat di UNY, sedangkan yang akan dilakukan oleh peneliti hanya spesifik di
dalam
organisasi
KAMMI
Komisariat
UIN
Sunan
Kalijaga
Yogyakarta. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Anggun Kusuma Wardani (2010). Dengan judul Peran Aktivis Mahasiswa Perempuan dalam Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa FISE UNY 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran aktivis mahasiswa perempuan dan peran perempuan dalam organisasi. Pendekatan metode dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif, dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan keterlibatan penelitian ini menunjukkan keterlibatan perempuan dalam BEM FIS cukup optimal yang terbukti pada program kerja, struktur organisasi BEM. Adanya bias gender sehingga menempatkan perempuan pada jabatan tertentu yaitu sekretaris, bendahara, dan seksi konsumsi. Kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu sama-sama meneliti tentang peran aktivis perempuan dalam organisasi mahasiswa, serta melihat sejauh mana subordinasi perempuan dalam aktivitas
keorganisasian.
Adapun
perbedaannya
terletak
pada
organisasi yang berbeda, yaitu BEM dan KAMMI. Perbedaan lainnya yaitu penelitian Anggun Kusuma Wardani melihat bagaimana peran aktivis perempuan dalam organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi UNY, sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti lebih melihat bagaimana bias gender dalam struktur organisasi dan dampaknya bagi para anggotanya.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Yogi Aprianto (2013). Dengan judul Peran Kesetaraan Gender dalam Organisasi Islam: Studi Pada Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Yoyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran kesetaraan gender Aisyiyah Kota Yogyakarta dalam organsiasi Muhamadiyah, faktor pendukung dan penghambat peran kesetaraan gender Aisyiyah dalam organisasi Muhamadiyah.
Penelitian
ini
menggunakan
metode
deskriptif
kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran kesetaraan gender Aisyiyah Yogyakarta dalam organisasi Muhamadiyah yaitu sebagai mitra dalam setiap kegiatan dan pada rapat pleno pengambilan keputusan. Kesetaraan gender dalam pandangan Aisyiyah Kota Yogyakarta adalah bagaimana memberikan porsi yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam kepengurusan di Muhammadiyah. Peran kesetaraan gender Aisyiyah kota Yoyakarta dapat dilihat dengan adanya kader Aisyiyah yang duduk sebagai staf pada Majelis di Muhammadiyah dan rapat pleno pengambilan keputusan. Faktor pendukung peran kesetaraan gender yaitu kemampuan manajerial organisasi yang baik dan wawasan yang luas. Faktor penghambat peran kesetaraan gender yaitu kurang percaya diri akan kemampuan yang dimiliki, serta adanya rasa penghormatan berlebihan terhadap kepemimpinan laki-laki. Penelitian relevan di atas mempunyai kesamaan dalam beberapa hal dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Adapun
kesamaannya yaitu sama-sama meneliti mengenai kesetaraan gender dalam organisasi Islam. Persamaan lainnya yaitu penelitian ini samasama mengunakan metode deskriptif kualitatif dengan menggunakan teknik purposive sampling. Adapun perbedaannya terletak pada organisasi yang berbeda yaitu Aisyiyah dan KAMMI, serta objek penelitian yang berbeda, dimana penelitian Wahyu Yogi Apriyanto meneliti mengenai peran kesetaraan gender, sementara penelitian ini meneliti mengenai bias kesetaraan gender. F. Kerangka Pikir Kerangka pikir dijadikan pijakan atau pedoman dalam menentukan tujuan penelitian, hal ini berfungsi agar penelitian tetap terfokus pada kajian yang akan diteliti. Alur kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Organisasi KAMMI merupakan suatu organisasi mahasiswa yang berdasarkan pada landasan keagamaan yang cukup kuat walaupun aksi daripada organisasi ini lebih mengutamakan pada agenda politik. Selain itu, karena organisasi ini merupakan organisasi dimana agenda kerjanya tidak dibatasi oleh waktu, dan menuntut para anggotanya untuk melakukan aktivitas dalam berbagai kondisi. Dimana jika dipandang dari sudut pandang norma agama dan masyarakat, tidak memungkinkan bagi seorang perempuan untuk melaksanakan agenda yang menuntut untuk dilaksanakan sampai larut malam tanpa ditemani oleh mahram. Keadaan tersebut menciptakan
kondisi yang rawan akan ketidaksetaraan gender seperti stereotype, marginalisasi, pembagian kerja, dan akses perempuan untuk menjadi pengurus atau pemimpin, bukan sekedar menjadi anggota dari organisasi tersebut. Dalam penelitian ini juga akan dilihat faktor yang menyebabkan bias gender dalam organisasi, serta dampak apa yang dirasakan oleh para anggota dengan adanya bias gender tersebut dalam kehidupan organisasi.
Organisasi KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Periode 2015
Laki-laki
Perempuan
Bias gender
Akses dan kesempatan
Pembagian tugas dan pengambilan keputusan
Faktor penyebab
Dampak Bagan 1: Kerangka Berpikir
BAB III METODE PENELITIAN
A. Bentuk Penelitian Sesuai dengan topik yang diangkat oleh penulis, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif. Metodologi kualitatif sebagai produser penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut mereka, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu kebutuhan (Moleong, 2005: 4). Penelitian ini mengunakan pendekatan metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subjek/objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak, atau sebagaimana adanya. Usaha mendeskripsikan fakta-fakta itu pada tahap permulaan tertuju pada usaha mengemukakan gejala-gejala secara lengkap di dalam aspek yang diselidiki, agar jelas keadaan atau kondisinya. Oleh karena itu pada tahap ini metode deskriptif tidak lebih daripada penelitian yang bersikap penemuan fakta seada-adanya (fact finding) (Nawawi, 2007: 67).
B. Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Bias Gender dalam Struktur Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini mengambil lokasi di organisasi KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan pada organisasi tersebut dikarenakan ingin melihat gambaran tentang aktifitas organisasi KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta apakah didalam pelaksanaan kegiatannya masih mengeluarkan kebijakankebijakan yang bias gender terhadap para anggota organisasi tersebut. Sedangkan lingkup yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah para anggota organisasi KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang masih menjabat sebagai anggota maupun pengurus organisasi KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. C. Waktu Penelitian Penelitian tentang Bias Gender dalam Struktur Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini, telah dilaksanakan selama kurang lebih 3 (tiga) bulan, yaitu terhitung mulai tanggal 28 Februari 2015 - 30 Mei 2015. D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan hal yang terpenting dalam penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2010: 224). Ada beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti yaitu:
1. Observasi Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Observasi merupakan proses yang kompleks, yang tersusun dari proses biologis dan psikologis. Dalam menggunakan teknik observasi yang terpenting ialah mengandalkan pengamatan dan ingatan si peneliti (Sugiyono, 2010: 224). Observasi langsung
dilakukan
terhadap
obyek
di
tempat
terjadi
atau
berlangsungnya peristiwa, sehingga observer berada bersama obyek yang diselidikinya. Observasi tersebut dilakukan di organisasi KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dalam organisasi KAMMI tersebut terdapat anggota dan kepengurusan yang mempunyai berbagai spesifikasi. Peneliti ingin memaparkan bagaimana aktifitas kegiatan pada masing-masing anggota maupun para pengurus organisasi KAMMI apakah didalam aktifitas mereka masih ada kegiatan yang bias gender hal ini perlu dikaji dengan observasi atau pengamatan. 2. Wawancara Wawancara ialah tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Pewawancara disebut intervieuwer, sedangkan orang yang diwawancarai disebut interviewee (Usman, 2004: 57-58). Dengan wawancara peneliti memperoleh informasi berdasarkan penuturan informan atau responden yang sengaja diminta oleh peneliti (Usman, 2004: 57-58).
Wawancara yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara langsung yang dilakukan oleh peneliti terhadap informan terkait dengan bias gender dalam struktur organisasi KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Wawancara tersebut dilakukan dengan wawancara mendalam, yaitu bertanya dengan pertanyaan yang sejelas-jelasnya dan mengena, sehingga data dapat digali dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut dan data akan diperoleh sesuai dengan masalah yang ada. 3. Dokumentasi Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. Dokumentasi dalam penelitian ini didapat dari perangkat pengurus organisasi KAMMI, yaitu berupa AD/ART KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga itu sendiri dan data-data lain yang menunjang bisa didapat dari internet, foto, dan lainnya yang sangat berguna dalam proses penelitian ini. E. Penentuan Informan Penelitian Dalam penelitian ini, teknik yang akan digunakan dalam pengambilan sampel adalah purposive sampling, tujuannya adalah untuk menjaring sebanyak mungkin informasi dari pelbagai macam sumber dan bangunannya (Moleong, 2005: 224). Pada purposive sampling, jumah sampel ditentukan oleh pertimbangan-pertimbangan informasi yang diperlukan. Sampel yang diambil untuk informan diharapkan dapat memberikan informasi sebanyak mungkin, sehingga data yang diambil
benar-benar dapat mewakili terhadap penelitian. Jika sudah terjadi pengulangan informasi, maka penarikan sampel harus diakhiri. Dalam penelitian ini informan yang dipilih sebagai obyek penelitian ini adalah pengurus inti dan pengurus harian KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, serta anggota tetap KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. F. Validitas Data Validitas
berkaitan
dengan
permasalahan
“instrumen
yang
dimaksudkan untuk mengukur sesuatu itu memang dapat mengukur secara tetap sesuatu yang akan diukur tersebut”. Validitas penting untuk dilakukan agar data yang diperoleh di lapangan pada saat penelitian dilakukan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Ada empat cara yang dilakukan peneliti dalam validitas ini, yaitu: 1. Triangulasi,
yaitu
teknik
pemeriksaan
keabsahan
data
yang
memanfaatkan sesuatu lain diluar data itu guna keperluan pengecekan atau pembandingan terhadap data tersebut (Arikunto, 1993: 330). Dalam teknik ini penemuan data tidak secara langsung digunakan tetapi perlu membandingkan dan mengecek kepercayaan suatu informasi melalui waktu dan alat yang berbeda. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan data hasil observasi (pengamatan) dengan hasil wawancara. 2. Ketekunan pengamatan, dimaksudkan guna menemukan ciri-ciri dan unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu
yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci (Arikunto, 1993: 330). Pengamatan yang dilakukan adalah dengan teliti dan rinci serta berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol untuk kemudian ditelaah secara rinci sehingga bisa dipahami. 3. Diskusi
dengan
rekan.
Teknik
ini
dilakukan
dengan
cara
mendiskusikan dengan rekan-rekan dalam bentuk diskusi analitik seingga kekurangan dari penelitian ini dapat segera diungkap dan diketahui agar penelitian mendalam dapat segera ditelaah. Melalui tukar-menukar informasi maka peneliti akan mendapat masukan yang positif terhadap penelitian yang dilakukan. G. Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diimplementasikan. Sesuai dengan tujuan penelitian maka teknik analisis data yang dipakai untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif model interaktif sebagaimana diajukan oleh Miles dan Huberman (1992) yaitu terdiri dari tiga hal utama yaitu: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi (Milles, 1992: 115).
Pengumpulan data
Penyajian data
Reduksi Data
Verifikasi/ Penarikan
Bagan 2: Model Analisis Miles dan Huberman 1. Pengumpulan Data Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri dari dua aspek, yaitu deskripsi dan refleksi. Catatan deskripsi merupakan data alami yang berisi tentang apa yang dilihat, didengar, dirasakan, disaksikan, dan dialami sendiri oleh peneliti tanpa adanya pendapat dan penafsiran dari peneliti tentang fenomena yang dijumpai. Sedangkan catatan refleksi yaitu catatan yang memuat kesan komentar, dan tafsiran peneliti tentang temuan yang dijumpai dan merupakan bahan rencana pengumpulan data untuk tahap berikutnya. Untuk mendapatkan catatan ini maka peneliti harus melakukan wawacara dengan berbagai informan. 2. Reduksi Data Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan penulis di lapangan. Reduksi sudah dimulai sejak
peneliti mengambil keputusan tentang kerangka kerja konseptual tentan pemilihan kasus, pernyataan yang diajukan dan tentang cara pengumpulan data yang dipakai. Pada saat pengumpulan data berlangsung, reduksi data dapat berupa singkatan, coding, memusatkan tema, membuat batasan permasalahan, menuliskan memo. Reduksi data berlangsung secara terus-menerus selama penelitian kualitatif berlangsung dan merupakan bagian dari analisis. 3. Penyajian Data Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun yang sumber kemungkinan
adanya
penarikan
kesimpulan
dan
pengambilan
tindakan. Agar sajian datanya tidak menyimpang dari pokok permasalahan maka sajian diwujudkan dalam bentuk matriks, grafis, jaringan atau bagan sebagai wadah panduan informasi tentang apa yang terjadi. Data disajikan sesuai dengan apa yang diteliti. 4. Penarikan Kesimpulan Penarikan kesimpulan yaitu mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan preposisi. Kesimpulan yang ditarik segera diverivikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali sambil melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yan lebih tepat. Selain itu juga dapat dilakukan dengan mendiskusikannya. Hal tersebut dilakukan agar data yang diperoleh dan penafsiran
terhadap data tersebut memiliki validitas sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi kokoh.
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS
A. Deskripsi Data 1. Profil Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia atau yang biasa disingkat KAMMI, merupakan organisasi yang didirikan pada tanggal 1 Dzulhijjah 1418 atau bertepatan dengan tanggal 29 Maret 1998.
KAMMI ini merupakan cikal bakal berdirinya KAMMI-
KAMMI lain di seluruh daerah di Indonesia, salah satunya adalah KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga sendiri berdiri pada tanggal 29 April 2000, organisasi ini merupakan salah satu bagian dari organisasi besar KAMMI. KAMMI merupakan organisasi ekstra kampus yang menghimpun mahasiswa muslim seluruh Indonesia secara lintas sektoral, suku, ras dan golongan. KAMMI adalah organisasi yang bersifat terbuka dan independen dengan status sebagai Organisasi Kemasyarakatan. Di awal pendiriannya, KAMMI merupakan sebuah jaringan aksi. Setelah tumbangnya
rezim
Suharto,
KAMMI
mengalami
perubahan
format/bentuk pergerakan menjadi sebuah organisasi masyarakat kemahasiswaan ekstra kampus. Hal ini merespons tuntutan di
masyarakat akan perlunya wadah bagi pembangunan kepemimpinan di kalangan pemuda terutama mahasiswa. KAMMI berperan sebagai wadah dan mitra bagi mahasiswa Indonesia yang ingin menegakkan keadilan dan kebenaran dalam wadah negara hukum Indonesia melalui tahapan pembangunan nasional yang sehat dan bertanggung jawab. KAMMI mengambil peran sebagai mitra bagi masyarakat dalam upaya-upaya pembangunan masyarakat
sipil,
demokratisasi
dan
pembangunan
kesatuan/
persaudaraan umat dan bangsa melalui pendampingan/advokasi sosial, kritisi/konstruktif terhadap kebijakan negara yang memarginalisasi masyarakat. Munculnya gagasan pembentukan kesatuan aksi mahasiswa muslim merupakan ide yang muncul dari diskusi-diskusi selama FS LDK (Forum Silaturahi Lembaga Dakwah Kampus) Nasional ke X di Malang. Dalam forum ini, muncul pendapat perlunya dibentuk kesatuan aksi yang menghimpun potensi mahasiswa muslim, terutama yang
bergabung
dengan
LDK
(Lembaga
Dakwah
Kampus).
Setidaknya terdapat dua alasan perlu dibentuknya KAMMI pada saat itu. Pertama, keprihatinan mendalam terhadap krisis nasional yang melanda Indonesia dan didorong rasa tanggung jawab moral terhadap penderitaan rakyat yang masih terus berlangsung serta itikad baik untuk berperan aktif dalam proses perubahan ke arah yang lebih baik.
Kedua, kesepakatan di komisi pada acara FS LDK Nasional ke X yang berintikan diperlukannya koordinasi dan konsolidasi antar kampus, khususnya LDK, guna membangun kekuatan yang dapat berfungsi sebagai peace power untuk melakukan tekanan moral terhadap pemerintah. Pada rapat pleno FS LDK tersebut juga disepakati dibentuknya wadah yang dapat mengkoordinasikan dan menyatukan berbagai LDK dan wadah tersebut harus berdiri sendiri dan tidak berada dalam FS LSK. Lembaga tersebut dibutuhkan sebagai wadah yang mengkonsentrasikan pada agenda politik. Wadah aksi ini dimaksudkan untuk berperan aktif dalam proses perubahan dan perbaikan. Seperti pada umumnya, KAMMI dalam menjalankan aktivitasnya
juga
memiliki
komponen
yang
bertujuan
untuk
melaksanakan fungsi-fungsi kelembagaan, kemasyarakatan, dan fungsi-fungsi lainnya. a. Struktur Organisasi Struktur organisasi KAMMI terdiri dari KAMMI Pusat yang dipimpin oleh ketua KAMMI Pusat, KAMMI Daerah yang dipimpin oleh ketua KAMMI Daerah, dan KAMMI Komisariat yang dipimpin oleh ketua KAMMI Komisariat. Pengurus KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga adalah mahasiswa-mahasiswa yang berstatus Anggota Biasa 1 aktif yang dipilih melalui serangkaian pengamatan dan ditetapkan dalam musyawarah komisariat (Musykom) oleh Dewan Formatur yang biasanya terdiri
dari para Pengurus Harian serta anggota-anggota KAMMI Komisariat yang telah mengikuti Daurah Marhalah II (DM II). Adapun struktur pengurus harian KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2014-2015 adalah sebagai berikut:
Ketua Umum Ilman Adni Alparisi
Sekretaris Jendral
Bendahara Umum
Inas Mufidah Fitri
Rif’atul Mahmudah
Biro PO
Biro Kestari
Biro Ekonomi
Ririn Noviastuti
Wiwi Dwi D
Erhat Z. Aini
Departemen Pengkaderan
Departemen Kebijakan Publik
Departemen HubunganMasyarakat
Departemen Sosial Masyarakat
Zaky A. Riva'i
Ali Akbar H.
Sulaiman Tahir
Raudhatul Jannah
Ketua Rumpun Ibnu Khaitam
Ketua Rumpun Ibnu Khaldun
Sudiantri
Nurdana Rizky Pratiwi
Madrasah Intelektual
Madrasah Intelektual
Riza Pahlevi
Nashih U. Az Zuhdi
Pengkaderan Rumpun
Pengkaderan Rumpun
Guesti Wichita
Nurfadliah Azhar
Bagan 3 : Struktur Kepengurusan KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Periode 2014-2015.
b. Visi dan Misi KAMMI komisariat Sunan Kalijaga periode tahun 2014-2015 selayaknya organisasi-organisasi lain, tentu memiliki visi dan misi sebagai acuan untuk melaksanakan program kerjanya.
Visi “Wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kaderkader pemimpin dalam upaya mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang Islami”.
Misi 1) Membina keislaman, keimanan, dan ketakwaan mahasiswa muslim Indonesia. 2) Menggali, mengembangkan, dan memantapkan potensi dakwah, intelektual, sosial, politik, dan kemandirian ekonomi mahasiswa. 3) Memelopori dan memelihara komunikasi, solidaritas, dan kerjasama mahasiswa Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan bangsa dan negara. 4) Mencerahkan dan meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang rabbani, madani, adil, dan sejahtera. 5) Mengembangkan kerjasama antar elemen bangsa dan negara dengan semangat membawa kebaikan, menyebar manfaat, dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi munkar).
c. Keanggotaaan Ada beberapa jenjang yang harus diikuti dan dilalui untuk menjadi seorang anggota KAMMI. Jenjang pertama adalah dengan mengikuti Daurah Marhalah 1 (DM 1). Setelah mengikuti dan dinyatakan lulus Daurah Marhalah 1 (DM 1), bagi anggota yang
ingin meningkatkan status dan jabatan dalam KAMMI maka dapat mengikuti Daurah selanjutnya yaitu Daurah Marhalah 2 (DM 2), dan Daurah Marhalah 3 (DM 3). Anggota KAMMI terdiri atas Anggota Biasa dan Anggota Kehormatan. Anggota Biasa KAMMI terdiri dari beberapa jenjang, yaitu Anggota Biasa I, Anggota Biasa II, dan Anggota Biasa III. Ada beberapa syarat agar bisa diterima menjadi anggota KAMMI yaitu: 1) Yang dapat diterima menjadi Anggota Biasa adalah:
Mahasiswa muslim Indonesia.
Berusia setinggi-tingginya 30 (tiga puluh) tahun.
Menyatakan secara tertulis kesediaan keanggotaannya kepada pengurus KAMMI Komisariat setempat.
2) Yang dapat ditetapkan menjadi Anggota Biasa adalah:
Memenuhi persyaratan pada ayat (1).
Lulus Daurah Marhalah I.
Dalam organisasi diatur masa keanggotaan untuk anggota biasa, yaitu sebagai berikut: 1) Sejak dinyatakan lulus Daurah Marhalah 1 (satu) hingga 3 (tiga) tahun setelah berakhirnya masa studi S-0 (diploma dan Non Gelar). 2) 5 (lima) tahun bagi anggota biasa yang menempuh pendidikan di jenjang kependidikan S-1.
3) 2 (dua) tahun bagi anggota biasa yang menempuh pendidikan di jenjang kependidikan pasca sarjana (S-2 dan S-3). 4) Masa keanggotaan Anggota Biasa, berakhir di usia 30 tahun. Anggota Biasa KAMMI terdiri dari beberapa jenjang, yaitu: 1. Anggota Biasa 1 Yang menjadi Anggota Biasa 1 adalah anggota yang telah lulus Daurah Marhalah 1 (DM 1). Anggota Biasa 1 (AB 1) biasanya terdapat di komisariat sebagai syarat untuk menjadi anggota KAMMI Komisariat. 2. Anggota Biasa 2 Anggota Biasa 2 adalah anggota yang telah lulus Daurah Marhalah 2 (DM 2). Anggota Biasa 2 (AB 2) biasanya menduduki jabatan diatas KAMMI Komisariat. AB 2 banyak menduduki jabatan di KAMMI Daerah. 3. Anggota Biasa 3 Anggota Biasa 3 adalah angota yang yang telah lulus Daurah Marhalah 3 (DM 3). Anggota Biasa 3 (AB 3) biasa berkiprah dalam pemerintahan yang lebih tinggi. Sementara untuk prosedur penetapan menjadi anggota kehormatan, diatur sendiri dalam ketetapan organisasi. Anggota organisasi KAMMI mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana anggota organisasi lainnya. Anggota Biasa berhak mengeluarkan pendapat, mengajukan saran atau pertanyaan, hak
berpartisipasi, hak memilih dan dipilih dalam permusyawaratan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan dalam ketetapan organisasi,
dan
diselenggarakan.
hak
mengikuti
Sementara
proses
untuk
pengkaderan
Anggota
yang
Kehormatan
mempunyai hak mengeluarkan pendapat dan mengajukan saran atau
pertanyaan.
Anggota
organisasi
KAMMI
mempunyai
kewajiban dalam organisasi. Untuk Anggota Biasa mempunyai kewajiban: 1) Mematuhi Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART) dan ketetapan organisasi. 2) Berpartisipasi dalam kegiatan organisasi. 3) Menjaga dan menjunjung nama baik organisasi. 4) Membayar uang pangkal dan iuran anggota. Sementara untuk Anggota Kehormatan mempunyai kewajiban : 1) Mematuhi Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART), dan ketetapan organisasi. 2) Berpartisipasi dalam kegiatan organisasi. 3) Menjaga dan menjunjung nama baik organisasi. Anggota KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga adalah mahasiswa dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, sedangkan pengurus KAMMI adalah anggota KAMMI yang telah lulus Daurah Marhalah 1 (DM 1), dan aktif dalam berbagai kegiatan KAMMI Komisariat. Pengurus Harian inti KAMMI Komisariat
UIN Sunan Kalijaga periode 2014-2015 berjumlah 16 orang, terdiri dari 6 laki-laki dan 10 perempuan. KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta memiliki sistem yang berbeda dari KAMMI Komisariat lainnya dalam hal pengelolaan anggotanya. Dalam KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yoyakarta terdapat rumpun-rumpun yang membawahi anggota-anggota di bawah struktur Pengurus Harian. Rumpun di KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta terbagi menjadi dua rumpun yaitu Rumpun Ibnu Khaldun dan Rumpun Ibnu Khaitam. Struktur masing-masing rumpun terdiri dari Ketua Rumpun, Departemen Pengkaderan Rumpun dan Madrasah Intelektual. Ketua Rumpun bertugas untuk membuat kebijakan atas hasilhasil rapat (musyawarah) dalam rumpun yang nantinya akan diajukan kepada ketua untuk dipertimbangkan dalam rapat Pengurus Harian. Departemen Pengkaderan Rumpun bertugas untuk merekrut anggota-anggota baru, serta melakukan pembinaan, penjagaan, dan pengembangan anggota-anggota rumpun. Selain Ketua Rumpun dan Pengkaderan Rumpun, juga terdapat Madrasah Intelektual yang bertugas mengadakan pengkajian keilmuan dengan menciptakan kultur akademis yang kritis dalam organisasi, terutama dalam lingkup rumpun.
Tujuan
dibentuknya
rumpun-rumpun
dalam
KAMMI
Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta adalah untuk memudahkan koordinasi ke pusat (ketua KAMMI Komisariat). Selain itu juga untuk memberdayakan memberikan ruang bagi kader untuk mengembangkan diri dan memberikan kontribusi untuk organisasi walaupun tidak termasuk dalam pengurus harian dalam Komisariat.
2. Deskripsi Informan a. IL IL merupakan ketua umum KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga periode tahun 2014-2015. IL merupakan mahasiswa jurusan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta angkatan 2011. Tugas yang dimiliki IL sebagai seorang ketua adalah menjadi koordinator, motivator, dan mobilisator pengurus KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga. Ketua umum juga memiliki tugas untuk mengawasi jalannya kegiatan pengurus KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga. b. RI RI menjabat sebagai ketua Departemen Pengembangan Organisasi (PO) periode 2014-2015. RI merupakan mahasiswi jurusan Bimbingan Konseling Islam (BKI) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
angkatan
2011.
Sebagai
ketua
Departemen
Pengembangan Organisasi (PO), RI bertugas mengembangkan organisasi dalam upaya mewujudkan visi dan misi gerakan organsasi. c. NA NA menjabat sebagai Ketua Madrasah Intelektual Rumpun Ibnu Khaldun. NA merupakan mahasiswa jurusan Bimbingan Konseling Islam (BKI) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta angkatan 2013. Sebagai Ketua Madrasah Intelektual Rumpun Ibnu Khaldun, NA
bertugas
mengadakan
pengkajian
keilmuan
dengan
menciptakan kultur akademis yang kritis dalam organisasi. d. IN IN merupakan staff Pengembangan Organisasi KAMMI periode 2014-2015. IN adalah mahasiswi jurusan Biologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. IN memiliki pengetahuan dan gambaran mengenai kepengurusan dalam organisasi KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta karena sebelumnya IN pernah menjabat sebagai ketua departemen dalam kepengurusan KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga sebelumnya dan ikut aktif dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. e. ER ER merupakan mahasiswi jurusan Kependidikan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta angkatan 2011. ER menjabat sebagai
Koordinator Biro Ekonomi KAMMI UIN Sunan Kalijaga periode tahun 2014-2015. Sebagai Koordinator Biro Ekonomi, ER bertugas untuk mengatur keuangan dalam organisasi KAMMI Komisariat serta mengumpulkan dana guna menunjang kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh KAMMI. f. NU NU merupakan mahasiswi UIN Sunan Kalijaga jurusan Ilmu Perpustakaan angkatan 2012. NU merupakan anggota KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga yang menjabat sebagai Kepala Departemen Pengkaderan Rumpun Ibnu Khaldun. Sebagai Kepala Departemen Pengkaderan Rumpun Ibnu Khaldun, NU bertugas untuk merekrut anggota-anggota baru, serta melakukan pembinaan, penjagaan, dan pengembangan anggota-anggota rumpun. g. RY RY merupakan mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta jurusan Muamalat angkatan 2012. RY menjabat Ketua Rumpun Ibnu
Khaldun
Yogyakarta.
KAMMI
Sebagai
Komisariat
Ketua
Rumpun
UIN Ibnu
Sunan
Kalijaga
Khaldun,
NU
mempunyai tugas untuk mengatur dan mengambil keputusan dalam wilayah rumpun Ibnu Khaldun. h. WI WI merupakan mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan 2011. Dalam kepengurusan
KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 20142015, WI menjabat sebagai Kepala Biro Kesekretariatan yang bertugas
menginventaris
dan
mendokumentasi
surat-surat,
menyediakan pelengkapan, serta menginvenatris barang-barang KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
B. Pembahasan 1. Bias Gender Dalam Struktur Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Periode 2014-2015 Bias gender merupakan ketidakjelasan pemahaman masyarakat atau individu mengenai perbendaan antara jenis kelamin (biologis) dengan
gender
(konstruksi
sosial
budaya).
Masyarakat
yang
menganggap jenis kelamin dengan gender memiliki pengertian yang sama, akan meyakini bahwa sifat feminim dan maskulin berasal dari sifat dasar biologis yang sudah menjadi bawaan sejak lahir. Pandangan seperti itu berdampak pada persepsi masyarakat yang menganggap peran, fungsi, dan kedudukan laki-laki dan perempuan merupakan kodrat yang tidak bisa diubah. Padahal pada kenyataannya peran dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan merupakan bentukan sosial dan lingkungan budaya dimana masyarakat tinggal, sehingga tanpa disadari sesungguhnya perbedaaan gender tersebut dapat saling dipertukarkan.
Hal-hal yang sudah dilekatkan sebagai sifat, hak, dan kewajiban laki-laki maupun perempuan menjadi pondasi untuk mengatur peranan sosial seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.
Masyarakat
menentukan apa yang pantas dan yang tabu dilakukan oleh seseorang yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Perbedaan peranan sosial berpotensi melahirkan ketidakadilan gender, ketika perbedaan tersebut telah merugikan salah satu jenis kelamin. Pernyataan akan kesetaraan gender dalam organisasi KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, nyatanya tidak sesuai dengan apa yang terjadi di dalam organisasi. Kesetaraan gender dalam organisasi KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta masih dibatasi pada hal-hal tertentu, sehingga kesetaraan gender yang selama ini dipercaya telah diterapkan dalam organisasi, dalam kenyataannya masih jauh dari kesetaraan gender dan masih bias gender dalam pelaksanaannya. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan tidak tertulis bahwa perempuan dilarang menduduki jabatan ketua umum. Jabatan sebagai ketua umum masih menjadi jabatan yang mutlak diperuntukkan untuk kaum laki-laki. Hal ini didasarkan pada pemahaman agama yang menyatakan bahwa kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan. Hal ini seperti disebutkan oleh informan IL sebagai berikut, “...Kecuali ketua umum itu, itu sudah saklek tidak bisa perempuan. Kalau yang lainnya sama. Jabatan yang lainnya bisa perempuan bisa laki-laki. Mungkin bukan cuma tradisi ya,
tapi memang kita ya... seperti apa yang kita tahu di dalam al Qur’an ya gitu, dari sananya ya kita tafsirkan ya laki-laki.” (hasil wawancara dengan IL, tanggal 25 Februari 2015, pukul 13.00 WIB). Pernyataan informan IL tersebut juga di dukung oleh pernyataan yang disampaikan oleh informan NA, “...memang untuk masalah pemimpin, setiap selama masih ada laki-laki yang bisa memimpin diutamakan laki-laki itu sendiri.” (hasil wawancara dengan NA, tanggal 25 Februari 2015, pukul 13.20 WIB). Selama masih ada lakilaki, setinggi-tingginya jabatan perempuan dalam organisasi, tampuk jabatan tertinggi masih dipegang oleh laki-laki. Posisi perempuan yang dianggap lebih lemah dibandingkan lakilaki menjadikan kesempatan perempuan dalam mengaktualisasikan diri menjadi
ketua
umum
terhambat.
Perempuan
dianggap
tidak
mempunyai kebebasan dalam bertindak sebagaimana laki-laki. Pandangan dan sikap bias gender ini yang kemudian menghambat kesetaraan gender dalam suatu kelompok. Meskipun
dalam
AD/ART
disebutkan
bahwa
perempuan
mempunyai hak yang sama dengan laki-laki untuk berkontribusi dalam organisasi, namun dalam kenyataannya, perempuan masih sedikit tersisihkan untuk tepilih menempati jabatan sebagai ketua umum. Hal ini seperti diungkapkan oleh informan WI, ”...Jadi ketika memang ada laki-laki yang menonjol dan perempuan yang menonjol, itu yang diambil laki-laki yang itu gitu, tapi ketika untuk ketua KAMMI itu
pasti seperti itu”. (hasil wawancara dengan WI, tanggal 28 Maret 2015, pukul 16.32 WIB). Walaupun perempuan diikutsertakan menjadi calon dalam pemilihan bakal ketua umum organisasi, hasil akhirnya tetap tidak akan menempatkan perempuan untuk menjadi calon terpilih sebagai ketua umum. Hal ini dikarenakan sebagian besar pemegang hak pilih akan langsung memilih bakal calon laki-laki untuk didaulat sebagai pemimpin organisasi, walaupun bakal calon ketua perempuan yang dicalonkan juga mempunyai kualifikasi yang sama dengan bakal calon yang laki-laki. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh informan RY, “...misalnya yang menjadi bakal calon ketua misalnya. Itu ada laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan ada. Perempuanpun bahkan dijadikan bakal calon. Tetapi ketika dipilih, maka semua secara otomatis memilih yang laki-laki gitu dan mengabaikan yang perempuan.” (hasil wawancara dengan RY, tanggal 25 Maret 2015, pukul 15.57 WIB). Berdasarkan pernyataan tersebut, jelas bahwa dalam menjalankan kegiatan organisasi masih bias gender dan belum mengedepankan kesetaraan gender, dan dilihat dari terbatasnya partisipasi perempuan dalam hal kepemimpinan dalam organisasi merupakan salah satu wujud nyata adanya bias gender dalam organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Aliran Feminisme Radikal menganggap bahwa penindasan terhadap perempuan berakar dari sistem budaya patriarkhi, sebab oleh masyarakat laki-laki dianggap sebagai kategori sosial tinggi, mampu mendominasi kaum perempuan yang dianggap mempunyai kategori sosial lebih rendah, karena itu laki-laki memiliki privilege terhadap kekuasaan dan ekonomi yang lebih besar dibandingkan perempuan. Dalam
organisasi
KAMMI
Komisariat
UIN
Yogyakarta budaya patriarkhi memang masih
Sunan
Kalijaga
membayangi dalam
setiap kegiatan organisasi. Laki-kaki dianggap lebih mumpuni dan dapat bergerak lebih bebas dalam menduduki jabatan sebagai ketua umum dibandingkan dengan perempuan. Walaupun perempuan diberikan akses dan kesempatan sebebas-bebasnya untuk mengeksplor potensi diri dalam organisasi, namun nyatanya hal itu tidak dapat mengubah “adat” yang ada, bahwa pemimpin tertinggi tetaplah dijabat oleh laki-laki. Jalannya kegiatan dalam organisasi tidak terlepas dari pandangan mengenai kesetaraan gender. Kesetaraan gender merupakan kondisi dimana perempuan dan laki-laki setara dalam hal memperoleh akses, partisipasi, dan kontrol dalam kehidupan sehari-hari. Kesetaraan gender dalam organisasi KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dapat dilihat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia.
AD/ART dibuat untuk memberi pengarahan, tuntunan, dan peraturan bagi setiap pengurus, tanpa memandang jenis kelaminnya. AD/ART bersifat mengikat, sehingga anggota wajib mematuhi dan menjalankannya. Dalam AD/ART tidak terdapat peraturan yang mendiskriminasikan kelompok-kelompok tertentu. Semua pengurus mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menjalankan AD/ART organisasi. Pada kenyataannya, masih terdapat bias gender yang mana terdapat hal-hal tertentu dimana perempuan diberikan peraturan dalam pelaksanaannya. Seperti yang diungkapkan oleh informan IL, “tidak ada syuro’ (rapat) berdua laki-laki dan perempuan misalkan. Atau tidak ada yang bersifat seperti itulah.” (hasil wawancara dengan IL, tanggal 25 Februari 2015, pukul 13.00 WIB). Hal ini dianggap sebagai bentuk peraturan dan penghormatan terhadap perempuan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti timbulnya fitnah dan lain-lain. Syuro’ atau rapat antara laki-laki dan perempuan tidak boleh dilakukan secara berdua. Rapat berdua antara laki-laki dan perempuan, boleh dilakukan apabila didampingi oleh mahram salah satunya. Bentuk peraturan tersebut dianggap sebagai upaya untuk melindungi dan menghormati kaum perempuan. Selain itu, contoh lain peraturan yang diberikan kepada anggota perempuan yaitu dengan tidak melakukan kegiatan sampai larut malam seperti rapat sampai malam. Hal ini didasarkan pada kecemasan akan
perempuan apabila kaum perempuan berada di luar rumah sampai malam hari. Selain itu perempuan yang kodratnya sebagai makhluk yang menarik perhatian laki-laki, maka perempuan dianggap mempunyai mudarat apabila berada di luar rumah pada malam hari. Seperti yang diungkapkan oleh informan ER sebagai berikut: “kita sebagai akhwat (perempuan) itu nggak boleh lebih dari jam 9 ya. Bahkan kalau di UIN sendiri, maghrib pun udah disuruh pulang kalau untuk syuro’-syuro’ (rapat-rapat) kaya gitu. Kecuali hal-hal yang sangat mendesak itu, batasan jam 9 malam. Tapi kalau untuk syuro’syuro’ (rapat-rapat) biasa dan sebagainya batasnya tuh memang jam 6, jam 6 udah kelar. Maghrib lah, maghrib udah kelar” (hasil wawancara dengan ER, tanggal 21 Maret 2015, pukul 09.08 WIB).
Terdapatnya bias gender dan ketidaksetaraan gender dalam organisasi, dimana kesempatan perempuan untuk menduduki jabatan tertentu hanya sampai pada ketua bidang, yang masih dinauingi oleh ketua umum. Hal ini berlaku mutlak, artinya tidak dapat diganggu gugat. Menjalankan tugas-tugas sebagai ketua terutama tugas-tugas yang berhubungan dengan tugas fisik. Hal ini bukan hanya karena dukungan budaya yang selama ini dijalankan dalam organisasi KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tetapi juga karena lelaki dipandang lebih leluasa. Seperti yang diungkapkan informan IL, “kalau perempuan itu boleh menduduki jabatan apa saja selain ketua umum. Karena ketua umumnya sudah saklek harus lakilaki” (hasil wawancara dengan IL, tanggal 25 Februari 2015, pukul 13.00 WIB).
Meski dalam AD/ART tidak menyebutkan adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan mengenai hak dan kewajibannya sebagai pengurus organisasi, tetapi dalam pelaksanaannya terdapat pembedaan dalam bidang-bidang tertentu. Bidang-bidang pekerjaan yang diidentikkan dengan jenis kelamin memang tidak disebutkan dalam aturan secara tertulis, namun pengidentikkan tersebut muncul secara lisan. Pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan tanggung jawab, rasionalitas, dan ketegasan diidentikkan dengan pekerjaan laki-laki. Sebaliknya, pekerjaan yang membutuhkan ketelatenan, kesabaran, keuletan, dan ketelitian selalu diidentikkan dengan pekerjaan perempuan. Seperti yang diungkapkan oleh informan NA, “ya kalau kami tidak mengidentikkan tapi memang itu bagi-bagi tugas gitu ya. Ya terutama untuk konsumsi, sebenernya untuk konsumsi laki-laki juga bisa masak, tapi laki-laki lebih dibutuhkan untuk yang lainnya gitu. Sedangkan sementara perempuan masih bisa disitu, kita bagi disitu gitu. Untuk sekretaris juga seperti itu. Setelah ketua ada laki-laki kita buat sekretaris dan bendahara itu perempuan. Jadi tetep sama gitu ya untuk perannya dalam kepanitiaan” (hasil wawancara dengan NA, tanggal 25 Februari 2015, pukul 13.20 WIB). Pembagian pekerjaan berdasarkan jenis kelamin tidak dapat diterima
secara
rasional,
sebab
laki-laki
maupun
perempuan
berpeluang memiliki kemampuan yang sama. Kemampuan seseorang dapat dikatakan baik atau buruk tergantung pada usaha untuk memperbaiki kualitas diri dan mengembangkan potensi yang dimiliki, bukan berdasarkan jenis kelaminnya.
Penanaman dan pendiktean mengenai pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan oleh norma sosial dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat, menjadikan setiap tindakan yang diambil dalam rangka
perkembangan
organisasi,
secara
tidak
sadar
masih
membedakan antara peran laki-laki dan peran perempuan. Pembedaan peran atau tugas antara laki-laki dan perempuan mungkin tidak akan terlihat dalam kehidupan organisasi sehari-hari. Namun pembedaan peran ini akan terlihat secara kasat mata pada saat dilaksanakannya kegiatan seperti Daurah Marhalah. Perempuan akan secara otomatis ditunjuk dan ditempatkan pada bidang-bidang domestik, sementara laki-laki juga secara otomastis akan ditunjuk dan ditempatkan pada bidang-bidang yang berhubungan dengan fisik. Hal ini tentunya semakin memperkuat kenyataan bahwa masih terjadi bias gender dalam
organisasi
KAMMI
komisariat
UIN
Sunan
Kalijaga
Yogyakarta. Informan ER menyatakan sebagai berikut, “...mesti sekretaris bendahara itu cewek. Rata-rata sih.. rata-rata. Kalau untuk yang bawahbawah kayak danus dan apa...APDD. Kalau APDD lebih ke ikhwan (laki-laki) ya karena fisiknya itu.” (hasil wawancara dengan ER, tanggal 21 Maret 2015, pukul 09.08 WIB). Senada dengan yang diungkapkan oleh informan ER, informan IN juga menyatakan hal serupa, “...Ketuanya itu yang saya pengalaman itu pasti laki-laki. Ketua pelaksanya itu. Nah sekretaris satu dan dua, bendahara satu dan
dua itu perempuan semua. ...Tapi terkait humas, kan humas itu kan menyediakan stand, karpet, bendera, kemudian APDD tempat, melobi ini, melobi itu biasanya laki-laki.” (hasil wawancara dengan IN, tanggal 27 Maret 2015, pukul 13.00 WIB). Aliran feminisme marxis memfokuskan diri pada hal-hal yang menyangkut pekerjaan perempuan. Aliran ini berasumsi bahwa penindasan yang dialami oleh perempuan bersumber dari eksploitasi kelas dalam tataran sistem produksi, dimana pembagian tugas berdasarkan jenis kelamin. Dalam kepengurusan organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, terdapat kebijakan kebijakan tidak tertulis yang mengatur mengenai pembagian pekerjaan yang masih melihat jenis kelamin. Perempuan diberikan pekerjaan yang nonproduktif seperti sekretaris dan bendahara. Laki-laki diberi pekerjaan yang produktif seperti menjadi ketua dan menjabat hal-hal yang berkaitan dengan fisik secara langsung. Pekerjaan yang nonproduktif adalah pekerjaan-pekerjaan yang tidak menghasilkan suatu kebijakan atau keputusan yang berguna bagi keberlangsungan
KAMMI
Komisariat
UIN
Sunan
Kalijaga
Yogyakarta. Sedangkan pekerjaan yang produktif adalah pekerjaan yang mempunyai peluang untuk membuat program kerja, keputusan, dan kebijakan yang memberi kontribusi terpeliharanya KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Dengan adanya pandangan mengenai kesetaraan gender, maka seharusnya perempuan mempunyai wewenang yang sama dengan lakilaki untuk membantu memberikan keputusan kepada ketua umum terkait dengan arah gerakan organisasi. Pandangan mengenai kesetaraan gender ini sangat berperan penting agar nantinya tidak akan terjadi lagi bias gender dalam organisasi. Walaupun masih belum diterapkan dalam pelaksaan kegiatan-kegiatan organisasi, setidaknya persamaan pandangan mengenai kesetaraan gender ini dapat sedikit mengurangi bias gender yang ada dalam organisasi.
2. Partisipasi Perempuan dalam Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Periode 2014-2015 Partisipasi menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti peran serta dalam suatu kegiatan. Partisipasi sendiri dapat dipahami sebagai tindakan individu untuk turut serta dalam suatu kegiatan bersama. Partisipasi selalu dikaitkan dengan hak dan kewajiban sebagai individu, dimana setiap individu mempunyai hak dan kewajiban untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan bersama. Partisipasi menjadi tolok ukur apakah seorang individu itu bersikap aktif atau pasif dalam kegiatan organisasi. Partisipasi perempuan dalam kepengurusan organisasi KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta terhitung sudah cukup
baik, dibuktikan dengan banyaknya anggota perempuan yang turut aktif dalam setiap agenda atau kegiatan yang diadakan oleh organisasi. Disamping itu, jumlah antara anggota perempuan dan laki-laki bisa dikatakan sebagian besar adalah perempuan seharusnya memberikan kesempatan lebih besar kepada perempuan untuk dapat berpartisipasi secara maksimal dalam setiap agenda kegiatan yang ada. Hal ini dikarenakan pada setiap pembukaan pendaftaran anggota baru, sebagian besar yang mendaftar adalah perempuan, seperti yang diungkapkan oleh informan RI berikut, “...berapa akhwat (perempuan) dan ikhwan (laki-laki) yang masuk itu, biasanya lebih banyak yang akhwat (perempuan). Jadi karena proporsi akhwat (perempuan) yang lebih banyak, jadinya partisipasinya ya banyak yang akhwat (perempuan).”(hasil wawancara dengan RI, tanggal 20 Februari 2015, pukul 13.00 WIB). Masalah klasik yang selalu dihadapi oleh organisasi KAMMI Komisariat UIN Sunan Kaljaga Yogyakarta adalah sedikitnya kader laki-laki, sehingga menyebabkan yang tampak dari luar adalah organisasi KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini adalah organisasi yang berisikan perempuan. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh informan ER, “...karena mungkin akhwat (perempuan) di KAMMI ini lebih banyak anggotanya daripada ikhwan (laki-laki). Jadi pandangan yang lain, kita itu partisipasinya itu lebih banyakan akhwat (perempuan). Jadi kalau keluar-keluar kita banyak bawa massa akhwat (perempuan) gitu kan, dan kalau apa gitu kan, dan spandukspanduk yang ditunjukan oleh beberapa LPM pun menunjukkan
kalau kita itu di gambarnya akhwat (perempuan) gitu.” (hasil wawancara dengan ER, tanggal 21 Maret 2015, pukul 09.08 WIB). Selain itu, kekurangan kader laki-laki juga membawa pengaruh yang cukup besar bagi keterlibatan dan keaktifan partisipasi perempuan dalam organisasi. Hal ini rupanya dimanfaatkan oleh kaum perempuan dalam organisasi untuk mengoptimalkan kesempatan dalam menunjukkan kemampuannya. Hal tersebut terjadi selain karena perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki dalam menyampaikan pendapat dan berperan untuk kemajuan organisasi, juga karena di dukung oleh jumlah kader laki-laki yang memang lebih sedikit dibandingkan dengan kader perempuan. Hal ini menjadikan kader perempuan mau tidak mau menjadi terlihat lebih aktif dibandingkan dengan kader laki-laki. Namun dengan keaktifan perempuan dalam kegiatan organisasi tidak menjadikan perempuan mempunyai kesempatan sebebas laki-laki. Tetap masih ada beberapa hal
yang
membuat
perempuan
terganjal
untuk
bereksplorasi
sebagaimana laki-laki. Pada dasarnya perbedaan gender tidak akan menjadi masalah selama tidak melahirkan ketidakadilan gender. Tetapi yang menjadi masalah adalah bahwa ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan. Ketidakadilan gender biasanya disebabkan oleh adanya sikap bias gender yang didasarkan pada ketidaktahuan dan pengetahuan yang mengandung tidak adil gender. Pengetahuan yang bias gender dapat tercermin dari budaya patriarkhi, dimana kultur
sosial yang ada menempatkan perempuan pada kelas kedua, sehingga perempuan lebih banyak di dominasi oleh laki-laki. Partisipasi,
akses
dan
kesempatan
perempuan
untuk
menyampaikan pendapat serta menduduki jabatan tertentu dalam organisasi memang bisa dikatakan sudah cukup bagus dan memiliki kesempatan yang sama besar dengan laki-laki. Namun perempuan hampir bisa dikatakan tidak memiliki kesempatan sama sekali untuk menduduki jabatan sebagai ketua umum. Hal ini dikarenakan masih adanya anggapan bahwa laki-laki lebih cakap atau lebih mampu dalam memikul tangggung jawab yang lebih besar apalagi tanggung jawab sebagai seorang ketua umum. Selain itu, masih adanya penafsiran agama dimana para anggota menganggap bahwa selama masih ada laki-laki
yang
memimpin,
maka
beban
kepemimpinan
lebih
diutamakan kepada kaum laki-laki. Seperti yang disampaikan oleh informan IL sebagai berikut: “Kecuali ketua umum itu, itu sudah saklek tidak bisa perempuan. Kalau yang lainnya sama. Jabatan yang lainnya bisa perempuan bisa laki-laki. Mungkin bukan cuma tradisi ya, tapi memang kita ya... seperti apa yang kita tahu di dalam al Qur’an surat An Nisaa ayat 34, dari sananya ya kita tafsirkan ya laki-laki” (hasil wawancara dengan IL, tanggal 25 Februari 2015, pukul 13.00 WIB). Pernyataan diatas dapat memberi gambaran tentang salah satu bentuk ketiadakadilan gender menurut kaum feminisme radikal. Penindasan terhadap perempuan berakar dari sistem budaya patriarki, sebab oleh masyarakat laki-laki dianggap sebagai kategori sosial
tinggi, mampu mendominasi kaum perempuan yang dianggap mempunyai kategori sosial lebih rendah, karena itu laki-laki memiliki privilege terhadap kekuasaan dan ekonomi yang lebih besar dibandingkan perempuan. Privilege yang dimiliki laki-laki dianggap sebagai hal yang bersifat alamiah, dan kodrati. Hal-hal yang menyangkut kekuasaan dan dominasi laki-laki dianggap sebagai sesuatu yang wajar terjadi di masyarakat. Perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan, secara lisan didasarkan pada kemampuan seseorang. Namun dalam kenyataannya, masih terdapat praktik-praktik yang menempatkan perempuan dalam kelas kedua. Hal ini didasarkan pada kedudukan, fungsi dan peranan masing-masing dalam berbagai bidang kehidupan. Pembedaan peran antara laki-laki dan perempuan ini dampaknya dapat merugikan perempuan,
terutama
organisasi.
Walaupun
dalam
hal
perempuan
mengembangkan masih
diri
dalam
diperbolehkan
untuk
menduduki jabatan-jabatan dibawah ketua umum, seperti sekretaris, bendahara, dan kepala-kepala departemen, namun kesempatan perempuan untuk menduduki jabatan sebagai ketua umum dalam organisasi maupun sebagai ketua suatu kegiatan sudah tertutup. Apabila perempuan tidak berusaha menyeimbangkan proporsi politiknya dengan laki-laki, hal ini tentu dapat mendorong tetap berlakunya budaya patriarkhi yang tanpa disadari telah merugikan kaum perempuan itu sendiri. Upaya feminisme radikal untuk
membongkar sistem patriarkhi dengan cara melibatkan perempuan dalam politik, belum mampu mencakup seluruh lapisan masyarakat, bahkan apabila upaya tersebut telah memasuki suatu lembaga tertentu, himbauan untuk mengikutsertakan perempuan dalam kehidupan politik tidak dapat berjalan sepenuhnya sesuai yang diharapkan. Peran laki-laki sebagai pemimpin memberi kontribusi banyak dalam menentukan arah dan tujuan dari organisasi tersebut, sedangkan perannya sebagai pelaksana memberi kontribusi dalam mencapai arah dan tujuan yang telah diterapkan. Peran perempuan yang sebatas sebagai pengarah tentu tidak terlalu memberi pengaruh untuk menentukan berhasil atau tidaknya kebijakan dalam organisasi, sebab sebagai pengarah tidak memiliki kesempatan yang seimbang untuk ikut dalam menentukan kebijakan dan tujuan organisasi. Kaum feminis liberal berasumsi bahwa akar dari ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan, dikarenakan perbedaan akses antara laki-laki dan perempuan dalam menentukan arah dan tujuan organisasi. Akses yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam partisipasi maupun peran untuk menggerakkan organisasi, telah menimbulkan ketidakadilan gender. Keberadaan perempuan dalam organisasi ternyata tidak sepenuhnya mampu melunturkan budaya hegemoni patriarkhi yang telah ada.
3. Faktor Penyebab Bias Gender Dalam Struktur Organisasi KAMMI
(Kesatuan
Aksi
Mahasiswa
Muslim
Indonesia)
Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Periode 2014-2015. Organisasi KAMMI merupakan organisasi bersifat terbuka dan independen
dengan
status
sebagai
organisasi
kemasyarakatan
kemahasiswaan ekstra kampus. Organisasi ini menaungi kegiatan, aspirasi, dan kepentingan para anggotanya kaitannya dengan kontribusi pada masyarakat dimana KAMMI merupakan sebuah organisasi kemasyarakatan kemahasiswaan ekstra kampus yang turut berperan serta dalam agenda pengembangan masyarakat. Agar dapat membangun organisasi yang harmonis diperlukan adanya organisasi yang setara gender, dimana tidak ada yang merasa didiskriminasikan oleh kebijakan atau peraturan dalam kepengurusan organisasi. Begitu juga dalam organisasi KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, terdapat usaha-usaha untuk memberikan peluang yang setara dan seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan dan mencapai tujuan organisasi. Kebijakankebijakan yang ramah gender dimaksudkan agar tidak ada yang didiskriminasikan oleh KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, baik laki-laki maupun perempuan. Terdapat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya gender dalam organisasi, yaitu sebagai berikut: 1) Penafsiran Agama
Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya bias gender dalam kepengurusan organisasi KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta adalah penafsiran agama. Agama sebenarnya bukanlah menjadi salah satu penghambat partisipasi perempuan dalam organisasi, karena dalam agama tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan kecuali iman dan takwanya, namun yang menjadi penghambatnya adalah penafsiran agama yang cenderung membatasi peran perempuan dalam politik karena dianggap sudah terwakili oleh laki-laki. Pandangan
yang
didasari
oleh
keyakinan
agama
ini
menyebabkan keterlibatan perempuan dalam aktivitas politik bukan lagi didasari keinginan untuk melakukan perubahan terhadap sosial, namun lebih pada ibadah dan pengabdian, sehingga jarang sekali muncul tindakan yang bermakna untuk memperbaiki posisi perempuan dalam organisasi-organisasi tersebut. Penentuan
jabatan
sebagai
ketua
umum
KAMMI
komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta adalah melalui pemilihan
umum
yang
diadakan
bertepatan
dengan
Musyawarah Komisariat yang diadakan setiap akhir masa kepengurusan, dimana setiap anggota maupun pengurus memiliki hak untuk memilih siapa saja yang dirasa mampu mengemban tugas tersebut. Dalam jabatan sebagai ketua umum
organisasi, terdapat peraturan tidak tertulis bahwa untuk menjadi ketua umum haruslah seorang laki-laki. Walaupun dalam setiap pemilihan ketua umum terdapat beberapa calon yang diajukan atau mengajukan diri, namun pada kenyataannya ada satu calon unggulan dimana para anggota dan pengurus diarahkan untuk memilih calon tersebut. Calon ungggulan biasanya sudah di amati selama kegiatan berorganisasi, dimana calon tersebut dilihat kontribusi serta keaktifannya dalam setiap kegiatan atau agenda yang diadakan oleh organisasi. 2) Konsep Pembagian Kerja Faktor lain yang menyebabkan terjadinya bias gender dalam organisasi KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta adalah adanya kesalahan dalam konsep pembagian kerja. Pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan tenaga dan tanggung jawab besar dikategorikan sebagai pekerjaan lakilaki, sementara pekerjaan yang membutuhkan ketelatenan dan kesabaran diidentikkan dengan pekerjaan perempuan. Seperti pernyataan informan RI sebagai berikut, ”sekjen biasanya perempuan. Mungkin karena perempuan itu bisa lebih teliti, bisa lebih mengatur urusan, bisa memanage daripada laki-laki” (hasil wawancara dengan RI, tanggal 20 Februari 2015, pukul 13.00 WIB).
Asumsi dasar dari teori struktural fungsional menurut Talcott Parson adalah bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar kesepekatan
dari
kemasyarakatan
para
tertentu
anggotanya yang
akan
mempunyai
nilai-nilai kemampuan
mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat adalah merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan. Walaupun secara tersurat disebutkan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, namun secara tersirat masih terdapat praktik-praktik yang menempatkan perempuan
pada
posisi
subordinasi.
Pembagian
tugas
berdasarkan pada jenis kelamin masih kerap kali dilakukan. Misalnya perempuan menempati jabatan sebagai sekretaris, bendahara, maupun seksi konsumsi sementara laki-laki ditempatkan sebagai ketua umum. Cara pembagian tugas yang dilakukan dengan cara penunjukkan dirasa memberi fungsi positif, sebab laki-laki dan perempuan dibebankan pekerjaan berdasarkan kemampuannya masing-masing. 3) Pengaruh Budaya Patriarkhi Adanya pembagian tugas berdasarkan jenis kelamin merupakan hasil sosialisasi dari masyarakat yang bias gender,
dimana masyarakat tersebut memandang peran, kewajiban, hak, dan kedudukan seseorang berdasarkan jenis kelamin tanpa berpegang pada prinsip kesetaraan gender. Selain itu, peraturan tidak tertulis yang menyebutan bahwa laki-laki lebih berhak untuk menjabat sebagai ketua umum menyebabkan perempuan hanya bisa mengembangkan diri dan berpartisipasi dalam jabatan dibawah ketua umum. Meski ketua KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyatakan bahwa penentuan jabatan struktural berdasarkan kemampuan individu, pada kenyataannya dalam penempatan beberapa jabatan, laki-laki masih mendapatkan prioritas utama untuk menduduki jabatan tersebut. Jabatan sebagai ketua organisasi atau ketua kegiatan selalu diberikan kepada laki-laki. Selain itu, tugas-tugas yang berat serta membutuhkan tangggung jawab dan kemampuan fisik yang besar diberikan kepada laki-laki. Jabatan-jabatan penting seperti ketua acara diberikan kepada laki-laki, selain karena perempuan memang tidak diperbolehkan untuk menjabat sebagai ketua umum maupun acara selama masih ada laki-laki dalam organisasi. Tugas-tugas maupun jabatan yang lebih membutuhkan keuletan, ketelatenan, dan kesabaran, diberikan kepada perempuan. Perempuan lebih banyak menjabat sebagai
sekretaris, bendahara, danus (dana dan usaha), staf, serta seksi konsumsi. Untuk seksi konsumsi walaupun pekerjaaan tersebut diidentikkan dengan pekerjaan perempuan, namun dalam kenyataannya laki-laki juga ikut dimasukkan dalam lahan kerja tersebut. Seperti yang disampaikan oleh informan IL berikut, ”Kayak ada kan konsumsi ya, divisi konsumsi kalau kepanitiaan itu. Walaupun kita masukkan tetep laki-laki, tapi yang masak tetep perempuan, laki-laki belanjanya gitu. Ini bukan perbedaan tapi sudah pembagian kerja gitu. Bukan berarti tugasnya masak cuma buat perempuan, lakilaki juga ikut masak gitu. Tapi beli bahannya, kita yang belanjanya gitu, kita yang ngangkut-ngangkutnya gitu, perempuan silahkan yang masak” (hasil wawancara dengan IL, tanggal 25 Februari 2015, pukul 13.00 WIB). Sesungguhnya
kebijakan
dalam
menentukan
posisi
seseorang dalam organisasi berdasarkan kemampuan dan tidak melihat jenis kelamin, menunjukkan adanya usaha untuk menciptakan organisasi yang ramah gender. Di sisi lain, masih adanya pandangan yang bias gender menjadi penghalang dalam menciptakan organisasi yang berkesetaraan gender. Agar tercipta organisasi yang memberi keadilan bagi setiap anggotanya, tidak semestinya pertimbangan lebih memilih
laki-laki
atau
perempuan
hanya
dikarenakan
stereotipe semata. Agar tercipta kesetaraan gender, semestinya penentuan posisi seseorang didasarkan pada pertimbanganpertimbangan yang menyangkut potensi dan kecakapan seseorang, tanpa dipengaruhi jenis kelaminnya.
4. Dampak Bias Gender dalam Struktur Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Periode 2014-2015 Bias gender dalam struktur organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pastinya membawa dampak bagi para anggotanya. Kesetaraan gender yang digadang-gadang sudah diterapkan dalam organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta nyatanya masih belum diterapkan dalam kehidupan organisasi, dimana yang terjadi di dalam organisasi sebenarnya adalah bias gender. Hal ini tentu memberikan dampak nyata bagi para anggotanya, terutama bagi anggota perempuan. Perempuan memang diberikan kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berkembang dan mengemban jabatan sesuai dengan kemampuannya, namun kesempatan tersebut terbatas pada jabatanjabatan dibawah jabatan ketua umum. Hal ini membuktikan bahwa akses dan kesempatan yang dimiliki perempuan untuk dapat berkembang di dalam organisasi menjadi terbatas. Bagaimanapun berkembangnya perempuan dalam organisasi, perempuan masih harus tunduk dalam kepemimpinan laki-laki secara umum. Hal ini bukan hanya sekedar tradisi apabila ketua umum KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakata selalu dijabat
oleh laki-laki. Namun hal ini seakan menjadi hal wajib yang di sematkan bahwa ketua umum haruslah laki-laki. Walaupun selama ini tidak memunculkan permasalahan mengenai laki-laki sebagai ketua umum, namun di sisi lain, masih terbersit perasaan dalam diri anggota perempuan, bahwa perempuan pun bisa menunjukkan kemampuan untuk menjadi pemimpin tertinggi dalam KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
C. Pokok-pokok Temuan dalam Penelitian 1. Masih terdapat bias gender yang terjadi dalam organisasi KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2. Jabatan ketua umum organisasi dan jabatan ketua kebijakan publik (KP), pasti ditempati oleh laki-laki. Jabatan ketua umum harus ditempati oleh laki-laki dikarenakan masih adanya penafsiran agama serta pendapat bahwa selama masih ada laki-laki maka pemimpin diharuskan dijabat oleh laki-laki, sementara jabatan ketua kebijakan publik
ditempati
oleh
laki-laki
dikarenakan
jabatan
tersebut
mengharuskan untuk terjun langsung ke lapangan, dan laki-laki dianggap lebih bebas untuk bergerak di lapangan dibanding perempuan. 3. Dalam pemilihan ketua umum, biasanya para anggota diarahkan untuk memilih salah satu calon kandidat yang dirasa dan dinilai lebih unggul di banding calon lain. Meskipun tedapat beberapa kandidat lain, akan
tetapi biasanya akan muncul satu nama kandidat yang sebelumnya sudah diprediksi akan memenangi pemilihan untuk kemudian menjabat sebagai ketua umum. 4. Dalam berbagai kegiatan, posisi ketua pelaksana tidak pernah dijabat oleh perempuan dan pasti ditempati oleh laki-laki, karena laki-laki dianggap memiliki keleluasaan untuk menjalankan mobilitas ketua panitia yang tinggi. 5. Masih terdapat perbedaan pendapat dalam lingkungan pengurus KAMMI komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengenai penentuan jabatan sekretaris jenderal (sekjen). 6. Perempuan masih diidentikkan dan ditempatkan pada bidang-bidang domestik atau berhubungan dengan bidang kerumahtanggaan, seperti sekretaris, bendahara, kesekretariatan dan seksi konsumsi. 7. Banyaknya kader perempuan dibandingkan dengan kader laki-laki, tidak membuat perempuan lebih menonjol dalam hal menyampaikan pendapat. Sebagian besar anggota perempuan masih malu-malu untuk menyampaikan pendapat. Meskipun perempuan turut aktif dalam menyampaikan pendapat, keputusan terakhir tetap berada dalam wewenang laki-laki. 8. Dalam
organisasi
KAMMI
komisariat
UIN
Sunan
Kalijaga
Yogyakarta, terdapat beberapa perbedaan perlakuan sebagai bentuk pengaturan terhadap perempuan, seperti adanya jam malam bagi perempuan. Selain itu juga tidak ada rapat berdua saja antara
perempuan dan laki-laki untuk menghindari fitnah dan hal-hal yang tidak diinginkan.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Bias Gender dalam Struktur Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Kesetaraan gender yang selama ini dipercaya telah diterapkan dalam organisasi, dalam kenyataannya masih jauh dari kesetaraan gender dan masih bias gender dalam pelaksanaannya. Hal ini dibuktikan dengan adanya peraturan tidak tertulis bahwa perempuan dilarang menduduki jabatan ketua umum, dimana perempuan tidak diberikan kesempatan yang benar-benar sama dengan laki-laki di dalam organisasi. Perempuan masih seringkali menempati jabatan-jabatan pada sektor domestik. Perempuan dipandang kurang mampu mengembang jabatan yang berat semisal jabatan sebagai ketua umum dan ketua acara. Namun untuk jabatan dibawah ketua umum, perempuan diberikan kebebesan untuk berkembang dengan masih dibawah kontrol ketua umum yang berjenis kelamin laki-laki.
2. Faktor Penyebab Bias Gender dalam Struktur Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Faktor penyebab bias gender dalam struktur organisasi KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta antara lain kesalahan konsep pembagian kerja, pengaruh budaya patriarkhi dalam kepengurusan, serta penafsiran agama. Pengaruh budaya patriarkhi merupakan salah satu faktor penghambat yang susah untuk dihilangkan dalam menerapkan kesetaraan gender di organisasi KAMMI komisarit UIN Sunan Kalijaga Yoyakarta. Tradisi turun menurun dimana jabatan ketua umum selalu dipegang oleh laki-laki adalah salah satu contoh masih adanya budaya patriarkhi dalam organisasi. Hal ini juga didukung dengan penafsiran agama dimana laki-laki merupakan calon terbaik dalam hal kepemimpinan dibandingkan dengan perempuan. 3. Dampak Bias Gender dalam Struktur Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Dampak bias gender dalam organisasi KAMMI adalah akses dan kesempatan yang dimiliki perempuan untuk dapat berkembang di dalam organisasi menjadi terbatas. Hal ini dibuktikan dengan perempuan masih harus tunduk dalam kepemimpinan laki-laki secara umum.
B. Saran Paparan fakta dalam penelitian ini, dapat menghantarkan pemahaman kita mengenai bias gender dalam struktur organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Berdasarkan paparan-paparan fakta tersebut, maka dapat dirumuskan saran sebagai berikut: 1. Sebaiknya bias gender dihilangkan dalam pelaksanaan kegiatan seharihari organisasi secara keseluruhan, karena yang terjadi sebenarnya dalam organsiasi adalah bias gender dan bukan kesetaraan gender. 2. Pemahaman mengenai kesetaraan gender sebaiknya lebih dipahami dan
di terapkan dalam
kehidupan organisasi, karena dari hasil
penelitian, kesetaraan yang disebutkan dalam organisasi lebih mengarah kepada bias gender dan terkesan bahwa organisasi KAMMI hanya mengikuti organisasi lain yang juga menyatakan telah menerapkan kesetaraan gender namun dalam kenyataannya belum menerapkan kesetaraan gender dalam kehidupan organsiasi. 3. Dalam AD/ART KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tidak terdapat aturan yang membatasi peran dan partisipasi kaum perempuan. Maka sebaiknya dalam pelaksanaan keseharian juga diberlakukan hal yang sama. Sebaiknya dalam hal pembagian tugas dan beban kerja tidak mempertimbangkan jenis kelamin, karena masih terdapat beberapa pembagian tugas yang mendasarkan pada jenis kelamin.
4. Sebaiknya perempuan juga diberikan kesempatan untuk menjabat sebagai pemimpin, sehingga perempuan juga dapat membuktikan dan menunjukkan kemampuannya untuk mengemban tugas yang lebih besar, tidak hanya berhenti pada jabatan ketua bidang. 5. KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang merupakan organisasi ekstra kampus yang semestinya tidak mempermasalahkan gender. Penafsiran agama dan persepsi bahwa laki-laki lebih pantas untuk
menjadi
pemimpin
tertinggi
perempuan sebaiknya dihilangkan.
dan
subordinasi
terhadap
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, I. (2006). Sangkan Paran Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Afwan, & Ridho, S. (2008). Menembus Batas Politik Perempuan Indonesia. Yogyakarta: lembaga Studi Islam dan Politik (LSIP). Al Qur’anul Karim. (2007). Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Sa’dawi, N. & Izzat, H.R. (2002). Perempuan, Agama dan Moralita; Antara Nalar Feminis dan Islam Revivalis. Jakarta: Erlangga. Arikunto, S. (1993). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta. Ch, M. (2003). Paradigma Gender. Malang: Banyu Media Publishing. _____. (2010). Bingkai Sosial Gender. Malang: UIN-MALIKI PRESS. Fakih, M. (2013). Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fauzi, I. (2008). Perempuan dan Kekuasaan; Menelusuri Hak Politik dan Persoalan Gender dalam Islam. Jakarta: AMZAH. Fayumi, B. et. al. (2001). Keadilan dan Kesetaraan Gender (Perspektif Islam). Tim Pemberdayaan Perempuan Bidang Agama Departemen Agama RI. Hamidi. (2004). Metode Penelitian Muhammadiyah Malang.
Kualitatif.
Malang:
Universitas
Hanum, F. (2007). Diktat Mata Kuliah Sosiologi Gender. Yogyakarta: FIP UNY. Henslin, J.M. (2006). Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, Edisi 6 Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Milles & Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Moleong, L.J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mosse, J.C. (2007). Gender dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mubarak, Z. (2006). Sosiologi Agama: Tafsir Sosial Fenomena Religius Kontemporer. Malang: UIN Malang Press.
Nawawi, H. (2007). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nugroho, R. (2011). Gender dan Strategi Pengarus-utamaannya Di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Purwaningsih, S. (2009). Kiai dan Keadilan Gender. Semarang: Walisongo Press. Rachman, B.M. (2004). Islam Pluralis; Wacana Kesetaraan Kaum Beriman. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Rahmat, A. & Najib, M. (2001). Gerakan Perlawanan dari Masjid Kampus. Surakarta: Purimedia. Rasyidah, et. al. (2008). Potret Kesetaraan Gender di Kampus. Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry. Remiswal. (2013). Menggugah Partisipasi Gender di Lingkungan Komunitas Lokal. Yogyakarta: Graha Ilmu. Ritzer, G. dan Goodman, D.J. (2007). Teori Sosiologi Modern, Edisi Ke-6. Jakarta: Kencana. Setiadi, E.M. & Kolip, U. (2011). Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. Jakarta: Kencana. Sugiyono. (2010). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. Umar, N. et. al. (2002). Pemahaman Islam dan Tantangan Keadilan Jender. Yogyakarta: Gama Media. Usman, H. & Purnomo. (2004). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Wahab, S.A. (2004). Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Jurnal: Miftahudin, et. Al. (2008). Sensitivitas dan Aplikasi Kesetaraan Gender di Organisasi Kemahasiswaan Universitas Negeri Yogyakarta. Laporan Penelitian. FISE UNY.
Skripsi: Wardani, A.K. (2010). Peran Aktivis Mahasiswa Perempuan dalam Organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yoyakarta Tahun 2009. Skripsi S1. Tidak Diterbitkan. Universitas Negeri Yoyakarta. Apriyanto, W.Y. (2013). Peran Kesetaraan Gender dalam Organisasi Islam: Studi Pada Pimpinan Daerah Aisyiyah Kota Yoyakarta. Skripsi S1. Tidak Diterbitkan. Universitas Negeri Yoyakarta.
Internet: http://www.kammi-uinsuka.com/p/filosofi-kammi_31.html. November 2013.
Diakes
pada
19
http://id.wikipedia.org/wiki/Patriarki. Diakses pada 20 Februari 2014. http://www.academia.edu/4274514/KITA_DAN_BUDAYA_PATRIARKI. Diakses pada 1 Maret 2014. http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/dr-marzukimag-studi-tentang-kesetaraan-gender-dalam-berbagai-aspek.pdf. Diakses pada 12 Mei 2014.
LAMPIRAN
Lampiran 1 PEDOMAN OBSERVASI Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Struktur Organisasi Kammi (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Tanggal observasi No.
: Aspek yang diteliti
1.
Lokasi
2.
Jumlah
pengurus
harian
Keterangan
KAMMI
Komisariat UIN Sunan Kalijaga 3.
Struktur Organisasi KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga
4.
Pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan
5.
Implementasi kesetaraan gender dalam struktur organisasi KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga
Lampiran 2 PEDOMAN WAWANCARA (untuk anggota laki-laki) Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Struktur Organisasi Kammi (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Hari/Tanggal Wawancara
:
Tempat/Waktu
:
A. Identitas Nama
:
Jabatan
:
Angkatan
:
B. Daftar Pertanyaan 1. Sejak kapan Anda menjadi anggota KAMMI? 2. Apa arti gender menurut Anda? 3. Setujukan Anda apabila laki-laki disetarakan atau disamakan dengan perempuan? 4. Bagaimana penentuan jabatan struktural dalam kepengurusan organisasi? Berdasarkan apa? 5. Bagaimana peluang laki-laki dan perempuan untuk menduduki jabatan tertentu? 6. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin perempuan?
7. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin laki-laki? 8. Menurut anda pribadi, apakah dalam kepemimpinan faktor jenis kelamin menjadi prioritas utama dalam organisasi? 9. Bagaimana partisipasi anggota perempuan maupun laki-laki di dalam kegiatan organisasi? Lebih dominan mana? 10. Bagaimana partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan? 11. Apakah perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam hal menyampaikan pendapat? 12. Apakah ada perbedaan perlakuan antara pengurus perempuan dengan lakilaki? 13. Bila terdapat program kerja biasanya kaum perempuan menjabat sebagai apa dalam susunan kepanitiaan? 14. Apakah ada beberapa tugas dalam bidang-bidang tertentu yang sering diidentikkan perempuan atau laki-laki? Misalnya ada, apa yang melatarbelakanginya? 15. Adakah faktor pengambat bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan? 16. Adakah faktor pendukung bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan? 17. Apakah kebijakan-kebijakan yang ada sudah menganut prinsip kesetaraan gender? 18. Apa dampak dari implementasi kesetaraan gender dalam organisasi bagi para anggota terutama anggota perempuan?
Lampiran 2 PEDOMAN WAWANCARA (untuk anggota perempuan) Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Struktur Organisasi Kammi (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Hari/Tanggal Wawancara
:
Tempat/Waktu
:
A. Identitas Nama
:
Jabatan
:
Angkatan
:
B. Daftar Pertanyaan 1. Sejak kapan Anda menjadi angota KAMMI? 2. Bagaimana pendangan Anda mengenai kaum laki-laki? 3. Apa arti gender menurut Anda? 4. Setujukan Anda apabila perempuan disetarakan atau disamakan dengan laki-laki? 5. Bagaimana penentuan jabatan struktural dalam kepengurusan organisasi? Berdasarkan apa?
6. Bagaimana peluang laki-laki dan perempuan untuk menduduki jabatan tertentu? 7. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin perempuan? 8. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin laki-laki? 9. Menurut anda pribadi, apakah dalam kepemimpinan faktor jenis kelamin menjadi prioritas utama dalam organisasi? 10. Bagaimana partisipasi anggota perempuan maupun laki-laki di dalam organisasi? Lebih dominan mana? 11. Bagaimana partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan? 12. Apakah perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam hal menyampaikan pendapat? 13. Bagaimana upaya Anda untuk ikut dalam pengambilan keputusan pada organisasi? 14. Apakah ada perbedaan perlakuan antara pengurus perempuan dengan lakilaki? 15. Bila terdapat program kerja biasanya kaum perempuan menjabat sebagai apa dalam susunan kepanitiaan? 16. Apakah ada beberapa tugas dalam bidang-bidang tertentu yang sering diidentikkan perempuan atau laki-laki? Misalnya ada, apa yang melatarbelakanginya? 17. Adakah faktor pengambat bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan?
18. Adakah faktor pendukung bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan? 19. Apakah kebijakan-kebijakan yang ada sudah menganut prinsip kesetaraan gender? 20. Apa dampak dari implementasi kesetaraan gender dalam organisasi bagi para anggota terutama anggota perempuan?
Lampiran 3 Pengkodean Hasil Wawancara Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Struktur Organisasi Kammi (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Kode 1. Thn msk
Keterangan Tahun masuk
Penjelasan Kapan informan menjadi anggota KAMMI Komisriat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
2. Pdgn thd lk
3. Aks
Pandangan terhadap
Pendapat informan mengenai
laki-laki
laki-laki
Akses
Akses dan kesempatan perempuan untuk aktif terlibat dla kegiatan maupun penambilan keputusan
4. Prtsps
Partisipasi
Seberapa besar dan bagaimana pastisipasi perempuan dan lakilaki dalam kepengurusan organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia Komisariat UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta 5. Gndr
Gender
Pemahaman mengenai gender, pembagian tugas dan keijakan beradasarkan gender
6. Fktr
Faktor
Faktor-faktor yang mendukung maupun menghambat keterlibatan dan penentuan jabatan bagi perempuan dan laki-laki
7. Dmpk
Dampak
Dampak yang dirasakan oleh anggota dari implementasi kesetaraan gender dalam organisasi
Hasil Observasi
Tanggal Observasi No. 1.
: 25 Maret 2015
Aspek yang diteliti Lokasi
Keterangan Penelitian ini dilakukan pada organisasi KAMMI Komisariat Komisariat
UIN
Sunan
KAMMI
Kalijaga
UIN
Yogyakarta.
Sunan
Kalijaga
Yogyakarta ini berada di Perum Polri blok C IV/144, Gowok, depok sleman, Yogyakarta 2.
Jumlah pengurus harian Jumlah keseluruhan pengurus inti atau pengurus KAMMI Komisariat UIN harian organisasi KAMMI Komisariat UIN Sunan Sunan Kalijaga
Kalijaga Yogyakarta periode 2014-2015 sebanyak 16 orang, yang terdiri atas 10 perempuan dan 6 laki-laki.
3.
Struktur
Organisasi Ketua Umum : Ilman Adni Alparisi
KAMMI Komisariat UIN Sekretaris Jendral : Inas Mufidah Fitri Sunan Kalijaga
Bendahara Umum : Rif’atul Mahmudah Biro Pengembangan Organisasi : Ririn Noviastuti Biro Kestari : Wiwi Dwi D. Biro Ekonomi : Erhat Z. A. Departemen Pengkaderan : Zaky Ahmad Riva'i Departemen Kebijakan Publik : Ali Akbar H. Departemen Humas : Sulaiman Tahir Sosmas: Raudhatul Jannah
Ketua Rumpun Ibnu Khaldun: Nurdana R Pratiwi Pengkaderan Rumpun Ibnu Khaldun : Nurfadliah Madrasah Intelektual Ibnu Khaldun : Nashih U. Az Zuhdi Ketua Rumpun Ibnu Khaitam : Sudiantri Madrasah Intelektual Ibun Khaldun : Riza Pahlevi Pengkaderan Rumpun Ibun Khaldun : Guesti Wichita 4.
Pembagian tugas antara Pembagian tugas antara laki-laki dan perempuan laki-laki dan perempuan
didasarkan
atas
jenis
pekerjaan
yang
akan
dibebankan/diberikan. Untuk pekerjaan fisik lebih dibebankan
kepada
laki-laki,
sementara
untuk
pekerjaan yang bersifat non fisik diberikan kepada perempuan 5.
Implementasi kesetaraan Implementasi kesetaraan gender dalam organisasi gender
dalam
organisasi
struktur KAMMI
Komisariat
UIN
Sunan
Kalijaga
KAMMI Yogyakarta yaitu kesetaraan gender dimana setiap
Komisariat UIN Sunan anggota KAMMI memperoleh akses dan kesempatan Kalijaga
yang sama untuk menduduki suatu jabatan maupun dalam mengaktualisasikan diri. Implikasi ini dapat dilihat dalam setiap kegiatan yang diadakan oleh KAMMI.
Kesempatan
antara
laki-laki
dan
perempuan untuk menduduki jabatan tertentu dalam
organisasi serta dalam hal mengaktualisasikan diri sama besar. Tetapi dalam hal tertentu perempuan masih “diistimewakan”, seperti misalnya tidak mengadakan syuro’ (rapat) sampai malam dengan pertimbangan keadaan perempuan yang rawan apabila sampai berada di luar rumah sampai malam hari.
Transkip Data Hasil Wawancara Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Struktur Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Hari/Tanggal Wawancara
: Jum’at/ 20 Februari 2015
Tempat/Waktu
: Kos Intifadha, Demangan/ 13.00 WIB
C. Identitas Nama
: Ririn Noviastuti (RI)
Jabatan
: Ketua Departemen Pengembangan Organisasi
Angkatan
: 2011
D. Daftar Pertanyaan 21. Sejak kapan Anda menjadi anggota KAMMI? Jawab: sejak tahun 2012.
Comment [mc1]: Thn msk
22. Bagaimana pandangan Anda mengenai kaum laki-laki? Jawab: secara umum, kaum laki-laki itu lebih besar menggunakan akalnya daripada hati. Dan pemikiran kaum laki-laki itu lebih realistis dan lebih logis dari kaum perempuan.
Comment [mc2]: Pdgn thd lk
23. Apa arti gender menurut Anda? Jawab: gender itu, persamaan hak laki-laki perempuan gak sih? Ya menurut saya gender itu ya menuntut persamaan hak antara laki-laki dan perempuan gitu.
Comment [mc3]: Gndr
24. Setujukan Anda apabila perempuan disetarakan atau disamakan dengan laki-laki? Jawab: ya setuju-setuju aja, tapi dengan catatan harus ada batasan-batasan tertentu gitu. Misalnya dalam hal karir dalam kehidupan berumah tangga.
Comment [mc4]: Gndr
Biasanya kan yang cari nafkah itu kaum laki-laki, tapi sekarang juga banyak perempuan yang ikut mencari nafkah. Nah itu tidak apa-apa. Namun dengan catatan tugas-tugas sebagai seorang istri tidak boleh terbengkalai. 25. Bagaimana penentuan jabatan struktural dalam kepengurusan organisasi? Berdasarkan apa? Jawab: penentuan jabatannya ya berdasarkan kemampuan aja sih, kalau
Comment [mc5]: Fktr
kemampuannya kita anggap mampu untuk memegang amanah ya kita kasih amanah disitu. 26. Bagaimana peluang laki-laki dan perempuan untuk menduduki jabatan tertentu? Jawab: sama besar. Objektif banget di KAMMI sekarang, tidak
Comment [mc6]: Aks
mendominasi laki-lakinya. Jadi di KAMMI bener-bener sama peluang antara laki-laki dan perempuan. 27. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin perempuan? Jawab: gak masalah. Karena ada di salah satu cabang KAMMI kalau gak salah di Sumatera, yang mimpin itu akhwat (perempuan). Dan fenomena sekarang-sekarang ini di KAMMI, kebanyakan yang mimpin rumpun-
Comment [mc7]: Gndr
rumpun itu akhwat (perempuan). Namun untuk ketua umum itu, nominasi yang ada masih dipegang oleh ikhwan (laki-laki). 28. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin laki-laki? Jawab: menurut saya kalau yang memimpin laki-laki itu lebih baik. Lebih tegas. Bagus-bagus juga sih akhwat (perempuan) itu memimpin. Tapi
Comment [mc8]: Gndr
secara fitrah sendiri perempuan punya kelemahan dibandingkan ikhwan (laki-laki), karena seperti tadi ya, ikhwan (laki-laki) itu lebih mengedepankan akal logisnya dari pada perasaan gitu. 29. Menurut anda pribadi, apakah dalam kepemimpinan faktor jenis kelamin menjadi prioritas utama dalam organisasi? Jawab: iya kalo untuk ketua umum karena untuk saat ini kepemimpinan umum itu ada di pihak laki-laki. Tapi dalam kepemimpin di bawahnya itu perempuan juga banyak yang jadi ketua departemen.
Comment [mc9]: Gndr
30. Bagaimana partisipasi anggota perempuan maupun laki-laki di dalam organisasi? Lebih dominan mana? Jawab: lebih banyak perempuan. Jadi sebanding dengan keluar masuknya gitu. Jadi maksudnya berapa akhwat (perempuan) dan ikhwan (laki-laki) yang masuk itu, biasanya lebih banyak yang akhwat(perempuan). Jadi karena proporsi akhwat (perempuan) yang lebih banyak, jadinya partisipasinya ya banyak yang akhwat(perempuan). Sebenernya gak lebih dominan yang mana sih, soalnya jumlahnya juga banyakan yang akhwat (perempuan). 31. Bagaimana partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan?
Comment [mc10]: Prtsps
Jawab: sama besar. Akhwat (perempuan) dan ikhwan (laki-laki) sama
Comment [mc11]: Prtsps
besar. 32. Apakah perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam hal menyampaikan pendapat? Comment [mc12]: Aks
Jawab: iya..iya itu jelas. 33. Bagaimana upaya Anda untuk ikut dalam pengambilan keputusan pada organisasi? Jawab: saya kan ada di PO, jadi kembali lagi di awal bahwa di KAMMI kan mempunyai lokus-lokus tersendiri. Nah setiap lokus-lokus itu mempunyai kebijakan-kebijakan masing-masing yang nantinya akan di acc sama ketua, dibantu dengan pertimbangan sekjen. Nah di PO, karena kebetualan saya di PO dan saya kadep, saya mempunyai wewenang untuk merekrut anggota-anggota baru yang akan magang setelah Daurah Marhalah 1. Nah magang itu ditentukan oleh PO, yang nantinya akan di acc sama ketua dengan pertimbangan PO gitu. Jadi saya mengusulkan gitu.
Comment [mc13]: Prtsps
Kalau ada yang direvisi, ya nanti kita revisi gitu. 34. Apakah ada perbedaan perlakuan antara pengurus perempuan dengan lakilaki? Jawab: jelas ada. Dalam sistem KAMMI itu menganut sistem Islam gitu ya.
Perlakuannya
seperti
halnya
ikhwan
(laki-laki)
dan
akhwat(perempuan), KAMMI berbeda dengan organisasi-organisasi yang lain, yang biasanya dalam organisasi-organisasi lain itu antara laki-laki dan perempuan berkumpul. Nah dalam KAMMI sendiri sangat
Comment [mc14]: Gndr
mengkhususkan, memuliakan kaum hawa. Jadi akhwat (perempuan) itu dijaga bener-bener. Dijaga misalnya tidak boleh rapat malam-malam. Kalau ikhwan (laki-laki) boleh. Akhwat (perempuan) ga boleh karena ada mudharatnya, kalo ikhwan (laki-laki) karena dia lebih kuat dan tidak ada unsur-unsur yang mencelakakan, maka dia boleh. Beda dengan akhwat (perempuan) yang notabenenya perempuan, menarik kaya gitu. Itu akan menimbulkan mudharat lebih besar jika malam-malam masih rapat. Itu misalkan salah satu contohnya. 35. Bila terdapat program kerja biasanya kaum perempuan menjabat sebagai apa dalam susunan kepanitiaan? Jawab: apa aja bisa mbak. Leluasa kok mbak. Semua jabatan bisa diduduki oleh akhwat (perempuan) kecuali satu, yaitu ketua umum. Karena jadi
Comment [mc15]: Gndr
ketua itu kan berat ya. Nah jadi ketua itu harus bisa mengayomi, memimpin dan melindungi anak buahnya gitu. Gimana bisa melindungi kalau dianya aja lemah kaya gitu. 36. Apakah ada beberapa tugas dalam bidang-bidang tertentu yang sering diidentikkan perempuan atau laki-laki? Misalnya ada, apa yang melatarbelakanginya? Jawab: ada, sekjen biasanya perempuan. Mungkin karena perempuan itu bisa lebih teliti, bisa lebih mengatur urusan, bisa memanagedaripada lakilaki. 37. Adakah faktor pengambat bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan?
Comment [mc16]: Gndr
Jawab: faktor penghambatnya ya .. sebenernya bukan faktor penghambat ya. Untuk menduduki jabatan tertentu di lokus-lokus itu harus memiliki kemampuan. Kemampuan rukhiyah dan intelektual. Wawasannya harus baik. Idealnya seperti itu.
Comment [mc17]: Fktr
38. Adakah faktor pendukung bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan? Jawab: seorang perempuan dikasih amanah itu karena dia kita anggap mampu, wawasannya luas, rukhiyahnya oke, dia udah... marhalahnya udah tinggi tuh dia udah... udah marhalah satu, dua kaya’ gitu.
Comment [mc18]: Fktr
39. Apakah kebijakan-kebijakan yang ada sudah menganut prinsip kesetaraan gender? Jawab: sudah.
Comment [mc19]: Gndr
40. Apa dampak dari implementasi kesetaraan gender dalam organisasi bagi para anggota terutama anggota perempuan? Jawab: kita jadi lebih bebas menyampaikan pendapat.
Comment [mc20]: Dmpk
Transkip Data Hasil Wawancara Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Struktur Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Hari/Tanggal Wawancara
: Rabu/ 25 Februari 2015
Tempat/Waktu
: Masjid Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta/
13.00 WIB C. Identitas Nama
: Ilman Adni Alpharizi (IL)
Jabatan
: Ketua Umum KAMMI Komisariat UIN Sunan
Kalijaga Angkatan
: 2011
D. Daftar Pertanyaan 19. Sejak kapan Anda menjadi anggota KAMMI? Jawab: sejak tahun 2011, sekitar bulan Oktober.
Comment [mc21]: Thn msk
20. Apa arti gender menurut Anda? Jawab: yang jelas, gender itu ya ini, lebih ke fisik. Bukan lebih ke fisiknya kaya’ sex misalnya laki-laki dan perempuan, bukan ke fisik tapi lebih ke di luar dari fisik. Ada kesamaan derajat. Misalnya kesamaannya tuh bukan dari fisiknya laki-laki dan perempuan, tapi dari keterlibatan dia dalam masyarakat. Yang saya tahu itu.
Comment [mc22]: Gndr
21. Setujukan Anda apabila laki-laki disetarakan atau disamakan dengan perempuan? Jawab: dalam hal apa dulu? Kalau dalam segala hal itu tidak setuju, tapi dalam beberapa hal setuju. Misalnya dalam hal pemimpin, di KAMMI
Comment [mc23]: Gndr
ketua umumnya itu tidak boleh perempuan. Tapi ketua-ketua di bawahnya boleh perempuan. Atau misalkan dalam hal pekerjaan ya, meskipun mungkin secara... secara keseharian mungkin bisa gitu, tapi kan itu tidak bisa dilakukan oleh seorang perempuan. Misalnya ngangkut-ngangkut dalam kepanitiaan gitu. Itu tugasnya ya yang laki-laki, bukan perempuan. Orang bilang, ya itu sama aja laki-laki atau perempuan, tapi kalau kita ya... beda itu tugasnya laki-laki. Mbenerin listrik kaya’ kemaren. Ya itu ngga bisa perempuan, itu tugasnya laki-laki. 22. Bagaimana penentuan jabatan struktural dalam kepengurusan organisasi? Berdasarkan apa? Jawab: berdasarkan keterlibatan dia di organisasi sebelumnya. Jadi sebelumnya sudah ada... sudah ada tahapan-tahapan di KAMMI, kita bicarakan sejauh mana dia keterlibatan di KAMMI, sejauh mana dia berkontribusi di KAMMI, dan kemampuan dia cocok apa tidak. Ternyata
Comment [mc24]: Fktr
cocok, kita pilih, kita rekrut untuk jadi pengurus, pengurus inti. 23. Bagaimana peluang laki-laki dan perempuan untuk menduduki jabatan tertentu? Jawab: peluangnya sama. Kecuali ketua umum itu, itu sudah saklek tidak bisa perempuan. Kalau yang lainnya sama. Jabatan yang lainnya bisa
Comment [mc25]: Aks
perempuan bisa laki-laki. Mungkin bukan cuma tradisi ya, tapi memang kita ya... seperti apa yang kita tahu di dalam al Qur’an ya gitu, dari sananya ya kita tafsirkan ya laki-laki. Meskipun yang dibawahnya ada staf-stafnya, ketua departemen-ketua departemen, sama-sama ketua gitu. Tapi ada yang membawahinya, ketua Komsatnya itu. Nah itu boleh perempuan. 24. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin perempuan? Jawab: seperti yang tadi saya bilang, kalau perempuan itu boleh menduduki jabatan apa saja selain ketua umum. Karena ketua umumnya sudah saklek harus laki-laki.
Comment [mc26]: Gndr
25. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin laki-laki? Jawab: kalau laki-laki yang memimpin, karena kodratnya adalah laki-laki sebagai pemimpin, menjadi seorang pemimpin, jadi ya saya rasa itu memang suatu apa ya, suatu hal yang memang wajib gitu.
Comment [mc27]: Gndr
26. Menurut anda pribadi, apakah dalam kepemimpinan faktor jenis kelamin menjadi prioritas utama dalam organisasi? Jawab: kalau itu bukan ini inti ya, kalau itu bukan ketua inti, itu gak masalah bagi saya. Kaya’ misalkan kalau di KAMMI ada struktur departemennya misalnya kaderisasi. Itu kan juga kepemimpinan ya, dalam kaderisasi. Baik dia perempuan ataupun laki-laki tetep bisa peluang buat jabat itu. Kalau dia memang mumpuni gitu, ketua kaderisasinya tapi tetep dibawah ketua umum, seorang laki-laki.
Comment [mc28]: Gndr
27. Bagaimana partisipasi anggota perempuan maupun laki-laki di dalam kegiatan organisasi? Lebih dominan mana? Jawab: sama. Semuanya sama partisipasinya.
Comment [mc29]: Prtsps
28. Bagaimana partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan? Jawab: sama.
Comment [mc30]: Prtsps
29. Apakah perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam hal menyampaikan pendapat? Jawab: punya. Pendapat silahkan apapun. Masukan, silahkan.
Comment [mc31]: Aks
30. Apakah ada perbedaan perlakuan antara pengurus perempuan dengan lakilaki? Jawab: tentu. Kalau kita kan perbedaannya dalam ini nya, bukan.. perbedaannya cuma dalam apa namanya ya pola interaksinya saja gitu. Harus beda kan kita interaksi dengan perempuan dengan laki-laki beda. Nah bedanya dari sananya aja. Tidak ada syuro’ (rapat) berdua laki-laki dan perempuan misalkan. Atau tidak ada yang bersifat seperti itulah.
Comment [mc32]: Gndr
31. Bila terdapat program kerja biasanya kaum perempuan menjabat sebagai apa dalam susunan kepanitiaan? Jawab: paling banyak konsumsi. Terus humas juga ada, danus juga ada. Kecuali ketua panitia. Semuanya pernah perempuan, kecuali ketua panitia. Kalau dalam kepanitiaan ya. 32. Apakah ada beberapa tugas dalam bidang-bidang tertentu yang sering diidentikkan perempuan atau laki-laki? Misalnya ada, apa yang melatarbelakanginya?
Comment [mc33]: Gndr
Jawab: pekerjaan tertentu misalkan masak mungkin ya. Kaya’ ada kan konsumsi ya, divisi konsumsi kalau kepanitiaan itu. Walaupun kita masukkan tetep laki-laki, tapi yang masak tetep perempuan, laki-laki belanjanya gitu. Ini bukan perbedaan tapi sudah pembagian kerja gitu. Bukan berarti tugasnya masak cuma buat perempuan, laki-laki juga ikut masak gitu. Tapi beli bahannya, kita yang belanjanya gitu, kita yang ngangkut-ngangkutnya gitu, perempuan silahkan yang masak. Bukan
Comment [mc34]: Gndr
perbedaannya tapi memang udah di bagi-bagi tugasnya gitu. 33. Adakah faktor pengambat bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan? Jawab: faktornya dari kemampuannya aja sih kalau saya lihat. Kalau
Comment [mc35]: Fktr
kemampuannya emang belum cocok ya berarti itu menghambat. Kalau misalkan gak ada lagi gitu ya. Nggak ada laki-laki, nggak ada lagi lakilaki, baru perempuan itu. 34. Adakah faktor pendukung bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan? Jawab: sama kaya’ faktor penghambat tadi, dilihat dari kemampuannya aja
Comment [mc36]: Fktr
sih. 35. Apakah kebijakan-kebijakan yang ada sudah menganut prinsip kesetaraan gender? Jawab: kalau bagi saya sih sudah setara. 36. Apa dampak yang dirasakan dari implementasi kesetaraan gender dalam organisasi bagi para anggota terutama anggota perempuan?
Comment [mc37]: Gndr
Jawab: kalau dampak... jadi gini, semua anggota itu berhak untuk mengeluarkan pendapatnya selama itu masih dalam koridor-koridor yang ada di organisasi. Jadi ya itu sih menurut saya.
Comment [mc38]: Dmpk
Transkip Data Hasil Wawancara Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Struktur Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Hari/Tanggal Wawancara
: Rabu/ 25 Februari 2015
Tempat/Waktu
: Masjid Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta/
13.20 WIB A. Identitas Nama
: Nasih Uluwan Azzuhdi (NA)
Jabatan
: Ketua Madrasah Intelektual Rumpun Ibnu
Khaldun Angkatan
: 2013
B. Daftar Pertanyaan 1. Sejak kapan Anda menjadi anggota KAMMI? Jawab: sejak bulan Oktober 2013.
Comment [mc39]: Thn msk
2. Apa arti gender menurut Anda? Jawab: gender kalau menurut saya sebuah anu ya apa, persamaan peran antara laki-laki dan perempuan. Bukan berhubungan dengan fisik tapi peran sosialnya ke masyarakat itu sendiri. 3. Setujukan Anda apabila laki-laki disetarakan atau disamakan dengan perempuan?
Comment [mc40]: Gndr
Jawab: kalau semua bidang jelas nggak ya. Soalnya memang ada kalanya memang penempatan antara laki-laki dan perempuan itu perlu dibedakan.
Comment [mc41]: Gndr
Nggak... nggak semua hal bisa dimasakan gitu. Menurut saya sih seperti itu. 4. Bagaimana penentuan jabatan struktural dalam kepengurusan organisasi? Berdasarkan apa? Jawab: pertama satu, dari sebelumnya kan di KAMMI juga ada tahapantahapan. Terutama melalui tahapan itu sendiri, setelah melalui tahapan sukses, juga pertama pengalaman, keaktifan bisa sampai disitu juga untuk masalah jabatan di KAMMI itu sendiri. Jadi ada tahapan yang memang
Comment [mc42]: Fktr
harus ditempuh terlebih dahulu. 5. Bagaimana peluang laki-laki dan perempuan untuk menduduki jabatan tertentu? Jawab: ya seperti yang disampaikan saudara saya tadi, bahwasanya di KAMMI sendiri untuk yang ketua umum ya, ketua umum itu wajib lakilaki soalnya memang kalau yang bawahnya boleh perempuan, untuk staf ketua rumpun, ketua departemen itu boleh soalnya tetep ada yang menaungi dari ketua umum itu sendiri yang laki-laki. Sebenernya juga kalo dibilang, manusia kan hidup di bumi juga untuk sebagai seorang pemimpin, jadi sebenernya nggak ada perbedaan. Tapi memang untuk masalah pemimpin, setiap selama masih ada laki-laki yang bisa memimpin diutamakan laki-laki itu sendiri. 6. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin perempuan?
Comment [mc43]: Aks
Jawab: kalau untuk jadi ketua umum ya nggak boleh, tapi kalau untuk menjabat dibawah ketua umum ya silahkan boleh-boleh saja, asalkan dianya mampu dan mumpuni.
Comment [mc44]: Gndr
7. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin laki-laki? Jawab: seperti yang saya katakan tadi, jadi selama masih ada seorang lakilaki yang mampu untuk mempimpin, maka diutamakan laki-laki.
Comment [mc45]: Gndr
8. Menurut anda pribadi, apakah dalam kepemimpinan faktor jenis kelamin menjadi prioritas utama dalam organisasi? Jawab: ya kalau bicara di KAMMI, pertama satu untuk ketua umum seperti tadi, tetep menjadi prioritas utama terutama untuk laki-laki memang wajib untuk menjadi ketua... ketua yang menaungi seumpamanya
Comment [mc46]: Gndr
nanti dibawahnya ada ketua, ketua-ketua yang lain gitu termasuk ketua departemen tadi. Sangat berpengaruh berarti. 9. Bagaimana partisipasi anggota perempuan maupun laki-laki di dalam kegiatan organisasi? Lebih dominan mana? Jawab: jadi untuk dominan antara laki-laki dan perempuan itu sama.
Comment [mc47]: Prtsps
Tidak... kita tidak ada perbedaan untuk masalah keseluruhan untuk... apa termasuk tadi juga masukan atau pendapat itu semua sama untuk kami, tidak ada perbedaan. 10. Bagaimana partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan? Jawab: partisipasi anggota pun juga sama. Semua soalnya nggak mungkin semua dilakukan juga semua oleh pengurus. Kita juga butuh seorang
Comment [mc48]: Prtsps
anggota. Jadi tetep nggak ada perbedaan kalau kita. Semua sama antara laki-laki dan perempuan 11. Apakah perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam hal menyampaikan pendapat? Jawab: dalam menyampaikan pendapat, sama.
Comment [mc49]: Prtsps
12. Apakah ada perbedaan perlakuan antara pengurus perempuan dengan lakilaki? Jawab: mungkin untuk perlakuan, perbedaan perlakuan ya mulai dari tadi interaksi, yang kedua juga anu ya, apa... perlakuan antara laki-laki, tementemen ke laki-laki ke perempuan jelas beda ya itunya nanti. Soalnya memang perempuan punya punya apa ya, punya kelebihan yang mungkin tidak bisa disamakan dengan laki-laki itu sendiri.
Comment [mc50]: Gndr
13. Bila terdapat program kerja biasanya kaum perempuan menjabat sebagai apa dalam susunan kepanitiaan? Jawab: kalau dalam susunan kepanitian perempuan banyak ya, kita bagi tugas mulai tadi seperti tadi yang sudah disebutkan bahwasanya ketua umum, yang mencakup ketua umum itu nanti tetep dari yang laki-laki. Untuk yang perempuan biasanya sekretaris, bendahara itu kami serahkan kepada perempuan. Dan juga nanti waktu konsumsi, terus ada danus, dana usaha itu ya, dan juga biasanya humas itu juga bisa perempuan. Dan disitu juga tidak, tidak serta merta untuk perempuan, tapi laki-laki juga ada disitu juga ya untuk mendampingi. Tapi untuk ketuanya, ketua acara kami biasanya tetep laki-laki.
Comment [mc51]: Gndr
14. Apakah ada beberapa tugas dalam bidang-bidang tertentu yang sering diidentikkan perempuan atau laki-laki? Misalnya ada, apa yang melatarbelakanginya? Jawab: ya kalau kami tidak mengidentikkan tapi memang itu bagi-bagi tugas gitu ya. Ya terutama untuk konsumsi, sebenernya untuk konsumsi laki-laki juga bisa masak, tapi laki-laki lebih dibutuhkan untuk yang lainnya gitu. Sedangkan sementara peremuan masih bisa disitu, kita bagi disitu gitu. Untuk sekretaris juga seperti itu. Setelah ketua ada laki-laki kita buat sekretaris dan bendahara itu perempuan. Jadi tetep sama gitu ya
Comment [mc52]: Gndr
untuk perannya dalam kepanitiaan. 15. Adakah faktor pengambat bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan? Jawab: sebenernya nggak ada yang menghambat. Tapi memang di Islam diajarkan selama masih ada pemimpin laki-laki, selama laki-laki itu bisa, perempuan biasanya ya dibawah naungan laki-laki itu sendiri gitu ya, yang melindungi seorang perempuan itu sendiri.
Comment [mc53]: Fktr
16. Adakah faktor pendukung bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan? Jawab: kalau faktor pendukungnya sih ya berdasarkan kemampuan aja sih ya. 17. Apakah kebijakan-kebijakan yang ada sudah menganut prinsip kesetaraan gender?
Comment [mc54]: Fktr
Jawab: kalau dalam satu sisi ada yang mungkin menyamakan kesetaraan gender, yang di satu sisi juga ada yang beda gitu. Tidak menyamakan kesamaan gender itu sendiri gitu. Ya ada tempat-tempatnya tersendiri
Comment [mc55]: Gndr
mbak. Contohnya ya kalau tadi untuk masalah kesamaan gender, kita untuk masalah pendapat, untuk masalah anggota tadi, kita sama rata gitu. Tapi untuk masalah kepemimpinan atau contohnya ya tadi kepemimpinan ya kita tetep harus memprioritaskan temen-temen yang laki-laki gitu. Nggak mungkin kan kalo selama masih ada laki-laki, membuat imam, nyuruh imamnya perempuan gitu. 18. Apa dampak dari implementasi kesetaraan gender dalam organisasi bagi para anggota terutama anggota perempuan? Jawab: dampaknya ya... kalau menurut saya ya, semua sama aja. Dalam artian semua bebas berpendapat dan semua anggota punya kesempatan yang sama untuk ditunjuk untuk ditempatkan dalam jabatan tertentu, kecuali untuk ketua umum ya, yang seperti saya bilang tadi, sesuai dengan kemampuannya. kalau menurut saya sih itu.
Comment [mc56]: Dmpk
Transkip Data Hasil Wawancara Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Struktur Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Hari/Tanggal Wawancara
: Senin/ 27 Februari 2015
Tempat/Waktu
: Kos Intifadha, Demangan/ 13.00 WIB
A. Identitas Nama
: Ina Karlina (IN)
Jabatan
: Staff Departemen Pengembangan Organisasi
Angkatan
: 2012
B. Daftar Pertanyaan 1 Sejak kapan Anda menjadi anggota KAMMI? Jawab: sejak September tahun 2013.
Comment [mc57]: Thn msk
2. Bagaimana pandangan Anda mengenai kaum laki-laki? Jawab: pertama di KAMMI dulu ya. Pertama kan terkenalnya menjaga gitu. Ada batas, beda dengan pergerakan lain. Saya melihat relatif sih. Ada yang memang sangat menjaga gitu ya. Tapi ada yang sikapnya biasa aja, tapi tetep menjaga jarak. Macam-macam. Terus kalo saya melihat realitanya secara umum atau di kelas, di fakultas atau di komunitas yang bukan bergerak lebih ke Islaman, mereka itu bisa dibilang biasa aja sih tidak begitu menjaga dengan begitu ketat, kadang bercampur, berbaur, ada
Comment [mc58]: Pdgn thd lk
yang sekedar kenal, tipikalnya macam-macam. Ada yang cuek, perhatian, ada yang biasa-biasa aja gitu sih 3. Apa arti gender menurut Anda? Jawab: sepengetahuan saya yah, setahu saya gender itu kan perbedaan derajat tapi berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Kalo sekarang isu nya itu tentang penyamaan gender antara laki-laki sama perempuan, ya memang harus gitu. Saya berpikir itu harus ada penyamaan. Tapi relatif juga seperti kan gak mungkin wanita bekerja di dalam tanah untuk pertambangan seperti itu. Itu pasti dibutuhkan laki-laki yang memang tenaganya lebih kuat, lebih punya stamina yang lebih di bandingkan dengan perempuan. Mungkin perempuan lebih terhadap kepada kegiatan-kegiatan yang lebih bersifat umum dan profetif misalnya sebagai guru atau mungkin yang lebih tinggi bekerja sebagai pejabat pemerintahan seperti itu yang saya tahu. Jadi bagaimana menyelaraskan peran perempuan dan laki-laki di dunia kerja, di segala bidang baik itu hukum, ekonomi, politik, dan sebagainya. Tetapi digarisbawahi bahwa tergantung bagaimana jenis pekerjaan, kapasitasnya. Dengan kata lain
Comment [mc59]: Gndr
seperti itu. 4. Setujukan Anda apabila perempuan disetarakan atau disamakan dengan laki-laki? Jawab: kalo menurut saya sih relatif ya. Disamakan tetapi dalam bidang lingkup kerja yang bisa dibilang itu seimbang, jadi tidak ada perbedaan. Misal pekerjaan sebagai guru, ya perempuan bisa, laki-laki bisa. Tetapi di
Comment [mc60]: Gndr
kondisi lain, ketika medan pekerjaan yang berat, terutama pertambangan, oli ataupun sebagainya kan itu ndak bisa perempuan. Itu kan pasti yang lebih bisa stamina dan segi fisiknya kan laki-laki. Jadi mungkin kesimpulannya setuju disamakan, tetapi dengan melihat kapasitas masingmasing seperti itu. 5. Bagaimana penentuan jabatan struktural dalam kepengurusan organisasi? Berdasarkan apa? Jawab: yang saya tahu dan yang emang saya rasain sendiri. Penentuan jabatan tuh gini, kan ada musykom ya musyawarah komisariat. Nah dimana musykom ini kan pergantian kepengurusan untuk ada LPJ laporan pertanggung jawaban, kemudian ada penentuan pasal-pasal tentang ke KAMMIan dan suksesi. Jadi suksesi adalah pergantian kepengurusan, memilih ketuanya aja sih. Nah yang sepengalaman saya di KAMMI itu, yang menentukan jabatan selanjutnya itu Dewan Formatur. Dewan Formatur itu adalah PH (Pengurus Harian) yang lama, jadi yang berhak di kadep ini siapa, yang didepartemen ini siapa, yang menjadi sekjen siapa, yang menjadi bendahara siapa. Penentuan menjadi itu tuh yang pertama dia itu ini, tidak menjabat di organisasi yang dia menjadi ketua, misalnya merangkap. Misalnya menjabat di fakultas misalnya menjadi seorang ketua kaya’ gitu, berarti di KAMMI ndak boleh, supaya untuk lebih fokus. Kemudian didasarkan pula pada mungkin lebih ke capable ya, jadi kapasitas. Dia orangnya ini suka dalam data-data adminstrasi berarti disimpan di kesekretariatan. Tapi ada ini tuh orannya suka berpetualang,
suka mengadakan bakti sosial, punya kendaraan juga maka disimpan di sosmas atau orang ini suka riset, penelitian disimpan di humas. Orang ini punya media dalam kamera, orangnya juga punya banyak link dan jaringan maka disimpan di humas, kaya gitu sih. Tergantung kompetensi masingmasing.
Comment [mc61]: Fktr
6. Bagaimana peluang laki-laki dan perempuan untuk menduduki jabatan tertentu? Jawab: sebenernya ada polemik juga. Nah gini yang pertama, di KAMMI UIN sendiri yang saya rasakan. Bagaimana kalau ketua umum dan sekjen itu sama-sama laki-laki. Sekjen dan ketua umum kan katanya bagaikan satu badan. Antara wakil sama ketua kan harus bener-bener kompak, jadi biar keduanya laki-laki saja gitu. Tapi ada pendapat lain berkata bahwa ndak adil. Takutnya kalau sekjen sama ketua itu laki-laki, gak ada penyamarataan dengan kontribusi yang perempuannya kaya gitu. Itu kan karena keputusan tertinggi diambil dari ketua umum dan sekjen, berarti kan dua orang laki-laki ini. Nah makanya kemaren tuh dirombak lagi. Yang tadinya calon sekjen itu laki-laki, dirubah menjadi perempuan kaya’ gitu. Jadi katanya biar ada penyamarataan antara peran laki-laki sama peran perempuan. Tapi tetep ketua umum lebih diutamakan laki-laki. Jadi peluang untuk menduduki jabatan itu sama. Di departemen pun ada yang kadepnya laki-laki, tapi ada yang sebagian perempuan. Hampir sama sih. 7. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin perempuan?
Comment [mc62]: Aks
Jawab: kalo menurut saya, kalo yang mimpin itu perempuan, karena kan sifat dasar dari perempuan itu, kaya’nya laki-laki lebih mengedepankan logika, situasi. Sedangkan perempuan itu lebih mengutamakan terhadap perasaan gitu kan ya, hati. Jadi kalo pendapat saya sendiri, diutamakan dulu yang jadi pemimpin itu adalah laki-laki. Karena walau bagaimanapun juga kan laki-laki adalah imam gitu jadi pemimpin. Tapi setidaknya ndak ada, ya bisa alternatifnya perempuan. Tapi dipilih juga kapasitasnya. Kalo dari segi saya pribadi, kalo perempuan yang memimpin boleh-boleh saja, tetapi dilihat dulu ranahnya. Karena banyak juga kok perempuan-
Comment [mc63]: Gndr
perempuan yang memang sukses gitu dalam memimpin atau menjalankan roda sebuah organisasi. Tapi dilihat dulu, dia bisa atau ndak dalam mengatur anggota-anggotanya, kemudian juga mengatur roda organisasi, kemudian juga dalam fisiknya seperti itu. 8. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin laki-laki? Jawab: kalo yang mimpin laki-laki, di satu sisi saya setuju tapi harus dilihat dulu. Karena nggak setiap orang itu punya jiwa kepemimpinan. Jadi gini, orang itu ada yang sukanya perintah. Kan pemimpin itu harus bisa memerintah, mengkonsep, sebenernya nggak harus kerja yang penting tuh bisa mengatur perintah dengan baik. Tapi ada orang tuh yang suka dibelakang gitu. Saya nggak suka menjadi seorang pemimpin yang ngaturngatur orang, tapi sukanya kerja di belakang, di background itu yah. Tapi kalo pendapat saya pribadi kalo yang mimpin laki-laki, sangat setuju tapi dengan melihat juga kapasitasnya itu seperti apa. Dilihat dulu
Comment [mc64]: Gndr
kecerdasannya, keilmuannya, kemampuan dia dalam memimpin seperti itu. 9. Menurut anda pribadi, apakah dalam kepemimpinan faktor jenis kelamin menjadi prioritas utama dalam organisasi? Jawab: sejauh ini iya. Yang saya rasain selama tiga tahun ini, faktor jenis kelamin itu tidak menjadi faktor yang utama sih, yang saya rasakan ya. Karena, mungkin yang menjadi faktor utama itu adalah di penentuan ketua. Itu yang sangat diutamakan kader yang laki-laki gitu. Tapi kalau yang diselanjut-selanjutnya, seperti di departemen ataupun kadep-kadep departemen itu dipilih itu yang memang mempunyai kemampuan atau kompetensi yang bisa memimpin. Ndak jadi sih, ndak jadi patokan yang utama. Kecuali untuk ketua umum dan sekjen itu masih menjadi polemik sampai sekarang. Suka terjadi perbedaan pendapat seperti itu. 10. Bagaimana partisipasi anggota perempuan maupun laki-laki di dalam organisasi? Lebih dominan mana? Jawab: kalo itu saya menjamin, kayaknya lebih laki-laki. Terlihat seperti di forum yang saya ikuti misalnya ya ada forum apa. Kemudian pembicara itu ingin adanya interaksi tanya jawab. Yang saya rasain sendiri, di musykom yang menyampaikan pendapat, dalam kegiatan yang lebih mendominasi, yang menyanggah, yang memberikan saran, kritik itu kenapa laki-laki gitu. Perempuan itu lebih cenderung diam, seperti ada perbedaan atau kalau di musykom itu kan sering terjadi perdebatan ya. Session ini laki-laki terus, kader perempuannya itu lebih sering diem,
Comment [mc65]: Gndr
padahal ketua sidangnya sendiri sangat terbuka gitu. Ketika yang dominan itu laki-laki, di session selanjutnya monggo yang akhwat (perempuan) nya ikut berpendapat, tapi nggak ada gitu. Jadi lebih dominan laki-laki sih dalam beberapa kegiatan dan teknis juga.
Comment [mc66]: Prtsps
11. Bagaimana partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan? Jawab: sama juga. Lebih besar laki-laki juga. Perempuan lebih cenderung
Comment [mc67]: Prtsps
diem dan malu-malu kalau dalam rapat internal seperti itu. 12. Apakah perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam hal menyampaikan pendapat? Jawab: oh iya sama. Sama kok.
Comment [mc68]: Aks
13. Bagaimana upaya Anda untuk ikut dalam pengambilan keputusan pada organisasi? Jawab: waktu itu kan saya itu megang di ketua departemen kajian rumpun, kastrad. Nah kebetulan, kadep saya yang lebih atas itu, ketua rumpun itu laki-laki. Jadi saya merasa tidak ada upaya yang bener-bener serius karena saya diberikan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dan sebagainya. Kemudian ketika di musykom, yang ada perkumpulan disana laki-laki dan disini perempuannya, berusaha untuk apa ya, mengaktifkan sih. Jadi berusaha untuk mengeluarkan pendapat, kalo misalnya di session sebelumnya laki-laki tuh yang banyak mengeluarkan pendapat, nah tapi saya berusaha untuk session selanjutnya, kayaknya ini saya harus menyampaikan pendapat gitu. Apalagi ketika ada unek-unek atau pendapat
Comment [mc69]: Prtsps
yang harus saya sampaikan, ide yang harus saya utarakan seperti itu. Berusaha untuk tetep mengeluarkan suara seperti itu. 14. Apakah ada perbedaan perlakuan antara pengurus perempuan dengan lakilaki? Jawab: kalau dari pendapat ndak ada. Tapi kalau misalnya dari segi teknis misalnya gini, ketika ada kepengurusan ada DM (Daurah Marhalah) pelantikan untuk anggota baru, biasanya perbedaannya ini. Untuk teknis survey ke lapangan, kemudian untuk tekhnis menghubungi beberapa, kan kalau kita pinjam tempat itu harus menghubungi ketua RT, Dusun, RW, kepolisian, kebanyakan laki-laki yang mengurus yang lebih ke teknis. Yang perempuan biasanya dilibatkan ya udah berarti untuk ke konsumsi saja, yang lebih ringan, mengurus anggota. Seperti itu saja sih perlakuannya, tergantung berat atau tidaknya tugas yang bersangkutan seperti itu. 15. Bila terdapat program kerja biasanya kaum perempuan menjabat sebagai apa dalam susunan kepanitiaan? Jawab: contohnya DM juga ya. Ketuanya itu yang saya pengalaman itu pasti laki-laki. Ketua pelaksanya itu. Nah sekretaris satu dan dua, bendahara satu dan dua itu perempuan semua. Nah untuk kan misalnya ada seksi humas, konsumsi, APDD atau tempat, kemudian ada acara. Misalnya ada empat. Nah itu dibagi rata. Misalnya konsumsi sama terkait acara itu biasanya perempuan. Tapi terkait humas, kan humas itu kan menyediakan stand, karpet, bendera, kemudian APDD tempat, melobi ini, melobi itu
Comment [mc70]: Gndr
biasanya laki-laki. Kadang dibagi rata, kalau ada empat seksi, dua
Comment [mc71]: Gndr
perempuan, dua laki-laki. 16. Apakah ada beberapa tugas dalam bidang-bidang tertentu yang sering diidentikkan perempuan atau laki-laki? Misalnya ada, apa yang melatarbelakanginya? Jawab: ada sih. Terutama yang tadi. APDD misalnya, angkut air galon kan lebih berat, peralatan dan APDD serta tempat. Bisanya kan ngambil lokasinya itu kan di jalan Magelang kilometer berapa, atau Kaliurang kilometer berapa yang tempatnya memang bener-bener terpencil dan pedesaan banget. Misalnya di DM sendiri yang harus menambil air galon atau yang harus membeli gas ketika sudah habis, itu biasanya laki-laki. Karena memang mungkin laki-laki yang staminanya lebih tahan lama, yang lebih kuat. Tapi untuk yang misalnya memasak di dapur, untuk kesekretariatan, itu biasanya lebih diidentikkan ke perempuan. Mungkin alasannya karena itu, karena kan mungkin, perempuan disuruh untuk membeli galon yang misalnya jauhnya berapa kilometer misalnya. Yang harus agak ke kota dulu gitu, nah harus mengambilnya itu kan harus satu dua galon gitu, misalnya empat galon dengan dua motor gitu. Nah kan nggak mungkin juga laki-laki disuruh ke dapur untuk mengurus piring, masakan dan sebagainya. 17. Adakah faktor pengambat bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan?
Comment [mc72]: Gndr
Jawab: faktor penghambatnya pertama yang saya rasakan, banyak tementemen kader di KAMMI itu adalah daya baca. Saya melihat laki-laki itu ketika kumpul, ya mereka membicarakan buku gitu. Saya udah baca ini. Perempuan itu ya nggak, saya melihat jarang gitu. Saya melihat jarang sekali kader perempuan yang memang hobi dalam baca gitu. Sehingga kan kalau dalam pemilihan ketua juga nggak hanya kepemimpinan kan ya, intelektual juga dipertanyakan. Dan perempuan itu kurang semangat untuk mengeksplor itu. Jadi kurangnya minat baca itu menjadi faktor utama. Yang kedua, banyak faktor-faktor dalam internal. Terjadi kemaren beberapa kasus dalam pergantian kepengurusan sebelum musykom. Jadi ada si A itu mengundurkan diri entah karena apa dan itu kadernya perempuan. Internal apa yang mengharuskan untuk megalihkan jabatan itu ke yang lain gitu. Ya itu terjadi di kader perempuan gitu. Jadi kurangnya mental, apalagi ketika staf saya itu nggak ada, di sms kok gak pernah bales, kemudian pada sibuk. Ya udah bagi perempuan kan ya udah lah saya ngak mau lagi. Mungkin beda dengan yang laki-laki. Bagaimanapun kondisinya itu masih bisa bertahan. Mungkin yang ke satu tadi faktor kurangnya minat baca ya berpengaruh juga sama intelektualnya. Yang ke dua mental, mental seorang perempuan yang kadang gak bisa bertahan lama di medan organisasi yang berat, misalnya menghadapi staf-stafnya yang tidak bisa dihubungi atau non aktif. 18. Adakah faktor pendukung bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan?
Comment [mc73]: Fktr
Jawab: faktor pendukung kalau di KAMMI itu kebanyakan kadernya perempuan yang mendominasi itu. Misalnya ketika DM, gak tahu kenapa yang 60 persen itu perempuan, yang 40 persen itu laki-laki. Jadi kalau menurut saya itu kuantitas yang banyak tiga berbanding satu itu jumlah yang sangat banyak untuk perempuan bisa menduduki jabatan-jabatan penting di KAMMI. Baik itu di ketua departeman, atau di pengurus harian lainnya itu. Kwantitas yang banyak, sehingga ketika kader laki-laki minim, kan antisipasinya bisa diambil dari kader yang perempun itu. Itu mungkin faktor jumlah angota. Nah selain faktor itu, mungkin perempuan lebih bisa kaderasisasi atau kedekatan personalnya mungkin bisa lebih mendalam kaya gitu. Terlebih kalau di KAMMI itu kan yang biasanya menjadi basic tempat pusat itu asrama. Ada beberapa asrama yang itu di dominasi oleh temen-temen kader-kader KAMMI. Dengan perempuan itu tinggal dalam satu asrama, misalnya ini basecamp KAMMI, atau basecamp organisasi A, B atau C. Jadi biasanya kalau ada rapat, biasanya perempuan kan kalau di KAMMI yang ndak boleh rapat sampe malem. Batas tuh sampe maghrib misalnya, kalau di KAMMI sendiri. Nah itu bisa digunakan untuk asrama gitu. Jadi faktor pendukungnya wahana tempat tinggal, kwantitas yang tadi saya sebutkan. Mungkin itu aja sih kalau bagi perempuan. 19. Apakah kebijakan-kebijakan yang ada sudah menganut prinsip kesetaraan gender? Jawab: kalau di manhaj nya itu memang harus ya. Ada keseimbangan gitu antara kader perempuan sama laki-laki. Misalnya ketika dalam
Comment [mc74]: Fktr
pengambilan keputusan atau dalam departemen itu dibagi rata. Enam departemen, tiga laki-laki, tiga perempuan. Tapi kalau di lapangan sendiri, karena kita keterbatasan kader ikhwan (laki-laki), kader laki-laki dibandingkan kader perempuannya. Menurut saya kadang lebih dominan ke laki-laki. Belum setara, meskipun di manhaj nggak seperti itu sih sebenernya. Tetep harus melibatkan perempuan juga dalam berbagai hal. 20. Apa dampak dari implementasi kesetaraan gender dalam organisasi bagi para anggota terutama anggota perempuan? Jawab: dampaknya terjadi ketidakseimbangan diantara pengetahuan atau keberanian mengeluarkan pendapat antara kader laki-laki dan perempuan. Jadi ketika misalnya dampak yang diakibatkan itu ini ya, yang lebih dominan laki-laki dalam satu forum itu kita diharuskan berpendapat. Yang perempuan itu tidak gitu. Jadi seperti tidak seimbang aja gitu antara lakilaki dan perempuan. Nah yang kedua, yang mungkin bisa di bilang eksrim itu gini, karena kader ini cenderung katanya jilbabnya gede-gede ya. Jadi nggak tahu ketika misalnya di kelas ya, kalau di kelas saya kan cuma ada dua orangnya. Ketika dalam keaktifan di kelas itu, mungkin karena apa ya sudah terdoktrin adanya pemisahan antara laki-laki dan perempuan dalam interaksi. Oke kalau di KAMMI mungkin iya, tapi kalau dalam kenyataannya di kelas itu kan beragam orang juga ndak mungkin kita fakum terus gitu lah dalam keaktifan kelas, atau misalnya sosialisasi dengan temen-temen yang beragam gitu. Jadi seperti kita itu katanya sih, kurang aktif jadi nggak terlalu eksplor dalam berbagai kegiatan. Misalnya
Comment [mc75]: Gndr
dalam mengeluarkan pendapatnya di kelas, ya saya lebih memilih diem aja. Kenapa yang lebih aktif itu temen-temen yang biasa, yang pake jeans gitu. Dampak yang saya rasakan itu mungkin yang pertama adanya ketidakseimbangan dalam mengeluarkan dalam suatu forum, jadi terkesan lebih laki-laki. Yang kedua banyak juga persepsi temen-temen yang masih awam itu melihat perempuan itu terutama yang KAMMI, yang udah menyebutkan organisasi nama KAMMI, kemudian yang udah melihat dari segi busananya itu, perempuan itu seperti lebih bukan mengucilkan atau merendahkan juga. Tapi sudah tertulis bahwa ah pasti orang kaku, pasti orangnya gak bisa bergaul gitu. Pasti orangnya itu pendiem gitu. Lebih ke sosialisasi sebenernya sih. Meskipun nggak semuanya gitu. Ada juga yang bisa menempatkan gitu. Di KAMMI seperti ini, di kelas seperti ini. Tapi tetep menjaga gitu sih.
Comment [mc76]: Dmpk
Transkip Data Hasil Wawancara Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Struktur Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Hari/Tanggal Wawancara
: Kamis/ 21 Maret 2015
Tempat/Waktu
: Masjid Kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta/
09.08 WIB A. Identitas Nama
: Erhat Zakiyatul Aini (ER)
Jabatan
: Koordinator Biro Ekonomi
Angkatan
: 2011
B. Daftar Pertanyaan 1. Sejak kapan Anda menjadi anggota KAMMI? Jawab: sejak semester dua, tapi sempet berbalik karena ada amanah lain.
Comment [mc77]: Thn msk
Berarti setahun, semester lima lah itu saya down, maksudnya saya nggak di KAMMI sepenuhnya gitu kan nggak aktif di KAMMI. Terus kembali lagi baru kemaren pas jadi pengurus itu, tahun 2014. 2. Bagaimana pandangan Anda mengenai kaum laki-laki? Jawab: laki-laki itu, ya mereka adalah..kalau secara umum ya. Ya udah mereka adalah pemimpin gitu, pemimpin kita, dan orang yang berbeda dari kita gitu. 3. Apa arti gender menurut Anda?
Comment [mc78]: Pdgn thd lk
Jawab: jadi kalau gender itu ya menurut saya kelamin. Jadi secara biologis dan secara psikologis gitu. Perbedaan antara kalo biologis itu kelamin gitu ya, dan secara psikologis itu apa ya... ya jenis gender itu ya itu. Aku sih memaknainya itu gitu kan, perbedaan gitu. Gender itu ya perempuan dan laki-laki gitu.
Comment [mc79]: Gndr
4. Setujukan Anda apabila perempuan disetarakan atau disamakan dengan laki-laki? Jawab: kalau ngomongin masalah setara, itu tuh beda konteks ya. Saya nggak setuju kalau ngomingin masalah setara, karena setara itu kan pembagian yang seimbang ya. Pada dasarnya kita itu ya punya kebutuhan masing-masing gitu. Perempuan sendiri, laki-laki sendiri. Jadi ya saya
Comment [mc80]: Gndr
nggak setuju kalau dikatakan setara. 5. Bagaimana penentuan jabatan struktural dalam kepengurusan organisasi? Berdasarkan apa? Jawab:
kalau kita itu berdasarkan kemampuan pastinya. Jadi selain
kemampuan juga ya seimbang sih, kita emang nggak membedakan gitu kan. Ya ngomongin masalah kesetaraan itu kan beda sama keadilan ya, jadi kita itu ya adil. Banyak kok ketua rumpun kita cewek semua duaduanya. Dan biro itu, kayaknya di PH itu banyakan cewek daripada cowok. Jadi kalau penentuan itu, kemampuan tetep, gak ada yang lain. 6. Bagaimana peluang laki-laki dan perempuan untuk menduduki jabatan tertentu?
Comment [mc81]: Fktr
Jawab: nggak ada sih. Kita kalau dari KAMMI sendiri, untuk di KAMMI UIN ini ya, peluangnya sih emang nggak ada, nggak ada... istilahnya penempatan gitu, yang ikhwan (laki-laki) harus ini. Tapi emang mengharuskan ketua umum itu, itu ikhwan (laki-laki). Cowok gitu, nggak...selain itu semuanya berdasarkan kemampuan. Jadi peluangnya sama.
Comment [mc82]: Aks
7. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin perempuan? Jawab: kalau dari aku sendiri ya, kalau yang memimpin perempuan menurut saya ya, ya sama aja sih. Tergantung kemampuan juga. Saya nggak membedakan ya, cuma yang paling membedakan itu adalah kondisi psikologisnya. Perempuan itu kan lebih... lebih menggunakan perasaan, jadi pendekatan personal itu lebih kerasa gitu. Sedangkan kalau ikhwan (laki-laki) itu, dia itu lebih kepada hanya kinerja, kinerja dan kinerja, lebih tek tek tek tek gitu loh. Jadi emang penempatannya itu ya beda-beda gitu kan, contohnya aja kalau di ketua rumpun itu kan butuh pendekatan ekstra dan sebagainya. Makanya kita milih apa... yang akhwat (perempuan)gitu kan. Cuma disamping satu faktor itu, faktor kemampuan itu lebih utama, memang kalau untuk penentuan ketua ini dan apa ya... koordinator ini perempuan, koordinator ini cowok, itu nggak terlalu dipermasalahkan, yang penting itu kemampuan, dan kalaupun kepemimpinan atau dalam departemen-departemen ya saya rasa sih sama sih saya membandingkan. Bahkan yang ikhwan (laki-laki) itu cenderung agak... banyakan tuh lebih ke mikirin apa ya, urusan sendiri gitu. Jadi kalau menurut saya kalau
Comment [mc83]: Gndr
dalam kepengurusan sekarang ini, memang potensi-potensi departemen yang dipimpin perempuan lebih baik gitu presentasinya. 8. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin laki-laki? Jawab: yang mimpin laki-laki, ya itu sih bagus juga. Karena kita kan, kemampuan kita kan memang dibedakan cuma karena kita nggak... mereka itu nggak bisa ngelahirin atau gimana. Kan kalau kemampuan sih sama aja sih. Menurut saya kalau untuk dalam hal pendekatan personal dan kinerjanya itu tuh sama, cuma ya tadi saya bilang, kalau cowok itu ke kerja kerja, kalau cewek lebih ke pendekatan. Makanya tergantung kondisi atau tergantung kebutuhan gitu. Besok itu kira-kira kita juga nentuin para koordinator itu, itu berdasarkan kebutuhan kader-kader bawah itu. Kader bawah itu butuhnya apa sih, apakah latihan fisik ke fisiknya yang kerja kerja terus, apakah kebutuhan yang lain, kebutuhan internal gitu kan, kaya kemantepan atau rasa kepemilikan organisasi dan sebagainya. Itu tergantung nanti, besoknya akan dipilih siapa gitu. Memang penentuan kebutuhan juga gitu, kebutuhan dari kader bawah gitu. 9. Menurut anda pribadi, apakah dalam kepemimpinan faktor jenis kelamin menjadi prioritas utama dalam organisasi? Jawab: kalau kepemimpinan dalam organisasi ya. Sebenernya kalau untuk kita ya, karena kita apa istilahnya, ketua umum kan yang membersamai semua dan diharapkan pendekatannya juga lebih. Jadi kemampuan ini, fisiknya. Fisiknya itu kan lebih... lebih secara... fisiknya itu lebih mumpuni lah istilahnya. Jadi ketua umum, memang diharuskan yang cowok gitu
Comment [mc84]: Gndr
kan. Karena ketua umum ini kan hubungannya eksternal kan. Eksternal itu kemana-mana dan karena akhwat (perempuan) ini punya apa ya namanya, batas-batas gitu loh. Tetep ada batas kan, cewek ini ada batas dan sebagainya. Jadi kita memang lebih mengutamakan ikhwan (laki-laki) untuk jadi ketua umum, karena batas-batas tersebut. Soalnya memang hubungan ketua umum ini adalah perannya itu secara eksternal. Dia mewakili secara eksternal organisasi dan berhubungannya pun dengan siapa aja, bebas gitu kan. Jadi memang lebih baik cowok dan hubungan sosialnya pun lebih ngena gitu loh. Jadi memang prioritas ketua umum itu ikhwan (laki-laki), kalau nggak ada baru akhwat(perempuan). Tapi kita membolehkan adanya ketua umum yang akhwat(perempuan). Kalau untuk pemimpinan di bawahnya, kayak ketua departemen itu iya sama, kita nggak ada pembedaan. 10. Bagaimana partisipasi anggota perempuan maupun laki-laki di dalam organisasi? Lebih dominan mana? Jawab: kalau untuk, saya kurang tahu ya. Tapi kok pandangan yang lain itu karena mungkin akhwat(perempuan) di KAMMI ini lebih banyak anggotanya daripada ikhwan (laki-laki). Jadi pandangan yang lain, kita itu partisipasinya itu lebih banyakan akhwat(perempuan). Jadi kalau keluarkeluar kita banyak bawa massa akhwat(perempuan) gitu kan, dan kalau apa gitu kan, dan spanduk-spanduk yang ditunjukan oleh beberapa LPM pun menunjukkan kalau kita itu di gambarnya akhwat(perempuan) gitu. Padahal ya ngak eperti itu, kita itu seimbang kok Insha Allah. Seimbang
Comment [mc85]: Gndr
dalam kinerjanya akhwat(perempuan) seperti apa ikhwan (laki-laki) seperti apa, tapi tetep ada batasan-batasan juga. Tapi kalau untuk tingkat pastisipasinya sih seimbang. Mungkin karena anggota ikhwan (laki-laki)
Comment [mc86]: Prtsps
itu lebih sedikit daripada anggota akhwat(perempuan), itu aja sih. 11. Bagaimana partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan? Jawab: yang namanya kalau untuk di sini sih kita memang bebas sih. Bahkan banyak kok akhwat-akhwat(perempuan-perempuan) yang lebih banyak berargumen itu, berpartisipasi dan sebagainya.
Comment [mc87]: Prtsps
12. Apakah perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam hal menyampaikan pendapat? Jawab: secara konstitusi itu, maksudnya emang kita punya itu. Dan secara budaya itu kita emang sama gitu kan, hak nya sama gitu kan. Perempuan ya boleh kaya’ gini. Ya dalam menyampaikan itu sama sih, silahkan mau menyampaikan pa silahkan. Sama sih. 13. Bagaimana upaya Anda untuk ikut dalam pengambilan keputusan pada organisasi? Jawab: mungkin tetep ya, keputusan apapun itu kan yang terakhir ditentukan oleh ketua umum ya. Cuma ya semua partisipasi ya ditampung, semua ditampung gitu ya. Kalau saya sendiri ngambil keputusan, mungkin di internal biro saya gitu, gimana ini ini. Kebutuhan saya dalam mengatur biro saya seperti apa itu diserahkan sama saya sendiri gitu kan, untuk merubahnya seperti apa, kayak gini kayak gini. Dan itu, itu cara saya mengambil keputusan dan untuk kaya’ permasalah internal yang harus
Comment [mc88]: Aks
dihadapi, maksudnya yang harus dituntaskan oleh para PH itu kan, pengurus harian itu, ya perempuan disini pun nggak diem aja itu nggak manut-manut. Kita tetep ada bagian gitu kan, bagian-bagian disitu untuk nyumbang apa ya namanya, ya pendapat gitu kan. Pendapat saya itu seperti ini, kayak gini-kayak gini. Kalau untuk permasalahan ya mesti ada gitu kan, cek cok antara ikhwan (laki-laki) dan akhwat(perempuan) karena perbedaan,
tapi
itu wajar.
Tapi
secara keseluruhan,
kita
juga
menyampaikan aspirasi-aspirasi atau pendapat-pendapat kita.
Comment [mc89]: Prtsps
14. Apakah ada perbedaan perlakuan antara pengurus perempuan dengan lakilaki? Jawab: kita sebagai akhwat(perempuan) itu nggak boleh lebih dari jam 9 ya. Bahkan kalau di UIN sendiri, maghrib pun udah disuruh pulang kalau untuk syuro’-syuro’ (rapat-rapat) kaya gitu. Kecuali hal-hal yang sangat mendesak itu, batasan jam 9 malam. Tapi kalau untuk syuro’syuro’ (rapatrapat) biasa dan sebagainya batasnya tuh memang jam 6, jam 6 udah kelar. Maghrib lah, maghrib udah kelar. Kalau untuk pembatasan hijab sih, kita belum... belum berlaku banget sih karena kita memang... memang kultur juga sih. Kultur disini nggak membiasakan hijab. Adanya hijab juga nggak apa-apa, kita juga adanya hijab pun nggak apa-apa. Yang penting kita bisa menjaga gitu kan. Nggak nyampur, tetep kepisah antara akhwat (perempuan) dan ikhwan (laki-laki) gitu jaraknya jauh dan nggak... nggak terlalu ngumpul lah gitu.
Comment [mc90]: Gndr
15. Bila terdapat program kerja biasanya kaum perempuan menjabat sebagai apa dalam susunan kepanitiaan? Jawab: seimbang sih. Kalau kepanitiaan, ya mesti sekretaris bendahara itu cewek. Rata-rata sih.. rata-rata. Kalau untuk yang bawah-bawah kayak danus dan apa...APDD. Kalau APDD lebih ke ikhwan (laki-laki) ya karena fisiknya itu. Tapi pernah kok APDD itu akhwat-akhwat (perempuanperempuan), cuma tapi koordinatornya itu memang kebanyakan ikhwan (laki-laki). Terus kayak apa lagi ya, rata-rata seimbang sih untuk presentasinya. Ketua tetep ikhwan (laki-laki) ya karena itu berhubungan apa ya fisiknya juga sih dan hubungannya banyak sama orang terutama
Comment [mc91]: Gndr
ketua umum kan. 16. Apakah ada beberapa tugas dalam bidang-bidang tertentu yang sering diidentikkan perempuan atau laki-laki? Misalnya ada, apa yang melatarbelakanginya? Jawab: dulu... dulu ya kalau konsumsi itu, sampai dalam kepanitian itu, konsumsi itu mesti cewek karena yang bisa masak itu cewek. Cuma ratarata cewek lah, cuma tetep ada cowoknya, emang mulai dari sekarang itu tetep ada cowoknya yang bantuin cuci piring dan sebagainya dan melengkapi peralatan-peralatan. Ya itu aja sih, konsumsi karena yang masak. Tapi kalau yang lain itu kayaknya sama aja deh. Harus ada semuanya gitu dalam satu kepanitiaan. Contohnya danus ya, ada cewek ada cowok, terus apa lagi... APDD, humas pun sama cewek cowok juga. Seimbang, karena memang kita kan KAMMI ini organisasi muslim dan
Comment [mc92]: Gndr
sangat menjaga ya batas-batas, jadi memang kalau untuk humas ini kan menyebarkan info-info dan sebagainya ya akhwat (perempuan) ke akhwat (perempuan), ikhwan (laki-laki) ke ikhwan (laki-laki) jangan sampai ada biasanya kan di sosmed itu kayak gitu. 17. Adakah faktor pengambat bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan? Jawab: kalau menurut saya nggak ada sih. Kalau di KAMMI sendiri,
Comment [mc93]: Fktr
faktor pendukung atau penghambat. 18. Adakah faktor pendukung bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan? Jawab: Pendukung itu ya, ya memang nggak ada gitu kan. Cewek cowok ya sama kebutuhannya atau kemampuan. Kita sih melihat dari kemampuannya aja sih, kalau dia mampu ya udah dia jadi gitu. Kalau dia nggak mampu ya udah. Dan kita biasanya pakai lobi kan, kamu nggak jadi ini. Kalau mau ya udah, karena kamu kaya’ gini-kaya’ gini gitu. Jadi nggak ada faktor pendukung atau penghambatnya dia jadi duduk di suatu jabatan apa. 19. Apakah kebijakan-kebijakan yang ada sudah menganut prinsip kesetaraan gender? Jawab: Saya itu nggak sepaham dengan kata kesetaraan gender ini sendiri. Jadi memang kalau untuk keadilan gitu kan, adil dalam pembagian tugas itu ya konsep keadilan itu sendiri yang dicari gitu kan. Jadi eksistensi perempuan itu ada gitu kan dan kita berdasarkan kebutuhan. Tapi kalau
Comment [mc94]: Fktr
untuk masalah setara, kita masih ya pembagian tugas itu tetep kebutuhan, cuma pembagian kinerja itu ya tetep ada batasan-batasannya. Kembali lagi sih, saya kurang sepaham dengan kata-kata kesetaraan gender. Jadi saya ngak setuju dengan kata-kata kesetaraan gender gitu. Mungkin kalau keadilan gitu Insha Allah di KAMMI sendiri udah gitu, adil dalam kebutuhan.
Comment [mc95]: Gndr
20. Apa dampak dari implementasi kesetaraan gender dalam organisasi bagi para anggota terutama anggota perempuan? Jawab: dampaknya ya ada gitu kan. Jadi memang ada lah istilahnya kalau dampak itu. Jadi adik-adik cewek itu nggak terkungkung gitu kan. Jadi istilah jawa yang cewek itu dapur, sumur, kasur itu nggak ada lagi. Kita tetep bisa keluar gitu kan sesuai kebutuhan, kita bisa aksi-aksi dimanamana gitu kan. Ya itu aja sih menurut saya. Dan bisa bebas mengutarakan pendapatnya gitu, perkembangannya ya kita bisa lihat gitu, potensi-potensi dari akhwat-akhwat ini seperti apa gitu kan. Nggak cuma ikhwan (lakilaki) ternyata yang bisa di bagian ini, akhwat (perempuan) juga bisa.
Comment [mc96]: Dmpk
Transkip Data Hasil Wawancara Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Struktur Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Hari/Tanggal Wawancara
: Kamis/ 25 Maret 2015
Tempat/Waktu
: Masjid Baiturrahman, Gowok, Sleman/ 15.57 WIB
A. Identitas Nama
: Nurdana Rizky Pratiwi (RY)
Jabatan
: Ketua Rumpun Ibnu Khaldun
Angkatan
: 2012
B. Daftar Pertanyaan 1. Sejak kapan Anda menjadi anggota KAMMI? Jawab: sejak tahun 2012.
Comment [mc97]: Thn msk
2. Bagaimana pandangan Anda mengenai kaum laki-laki? Jawab: rasional, ya seperti itu lah. Dan agak bertolak belakang dengan
Comment [mc98]: Pdgn thd lk
perempuan sih, cuma untuk beberapa hal aja. 3. Apa arti gender menurut Anda? Jawab: gender tuh beda dengan sex ya. Kadang kesalahannya disitu ya. Kalau sex kan lebih kepada kelamin ya, tapi kalau gender itu lebih kepada sifat. Kalau aku sih memahaminya lebih kepada sifat bawaan seorang perempuan dan sifat bawaan seorang laki-laki gitu. Jadi misalnya laki-laki itu memutuskan sesuatu secara rasional, perempuan itu biasanya ada
Comment [mc99]: Gndr
pertimbangan perasaan walaupun memang tidak semuanya seperti itu. Tapi ternyata secara bawaannya perempuan memang seperti itu. Misalnya kalau menunjuk apa... jalan. Perempuan itu biasanya banyak apa ya... banyak memberikan nasihat tanpa diminta gitu loh. Ketika laki-laki salah jalan, mereka akan langsung lebih baik menyarankan untuk menanyakan ke orang, sedangkan laki-laki tuh sebenernya kalau ini menurut, kalau saya sih baca bukunya John D. Grey itu loh yang Mars apa... Women From Venus dan Man From Mars itu. Nah disitu beliau juga menjelaskan tentang ya hal-hal bawaan seperti itu gitu. Kalau perempuan curhat biasanya cuma pengen denger bukan meminta solusi, nah kalau laki-laki curhat biasanya minta solusi. Nah hal-hal berbeda seperti itu sih. Nah itu gender. 4. Setujukan Anda apabila perempuan disetarakan atau disamakan dengan laki-laki? Jawab: dalam beberapa hal, tapi tidak semuanya. Kesetaraan... kan kalau kita memandang bahwa gerakan kesetaraan gender itu kan muncul di negara Eropa dengan beberapa gelombang ya, setahu saya sih ada tiga gelombang. Nah gelombang yang ketika itu terlalu ekstrimis, eh ada salah satu gelombang yang terlalu ekstrimis yang memandang bahwa semuanya harus setara. Setara dalam artian misalnya sex dan sebagainya, hingga mereka menanggap bahwa mereka tidak membutuhkan laki-laki karena mereka mampu mengatur segalanya sendiri gitu, nah kalau setara dalam hal itu memang saya tidak sepakat. Tapi kalau misalnya setara untuk
Comment [mc100]: Gndr
sekolah, berilmu, nah saya sepakat untuk itu. Sebab memang dalam Al Qur’an juga Allah jelaskan bahwa Allah tuh tidak membedakan laki-laki dan perempuan kecuali hanya ketakwaannya saja itu, ketakwaannya itu. Jadi memang disisi lain perempuan tetap membutuhkan laki-laki, laki-laki membutuhkan perempuan gitu. Dalam rumah tangga kan yang biasanya diperdebatkan oleh kaum feminis kan hal itu ya, laki-laki terlalu otoritas dan patriarkhi, sedangkan perempuan itu mempunyai seperti apa sih... buah, anak buahnya laki-laki gitu. Bapaknya cari nafkah, istrinya ngatur rumah tangga dengan segalanya dan tidak di ijinkan untuk keluar rumah dan lain sebagainya. Sehingga itu membuat kaum feminis itu merasa bahwa kesetaraan gender perlu, bahwa perempuan tuh perlu keluar rumah untuk menyelesaikan dan melakukan kesenanan-kesenangan mereka gitu. Sebenernya kalau menurut salah satu buku yang saya baca juga tuh, masalah rumah tanggga tuh bukan persamaan kerja tapi pembagian kerja antara suami dan istri itu sendiri. Sehingga memang tidak ada satunya lebih baik lebih banyak kerjanya, satunya lebih ringan tidak seperti itu tapi pembagian
kerja
itu
yang
perlu
sehingga
memang
tidak
ada
kesalahpahaman. 5. Bagaimana penentuan jabatan struktural dalam kepengurusan organisasi? Berdasarkan apa? Jawab:
banyak
pertimbangan
sih
sebenernya.
Salah
satunya
kemampuannya dia, pengalamannya dia, jadi misalnya selama setahun di organisasi pengalamannya apa aja yang sudah dia dapat itu juga itu
menjadi pertimbangan gitu. Kapasitas keilmuannya dia itu menjadi pertimbangan juga gitu. Tapi memang untuk organisasi-organisasi Islam
Comment [mc101]: Fktr
apalagi KAMMI memang belum, kalau di UIN, tapi beberapa KAMMI memang sudah ada sih ketua Komsatnya akhwat(perempuan). Tapi kalau di UIN sih belum ada ketua Komsatnya akhwat (perempuan). Itu bukan... bukan masalah gender, dan itu bukan masalah bias gender dan apa sih, sebenernya memang masih ada laki-laki yang mumpuni dan berkapabilitas keilmuannya tuh cukup gitu, sehingga memang lebih baik karena rasionalitas mereka mempertimbangkan sesuatu untuk kebaikan organisasi tuh perlu, sehingga untuk hal ketua dan itu masih diberikan untuk lakilaki. Tapi memang untuk misalnya ketua rumpun, kalau saya tuh masih ini... ketua rumpun pun kemaren dua-duanya semua akhwat (perempuan) gitu, itu pun juga ada pertimbangan kesana gitu. 6. Bagaimana peluang laki-laki dan perempuan untuk menduduki jabatan tertentu? Jawab: peluangnya sebenernya sama saja sebenernya. Jadi tidak ada perbedaan yang terlalu bias gender sih sebenernya. Ketika memang kemampuannya bener-bener dirasa cukup, maka dia ditempatkan disana gitu. Sehingga memang ya itu tadi dilihat lagi beberapa pertimbanganpertimbangan itu tadi gitu, kemampuannya dia dan lain sebagainya. Misalnya dia kepemimpinannya bagus maka ditaroh di ranah-ranah bagian ketua, kadep dan lain sebagainya. Tapi kalau misalnya managerialnya bagus maka dia ditaroh di sekjen, sekretaris jendral yang mengurus surat
Comment [mc102]: Aks
dan administrasi apa organisasi seperti itu. Jadi memang dilihat kemampuannya. lebih kepada kemampuannya dia gitu. 7. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin perempuan? Jawab: sejauh ini sih saya menganut bahwa kalau yang memimpin perempuan tidak terlalu bermasalah sebenernya. Cuma ketika masih ada laki-laki itu lebih didahulukan. Ketika memang sudah tidak ada laki-laki lagi yang mumpuni dan berkapabilitas maka monggo aja perempuan aja. Tapi memang juga dengan banyak pertimbangan juga. Ketika memang dia mampu, dia bisa dan dia bisa rasionalitas dan perasaannya dia itu bisa seimbang gitu, sehingga memang tidak timpang ketika dia memutuskan satu kebijakan gitu. Jadi menurut saya sih tidak masalah. Tapi memang kecuali tidak ada laki-laki yang berkapabilitas lagi.
Comment [mc103]: Gndr
8. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin laki-laki? Jawab: sebenernya tidak apa-apa juga sih sebenernya. Tapi ya itu siapa... mau laki-laki mau perempuan siapapun pemimpinnya yang penting dia punya kapasitas disana gitu. Dia punya kemampuan disana dan dia punya kelebihan untuk mengemong ya kalau bahasa jawanya mungkin mengemong para bawahannya dia dengan baik gitu. Bisa memposisikan dia dimana saja dia berada apalagi kalau dia seorang pemimpin ya, itu sih. Sebenernya tidak masalah siapa aja yang penting dia punya kemampuan disana. 9. Menurut anda pribadi, apakah dalam kepemimpinan faktor jenis kelamin menjadi prioritas utama dalam organisasi?
Comment [mc104]: Gndr
Jawab: enggak. Enggak sih tapi untuk ketua masih diprioritaskan,
Comment [mc105]: Gndr
misalnya yang menjadi bakal calon ketua misalnya. Itu ada laki-laki dan perempuan. Laki-laki dan perempuan ada. Perempuanpun bahkan dijadikan bakal calon. Tetapi ketika dipilih, maka semua secara otomatis memilih yang laki-laki gitu dan mengabaikan yang perempuan. Jadi memang masih mengutamakan itu, tapi memang itu tadi karena memang laki-lakinya masih mumpuni. Jadi kita lebih mencondongkan kepada lakilaki. 10. Bagaimana partisipasi anggota perempuan maupun laki-laki di dalam organisasi? Lebih dominan mana? Jawab: laki-laki. Kalau saya sih merasanya sih kalau di KAMMI sih partisipasinya lebih besar laki-laki. Mungkin partisipasi ini dalam artian bersuara, memutuskan suatu kebijakan, menetapkan sesuatu itu lebih banyak kepada laki-laki gitu. Karena beberapa hal mungkin ketika ditanya petimbangan perempuan mungkin kita terlalu yang apalagi kalau dalam posisi rapat dan kita dibatasi waktu, biasanya kalau ditanya kepada perempuan kan biasanya mikir dulu a..a masih kaya’ itu. Nah itu biasanya yang memutuskan udah itu, itu biasanya laki-laki. Jadi mereka dalam halhal seperti itu mereka lebih banyak memutuskan gitu. Tapi kalau untuk kerja, di lapangan dan sebagainya, kepanitian dan sebagainya itu sama, seimbang kok. 11. Bagaimana partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan?
Comment [mc106]: Prtsps
Jawab: nah itu tadi yang saya bilang itu kan, banyakan laki-laki kalau pengambilan keputusan gitu. Tapi kalau misalnya tidak dibatasi dan lain sebagainya, tetap partisipasi perempuan suara perempuan pun tetap Comment [mc107]: Prtsps
dipertimbangin dan lain sebagainya. 12. Apakah perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam hal menyampaikan pendapat?
Comment [mc108]: Aks
Jawab: punya. Punya hak yang sama menurut saya. 13. Bagaimana upaya Anda untuk ikut dalam pengambilan keputusan pada organisasi? Jawab: biasanya memberikan pertimbangan untuk hal-hal yang memang kita tidak setuju gitu. Misalnya, ya misalnya kaya’ laki-laki tuh tidak akan memperdulikan hal-hal yang misalnya mengevaluasi hal setelah kepengurusan. Laki-laki tuh biasanya tidak terlalu memperhatikan hal-hal untuk mengevaluasi kembali kegiatan kemarin gitu, mengevaluasi secara personal, memberikan saran, nasihat. Nah perempuan kan biasanya selalu memperhatikan itu gitu. Nah itu penting sebenernya,
jadi itu
menyeimbangkan. Dan saya sih lebih kalau berpatisipasi dalam memberikan suara sih seperti itu, jadi lebih mengingatkan bahwa kemarin kita belum evaluasi. Evaluasinya lebih kepada personal, memberikan nasihat, memberikan kritik dan lain sebagainya, dan yang akhirnya memang ketika memang mereka walaupun menganggap itu tidak penting akhirnya itu menjadi penting untuk bersama gitu.
Comment [mc109]: Prtsps
14. Apakah ada perbedaan perlakuan antara pengurus perempuan dengan lakilaki? Jawab: ya kalau untuk hal itu, perempuan memang diutamakan gitu. Untuk kesepakatan buat temen-temen yang akhwat (perempuan)sendiri itu ada punya jam-jam malam gitu kecuali darurat benar-benar darurat, dan itu bisa sampai melewati jam malam itu gitu. Misalnya kita sepakat kita punya jam malam jam sembilan, berarti kita juga nggak pernah sih rapat sampai maghrib dan isya gitu ngak pernah, karena untuk menjaga akhwat (perempuan) nya itu seperti apa gitu. Dan kalau misalnya di perjalanan dan sebagainya biasanya mendahulukan yang akhwat (perempuan) dulu gitu. Jadi memang yaitu tadi gitu secara tidak langsung sifat bawaan seorang laki-laki untuk merasa bertanggung jawab itu muncul gitu. Naluriahnya selalu muncul ketika misalnya di perjalanan mereka selalu berada pada posisi belakang dan lain sebagainya, ada seperti itu. Tapi untuk kepanitiaan dan lain sebagainya saya rasa sama aja sih nggak ada yang spesial-spesial kalau misalnya dia punya tanggung jawab untuk mengawasi dapur misalnya dari pagi sampai malam, ya pagi sampai malam gitu nggak diganti sama ikhwan (laki-laki) gitu. Tapi itu untuk kepanitiaan gitu, tetep sama aja. Sama-sama capek dan sama-sama kerja. Nggak ada yang dispesialkan. 15. Bila terdapat program kerja biasanya kaum perempuan menjabat sebagai apa dalam susunan kepanitiaan?
Comment [mc110]: Gndr
Jawab: biasanya seksi konsumsi itu pasti perempuan, sekretaris itu pasti perempuan, ketua panitia itu pasti laki-laki, bendahara pasti perempuan. Jadi sekretaris sama bendahara tuh udah maindsetnya pasti perempuan. Mungkin karena perempuan teratur dan lebih menjaga keuangan. Terus yang pasti perempuan tuh juga apa ya, sisanya sih bertukar-tukar sih. Misalnya, kalau misalnya dana usaha pasti ada kalau misalnya ada kepanitiaan yang satu ada ini ketuanya ikhwan (laki-laki), nanti kepanitiaan besoknya pasti ketuanya akhwat (perempuan). Ya itu tadi sekretaris, seksi konsumsi sama itu sih bendaharanya itu pasti perempuan untuk sebuah panitia seperti itu.
Comment [mc111]: Gndr
16. Apakah ada beberapa tugas dalam bidang-bidang tertentu yang sering diidentikkan perempuan atau laki-laki? Misalnya ada, apa yang melatarbelakanginya? Jawab: ya itu tadi, bendahara, sekretaris, seksi konsumsi dirasa bahwa laki-laki tuh tidak terlalu. Karena mereka mereka merasa ribet mengurus hal-hal yang kecil, sedangkan bagi perempuan itu mengurus hal kecil dalam misalnya dalam urusan dapur aja. Cabe, masalah harga cabe perkilo pun itu menjadi masalah gitu. Seribu dan lima ratus menjadi masalah. Bagi laki-laki kan itu tidak menjadi masalah gitu, yang penting kan ada gitu. Sehingga memang itu lebih diidentikkan kepada perempuan bahwa perempuan memikirkan hal-hal yang ribet dan laki-laki memikirkan halhal yang praktis seperti itu.
Comment [mc112]: Gndr
17. Adakah faktor pengambat bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan? Jawab: penghambat untuk suatu jabatan, ya itu tadi ya. Kalau misalnya masih ada laki-laki yang mumpuni di bidang eh untuk ketua, itu menjadi salah satu penghambat bagi dia untuk tidak bisa naik jadi ketua gitu. Tapi
Comment [mc113]: Fktr
memang itu tidak menjadi suatu masalah besar dalam organisasi sih karena perempuannya juga udah entah kenapa sudah tersistem gitu loh. Sudah tersistem bahwa memang ketua tuh pasti laki-laki gitu, jadi tidak terlalu bermasalah untuk hal-hal semacam itu gitu. 18. Adakah faktor pendukung bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan? Jawab: faktor pendukungnya untuk dia dalam diberikan dalam suatu jabatan apa ya, mungkin kemampuannya itu kali ya. Kemampuannya dan bisa juga public speakingnya dan lain sebagainya itu tuh bia menjadi
Comment [mc114]: Fktr
faktor pendukung bagi beliau misalnya untuk ditempatkan di posisi-posisi ketua, tapi dibawah dari ketua umum gitu. 19. Apakah kebijakan-kebijakan yang ada sudah menganut prinsip kesetaraan gender? Jawab: ada beberapa hal sudah sih, ya untuk semua secara keseluruhan sudah. Karena itu tidak masalah sih buat kita sendiri sih. Tapi misalnya untuk beberapa hal memang tidak, misalnya kalau kita rapat. Mungkin lebih banyak kepada rapat ya, misalnya kita rapat dan suara laki-laki tuh sudah
memutuskan
A,
terus
kita
perempuan
mencoba
untuk
Comment [mc115]: Gndr
mempertimbangkan
B
gitu,
itu
sulit.
Jadi
mereka
akan
lebih
mempertahankan A. Nah ketika semua laki-laki sepakat A, ketika kita mengatakan B, maka kesepakatan A itu harus ini tetep terlaksana gitu. Nah itu yang mungkin agak-agak ya kita merasa agak kurang seperti itu, karena ketika mereka sudah satu suara seperti itu. Kita merasa bahwa suara kita sulit untuk dan kita kan kalau berbicara kan kadang buth banyak waktu untuk berpikir dan berdiskusi lagi. Ini benar atau nggak gitu, butuh banyak pertimbangan sehinga menurut mereka pertimbangan kita yang terlalu lama itu akhirnya mereka satu suara untuk A gitu. Jadi buat kita B itu ya nggak lagi gitu. Mungkin untuk hal-hal kecil semacam itu aja sih, tapi sisanya udah, menurut saya sih udah. 20. Apa dampak dari implementasi kesetaraan gender dalam organisasi bagi para anggota terutama anggota perempuan? Jawab: iya, mungkin bukan dampak sih, lebih kepada menyadari. Baca bukunya John D. Grey itu kan beliau menjelaskan bahwa pola laki-laki dan pola perempuan. Ya perempuan tuh itu gitu, ketika di rapat banyak berbicara dan banyak memberikan nasihat ketika tidak diminta gitu sehingga banyak waktu. Jadi baru sadar, oh iya ya ternyata perempuan gitu ya dan laki-laki lebih kepada rasionalitas dan ini cepat memutuskan sesuatu gitu dan laki-laki bahasa komunikasinya berbeda. Ketika laki-laki mengatakan sesuatu bagi yang secara eksplisit bagi perempuan itu meyakiti gitu, tapi bagi laki-laki itu biasa saja. Nah perbedaan komunikasi seperti itu akhirnya membuat ini, sadar sendiri sih. Oh iya ya ini yang
disebut dengan perbedaaan berkomunikasi, memahami bahasa nah itu. Biasanya apalagi kalau sms pakai caps lock gitu perempuan akan merasa bahwa dia tersinggung dan ini maksud caps lock ni apa. Tapi ketika dia ngirim caps lock itu ke sesama laki-laki, laki-laki akan menganggap biasa aja mungkin bisa typo, bisa aja bisa apa gitu. Tapi perempuan sensisitif, bisanya udah langsung marah-marah dan merasa bahwa ini apa gitu ya seperti itu. Ya menyadari hal-hal semacam itu gitu ketika belajar tentang kesetaraan gender di dalam organisasi gitu.
Comment [mc116]: Dmpk
Transkip Data Hasil Wawancara Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Struktur Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Hari/Tanggal Wawancara
: Kamis/ 28 Maret 2015
Tempat/Waktu
: Masjid Baiturrahman, Gowok, Sleman/ 16.20 WIB
A. Identitas Nama
: Nurfadliah Azhar (NU)
Jabatan
: Kepala Departemen Pengkaderan Rumpun Ibnu
Khaldun Angkatan
: 2012
B. Daftar Pertanyaan 1. Sejak kapan Anda menjadi anggota KAMMI? Jawab: tahun 2012 akhir.
Comment [mc117]: Thn msk
2. Bagaimana pandangan Anda mengenai kaum laki-laki? Jawab: apa ya, mungkin sebagai sosok ayah lah ya.
Comment [mc118]: Pdgn thd lk
3. Apa arti gender menurut Anda? Jawab: gender itu kan kalau di sekarang itu merupakan kesetaraan ya, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan itu kalau yang diusung sama orang-orang yang transgender. Tapi kalau sebenernya mereka lebih menuntut ke hak-hak misalnya kaya’ di hukum, di ekonomi dan yang lain disamakan dengan laki-laki. Padahal sebenernya pada mushaf sendiri,
Comment [mc119]: Gndr
antara laki-laki dan perempuan itu nggak bisa disamain karena memang ada batasan antara laki-laki dan perempuan. 4. Setujukan Anda apabila perempuan disetarakan atau disamakan dengan laki-laki? Jawab: enggak mbak.
Comment [mc120]: Gndr
5. Bagaimana penentuan jabatan struktural dalam kepengurusan organisasi? Berdasarkan apa? Jawab: berdasarkan kemampuan, terus analisis orang-orang yang senior biasanya kemampuannya dimana, sense nya dimana terus kira-kira ya terakhir ccoknya dimana gitu sesuai dengan pengkaderan kan dilihat setahun kan itu.
Comment [mc121]: Fktr
6. Bagaimana peluang laki-laki dan perempuan untuk menduduki jabatan tertentu? Jawab: di KAMMI sendiri kalau balance ya mbak menurut saya karena tapi kalau untuk kaya’ yang tertinggi seperti ketua, selagi ada laki-laki kita mengusung laki-laki gitu walaupun ada perempuan yang mumpuni gitu. Tapi kalau untuk sampai saat ini, semuanya balance antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan kemampuan analisis aja gitu. Kalau memang dia bisa memimpin suatu tempat walaupun itu perempuan, ya kita usung kaya gitu. Tapi bukan yang ketua umum, ketua rumpun kalau saya. Kemaren ketua rumpun dua-duanya perempuan, karena memang mereka ada kredibilitas disana. Kalau sekarang kan semuanya laki-laki, baru pemilihan
Comment [mc122]: Aks
kemaren kan laki-laki. Tergantung lagi kemampuan kader-kader itu enaknya dimana gitu bagusnya. 7. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin perempuan? Jawab: apa ya.. kalau saya sih, sebenarnya perempuan bisa memimpin ya mbak ya. Cuma memang ada batasan-batasannya, mungkin kalau laki-laki tuh lebih leluasa untuk berbuat keluar melakukan jejaring keluar. Misalnya juga dia bisa keluar dengan semalem mungkin, tapi perempuan kan lebih mengurangi komunikasi ya apalagi dengan yang bukan makhramnya kaya gitu. Jadi ketika perempuan mungkin kalau selagi ada laki-laki ya laki-laki dulu aja, perempuan nanti kaya’ gitu. Karena kaya’ gini berpikirnya, kalau perempuan itu kenapa di dalam Islam sendiri suruh laki-laki karena kalau perempuan berpikir itu dia pake perasaan gitu. Jadi dikit-dikit bisa jadi kalau jadi pemimpin dia nggak tegaan gitu dengan yang dia buat gitu. Sedangkan laki-laki tuh dia lebih ke logika, logis nggak sama kedepan gitu. Kalau seandainya perempuan, tahu sendiri lah perempuan itu adalah orang yang lembut dan sesuatunya selalu dipikirkan dengan perasaannya
Comment [mc123]: Gndr
kaya’ gitu. 8. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin laki-laki? Jawab: tadi, yang mimpin laki-laki bisanya dia lebih ke logika sih mbak. Dan itu lebih pantas kalau pemimpin itu seorang laki-laki, kalau menurut saya sih seperti itu. Tapi perempuan itu bisa dijadikan pemimpin ketika memang nggak ada laki-laki yang mumpuni lagi di bidang itu kaya’ gitu. Memang nggak ada satu laki-laki yang sesuai untuk maju keatas ya udah
Comment [mc124]: Gndr
perempuan yang maju. Tapi kalau selagi ada yang memang masih bagus dari yang perempuan ya itu di utamain laki-laki dulu. 9. Menurut anda pribadi, apakah dalam kepemimpinan faktor jenis kelamin menjadi prioritas utama dalam organisasi? Jawab: kepemimpinan, ya bisa jadi.
Comment [mc125]: Gndr
10. Bagaimana partisipasi anggota perempuan maupun laki-laki di dalam organisasi? Lebih dominan mana? Jawab: banyakan laki-laki.
Comment [mc126]: Prtsps
11. Bagaimana partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan? Jawab: sangat apa ya, sangat berpartisipasi sih mereka para anggota begitu, yang mereka hadir. Kaya’ kemaren angkatan baru mereka hadir dalam musykom berpartisipasi memberikan keputusan untuk pembentukan suatu pemimpinnya gitu. Jadi mereka antusias banget kaya’ gitu.
Comment [mc127]: Prtsps
12. Apakah perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam hal menyampaikan pendapat? Jawab: sama.
Comment [mc128]: Prtsps
13. Bagaimana upaya Anda untuk ikut dalam pengambilan keputusan pada organisasi? Jawab: ya dengan cara, saya biasanya dateng kalau seandainya ada syuro’(rapat). Kan biasanya semua keputusan itu kita di syuro’(rapat) in dulu. Jadi ketika, sangat bersalahlah mereka ketika mereka nggak bisa datang syuro’(rapat) kaya’ gitu ya. Karena disitu ada keutamaan jama’ah yang mereka harus ditetapkan gitu. Jadi salah satunya itu syuro’(rapat)
Comment [mc129]: Prtsps
gitu. Ikut juga dalam politik-politik kampus gitu , pembentukan keputusan yang ada di kampus seperti itu. 14. Apakah ada perbedaan perlakuan antara pengurus perempuan dengan lakilaki? Jawab: nggak, semuanya sama mbak. Ini KAMMI ya, jadi selagi itu sesuai dengan keadaan Islam, itu sama. Nggak ada perbedaan misalnya laki-laki itu lebih didahulukan, perempuan didahulukan itu nggak. Selagi mereka memang bagus dan baik itu kita samain.
Comment [mc130]: Gndr
15. Bila terdapat program kerja biasanya kaum perempuan menjabat sebagai apa dalam susunan kepanitiaan? Jawab: setahu saya ya, kalau buat ketua panitia itu belum pernah ada yang perempuan setahu saya. Biasanya kalau perempuan itu di bendahara, sekretaris, terus ketua-ketua kepala-kepala departemen lah, seksi gitu seksi misalnya perkap, seksi humas dan lain-lain itu ketuanya bisa perempuan bisa laki-laki. Tapi untuk ketua umum panitianya itu tetep ikhwan (lakilaki) kaya’ gitu.
Comment [mc131]: Gndr
16. Apakah ada beberapa tugas dalam bidang-bidang tertentu yang sering diidentikkan perempuan atau laki-laki? Misalnya ada, apa yang melatarbelakanginya? Jawab: ada. Kalau identik banget ya mbak, ketua itu pasti identiknya lakilaki, tadi saya udah bilang karena secara logika kalau perempuan itu ke perasaan, kalau laki-laki itu lebih ke logika. Terus satu lagi yang identik banget apa ya, bendahara. Dimana-mana bendahara itu cewek gitu. Tapi
Comment [mc132]: Gndr
kalau sekjen KAMMI enggak. Kemaren memang biasanya cewek gitu ya, tapi nggak tahu saya tahun depan itu cowok atau cewek. Kemungkinan cowok, tapi nggak tahu juga saya. Jadi yang terus apalagi ya, KP ya, KP itu identiknya lebih ke cowok karena itu langsung aksi ke jalan. Jadi kalau seandainya cewek itu kan kita juga membutuhkan mental ya kalau buat aksi. Nah sebenernya cewek juga bisa, cuma kalau buat orasi-orasi di jalan-jalan gitu kan seorang cewek nggak layak lah ya orasi-orasi kayak gitu kalau di jalan. Jadi lebih membutuhkan cowok kalau di KP karena Kebijakan Publik itu dia lebih turun ke jalan dan melihat semua, mengkritisi semua kebijakan pemerintah dan yang lain gitu makanya dibutuhkan seorang laki-laki gitu. 17. Adakah faktor pengambat bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan? Jawab: penghambatnya ya cuma satu cewek nggak bisa keluar malem itu doang.
Comment [mc133]: Fktr
18. Adakah faktor pendukung bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan? Jawab: kalau pendukungnya banyak sih ya. Saya juga nggak tahu pendukung disini mbak. Jujur ini kalau di dalam suatu organisasi pendukung seorang cewek itu saya kurang tahu apa. Masalahnya lebih ke kemauannya sendiri atau nggak lebih ke disuruh sama gurunya itu doang kalau di KAMMI kaya’ gitu.
Comment [mc134]: Fktr
19. Apakah kebijakan-kebijakan yang ada sudah menganut prinsip kesetaraan gender? Jawab: prinsipnya sih, kemungkinan iya kemungkinan nggak. Karena cewek sama cowok itu nggak bisa disamain ya mbak. Kalau ketika berbicara buat yang lain semaunya oke fine bisa, tapi kalau untuk ketua umumnya mungkin nggak. Kalau yang lainnya itu sih setara semua
Comment [mc135]: Gndr
menurut saya sih itu. 20. Apa dampak dari implementasi kesetaraan gender dalam organisasi bagi para anggota terutama anggota perempuan? Jawab: dampaknya nggak ada ya menurut saya. Fine-fine aja sih menurut saya.
Comment [mc136]: Dmpk
Transkip Data Hasil Wawancara Implementasi Kesetaraan Gender Dalam Struktur Organisasi KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Hari/Tanggal Wawancara
: Kamis/ 28 Maret 2015
Tempat/Waktu
: Masjid Baiturrahman, Gowok, Sleman/ 16.32 WIB
A. Identitas Nama
: Wiwi Dwi Daniarti (WI)
Jabatan
: Kepala Biro Kesekretariatan
Angkatan
: 2011
B. Daftar Pertanyaan 1. Sejak kapan Anda menjadi anggota KAMMI? Jawab: dari sesemeter satu angakatan baru, 2011 berarti.
Comment [mc137]: Thn msk
2. Bagaimana pandangan Anda mengenai kaum laki-laki? Jawab: mereka adalah pemimpin, sejelek-jeleknya mereka, bagaimana mereka, derajatnya dalam Islam tetep tinggi mereka gitu. Jadi ya kita menghormati seperti itu. Dan bukan ekstrimis, takut nggak seperti itu. Kan pandangan orang-orang ke akhwat-akhwat (perempuan-perempuan) itu kan anti sama laki-laki ya, sebenernya nggak gitu. Kita menghormati mereka juga. 3. Apa arti gender menurut Anda?
Comment [mc138]: Pdgn thd lk
Jawab: gender itu menempatkan tugas atau tanggung jawabnya sesuai dengan jenis kelaminnya masing-masing. Jadi ketika dia perempuan, ya
Comment [mc139]: Gndr
dia menempatkan tugasnya perempuan itu sesuai dengan yang disyariatkan dalam Islam, kalau misalnya laki-laki ya seperti itu. Itu lebih kayak jenis kelamin. 4. Setujukan Anda apabila perempuan disetarakan atau disamakan dengan laki-laki? Jawab: dalam semua hal enggak. Karena kalau dalam semua hal kan berarti yang enggak itu jadi kalau saya jawab iya kan berarti enggak juga
Comment [mc140]: Gndr
kan. 5. Bagaimana penentuan jabatan struktural dalam kepengurusan organisasi? Berdasarkan apa? Jawab: berdasarkan apa ya namanya, kemampuannya dia, terus jenjangnya, karena setiap jenjang itu membutuhkan kedewasaan itu pasti, terus menurut jenjang, menurut kematangan berpikirnya dan kontribusinya dia dari awal nyampe akhir. Sifat dan sikapnya juga menurut saya dalam menentukan jabatan cocok tidaknya. 6. Bagaimana peluang laki-laki dan perempuan untuk menduduki jabatan tertentu? Jawab: ini kalau yang saya lihat ya mbak. Seperti apa itu, ketuanya pasti laki-laki, kalau untuk ketua KAMMInya gitu ya. Tapi kalau ke bawah-ke bawahnya itu lebih melihat ke potensi diri gitu. Ketika dia laki-laki tapi plotnya, karena memang KAMMI UIN itu kekurangan laki-laki gitu ya,
Comment [mc141]: Fktr
lebih banyakan akhwat (perempuan) nya gitu. Jadi ketika dilihat dia mampu untuk menduduki misalnya nih ada akhwat (perempuan), ya dia ketua rumpun tapi dia ketika dia mau dijabatin ke bawahnya, yang lakilaki itu, itu nggak mumpuni, mumpunan laki-laki ini misalnya lebih mumpuni di Madrasah Intelektual. Jadi ya nggak mungkin akhwat (perempuan) ini akan dituker ke yang MI itu dan yang MI itu ikhwan (lakilaki) nya yang lebih mumpuni di MI. Nah mungkin seperti itu, tetep istilahnya tuh tetep menentukan juga apa namanya kemampuannya dia. Kecuali, terkecuali untuk ketua. Kalau ketua KAMMI pasti harus laki-laki, tapi kalau untuk di bawahnya kayak ketua rumpun itu dilihat lagi kemampuannya, tapi ya lebih ke jenjang sih. Peluangnya, kalau laki-laki itu mumpuni ya akan lebih banyak laki-laki. Kalau untuk karena kembali lagi karena kita memang kekurangan laki-laki ya, jadi kebanyakan pasti kayak PH tahun lalu aja pokoknya jumlahnya tetep banyakan akhwat (perempuan) nya untuk di PH tahun lalu. Karena memang ya itu, laki-laki sedikit itu, kita memang dari dulu crowded nya adalah kekurangan ikhwan (laki-laki) yang masuk ke KAMMI gitu. 7. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin perempuan? Jawab: kalau memang masih ada laki-laki, ya laki-laki. Tapi ketika memang itu harus perempuan yang memimpin gitu jatuhnya akan perempuan lebih ke logika eh, laki-laki makenya logika, perempuan makenya perasaan. Dan jatohnya ketika dia jadi pemimpin gitu, dia akan lebih menonjolkan perasaan. Jadi bukan logika yang dia apa ya, ngambil
Comment [mc142]: Aks
keputusannya bukan berdasarkan logika. Takutnya malah lebih ke perasaannya, itu cocok nggak ya, ini cocok nggak ya, nggak ah mbok nanti
Comment [mc143]: Gndr
dia kayak gini. Tapi kalau laki-laki kan lebih menegaskan logikanya kaya’ gitu, dan perempuan itu karena dari struktur biologisnya ya itu memang perempuan kayak gitu, jadi takutnya akan mempengaruhi kinerjanya juga dalam semua hal. Misalnya dia lagi bad mood karena lagi datang bulan gitu, takutnya akan mempengaruhi kepemimpinannya dan pengambilan kebijakannya dalam menentukan sebuah kebijakan, takutnya seperti itu. Karena memang dilihat lagi dalam Islam juga memang kaya’ memang laki-laki yang lebih cocok seperti itu kan. 8. Bagaimana pendapat Anda apabila yang memimpin laki-laki? Jawab: ya itu tadi, laki-laki kan memang kodratnya jadi pemimpin. Jadi ya gak masalah selama dia mumpuni ya nggak apa-apa.
Comment [mc144]: Gndr
9. Menurut anda pribadi, apakah dalam kepemimpinan faktor jenis kelamin menjadi prioritas utama dalam organisasi? Jawab: iya, kalau menurut saya ya, iya jadi prioritas. Jadi ketika memang ada laki-laki yang menonjol dan perempuan yang menonjol, itu yang diambil laki-laki yang itu gitu, tapi ketika untuk ketua KAMMI itu pasti seperti itu. Tapi kalau untuk di bawahnya, ketika memang laki-lakinya sudah di bawah tingkatan, misalnya kan misalnya angkatan 2012 yang masuk itu laki-lakinya cuma segini-segini dan dia di plot kan disini gitu. Itu tuh pasti ketuanya akan diisi perempuan kayak gitu, karena memang ketika ketuanya memang harus laki-laki. Tapi kalau kayak angkatan saya,
Comment [mc145]: Gndr
angkatan 2011 itu tuh ketuanya kayak ada yang udah jadi ketuanya. Ketuanya tuh ada yang angkatan 2011, tapi untuk ketua rumpun dilihat lagi memang sudah di angkatan 2011 memang sudah tidak ada laki-laki dan tidak ada perempuan yang bisa mumpuni untuk jadi ketua, jadi akan dilihat ke bawahnya, ke angkatan bawahnya. Nah angkatan bawahnya itu nggak ada laki-laki juga yang bisa mumpuni ya akan diambil perempuan kaya’ gitu untuk ketua rumpun. Jadi tetep katakanlah kalau dalam struktural tetep ketuanya ya laki-laki seperti itu. 10. Bagaimana partisipasi anggota perempuan maupun laki-laki di dalam organisasi? Lebih dominan mana? Jawab: kalau saya lihat tergantung banyaknya kader ya. Misalnya kadernya banyakan perempuan, jadi kan banyakan perempuan dan lakilaki bisa jadi seimbang. Tapi di KAMMI UIN itu karena memang lakilakinya sedikit, dan yang akhwat
(perempuan) lebih banyak ya tetep
banyakan akhwat (perempuan) nya. Tapi memang kalau dikatakan itu jumlahnya sama partisipasinya lumayan banyak laki-laki. 11. Bagaimana partisipasi anggota dalam pengambilan keputusan? Jawab: aktif mereka, kaya’ misalnya musykom, mereka tuh seakan-akan tuh kaya’ memberikan keputusan gitu. Jadinya dateng kayak gitu, walaupun biasanya nggak dateng, terus dateng. Tapi kalau dibilang pake persenan yang aktif sama yang nggak aktif, hampir sama lah kayak gitu hampir sama. Kalau dilihat dari kadernya ya, banyaknya kader yang terekrut dan yang hilang kalau misalnya disitu banyak laki-laki atau
Comment [mc146]: Prtsps
perempuan dalam partisipasi pengambilan keputusan itu menurut saya sih sama. Hampir sama walaupun lebih banyakan akhwat (perempuan) nya gitu, karena memang kader yang aktif banyakan akhwat (perempuan).
Comment [mc147]: Prtsps
12. Apakah perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam hal menyampaikan pendapat? Jawab: kalau menurut saya dalam menyampaikan pendapat sama. Tapi kalau dalam pengambilan keputusan tidak kayak gitu. Soalnya ketika dia
Comment [mc148]: Aks
disuruh pendapat ya semuanya sama gitu, semuanya boleh berpendapat. Tapi untuk mengambil keputusan, kebijakan ya ketika pemimpinnya itu laki-laki ya ke laki-laki gitu. Tapi kalau untuk pendapat sama. 13. Bagaimana upaya Anda untuk ikut dalam pengambilan keputusan pada organisasi? Jawab: upayanya saya ikut aktif, ikut apa namanya ya, misalnya syuro’ (rapat) gitu ya kaya’ gini-kayak gini, ikut bermusyawarah, ikut menyalurkan apa yang saya pikirkan kayak gitu, tidak acuh tak acuh
Comment [mc149]: Prtsps
seperti itu. 14. Apakah ada perbedaan perlakuan antara pengurus perempuan dengan lakilaki? Jawab: ya ada. Kalau dari segi perlakuan ada. Kalau misalnya, kalau lakilaki kan laki-laki ke laki-laki gitu kan, maksudnya saya membaur biasa, tapi kalau laki-laki ke perempuan beda lagi, ya tetep dengan ketentuan syariat Islam terus jam malam juga ada kalau di KAMMI. Jadi misalnya ikhwan (laki-laki) tuh boleh syuro’ (rapat) nyampe malem-malem, boleh
Comment [mc150]: Gndr
ngapain nyampe malem-malem, ngerjain tugas KAMMI nyampe malem. Tapi kalau akhwat (perempuan) ya tetep dibikin jam sembilan pulang kayak gitu. Dulu aturannya ketika kita memang harus musykom nyampe jam sembilan gitu ya, laki-laki harus mengantarkan. Ada lah satu yang ngintilin di belakang, jadi gerombolan akhwat (perempuan) tuh pulang misalnya saya dulu tuh se asrama, tetep harus salah satu atau dua yang mbuntutin di belakang supaya menjaga akhwat (perempuan) itu kayak gitu takutnya ada apa-apa kalau udah jam sembilan gitu. Itu perlakuannya sama misalnya dalam hal bersih-bersih misalnya ngecat dan lain sebagainya itu tetep ikhwan (laki laki). Jadi ketika ya kira-kira kita militan tetep akhwat (perempuan) militan sok-sok an gayanya gitu kan, kita ya kalau memang itu pekerjaan laki-laki ya ke laki-laki. Kecuali memang nggak ada laki-laki lagi. 15. Bila terdapat program kerja biasanya kaum perempuan menjabat sebagai apa dalam susunan kepanitiaan? Jawab: biasanya seksi konsumsi seperti itu. Tapi kalau untuk ketua, pasti laki-laki seperti itu. Tapi kalau untuk perempuan biasanya seksi konsumsi, seksi acara gitu yang jelas bukan ketua. Tapi kebawah kalau dalam kepanitiaan sekretaris, bendahara, kebawah seksi-seksi gitu tetep boleh perempuan. Tapi kalau untuk laki-laki kalau untuk ketua panitia itu pasti harus laki-laki.
Comment [mc151]: Gndr
16. Apakah ada beberapa tugas dalam bidang-bidang tertentu yang sering diidentikkan perempuan atau laki-laki? Misalnya ada, apa yang melatarbelakanginya? Jawab: ada. Biasanya kalau KP itu pasti laki-laki, kebijakan publik biasanya laki-laki karena memang arahnya ke aksi dan lain sebagainya biasanya yang ikhwan (laki-laki). Terus kalau yang identik dengan perempuan biasanya kesekretariatan. Jadi kalau dikatakan wakil sekjen satu ataupun sekjennya, cuma kalau kedepan nggak tahu sekjennya itu laki-laki atau nggak, tapi biasanya yang identik dengan perempuan adalah bidang kerumahtanggaan, kesekretariatan itu biasanya perempuan. Jadi ngurus barang-barang KAMMI kaya’ gitu biasanya perempuan.
Comment [mc152]: Gndr
17. Adakah faktor pengambat bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan? Jawab: ada. Kayak misalnya KP itu kan terkait dengan geraknya dia di aksi dan sebagainya gitu, penghambatnya itu gitu. Karena kita perempuan mengikuti dengan aturan syar’i nya perempuan, kodratnya perempuan kaya’ gitu ya, itu mungkin faktor penghambatnya. 18. Adakah faktor pendukung bagi perempuan untuk berperan atau menduduki suatu jabatan? Jawab: ada pos-pos yang memang itu butuh suatu rasa, butuh suatu apa ya memang perempuan yang harus menduduki itu, jadi suatu jabatan-jabatan seperti itu tuh ada. Tapi kalau untuk laki-laki ya sama, berarti itu. Faktor
Comment [mc153]: Fktr
pedukungnya apa ya, logika, jadi kalau laki-laki lebih ke pengambilan
Comment [mc154]: Fktr
keputusannya, jadi gitu. 19. Apakah kebijakan-kebijakan yang ada sudah menganut prinsip kesetaraan gender? Jawab: kalau di KAMMI UIN sih kalau saya lihat sudah.
Comment [mc155]: Gndr
20. Apa dampak dari implementasi kesetaraan gender dalam organisasi bagi para anggota terutama anggota perempuan? Jawab: ada sih. Ngerasa nya ada-ada. Kita lebih apa ya, oh iya tugasmu ya itu, tugas ikhwan (laki-laki) ya itu, tugas akhwat (perempuan) ya ini, jadi lebih kaya’ yang ya udah kita bertanggungjawab sama tugas kita masingmasing gitu. Ketika pun kita nggak bisa gitu ya, tetep butuh misalnya kita ngangkat barang dalam suatu kegiatan dan kita nggak bisa masang kabel gitu kan, jadi kita minta tolong, part nya dikasih part itu ke yang laki-laki. Jadi memang ya iya sudah menerapkan.
Comment [mc156]: Dmpk
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Gambar 1. Proses wawancara dengan informan, Dok. Pribadi peneliti pada tanggal 25 Februari 2015.
Gambar 2. Proses wawancara dengan informan, Dok. Pribadi peneliti pada tanggal 25 Maret 2015.
Gambar 3. Kondisi Komisariat KAMMI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dok. Pribadi peneliti pada tanggal 25 Maret 2015.
Gambar 4. Komisariat KAMMI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dok. Pribadi peneliti pada tanggal 25 Maret 2015.
Gambar 5. Pengurus Harian KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dok. Kestari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Gambar 5. Pengurus Harian KAMMI Komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Dok. Pribadi peneliti pada tanggal 25 Maret 2015.