BERITA PENELITIAN ARKEOLOGI
No. T9 A. SEDIMENTASI DAERAH PATI AYAM [ JAWA TENGAH 3
B. DNDAK SUNCAI BAKSOKO BERDASARKAN ANALISA FOTO UDARA
JAKARTA 1978
S E D I M E N T A S I D A E R A H PATI AYAM ( JAWA T E N G A H ) U n i t Paleoekologi — R a d i o m e t r i
NO. 19 A
Penyusun L a p o r a n : S. Sartono H. Syarif J . Zaim U . P. Nababan T . Djubiantono.
Proyek Penelitian dan Penggalian Purbakala Departemen P & K
Copyright Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional 1978 D A F T A R
I S I Halaman
Dewan Redaksi : Satyawati Rumbi R. P.
Suleiman Mulia
Soejono
Soejatmi Hasan M.
Safari Ambary
ketua wakil
ketua
anggota anggota anggota
Percetakan Offset P T . " R O R A K A R Y A " - J a k a r t a .
L
PENDAHULUAN
1
II.
GEOMORFOLOGI
1
HL
STRATIGRAFI
2
IV.
SEDIMENTASI
4
V.
PALEONTOLOGI V E R T E B R A T A
5
VI.
KESIMPULAN
7
SARAN
7
DAFTAR PUSTAKA
7
VII. SUMMARY
8
VIII. LAMPIRAN-LAMPIRAN
9
A.
TABEL
1
9
B.
D A F T A R GAMBAR DAN FOTO
10
C.
GAMBAR-GAMBAR
11
D.
FOTO-FOTO
16
L
PENDAHULUAN.
1.
Maksud dan tujuan
T u j u a n u t a m a dari penelitian i n i adalah u n t u k mengetahui keadaan geologi K w a r t e r daerah Patiayam, dengan menganalisa lapisan batuan yang ada di daerah tersebut. D i samping i t u d i l a k u k a n juga penelitian atas fosil vertebrata dan artefak d i daerah bersangkutan. Peta dasar yang dipakai berskala 1 : 2 5 . 0 0 0 yang merupakan perbesaran dari peta topografi skala 1 : 5 0 . 0 0 0 .
ada pemberhentian u t a m a n y a di antara k o t a K u d u s dan Pati. 5.
Penelitian i n i d i l a k u k a n oleh beberapa ahli dan asisten dari Departemen T e k n i k Geologi dan Departemen Biologi I T B , y a i t u : 1. Prof. Dr. S. Sartono, tenaga ahli dalam i l m u geologi dan fosil manusia yang bertindak sebagai pengawas dari penelitian ini.
D a r i hasil penelitian i n i , diharapkan dapat diketahui sejarah sedimentasi daerah Patiayam dan hubungannya dengan keadaan geologi K w a r t e r d i daerah l a i n n y a . 2.
3.
Jangka w a k t u penelitian
Penelitian lapangan d i l a k u k a n selama 28 (dua puluh delapan) hari, dimulai tanggal 2 5 A p r i l 1978 sampai dengan tanggal 22 Mei 1 9 7 8 . Pangkalan kerja utama yang digunakan adalah desa Wangunrejo, Kecamatan Margorejo. Sebab utama dipilihnya desa i n i adalah l e t a k n y a yang strategis y a i t u di tepi jalan r a y a K u d u s — Pati dan berada di tengah daerah yang diteliti. T e a m peneliti menginap d i suatu rumah yang disediakan oleh Pemerintah Daerah setempat. Hal ini semuanya sangat membantu kelancaran pekerjaan. 4.
2. D r s . Hidayat S y a r i f MSc, tenaga ahli dalam i l m u biologi dan fosil vertebrata yang bertindak sebagai pimpinan kelompok peneliti di lapangan.
Letak dan luas daerah penelitian
Daerah penelitian terletak d i sekitar jalan raya antara K u d u s dan Pati yang mencakup luas kurang lebih 144 kilometer persegi (Gambar 1). Secara administrasi pemerintahan, daerah penelitian termasuk wilayah Kecamatan J e k u l o , Kabupaten K u d u s dan Kecamatan Margorejo, Kabupaten Pati. Daerah tersebut di atas merupakan bagian dari Propinsi J a w a Tengah.
Kesampaian daerah
Daerah penelitian dapat dicapai dengan kendaraan bermotor karena terletak di sepanjang jalan r a y a Kudus—Pati. D a r i K u d u s , jarak daerah penelitian kurang lebih 12 kilometer ke arah timur. Keadaan jalan utama dan jalan desa pada u m u m n y a cukup baik. Daerah penelitian juga dilalui oleh kereta api K u d u s — Pati, tetapi tidak
Personalia
3. J a h d i Z a i m , asisten geologi. 4. U l a m P. Nababan, asisten geologi. 5. T o n y Djubiantono, asisten geologi. II.
GEOMORFOLOGI.
Secara fisiografi, daerah penelitian termasuk dalam Z o n a Gunung api K w a r t e r dan Z o n a Dataran A l u v i u m J a w a U t a r a (Gambar 2). Oleh karena i t u keadaan bentang alam pada u m u m n y a terdiri dari daerah perbukitan dan daerah dataran. Sebagai akibat dari perbedaan sifat-sifat batuan, kekuatan erosi yang tidak sama pada setiap perbukitan, adanya pengaruh gaya tektonik, m a k a keadaan bentang alam atau morfologi daerah penelitian dapat dibagi atas 4 (empat) satuan morfologi yaitu : 1. 2. 3. 4. 1.
Satuan Satuan Satuan Satuan
morfologi morfologi morfologi morfologi
perbukitan bergelombang. perbukitan landai. kubah. dataran.
Satuan morfologi perbukitan bergelombang
Satuan ini menempati sekitar 1 5 % dari seluruh luas daerah penelitian dan terdapat di bagian tepi morfologi kubah, yang dikenal sebagai kompleks perbukitan Patiayam (Foto no. 1 ). D i bagian selatan dan timur kompleks i n i dicirikan oleh perbukitan dengan sudut kemiringan lereng berkisar antara 15 sampai 25 derajat dan pada u m u m n y a ditempati oleh lapisan batupasir tufaan, tufa dan breksi, sedangkan agglomérat terdapat
1
di bagian barat dan utaranya. Batas bagian utara dari satuan morfologi i n i adalah G . T r i s n o w a t i sampai desa Grogolan, sedangkan batas bagian selatannya adalah desa T a m b a k r o m o dan G . Slumprit yang menerus sampai desa K a l i w u l u h dan desa Sudo. 2.
Satuan morfologi perbukitan landai
Satuan i n i menempati kurang lebih 5 5 % dari seluruh luas daerah penelitian dan sebagian besar terdapat di bagian utara, t i m u r , dan barat serta sedikit di sebelah selatan dari satuan morfologi perbukitan bergelombang. Satuan i n i mempunyai sudut kemiringan lereng antara 5 sampai 1 5 derajat. Bagian utara dari satuan morfologi i n i ditempati oleh batuan agglomerat dari " f o r m a s i S u k o b u b u k " , sedangkan di bagian timur ditempati oleh satuan batupasir tufaan " f o r m a s i S l u m p r i t " . D i bagian barat satuan morfologi ini ditempati oleh agglomerat, t u f a , dan endapan undak sungai. D i bagian selatan satuan i n i ditempati oleh lapisan t u f a " f o r m a s i K e d u n g m o j o " serta endapan undak sungai. 3.
Satuan morfologi kubah
Satuan i n i h a n y a terdapat d i bagian tengah daerah penelitian y a i t u di sekitar kompleks Patiayam dan mempunyai bentuk yang khas sehingga dapat dibedakan dengan jelas dari morfologi daerah sekitarnya. C i r i lain dari satuan morfologi kubah ini adalah arah jurus dan kemiringan lapisan batuan yang melingkar serta mempunyai pola aliran sungai yang khas yang akan dibahas dalam sub-bab pola aliran. Pembentukan morfologi i n i disebabkan oleh gaya tektonik yang diperkirakan berasal dari hasil pembentukan Gunung Muria t u a . 4.
Satuan morfologi dataran
Satuan ini merupakan bagian dari Z o n a Dataran A l u v i u m J a w a U t a r a (van Bemmelen 1 9 4 9 ) , d a n terdapat di bagian selatan daerah penelitian. L u a s daerah dataran di daerah penelitian kurang lebih 1 5 % dan pada u m u m n y a ditempati oleh endapan aluvium yang terdiri dari pasir tufaan lepas serta bongkah batuan breksi dan agglomerat.
2
5.
Pola aliran sungai
Pola aliran sungai yang terdapat di daerah penelitian terdiri dari 2 (dua) jenis, y a i t u pola aliran sejajar ( " p a r a l e l " ) dan memancar ( " r a d i e r " ) . Pola aliran sejajar terdapat pada satuan morfologi perbukitan bergelombang, landai, dan daerah dataran. Sungai-sungainya mengalir dari utara ke arah selatan. Sifat alirannya adalah konsekwen, karena mengikuti arah kemiringan lereng. Sungai-sungai tersebut adalah K a l i (Sungai) Gajah, K . Jatipasekan, K . Jerakah dan K . Logung yang semuanya bermuara pada sungai u t a m a y a i t u K . J u w o n o , yang terdapat di bagian selatan daerah penelitian. K a l i J u w o n o mengalir dari barat ke arah timur. Pola aliran radier terdapat pada satuan morfologi k u b a h . Berbagai sungainya adalah K . Salaman, K . Sentul, K . Awarawar, K . Siblorok, K . Banyuanget, K . Jambe, K . A m p o , K . Madat, dan K . K a n c i l a n . Sungai-sungai tersebut a k h i r n y a bersatu dengan sungai yang terdapat pada satuan morfologi landai dan dataran yang memperlihatkan pola aliran sejajar.
Lingkungan pengendapan satuan i n i ditent u k a n berdasarkan kandungan fosil foraminifera kecil benthonik dan sifat batuannya. " P l a n k t o n i c Benthonic R a t i o " dari satuan i n i adalah 2 5 % , yang berarti j u m l a h individu fosil benthonik lebih banyak dari fosil plankton. Fosil-fosil benthonik yang terdapat adalah : Cibicides aff. pseudoungerianus, Eponides praeciatus, Rotalia beccarii, Nonion boueanum, Elphidium adrenum, Discorbis sp., dan Bolivina robusta. Berdasarkan berbagai fosil tersebut d i atas, m a k a lingkungan pengendapan dari satuan i n i adalah litoral sampai neritik dangkal. V a n E s ( 1 9 3 1 ) menyatakan bahwa u m u r dari satuan i n i adalah Pliosen Tengah — Pliosen Atas. Berdasarkan kandungan fosil foraminifera kecil plankton, m a k a kelompok peneliti Pus. P 3 N menyatakan bahwa u m u r dari satuan batulempung ini adalah Miosen Atas bagian atas - Pliosen Tengah ( N 1 8 — N 1 9 zonasi B l o w , Tabel 1 ) , dan mengusulkan nama "formasi J a m b e " u n t u k satuan i n i .
2. III.
STRATIGRAFI.
Stratigrafi u m u m daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 3. Penyebaran satuan-satuan batuannya kurang-lebih terarah barat-timur. Pembahasan masing-masing satuan batuan dari yang tertua hingga yang termuda adalah sebagai berikut: 1.
Satuan batulempung (Miosen atas — Pliosen Tengah)
Atas
bagian
Satuan i n i dicirikan oleh batulempung berwarna biru dan banyak mengandung fosil foraminifera kecil dan molluska m a r i n (lautan). Singkapan yang baik dari satuan i n i terdapat di bagian t i m u r daerah penelitian, y a i t u di sekitar K a l i Jambe yang merupakan lokasi-tipe dari nama formasi yang diusulkan (Foto no. 2). K e arah barat, satuan batulempung tersebut berwarna kehitaman, banyak mengandung fosil molluska dan sisipan breksi setebal 5 sampai 7 meter. D a r i pengukuran penampang stratigrafi, ketebalan m i n i m u m dari satuan batulempung i n i adalah 2 2 5 meter.
Satuan breksi (Plio-Plestosen)
Satuan i n i terletak secara tidak selaras d i atas satuan batulempung (formasi Jambe) dan tersingkap baik d i bagian t i m u r daerah penelitian y a i t u di sekitar K a l i K a n c i l a n , yang juga merupakan lokasi-tipe dari satuan tersebut. C i r i lain dari satuan ini adalah w a r n a n y a yang abu-abu kehitaman, sangat k o m p a k , dan mempunyai fragmen berukuran k e r a k a l sampai berangkai. Secara mikroskopis, komposisi dari fragmen breksi tersebut adalah andesitis dengan masa dasar lempung Dalam satuan i n i tidak dijumpai fosil foraminifera. U m u r satuan ditentukan berdasarkan posisi stratigrafinya yang terletak secara tidak selaras d i atas satuan batulempung b i r u serta korelasi lithologi dengan B r e k s i I d i daerah Sangiran (Gambar 4). Berdasarkan hal tersebut d i atas, m a k a kelompok peneliti Pus. P 3 N menyatakan bahwa u m u r dari satuan breksi i n i adalah Plio-Plestosen dan mengusulkan nama "formasi K a n c i l a n " u n t u k satuan breksi i n i , sedangkan van E s ( 1 9 3 1 ) memberikan umur Pliosen Atas pada satuan i n i .
3.
Satuan batupasir tufaan (Plestosen B a w a h ) .
Satuan i n i terletak secara selaras d i atas satuan breksi (formasi K a n c i l a n ) dan terdiri dari batupasir tufaan berwarna putih abu-abu yang banyak mengandung fosil vertebrata dan molluska air tawar. Sisipan yang terdapat dalam satuan i n i berupa batulempung abu-abu dengan ketebalan 2 3 meter, breksi berwarna abu-abu dengan ketebalan 3 - 5 meter, serta lensa-lensa konglomerat yang mempunyai u k u r a n butir kerakal dan banyak mengandung fosil vertebrata. Singkapan yang baik dari satuan ini terdapat di bagian selatan bukit Patiayam, y a i t u di sekitar G . Slumprit. Tempat ini merupakan lokasi-tipe dari nama formasi yang diusulkan u n t u k satuan ini. Penyebaran satuan m a k i n meluas ke arah t i m u r (Foto no. 3). V e n E s ( 1 9 3 1 ) menyatakan bahwa umur dari satuan i n i adalah Plestosen Tengah. Berdasarkan kesebandingan kandungan fosil vertebrata dan molluska air tawar dengan daerah Sangiran, m a k a kelompok peneliti Pus P 3 N memberikan u m u r Plestosen B a w a h pada satuan i n i serta mengusulkan nama " f o r m a s i S l u m p r i t " u n t u k n y a . 4.
Satuan tufa-konglomerat
(Plestosen
Tengah).
Satuan i n i terletak secara selaras d i atas satuan batupasir tufaan (formasi S l u m p r i t ) dan terdiri dari t u f a dan konglomerat berwarna putih kekuningan, berukuran butir kerikil-kerakal dengan c i r i khas memperlihatkan s t r u k t u r sedimen silang siur. B r e k s i dan batupasir konglomeratan dengan ketebalan 3 — 5 meter dijumpai sebagai sisipan dalam satuan i n i . Penyebaran satuan ini sebagian besar terdapat d i bagian barat daerah penelitian dan menipis ke arah timur. Pada u m u m n y a satuan tersingkap di puncak-puncak perbukitan dan m e m p u n y a i sudut kemiringan yang kecil y a i t u 7 — 9 derajat. Singkapan yang c u k u p baik terdapat d i sekitar desa Kedungmojo yang merupakan lokasi-tipe dari nama formasi yang diusulkan u n t u k satuan i n i . Dalam satuan i n i tidak dijumpai fosil. V a n E s ( 1 9 3 1 ) menyatakan bahwa u m u r dari satuan ini adalah Plestosen Atas. K e l o m p o k peneliti Pus. P 3 N menentukan u m u r dari satuan i n i berdasarkan posisi stratigrafi dan korelasi dengan 3
f*
lapisan batuan yang serupa di daerah Sangiran (Gambar 4). D i daerah Sangiran, satuan i n i mirip dengan litologi formasi K a b u h yang berumur Plestosen Tengah. F o r m a s i K a b u h terdiri dari t u f a dan konglomerat yang m e n u n j u k k a n s t r u k t u r sedimen silang siur. Berdasarkan h a l tersebut, m a k a kelompok peneliti Pus. P 3 N dalam laporan ini menyatakan b a h w a u m u r dari satuan ini adalah Plestosen Tengah dan mengusulkan nama " f o r m a s i K e d u n g m o j o " u n t u k n y a (Foto no. 4).
telah mengalami pengangkatan dan erosi. Endapan aluvium terdiri dari pasir tufaan dan pasir konglomeratan lepas, bongkah batuan breksi, dan agglomerat yang merupakan hasil kikisan dari batuan yang lebih t u a dan terbawa oleh aliran sungai-sungai sekarang d i daerah penelitian. Endapan-endapan ini h a n y a dijumpai di bagian selatan daerah penelitian dan mempunyai umur Holosen.
1 9 3 1 , Sartono 1 9 6 1 ) . Perbedaan kedua daerah tersebut terletak pada lingkungan pengendapannya. D i daerah Sangiran, formasi Pucangan mempunyai fasies danau, sedangkan di daerah Patiayam lingkungan pengendapan "formasi Slumprit" adalah fluviátil. Berdasarkan kesebandingan kejadian tersebut, maka "formasi Slumprit" diperkirakan mempunyai umur Plestosen B a w a h . Dalam formasi i n i banyak dijumpai sisipan breksi. Rupa-rupanya sampai kala Plestosen Bawah, terjadi beberapa kali erupsi G . Muria tua.
5.
IV.
Pada kala Plestosen Tengah diendapkan satuan tufa dan konglomerat dari "formasi K e d u n g m o j o " dengan lingkungan pengendapan fluviátil. Sisipan breksi dalam formasi ini menandak a n bahwa erupsi G . M u r i a t u a berlangsung terus sampai kala Plestosen Tengah. Pada a k h i r kala Plestosen Tengah, terjadi erupsi G . M u r i a muda yang menghasilkan endapan lahar yang bersifat agglomerat dari " f o r m a s i S u k o b u b u k " . A k i b a t pengendapan lahar yang c u k u p tebal i t u , m a k a terjadilah pembebanan yang mengakibatkan satuan tufa "formasi Kedungmojo" dan satuan batupasir tufaan "formasi S l u m p r i t " tertindih dan miring. Gejala ini dikenal sebagai " t i l t i n g " . Selain i t u pem bebanan tersebut mengakibatkan terjadinya patahan-patahan normal yang berarah baratd a y a — timurlaut.
Satuan agglomérat (Plestosen Tengah bagian atas — Plestosen Atas bagian bawah)
Satuan i n i yang dibatasi oleh bidang erosi dengan satuan-satuan batuan yang lebih t u a d a r i n y a , pada u m u m n y a terdiri dari agglomérat dengan fragmen batuan beku leusit-andesit berukuran butir kerakal, membundar baik, kemas t e r b u k a , dengan masa dasar pasir tufaan berbutir halus sampai sedang. Pada satuan ini banyak dijumpai sisipan tufa, dan breksi dengan fragmen berukuran kerikil-kerakal dengan butir menyudut tanggung, bersifat andesitis, kemas terbuka, dengan masa dasar pasir tufaan. T e b a l sisipan breksi berkisar antara 7 — 10 meter, sedangkan satuan agglomérat m e m p u n y a i ketebalan kurang lebih 3 0 0 meter (Foto no. 5). Satuan ini sebagian besar tersingkap d i bagian utara daerah penelitian dan menipis ke arah selatan. Singkapan yang baik dapat diamati d i sekitar desa S u k o b u b u k d i sebelah utara daerah b u k i t Patiayam. V a n E s ( 1 9 3 1 ) menyatakan b a h w a umur dari satuan i n i adalah Plestosen Atas. K e l o m p o k penelit i Pus P 3 N menentukan u m u r satuan i n i berdasark a n korelasi kejadian aktivitas volkanik Notopuro dengan aktivitas volkanik Muria. Berdasarkan hal tersebut, m a k a kelompok peneliti Pus P 3 N dalam laporan i n i memberikan umur adalah Plestosen Tengah bagian Atas sampai Plestosen Atas bagian bawah pada satuan agglomérat i n i dan mengusulkan nama "formasi S u k o b u b u k " untuknya. 6.
Endapan undak sungai dan aluvium (Holosen).
Endapan undak sungai terdiri dari pasir tufaan dan pasir konglomeratan, bersifat tidak k o m p a k , dan merupakan endapan aluvium t u a
4
yang
SEDIMENTASI.
Sejarah sedimentasi daerah penelitian dimulai pada kala Miosen Atas bagian atas ( N 18, zonasi B l o w ) . Hal i n i didasarkan atas lapisan batuan tertua yang tersingkap di daerah penelitian. Pada kala tersebut, daerah penelitian merupakan suatu cekungan lautan yang diisi oleh endapan batulempung biru dari " f o r m a s i J a m b e " , dengan lingkungan pengendapan neritik dangkal. Sampai kala Pliosen Tengah, terjadi susutlaut yang mengakibatkan cekungan lautan tersebut semakin dangkal yang dicirikan oleh endapan batulempung hitam mengandung fosil Rotalia beccarii d i bagian atas. Pada a k h i r pengendapan batulempung i t u , kegiatan volkanisma sudah mulai ada yang ditandai oleh sisipan breksi d i bagian atas satuan batulempung tersebut. Setelah kala Pliosen Tengah, m a k a terjadi pengangkatan yang dikenal sebagai orogenesa Plio-Plestosen. Pengangkatan tersebut disertai oleh aktivitas gunung api Muria t u a yang menghasilkan endapan breksi "formasi K a n c i l a n " . Fenomena geologi serupa terjadi d i daerah Sangiran dan sekitarnya. D i daerah i n i setelah pengendapan batulempung biru dari F o r m a s i Kalibeng Atas, terjadi pengangkatan yang disertai aktivitas gunung api dan menghasilkan endapan B r e k s i I (Sartono 1 9 6 1 ) . D i daerah penelitian pengangkatan tersebut menyebabkan cekungan berubah menjadi darat. I n i ditandai oleh b a n y a k n y a kandungan fosil vertebrata dan molluska air tawar dalam satuan batupasir tufaan "formasi S l u m p r i t " yang terletak secara selaras di atas satuan breksi "formasi Kancilan". D e m i k i a n juga h a l n y a d i daerah Sangiran, di m a n a di atas satuan Breksi I diendapk a n formasi Pucangan yang banyak mengandung fosil vertebrata dan molluska air tawar (van E s
Pada kira-kira pertengahan kala Plestosen Atas, terjadilah pengangkatan dan pelipatan yang mengakibatkan terbentuknya s t r u k t u r kubah Patiayam. G a y a pelipatan i t u sendiri diakibatkan oleh longsornya G . Muria muda ke arah tenggara. A k i b a t gaya pengangkatan tersebut, m a k a letak aliran K a l i (sungai) J u w o n o mengalami perpindahan dari utara ke daerah selatannya dan menyebabkan terjadinya undak sungai seperti terdapat d i daerah penelitian. K a l i J u w o n o sekarang yang terdapat di bagian selatan daerah penelitian mempunyai arah aliran barat-timur. Pada kira-kira kala Sub Holosen terjadi pengangkatan yang tidak disertai dengan pelipatan, tetapi disertai oleh aktivitas gunung api yang menghasilkan endapan breksi volkanik seperti yang tersingkap d i sekitar G . Muria d i luar daerah penelitian. Sedimentasi
yang
berlangsung
hingga
saat
i n i berupa endapan aluvium yang merupakan hasil kikisan (erosi) terhadap batu-batuan yang lebih t u a . Satuan yang terakhir i n i diendapkan secara tidak selaras d i atas satuan-satuan batuan yang lebih t u a tersebut. V.
PALEONTOLOGI V E R T E B R A T A
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, daerah yang diteliti termasuk daerah yang k a y a akan fosil vertebrata. H a l i n i dapat dihnat dari fosil yang d i k u m p u l k a n dari daerah bersangkutan. F o s i l yang didapat terdiri dari berbagai macam golongan, antara lain : Mammalia, R e p t i l i a dan Pisces. Golongan Mammalia terdiri dari familia: Bovidae, Cervidae, Elephantidae, Rhinocerotidae, Suidae, dan Felidae. Sedangkan dari golongan R e p t i l i a ditemukan familia: Crocodylidae dan Trionychidae y a i t u sejenis kura-kura air tawar. Golongan Pisces diwakili oleh familia Pimelodidae subordo Siluroidea, y a i t u semacam i k a n lele. Pemberian nama dari masing-masing yang didapat adalah sebagai berikut: 1.
Spesimen dari Bovidae
fosil
ialah :
— Bos bubalus Palaeokarabau (Dubois) : tengkorak. — Bos bantengpalaeosondaicus (Dubois) : molar no. 2 dari rahang bawah sebelah kanan. — Bos sp.
:
— Bos sp.
:
molar no. 3 dari rahang atas sebelah k i r i . (Foto no. 6).
2.
Fragmen tulang (tibia) (Foto no. 7).
Spesimen dari Cervidae — Cervus stehlini
kaki
ialah :
Koenigswald : molar no. 3 dari rahang atas sebelah k i r i (Foto no. 8d).
— Cervus problematicus Koenigswald : molar no. 2 dari rahang bawah sebelah kanan ( F o to no. 8b). — Cervus javanicus :
Martin molar no. 3 dari rahang
5
bawah sebelah k i r i dan angga sebelah k i r i . (Foto no. 8c dan db). — Cercus zwaani
— Cercus lydekkeri
Koenigswald : angga sebelah k a n a n . (Foto no. da). Martin : promolar no. 1 , 2, dan molar no. 1 , 2, dan 3 dari rahang atas sebelah k i r i . (Foto no. dc).
muntjak kendengensis ( S t r e m m i ) : angga sebelah k i r i . (Foto no. 8a).
— Muntiacus
Spesimen dari Elephantidae — Elephas sp.
ialah :
lamela gigi dan
:
(Foto — Stegodon
no.
lOdanllb).
Martin
trigonocephalus gigi-
:
Spesimen dari Rhinocerotidae — Rhinoceros
gading.
ialah
sondaicus Desmarest gigi molar dari rahang atas sebelah k i r i . (Foto no. llc).
Spesimen dari Suidae ialah : — Sus brachygnathus Dubois : molar no. 3 dari rahang atas sebelah kanan. Spesimen dari Felidae — Felis sp.
:
ialah :
8.
sp.
:
10.
sp.
:
12a).
ialah :
ialah :
bagian dari dan d u r i patil.
Spesimen dari Hominidae — Homo erectus
6
:
no.
bagian dari plastron. (Foto no. 12b).
Spesimen dari pimelodidae — Pimelodus
ialah :
: gigi. (Foto
Spesimen dari Trionychidae — Chitra sp.
D i bawah i n i disajikan tabel lokasi fosil vertebrata yang didapat d i daerah penelitian.
Spesimen
Lokasi (lihat peta geologi)
Felis sp. Sus brachygnathus Cercusjacanicus Cercus zwaani Cercus lydekkeri > S ud o Muntiacus muntjak kendengensis Rhinoceros sondaicus Stegodon trigonocephalus Elephas sp. Homo erectus Bos banteng palaeosondaicus Bos sp. Pimelodus sp. Bos bubalus palaeokarabau Cercus stehlini Cercus problematicus Crocodilus Chitra sp.
sp.
> Slumprit
> Kaliwuluh
Ketileng.
canine sebelah kanan.
Spesimen dari Crocodylidae — Crocodilus
Fosil-fosil tersebut d i atas semuanya ditemukan d i dalam endapan satuan batupasir tufaan "formasi S l u m p r i t " yang berumur Plestosen B a w a h , sehingga kelompok peneliti Pus. P 3 N menarik kesimpulan bahwa fosil-fosil tersebut juga berumur Plestosen B a w a h .
ialah :
premolar.
tengkorak
di daerah penelitian tidak jauh berbeda sifatnya dari daerah k u b a h Sangiran. H a l ini dapat dilihat dari j u m l a h spesimen maupun taksa vertebratanya. V a n E s ( 1 9 3 1 ) telah mengumpulkan pula fosil vertebrata dari daerah penelitian dan kemudian fosil-fosilnya dideterminasi oleh Martin. J u m l a h taksa yang didapat oleh kelompok peneliti Pus.P3N lebih banyak j i k a dibandingkan dengan j u m l a h taksa yang didapat oleh van E s ( 1 9 3 1 ) . Hal i n i dapat dilihat pada tabel perbandingan fosil vertebrata yang didapat oleh van E s ( 1 9 3 1 ) dan kelompok peneliti Pus.P3N ( 1 9 7 8 ) berikut i n i . Spesimen
No.
1. Felis sp. 2. Sus brachygnathus 3. Bos bubalus palaeokarabau 4. Bos banteng palaeosondaicus 5. Bos sp. 6. . Cercus stehlini 7. Cercus problematicus 8. Cercus jacanicus 9. Cercus zwaani 10. Cercus lydekkeri 11. Cercus sp. 12. Muntiacus muntjak kendengensis 13. Rhinoceros sondaicus 14. Stegodon trigonocephalus 15. Stegodon sp. 16. Elephas sp. 17. Crocodilus sp. 18. Chitra sp. 19. Pimelodus sp. 20. Homo erectus.
van Es (1931)
Peneliti P4IN
flV/S) -H
+ +
+ + + + + + +
+-
+
+
+ -H -H
SARAN. Mengingat b a n y a k n y a fosil vertebrata yang d i t e m u k a n d i daerah penelitian, ada b a i k n y a sebagai kelanjutan dari penelitian i n i d i l a k u k a n penyelidikan yang lebih mendalam tentang fosil tersebut serta kemungkinan adanya artefak. U n t u k i t u penggalian secara teratur dan sistematis sangat diperlukan d i tempat-tempat tertentu seperti pada lokasi desa Sudo dan G . S l u m p r i t . Selain i t u perlu d i l a k u k a n penelitian Palinologi, y a i t u penelitian terhadap fosil serbuk sari ( " p o l l e n " ) , u n t u k mengetahui lingkungan pengendapan serta korelasi masing-masing satuan batuan. Fosil-fosil tersebut semuanya penting u n t u k mempelajari lebih lanjut paleoekologi daerah bersangkutan.
-H
DAFTAR
+
1.
+ + +
B a d o u x , D.M., 1959 : F o s s i l Mammals F r o m T w o Fissure Deposits at Punung ( J a v a ) . Thesis Utrecht.
2.
Bemmelen, R.W. van, 1 9 4 9 : T h e Geology of Indonesia, T h e Hague Martinus Nijhoff, V o l . I A & V o l . I B .
3.
E s , L . J . C . van, 1 9 3 1 : T h e age of Pithecanthropus, T h e Hague Martinus Nijhoff,
+ + + + +
-H
3. Keadaan geologi K w a r t e r daerah penelitian mirip dengan daerah Sangiran. Oleh karena itu daerah penelitian m e m i l i k i geologi K w a r t e r yang c u k u p penting.
Holland. 4.
Koenigswald, G . H . R . von, 1 9 3 3 : Beitrag zur Kenntnis der fossilen Wirbeltiere Javas, Weten. Med. v.d. Mijnbouw i n Ned. Indie no. 2 3 .
5.
1 9 4 0 : Neue Pithecanthropus F u n d e 1 9 3 6 — 1 9 3 8 , Weten. Meded. in Ned. Indie no. 4 0 .
6.
Sartono, S., 1 9 6 1 : Notes on a new find o f a Pithecanthropus mandible. Publikasi K e i l m u a n Seri Paleontologi, J a w a t a n Geologi Bandung.
7.
1 9 7 6 : T h e Genesis of Solo Terraces. Modern Quaternary Research in Southeast A s i a , V o l . 2 , p. 1—21
Tabel perbandingan fosil vertebrata yang ditemukan.
Lokasi-lokasi fosil tersebut semuanya terletak di bagian selatan daerah penelitian, sedangkan di bagian u t a r a n y a sampai saat i n i belum pernah ditemukan fosil vertebrata. H a l i n i kemungkinan besar disebabkan karena daerah bagian utara ditutupi oleh endapan volkanik m u d a dari gunung api Muria, y a i t u satuan agglomérat " f o r m a s i S o k o b u b u k " yang berumur Plestosen Atas. Ditinjau dari sifat dan batuannya, m a k a daerah penelitian tidak jauh berbeda dari batuan di daerah kubah Sangiran. H a l i n i dapat dilihat dari w a r n a satuan batuan dari kedua daerah tersebut. Selain i t u kandungan fosil vertebrata
Keterangan :
+ —
= =
ditemukan tidak ditemukan.
VI.
KESIMPULAN.
dari
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil hasil penelitian i n i adalah sebagai b e r i k u t :
1 . Daerah penelitian merupakan daerah yang cukup banyak mengandung fosil vertebrata, terutama yang terdapat dalam satuan batupasir tufaan " f o r m a s i S l u m p r i t " yang c u k u p tebal. 2. Selama penelitian dilakukan dijumpai adanya artefak.
belum
PUSTAKA.
1
VII.
SUMMARY.
Physiographically, the Patiayam area is included i n the Zone of the Quarternary Volcanoes and the A l l u v i a l Plain of North Java. T h e morphological units consist of a mountainous and a flat region. T h e general stratigraphy of the investigated area from the oldest to the youngest layer is as follows : marine claystone, lacustrine claystone, volcanic breccia, tuffaceous sandstone, tuffaceous conglomerate, agglomerate, river terrace deposits, and alluvium. T h e oldest layer dates from the Upper T e r t i a r y and contains many marine mollusks and foraminifera. T h e tuffaceous sandstone unit w h i c h dates from the L o w e r Pleistocene contains vertebrate fossils and fresh water mollusks. I n this report a stratigraphie nomenclature is proposed for the above new formations as follow : " J a m b e f o r m a t i o n " for the claystone u n i t ; " K a n c i l a n f o r m a t i o n " for the volcanic breccia u n i t ; " S l u m p r i t f o r m a t i o n " for the tuffaceous sandstone u n i t ; "Kedungmojo format i o n " for the tuffaceous conglomerate u n i t ; and "Sukobubuk formation" for the agglomerate u n i t . T h i s nomenclature is based on the considerat i o n that up until now, to these units have never
8
been given formal names in accordance w i t h the stratigraphy of the area concerned. T h e investigated area had been subjected by orogenic movements at the end of the T e r t i a r y period forming the Old Muria volcano. E r u p t i o n s from this volcano continued through the end of the Pleistocene period. T h e last eruption produced the agglomerate deposit of the " S u k o b u b u k formation". T h e history of sedimentation of the investigated area is very similar to that of the Sangiran region and its surroundings. T h e similarities are based on the lithofacies of the strata as well as b y the identical characters of vertebrate fossils contained in the layers of both areas. T h e marine and lacustrine claystone unit of " J a m b e f o r m a t i o n " can be correlated w i t h the Upper Kalibeng formation, while the volcanic breccia unit of " K a n c i l a n f o r m a t i o n " can be compared w i t h Breccia I of the Pucangan formation, and the " S l u m p r i t f o r m a t i o n " is comparable to the Pucangan formation. Furthermore the tuffaceous conglomerate of "Kedungmojo f o r m a t i o n " is identical w i t h the K a b u h formation, and the agglomerate u n i t of " S u k o b u b u k f o r m a t i o n " can be compared w i t h the " N o t o p u r o f o r m a t i o n " .
VIII. LAMPIRAN-LAMPIRAN. A.
TABEL
1.
D A F T A R GAMBAR DAN FOTO. Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar
1. 2. 3. 4. 5.
: : : : :
Peta situasi daerah Patiayam ( J a w a Tengah). Peta Fisiografi J a w a Tengah. K o l o m stratigrafi daerah Patiayam. K o l o m kesebandingan stratigrafi Sangiran-Patiayam. Peta Geologi Daerah Patiayam.
Foto-foto : Fotono.
1 . : Satuan morfologi perbukitan bergelombang yang dikenal sebagai kompleks perbukitan Patiayam dan terdapat d i bagian tengah daerah penelitian. ( F o t o diambil dari selatan ke utara).
F o t o no.
2 . : Singkapan batulempung hitam dari "formasi mengandung fosil molluska dan foraminifera.
Foto no.
3 . : Singkapan satuan batupasir tufaan "formasi S l u m p r i t " yang banyak mengandung fosil vertebrata dan molluska air tawar. ( F o t o diambil pada lokasi G . S l u m p r i t ) .
F o t o no.
4 . : Satuan tufa-konglomerat "formasi K e d u n g m o j o " struktur sedimen silang siur ("cross bedding").
Fotono.
5 . : Sisipan breksi lahar satuan agglomerat sebelah selatan desa S u k o b u b u k ) .
F o t o no.
6 . : Bos. sp. Molar 3 dari rahang bawah sebelah k i r i .
Fotono.
7 . : Bos. sp. Fragmen tulang k a k i .
F o t o no.
8 . : a. Muntiacus
muntjak
kendengensis
Jambe"
"formasi
dengan
bagian
atas yang
banyak
ciri khas memperlihatkan
Sukobubuk".
(Foto
diambil
di
stremmi
b. Cervus problematicus v.K. c. Cervus javanicus v . K . d. Cervus stehlini v . K . F o t o no.
9 . : a. Cervus zwaani v . K . b. Cervus javanicus Martin c. Cervus lydekkeri Martin.
F o t o no. 1 0 . : Elephas
sp.
F o t o n o . 1 1 . : a. Elephas sp. b. Elephas sp. c. Rhinoceraus F o t o no. 1 2 . : a. Crocodilus b. Chitra sp.
sondaicus. sp.
11
LAUT
JAWA
u
z
2
5
ul
(9
1 s i s X
I ff < 2
S E
H JE
M
o
i
J
2
S i
4
O
m
c
3 0 km
Volkanik
T * g
4 • •
gg&fl
K u b a h dan Punggungan pusat Depresi Z o n e pusat D e p r e s i Jawa dan Randublatung
X///X
Pegunungan
•
Rembang
Antiklinorium Serayu Utara dan Kendeng
Selatan
i jÍ* JÉ o t-o «
OT O j *
Z
\ o o o o ( o o o o o / o o o o ) O o o o o o o o o o
< m
o
o o o o
o o
o
o
o
o
o o o
o o
o o o
o
4 z
o o
? E S .' o f
! | i • -o
ifll
(D S
•
E
1m =Z
>
> >
>
>
1 1 , 1 1
> 991
99<
1Y1Y1Y
3
3
¡5
«
m
<
922 <
z 'z
2 z
3
9£<
z <
CE
z
1,1
II
<
< 3
4
o
B £JE b «-S « E- c ° ji * ft o J P 3 i . o .9-
3 3
>
09 <
3
U)
>
o
009 <
UI
z 4 3 I<x m
II e c a S o E
•
Antiklinorium
SP
S '
P2.
E
Kwarter
Dataran Aluvium Jawa Utara
• 5 E °
E
¿
— O a -X J
2 CE
•
m
E S
S*
(ox
OL
Z UI 3 3
5 m
3 CE
s o
10
Daerah
4 Z
Penyelidikan
CE 3
Gambar 2 12
: Peta Fisiografi J a w a Tengah.
z
x n 9 n a o HVMV8
N3S010H
-
x
N V I 9 V S SV1V
SV1V N V I 9 V 8 H V 9 N 3 1
n
s
N3S01S33d N3S01S33d
„nudwms,
3 8 N
N3S01S3Td) HV9N31 -0Hd(
NVI9V8
w r
N3S0nd-SV.LV SV1V
N3S0IW
3
13
xneneoxns
CO
OPON -SNdOSX
uadNnns
NVUONVX
a
a
N
v r
CT) a.
E o >. o
<
o CL
I
>
E o CD
oandoioN 00 N
UJ NVSNVOnd
Hnavx
SVJ.V
o
9N38I1VX
O H- < < Z — ci —>
a
-IH
>
+3 CS CU
o c
ill
>> cs
E a
CT)
I ! ! I i i I I f j I||
i
s i ¡ Í
Q
o 2
o «1
I-
o
CD
CTa
<0
OD
an
AJ
DJ|
f
3 -»
o
C
CO
CS
o S
to a
a
3
o. E
O CD
CO
2
o. E
OD
• iH
es SH
o m
C
CS
OD C
• t-U
T3 S
to
E
CT)o>. O
! :
S.
O Jd S
o Z
.í o c -J
o a. * E
Z !
a a E
o
O
'o
o o m o
oandoioN
NI 01
H
NV SVJ.V ONvond
na v X
9N 3BInV X
es es O
c
o l_ CT C O
, © 3 O C C O o -* ° o
CO
o m
2
3 O
\o
fe
:>0 i »
o
E o
ë
CT
! o um 3
O 3 CD
(r 3
1
Z
N 3 S 0 1 S 3
3
d
14
IH
3
1
d
V
M
n
d *
o <
o 3 o m
0)
N 3 S 0 I d
d
1
a
o CT C
O
« N
T
o 3 o m
"d
a
S
3
0
I
N
T~ 15
D.
FOTO-FOTO
F o t o no. 1 :
F o t o no. 2
16
Satuan morfologi perbukitan bergelombang yang dikenal sebagai kompleks perbukitan Patiayam dan terdapat d i bagian tengah daerah penelitian. ( F o t o diambil dari selatan ke utara).
: Singkapan batulempung hitam dari "formasi J a m b e " bagian atas yang banyak mengandung fosil molluska dan foraminifera.
F o t o no. 3 :
F o t o no. 4
Singkapan satuan batupasir tufaan " f o r m a s i S l u m p r i t " yang banyak mengandung fosil vertebrata dan molluska air tawar. ( F o t o diambil pada lokasi G . S l u m p r i t ) .
Satuan tufa-konglomerat " f o r m a s i K e d u n g m o j o " dengan ciri khas memperlihatkan struktur sedimen silang-siur ("cross bedding"). 17
F o t o no. 5 :
Sisipan breksi lahar satuan agglomérat "formasi S u k o b u b u k " . ( F o t o diambil di sebelah selatan desa S u k o b u b u k ) .
F o t o no. 7 : Bos. sp. Fragmen tulang k a k i .
F o t o no. 8 : a. Muntiacus problematicus v.K.
muntjak kendengensis v . K . c. Cervus javanicus
stremmi; b. v . K . d. Cervus
Cervus stehlini
19
F o t o no. 10 : Elephas
sp.
UNDAK S U N G A I BERDASARKAN
Unit
BAKSOKO
ANALISA
FOTO
Paleoekologi-Radiometri
NO. 19B
Penyusun Laporan : S. Sartono S. Hidayat J . Zaim U.P. Nababan T . Djubiantono.
Proyek Penelitian dan Penggalian Purbakala Departemen P & K
UDARA
Copyright Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional 1978
D A F T A R
I S I Halaman
L
II.
III. Dewan Redaksi : Satyawatl Rumbi R. P.
Suleiman Mulia
Soejono
Soejatmi H asan M.
Safari Ambary
ketua wakil
ketua
anggota anggota
PENDAHULUAN
27
1.
Maksud dan tujuan penelitian
27
2.
Waktu serta lamanya penelitian
27
3.
Metoda penelitian
27
4.
L o k a s i daerah penelitian
27
5.
Personalia
27
6.
Ucapan terima kasih
27
G E O L O G I UMUM
DAERAH PENELITIAN
28
1.
Keadaan morfologi
28
2.
Stratigrafi daerah penelitian
28
PENELITIAN UNDAK
SUNGAI BAKSOKO
29
1.
Latar belakang penelitian
29
2.
Para peneliti terdahulu
29
3.
Hasil-hasil penelitian Kelompok Pus P 3 N
30
4.
Pembahasan
31
anggota
IV.
PALEONTOLOGI V E R T E B R A T A
33
V.
KESIMPULAN
34
Daftar Pustaka
34
SUMMARY
36
VI.
VII. LAMPIRAN-LAMPIRAN A.
Daftar gambar dan foto
37 .•. . .
37
B.
Gambar-gambar
38
C.
Foto-foto
5°
Percetakan Offset P.T. " R O R A K A R Y A " - J a k a r t a .
25
L 1.
PENDAHULUAN Maksud dan tujuan penelitian.
Penelitian ini dimaksudkan u n t u k mengetahui lebih terperinci tentang undak sungai k h u s u s n y a dan keadaan geologi u m u m n y a dari h u l u K a l i Baksoko yang ditafsirkan dari data foto udara. Beberapa peneliti terdahulu telah banyak melakukan berbagai penyelidikan geologi terhadap undak sungai B a k s o k o , maupun penelitian arkeologi yang didasarkan atas beberapa metoda. N a m u n demikian berbagai penelitian tersebut belum menggunakan metoda penafsiran foto udara. Dengan menggunakan analisa foto udara, diharapkan dari cara itu akan memperoleh lebih banyak data geologi serta melengkapi hasil dari para peneliti terdahulu. 2.
Waktu serta lamanya penelitian.
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, y a i t u pertama dilakukan di Bandung dengan membuat analisa peta berdasarkan foto udara d i Laboratorium Geologi — Institut Teknologi Bandung dan di Seksi Geologi F o t o — Direktorat Geologi B a n dung selama lebih kurang I B hari. Tahap ke dua d i l a k u k a n di lapangan u n t u k melakukan penelitian langsung serta m e l a k u k a n tinjauan uji (checking) terhadap hasil interpretasi foto udara yang telah dilakukan d i kedua laboratorium tersebut. Penelitian lapangan d i l a k u k a n selama 4 0 hari dan dimulai dalam bulan Mei sampai dengan bulan Juni 1978. 3.
Metoda penelitian.
D i dalam melakukan analisa foto udara i n i , telah digunakan alat stereoskop cermin merek T o p c o n buatan Jepang. F o t o udara daerah yang dianalisa diperoleh dari Seksi Geologi F o t o — Direktorat Geologi Bandung. Penafsiran foto udara ini d i l a k u k a n secara kwalitatif dan kwantitatif. Dalam penafsiran kwalitatif d i l a k u k a n penafsiran terhadap rona (tona), tekstur, pola (kelurusan bentuk morfologi), u k u r a n , bayangan, hubungan dengan daerah sekitarnya, pengenalan pola aliran sungai, berbagai bentuk bentang alam, tetumbuhan dan lain sebagainya. Sedangkan penafsiran kwantitatif dilakukan terhadap besarnya jurus serta kemiringan
lapisan batuan, besarnya sudut lereng serta ketinggian relatif dari suatu b u k i t . 4.
L o k a s i daerah penelitian.
L o k a s i daerah penelitian dapat dilihat pada peta indeks (Gambar 1), yang termasuk ke dalam daerah Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan, D T - I J a w a T i m u r . Secara geografis daerah penelitian terletak pada 8°6'4B" — 8° 1 0 ' L i n t a n g Selatan dan 4 ° 1 3 ' 1 1 " - 4°1S'B6" Bujur T i m u r dari J a k a r t a . D i dalam peta topografi skala 1 : B 0 . 0 0 0 terbitan Direktorat Geologi Bandung, daerah penelitian termasuk dalam lembar peta no. 4 9 / X L I I I - B ( 8 9 - B ) , dengan luas daerah lebih kurang B0 k m 2 (6 x 10 k m ) . 5.
Personalia.
Penelitian d i l a k u k a n oleh kelompok Unit Ekologi dan Radiometri I T B yang terdiri dari: 1. Prof. Dr. S. Sartono, sebagai penasehat dan ahli geologi. 2. Drs. S y a r i f Hidayat, sebagai K e p a l a T e a m lapangan dan ahli vertebrata. 3. J a h d i Z a i m , sebagai asisten geologi. 4. U l a m P. Nababan, sebagai asisten geologi. 5. T o n y Djubiantono, sebagai asisten geologi. 6.
Ucapan terima kasih.
Dalam kesempatan ini Kelompok peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada: — Drs. Prajogo, dari K a n w i l P dan K Surabaya, yang telah bersusah payah menguruskan izin penelitian lapangan dari Gubernur D T - I Jawa Timur. — B u p a t i Pacitan dan Camat Kecamatan Punung, yang telah memberikan izin penelitian di daerah Punung. — Toes, baik sebagai K a n w i l P dan K Punung maupun sebagai keluarga yang telah banyak memberikan bantuan berupa berbagai i n formasi dan fasilitas tempat tinggal selama penelitian dilakukan d i lapangan. — Seksi Geologi F o t o — Direktorat Geologi Bandung u n t u k fasilitas yang diberikan dalam melakukan analisa foto udara daerah bersangkutan. 27
T a n p a bantuan mereka tersebut d i atas, penelitian tidak akan berjalan baik dan lancar. n.
G E O L O G I UMUM D A E R A H P E N E L I T I A N .
1.
Keadaan morfologi.
Daerah penelitian yang termasuk dalam Z o n a Pegunungan Selatan J a w a T i m u r (Bemmelen 1 9 4 9 ) , mempunyai bentuk morfologi " k a r s t " berupa onggokan-onggokan bukit yang ditempati oleh batu-gamping terumbu berumur Miosen. Topografi ini terbentuk akibat erosi yang kuat pada batugamping terumbu yang berselingan dengan endapan klastika. Erosi tersebut m u l a i terjadi pada kala Pliosen sewaktu pegunungan ini terangkat (Sartono 1 9 6 4 ) , tetapi Verstappen (1975) mengemukakan bahwa erosi tersebut terjadi pada k a l a Plestosen Tengah. D i samping adanya topografi " k a r s t " , d i daerah penelitian banyak dijumpai adanya sungai bawahtanah dan gua. D i dalam berbagai gila i n i oleh para peneliti terdahulu telah dilakukan penggalian dan penelitian terhadap sisa kehidupan manusia purba dan fosil vertebrata. 2.
Stratigrafi daerah penelitian.
Beberapa peneliti terdahulu yang telah melakukan penyelidikan geologi di daerah tersebut d i antaranya adalah: L e h m a n n ( 1 9 3 8 ) , Chardin ( 1 9 3 8 ) , Pannekoek ( 1 9 4 9 ) , Bemmelen (1949), T e r r a ( 1 9 4 3 ) , Marks ( 1 9 5 6 ) , dan Sartono ( 1 9 6 4 ) . Stratigrafi daerah Punung secara u m u m terdiri dari berbagai formasi berumur Tersier sampai Holosen. K e d u d u k a n formasi tersebut dari tua ke muda telah disusun oleh Sartono ( 1 9 6 4 ) sebagai b e r i k u t (Gambar 2) : Formasi
Besole
(Oligosen).
Formasi Besole terdiri dari berbagai batuan b e k u berupa dasit, tonalit, tufa dasitis dan andesit. K e d u d u k a n batuan i n i satu dengan l a i n n y a adalah: batuan beku tonalit terbentuk terlebih dahulu karena batuan beku ini ditutupi oleh batuan beku dasit, dan yang terakhir ini ditutupi oleh batuan t u f a dasitis. B a t u a n beku termuda dari F o r m a s i Besole adalah batuan beku andesit. Formasi atas 28
Jaten (Miosen
Bawah
bagian
bawah)
F o r m a s i ini terletak secara tidak selaras di F o r m a s i Besole dan terdiri dari batupasir
kwarsa, batupasir berbutir kasar, batupasir aglomeratan, batupasir lempungan, batulempung, sisa tetumbuhan yang t e r k e r s i k k a n , dan lignit. Ketebalan Formasi Jaten adalah 90 meter. Formasi
W uni (Miosen
Bawah,
T.e.5).
Formasi Wuni yang berumur Miosen B a w a h ( T . e . 5 ) terletak selaras di atas Formasi Jaten dan terdiri dari batuan aglomerat andesit yang tidak menunjukkan adanya perlapisan, dengan sisipan batupasir t u f a dan batupasir berbutir kasar. D i bagian atas dari formasi i n i terdapat sisipan batugamping. Ketebalan formasi i n i menurut Sartono ( 1 9 6 4 ) adalah sekitar 150 meter. Formasi
Nampol
(Miosen
Bawah
bagian
atas)
Formasi ini terletak selaras di atas Formasi Wuni dan terdiri dari batupasir aglomerat, batupasir, batupasir lempungan, konglomerat, dan lignit. Ketebalan F o r m a s i Nampol kurang lebih adalah 60 meter. Formasi
Punung
(Miosen
Tengah — Atas,
T.f.1—3)
Secara tidak selaras di atas Formasi Nampol diendapkan Formasi Punung yang terdiri dari dua fasies y a i t u fasies gampingan dan fasies klastika. Fasies gampingan terdiri dari batugamping terumbu dan napal gampingan yang k a y a akan fosil foraminifera besar seperti Cycloclypeus sp., Lepidocyclina sp., Operculina sp., dan lain-lain. Fasies klastika terdiri dari batupasir tufaan, batulempung, dan batugamping klastika konglomeratan yang banyak mengandung fosil seperti Flosculinella sp., Echinoides dan berbagai foraminifera kecil. Oleh Sartono ( 1 9 6 4 ) Formasi Punung ini telah dibagi menjadi 13 anggota. Endapan
Terra Rosa
(Holosen).
E n d a p a n terra rosa i n i merupakan percampuran k i m i a dari hasil erosi dari berbagai batuan gampingan dan klastika, yang kemudian diendapkan menutupi Formasi Punung secara tidak selaras. Endapan terra rosa ini mempunyai w a r n a merah kecoklatan dan terdiri dari pasir yang masih mudah lepas dan lempung pasiran setengah kompak. Bersamaan dengan diendapkannya terra rosa telah diendapkan pula berbagai endapan sungai yang banyak mengandung artefak manusia purba dan fosil vertebrata.
m.
PENELITIAN UNDAK SUNGAI BAKSOKO.
1.
Latar belakang penelitian
Sungai Baksoko telah banyak mengundang perhatian d u n i a terutama disebabkan oleh berbagai sisa kebudayaan purba Paleolitikum yang terkandung di daerah tersebut. Perhatian dunia ini telah banyak mengundang para ahli baik ahli geologi, paleontologi maupun arkeologi u n t u k menyingkapkan latar belakang kebudayaan tersebut. Pengetahuan perkembangan kebudayaan Paleolitikum daerah i n i tidak dapat dilepaskan dari masalah undak Sungai Baksoko yang ternyata, mengenai j u m l a h serta kedudukan stratigrafi daripadanya, belum terdapat kesepakatan dari para peneliti terdahulu. Namun begitu mereka semua mengatakan bahwa undak sungai sangat penting artinya bagi penelitian terhadap perkembangan kebudayaan manusia purba. Pentingnya penelitian terhadap undak Sungai B a k s o k o i n i dapat dilihat dari berbagai hasil para peneliti terdahulu yang telah m e l a k u k a n penelitian undak sungai tersebut dengan bermacam metoda. Namun demikian penelitian mereka belum menggunakan metoda penafsiran foto udara yang memungkinkan dapat memberikan data lebih banyak dan lebih sempurna dari undak sungai bersangkutan. 2.
Para peneliti terdahulu
Para penyelidik terdahulu yang mengadakan penelitian undak sungai dan juga penelitian arkeologi khususnya di daerah Sungai Baksoko adalah: Tweedie dan Koenigswald (1935), Lehmann ( 1 9 3 6 ) , Koenigswald ( 1 9 3 6 ) , Chardin ( 1 9 3 7 ) , T e r r a ( 1 9 3 4 ) , Movius ( 1 9 4 8 ) , Heekeren ( 1 9 5 5 ) dan B a r t s t r a ( 1 9 7 6 ) . Tweedie dan Koenigswald ( 1 9 3 5 ) telah mendapatkan artefak dari daerah sebelah tenggara desa Punung. Penemuan ini dipublikasikan oleh Koenigswald pada tahun 1936. I a mengatakan bahwa artefak tersebut adalah "Paleolithic artefacts" dan didapatkan di tepi Sungai Baksoko di dalam "boulder conglomerate" pada ketinggian 3 sampai 4 meter dari dasar sungai bersangkutan. L e h m a n n ( 1 9 3 6 ) juga melaporkan adanya undak sungai yang disebutnya sebagai " R a n d terrassen". Undak i n i tidak terdapat di daerah Punung, tetapi terdapat di dalam depresi di antara
bukit-bukit gamping d i G u n u n g S e w u . C h a r d i n ( 1 9 3 7 , 1 9 3 8 ) mengatakan bahwa di sekitar Sungai Baksoko terdapat tiga buah undak sungai (Gambar 3), masing-masing T x , T 2 , dan T 3 . U n d a k sungai pertama (T1) terletak 25 meter d i atas m u k a Sungai B a k s o k o , T 2 terletak 10 meter, dan T 3 terletak 2 meter d i atas m u k a sungai. Ketiga undak tersebut mengandung alat manusia purba berupa alat serpih (flake). T e r r a ( 1 9 4 3 ) berpendapat bahwa di daerah Sungai Baksoko terdapat d u a undak sungai masingmasing undak sungai pertama (T1) yang terletak 15 sampai 20 meter di atas m u k a sungai dan undak kedua ( T 2 ) terletak 10 meter di atas m u k a sungai tersebut (Gambar 4). Menurut T e r r a , undak sungai kedua ( T 2 ) ini adalah ekivalen dengan yang dimaksud oleh Koenigswald sebagai "boulder conglomerate" pengandung artefak. Bartstra ( 1 9 7 6 ) tidak setuju dengan pendapat ini karena "boulder conglomerate" terletak sekitar 3 sampai 4 meter d i atas m u k a sungai, sedangkan undak sungai kedua yang dimaksudkan oleh T e r r a terletak 10 meter di atas m u k a Sungai B a k s o k o . Movius ( 1 9 4 8 ) mempunyai pendapat yang sama dengan pendapat Chardin ( 1 9 3 7 ) yang menyatakan tentang adanya tiga buah undak sungai d i sekitar Sungai Baksoko (Gambar 5), masing-masing adalah T1 terletak 15 meter, T 2 terletak 9 meter, dan T 3 terletak 1,5 meter d i atas m u k a Sungai B a k s o k o . Menurut Movius, undak sungai T 2 ekivalen dengan "boulder conglomerate" Koenigswald ( 1 9 3 6 ) yang mengandung artefak. Heekeren ( 1 9 5 5 ) menggambarkan tentang adanya 3 undak sungai d i tebing selatan K a l i Baksoko pada ketinggian sekitar 4 meter, 1 1 meter, dan 17 meter. D i tebing utara sungai tersebut didapatkan lebih banyak lagi undak sungai pada ketinggian sekitar 3 meter, 10 meter, 16 meter, 2 5 meter, 39 meter, dan 4 6 meter. Artefak diketemukan pada undak sungai dengan ketinggian antara 4 — 20 meter u n t u k tebing selatan dan antara 3 — 2 5 meter u n t u k tebing utara (Gambar 6). Bartstra (1976) mendapatkan singkapan lapisan yang terdiri dari berbagai fragmen kerakal (gravel) pada ketinggian 14 meter di atas m u k a sungai B a k s o k o . Lapisan i t u tertutup oleh beberapa meter lapisan lempung merah. D i dalam kerakal 29
ini dijumpai adanya artefak seperti kapak genggam (chopper) dan alat serpih (flake). I a berpendapat bahwa berbagai artefak yang terdapat di Sungai Baksoko berasal dari undak sungai yang lebih tinggi (Gambar 7). 3.
Hasil-hasil penelitian K e l o m p o k Pus.P3N U n i t Pai R a d .
U n i t P a l R a d dalam penelitian undak Sungai B a k s o k o i n i menggunakan metoda Analisa F o t o U d a r a . Seperti telah d i k e m u k a k a n sebelumnya m a k a analisa foto udara d i l a k u k a n d i Laboratorium Geologi I T B dan d i Seksi Geologi F o t o Direktorat Geologi Bandung selama 15 hari yang meliputi interpretasi peta geologi u m u m n y a d a n analisa sungai k h u s u s n y a dalam peta berskala 1 : 50.000 (Gambar 8). -Analisa detail dengan foto udara terhadap j u m l a h dan ketinggian undak sungai d i h u l u K a l i Baksoko sukar d i l a k u k a n , berhubung foto udara yang dianalisa diliputi oleh kabut (awan) sehingga mengganggu interpretasi atas j u m l a h serta ketinggian dari undak sungai tersebut. Sejauh yang dapat d i l a k u k a n dengan analisa foto udara d i dalam penelitian i n i mencakup penentuan jenis litologi dan batasnya serta berbagai bentuk morfologi daerah penelitian bersangkutan (Gambar 9). Hasil analisa foto udara i n i kemudian disempurnakan lebih lanjut dengan penelitian lapangan selama 4 0 hari dengan menggunakan alat pengukur ketinggian (altimeter). Dengan alat i n i berbagai bentuk morfologi yang dianggap undak sungai sebagai hasil dari analisa maupun dari interpretasi foto udara diukur ketinggiannya masing-masing. Kemudian berbagai ketinggian yang sama dikelompokkan u n t u k mendapatkan data tentang kedudukan serta j u m l a h undak sungai yang ada d i sekitar sungai tersebut. D a r i hasil penelitian foto udara dan penelitian lapangan telah didapatkan adanya 6 (enam) buah undak sungai, masing-masing dari undak sungai terendah adalah : T 6 , % , T 4 , T 3 , T 2 , dan T j . Undak terendah terletak 0 — 4 meter di atas m u k a Sungai B a k s o k o , sedangkan undak sungai tertinggi terletak pada ketinggian 1 5 6 meter d i atas m u k a sungai yang sama. a.
Undak sungai terendah Undak
30
sungai
(T6)
i n i terdiri dari konglomerat
setengah kompak dengan fragmen berukuran kerakal (gravel) berupa batugamping yang terkers i k k a n , batuan beku, rijang, fosil k a y u , dan artefak. Dalam undak i n i juga dijumpai adanya sebuah gigi Bouidae yang merupakan sobfosil dan terikat oleh lempung tufaan berwarna kuning kecoklatan. T e b a l undak sungai i n i adalah 2 meter dan terletak pada ketinggian 0 — 4 meter dari m u k a sungai sekarang. Undak i n i merupakan endapan sungai resen yang menempel pada dinding sungai dan terdiri dari endapan batuan volkanik berupa aglomerat. b.
Undak sungai
T5
Undak sungai b e r i k u t n y a adalah undak sungai T 5 . Endapan undak i n i berupa konglomerat dengan besar butir kerikil-kerakal serta terdiri dari berbagai fragmen batuan beku, batugamping tefkersikkan, artefak, dan fosil k a y u tertanam dalam lempung setengah kompak berwarna kuning kecoklatan. B e n t u k butir fragmen batuan undak i n i adalah membulat sangat baik dengan kemas (sorting) yang buruk. Undak sungai ini terletak 2 meter d i atas m u k a sungai sekarang dan menutupi batuan dasar berupa endapan sedimen volkanik. D i banyak tempat tampak bahwa undak sungai T 5 sebagian tertutup oleh undak sungai T 6 (Gambar 10). U n d a k sungai T 5 sendiri mempunyai ketebalan berkisar antara 3 sampai 4 meter. c.
Undak sungai
T4
U n d a k sungai i n i terdapat pada ketinggian 2 6 5 meter di atas m u k a laut atau 9 meter di atas muka Sungai B a k s o k o sekarang. U n d a k i n i menutupi batugamping terumbu Miosen d a n terdiri dari batupasir lempungan berwarna merah coklat. S t r u k t u r silang-siur dan berbagai lensa konglomerat yang merupakan ciri dari endapan sungai terdapat dalam undak i n i . D i dalam batupasir undak i n i didapatkan juga adanya alat serpih (flake) yang terdiri dari rijang (chert). T e b a l undak sungai berkisar antara 7 sampai 9 meter. d.
Undak sungai
T3
Pada ketinggian 4 0 meter d i atas m u k a Sungai Baksoko terdapat singkapan yang terdiri dari batupasir tufaan berwarna kuning kecoklatan
dan mempunyai besar butir kasar — sangat kasar. Pada singkapan i n i terdapat s t r u k t u r sedimen silang-siur, lensa konglomerat, serta dijumpai alat serpih (flake) yang terbuat dari rijang (chert). Singkapan i n i m e n u n j u k k a n ciri endapan sungai yang oleh karena i t u dianggap pula merupakan sebuah undak sungai. Undak i n i m e m p u n y a i ketebalan yang berkisar antara 12 sampai 15 meter dan menutupi batuan dasar berupa batugamping terumbu Miosen. (Foto no. 6). e.
Undak sungai
T2
Pada ketinggian 3 6 4 meter dari m u k a laut atau pada ketinggian 108 meter di atas m u k a Sungai Baksoko juga telah dijumpai adanya endapan sungai purba berupa batupasir berwarna kuning kecoklatan, berbutir halus — sangat kasar, terdapat s t r u k t u r sedimen silang-siur serta lensalensa konglomerat. D i dalam batupasir i n i dijumpai pula adanya alat serpih (flake) yang terbuat dari rijang. T e b a l sedimen sungai i n i kurang-lebih adalah 10 sampai 1 5 meter dan menutupi batuan dasar berupa batugamping terumbu Miosen. f.
Undak sungai
—
U n t u k T 6 dianggap ekivalen dengan undak B 4 ( B a r t s t r a 1 9 7 6 ) , tetapi tidak mempunyai ekivalennya pada klasifikasi yang diajukan oleh Heekeren ( 1 9 5 5 ) .
—
U n d a k T 5 dapat dianggap ekivalen dengan undak B 3 (Bartstra 1 9 7 6 ) dan undak H 7 (Heekeren 1 9 5 5 ) .
—
Undak T 4 dapat dipersamakan dengan undak B 2 ( B a r t s t r a 1 9 7 6 ) dan dengan undak H 5 serta H 6 (Heekeren 1 9 5 5 ) .
—
U n d a k Bx (Bartstra 1 9 7 6 ) dapat dianggap ekivalen dengan undak H 4 (Heekeren 1 9 5 5 ) , akan tetapi tidak m e m i l i k i ekivalennya dalam penelitian sekarang i n i .
—
U n d a k T 3 tidak mempunyai ekivalennya pada Bartstra ( 1 9 7 6 ) tetapi dapat dianggap sama dengan undak H 2 dan H 3 (Heekeren 1 9 5 5 ) .
—
U n d a k Hx (Heekeren 1 9 5 5 ) tidak m e m i l i k i ekivalennya pada laporan Bartstra ( 1 9 7 6 ) maupun dalam penelitian sekarang i n i .
—
Undak T 2 dan T1 tidak m e m i l i k i ekivalenn y a pada Bartstra ( 1 9 7 6 ) maupun pada Heekeren ( 1 9 5 5 ) .
Tj
Undak sungai T a i n i dijumpai pada ketinggian 3 9 0 meter dari m u k a laut atau 134 meter d i atas m u k a Sungai B a k s o k o . B a t u a n n y a terdiri dari batupasir berwarna putih kekuningan, berbutir halussedang, terdapat s t r u k t u r silang-siur, dan m e m i l i k i berbagai lensa konglomerat. D i dalam batupasir i n i juga masih dijumpai adanya alat serpih (flake) namun dalam j u m l a h yang sangat jarang. Singkapan baik dapat dijumpai di lereng dekat puncak G . Wangi yang terletak di sebelah t i m u r Sungai B a k s o k o . T e b a l dari undak sungai i n i berkisar antara 15 sampai 2 0 meter dan merupakan undak sungai yang tertinggi. B a t u a n n y a menutupi batugamping terumbu Miosen sebagai batuan dasar dari undak sungai i n i . U n t u k lebih memperjelas kedudukan dari masing-masing undak sungai, K e l o m p o k Peneliti membuat peta geologi khususnya daerah sekitar Sungai Baksoko dengan skala 1 : 5.000 berikut penampangnya (Gambar 11). 4.
Sungai Baksoko memberikan j u m l a h serta ketinggian undak yang berbeda-beda. D a r i para peneliti tersebut juga dapat terlihat bahwa h a n y a Heekeren ( 1 9 5 5 ) dan Bartstra ( 1 9 7 6 ) yang memberikan ketinggian masing-masing undak dalam suatu penampang. K a l a u ketinggian masing-masing undak yang digambarkan oleh kedua penulis i t u dibandingkan dengan hasil yang didapat dalam penelitian sekarang i n i m a k a ternyata bahwa ada persamaan maupun perbedaan dalam ketinggian masingmasing undak tersebut." Heekeren ( 1 9 5 5 ) mengem u k a k a n tentang adanya 7 undak, dan Bartstra ( 1 9 7 6 ) melaporkan tentang adanya 4 undak, sedangkan dalam penelitian sekarang i n i dikemuk a k a n tentang adanya 6 undak. Berbagai undak yang kira-kira sama ketinggiannya, dan oleh sebab itu dianggap ekivalen, adalah sebagai berikut (Gambar 12) :
Pembahasan.
D a r i pembicaraan hasil-hasil penyelidikan
d i atas ternyata bahwa terdahulu tentang undak
D a r i gambar 12 juga terlihat bahwa seolaholah ada 3 pengelompokkan ketinggian undakundak, terhitung dari m u k a air Sungai B a k s o k o , sebagai berikut : Kelompok I
: meliputi berbagai undak dengan ketinggian antara 0 — 6 0 meter. 31
Kelompok I I
:
undak dengan ketinggian berkisar antara 107 — 1 2 2 meter.
K e l o m p o k I I I : undak dengan ketinggian berkisar antara 1 3 5 — 155 meter. K a l a u dianggap bahwa terjadinya berbagai undak tersebut ada hubungan dengan penurunan dasar denudasi u m u m (general denudation level) m a k a dapat diperkirakan bahwa berbagai undak tersebut juga relatif m e n u n j u k k a n suatu pengangkatan d i daerah penelitian. Dengan demikian diperkirakan adanya 3 kali pengangkatan (uplift) yang dicerminkan oleh ketiga kelompok undak tersebut. Mengingat b a h w a ketiga kelompok undak tersebut tidak merupakan garis yang bersambung terus m a k a diperkirakan bahwa proses pengangkatan i t u juga berlangsung tidak menerus, dengan lain perkataan proses tersebut tidak berkesinambungan (continuous). I n i berarti bahwa kekosongan-kekosongan yang terdapat d i antara K e l o m p o k I dan I I serta I I I sesungguhnya merupak a n w a k t u yang tenang (isostasi). J a d i dengan begini didapatkan 3 kali pengangkatan dan d i antaranya 2 kali w a k t u tenang yang tidak ada pengangkatan. Meskipun berbagai undak dalam K e l o m p o k I dianggap terbentuk oleh satu kali pengangkatan, namun demikian dari berbagai undak seperti dilaporkan oleh Bartstra ( 1 9 7 6 ) maupun yang d i t e m u k a n dalam penelitian sekarang i n i ternyata bahwa proses-proses pengangkatan yang membentuk K e l o m p o k I i t u tidak berkesinambungan. H a l i n i dapat dilihat dari berbagai undak yang posisinya terputus-putus, d i m a n a tempat yang kosong sesungguhnya merupakan w a k t u tenang yang pendek. J a d i u r u t a n kejadian geologi sehubungan dengan terjadinya berbagai undak d i h u l u Sungai Baksoko adalah sebagai berikut : 1 . Gerak pengangkatan b e n t u k n y a undak T x .
ke-I
dengan
ter-
2. W a k t u tenang (isostasi) k e - I . 3. Gerak pengangkatan bentuknya T 2 .
ke-2
dengan
ter-
4. Waktu tenang (isostasi) ke-2. 5. Gerak pengangkatan ke-3 dengan t u k n y a undak-undak T 3 — T 6 . T4 32
terben-
A d a kemungkinan bahwa di antara T 3 dan ada w a k t u tenang lagi yang kemudian disusul
dengan gerak pengangkatan yang berkesinambungan hingga sampai terbentuknya undak T 6 . D a r i ketinggian undak T 6 yang h a n y a beberapa meter di atas m u k a air Sungai B a k s o k o dapat ditarik kesimpulan bahwa daerah penelitian masih juga mengalami gerak pengangkatan pada w a k t u lalu yang sangat muda. Waktu tenang dicerminkan oleh selisih dari masing-masing ketinggian undak yang sekaligus menunjukkan pula panjang w a k t u d i mana tidak ada sedimentasi, a r t i n y a tidak ada pembentukan undak. Meskipun angka-angka selisih i t u tidak sama besarnya, dalam hal i n i 10 meter di antara K e l o m pok I dan I I serta 40 meter d i antara K e l o m p o k I I dan I I I , i t u tidak berarti bahwa w a k t u tenang di antara K e l o m p o k I I - I H juga lebih lama daripada d i antara K e l o m p o k I - I I . D e m i k i a n juga dengan ketebalan masing-masing undak, y a i t u undak yang lebih tebal belum t e n t u dibentuk dalam w a k t u yang lebih lama pula daripada undak tipis. Angka-angka selisih ketinggian serta ketebalan masing-masing undak baru dapat dijabarkan dalam faktor satuan w a k t u j i k a kecepatan proses pengangkatan dan sedimentasi pada zaman di m a n a undak-undak tersebut terbentuk dapat diketahui. J i k a berbagai faktor i t u diketahui m a k a dapat pula dihitung berapa lama diperlukan w a k t u u n t u k pembentukan undak Tx sampai dengan undak T 6 , dengan lain perkataan berapa u m u r undak-undak tersebut.
k i r a k a n b a h w a ada juga 3 kali penurunan m u k a air laut, atau dengan lain perkataan 3 kali pengangkatan. Bidang puncak m e m p u n y a i ketinggian yang berkisar antara 4 0 0 — 470 meter, sedangkan ketinggian Tx berkisar antara 390 — 4 1 0 meter. Angka-angka i t u m e n u n j u k k a n b a h w a barangkali pembentukan Tx ada hubungannya dengan pengikisan bidang puncak, dengan T1 sendiri lebih m u d a u m u r n y a daripada bidang puncak. K a r e n a pengangkatan Gunung Sewu terjadi setelah zaman Tersier f.2 — 3 m a k a u m u r Tx mungkin Pliosen, atau paling tidak Plestosen berdasarkan fauna vertebrata yang d i t e m u k a n d i daerah penelitian. Namun demikian, karena fauna i n i tidak menunj u k k a n ciri yang khas bagi fauna Jetis maupun T r i n i l , m a k a sukar u n t u k dipastikan dari Plestosen bagian yang m a n a k a h u m u r T x i t u . Dapat dikemuk a k a n di sini bahwa berdasarkan tipologi artefak yang ditemukan dalam undak, terutama dalam undak dengan ketinggian antara 4 — 20 meter, m a k a u m u r undak Sungai Baksoko d i t e n t u k a n oleh Heekeren ( 1 9 5 5 ) sebagai Paleolitikum B a w a h .
Y a n g paling menarik adalah undak T x yang tidak ada ekivalennya pada klasifikasi Bartstra ( 1 9 7 6 ) maupun pada Heekeren ( 1 9 5 5 ) . D a l a m penelitian yang d i l a k u k a n oleh Sartono ( 1 9 6 3 , h . 7 7 , gb. 1 2 ) disebutkan tentang adanya bidang puncak (peak plane, Gipfelflur) dan bidang karang (reef platform) yang masing-masing berjumlah 1 dan 3. Bidang puncak adalah suatu bidang berupa dataran yang menghubungkan berbagai puncak b u k i t d i G u n u n g S e w u dan terbentuk setelah daerah tersebut terangkat tetapi belum terkikis oleh erosi sehingga G u n u n g S e w u juga belum terbentuk. Dengan lain perkataan bidang i t u juga merupakan bidang m u l a (original plane), artinya bidang tertua yang terbentuk di daerah bersangkutan. Bidang karang terjadi karena penurunan m u k a air laut relatif terhadap dasar denudasi u m u m . K a r e n a ada 3 bidang karang yang m e m i l i k i ketinggian berbeda m a k a diper-
F o s i l vertebrata yang dapat d i k u m p u l k a n dari penggalian yang d i l a k u k a n d i beberapa tempat di daerah penelitian maupun diketemukan d i dalam berbagai endapan undak sungai terdiri dari kelas Mammalia di antaranya : Primata, Perissodactyla dan Artiodactyla. Sedangkan dari kelas Rodentia diketemukan berupa sub-fosil. Pemberian fosil dari tiap kelas adalah sebagai berikut:
Barangkali terhadap analisa pollen perlu pula dijajagi kemungkinannya u n t u k diterapkan kegunaa n n y a dalam penentuan umur berbagai undak Sungai B a k s o k o . IV.
1.
PALEONTOLOGI VERTEBRATA.
Kelas Primata. — Presbytis
pyrrhus
(Horsfield)
Fragmen yang diketemukan ialah : gigi dan taring. (Foto no. 2). 2.
Kelas Perissodactyla. — Sus brachygnathus
Dubois.
Fragmen yang diketemukan ialah: molar no. 3 dari rahang atas sebelah k i r i . (Foto no. 4).
3.
Kelas A r t i o d a c t y l a . — Bos sp. Fragmen yang diketemukan ialah: molar no. 2 dari rahang bawah sebelah kanan. (Foto no. 1).
4.
Kelas Rodentia. — Rattus rattus L. Fragmen yang d i k e t e m u k a n ialah: tengkor a k . (Foto no. 3). — Acanthion sp. (?) Fragmen yang diketemukan ialah: taring.
Berdasarkan fauna vertebrata yang d i t e m u k a n m a k a u n t u k sementara undak-undak sungai tersebut dianggap berumur Plestosen. D i bawah i n i disajikan tabel lokasi fosil vertebrata yang didapat d i daerah penelitian. Spesimen
Lokasi
— Presbytis pyrrhus — Sus brachygnathus
G u a Songterus
— Bos sp.
G u a Songagung
— Rattus
rattus
— Acanthion
sp. (?)
G u a Songagung G u a Songterus G u a Songterus
Walaupun j u m l a h fosil yang didapat tidak b a n y a k , n a m u n tidak dapat d i k a t a k a n b a h w a daerah tersebut m i s k i n akan berbagai fosil atau fosil tersebut telah habis diambili oleh para peneliti terdahulu. B i l a d i l a k u k a n penggalian yang lebih intensif m a k a kemungkinan besar akan didapatkan lebih banyak lagi fosil dalam segi taksa maupun spesimen. Tetapi penelitian yang d i l a k u k a n sekarang i n i dititik beratkan pada segi geologi, k h u s u s n y a penelitian undak sungai yang terdapat di daerah bersangkutan. N a m u n demikian dari informasi penduduk setempat kelompok peneliti mendapatkan keterangan bahwa atas lokasi d i G u a Songagung di sebelah t i m u r desa Pakis belum pernah d i l a k u k a n penggalian secara besar-besaran, kecuali pada masa sebelum perang dunia ke I I yang d i l a k u k a n oleh Koenigswald. Pada lokasi tersebut kelompok peneliti menemukan fosil vertebrata dan pecahanpecahan kereweng serta keramik ( ? ) . Berdasarkan data yang dapat diperoleh dari 33
batupasir dengan struktur sedimen silangsiur dan lensa konglomerat serta mengandung alat serpih (flake) terbuat dari rijang. f. U n d a k sungai T x merupakan undak sungai tertinggi yang terletak 134 meter di atas m u k a Sungai Baksoko dan merupakan endapan sungai yang terdiri dari batupasir tufaan dengan struktur sedimen silangsiur serta mempunyai ketebalan 15 — 20 meter. Singkapan yang baik dapat diamati d i G . Wangi yang terletak d i sebelah t i m u r Sungai B a k s o k o .
pejabat maupun penduduk setempat, m a k a d i daerah penelitian pernah d i l a k u k a n penggalian d i sekitar K a l i Bakso ko dan di G u a Songterus (Heekeren 1 8 5 5 ) . Penggalian tersebut d i l a k u k a n oleh Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional di Jakarta. Oleh karena i t u G u a Songagung perlu sekali mendapat perhatian, agar di kemudian hari dapat digali.
V.
KESIMPULAN.
D a r i hasil penelitian baik analisa foto udara maupun penelitian di lapangan serta dari studi literatur dapat disimpulkan h a l sebagai berikut: 1.
Sungai Baksoko mempunyai arti penting bagi perkembangan kebudayaan pra-sejarah serta i l m u geologi, k h u s u s n y a dalam stratigrafi undak sungai.
2.
B e l u m ada kesepakatan tentang j u m l a h undak sungai yang ada d i h u l u Sungai Baksoko.
3.
Metoda analisa foto udara sangat membantu dalam memecahkan masalah undak sungai, k h u s u s n y a yang ada di h u l u Sungai Baksoko.
4.
D a r i hasil analisa foto udara dan penelitian geologi di lapangan terdapat 6 (enam) undak sungai masing-masing dari undak terbawah adalah : a. U n d a k sungai terbawah T 6 , yang merupakan endapan Sungai Baksoko resen menempel pada dinding sungai dengan ketebalan 2 meter serta mengandung artefak. b. U n d a k sungai T 5 yang terletak 2 meter d i atas m u k a Sungai B a k s o k o , dengan ketebalan 3 — 4 meter serta juga mengandung artefak. c. U n d a k sungai T 4 yang terletak pada ketinggian 9 meter di atas m u k a Sungai Baksoko dan mempunyai ketebalan 7 - 9 meter serta mengandung artefak. d. U n d a k sungai T 3 yang terletak 40 meter di atas m u k a sungai sekarang dan mempunyai ketebalan 1 2 - 1 5 meter serta mengandung alat serpih (flake) terbuat dari rijang. e. U n d a k sungai T2 yang terletak 108 meter d i atas m u k a Sungai Baksoko dengan ketebalan 15 — 20 meter dan terdiri dari
34
5.
Trans. Amer. Phil. part 4, Philadelphia. 10.
11.
12.
Pannekoek, 1949
Soc.
J . A . : Outline of the Geomorphology of Java. Tijdschr.v. h . K o n . Ned. Aardr. G e n 6 6 .
Stratigraphy and Sedimentat i o n of T h e Easternmost part of G u n u n g S e w u ( E a s t J a v a ) . Publikasi T e k n i k Seri Geologi U m u m 1 , Bandung. T e r r a , H . de : Pleistocene Geology and early Sartono.S 1964
1943
38
13.
Verstappen, 1975
man i n Java. I n : Research o n E a r l y Man i n B u r m a . Trans. A m e r . P h i l . Soc. N.S. 32 eds. H . de T e r r a and H . L . Movius J r . Philadelphia. H . T h . : O n Paleoclimate and L a n d f o r m Development i n Malaysia. Modern Quaternary Research in Southeast A s i a , eds. G . J . Bartstra and W.A. Casparie, Rotterdam.
F o s i l vertebrata tidak memperlihatkan ciri fauna Jetis berumur Plestosen B a w a h maupun fauna T r i n i l berusia Plestosen Tengah.
D A F T A R PU S T A K A. 1.
Bartstra, G e r t - J a n : Contribution to the study 1976 of the Paleolithic Pacitan Culture, J a v a , Indonesia, Part 1 Proefschrift, Leiden, E . J . B r i l l .
2.
Bemmelen, R.W. van : T h e Geology of Indo1949 nesia. T h e Hague, Martinus Nijhoff.
3.
Chardin, P. Teilhard de : Notes sur l a paleon1937 tologie humaine en Asie Méridionale. L'Anthropologie 4 7 .
4.
1938
: Deuxièmes notes sur l a paléontologie humaine en Asie Méridionale. L ' A n t h r o p o l o g i e 4 8 .
5.
Heekeren, H . R . van : New Investigation on 1955 the L o w e r Paleolithic Pacitan culture i n J a v a . B e r i t a Dinas Purbakala 1.
6.
Koenigswald, 1936
7.
L e h m a n n , H.: Morphologische Studien auf 1938 Java. Georg. A b h a n d l . Dritte Reihe, 9 , Stuttgart.
8.
Marks, P. 1956
9.
Movius J r , H L . : T h e L o w e r Paleolithic 1946 Culture of Southern and E a s t ern Asia.
G . H . R . von : E a r l y Paleolithic stone implements from J a v a . B u l l . Raffless Museum Singapore 1 .
:
Stratigraphie L e x i c o n of Indonesia. Publikasi K e i l m u a n , D i rektorat Geologi Bandung.
35
VI.
SUMMARY.
T h e Baksoko river in the Punung area w h i c h is included in the Zone of the Southern Mountain of E a s t Java flows in southeastern direction through Miocene reef limestone hills forming a karst topography. Based o n the discoveries of artefacts of early man i n the Baksoko river valley w h i c h is k n o w n as Pacitanian culture, i n the past many investigators have flocked to this area to make studies of i t , one of these dealing w i t h the Baksoko river terraces. the
U p to now there are conflicting views as to number and heights of the Baksoko river
terraces w h i c h in general have been based on their distribution as well as their geodetic heights. With the increasing application on the use of air photos to analyse numerous problems, this method has been applied also to establish the number as well as the respective heights of the Baksoko terraces. T h i s study recognizes the existence of 6 ( s i x ) river terraces along the Baksoko river, these are from the lowest to the highest as follow : T 6 , T 5 , T 4 , T 3 , T 2 dan T i , all of these containing artefacts of early m a n . T h e highest terrace w h i c h is also the oldest one, i.e. T ! , is found in G . Wangi on a height of 134 meter above the water level of the present B a k s o k o river.
VII. A.
LAMPIRAN-LAMPIRAN. D A F T A R GAMBAR DAN FOTO. Peta L o k a s i Daerah Penelitian. S k a l a 1 : 2 5 0 . 0 0 0
Gambar
1
Gambar
2
K o l o m Stratigrafi daerah Punung (Sartono 1 9 6 4 ) .
Gambar
3
Penampang L e m b a h Sungai Baksoko (Chardin 1 9 3 7 ) .
Gambar
4
Penampang L e m b a h Sungai Baksoko ( T e r r a 1 9 4 3 ) .
Gambar
5
Penampang L e m b a h Sungai Baksoko (Movius 1 9 4 8 ) .
Gambar
6
Penampang S. B a k s o k o , dekat Punung (Heekeren 1 9 5 5 ) .
Gambar
7
Penampang L e m b a h Sungai Baksoko (Bartstra 1 9 7 6 ) .
Gambar
8
Peta Geologi Daerah S. B a k s o k o . Ditafsirkan dari foto udara. Skala 1 : 5 0 . 0 0 0 .
Gambar
9
Peta Satuan Morfologi. Daerah Punung, Pacitan, J a w a T i m u r . S k a l a 1 : 2 5 . 0 0 0 .
Gambar 10
Sketsa kedudukan undak sungai T 6 terhadap T 5 di Sungai Baksoko (tanpa skala).
Gambar 1 1
Peta Geologi Daerah Sungai B a k s o k o , Kecamatan Punung, J a w a T i m u r . Skala 1 : 5.000
Gambar 12
Perbandingan ketinggian undak Sungai Baksoko menurut beberapa penulis.
Foto 1
Bos sp., molar no. 2 dari rahang bawah sebelah kanan.
Foto 2
Presbytis
Foto 3
Battus
Foto 4
Sus brachygnatus
Foto 5
Battus
Foto 6
Singkapan undak sungai T 3 , memperlihatkan
pyrrhus
(Horsfield),
fragmen gigi.
rattus L.; fragmen tengkorak bagian atas. Dubois;
fragmen gigi.
rattus L.; fragmen tengkorak bagian atas dan rahang bawah. struktur batuan sedimen
silang-siur,
terdapat di lereng sebelah t i m u r Sungai B a k s o k o .
36
37
B.
GAMBAR-GAMBAR U
M
U
FORMASI
R
U A 1u viu m
PLIOSEN
PLESTOSEN
H 0 L 0 S E N
A
A
Th
B
Tg
A
" 3
MIOSEN OLIGOSEN
sondaicus
c mm k i , m 11
o/m/o
sotyrus
E/ephos ^ 11 t mdmm m\
A
namodicus F*A r \t iW/IA
ouioae,
O A t m tmdmm A
(.erviaae,aoviaoe,
Porcupine,
Tapir.
'i
B
Cycloclypeus
Tf2
Tf |
Te
-*—
C f m t mm
?
- •
J
5
B t . g m p . berlapis, terumbu, n a p a l , jari-jemari dng.
sp.
L epidocyclina Oper c ulin a
sp. sp.
>
KLASTIK
. • ^ ^ t p a s i r tufaan,bt.ps., Imp.,kgl.
N A M POL
Aglomerat, k g l . bt.ps. l i g n i t .
B
38
F O S I L
Rhinoceroes
Paleolitikum
T
T
1 : Peta lokasi daerah penelitian. Skala 1 : 2 5 0 . 0 0 0
Debr is Endapan sungai + Alat- alat
Batugamping terumbu PUNUNG
Gambar
LITOLOGI
WU N 1
Aglomerat,bt. p s . , t u f a a n , bagian atas ada bt.gmp. k o r a l .
JATE N
Bt.ps. kwarsa, bt.ps. aglomerat,lmp. lignit.
Flosculinella Echinoid,
sp. Foraminifera
Dasit, tonolit, A
Te4
l
l Gambar
BESOLE
\
tufa
dasitis
dan
andesit.
\
2 : K o l o m Stratigrafi daerah Punung (Sartono, 1 9 6 4 ) .
kecil.
IO 0>
to Oí
c
""6 ko f u
0) I-
«
•o
« •a
o o co Mti
O J¿ O co J¿ cS
to
JJÍ
m
m
•L-H
CS 60 C O Cd JO CS
CS
sc Cd JO CS JO
< CD Z LU -J O
z
a
so CS
o
c,
g
Ö
.E £ E 2 o» a «o
S c 2 9o "O c
» ga je o -o c
O
LU CL
a
IH
u. o
3
lO CM
CD X
CS JQ
S
S i ö ? o >P Ç .E o > p
I
c a CO
£
CD
1
o
a 2
c
c
*
s S* o o
o a> c c OD t - UI UI — (M IO
o
c 3 (M
jf
so
c
CS
a c a
cS X!
S
CS
O
LU CL
10 CD
40
CD
41
00
M 3
m m os
"> o
O
s
o
|H
01
O
J Í
01
M
o
O
c
« J
0Í
es
g CD X
CD Z
CQ
o >
o o» a a - g» Co g» E
?
*:
O
9
_
a £«
o. o o o Z 'o "o 'o
O O) c c ffi h UI U
— CM K)
c 3
K) (M
Oí
ts II
es
o ~
•a sx C 3
J=
JO
SX)
c
«
a c
o
es
01 OH
m IH
CS JO
Ü
tu CL
_
o JÉ o
•
si 3
JO
C
i- o 01 •K o P i-
*ai ai
is
CS > SX)
c
3 C 3 OH HH>
CS Oí Ol 'C
o' o
Oí
U) Oí CS
CQ
'Es
EX) C 3 CO
OD OS
<
CS C 0) OH
en es
S CS
CD
42
o
43
o. «o o E o «n
o o < en Z
si s
™L je
<
OD
o
en O o P O I
00
<
a: ! UJ
sa
CD
S
z
O <
° o
_ i ce en
o o
Já O
CO
i • i—i
UJ
(D
(O
~
3
C
n 2
<
ce «o -> o
s
CD
S
Z <
Ç CT* »
2C
o CDI (Z)«= (Z)
œ S UJ » O" IUl - "S r! c o UJ
.5 ao tOí o g
'O «Oo
o 5« c "ö « E
o q> je c 'o c « E
T(U 3
TO) 3
O
-t .E £
i SS
en o. o c o en o
« c
o m S je e 'O C 'o a» « .= E (Z)
(Z) T3
ce E
_
._
C
O
=
f f
o en Q>
en
•
o CD "tl
-i
(Z)
í*5 UJ CL
CS
c 3
CO
-s S Ol
a c a
CS
.O
S
es Ü
CS
O
44
45
o
¿4
O as CS
CS Xi co
03
i
"3
s
esc
C 3 CO
• t—I
H CS
es •-s
in
&
S
I
CU
.C
CSC
c
CD
3 C 3 OH
S, « c -
2 os
3 us
"So
•a c
3 TJ O
CS
a c
3
C
es J¿ C es 3
. O O
<° m es co - u ..
3 TS 3
'S
tu
CU r U
Xi CO
as
45
3 42
S
es
O
46
47
ft
Penulis
Von
o r s t r o
H e e k e r e n
1976
1955
Ketinggionlm
Kelompok Pus P 3 N
197
8
T e b i n g Konon
- 160
m.
155 •150 -I4S -140 -135 -130 -IZ5 -IZO -115 -110 -IOS -100
- 95
-
90
- 8 5 - 8 0 -75
-
70
- 6 5 -6
0
-55 - 5 0
H
2
- 45 - 4 0 - 3 5 • 30
I
-Z5
-zo -15 -10
- 5
"5
H
6
H
6
Bz
I
- S
- Om
Gambar 12 : Perbandingan Ketinggian Undak Sungai Baksoko menurut beberapa penulis. 48
49
F o t o no. 6
: Singkapan undak sungai T 3 , memperlihatkan struktur batuan sedimen silang-siur, terdapat di lereng sebelah t i m u r Sungai B a k s o k o .