BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.91, 2014
KEMENSOS. Dekonsentrasi. Tugas Pembantuan. Instansi Sosial. Provinsi. Kabupaten/Kota. Pelimpahan Kewenangan.
PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN DEKONSENTRASI DAN PENUGASAN TUGAS PEMBANTUAN KE INSTANSI SOSIAL PROVINSI DAN INSTANSI SOSIAL KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Mengingat
:
:
a.
bahwa berdasarkan Pasal 16 dan Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, perlu adanya pelimpahan kewenangan dekonsentrasi dan penugasan tugas pembantuan dari Kementerian Sosial kepada provinsi dan kabupaten/kota;
b.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Sosial tentang Pelimpahan Kewenangan Dekonsentrasi dan Penugasan Tugas Pembantuan ke Instansi Sosial Provinsi dan Instansi Sosial Kabupaten/Kota Tahun Anggaran 2014;
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
www.djpp.kemenkumham.go.id
2014, No.91
2
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400); Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967); Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5075); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
www.djpp.kemenkumham.go.id
3
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
2014, No.91
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4738); Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816); Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004; Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 141); Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 142); Keputusan Menteri Sosial Nomor 04/HUK/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Anggaran Dekonsentrasi di Lingkungan Kementerian Sosial; Peraturan Menteri Sosial Nomor 86/HUK/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Sosial;
www.djpp.kemenkumham.go.id
2014, No.91
Menetapkan :
4
PERATURAN MENTERI SOSIAL TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN DEKONSENTRASI DAN PENUGASAN TUGAS PEMBANTUAN KE INSTANSI SOSIAL PROVINSI DAN INSTANSI SOSIAL KABUPATEN/KOTA TAHUN ANGGARAN 2014. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1.
Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
5.
Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah, berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
6.
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada Instansi Vertikal di wilayah tertentu.
7.
Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah dan/atau desa, dari pemerintah provinsi kepada kabupaten, atau kota dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten, atau kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan.
8.
Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dilaksanakan oleh gubernur
www.djpp.kemenkumham.go.id
5
2014, No.91
sebagai wakil pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. 9.
Dana tugas pembantuan adalah dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan.
10. Urusan wajib bidang sosial adalah urusan pemerintahan yang berkaitan dengan hak dan pelayanan dasar bidang sosial penyandang masalah kesejahteraan sosial yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan kepada daerah. 11. Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disebut Kepala SKPD adalah kepala badan/dinas/biro keuangan/bagian keuangan yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja daerah dan bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah. 12. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disingkat PMKS adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani, maupun sosial secara memadai dan wajar. Pasal 2 Rencana program, kegiatan, anggaran, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan dimaksudkan sebagai pelimpahan tugas yang menjadi wewenang Kementerian Sosial kepada gubernur untuk melaksanakan program/kegiatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan kepada bupati/walikota untuk melaksanakan tugas pembantuan. Pasal 3 Rencana program, kegiatan, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan bertujuan untuk memberikan arah kebijakan kepada gubernur/bupati/walikota untuk melaksanakan dan mengoordinasikan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan lingkup Kementerian Sosial di daerah dapat terlaksana dengan efektif dan efisien. BAB II RUANG LINGKUP DAN SASARAN PELIMPAHAN/PENUGASAN Pasal 4 (1) Ruang lingkup urusan yang dilimpahkan/ditugaskan dalam bentuk rencana program, kegiatan, dan anggaran yang sudah ditetapkan
www.djpp.kemenkumham.go.id
2014, No.91
6
dalam Rencana Kerja Kementerian/Lembaga yang mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah. (2) Rencana program, kegiatan, dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai dari bagian anggaran Kementerian Sosial melalui mekanisme pendanaan dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang dikelola dengan tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pasal 5 Sasaran rencana program, kegiatan, anggaran, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan yang ingin dicapai meliputi: a.
peningkatan pelayanan, perlindungan dan jaminan sosial bagi PMKS termasuk anak, lanjut usia, orang dengan kecacatan, tuna sosial, korban penyalahgunaan NAPZA;
b.
peningkatan kualitas manajemen pelayanan kesejahteraan sosial bagi PMKS;
c.
peningkatan aksesibilitas PMKS dan kelompok rentan lainnya yang mendapatkan bantuan sosial, rehabilitasi sosial, jaminan sosial, dan pelayanan sosial dasar lainnya;
d.
peningkatan penyediaan kesejahteraan sosial;
e.
peningkatan pemberdayaan keluarga, fakir miskin, Komunitas Adat Terpencil, wanita rawan sosial ekonomi, dan PMKS lainnya;
f.
meningkatkan peran tenaga kesejahteraan sosial masyarakat, organisasi sosial, atau karang taruna dalam penanggulangan kemiskinan dan pelayanan kesejahteraan sosial;
g.
perluasan jangkauan program kegiatan pada wilayah perbatasan antarnegara dan pulau-pulau kecil terluar;
h.
meningkatkan pelestarian nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan dan kesetiakawanan sosial;
i.
penyempurnaan pelaksanaan pemberian bantuan sosial dalam penanganan akibat bencana alam, bencana sosial dan penanganan pengungsi akibat konflik;
j.
perluasan jangkauan Program Keluarga Harapan di kabupaten/kota pada Tahun 2014; dan
k.
melaksanakan uji coba tugas pembantuan di beberapa kabupaten.
sarana
dan
prasarana
pelayanan
dan
www.djpp.kemenkumham.go.id
2014, No.91
7
BAB III RENCANA PROGRAM Pasal 6 Rencana program yang dibiayai melalui pendanaan dekonsentrasi lingkup Kementerian Sosial meliputi: a.
program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Sosial;
b.
program rehabilitasi sosial;
c.
program perlindungan dan jaminan sosial; dan
d.
program pemberdayaan sosial dan penanggulangan kemiskinan. Pasal 7
Program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi: a.
laporan keuangan pengelolaan sistem akuntansi pemerintah;
b.
laporan penyusunan usulan program dan kegiatan;
c.
rapat koordinasi perencanaan program, laporan musyawarah perencanaan pembangunan kesejahteraan sosial, dan pemantapan program dan anggaran Kementerian Sosial Tahun 2015;
d.
pelaksanaan pameran Indotera Expo;
e.
pelaksanaan penyuluhan sosial;
f.
penyusunan program dan rencana kerja/teknis/program; dan
g.
pengendalian dan pelaporan. Pasal 8
Program rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b meliputi: a.
pelayanan sosial lanjut usia;
b.
rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan NAPZA;
c.
rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan;
d.
rehabilitasi sosial tuna sosial; dan
e.
kesejahteraan sosial anak. Pasal 9
(1) Program perlindungan dan jaminan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c meliputi:
www.djpp.kemenkumham.go.id
2014, No.91
8
a.
perlindungan sosial korban bencana alam;
b.
perlindungan sosial korban bencana sosial;
c.
perlindungan sosial korban tindak kekerasan dan pekerja migran;
d.
pengumpulan dan pengelolaan sumber dana bantuan sosial; dan
e.
jaminan sosial.
(2) Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas: a.
Program Keluarga Harapan; dan
b.
asuransi kesejahteraan sosial.
Pasal 10 Program pemberdayaan sosial dan penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d meliputi:
kemiskinan
a.
pemberdayaan keluarga dan kelembagaan sosial;
b.
pemberdayaan komunitas adat terpencil;
c.
penanggulangan kemiskinan pedesaan;
d.
penanggulangan kemiskinan perkotaan; dan
e.
pelestarian nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial. Pasal 11
(1) Rencana program yang dibiayai melalui pendanaan tugas pembantuan lingkup Kementerian Sosial dilaksanakan untuk program pemberdayaan sosial dan penanggulangan kemiskinan. (2) Program pemberdayaan sosial dan penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a.
pemberdayaan komunitas adat terpencil; dan
b.
pelestarian nilai kepahlawanan, kesetiakawanan sosial.
kemiskinan
keperintisan,
dan
BAB IV PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI Bagian Kesatu Pelimpahan Urusan Pemerintahan Pasal 12 (1) Pelimpahan sebagian urusan dilakukan oleh gubernur.
pemerintahan
di
daerah
provinsi
(2) Pelimpahan sebagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kepala SKPD.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2014, No.91
9
(3) SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan SKPD provinsi/kabupaten/kota yang mempunyai kompetensi dalam melaksanakan pengelolaan program atau kegiatan dekonsentrasi lingkup Kementerian Sosial. (4) Gubernur menetapkan SKPD dan pejabat inti pengelola kegiatan dekonsentrasi. (5) Pengelola kegiatan dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas: a.
kuasa pengguna satuan kerja;
anggaran/kuasa
pengguna
barang/kepala
b.
pejabat pemungut penerimaan negara;
c.
pejabat pembuat komitmen;
d.
pejabat penguji dan penandatangan Surat Perintah Membayar;
e.
bendahara penerimaan; dan
f.
bendahara pengeluaran. Bagian Kedua Tata Cara Penyelenggaraan Pasal 13
(1) Dalam menyelenggarakan rencana program, kegiatan, dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 11 huruf a, gubernur melaksanakan: a.
sinkronisasi dengan penyelenggaraan urusan Pemerintah Daerah dan menjamin terlaksananya kegiatan dekonsentrasi secara efektif dan efisien;
b.
penetapan SKPD dan perangkat daerah untuk melaksanakan program dan kegiatan dekonsentrasi dengan mempertimbangkan persyaratan kemampuan dan kompetensi personil;
c.
program, kegiatan, dan anggaran dekonsentrasi serta tugas pembantuan lingkup Kementerian Sosial sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditentukan oleh Pemerintah; dan
d.
koordinasi, pelaporan.
pengendalian,
pembinaan,
pengawasan,
dan
(2) Gubernur memberitahukan kepada DPRD berkaitan dengan penyelenggaraan program, kegiatan, dan anggaran dekonsentrasi lingkup Kementerian Sosial.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2014, No.91
10
Pasal 14 Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilimpahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), gubernur berpedoman pada norma, standar, prosedur, kriteria, dan kebijakan pemerintah, serta keserasian, kemanfaatan, kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan daerah. Bagian Ketiga Tata Cara Penarikan Pasal 15 (1) Penarikan urusan pemerintahan yang dilimpahkan dapat dilakukan apabila: a.
urusan pemerintahan tidak dapat dilanjutkan karena pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota mengubah kebijakan; dan/atau
b.
pelaksanaan urusan pemerintah di provinsi/kabupaten/kota tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan.
daerah ketentuan
(2) Penarikan pelimpahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindaklanjuti dengan ketentuan Peraturan Menteri Sosial yang tembusannya disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri yang membidangi urusan perencanaan pembangunan nasional. (3) Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), digunakan oleh Menteri Keuangan sebagai dasar pemblokiran dalam dokumen anggaran dan penghentian pencairan dana dekonsentrasi. BAB V PENGELOLAAN DANA DEKONSENTRASI Bagian Kesatu Prinsip Pendanaan Pasal 16 (1) Pendanaan yang diperlukan dalam penyelenggaraan dekonsentrasi lingkup Kementerian Sosial dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Sosial melalui dana dekonsentrasi. (2) Pendanaan dalam rangka dekonsentrasi dialokasikan setelah adanya pelimpahan wewenang dari Pemerintah melalui Kementerian Sosial kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah di daerah. (3) Pendanaan dalam rangka dekonsentrasi dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat nonfisik meliputi koordinasi, perencanaan, fasilitasi, pelatihan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.
www.djpp.kemenkumham.go.id
11
2014, No.91
Bagian Kedua Perencanaan dan Penganggaran Pasal 17 (1) Program dan kegiatan Kementerian Sosial yang dialokasikan untuk kegiatan dekonsentrasi harus sesuai dengan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga dan Rencana Kerja Pemerintah. (2) Rencana lokasi dan anggaran untuk program dan kegiatan yang akan ditugaskan disusun dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara, keseimbangan pendanaan di daerah, dan kebutuhan pembangunan daerah. Pasal 18 (1) Penganggaran dana dekonsentrasi dilakukan oleh Kementerian Sosial harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (2) Penganggaran dana dekonsentrasi dituangkan dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga. (3) Kementerian Sosial menyampaikan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga kepada gubernur untuk diberitahukan kepada DPRD provinsi pada saat pembahasan rencana anggaran pendapatan belanja daerah. (4) Setelah menerima Rencana Kerja Kementerian/Lembaga, gubernur menetapkan Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji Tagihan/Penandatangan Surat Perintah Membayar, dan Bendahara Pengeluaran serta menyampaikannya kepada Menteri Sosial dan Menteri Keuangan. Bagian Ketiga Penyaluran dan Pelaksanaan Pasal 19 (1) Penyaluran dana dekonsentrasi dilakukan oleh Bendahara Umum Negara atau kuasanya melalui Rekening Umum Negara di Daerah. (2) Tata cara penyaluran dana dekonsentrasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 20 (1) Penerimaan sebagai akibat pelaksanaan dekonsentrasi merupakan penerimaan negara dan wajib disetor oleh Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran ke Rekening Kas Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2014, No.91
12
(2) Dalam hal pelaksanaan dekonsentrasi terdapat saldo kas pada akhir tahun anggaran, saldo tersebut harus disetor ke Rekening Kas Umum Negara. Bagian Keempat Pengelolaan Barang Milik Negara Hasil Pelaksanaan Dekonsentrasi Pasal 21 (1) Semua barang yang dibeli atau diperoleh dari pelaksanaan dana dekonsentrasi merupakan barang milik negara. (2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai penunjang pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi. (3) SKPD melakukan penatausahaan barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 22 (1) Barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), dapat dihibahkan kepada daerah. (2) Dalam hal barang dihibahkan kepada daerah, penatausahaan, penggunaan dan pemanfaatan barang tersebut dilaksanakan oleh pemerintah provinsi sebagai barang milik daerah. Pasal 23 (1) Penghibahan, penatausahaan, penggunaan, dan pemanfaatan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan barang milik negara/daerah. (2) Tata cara pengelolaan barang milik negara serta pengendalian dan pengawasannya, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN DEKONSENTRASI Pasal 24 (1) Pertanggungjawaban dana dekonsentrasi mencakup aspek manajerial dan aspek akuntabilitas. (2) Aspek manajerial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a.
perkembangan realisasi penyerapan dana;
b.
pencapaian target keluaran;
c.
kendala yang dihadapi; dan
www.djpp.kemenkumham.go.id
13
d.
2014, No.91
saran tindak lanjut.
(3) Aspek akuntabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a.
laporan realisasi anggaran;
b.
neraca;
c.
catatan atas laporan keuangan; dan
d.
laporan barang. Pasal 25
(1) Kepala SKPD provinsi bertanggung jawab atas pelaporan manajerial kegiatan dekonsentrasi. Penyampaian laporan kegiatan dekonsentrasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 26 (1) Kepala SKPD provinsi selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Barang dekonsentrasi bertanggung jawab atas pelaksanaan dana dekonsentrasi. (2) Kepala SKPD provinsi selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Barang wajib menyelenggarakan akuntansi dan bertanggung jawab terhadap penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban keuangan dan barang. (3) Penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban dan barang serta pelaksanaan kegiatan dekonsentrasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 27 (1) Laporan pertanggungjawaban keuangan secara tahunan atas pelaksanaan dekonsentrasi oleh gubernur dilampirkan dalam laporan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah kepada DPRD. (2) Penyampaian lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara bersama-sama atau terpisah dengan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2014, No.91
14
BAB VII PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN Bagian Kesatu Penugasan Urusan Pemerintahan Pasal 28 (1) Pemerintah dapat memberikan tugas pembantuan kepada pemerintah provinsi atau kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan. (2) Pemerintah provinsi dapat memberikan tugas pembantuan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan provinsi. (3) Pelaksanaan sebagian urusan pemerintahan provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh SKPD kabupaten/kota. (4) Pengelola kegiatan tugas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas : a.
Kuasa Pengguna Anggaran;
b.
Pejabat Pembuat Komitmen;
c.
Pejabat Penguji Tagihan dan Penandatangan Surat Perintah Membayar; dan
d.
Bendahara Pengeluaran. Bagian Kedua Tata Cara Penyelenggaraan Tugas Pembantuan Pasal 29
(1) Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang ditugaskan dari Pemerintah, kepala daerah melakukan: a.
sinkronisasi daerah;
dengan
penyelenggaraan
b.
penyiapan perangkat daerah yang akan melaksanakan program dan kegiatan tugas pembantuan; dan
c.
koordinasi, pelaporan.
pengendalian,
urusan
pembinaan,
pemerintahan
pengawasan,
dan
(2) Untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala daerah membentuk tim koordinasi dan menyampaikan pemberitahuan kepada DPRD. Pasal 30 Dalam
penyelenggaraan
urusan
pemerintahan
yang
ditugaskan
www.djpp.kemenkumham.go.id
2014, No.91
15
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1), kepala daerah berpedoman pada norma, standar, prosedur, kriteria, dan kebijakan Pemerintah, serta keserasian, kemanfaatan, kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan daerah. Bagian Ketiga Tata Cara Penghentian Penugasan Pasal 31 (1) Penghentian urusan pemerintahan yang telah ditugaskan dapat dilakukan apabila: a.
urusan pemerintahan tidak dapat dilanjutkan karena pemberi penugasan mengubah kebijakan;
b.
pelaksanaan urusan pemerintahan tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
c.
penerima penugasan mengusulkan untuk dihentikan sebagian atau seluruhnya.
dengan
(2) Penghentian tugas pembantuan dari Pemerintah dilakukan melalui penetapan Peraturan Menteri Sosial, yang tembusannya disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan menteri yang membidangi perencanaan pembangunan nasional. (3) Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), digunakan oleh Menteri Keuangan sebagai dasar pemblokiran dalam dokumen anggaran dan penghentian pencairan dana dekonsentrasi. BAB VIII PENGELOLAAN DANA TUGAS PEMBANTUAN Bagian Kesatu Umum Pasal 32 Pengelolaan dana tugas pembantuan meliputi : a.
prinsip pendanaan;
b.
perencanaan dan penanganan;
c.
penyaluran dan pelaksanaan; dan
d.
pengelolaan barang pembantuan.
milik
negara
hasil
pelaksanaan
tugas
www.djpp.kemenkumham.go.id
2014, No.91
16
Bagian Kedua Prinsip Pendanaan Pasal 33 (1) Urusan pemerintahan yang dapat ditugaskan dari Pemerintah kepada pemerintah provinsi atau kabupaten/kota berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Sosial melalui dana tugas pembantuan. (2) Pendanaan dalam rangka tugas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan setelah adanya penugasan Pemerintah melalui Kementerian Sosial kepada gubernur atau bupati/walikota. (3) Pendanaan dalam rangka tugas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat fisik meliputi pangadaan tanah, bangunan, peralatan dan mesin, jalan, irigasi dan jaringan, serta kegiatan fisik lain yang menghasilkan keluaran, dan menambah nilai aset Pemerintah. Bagian Ketiga Perencanaan dan Penganggaran Pasal 34 (1) Program dan kegiatan Kementerian Sosial yang dialokasikan untuk kegiatan tugas pembantuan harus sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga dan Rencana Kerja Pemerintah. (2) Rencana lokasi dan anggaran untuk program dan kegiatan yang akan ditugaskan disusun dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara, keseimbangan pendanaan di daerah, dan kebutuhan pembangunan daerah. Pasal 35 (1) Penganggaran dana tugas pembantuan dilakukan oleh Kementerian Sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Kementerian Sosial menyampaikan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga kepada gubernur atau bupati/ walikota untuk diberitahukan kepada DPRD provinsi atau kabupaten/ kota pada saat menyusun anggaran pendapatan belanja daerah. (3) Setelah menerima Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, gubernur atau bupati/walikota menyampaikan usulan Pejabat Pengelola Keuangan Tugas Pembantuan untuk ditetapkan oleh Kementerian Sosial yang terdiri atas Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Pejabat Penguji Tagihan dan Penandatangan Surat Perintah Membayar, serta Bendahara Pengeluaran.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2014, No.91
17
Bagian Keempat Penyaluran dan Pelaksanaan Pasal 36 (1) Penyaluran dana tugas pembantuan dilakukan oleh Kuasa Bendahara Umum Negara melalui Rekening Kas Umum Negara. (2) Tata cara penyaluran dana tugas pembantuan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 37 (1) Penerimaan sebagai akibat pelaksanaan tugas pembantuan merupakan penerimaan negara dan wajib disetor oleh Pejabat Kuasa Pengguna Anggaran ke rekening Kas Umum Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam hal pelaksanaan tugas pembantuan terdapat saldo kas pada akhir tahun anggaran, saldo tersebut harus disetor ke rekening Kas Umum Negara. Bagian Kelima Pengelolaan Barang Milik Negara Hasil Pelaksanaan Tugas Pembantuan Pasal 38 (1) Semua barang yang dibeli atau diperoleh dari pelaksanaan dana tugas pembantuan merupakan barang milik negara. (2) SKPD melakukan penatausahaan barang milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 39 (1) Barang milik negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1), dapat dihibahkan kepada daerah. (2) Dalam hal barang dihibahkan kepada daerah, penatausahaan, penggunaan dan pemanfaatan barang tersebut dilaksanakan oleh pemerintah provinsi atau kabupaten/kota sebagai barang milik daerah. Pasal 40 (1) Penghibahan, penatausahaan, penggunaan dan pemanfaatan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2), merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan barang milik negara/daerah. (2) Tata cara pengelolaan barang milik negara serta pengendalian dan pengawasannya, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2014, No.91
18
BAB IX PERTANGGUNGJAWABAN DAN PELAPORAN TUGAS PEMBANTUAN Pasal 41 (1) Pertanggungjawaban dan pelaporan tugas pembantuan mencakup aspek manajerial dan aspek akuntabilitas. (2) Aspek manajerial terdiri atas perkembangan realisasi penyerapan dana, pencapaian target keluaran, kendala yang dihadapi, dan saran tindak lanjut. (3) Aspek akuntabilitas terdiri atas laporan realisasi anggaran, neraca, catatan atas laporan keuangan, dan laporan barang. Pasal 42 (1) Kepala SKPD provinsi atau kabupaten/kota bertanggung jawab atas pelaporan manajerial kegiatan tugas pembantuan. (2) Penyampaian laporan kegiatan tugas pembantuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 43 (1) Kepala SKPD provinsi atau kabupaten/kota selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Barang tugas pembantuan bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pembantuan. (2) Kepala SKPD provinsi atau kabupaten/kota selaku Kuasa Pengguna Anggaran/Barang wajib menyelenggarakan akuntansi dan bertanggung jawab terhadap penyusunan dan penyampaian laporan pertanggung jawaban keuangan dan barang. (3) Penyusunan dan penyampaian laporan pertanggungjawaban dan barang, pelaksanaan kegiatan tugas pembantuan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 44 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Sosial Nomor 27 Tahun 2012 tentang Rencana Program Kegiatan Anggaran Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Lingkup Kementerian Sosial (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 1219), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 45 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
www.djpp.kemenkumham.go.id
2014, No.91
19
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Desember 2013 MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, SALIM SEGAF AL JUFRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Januari 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, AMIR SYAMSUDIN
www.djpp.kemenkumham.go.id