BAB6 Poligami __________________________________________________________ A. Pendahuluan Poligami menjadi sesuatu yang yang menakutkan bagi sebagaian beasr perempuan. Diperbolehakn poligami seakan kadang kala dianggap merendahkan perempaun atas laki-laki. Dan dalam praktek poligami ini seringkali perempuan hanya menjadi objek sek dan kekerasan lainnya sebagai akibat dari ketidak haromisan keluarga yang dibangun denagn beberapa isteri di dalamnya. Dalam agama Islam, poligami dikonsepkan untuk merasionalisasi peranan wanita dalam masyarakat. Sebelum datangnya Islam, masyarakat suku di Arab umumnya memperlakukan wanita sebagai golongan masyarakat yang rendah. Iklim di Timur Tengah yang keras dan keadaan tanah yang gersang mengakibatkan sistem ekonominya tidak dapat menghasilkan surplus, sehingga masyarakat suku harus hidup secara nomaden. Dalam situasi demikian, masyarakat suku membutuhkan sistem pertahanan yang sigap menghadapi serangan dari suku lainnya. Akibatnya, wanita, yang kondisi biologisnya tidak menguntungkan untuk peperangan, ditempatkan pada posisi publik yang lebih rendah.
Berangkat dari kondisi yang timpang tersebut, agama Islam hadir dengan ajaran yang mengangkat posisi wanita. Praktek poligami dalam Islam dikonsepkan pada masa Perang Uhud, ketika banyak pria dalam masyarakat Arab terbunuh dalam peperangan. Dalam keadaan seperti itu, praktek poligami diperbolehkan agar janda yang ditinggal mati suaminya bisa mendapatkan pria yang dapat melindunginya. Proses konsepsi poligami dalam Islam ini berbeda dengan konsepsi poligami oleh agama Mormon, sekte dalam Kristen yang muncul dari Kota Salt Lake, Utah, Amerika Serikat, pada 1830-an. Joseph Smith, nabi agama Mormon, menganjurkan praktek poligami kepada umatnya. Pada konteks masyarakat Amerika Serikat saat itu, praktek poligami merupakan perilaku yang menyimpang. Hal ini dikarenakan mayoritas penduduk Amerika memeluk agama Kristen Protestan, yang ajarannya tidak menganjurkan poligami, kemudian filosofi kebebasan (liberalisme) yang berakar kuat pada habitus masyarakat Amerika sebagai bangsa yang tak pernah dijajah, dan sistem ekonomi masyarakatnya yang mapan dan menempatkan derajat wanita secara lebih tinggi. Akibatnya, praktek poligami yang dilansir oleh umat Mormon menimbulkan reaksi publik yang keras terhadapnya. Dari sastrawan sampai politikus Partai Republik yang mengadakan konvensi pertamanya pada 1856, mereka menuduh praktek poligami sebagai manifestasi barbarisme dan perbudakan. Hal ini bermuara pada perumusan Morris Bill oleh parlemen Amerika pada 1862, yang
119
melarang praktek poligami. Dan setelah mengalami tekanan yang hebat dari aparatur negara dalam urusan administrasi keagamaan, pada 1890 presiden institusional agama Mormon, Wilford Woodruff, menginstruksikan agar praktek poligami ditinggalkan. Ada perbedaan yang tajam dalam reaksi masyarakat terhadap praktek poligami dalam agama Islam dan dalam agama Mormon. Mengapa? Dari sisi ajaran, ada perbedaan di antara keduanya dengan Islam pada pensyaratan poligami. Agama Islam mensyaratkannya dengan ketat, tapi tidak demikian dengan Mormon. Dalam Islam, seorang lelaki yang hendak berpoligami mesti dapat bersikap adil terhadap semua istrinya. Nabi sendiri beberapa kali melakukan pernikahan didasari pertimbangan politis untuk menjalin persahabatan dengan suku lainnya, atau hendak meningkatkan derajat seorang wanita yang tidak memiliki pelindung. Tapi pada agama Mormon, dari pengamatan Kathryn M. Daynes, para wanitanya khawatir terhadap praktek tersebut karena berpotensi merugikan mereka dan anak-anaknya dalam hal pembagian warisan seandainya suaminya tidak meninggalkan wasiat (Glotzer, 2003). Kendall White dan Daryl White melihat bahwa dianjurkannya poligami oleh Joseph Smith berhubungan erat dengan revolusi industri pada masyarakat Amerika yang menimbulkan perubahan fundamental pada institusi keluarga (White & White, 2005). Revolusi industri memaksa mayoritas penduduk beralih profesi, dari petani menjadi buruh pabrik, sehingga institusi keluarga yang sebelumnya
120
mencakup kakek, nenek, dan berbagai kerabat lainnya mesti direduksi jumlah
anggotanya
berproduksi
sehubungan
sistem
industri
dengan yang
terinstitusinya
cara
lebih
ketat.
http://www.unisosdem.org/kliping_detail.php?aid=8561&coid=1&cai d=34 Gambaran dua konsepsi yang berbeda tentang poligami dapat diketahui indikasi bahwa praktek poligami telah lama dilakukan dan diperbolehkan dalam agama. Dalam hal ini tentunya ada aturan-aturan ketan yang harus dipenuhi sebelum seorang suami melakukan polgami B. Alasan-alasan Poligami Secaar umum seorang suami memutuskan berpoligami karena beberapa alasan berikut : 1) Poligami adalah diperbolehkan dalam agama Alasan teologis bahwa poligeami diperbolehkan menurut Islam semakin memantapkan langkah setiap laki-laki untuk melakukan poligami. Meskipun sebagian besar kurang memahami maksud dan tujuan dari nas yang membolehkan praktek poligami, sehingga akhirnya poligami dilakukan hanya atas dasar tidak dilarang agama tanpa mau tau denagn konsekuensi dibalik praktek yang dilakukan. 2) Kelebihan jumlah perempuan atas laki-laki. Banyak orang yang salah kaprah dengan pendapat bahwa perempuan lebih banyak dari pada laki-laki. Akibatnya poligami
121
menjadi semakin tepat untuk dilakukan pada jaman sekarang. Padahal jumlah perempuan yang banyak adalah mereka yang dibawah usia 12 tahun, dimana belum merupakan usia remaja belum boleh secara undang-undang dinikahi. Jika tetap dilakukan sama hal dengan melanggar HAM. 3) Istri mandul atau berpenyakit kronis susah disembuhkan . 58-59 Alasan utama yang sangat dianjurkan bagi seorang suami untuk melakukan poligami adalah isteri mandul dan memiliki penyakit kronis. Dan hal ini sebagaimana yang disyaratkan dalam UUP dan KHI. Hanya saja untuk melakukan hal ini, pihak isteri benar-benar memiliki kerelaan agar suami dapat menikah lagi, apalagi bila alasan untuk meneruskan keturunan keluarga. 4) Menghindari selingkuh dan zina Sebagian orang yang memiliki naluri sek tinggi menganggap mempunayi lebih dari isteri lebih baik dari pada melakukan hubungan gelap dengan wanita lain. alasan seperti ini dapat dibenarkan hanya saja terkadang suami tidak memperoleh ijin dari isteri sehingga poligami justru menambah semakin banyak masalah pribadi maupun kleuarga. Alasan-alasan tersebut belum cukup sebagai dasar orang akan berpoligami, untuk selanjutnya harus memenuhi syarat berikut : 1. Berlaku adil
122
Adil disini tidak sebatas pada pemberian materi atau kebutuhan ekonomis keluarga saja. tetapi bagi suami yang mempunyai lebih dari seorang istri harus benar-benar dapat memberikan perhatian, kasih sayang dan kebutuhan biologis secara adil. Hal inilah sangat sulit dicapai karena seringkali faktor ini menjadi penyebab tidak harmonisnya hubungn antar istri. 2. Mampu membiayai seluruh isteri dan anak Secara ekonomi, suami yang berpoligami harus dapat memenuhi kebutuhan anak dan isteri yang tentunya jauh lebih besar dari pada monogami. Sepatutnya tidak perlu terjadi adalah suami tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga besarnya, padahal kebutuhan hidup bertambah hari-bertambah banyak dan mahal. 3. mampu menagyomi dan melindungi. Kehidupan kleuarga bukan saja penyaluran kebutuhan biologis antara suami dan isteri. Penikahan merupan bagian dari aktivitas mansuia yang dapat memenuhi kebutuhan psikis seperti rasa aman, terlindungi, tentam dan bahagia. Kehidupan perkawinan poligami tentunya syarat denagn berbagai konflik baik internal keluarga besar suami isteri, antar isteri, dana antar anak dari isteri yang berbeda. Berbagai kemungkinan yang terjadi mengahuruskan seorang suami benar-benar menjad sosok yang mampu menjadi pelindung dan pengayom bagi keluarga. Bukan sebaliknya, sosok yang menakutkan karena
123
sering kali melakukan kekerasan dalam rumah tangga. (Gunawan (ed), 2005 167-168) C. Implikasi Poligami Menurut Mulia (2004: 41-50), Implikasi praktek poligami adalah : 1. Implikasi sosio-psikologis terhadap perempuan Secara psikologis istri akan sakit hati karena suaminya brehubungan dengan awnita lain. Akibat lebih lanjut adalah depresi, stress, kecewa bahkan benci karena dihianati. Selain konflik internal juga adanya konflik internaal keluarga yaitu sesame isteri, antra isteri dan anak dan anak yang berlainan ibu. 2. Implikasi kekerasan terhadap perempuan Kekerasan terhadap perempuan merupakan setiap tindakan berdasarkan perbedaaan jenis kelamin ynng menibulkan kesengsaraan dan penderitaan baik psikis, fisik, seksual, termasuk tindakan ancaman tertentu, pemaksaan, dan perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi. Hal. 147 pasal 1 deklarasi PBB tentang penghapusan kekerasan terhadap perempuan. 3. Implikasi social terhadap masyarakat Diperbolehkan poligami baik secara agam dan hukum penikahan republik indonesia membawa pengaruh bagi
124
kehidupan sosial masyarakat. Salah satunya yang
dapat
dilihat adalah kebahagian keluarga yang merupakan idaman semua orang menjadi hal yang sangat sulit dicapai apabila seorang suami memutuskan berpoligami. Konflik antara isteri, antara anak dari isteri yang berbeda ikut menjadi bagian dari rumah tangga yang berpoligami. Sementara kebolehan memperisteri lebih dari satu juga membawa implikasi banyaknya nikah dibawah tangan. Hal ini terjadi karena sebagian suami kesulitan untuk melakukan poligami dari isteri sementara dari diri sendiri merasa sanggup menajlani hidup berpoligami baik secara ekonomi maupun kebutuhan lainnya ( Mulia, 2004:159). D. Poligami dalam Hukum Perkawinan Republik Indonesia Di Indonesia masalah poligami di atur Undang-undang Perkawinan No. 1/ 1974. PP RI No. No. 9/1975 tentang aturan pelaksanaan UUP No. 1/1974. bagi pegawai negeri sipil, aturannya dipisahkan melalui PP No. 10/1983 tentang izin Perkawinan dan perceraian bagi PNS. Adapun sebagai hukum materil bagi orang lain, terdapat ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam. Dalam UPP pasal pasal yang berkaitan dengan poligami pasal 4 dan Pasal 5. pasal 4 secaar garis besar menyatakan bahwa bagi setiap suami yang berniat memperisteri lebih dari satu harus mengajukan permohonan ke pada pengadilan daerah temapt tinggal. Dengan alasan bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai iseri, isteri
125
sakit tidak bisa disembuhkan dan isteri tidak bisa melahirkan keturunan. Sementara dalam KHI, poligami hanya dijelaskan dalam satu bab, yaitu Bagian kelima Kewajiban suami yang beristeri lebih dari seorang 1. Suami yang beristri lebih dari seorang berkewajiban memberikan tempat tinggal dan biaya hidup kepada masing-masing siteri secara berimbang menurut besar kecilnya jumlah keluarga yang ditanggung masing-maing-masing isteri, kecuali kalau ada perjanjian perkawinan. 2. Dalam hal para istri rela dan ikhlas, suami dapat menemaptkan istrinya dalam satu temapt kediaman. Jadi apa yang diatur dalam KHI merupakn sebuah praktek nayta dari poligammi yang harus dilakuakn oleh suami. Sedangkan bagi pegawai negri sipil terdapat peraturan tersendiri yaitu PP No. 10/1983 dan Surat edaran Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Negara (BAKN), yaitu No. 08/SE/1983. aturan-aturan yang berlaku bagi PNS ini lebih berat lagi, sehingga sangat sulit terjadi perkawinan poligami seorang PNS. Seperti salah satunya mengatakan bahawa seorang pegawai negeri sipil wanita sama sekali tidak dapat menjadi isteri kedu ataupun ketiga seorang pegawai negeri sipil (Hakim, 2000: 124).
126