Bencana Komunikasi
Peristiwa tahun 2004 itu menjadi tonggak revolusi bagi Indonesia dalam menangani bencana. Meski bukan baru tahun 2004 saja bencana menimpa Indonesia. Namun pasca gempa dan tsunami tahun 2004, pola penurusan bencana Indonesia menjadi lebih terencana. Salah satunya dengan lahirnya UU no 24 Tahun 2007 tentang Pengurusan Bencana dan lahirnya "Badan Nasional Penanggunangan Bencana" atau BNPB.
Bencana dan Permasalahannya
Indonesia adalah negeri yang akrab dengan bencana alam. Sejarah mencatat, sejak berdirinya bangsa itu, ia telah mengalami semua jenis bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letupan gunung berapi, banjir, tanah runtuh, angin puting beliung hingga kepada kemarau. Selain bencana alam, bencana kecelakaan juga akrab di negara tersebut. Pesawat jatuh, kapal tenggelam, pelanggaran kereta api, kemalangan lalulintas hingga kepada kebakaran menjadi bagian yang kerap menemani masyarakat Indonesia melalui hari-harinya.
Negara tersebut sebenarnya sudah cukup bersedia dalam penanganan bencana sehingga mereka menubuhkan UU no 24 Tahun 2007 bertujuan untuk mengangani bencana. Dalam UU itu dijelaskan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam dan juga faktor buatan manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerugian harta benda, dan kesan psikologi.
Selain itu, dijelaskan pula bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa yang disebabkan oleh alam seperti gempa bumi, tsunami, letupan gunung berapi, banjir, kemarau, ribut taufan, dan tanah runtuh.
Kemudian, bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
1/5
Bencana Komunikasi
atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa kegagalan teknologi, kegagalan modernisasi, epidemi, dan wabak penyakit.
Ada juga bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antara kelompok atau antara komuniti masyarakat, dan sebagainya.
Peristiwa bencana umumnya tidak dapat diramalkan. Di samping itu informasi awal tak jelas. Ditambah lagi jumlah korban banyak dan dalam keadaan gawat darurat. Jumlah penolong juga terbatas untuk bencana. Lokasi jauh, bantuan minimal dan lambat memburukan lagi situasi dalam sebuah bencana.
Khusus di Indonesia, masalah utama dalam menangani bencana antara lain intensiti bencana yang sering terjadi dan kapasiti bencana yang besar dengan efek korban yang dahsyat. Keterbatasan potensi dalam menangani bencana. Lemahnya koordinasi antara agensi yang berkaitan, keterbatasan dana on call, sistem birokrasi yang panjang dan rumit, keterbatasan SDM khusus dalam bidang menangani bencana. Selain itu juga ia menyangkut mental masyarakat korban bencana yang ikut mempersulitkan usaha untuk menangani bencana.
Bencana Komunikasi
Bencana selalu menimbulkan impek. Mengakibatkan korban jiwa atau kerosakan fisikal. Namun ada satu hal yang sering dilupakan ketika berlakunya bencana. Yaitu terjadinya bencana komunikasi. Pada ketika keadaan darurat bencana, dimana berlakunya korban jiwa dalam jumlah yang besar, manakala infrastruktur dan prasarana sosial yang rosak teruk, maka ketika itu juga bencana komunikasi melanda.
Dicirikan oleh kekurangan sumber komunikasi bencana yang boleh memberi maklumat mengenai keadaan semasa tentang bencana tersebut. Bencana 2/5
Bencana Komunikasi
komunikasi dimulai dengan minimalnya sumber-sumber komunikasi yang dapat memberikan informasi mengenai situasi terkini di lokasi bencana. Di samping itu bencana komunikasi juga terjadi kerana terputusnya saluran–saluran komunikasi masyarakat akibat kerosakan infrastruktur dan prasarana komunikasi akibat dari bencana yang berlaku. Bencana komunikasi dalam situasi bencana alam menyebabkan tidak adanya informasi yang secukupnya apa lagi maklumat tentang situasi bencana itu sendiri.
Melihat pengalaman peristiwa Gempa dan Tsunami Aceh dan Nias tahun 2004, bencana komunikasi yang terjadi sangat parah. Hingga berminggu selepas bencana, masih tidak ada informasi yang memadai tentang wilayah–wilayah yang teruk dilanda bencana, jumlah korban jiwa yang berlaku, jumlah yang selamat, lokasi pemempatan sementara mangsa dan tempat-tempat yang masih selamat. Minimalnya informasi tersebut menimbulkan krisis komunikasi yang sangat parah.
Krisis ini menimbulkan situasi tidak pasti dan serba tidak menentu. Akibatnya, selain korban bencana yang tidak tertangani dengan baik, masyarakat di luar yang ingin menolong, keluarga yang mencemaskan keselamatan anggota keluarganya serta pihak-pihak tertentu seperti Badan pengurusan bencana mengalami ketidakpastian yang mengkhawatirkan.
Bencana komunikasi akan menjadi lebih parah akibat keadaan yang tidak menentu seperti :
Pertama Fasiliti komunikasi yang ada tidak mencukupi, dan meliputi sepenuhnya (pulau terpencil tanpa fasiliti seperti telefon dan sebagainya).
Kedua Fasiliti komunikasi umum tidak terjamin dari gangguan (kerosakan teknikal).
3/5
Bencana Komunikasi
Ketiga Pengurusan komunikasi bencana yang tidak sempurna
Keadaan serupa juga sebenarnya terjadi ketika gempa dan tsunami di Jepun. Namun situasi di Jepun berbeda kerana ia lebih cepat diatasi. Kerajaan mereka didukung oleh kemajuan teknologi menyebabkan bencana komunikasi tidak lama berlaku. Hanya dalam waktu beberapa jam saja, semua sumber-sumber komunikasi di Jepun telah berjaya dipulihkan dan mampu memberi informasi yang cukup berarti untuk mengurangi ketidak pastian. Media massa mereka juga memainkan peranan yang penting.
Belajar dari peristiwa di atas, maka kita juga harusnya mempersiapkan pengurusan bencana komunikasi selain dari keutamaan iaitu menangani bencana itu sendiri.
Selama ini, istilah komunikasi bencana memang belum banyak digunapakai dalam pengurusan penanganan bencana. Namun kebelakangan ini semakin banyak ditegaskan tentang komunikasi bencana, sebagai usaha untuk meningkatkan kualiti penangani bencana.
Faktanya, dalam setiap usaha untuk menangani bencana, komunikasi memang sangat diperlukan. UU No 24 Tahun 2007 menjelaskan tiga tahap dalam menangani bencana iaitu Pra bencana terdiri dari dua keadaan yaitu dalam situasi tidak terjadi bencana; dan situasi terdapat potensi terjadinya bencana meliputi aspek kesiapsiagaan; peringatan diri; dan mitigasi bencana.
Kemudian tahap menangani darurat. Dalam tahap ini dilakukan berberapa langkah terdiri dari; pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerosak an, dan sumber daya; penentuan status keadaan darurat bencana; usaha menyelamat dan perpindahan masyarakat mangsa bencana; memenuhi keperluan dasar;
4/5
Bencana Komunikasi
perlindungan terhadap mereka yang terdedah kepada bencana; dan pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.
Tahap berikutnya adalah Pasca bencana. Pada tahap ini dilakukan rehabilitasi terhadap masyarakat yang menjadikorban bencana dan pembangunan semula dengan melakukan pembangunan semula pada fasiliti dan infrastruktur yang rusak akibat bencana.
Penutup
Ketiga tahap itu memerlukan komunikasi dalam fungsi sosialiasi dan pendidikan, fungsi koordinasi, fungsi pengurusan, fungsi konseling dan juga fungsi hiburan. Fungsi sosialisasi dan pendidikan diperlukan pada masa pra bencana. Sedangkan fungsi koordinasi dan pengurusan sangat diperlukan dalam menangani darurat seperti koordinasi, pengurusan pengagihan bantuan, koordinasi segera dan pengurusan perlindungan mangsa. Fungsi konseling dan hiburan diperlukan ketika melakukan rehabilitasi pada mangsa yang mengalami trauma akibat bencana dan upaya untuk mengembalikan kondisi sosial dan psikologi seperti sediakala.
Maka menjadi penting bagi ilmuan dan pengamal komunikasi untuk mengambil peranan penting pada trend pengurusan bencana yang selama ini seperti berjalan tanpa dukungan amalan komunikasi. Sementara pihak yang selama ini mengambil dalam soal pengurusan bencana mesti menyedari bahawa komunikasi sangat penting untuk mencapai keberhasilan dalam pengurusan bencana.
5/5