Bekerja dan Status Hukumnya Moh. Makmun Universitas Pesantren Tinggi Darul ’Ulum Jombang, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak: Artikel ini merupakan kajian kepustakaan untuk mengulas terkait konsep bekerja dan status hukumnya. Kata dalam al-Qur’an yang menunjukkan makna kerja adalah : kata bagha> yang terdapat dalam al-Qas}as}: 73 dan 77, Jumu’ah: 10, alIsra\’: 12 dan 66, al-Ja>s}iyah: 12, an-Nah}l: 14, fa>t}ir: 12 serta kata amala adalah surat Kahfi: 79. di samping itu juga memakai surat an-Nasrah}: 7 dan Saba>’: 15. sedangkan hadis Rasulullah Saw, banyak memberikan anjuran untuk bekerja. Manusia tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan bersifat materi dan bersifat rohani. Kebutuhan rohani tidak akan dapat terpenuhi dengan baik jika kebutuhan pokok manusia yang bersifat materi belum mampu dipenuhi. Islam sangat mencela orang yang tidak mau bekerja atau bahkan meminta-minta. Untuk memenuhi kebutuhannya, seseorang harus beraktivitas yang menghasilkan hasil ekonomis yang dinamakan bekerja. Islam sebagai agama yang mengatur segala aspek kehidupan manusia demi termasuk melindungi agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta benda, sehingga hukum bekerja adalah wajib guna menjaga jiwa, keturunan dan agama. Adapun hukum bekerja bagi suami adalah wajib. Karena kewajiban menafkahi keluarganya tidak akan terpenuhi jika ia tidak bekerja. Kewajiban itu pula dimaksudkan untuk menjaga keturunan, jiwa dan agama anggota keluarganya. Untuk itu, bagi orang muslim, bekerja tidak saja untuk memenuhi kebutuhannya, melainkan juga bernilai ibadah. Kata kunci : bekerja, ibadah, hukum, nafkah. Religi: Jurnal Studi Islam Volume 6, Nomor 1, April 2015; ISSN: 1978-306X; 165-192
Moh. Makmun
Abstract : This article is literature study, which try to review the concept of work and its legal status. The word o which means work in Koran is called as bagha. It is found in surah al-Qas}as}: 73 -77, Jumu’ah: 10, al-Isra>’: 12 66, al-Ja>s}iyah: 12, an-Nah}l: 14, Fa>t}ir: 12. And the word of which mean amala is in surah Alkahfi, an-Nasrah: 7 and Saba’:15. Meanwhile in hadith, Prophet Muhammad suggested the mankind to work, due to their need of material and immaterial (spiritual) for daily life. In this case, spiritual need has to be fulfilled after the material necessity completed. In Islam, the lazybones is forbidden. All mankind has to work to fulfill their need. Islam has organized everything for the human being, such as protecting religion, life, mind, lineage and property. So that legal status of working is a must to maintain the life. In this case, a husband has to work to perform the obligatory thing. It is to be done due to the supporting income for the dependence will not be fulfilled if the man(husband) does not work. Hence, give the living for the family must be done for the husband, which also be useful to protect their religion. Moreover, working for the muslim is not merely to fulfill the necessity but also worth worshipping. Keywords: working, worship, law, living.
Pendahuluan Al-Qur’an adalah sumber rujukan pertama dan utama dalam memahami ajaran Islam. Hakikat diturunkannya alQur’an adalah menjadi acuan moral secara universal bagi umat manusia untuk memecahkan problematika sosial yang terjadi di masyarakat. Al-Qur’an secara teks tidaklah berubah, namun penafsiran atas teks senantiasa berubah, sesuai dengan konteks ruang dan waktu manusia. Oleh karenanya, alQur’an senantiasa membuka diri untuk dianalisis, dipersepsi, diinterpretasi (ditafsiri) dengan berbagai alat, metode, dan pendekatan untuk menguak isi dan esensi 166
Religi: Jurnal Studi Islam
Bekerja dan Status Hukumnya
sejatinya. wilayah text (teks) adalah sangat penting bagi umat beragama. Lebih-lebih teks kitab suci. Sebegitu pentingnya, sehingga tanpa disadari kadang-kadang ia meninggalkan dimensi rasionalitas-kritis dan masuk dibawah tekanan dan tuntutan dimensi psikologis manusia. Jika telah kehilangan dimensi rasionalitas-kritisnya, maka sitiran dan kutipan kitab suci bisa berubah menjadi sangat peka dan over-sensitive, dan cenderung emosional bahkan tak menutup kemungkinan dapat berubah menjadi kekerasan (violence) psikis maupun fisik. Meminjam bahasa filsafat ilmu, wilayah kitab suci itu adalah wilayah nonfalsifiable (tak dapat difalsifikasi/tak dapat disalahkan).1 Manusia sebagai mahluk sosial dalam kenyataan hidupnya senantiasa tidak akan mampu untuk berdiri sendiri, memenuhi kebutuhannya sendiri, melainkan pasti membutuhkan bantuan dan pertolongan dari orang lain. Manusia pastilah mempunyai kebutuhan dasar yang harus mereka penuhi, di antaranya adalah sandang, pangan dan papan. Demi memenuhi kebutuhannya tersebut, tidak mungkin seseorang akan memenuhinya sendiri atau mendapatkannya sendiri, melainkan mereka akan membutuhkan orang lain untuk memenuhinya. Hal ini tercermin dari adanya jual beli atau barter demi memenuhi kebutuhannya. Dalam rangka memenuhi kebutuhannya, seseorang haruslah mempunyai uang atau alat barter, dan hal
Amin Abdullah, Hermeneutika Islam Dan Budaya Populer. Makalah ini disusun atas permohonan panitia Yogya-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2008, untuk disajikan dalam seminar bertajuk Sinema, Media dan Islam, Lembaga Indonesia Perancis (LIP), Sagan, Yogyakarta, 11 Agustus 2008. lihat dalam 1
http://aminabd.wordpress.com/2010/06/03/hermeneutika-islam-danbudaya-populer/ Volume 6, Nomor 1, April 2015
167
Moh. Makmun
tersebut tidak mungkin didapatkannya melainkan dengan jalan bekerja. Dari sini, maka bekerja merupakan sebuah tuntutan dan lebih dari itu, bekerja merupakan sebuah menifestasi dari keimanan kita. Di mana Islam menganjurkan pemeluknya untuk bekerja. Pengertian Kerja dan Etos Kerja Proses pencarian dalam al-Qur’an, kata bekerja secara leterlek tidaklah diketemukan. Akan tetapi, kemudian penulis mencoba untuk mengambil kata bagha yang bermakna mencari (dalam pengertian lanjutan bermakna mencari karunia Allah SWT., / bekerja). Selain itu juga menggunakan beberapa kata dari kata ‘amala yang penulis rasa memiliki makna dan arti tentang bekerja. Hal ini karena kata ‘amala dalam al-Qur’an lebih condong mengarah kepada suatu amal perbuatan yang berkaitan dengan akhirat. Kerja bermakna suatu perbuatan melakukan sesuatu yang dilakukan (diperbuat).2 Sedangkan etos kerja terdiri dari dua kata, yaitu kata etos dan kerja. Etos bermakna semangat, jiwa-jiwa dan pandangan hidup khas suatu bangsa.3 Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka dapat diambil sebuah pemahaman bahwa Etos kerja muslim adalah suatu cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa bekerja bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiaannya, tetapi juga sebagai suatu manivestasi dari amal shaleh dan oleh karenanya mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur.4
W.J.S. Poerdawarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), 492. 2
Pius A. Patanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), 163. 3
Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim (Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1995), 28. 4
168
Religi: Jurnal Studi Islam
Bekerja dan Status Hukumnya
Pengertian dan Makna Bekerja? Jika kita melihat diseluruh penjuru, maka kita akan menyaksikan begitu banyak orang yang bekerja, mereka melakukan kegiatan (aktivitas), dan coba perhatikan pula bahwa dalam setiap aktivitasnya terdapat sesuatu yang dikejar, ada tujuan serta usaha (ikhtiya>r) yang sangat bersungguh-sungguh untuk mewujudkan aktivitasnya mempunyai arti. Namun demikian, tidaklah semua aktivitas manusia dapat dikategorikan sebagai bentuk pekerjaan. Karena di dalam makna pekerjaan ada tiga aspek yang harus dipenuhinya secara nalar, yaitu:5 1.
Bahwa aktivitasnya dilakukan karena ada tanggung jawab (motivasi).
2.
Bahwa apa yang dilakukannya tersebut dilakukan karena ada kesengajaan, sesuatu yang direncanakan, karenanya terkandung di dalamnya suatu gabungan antara rasa dan rasio.
3.
Bahwa apa yang dilakukan itu dikarenakan adanya sesuatu arah dan tujuan yang luhur (aim, goal) yang secara dinamis memberikan makna bagi dirinya, bukan hanya sekedar kepuasan biologis statis.
Di sisi lain, makna bekerja bagi seorang muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh aset, fikir dan dzikirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakkan arti dirinya sebagai hamba Allah Swt. yang harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik, atau dengan kata lain bahwa hanya dengan bekerja manusia dapat memanusiakan dirinya.6
5
Ibid., 27.
6
Ibid. Volume 6, Nomor 1, April 2015
169
Moh. Makmun
Manusia sebagai mahluk Allah Swt. yang paling mulia di antara mahluk-Nya yang lain. Dengan demikian, sangat wajar jika manusia diberi amanah menjadi khalifah di muka bumi untuk mengaturnya, megelola dan memakmurkan jagat raya. Demi menunjang tugasnya itu dengan baik, Allah Swt. memberikan dan melengkapi berbagai fasilitas subyektif dan obyektif untuk bekerja. Bekerja dalam Anjuran al-Qur’an Dalam pembahasan kali ini ayat-ayat al-Qur’an yang digunakan adalah dengan jalan mengumpulkan kata bagha yang terdapat dalam surat: al-Qas}as ayat 73 dan 77, Jumu’ah: 10, al-Isra>’: 12 dan 66, al-Ja>s}iyah: 12, an-Nah}l: 14, fa>t}ir: 12 sedangkan yang memakai redaksi amala adalah surat kahfi: 79. di samping itu juga memakai surat anNasrah}: 7 dan Saba’: 15 Dalam al-Qur’an terdapat perintah untuk mencari karunia Allah SWT. yang ada di bumi, yaitu:
َ ْ ْ َ َ َ ْ ُّ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ ه ِن ِك َما ِ ن ِادلنيا ِوأحس ِ ك ِم ِ س ِنصيب ِ ل ِتن ِ ار ِاْلخر ِة ِو ِ ّلل َ ِادل ِ اك ِا ِ َو ْابتَغِ ِفيما ِءات َ ْ ْ ْ ُّ َ َ َ ه َ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ََ ْ َ َ ه 7َ ِ بِال همفسد ين ِ لُِي ِ َِ ّلل ِ نِا ِ ادِفِِاْل ْرضِِإ ِ لِتبْغِِالف َس ِ كِو ِ ّللِإَل ِ نِا ِ أحس “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah SWT. kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah SWT. telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah SWT. tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”8
7
Al-Qur’an (Al-Qas}as}): 77.
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemah (Jakarta: PT. Bumi Restu, 1974), 623. 8
170
Religi: Jurnal Studi Islam
Bekerja dan Status Hukumnya
Kalimat
َ ْ ُّ َ َْ َ ادلن ِيَا ِ ن َِ ك ِم ِ ََولِ ِتن َسِ ِنصيب
(janganlah
kamu
melupakan posisimu dari (keni`kmatan) duniawi), bermakna manusia tidak boleh melupakan kehidupan duniawinya, di mana manusia membutuhkan makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan nikah yang semuanya itu tidak dilarang oleh Allah Swt. Selain itu, bahwa sesungguhnya manusia itu dalam hubungannya dengan Tuhannya mempunyai kewajiban (hak Allah Swt., untuk disembah) dan dalam diri manusia juga mempunyai hak, keluarganya memiliki hak, tetangganya juga mempunyai hak, maka penuhilah semua hak tersebut.9 Di samping itu, kata tersebut bermakna manusia harus mencari rizqi Allah Swt., yang terdapat di dunia untuk memenuhi kehidupan mereka dan juga bermakna bahwa kehidupan dunia merupakan sarana untuk beribadah dan taat kepada Allah Swt., untuk kehidupan di akhirat nanti.10 Apabila diperhatikan, Ayat tersebut di atas laksana percikan air surgawi yang membasuh wajah umat Islam, untuk tampil sebagai seorang pekerja keras dan berprestasi. Di mana untuk menggapai keberuntungan dan kebahagiaan hidup tidaklah hanya cukup tenggelam dan terlena dalam masalah ibadah formal atau lainnya. Melainkan, hendaknya dimanifestasikan dalam ibadah aktual. Di samping itu, ayat tersebut memberikan suatu penegasan, bahwa Allah Swt., menciptakan manusia di muka bumi ini untuk beribadah kepada-Nya. Akan tetapi, dalam rangkaian ibadah tersebut kita dilarang melupakan kehidupan dunia, di mana manusia membutuhkan makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan lain sebagaianya. Untuk merealisasikan kebutuhan tersebut, maka manusia diperintahkan untuk bekerja
Imam Abul Fida Ismail ibnu Katsir ad-Dimayqi, Tafsir Ibnu Kathir, Juz II (Beirut: Da>r al-Fikr, 1401 H), 404. 9
Muh}ammad b. Jari>r b. Yazi>d b. Kha>lid al-T}abari> Abu> Ja’far, Tafsi>r alT}abari>, Juz XX (Beirut: Da>r al-Fikr, 1405), 112. 10
Volume 6, Nomor 1, April 2015
171
Moh. Makmun
dengan giat, karena harta kekayaan tidak akan datang sendiri di hadapan manusia. Dari sini, dapat diketahui bahwa bekerja merupakan pokok dari kehidupan. Yang mana diketahui bersama Rasulullah Saw., juga bekerja, di masa kecilnya beliau menggembala domba, ketika remaja beliau bekerja sebagai pedagang. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya sebuah pekerjaan bagi manusia. Di samping itu, Rasulullah Saw., mencela mereka yang senang meminta-minta dan tidak mau berusaha atau bekerja guna mencari rizki, sebagaimana sabda beliau:
َ َ َ ََ ََْ ْ ه ه َ ْ َ َ ََ َْ ه َ ْ ه َ ْ َ ه ِن ِأبِ ِعبَيْ رِد ِ اب ِع ِ ل ِ َعنِ ِابْنِ ِش َه ر ِن ِعقيْ ر ِ ث ِع ِ ي ِحدثنا ِاللي ِن ِبك ر ِ ي ِب ِ حدثنا ُِي َ َ َ َ َْ َه ه َ َ َه ه َ ه َه َ ْ الر َ ل ِ َعبْد ِول ِ ال ِرس ِ ول ِق ِ ف ِأن ِه ِ َسم َِع ِأبَا ِه َر ْي َر ِة ِ َرضِ ِاللهم ِعنهم ِيق ِ ْحنِ ِبْنِ ِ َع ْو ر ِ َم ْو ْ َ ْ َ َ َ َ َْ َ َ َ َ َ َ ْ ََْ َ َ َ ه ه ْ ه ْ َ ََ َ ْ َ ْر َه ِن ِ نِأ ِ لِم ِ ِي ِ َعِظهرهِِخ ِ ِِبِأحدك ِمِحزمة ِ نُِيتط ِ ّلِاللهمِعليهِ وسل ِمِْل ِ ّلل َِص ِ ا َ َ َ َ َ ْ ه َ ه ي َ ْسأ ِلِأ َحداِفيهعطيَ ِهِأ ِْوِي ْمنَ َع ِه Dari Abi ‘Ubaid Maula Abdi al-Rahman b. Awf, bahwasanya dia mendengar Abu Bakar r.a. berkata, Rasulullah Saw., telah bersabda, “Andainya seseorang mencari kayu bakar dan dipikulkan di atas punggungnya, hal itu lebih baik daripada kalau dia meminta-minta pada seseorang yang kadang-kadang ia diberi dan kadang ia ditolak.” (HR. Bukhari).
Berdasarkan hadist tersebut, bisa diketahui betapa orang yang bekerja adalah termasuk golongan manusia yang mulia dan merupakan hinaan dan celaan bagi orang yang tidak bekerja dan bahkan sampai meminta-minta. Di sisi lain ayat tersebut di atas, didukung oleh ayat lain dalam surat al-Jumu’ah: 10, yaitu:
172
Religi: Jurnal Studi Islam
Bekerja dan Status Hukumnya
َْ َ َ ْ ه ْ َ ْ ه َ ِِفَإ َذاِقهضيَت الص ََل هِةِفَانْتَ ه ِّلل َِكثيا ِ اّلل َِ َواذك هرواِا ِ ِِنِفضل ِ ِشواِفِِاْل ْرضِِ َوابْتَغواِم 11 َ َ َ َ ه ْ ه ْ ه ِ لعلك ِمِتفلح ون “Apabila telah ditunaikan shalat (shalat Jumu’ah), maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.12 Wa idha> qud}iyat al-s}ala>h fantashiru> fi al-ard} (Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi), ayat ini merupakan perintah mubah, yang bermakna jika kalian merasa waktunya luang setelah shalat Jumu’ah, maka bertebaranlah di muka bumi untuk berdagang, beraktivitas sesuai dengan kepentingannya.13 Wabtaghu> min fad}l Allah (carilah karunia Allah SWT.), bermakna rizqi dari Allah SWT.14 Ayat di atas menunjukkan perintah mubah. Dalam pengertian, manusia setelah selesai melakukan shalat Jumu’ah bagi yang mempunyai aktivitas, maka aktivitasnya dilanjutkan dan bagi yang tidak mempunyai aktivitas, maka boleh berdiam diri di masjid untuk berdzikir. Adapun ayat lain yang menjelaskan tentang anjuran manusia untuk mencari karunia Allah SWT. yang ada di laut adalah:
11
Al-Qur’an, 62 (al-Jumu’ah): 10.
12
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemah, 933
Muh}ammad b. Ah}mad al-Ansa>ri> al-Qurt}ubi>, al-Ja>mi’ li Ah}ka>m alQur’a>n, Juz XVIII (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 1993), 71. Bandingkan juga dengan Qa>dhi> Abi> Muh}ammad ‘Abd al-H}aq b. Gha>lib b. ‘At}iyyah al-Andalu>si>, al-Muh}addar al-Waji>z fi> Tafsi>r al-Kita>b al-Azi>z (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah, 1993), 309. 13
14
Ibid. Volume 6, Nomor 1, April 2015
173
Moh. Makmun
َ ه َ ْ َ ه ْه ْ َ ْ ْ ه َ َ َه ْ َْ ه ِن ِبك ِْم ِ ن ِفضلهِ ِإن ِه َِك ِ اْلحرِ ِ َِلبتَغوا ِم ِ ِك ِف ِ َر ُّبك هِم ِاَّلي ِيه ْزجِ ِلك هِم ِالفل َ 15رحيما
“Tuhan-mu adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu.”16 Ayat di atas didukung oleh ayat al-Qur’an yang lain, yaitu:
َ َ ه َ ه ْ ْ ََْ َ َ ْ َ ْه ْ ه ْ َ َ ِّ َاح ِ همب ِّ ِ ل ِك ِ ي ِالفل ِ ن ِرْحتهِ ِوِلجر ِ ات ِوَلذيقك ِم ِم ِ ِش ر َِ الر َي ِ ن ِيه ْرس ِ ن ِ َءايَاتهِ ِأ ِْ َوم ْ َ ْ ْ ه َْ َ َ َ ه َْ ه ِ ون ِ نِفضلهِِ َول َعلك ِْمِتشك هر ِ بأمرهِِ َو َِلبتَغواِم “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia mengirimkan angin sebagai pembawa berita gembira dan untuk merasakan kepadamu sebagian dari rahmat-Nya dan supaya kapal dapat berlayar dengan perintah-Nya dan (juga) supaya kamu dapat mencari karunia-Nya; mudah-mudahan kamu bersyukur.”17
َ ه َ َ َ َ ه ه َْ ْ َ َ ْ َ ْه ْ ه ْ َ ْ ْ ه َْ ِِن ِفضله ِ ك ِفيهِ ِبأمرهِ ِ َو َِلبتَغوا ِم ِ ي ِالفل ِ ّلل َ ِاَّلي ِسخ ِر ِلك ِم ِاْلح ِر ِِلجر ِ ا َ ََََ ه ْ َْ هه ِ ولعلك ِمِتشكر ون “Allah SWT.lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya, dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur.”18
15
Al-Qur’an, 17 (al-Isra>): 66.
16
Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemah, 424.
17
Ibid., 648.
18
Ibid., 816.
174
Religi: Jurnal Studi Islam
Bekerja dan Status Hukumnya
َ ه َ ْه َْ ْ ْه ْهه ْ َ َ ْ َْ َ َ َ ِل ْما ِ َطر ًّيا ِ َوت ْستَخر هجوا ِمن ِه ِحليَةِ ِتلبَ هسون َها ِ ِ اْلح َِر ِ َِلأكلوا ِمن ِه ِ َوه َِو ِاَّلي ِسخ ِر َ ْ ْه ْ َ ْ ْ ه َ َ َ ه َْ ه َ ِ نِفضلهِِ َول َعلك ِْمِتشك هر ون ِ كِ َم َواخ َِرِفيهِِ َوِلَبتَغواِم ِ َوت َرىِالفل “Dan Dia-lah, Allah SWT. yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur.”19
َ َ َ ْ ر هَ ر َ ر َ َ هه َ َ َ ْر ه َ ر َ ْ هل ْ َْ ِك ِ ِن ِ اج ِوم ِ ح ِأج ِ ات ِسائ ِغ َِشاب ِه ِوهذا ِمل ِ ب ِفر ِ اْلح َرانِ ِهذا ِعذ ِ َو َما ِي َ ْستَوي ْ َ ْ َ َ ْ ه ه َ َ ْ َ ًّ َ َ ْ َ ْ ه َ ْ ْه ْ ه َ َ ِكِفيهِِ َم َواخ َِرِ َِلبتَغوا ِ ونِحليَةِِتلبَ هسون َهاِ َوت َرىِالفل ِ ونِلماِطرياِوتستخرج ِ تأكل َ َ ه َْ ه ْ َ ْ َ ِ نِفضلهِِ َول َعلك ِْمِتشك هر ون ِم ”Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur.”20 Ayat-ayat tersebut di atas, merupakan gambaran dan juga informasi tentang kelautan. Allah-lah yang telah menundukkan angin (dalam pengertian mengatur kecepatan angin) agar memudahkan perjalanan kapal-kapal, sehingga ada angin yang setiap musim mendorong kapal-kapal itu untuk dapat berlabuh pada tujuannya dan begitu juga ketika kapal-kapal mereka kembali. Allah SWT. memberikan karunia-Nya yang ada di laut baik berupa ikan-ikan segar untuk di makan dan atau juga mutiara yang digunakan manusia sebagai perhiasan. Di
19
Ibid., 404.
20
Ibid., 697. Volume 6, Nomor 1, April 2015
175
Moh. Makmun
samping untuk dimakan dan sebagai perhiasan, ikan-ikan segar dan mutiara tersebut memiliki nilai ekonomis yang dapat diperjual belikan sehingga menghasilkan uang demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian, bagi siapa saja yang menginginkannya, maka ia harus berusaha dan bekerja sendiri untuk mengambilnya di lautan, atau dapat membelinya dengan menggunakan alat pembayaran yang sah. Lebih lanjut Allah SWT. menegaskan:
َ ََ َ َه َ َ َ ْ َ َ َ َ ْ ه َْ ْ ََ َْ ه َ ْ َ ََ ََ َ َ َ َ ه ِاءه ِْم ن ِور ِ ن ِأعيبها ِوَك ِ ت ِأ ِ ون ِفِ ِاْلحرِ ِفأرد ِ ي ِيع َمل ِ ت ِلمساك ِ أما ِالسفين ِة ِفَكن ََ ر ْ ه ه ه َ ْ ِ)97ِ:كِ َسفينَ رِةِغصبا (كهف ِ ِكِيَأخ ِذ ِ مل “Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera.”21 Ayat tersebut menunjukkan bahwa yang dinamakan orang miskin adalah orang yang tidak mempunyai sesuatu.22 Sedangkan dalam pengertian lain bahwa miskin itu kondisinya lebih baik dari fakir (hal ini berdasar pada surat al-Bara’ah).23 Untuk selanjutnya, Allah SWT. memberikan tandatanda kekuasaan-Nya, bahwa Dia menjadikan malam sebagai waktu bagi manusia untuk istirahat dan di waktu siang hari digunakan untuk bekerja mencari karunia Allah SWT.. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT.:
َ ْ ََْ َ ََ َ ه ه ََْ َ ََ َ َ ه ْ َ ْ َ ْ ه َ َ ه ِنِفضلهِ ِ َول َعلك ِْم ِ ِلَبتَغوا ِم ِ ار ِلت ْسكنهوا ِفيهِِو ِ ل ِوانله ِ ل ِلك ِم ِاللي ِ ن ِرْحتهِِجع ِ وم َ َْ ه ِ تشك هر ون
21
Ibid., 456.
Abu> Bakr Muh}ammad b. Abdullah b. al-Arabi>, Ah}ka>m al-Qur’a>n, (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th.), 242. 22
23
Qurt}ubi>, al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’a>n, 24.
176
Religi: Jurnal Studi Islam
Bekerja dan Status Hukumnya
“Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.24
َ َ َ َْ ََْ َ ََ َ َ ََْ َ َ َ َْ َ ََ َْ َ َ َ َْ َ ََ ََ ه ْ َ ْ ه ِِصةِِ َِلبتَغوا يِفمحوناِءاي ِةِالليلِِوجعلناِءاي ِةِانلهارِِمب ِ ارِءايت ِ لِوانله ِ وجعلناِاللي ْ َ ْ َ ِّ ه ْ َ َ ْ َ ه َ َ َ ِّ َ َ ْ َ َ َ ه َ َ ْ َ َ ْ َ ه ْ َ ِك َِش رِء ِفصلن ِاه ِتفصيَل ِ اب ِو ِ ي ِوالس ِ ن ِربك ِم ِوِلعلموا ِعد ِد ِالسن ِ فضَلِ ِم ِ)21ِ:(اإلرساء
“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas.”25
َ َ َ ْ َ ْ ْ َ ْ َ َ ََ ه ه ْ َْ َ ََ َ ْ َ ه ه َ ِات ِ ك ِْليَ ر ِ ن ِفِ ِذل ِ ن ِفضلهِ ِإ ِ ن ِءاياتهِ ِمنامك ِم ِبالليلِ ِوانلهارِ ِوابتغاؤك ِم ِم ِ وم َ َ ِ)12ِ:ون (الروم ِ لق ْومرِِي َ ْس َم هع “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tandatanda bagi kaum yang mendengarkan.”26
َ ْ ََْ َ ََ َ ه ه ََْ َ ََ َ َ ه ْ َ ْ َ ْ ه َ َ ه ِنِفضلهِ ِ َول َعلك ِْم ِ ِلَبتَغوا ِم ِ ار ِلت ْسكنهوا ِفيهِِو ِ ل ِوانله ِ ل ِلك ِم ِاللي ِ ن ِرْحتهِِجع ِ وم َ َْ هه ِ)92ِ:ون (القصص ِ تشكر “Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dari
24
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemah, 622.
25
Ibid., 426.
26
Ibid., 644. Volume 6, Nomor 1, April 2015
177
Moh. Makmun
karunia-Nya (pada siang hari) bersyukur kepada-Nya.”27
dan agar kamu
Ayat-ayat tersebut di atas, memberikan suatu gambaran tentang waktu-waktu dalam bekerja. Di mana diketahui bersama, lazimnya pekerjaan yang dilakukan di masa dahulu (masa nabi Muhammad Saw.,) adalah berupa perniagaan, perkebunan dan peternakan yang lazimnya dilakukan di waktu siang hari dan di waktu malam hari digunakan sebagai waktu istirahat. Namun demikian, ayat tersebut juga tidak secara keseluruhan menetapkan siang hari sebagai waktu bekerja dan malam hari sebagai waktu istirahat, karena diketahui bersama, bahwa profesi seorang nelayan yang lazimnya mencari ikan di waktu malam hari dan pagi hari mereka kembali dengan membawa ikan tangkapannya ataupun mereka yang bekerja di perusahaan yang menggunakan sistem shift pagi dan malam. Dalam rangka menjalankan pekerjaan, maka orang yang akan melaksanakan pekerjaan tersebut hendaknya orang yang mempunyai kekuatan dan sifat amanah, sebagaimana Firman Allah SWT:
َ ْ ُّ َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ ْ ه َ ِّ َ َ َ َ ْ ْ ه ِّن ِ ال ِإ ِ )ق12(ي ِي ِاْلم ه ِ ت ِالقو ِ ي ِمنِ ِاستأج ِر ِ ن ِخ ِ ت ِإح َداه َما ِيَاأبَتِ ِاستأجرِه ِإ ِ قال ْ َ َ ه َ َ ْ ْ َ َ َ ََ َ َََْ َ َْ َ ْ َ ه ْ َ َ ْ ْ ه ه ِت ِ َ ن ِأت َم ْم ِ ج ِفإ ِاّن ِحج ر ِ ن ِتأجرنِ ِثم ِ َع ِأ ِ ِي ِ ت ِهات ِ ك ِإح َدى ِابن ِ ن ِأنكح ِ يد ِأ ِ أر َ َ ه َ َ َ ْ ه ْ ه ْ ْ َ ْ َ َ ِن َِ ِالصال ي َِ اّلل َِم ِاء ِ ه َِ ن ِش ِ ك ِ َستَج هدّنِ ِإ ِ ْق ِ َعلي َِ ن ِأش ِ يد ِأ ِ ك ِ َو َما ِأر َِ ن ِعند ِ عِشا ِفم ِ)19ِ:(القصص “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".Berkatalah dia (Syu`aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini,
27
Ibid., 622.
178
Religi: Jurnal Studi Islam
Bekerja dan Status Hukumnya
atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah SWT. akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik".28 Ayat ke 26 di atas merupakan ayat yang menggambarkan bahwa sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau pekerjakan untuk tugas apapun adalah orang yang kuat fisik dan mentalnya lagi terpercaya. Maka dari sini tidak heran jika kemudian Ibnu Taymiyah dalam karyanya as-Siyasah ash-Shar’iyah merujuk ayat ini sebagai landasan acuan dalam menentukan syarat orang yang hendak memegang jabatan/pemimpin.29 Begitu juga dengan para penguasa Mesir ketika memilih dan mengangkat nabi Yusuf AS., sebagai kepala badan logistik negeri itu, sebagaimana dikisahkan dalam al-Qur’an:
ْ َ َ َ َ َ َ َ ََ َ ه ْ َ ْ َ َ َ َْ ه ْ َ ْ ْ ه ِي ِك ِاَلَ ْو َِم ِ َدلينَا ِ َمك ر ِ ال ِإن ِ ك ِائتهونِ ِبهِ ِأ ْستَخلص ِه ِنلَفسِ ِفلما َِكم ِه ِق ِ ال ِالمل ِ وق َ ِ)45:يِ(يوسف ِأم ر “Dan raja berkata: "Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang rapat kepadaku". Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia berkata: "Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang kuat lagi dipercaya pada sisi kami".30
Hal tersebut untuk menegaskan betapa pentingnya kedua sifat itu disandang oleh siapa pun yang akan diberi tugas. Kekuatan yang dimaksud adalah kekuatan dalam berbagai bidang. Karena itu, terlebih dahulu harus dilihat
28
Ibid., 613.
Ibn Taymiyah, al-Siya>sah al-Shar’iyyah fi> Is}la>h} al-Ra>’i wa al-Ra’iyyah, (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1988), 140. 29
30
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemah, 357. Volume 6, Nomor 1, April 2015
179
Moh. Makmun
bidang apa yang akan ditugaskan kepada yang dipilih. Sedangkan Kepercayaan adalah integritas pribadi, yang menuntut adanya sifat amanah, sehingga tidak merasa bahwa apa yang ada di dalam genggamannya merupakan milik pribadi, tetapi milik pemberi amanat yang harus dipelihara dan jika diminta kembali, maka harus dengan lapang dada mengembalikannya.31 Analisis Hukum Manusia tidak bisa dilepaskan dari pekerjaan. Manusia diciptakan oleh Allah SWT. bukan hanya sebagai hiasan pekerjaan, akan tetapi juga sebagai suatu ciptaan yang diberi tugas, dan salah satu tugasnya adalah memelihara ciptaan ini dengan pekerjaannya. Dengan demikian, kerja merupakan tugas Ilahi, yang mengandung kewajiban dan hak.32 Manusia adalah mahluk kerja, seperti halnya hewan yang juga bekerja dengan gayanya sendiri. Hewan bekerja semata-mata berdasarkan naluriah, di dalamnya tidak ada etos, kode etik dan tidak menggunakan akal. Akan tetapi, manusia bekerja berdasarkan konsep, keinginan, etos dan pendayagunaan akal untuk meringankan beban tenaga manusia yang terbatas, namun mampu meraih prestasi yang setinggi mungkin.33 Bekerja merupakan fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas manusia, sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman, bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah SWT. yang mengelola seluruh alam sebagai bentuk dari cara
31
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, 334.
M. Dawam Rahardjo, Islam Transformasi Sosial Ekonomi (Yogyakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1999), 247. 32
Hamzah Ya’qub, Etos Kerja Islam Petunjuk Pekerjaan Yang Halal dan Haram Dalam Syari’at Islam (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992),1. 33
180
Religi: Jurnal Studi Islam
Bekerja dan Status Hukumnya
dirinya mensyukuri kenikmatan dari Allah SWT. Disamping itu, bekerja adalah segala aktivitas dinamis,34 dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani) dan dalam mencapai tujuannya, ia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT. Semua usaha dan aktivitas seorang mukmin, baik yang bercorak duniawi ataupun ukhrawi pada hakekatnya adalah bermuara pada satu titik tumpuan falsafah seorang muslim, yaitu keridhaan Allah SWT. Manusia hidup di dunia ini mempunyai sejumlah kebutuhan yang bermacam-macam yang kesemuanya secara rinci terbagi menjadi tiga, yaitu kebutuhan pokok (primer), sekunder dan tambahan (mewah). Akan tetapi, dari urutan kebutuhan tersebut, kebutuhan primerlah yang paling mendesak dan tidak boleh diabaikan.kebutuhan kedua dan ketiga masih dapat diabaikan. Ajaran Islam menyuruh manusia untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan sebaiknya tidak melarang naluri secara paksa. Islam menyuruh makan dan minum yang halal, suci bersih dan sehat. Islam memerintahkan menutup aurat dengan menukmati pakaian yang diturunkan Allah SWT.. Selanjutnya Allah SWT. memberi kepandaian dan kecakapan kepada manusia melindungi dirinya ketika istirahat dengan membuat rumah. Untuk mewujudkan semua itu, makan, minum, pakaian dan tempat tinggal mesti dengan ikhtiar dan rajin bekerja. Bekerja mencari fadhilah karunia Allah SWT., mendongkrak kemiskinan, memperbaiki taraf hidup dan
Dikatakan aktivitas dinamis, mempunyyai makna bahwa seluruh kegiatan yang dilakukan seorang muslim harus penuh dengan tantangan (challenging) tidak monoton, dan selalu berupaya untuk mencari terobosan-terobosan baru dan tidak pernah merasa puas dalam berbuat kebaikan. 34
Volume 6, Nomor 1, April 2015
181
Moh. Makmun
martabat serta harga diri adalah merupakan nilai ibadah yang esensial, karena kita harus ingat sabda nabi Muhammad Saw.,: “Kemiskinan itu sesungguhnya lebih mendekati kepada kekufuran”. Lebih lanjut, Nabi dalam doanya meminta agar dijauhkan dari sifat malas dan fitnah kemiskinan, doa tersebut adalah:
َ ْ َ ََ َْ َ ََ ه ََ ْ ه َ َ َ َ ََ ه َْ ر َ ْ َ ْ ه َ َ َ ِن ِ ََعئش ِة ِْ ن ِأبيهِ ِع ِ ن ِهشامِ ِبنِ ِعرو ِة ِع ِ ب ِع ِ ن ِأس رِد ِحدثنا ِوهي ِ ّل ِب ِ حدثنا ِمع َ َ َ َ َ ََ ََْ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ ه ه َ ه َ ِّ َ ه ه ِك ِ وذ ِب ِ ّن ِأع ِ ول ِالله ِم ِإ ِ ن ِيق ِ ّل ِاللهم ِعليهِ ِوسل ِم َِك ِ ب ِص ِ ن ِانل ِ َرضِ ِاللهم ِعنها ِأ َ َْ َْ ْ ْ َ َ ْ َْ َ َْ َْ َ َ َْ َ َ َ ْ َ َ ِِنِفتْنَة ِِانلار ِْ بِ َوم ِ ْ بِ َو َعذابِِالق ِ ْ نِفتنَةِِالق ِ نِالكسلِِوالهرمِ والمأثمِِوالمغرمِِوم ِم َ َ َ َْ ْ َ َ َ ْ َ ِّ ْ َ ْ َ َ َ ه ه َ ْ ْ َ ْ َ ْ َ َ ه ه ِِن ِفتنة ِ ك ِم ِ وذ ِب ِ ن ِفتنةِ ِالفقرِ ِوأع ِ ك ِم ِ وذ ِب ِ ن ِوأع ِ َش ِفتنةِ ِالغ ِ ِن ِ وعذابِ ِانلارِ ِوم ْ ْ ْ َ ْ ْ َ َ َ ِّ َ َ ِ ِال ْ َمسيح َ َ اي ِب َماءِ ِاثلَلجِ ِ َوال ِن َِ ق ِقلبِ ِم ِِّ بدِ ِ َون َِ َّن ِخ َطاي ِ ل ِع ِ ادل َجالِ ِالل هه َِم ِاغس َ َ َ َ َ َََْ َْ ْ ََ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ َْ ِاي ِك َما ِ ي ِخطاي ِ ن ِادلنسِ ِوباع ِد ِبيّنِ ِوب ِ ض ِم ِ َب ِاْلبْي ِ ت ِاثلو ِ اْلطايا ِكما ِنقي ْ ْ ْ ْ ََْ َ ْ َ َ )يِال َمِشقِِ َوال َمغربِِ(رواهِاْلخاري ِ تِب ِ باعد Dari doa tersebut, maka dapat kita ketahui bahwa begitu bahanya sifat malas dan miskin. Karena orang yang malas tidak akan mampu berkreativitas dan hanya dapat menjadi hamba-hamba yang penuh dengan angan-angan kosong dan lebih menghawatirkan lagi bahwa orang yang pemalas dan tidak mau bekerja dipandang masyarakat sebagai sampah yang tak berguna, padahal menurut hadis nabi Saw., bahwa “Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi yang lainnya”.
Di dalam memenuhi kebutuhan tersebut bahwa orang yang paling baik adalah orang yang memenuhi kebutuhannya dari kerja kerasnya sendiri dan tidak meminta-minta, sebagaimana hadis nabi Muhammad Saw.,:
َ ْ َ ْ َ َْ ْ َ ََ ْه ه ه َََ ْ َ َ َ َ ََ َْ ه ْ ه ه ِان ِ نِخادلِ ِبْنِ ِ َِمع َد ِ ن ِثو رِر ِع ِ س ِع ِ ن ِيون ِ يس ِب ِ بناِع وس ِأخ ِ ن ِم ِ يم ِب ِ حدثنا ِإبراه َ ََ َ َ َ َ َ َ َ َ َْ َ َ َ َ ْ ْ َ َْ ِل ِ ال ِما ِأك ِ ّل ِاللهم ِعليهِِوسل ِمِق ِ اّلل َِص ِ ِ ِن ِ َر هسول ِْ َعنِ ِالمق َدامِِ َرضِ ِاللهم ِعنهم ِع َ َ َْ َ ََ ه َ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ َْ ه َ ُّ َ َ َ َ َ ر ِالسَلم ِ ِاّلل َِداو ِد ِعليه ِ ِب َِ ن ِن ِ ن ِعملِ ِيدهِ ِوإ ِ ل ِم ِ ن ِيأك ِ ن ِأ ِ ط ِخ ْيا ِم ِ أح ِد ِطعاما ِق َ ْ َ َ َْ ه ه )نِع َملِِيَدهِ (رواهِاْلخاري ِ ِلِم ِ نِيأك ِ َك
182
Religi: Jurnal Studi Islam
Bekerja dan Status Hukumnya
Rasulullah Saw., bersabda, “Tidak seorang pun memakan satu makanan yang lebih baik dari apa yang ia makan dari hasil kerja tanganya sendiri, dan sesungguhnya nabi Daud itu makan dari hasil kerjanya sendiri”.
َ ْ َ َ ْ َ ْ ه ه ه َ َ َََْ َ ر َْْ َ ِّ َ َ َ ِِن ِأب ِ الزنادِ ِ َعنِ ِاْلع َرجِ ِع ِ ِن ِأب ِ ك ِع ِ ف ِأخبنا ِمال ِ ن ِيوس ِ ّلل َ ِب ِ َحدثنَا ِع ِبْ هدا َ َ َ ََ َ َ َْ َ َ َ َ َ َ َْ ََ َْ َ ه ِِال ِ َواَّلي ِنفس ِ ّل ِاللهم ِعليهِ ِوسل ِم ِق ِ ّلل َِص ِ ول ِا ِ ن ِ َر هس ِ ه َريْ َر ِة ِ َرضِ ِاللهم ِعنهم ِأ ْ ْ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ ه َ َ َ ه ه ْ َ ْ َه َ َ ْ َ َ ََ َ ْ َ ْر َه ِِت ِ َر هجَل َِ ن ِيَأ ِ ن ِأ ِ ل ِم ِ ِي ِ َع ِظهرهِ ِخ ِ ِب ِ حتط ِ ن ِيأخ ِذ ِأحدك ِم ِحبل ِه ِفي ِ بيدهِ ِْل َ ْ َ َ َ ْ ََه ِ)لِأع َط هِاهِأ ِْوِ َمنَ َعه ُه)رواهِاْلخاري ِ فيسأ Dari abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah Saw., bersabda, “Demi Allah SWT., apabila seseorang di antara kamu menyiapkan talinya, lalu datang membawa segulungan kayu bakar di atas punggungnya itu lebih baik baginya daripada ia mendatangi seorang laki-laki dan meminta-minta kepadanya sehingga ia diberi atau tidak.” (HR. Bukhari)
َ َ َ َْ ْ َ َ ََ ََْ ْ ه ه َ ْ َ َ ََ َْ ه َ ْ ه ِت ِ ال ِ َسمع ه ِ ّلل َِبْنِ ِأبِ ِ َجعف رِر ِق ِ ن ِعبَيْدا ِ ث ِع ِ ي ِحدثنا ِاللي ِن ِبك ر ِ ي ِب ِ حدثنا ُِي َ َ َ َْ َ َ َ ْ ه ََْ َ ْ َ ه ه َ َ ْ َََْ ِال ِ ن ِع َم َِر ِ َرضِ ِاللهم ِعنهم ِق ِ اّلل ِب ِ ت ِع ب د ِ ال ِسمع ِ اّلل َِبْنِ ِع َم َِر ِق ِ ن ِعبْد ِ ْحز ِة ِب ْ َ َ َ ه ه َ َ َ َ ه َ ِ ال َ ِ ل ِي َ ْسأ ِل َ ِ ال ِت ِيَ ْو َِم َِ ّت ِيَأ ِ َ اس ِ َح ِ َ انل ِ الر هج ِ ّل ِاللهم ِ َعل ِيْهِ ِ َو َسل َِم ِ َما ِيَ َز ِ ب ِ َص ُِّ انل ِ ق َ ه ْ َْ َ َ ْ ِسِفِِ َوجههِِ هم ْز َع ِةِل ْ رِم ِ َ امةِِلي القي Dari Ubaidillah bin Abi Ja’far berkata: Aku mendengar Hamzah bin Umar dia berkata, aku mendengar Abdullah bin Umar r.a. berkata, Nabi Muhammad bersabda, “Orang yang senantiasa (di dunia ini) meminta-minta kepada sesamanya, maka di hari kemudian nanti ia datang (bangkit) dengan tidak memiliki daging sama sekali…. (HR. Bukhari) Lebih dari itu, bagi seorang muslim tidaklah cukup mengenal fenomena alam, tetapi dia ingin berbuat sesuatu untuk mengolah alam yang diyakininya sebagai amanah dan rahmat Allah SWT. Itulah sebabnya, cara pandang Volume 6, Nomor 1, April 2015
183
Moh. Makmun
seorang muslim dalam melaksanakan suatu pekerjaan harus didasarkan pada tiga dimensi kesadaran, yaitu: 1. Aku tahu (ma’rifat, ‘alamat, epistemology) 2. Aku berharap (hakikat, ilmu, religiositas) 3. Aku berbuat (Syari’at, amal, etis) Dimensi tersebut harus dihayati oleh setiap subyek pelaku kerja, sehingga dia mampu mengambil posisi yang jelas dari pekerjaan serta nilai lebih (added value) yang akan dia peroleh dari pekerjaannya tersebut. Dimensi ma’rifat, didasarkan pada kemampuan seseorang untuk memahami tanda-tanda yang ditebarkan oleh Allah SWT. dalam alam semesta ini. Karena hanya orang yang mampu menerjemahkan tanda-tanda alam itulah yang akan mampu tampil sebagai innovator, melalui berbagai hipotesis keilmuannya. Selanjutnya tiga perangkat tersebut dirangkum dalam suatu kemasan yang padu dan kokoh dalam bentuk amaliah yang kemudian melahirkan kesejahteraan bagi alam sekitarnya (rah}mat li al-’a>lami>n). Dengan demikian, tampaklah bahwa bekerja dan kesadaran bekerja mempunyai dua dimensi yang berbeda menurut takaran seorang muslim, yaitu bahwa makna dan hakekat bekerja adalah fitrah manusia yang secara niscaya, sudah seharusnya demikian (conditio sine quanon). Manusia dapat memanusiakan dirinya dengan bekerja. Sedangkan kesadaran bekerja akan melahirkan suatu improvements untuk meraih nilai yang lebih bermakna, dia mampu menuangkan idenya dalam bentuk perencanaan, tindakan serta melakukan penilaian dan analisa tentang sebab dan akibat dari aktivitas yang dilakukannya (managerial aspect). Dengan cara pandang seperti ini, sadarlah bahwa setiap muslim tidaklah akan bekerja hanya sekedar untuk 184
Religi: Jurnal Studi Islam
Bekerja dan Status Hukumnya
bekerja; asal mendapat gaji, dapat surat pengangkatan atau hanya sekadar menjaga gengsi agar tidak di masukkan ke dalam golongan pengangguran. Karena kesadaran bekerja secara produktif serta dilandasi semangat tauhid dan tanggung jawab ulu>hiyah merupakan salah satu ciri khas dari karakter seorang muslim. Islam sebagai agama di dalamnya mengatur segala aspek kehidupan manusia demi termasuk menjaga atau melindungi agama, jiwa, akal (intelegensi), kehormatan/keturunan, dan harta benda yang kesemuanya itu biasa dikenal dengan tujuan shari’at Islam diturunkan (maqa>s}id al-shari’ah). Mayoritas ulama fikih sepakat, bahwa Allah SWT., tidak menetapkan suatu hukum kecuali untuk kemaslahatan manusia.35 Sebagaimana Imam alHaramain al-Juwaini yang menggagas konsep maqa>s}id alshari’ah dengan membaginya menjadi tiga kelompok, yaitu d}aru>riyyah36, h}a>jiyyah37 dan tah}si>niyyah38 dalam penetapan suatu hukum.39
35
Al-Sha>tibi lebih lanjut mengemukakan bahwa shariat Islam dibuat sesungguhnya demi kemaslahatan manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Lihat dalam Abu> Ish}a>q al-Sha>t}ibi>, Al-Muwa>faqa>t fi> Us}u>l alShari<’ah, Juz II (Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah,t.th.), 7.
36
Secara umum biasa disebut dengan kebutuhan primer, yaitu sesuatu yang harus ada untuk eksistensi manusia atau dengan kata lain tidak sempurna kehidupan manusia, kebutuhan ini adalah untuk menegakkan kemaslahatan agama dan dunia. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka kehancuran yang akan dialami manusia. Berdasarkan tata urutan dari yang paling tinggi, kebutuhan primer tersebut adalah agama, jiwa (nyawa), Akal, keturunan, dan harta. kelima hal itu disebut al-D{aru>riyya>t al-Khamsah atau biasa dikenal dengan Us}ul alKhamsah. Semua tindakan yang dapat mewujudkan lima unsur pokok tersebut harus dilaksanakan. Sedangkan segala perbuatan yang merusak atau mengurangi nilai lima unsur pokok itu harus ditinggalkan. Semua itu mengandung kemaslahatan bagi manusia. Seperti menjaga jiwa (nyawa) untuk dapat bertahan hidup, maka manusia wajib hukumnya untuk makan, karena jika tidak, maka ia bisa meninggal. Ibid. 8.
37
Biasa dikenal dengan istilah kebutuhan sekunder, yaitu sesuatu yang dibutuhkan bagi kehidupan manusia, tetapi tidak mencapai tingkat Volume 6, Nomor 1, April 2015
185
Moh. Makmun
Dengan bekerja, seseorang akan dapat melaksanakan perintah agama untuk menjaga jiwa, keturunan, bahkan agama. Mereka yang tidak bekerja dan ingin mendapatkan harta atau uang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, tentunya yang dilakukan akan mengarah pada perbuatan pencurian, perampasan dengan kekerasan bahkan sampai pada pembunuhan. Selain itu, ia akan bermalas-malasan untuk menjalankan ibadah karena beralasan tidak kuat ibadah bahkan dapat menukarkan keimanannya demi uang atau materi untuk memenuhi kebutuhannya. Mereka yang dharuri. Kebutuhan ini berada di bawah kebutuhan primer, andaikata kebutuhan ini tidak terpenuhi dalam kehidupan manusia, tidak mengancam eksistensi manusia. Keberadaan kebutuhan ini adalah untuk mendatangkan kemudahan dan menghilangkan kesulitan dalam kehidupan mukallaf. Seperti dalam permasalahan ibadah, dikenal dengan istilah ruhsah (keringanan/dispensasi) untuk shalat berupa adanya jama’ dan qasar, sedangkan dalam puasa diperbolehkannya seseorang untuk berbuka puasa ketika sakit atau dalam bepergian dan menggantinya dikemudian hari. Ibid. 9., 38
Kebutuhan tersier, yaitu sesuatu yang sebaiknya ada untuk memperindah kehidupan. Kebutuhan ini berada di bawah kedua kebutuhan sebelumnya, sehingga tanpa terpenuhinya kebutuhan tersebut kehidupan seseorang tidak akan rusak dan juga tidak akan menimbulkan kesulitan. Kehadiran kebutuhan ini sebagai penyempurna, kebutuhan ini dititikberatkan pada masalah etika dan estetika dalam kehidupan. Seperti dalam masalah ibadah adalah tentang jumlah dalam bersuci, sedangkan contoh dalam hal kebiasaan adalah tentang etika atau adab ketika makan dan minum. Ibid.
39
Bandingkan dengan Abu Ish}a>q al-Sha>t}ibi> yang melaporkan hasil penelitian para ulama terhadap ayat-ayat al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw., bahwa hukum-hukum dishariatkan Allah SWT., untuk mewujudkan kemaslahatan umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Kemaslahatan yang akan diwujudkan ini menurut al-Shatibi terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu: kebutuhan d}aru>riyyah, h}ajiyyah dan kebutuhan tah}si>niyyah. Selain itu, lebih lanjut ia mengatakan bahwa tujuan pokok dishariatkan hukum Islam adalah untuk kemaslahatan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Di sisi lain, bahwa doktrin maqa>s}id al-shari>’ah merupakan suatu usaha penegakan maslahah sebagai unsur esensial dalam tujuan-tujuan hukum. Al-Sha>tibi mengklasifikasikan studi maqa>s}id al-shari>’ah menjadi dua tingkatan, dari sudut maqa>s}id al-shari>’ah atau tujuan Allah sebagai pembuat hukum dan dari sudut pandang maqa>s}id almukallaf atau subyek hukum. Ibid. 7-9.
186
Religi: Jurnal Studi Islam
Bekerja dan Status Hukumnya
tidak bekerja, tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya yang paling pokok berupa makan yang dapat menyebabkan ia meninggal dunia, tidak hanya dirinya sendiri, melainkan anak dan istrinya bagi mereka yang sudah berkeluarga. Banyaknya manusia yang tidak bekerja dapat juga mengakibatkan stabilitas keamanan dan ketentraman masyarakat terganggu. Dengan demikian, bekerja hukumnya wajib guna menjaga jiwa, keturunan dan agama. Hukum Bekerja Bagi Seorang Suami Berbicara kerja bagi seorang suami tidak terlepas dari kewajiban suami memberikan nafkah materi kepada istri dan anak-anaknya. Suami hukumnya wajib memberikan nafkah kepada keluarganya. Pemberian nafkah materi tersebut sesuai dengan kadar kemampuan, penghasilan dan rizki yang dimilikinya, sebagaimana perintah Allah SWT:
َ هْ ْ ه َ َ ْ َ َ َ َ ْ ه َ َ َْ ْ هه َ ْهْ ْ َ َ َ ه ه َ ِّ ه ِف ِ ل ِيهكل ِ َِ اّلل ِ ِ ق ِمما ِءات ِاه ِ ن ِقد ِر ِعليهِ ِرزق ِه ِفلي ِنف ِ ن ِسعتهِ ِوم ِ ق ِذو ِسع رِة ِم ِ َلنف َ َْ ه ْ ْ َ َ َ َ َ َ ْ َه ه َْ َ ه سِيهسا ِّلل َِبع ِدِع ر ِ لِا ِ لِماِءاتاهاِسيجع ِ ّلل َِنفساِإ ِ ا ”Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.”40
Nafkah materi yang dimaksud disini berupa memberi makanan dan pakaian kepada istri dan anaknya sesuai dengan kadar kemampuan, penghasilan dan rizki yang dimilikinya, sebagaimana firman Allah SWT :
َ َ ه َ َه َْ ر ْ ْ َ َ ََ َْ ْه َه ْ ه ه َ َ ْ َ ه ه ...ِلِ هو ْس َع َها ِ س ِإ ِ فِنف ِ لِتكل ِ ِِنِبال َمع هروف ِ نِوكسوته ِ لِرزقه ِ َِِعِالمولود ِ و...
”... Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma`ruf. Seseorang
40
Al-Qur’an, 65 (al-T}ala>q): 7. Volume 6, Nomor 1, April 2015
187
Moh. Makmun
tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya...”41 Selain nafkah makanan dan pakaian, seorang suami berkewajiban memberikan tempat tinggal sesuai dengan kadar kemampuannya, sebagaimana Firman Allah SWT.:
ْ َ ْ َ َ َ ْ ه ه َ ْ َ ْ ه َ َ ْ ه ْ ْ ه ْ ه ْ َ َ ه َ ُّ ه َ ه َ ِّ ه ِن ِ ن ِ َوإ ِ ن ِِلضيقوا ِعليه ِ ل ِتضاروه ِ ن ِوجدك ِم ِو ِ ث ِسكنت ِم ِم ِ ن ِحي ِ ن ِم ِ أسكنوه َ ه َ ه َ ْ َ َ ْ ه َ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ه َ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ ه ْ َ ه َه ِن ِ ن ِلك ِم ِفآتوه ِ ن ِأرضع ِ ن ِفإ ِ ْحله ِ ِن ِ ّت ِيضع ِ ن ِح ِ ل ِفأنفقوا ِعليه ِن ِأولتِ ِْح ر ِك َْ َ ْ َ َ َ ْ ه ْ َ َ ه ْ ه َ ه ه ْه ه َ ه َ َ ْ َ ه َ ْ َ ه ْ َ ه لِأخرى ِ ِنِتعارست ِمِفسُتض ِع ِ وفِوإ ِ نِوأتمرواِبينك ِمِبمعر ر ِ أجوره ”Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteriisteri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anakanak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.”42
Perlu kiranya digaris bawahi tentang perintah Allah SWT., di atas, bahwa kewajiban suami memberikan nafkah materi berupa sandang, pangan dan papan adalah diukur berdasarkan kadar kemampuan finansial yang dimiliki suami. Istri tidak diperbolehkan menuntut dengan permintaan nafkah materi berlebihan di luar kemampuan yang dimiliki oleh suaminya. Dengan demikian, maka hukum bekerja bagi seorang suami adalah wajib. Karena kewajiban menafkahi keluarganya tidak akan terpenuhi jika
41
Al-Qur’an, 1 (al-Baqarah): 233.
42
Al-Qur’an, 1 (al-T}ala>q): 6.
188
Religi: Jurnal Studi Islam
Bekerja dan Status Hukumnya
ia tidak bekerja. Kewajiban itu pula dimaksudkan untuk menjaga keturunan, jiwa dan agama anggota keluarganya. Ciri Etos Kerja Seorang Muslim Ciri orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja, akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang sangat mendalam, bahwa bekerja itu merupakan bentuk ibadah, suatu panggilan dan perintah Allah SWT. yang akan memuliakan dirinya, memanusiakan dirinya sebagai bagian dari manusia pilihan. Di sisi lain, bahwa orang yang bekerja akan termasuk ke dalam orang yang paling cepat menyusul Nabi Muhammad Saw., ke syurga, hal ini ditandaskan oleh Rasulullah Saw., :
َ َ َ ه ه َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ ه َ َ َ ه ِّ ْ ه ْ َ َ َ ه ِِاّلل َِ َعليْه ِ ِ ّل ِ اّلل َِص ِ ِ ول ِ ال ِ َر هس ِ ِق:ِ ت ِ ّلل َِعنها ِقال ِ ض ِا ِ ي ِر ِ يث َِعئش ِة ِأ ِم ِالمؤمن ِ حد َ َ َ ْ َ َ ه ه َ َ َ َ ه ه ََ ََ َْ َ ه َ ن ِيتَ َط ِن ِأ ْط َو ِل ِيَدا َِ ن ِأيته هه َِ اول َِ ت ِفك ِ ْ ن ِيَدا ِقال َِ ن ِلَاقا ِبِ ِأ ْط َولك َِ ك ِ رس هع وسل ِم ِأ َ َ َ َ ه َ َ َ َ ه َْ ْ َ ََ َ َ ْ َ َ ْ ْ َ َ َ ََْ ه ِق ِ لِبيَدهاِ َوت َصد ِ تِتع َم ِ بِْلنهاَِكن ِ تِأطونلاِيداِزين ِ تِفَكن ِ قال Diriwayatkan dari Aisyah Ummu Mukminin r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: “Orang yang paling cepat menyusul aku di kalangan kamu, adalah orang yang paling panjang tangannya”. Setelah mendengar sabda baginda, mereka pun mengukur tangan di antara mereka. Ternyata yang paling panjang tangannya di antara kami ialah Zainab, karena beliau bekerja dengan tangannya sendiri dan suka bersedekah. )HR. Bukhari) Ciri etos kerja seorang muslim di antaranya adalah:
1. Memiliki jiwa kepemimpinan 2. Selalu berhitung 3. Menghargai waktu 4. Tidak pernah merasa puas berbuat kebaikan (positive improvements), karena merasa puas di
Volume 6, Nomor 1, April 2015
189
Moh. Makmun
dalam berbuat kebaikan kematian kreativitas
adalah
tanda-tanda
5. Hidup hemat dan effisien 6. Memiliki insting bertanding dan bersaing 7. Keinginan untuk mandiri 8. Haus akan ilmu / memiliki sifat keilmuan 9. Memiliki jiwa wiraswasta 10. Berwawasan makro – universal 11. Memeperhatikan kesehatan dan gizi 12. Ulet dan pantang menyerah 13. Berorientasi pada produktivitas 14. Memperkaya jaringan silaturrahmi Kesimpulan Manusia diperintahkan untuk bekerja. Bekerja dalam rangka menjalankan amanah Allah SWT. dan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup yang nantinya menjadi sarana beribadah kepada Allah SWT., karena tidak mungkin seseorang akan beribadah secara serius dan khusyu’ dan bahkan akan menyebabkan seseorang itu menjadi kufur jika kebutuhan dasar mereka belum terpenuhi. Bekerja hukumnya wajib bagi setiap orang guna menjaga jiwa, keturunan dan agama. Begitu pula dengan seorang suami, wajib hukumnya bagi dia untuk bekerja karena kewajibannya memberikan nafkah kepada keluarganya. Islam sangat mencela orang yang tidak mau berusaha dan tidak mau berkreativitas. Apalagi manusia tersebut meminta-minta kepada orang lain, hal ini 190
Religi: Jurnal Studi Islam
Bekerja dan Status Hukumnya
merupakan suatu perbuatan yang sangat tercela. Untuk itu, bekerjalah tanpa harus malu jika pekerjaan itu benar dan halal. Bekerja dan meraih kekayaan yang halal sebanyak mungkin dan jangan lupa dalam harta terdapat hak orang lain yang harus diberikan. Untuk itu, beruntunglah orangorang yang mempunyai kekayaan dan mendistribusikannya sesuai dengan ajaran Islam. Daftar Pustaka Andalu>si> (al), Qa>dhi> Abi> Muh}ammad Abdul H}aq b. Ghalib bin At}iyyah. t.th. Al-Muh}addar al-Waji>z fi> Tafsi>r alKita>b al-‘Azi>z. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah. ‘Arabi>, Ibn, Abu> Bakr Muh}ammad b. Abdullah. t.th. Ah}kam al-Qur’an. Beirut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyyah. Departemen Agama. 1974. Al-Qur’an Jakarta: PT. Bumi Restu.
dan
Terjemah.
Hamzah Ya’qub. 1992. Etos Kerja Islam Petunjuk Pekerjaan yang Halal dan Haram dalam Syari’at Islam. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. Ibn Taymiyah. 1988. Al-Siya>sah al-Shar’iyyah fi> Is}la>h} alRa>’i wa al- Ra’iyyah. Beirut: Da>r al-Kutub al‘Ilmiyyah. Kathi>r, Isma>i>l b. al-Dimashqi>. 1401 H. Tafsi>r Ibn Kathi>r. Beirut: Da>r al-Fikr. M. Dawam Rahardjo. 1999. Islam Transformasi Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat. Pius A. Patanto dan M. Dahlan al-Barry. 1994. Kamus Ilmiah Popular. Surabaya: Arbola. Qurt}ubi> (al), Muh}ammad b. Ah}mad al-Ans}a>ri>. 1993. al-Ja>mi’ li Ah}ka>m al-Qur’a>n. Beirut: Da>r al-Kutub al‘Ilmiyah. Volume 6, Nomor 1, April 2015
191
Moh. Makmun
________. 1372. Tafsi>r al-Qurt}ubi. Kairo: Da>r al-Sha’b. Sha>tibi> (al), Abu> Ish}a>q. t.th. Al-Muwa>faqa>t fi> Us}u>l alShari<’ah. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah. Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati. T}abari> (al), Muh}ammad b. Jari>r b. Yazi>d b. Kha>lid Abu> Ja’far. 1405. Tafsi>r al-T}abari>. Beirut: Da>r al-Fikr. Toto
Tasmara. 1995. Etos Kerja Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf.
Pribadi
Muslim.
W.J.S. Poerdawarminta. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. http://aminabd.wordpress.com/2010/06/03/hermeneutikaislam-dan-budaya-populer/
192
Religi: Jurnal Studi Islam