BAHAN AJAR DIKLAT KEPEMIMPINAN TINGKAT IV AGENDA SELF MASTERY
PILAR-PILAR KEBANGSAAN
Nana Rukmana D. Wirapraja
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
KATA PENGANTAR Dalam era global yang dinamis dan dalam rangka menyambut masyaratkat ekonomi ASEAN, pemerintah Indonesia dituntut untuk mampu mengembangkan diri dan meningkatkan daya saing. Dengan adanya tuntutan ini, maka mau tidak mau pemerintah Indonesia harus mempersiapkan segala sesuatunya agar dapat berkompetisi dengan negara – negara lain. Untuk itu, salah satu faktor penting dalam peningkatan daya saing dan pembangunan nasional adalah kualitas pengembangan kompetensi pejabat instansi pemerintah melalui pendidikan dan pelatihan Kepemimpinan (Diklatpim). Sedangkan salah satu faktor kunci keberhasilan penyelenggaraan Diklatpim adalah kualitas isi bahan ajar. Pembelajaran dalam Diklatpim terdiri atas lima agenda yaitu Agenda Self Mastery, Agenda Diagnosa Perubahan, Agenda Inovasi, Agenda Membangun Tim Efektif dan Agenda Proyek Perubahan. Setiap agenda terdiri dari beberapa mata diklat yang berbentuk bahan ajar. Bahan ajar Diklatpim merupakan acuan minimal bagi para pengajar dalam menumbuh kembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap peserta Diklatpim terkait dengan isi dari bahan ajar yang sesuai agenda dalam pedoman Diklatpim. Oleh karena bahan ajar ini merupakan produk yang dinamis, maka para pengajar dapat meningkatkan pengembangan inovasi dan kreativitasnya dalam mentransfer isi bahan ajar ini kepada peserta Diklatpim. Selain itu, peserta Diklatpim dituntut kritis untuk menelaah isi dari bahan ajar Diklatpim ini. Sehingga apa yang diharapkan penulis, yaitu pemahaman secara keseluruhan dan kemanfaatan dari bahan ajar ini tercapai. Akhir kata, kami, atas nama Lembaga Administrasi Negara, mengucapkan terima kasih kepada tim penulis yang telah meluangkan waktunya untuk melakukan pengayaan terhadap isi dari bahan ajar ini. Kami berharap budaya pengembangan bahan ajar ini terus dilakukan sejalan dengan pembelajaran yang berkelanjutan (sustainable learning) peserta. Selain itu, kami juga membuka lebar terhadap masukan dan saran perbaikan atas isi i
bahan ajar ini . Hal ini dikarenakan bahan ajar ini merupakan dokumen dinamis (living document) yang perlu diperkaya demi tercapainya tujuan jangka panjang yaitu peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia yang berdaya saing. Demikian, selamat membaca dan membedah isi bahan ajar ini. Semoga bermanfaat. Jakarta, Desember 2015 Kepala LAN RI,
Dr. Adi Suryanto, M.Si
ii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR........................................................................ DAFTAR ISI.....................................................................................
i iii
BAB I
PENDAHULUAN............................................................. A. Latar Belakang......................................................... B. Deskripsi Singkat ..................................................... C. Tujuan Pembelajaran ....................... ...................... D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok........................
1 1 2 2 3
BAB II
PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA................................................................. A. Pengantar ................ ........................ ..................... B. Makna Pilar ........................... ................................. C. Pancasila Sebagai Ideologi dan Dasar Negara........ D. Nilai-nilai Yang Terkandung Dalam Ideologi Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka........................ E. Undang- Undang Dasar Negara republik Indonesia Sebagai Konstitusi Negara...................................... F. Negara Kesatuan Republik Indonesia...................... G. Bhinneka Tunggal Ika ..............................................
BAB III PENUTUP ...................................................................... DAFTAR PUSTAKA ....................................................................
iii
4 4 7 8 13 18 23 32 42 44
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sebagaimana
dimaklumi
berdasarkan
Peraturan
Kepala
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV, bahwa struktur kurikulum Diklatpim Tingkat II terdiri atas lima tahap pembelajaran yaitu: 1) Tahap Diagnosa Kebutuhan Perubahan Organisasi; 2) Tahap Membangun Komitmen Bersama (Taking Ownership); 3) Tahap Merancang Perubahan
dan
Membangun
Tim;
4)
Tahap
Laboratorium
Kepemimpinan; dan 5) Tahap Evaluasi. Sedangkan Mata Diklat Pilar-Pilar Kebangsaan merupakan salah satu materi dalam Tahapan Diagnosa Kebutuhan Perubahan, dengan alokasi waktu pembelajaran 6 sesi (18 Jam Pelajaran) @ 45 menit. Tahap ini merupakan tahap penentuan area dari strategi organisasi yang akan mengalami perubahan. Pada Tahap ini, peserta dibekali dengan kemampuan mendiagnosa organisasi sehingga mampu mengidentifikasi area dari strategi organisasi yang perlu direformasi.
1
2
Pilar-Pilar Kebangsaan
B. Deskripsi Singkat Mata Diklat ini membekali peserta dengan kemampuan mengaktualisasikan nilai dan semangat pilar-pilar kebangsaan dalam
mengelola
pelaksanaan
kegiatan
instansi
melalui
pembelajaran empat pilar kebangsaan. Mata Diklat disajikan secara interaktif melalui metode ceramah interaktif, diskusi, studi kasus, simulasi, menonton film pendek, studi lapangan dan demonstrasi. Keberhasilan
peserta
mengaktualisasikan
dinilai
pilar-pilar
dari
kebangsaan
kemampuannya dalam
mengelola
pelaksanaan kegiatan instansinya.
C. Tujuan Pembelajaran 1. Hasil Belajar Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu mengaktualisasikan pilar-pilar kebangsaan dalam mengelola pelaksanaan kegiatan instansi. 2. Indikator Hasil Belajar Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta dapat: a.
Menjelaskan pilar-pilar kebangsaan;
b.
Mengintenalisasi pilar-pilar kebangsaan;
c.
Mengaktualisasikan pilar-pilar kebangsaan mengelola pelaksanaan kegiataan instansi.
dalam
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
3
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok 1. Pilar-Pilar Kebangsaan: a) Pengertian dan Konsep Pilar-Pilar Kebangsaan; b) Pilar-Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. 2. Aktualisasi pilar-pilar kebangsaan dalam mengelola kegiatan instansi: a) Internalisasi Nilai-Nilai Pilar Kebangsaan; b) Rumusan dan Komitmen pelaksanaan tugas.
Aktualisasi
Pilar
dalam
BAB II PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA
A. Pengantar Dalam berbagai wacana selalu terungkap bahwa telah menjadi kesepakatan bangsa adanya empat pilar penyangga kehidupan
berbangsa
dan
bernegara
bagi
negara-bangsa
Indonesia. Bahkan beberapa partai politik dan organisasi kemasyarakatan telah bersepakat dan bertekad untuk berpegang teguh serta mempertahankan empat pilar kehidupan bangsa tersebut. Empat pilar dimaksud dimanfaatkan sebagai landasan perjuangan
dalam
menyusun
program
kerja
dan
dalam
melaksanakan kegiatannya. Hal ini diungkapkan lagi oleh Presiden
RI
Bapak
Susilo
Bambang
Yudhoyono,
pada
kesempatan berbuka puasa dengan para pejuang kemerdekaan pada tanggal 13 Agustus 2010 di istana Negara. Empat pilar tersebut adalah (1) Pancasila, (2) UndangUndang Dasar 1945, (3) Negara Kesatuan Republik Indonesia dan (4) Bhinneka Tunggal Ika. Meskipun hal ini telah menjadi kesepakatan bersama, atau tepatnya sebagian besar rakyat Indonesia, masih ada yang beranggapan bahwa empat pilar
4
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
5
tersebut adalah sekedar berupa slogan-slogan, sekedar suatu ungkapan indah, yang kurang atau tidak bermakna dalam menghadapi era globalisasi. Bahkan ada yang beranggapan bahwa empat pilar tersebut sekedar sebagai jargon politik. Yang diperlukan
adalah
landasan
riil
dan
konkrit
yang
dapat
dimanfaatkan dalam persaingan menghadapi globalisasi. Untuk itulah perlu difahami secara memadai makna empat pilar tersebut, sehingga kita dapat memberikan penilaian secara tepat, arif dan bijaksana terhadap empat pilar dimaksud, dan dapat menempatkan secara akurat dan proporsional dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berikut disampaikan secara singkat (a) arti pilar, (b) pilar Pancasila, (c) pilar UUD 1945, (d) pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia, (e) pilar Bhinneka Tunggal Ika, serta (f) peran dan fungsi empat pilar dimaksud dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun sebelumnya, ada baiknya bila kita merenung sejenak bahwa di atas empat pilar tersebut terdapat pilar utama yakni Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Tanpa adanya pilar utama tersebut tidak akan timbul adanya empat pilar dimaksud. Antara proklamasi kemerdekaan, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dilukiskan secara indah dan nyata dalam lambang negara Garuda Pancasila. Sejak tahun 1951, bangsa Indonesia, dengan Peraturan Pemerintah No. 66 tahun 1951, menetapkan lambang negara bagi negara-bangsa yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus
6
Pilar-Pilar Kebangsaan
1945. Ketetapan tersebut dikukuhkan dengan perubahan UUD 1945 pasal 36A yang menyebutkan: ”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.” Lambang negara Garuda Pancasila mengandung konsep yang sangat esensial dan merupakan pendukung serta mengikat pilarpilar dimaksud. Burung Garuda yang memiliki 17 bulu pada sayapnya, delapan bulu pada ekornya, 45 bulu pada leher dan 19 bulu pada badan di bawah perisai, menggambarkan tanggal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perisai yang digantungkan di dada Garuda menggambarkan sila-sila Pancasila sebagai dasar negara, ideologi bangsa dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sementara itu Garuda mencengkeram pita yang bertuliskan ”Bhinneka Tunggal ika,” menggambarkan keanekaragaman komponen bangsa yang harus dihormati, didudukkan dengan pantas dan dikelola dengan baik. Dengan demikian terjadilah suatu kesatuan dalam pemahaman dan mendudukkan pilar-pilar tersebut dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia mengandung konsep dan prinsip yang sangat mendasar yakni keinginan merdeka bangsa Indonesia dari segala macam penjajahan. Tidak hanya merdeka atau bebas dari penjajahan fisik tetapi kebebasan dalam makna yang sangat luas, bebas dalam mengemukakan pendapat, bebas dalam beragama, bebas dari rasa takut, dan
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
7
bebas dari segala macam bentuk penjajahan modern. Konsep kebebasan ini yang mendasari pilar yang empat dimaksud.
B. Makna Pilar Pilar adalah tiang penyangga suatu bangunan. Pilar memiliki peran yang sangat sentral dan menentukan, karena bila pilar ini tidak kokoh atau rapuh akan berakibat robohnya bangunan yang disangganya. Dalam bahasa Jawa tiang penyangga bangunan atau rumah ini disebut ”soko”, bahkan bagi rumah jenis joglo, yakni rumah yang atapnya menjulang tinggi terdapat empat soko di tengah bangunan yang disebut soko guru. Soko guru ini sangat menentukan kokoh dan kuatnya bangunan, terdiri atas batang kayu yang besar dan dari jenis kayu yang dapat dipertanggung jawabkan. Dengan demikian orang yang bertempat di rumah tersebut akan merasa nyaman, aman dan selamat dari berbagai bencana dan gangguan. Demikian pula halnya dengan bangunan negara-bangsa, membutuhkan pilar atau soko guru yang merupakan tiang penyangga yang kokoh agar rakyat yang mendiami akan merasa nyaman, aman, tenteram dan sejahtera, terhindar dari segala macam gangguan dan bencana. Pilar bagi suatu negara-bangsa berupa sistem keyakinan atau belief system, atau philosophische grondslag, yang berisi konsep, prinsip dan nilai yang dianut oleh rakyat negara-bangsa yang bersangkutan yang diyakini memiliki
8
Pilar-Pilar Kebangsaan
kekuatan untuk dipergunakan sebagai landasan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Seperti halnya soko guru atau pilar bagi suatu rumah harus memenuhi syarat agar dapat menjaga kokohnya bangunan sehingga mampu bertahan serta menangkal segala macam ancaman dan gangguan, demikian pula halnya dengan belief system yang dijadikan pilar bagi suatu negara-bangsa. Pilar yang berupa belief system suatu negara-bangsa harus menjamin kokoh berdirinya negara-bangsa, menjamin terwujudnya ketertiban, keamanan,
dan
kenyamanan,
serta
mampu
mengantar
terwujudnya kesejahteraan dan keadilan yang menjadi dambaan warga bangsa.
C. Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara Kedudukan dan Fungsi Pancasila sebagai ideeologi dan dasar negara Republik Indonesia, harus menjadi jiwa yang menginspirasi seluruh pengaturan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Namun hendaknya dipahami bahwa asal mula pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia adalah digali dari unsur-unsur yang berupa nilai-nilai yang terdapat pada bangsa Indonesia sendiri yang berupa pandangan hidup bangsa Indonesia.
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
1.
9
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. Pandangan hidup adalah filsafat hidup seseorang yaitu
kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya, ketepatan dan manfaatnya. Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur tersebut adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan bangsa itu sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya. 2.
Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia Pancasila dalam kedudukan ini sering, disebut sebagai
Dasar filsafat atau Dasar.Falsafah Negara (Philosofische Gronslag) dari negara, ideologi negara atau (Staatsidee). Dalam pengertian, ini Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan negara atau dengan lain perkataan pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Konsekuensinya penyelenggaraan
seluruh
negara
terutama
pelaksanaan segala
dan
peraturan
perundang-undangan termasuk proses reformasi dalam segala bidang dewasa ini, harus berpedoman pada nilai-nilai Pancasila. Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
10
Pilar-Pilar Kebangsaan
a. Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia. Dengan
demikian
Pancasila
merupakan
asas
kerokhanian tertib hukum Indonesia yang dalam Pembukaan UUD 1945 dijelmakan lebih lanjut ke dalam empat pokok pikiran. b. Meliputi suasana kebatinan (Geistlichenhintergrund) dari Undang-Undang Dasar 1945. c. Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara (baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis). d. Mengandung norma yang mengharuskan UndangUndang Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara . (termasuk para penyelenggara partai dan golongan fungsional) untuk memelihara budi pekerti (moral) kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh citacita moral rakyat yang luhur. Hal ini sebagaimana tercantum dalam pokok pikiran keempat yang bunyinya
sebagai
berikut:
“.................Negara
berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa. menurut
dasar
kemanusiaan
yang
adil
dan
beradab". e. Merupakan sumber semangat bagi Undang-Undang Dasar 1945, bagi penyelenggara negara. para
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
11
pelaksana pemerintahan (juga para penyelenggara partai dan golongan fungsional).
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tersimpul dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang bunyinya
sebagai
kemerdekaan
berikut
kebangsaan
:
“..............maka
Indonesia
itu
disusunlah
dalam
suatu
Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". 3.
Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia. Istilah ideologi berasal dari kata 'idea' yang berarti
'gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita' dan 'logos' yang berarti ‘ilmu', Kata 'idea' berasal dari kata bahasa Yunani 'eidos' yang artinya 'bentuk'. Di samping itu ada kata ‘idein' yang artinya 'me/ihat'. Maka secara harfiah, ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide (the science of ideas). atau ajaran
tentang
pengertian-pengertian
dasar.
Dalam
12
Pilar-Pilar Kebangsaan
pengertian sehari-hari, 'idea' disamakan artinya dengan, 'citacita'. Cita-cita yang. dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham. Memang pada hakekatnya antara dasar dan cita-cita itu sebenarnya
dapat
merupakan
satu-kesatuan.
Dasar
ditetapkan karena ada cita-cita yang mau dicapai. Sebaliknya, cita-cita ditetapkan berdasarkan atas suatu landasan. asas atau dasar yang telah ditetapkan pula. Dengan demikian ideologi mencakup pengertian tentang idea-idea, pengertianpengertian dasar, gagasan-gagasan dan cita-cita. 4.
Pancasila sebagai Ideologi yang Reformatif, Dinamis dan Terbuka Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan
tertutup, namun bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancsila adalah bersifat aktual,
dinamis,
menyesuaikan
antisipatif
dengan
dan
senantiasa
perkembangan
mampu
zaman,
ilmu
pengetahuan, dan teknologi serta dinamika perkembangan aspirasi masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya, namun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih kongkrit, sehingga memiliki kemampuan yang reformatif
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
13
untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang senantiasa berkembang seiring dengan aspirasi rakyat.
D. Nilai-nilai yang Terkandung dalam Ideologi Pancasila sebagai Ideologi Terbuka 1.
Nilai Dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila yaitu Ketuhanan,
kemanusiaan,
persatu,
kerakyatan
dan
keadilan. Nilai dasar tersebut adalah merupakan essensi dari sila-sila Pancasila yang sifatnya universal, sehingga dalam nilai dasar tersebut terkandung cita-cita, tujuan serta nilai-nilai yang baik dan benar. 2.
Nilai Instrumental, yang merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga pelaksananya. Nilai instrumental ini merupakan eksplisitasi, penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar dalam rangka penyesuaian dalam pelaksanaan nilai-nilai dasar ideologi Pancasila.
3.
Nilai Praktis a.
Dimensi Idealistis, yaitu nilai-nilai dasar yang
terkandung dalam Pancasila yang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh, yaitu hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Hakikat nilai-nilai Pancasila tersebut bersumber pada filsafat Pancasila (nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam Pancasila).
14
Pilar-Pilar Kebangsaan
b.
Dimensi Normatif, yaitu nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma, sebagaimana terkandung dalam norma-norma kenegaraan. c.
Dimensi Realistis, yaitu suatu ideologi harus
mampu
mencerminkan
berkembang
dalam
realitas
masyarakat.
yang Oleh
hidup
dan
karena
itu
Pancasila selain memiliki dimensi nilai-nilai ideal serta normatif maka Pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakat secara nyata (kongkrit) baik dalam
kehidupan
sehari-hari
maupun
dalam
penyelenggaraan negara. 4.
Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila. a.
Ketuhanan Yang Maha Esa Ketuhanan berasal dari kata Tuhan pencipta seluruh
alam. Yang Maha Esa, berarti Yang Maha Tunggal, tiada sekutu dalam zat-Nya, sifat-Nya, dan perbuatan-Nya. Zat Tuhan tidak terdiri atas zat-zat yang banyak lalu menjadi satu. Sifat-Nya adalah sempurna dan perbuatan-Nya tiada dapat disamai oleh siapa pun/apa pun. Tiada yang menyamai Tuhan, Dia Esa. Jadi. Ketuhanan Yang Maha Esa, pencipta alam semesta. b.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu
makhluk yang berbudaya dengan memiliki potensi pikir,
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
15
rasa, karsa, dan cipta. Karena potensi seperti yang dimilikinya itu, manusia tinggi martabatnya. Dengan budi nuraninya, manusia menyadari nilai-nilai dan normanorma. Adil berarti wajar, yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Keputusan dan tindakan didasarkan pada objektifitas, tidak pada subjektifitas. Di sinilah yang dimaksud dengan wajar/sepadan. Maksudnya, sikap hidup, keputusan, dan tindakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi, kesopanan, dan kesusilaan. Adab terutama mengandung pengertian tata kesopanan, kesusilaan, atau moral. Dengan demikian, beradab berarti berdasarkan nilai-nilai kesusilaan, bagian dari kebudayaan. Kemanusiaan yang adil dan beradab ialah kesadaran sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kesusilaan umumnya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap alam dan hewan. c.
Persatuan Indonesia Persatuan berasal dari kata satu, artinya utuh tidak
terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti
16
Pilar-Pilar Kebangsaan
ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami seluruh wilayah Indonesia. d.
Kerakyatan
yang
Dipimpin
oleh
Hikmat
Kebijaksanaan
dalam
Permusyawaratan/Perwakilan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
berarti
bahwa
kekuasaan yang tertinggi berada di tangan rakyat Kerakyatan disebut pula kedaulatan rakyat. Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan
kesatuan
bangsa,
kepentingan
rakyat,
dan
dilaksanakan dengan sadar, jujur, dan bertanggung jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan dan atau memutuskan suatu hal berdasarkan kehendak rakyat, sehingga
tercapai
keputusan
yang
berdasarkan
kebulatan pendapat atau mufakat. Perwakilan adalah suatu
sistem,
dalam
arti
tata
cara
(prosedur)
mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui lembaga perwakilan.
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
17
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan berarti bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas kekuasaannya ikut dalam pengambilan keputuan-keputusan, e.
Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Nilai yang terkandung antara lain perwujudan keadilan
sosial
dalam
kehidupan
sosial
atau
kemasyarakatan meliputi seluruh bangsa Indonesia, keadilan dalam kehidupan sosial terutama meliputi bidang-bidang kebudayaan
ideologi, dan
politik,
pertahanan
ekonomi, keamanan
sosial, nasional
(Ipoleksosbud hankamnas), cita-cita masyarakat adil makmur, material dan spiritual yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia, dan cinta akan kemajuan dan pembangunan. Nilai sila ini diliputi dan dijiwai sila I, II, III, dan IV. Nilai keadilan adalah nilai yang menjunjung norma berdasarkan ketidak berpihakkan, keseimbangan, serta pemerataan
terhadap
suatu
hal.
Setiap
bangsa
Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang serta belajar hidup. Segala usaha
diarahkan
untuk
menggali
potensi
rakyat,
membangun perwatakan sehingga bisa meningkatan
18
Pilar-Pilar Kebangsaan
kualitas rakyat. Dengan demikian kesejahteraan yang meratapun bisa tercapai.
E. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sebagai Konstitusi Negara Undang-Undang Dasar menempati tata urutan peraturan perundang-undangan tertinggi dalam negara. Dalam konteks institusi negara, konstitusi bermakna permakluman tertinggi yang menetapkan antara lain pemegang kedaulatan tertinggi, struktur negara,
bentuk
negara,
bentuk
pemerintahan,
kekuasaan
legislatif, kekuasaan peradilan dan berbagai lembaga negara serta hak-hak rakyat. Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi dan paling fundamental sifatnya karena merupakan sumber legitimasi atau landasan
otorisasi
bentuk-bentuk
hukum
atau
peraturan
perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yangberlaku universal, agar peraturan yang tingkatannya berada di bawah undang-undang dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut. Pengaturan
sedemikian
rupa,
menjadikan
dinamika
kekuasaan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan negara dapat dibatasi dan dikendalikan sebagaimana mestinya. Dengan demikian, paham konstitusionalisme dalam suatu negara merupakan konsep yang seharusnya ada.
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
19
Paham konstitusionalisme berawal dari dipergunakannya konstitusi sebagai hukum dalam penyelenggaraan negara. Konstitusionalisme mengatur pelaksanaan rule of law (supremasi hukum)
dalam
hubungan
individu
dengan
pemerintah.
Konstitusionalisme menghadirkan situasi yang dapat memupuk rasa aman, karena adanya pembatasan terhadap wewenang pemerintah
yang
Konstitusionalisme
telah
ditentukan
mengemban
the
terlebih
limited
state
dahulu. (negara
terbatas), agar penyelenggaraan negara dan pemerintahan tidak sewenang-wenang dan hal dimaksud dinyatakan serta diatur secara tegas dalam pasal-pasal konstitusi. Pada
prinsipnya
paham
konstitusionalisme
adalah
menyangkut prinsip pembatasan kekuasaan. Konstitusionalisme mengatur dua hubungan yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu: pertama, hubungan antara pemerintahan dengan warga negara; dan kedua, hubungan antara lembaga pemerintahan yang satu dengan lembaga pemerintahan yang lain. Karena itu, biasanya isi konstitusi dimaksudkan untuk mengatur tiga hal penting, yaitu menentukan pembatasan kekuasaan organ-organ negara, mengatur hubungan antara lembaga-lembaga negara yang satu dengan yang lain, dan mengatur hubungan kekuasaan antara lembaga-lembaga negara dengan warga negara. Konstitusi menentukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagai satu fungsi konstitusionalisme, memberikan legitimasi terhadap
kekuasaan
pemerintahan,
serta
instrumen
untuk
20
Pilar-Pilar Kebangsaan
mengalihkan kewenangan dari pemegang kekuasaan asal (baik rakyat dalam sistem demokrasi atau raja dalam sistem monarki) kepada organ-organ kekuasaan negara. Kekuasaan
dibutuhkan
oleh
negara
karena
memberi
kekuatan vital bagi penyelenggaraan pemerintahan. Namun harus diwaspadai
tatkala
kekuasaan
itu
terakumulasi
di
tangan
penguasa tanpa dibatasi konstitusi. Sesuai dengan rumusan Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UndangUndang Dasar”. Pasal tersebut dimaksud memuat paham konstitusionalisme. Rakyat pemegang kedaulatan tertinggi terikat pada
konsititusi.
Kedaulatan
rakyat
dilaksanakan
menurut
Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, Undang-Undang Dasar merupakan sumber hukum tertinggi yang menjadi pedoman dan norma hukum yang dijadikan sumber hukum bagi peraturan perundangan yang berada di bawahnya. Untuk menjaga paham konstitusionalisme maka dibentuklah Mahkamah Konstitusi yang diberi tugas untuk menjaga Undang-Undang Dasar. Mahkamah Konstitusi yang salah satu tugasnya adalah menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar dimaksudkan agar tidak ada undangundang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga ini memberikan
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
21
penegasan bahwa konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi merupakan puncak dari seluruh peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disusun oleh pendiri negara, secara keberlakuan mengalami pasang surut sesuai dengan kebijakan politik saat itu. Periodisasi konstitusi
keberlakuan yang
menjadi
tersebut
menggambarkan
fundamen/dasar
dalam
bahwa
kehidupan
berbangsa dan bernegara benar-benar telah diuji dengan berbagai peristiwa dan kondisi bangsa sesuai dengan dinamika sejarah yang berlangsung saat itu. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah pada tahun 1999 sampai dengan 2002 merupakan satu kesatuan rangkaian perumusan hukum dasar Indonesia. Substansinya mencakup dasar-dasar normatif yang
berfungsi
penyimpangan
sebagai dan
sarana
penyelewengan
pengendali dalam
terhadap dinamika
perkembangan zaman sekaligus sarana pembaruan masyarakat ke arah cita-cita kolektif bangsa. Belajar dari kekurangan sistem demokrasi politik di berbagai negara di dunia, yang menjadikan undang-undang dasar hanya sebagai konstitusi politik, maka Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga berisi dasar-dasar pikiran mengenai demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial. Sejak digulirkan reformasi, MPR berhasil mengamandemen UUD 1945 sebanyak 4 (empat) kali.
22
Pilar-Pilar Kebangsaan
•
Amandemen pertama, dilakukan pada Sidang Umum MPR RI Tanggal 19 Oktober 1999 dengan perubahan dan penambahan pasal-pasal sebagai berikut: Pasal 5 (1), pasal 7, pasal 9, pasal 13 (2), pasal 14, pasal 15, pasal 17 (2) (3), pasal 20 dan pasal 21, yang inti substansinya
tentang
pembatasan
masa
jabatan
presiden, kewenangan legislatif serta substansi yang membatasi kewenangan presiden. (Arif Hidayat dalam Hasan Suryono, 2005:70). •
Amandemen Kedua, dilakukan pada Sidang Tahunan MPR RI tanggal 18 Agustus 2000 yang menghasilkan perubahan dan penambahan yang lebih luas lagi, yaitu pasal 18, pasal 19, pasal 20 (5), pasal 20 a dan b, Bab IXa, pasal 25e, Bab X, pasal 26 (2), pasal 27 (3), Bab Xa, pasal 28a sampai c.
•
Amandemen Ketiga, dilakukan pada Sidang Tahunan MPR
RI
tanggal
9
Nopember
2001
menyangkut
perubahan dan penambahan yang substansinya lebih luas dan mendasar, yaitu perubahan dan penambahan mengenai
kewenangan
MPR,
tata
cara
pemilihan
presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat dan memunculkan lembaga-lembaga negara baru serta pencantuman secara explisit peraturan mengenai pemilu.
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
•
23
Amandemen Keempat, dilakukan pada tanggal 10 Agustus
2002
berhasil
menuntaskan
perubahan-
perubahan mengenai hal-hal yang belum disepakati oleh kekuatan sosial politik yang ada di MPR pada sidang tahunan MPR RI 2001.
F. Negara Kesatuan Republkik Indonesia Perubahan
Undang-Undang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia Tahun 1945 mengukuhkan keberadaan Indonesia sebagai Negara Kesatuan dan menghilangkan keraguan terhadap pecahnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah memperkukuh prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak sedikit pun mengubah Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi negara federal. Pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mendorong pelaksanaan otonomi daerah untuk lebih memperkukuh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meningkatkan proses pembangunan di daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengaturan dalam peraturan perundangundangan yang komprehensif untuk pelaksanaan otonomi daerah sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan hakikat tujuan pembangunan nasional.
24
Pilar-Pilar Kebangsaan
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan naskah asli mengandung prinsip bahwa ”Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.” Pasal yang dirumuskan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tersebut merupakan tekad bangsa Indonesia yang menjadi sumpah anak bangsa pada 1928 yang dikenal dengan Sumpah Pemuda, yaitu satu nusa, satu bangsa, satu bahasa persatuan, satu tanah air yaitu Indonesia. Penghargaan terhadap cita-cita luhur para pendiri bangsa (The Founding Fathers) yang menginginkan Indonesia sebagai negara bangsa yang satu merupakan bagian dari pedoman dasar bagi MPR 1999-2004 dalam melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Wujud Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin kukuh setelah dilakukan perubahan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dimulai dari adanya kesepakatan MPR yang salah satunya adalah tidak mengubah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk final negara bagi bangsa Indonesia. Kesepakatan untuk tetap mempertahankan bentuk negara kesatuan didasari pertimbangan bahwa negara kesatuan adalah bentuk yang ditetapkan sejak awal berdirinya negara Indonesia dan dipandang paling tepat untuk mewadahi ide persatuan
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
25
sebuah bangsa yang majemuk ditinjau dari berbagai latar belakang (dasar pemikiran). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara nyata mengandung semangat agar Indonesia ini bersatu, baik yang tercantum dalam Pembukaan maupun dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar yang langsung menyebutkan tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam lima Pasal, yaitu: Pasal 1 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), Pasal 18B ayat (2), Pasal 25A dan pasal 37 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta rumusan pasal-pasal yang mengukuhkan
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia,
dan
keberadaan lembaga-lembaga dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Prinsip kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dipertegas dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam upaya membentuk
suatu
Pemerintahan
Negara
Indonesia
yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Pembentukan
pemerintahan
Negara
Indonesia
yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia itu bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan
bangsa,
dan
ikut
melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Tujuan tersebut bisa dicapai hanyalah
26
Pilar-Pilar Kebangsaan
dengan adanya kemerdekaan bagi bangsa Indonesaia, sehingga dalam alinea keempat ini secara tegas diproklamirkan, disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam satu UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang berbentuk dalam satu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Pancasila. Dengan menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan dasar dalam berdirinya bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan, Pembukaan tersebut tetap dipertahankan dan dijadikan pedoman. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan naskah asli yang tidak dilakukan perubahan karena merupakan bagian dari komitmen MPR untuk tetap mempertahankan Negara Kesatuan dalam bentuk Negara Republik Indonesia sehingga pasal ini mengayomi pula keberadaan pasal-pasal selanjutnya dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, bahkan dalam Pasal 37 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan pula bahwa, hanya bentuk Negara Kesatuan saja yang tidak dapat dilakukan perubahan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan tidak dilakukannya perubahan tersebut semakin memperkukuh bentuk Negara Kesatuan sebagai
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
bentuk
final
dan
27
menghilangkan
kekhawatiran
sebagian
masyarakat agar Indonesia tidak menjadi negara federal. Negara Kesatuan Republik Indonesia itu adalah negara yang memiliki satu kesatuan teritori (sesuai dengan UNCLOS 1982) dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai pulau Rote, satu kesatuan bangsa yang disebut bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda 1928), satu kesatuan kepemilikan sumber kekayaan alam yang peruntukannya sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat, satu kesatuan ideologi negara yaitu ideologi Pancasila, satu kesatuan politik nasional yang harus selalu berpihak pada kepentingan nasional (national interest), satu kesatuan perekonomian nasional yang harus selalu berpihak pada upaya mensejahterakan rakyat Indonesia, satu kesatuan budaya nasional yang memiliki jati diri Indonesia sebagai karakter nasional dan sistem pertahanan keamanan nasional yang khas menurut kharakteristik Indonesia, itulah makna yang dalam dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (Soepandji, Susilo Budi, 2011). Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, kota itu mempunyai pemerintahan dan, yang diatur dengan undang-undang.” Dari Pasal ini teridentifikasi bahwa prinsip penulisan Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk
28
Pilar-Pilar Kebangsaan
menunjukkan bahwa Negara Kesatuan tidak bisa diubah yang merupakan suatu tekad yang tidak bisa ditawar sama sekali. Negara Kesatuan Republik Indonesia dinyatakan dibagi atas bukan terdiri atas. Kalimat “dibagi atas” menunjukkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut adalah satu, setelah itu baru kemudian dibagi atas daerah-daerah, sehingga Negara Kesatuan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Meskipun Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia
sudah
dibagi,
dia
merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan bahkan dimungkinkan untuk ditarik kembali apabila ada yang ingin mencoba memisahkan diri dari kesatuannya. Kalimat ”dibagi atas provinsi dan provinsi dibagi atas kabupaten dan kota” adalah sebagai wujud pengukuhan dari pengakuan otonomi daerah yang diberikan
pengakuan
memiliki
pemerintahan
sendiri
yakni
pemerintahan daerah namun tetap dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketentuan pasal ini merupakan entry point (pintu masuk atau sebagai dasar) pelaksanaan otonomi daerah dalam rangka mempererat kembali keutuhan daerah-daerah
dalam
wadah
Negara
Kesatuan
Republik
Indonesia, sehingga tidak ada lagi perbedaan pendapat terhadap bentuk negara Indonesia sebagai negara kesatuan. Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Negara mengakui dan menghormati kesatuan–kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
perkembangan
29
masyarakat,
dan
prinsip
Negara
Kesatuan
Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang.” Pasal ini memberikan tempat dan menghormati keberadaan masyarakat hukum adat berserta hak-hak tradisionalnya yang memang sudah ada sejak lama bahkan masih hidup di tengahtengah masyarakat setempat, akan tetapi masyarakat hukum tersebut dengan hak-hak tradisionalnya itu tidak boleh dijadikan sebagai alasan untuk menegakkan negara sendiri mengingat masyarakat hukum adat tersebut sangat besar dan berlainan dengan masyarakat hukum adat di daerah lainnya. Pengakuan dan
penghormatan
negara
tersebut
justru
dalam
rangka
memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 25A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah
sebuah
negara
kepulauan
yang
berciri
Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.” Adanya ketentuan ini dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia
Tahun
1945
dimaksudkan
untuk
mengukuhkan kedaulatan wilayah Negara Kesatuan. Hal ini penting dirumuskan agar ada penegasan secara kons-titusional batas wilayah Indonesia di tengah potensi perubahan batas geografis sebuah negara akibat gerakan separatisme, sengketa perbatasan antarnegara, atau pendudukan oleh negara asing.
30
Pilar-Pilar Kebangsaan
Berkaitan dengan wilayah negara Indonesia, pada 13 Desember 1957 pemerintah Indonesia mengeluarkan Deklarasi Djuanda. Deklarasi itu menyatakan: “Bahwa segala perairan di sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas atau lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. Penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari garisgaris yang menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau Negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan Undang-undang.” Sebelumnya, pengakuan masyarakat internasional mengenai batas laut teritorial hanya sepanjang 3 mil laut terhitung dari garis pantai pasang surut terendah. Deklarasi Juanda menegaskan bahwa Indonesia merupakan satu kesatuan wilayah Nusantara. Laut bukan lagi sebagai pemisah, tetapi sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Prinsip ini kemudian ditegaskan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia. Berdasarkan Deklarasi Juanda tersebut, Indonesia menganut konsep negara kepulauan yang berciri Nusantara (archipelagic state). Konsep itu kemudian diakui dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (UNCLOS 1982 = United Nations Convention on the Law of the Sea) yang ditandatangani di Montego Bay, Jamaika,
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
31
tahun 1982. Indonesia kemudian meratifikasi UNCLOS 1982 tersebut dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985. Sejak itu dunia internasional mengakui Indonesia sebagai negara kepulauan. Berkat pandangan visioner dalam Deklarasi Djuanda tersebut, bangsa Indonesia akhirnya memiliki tambahan wilayah seluas 2.000.000 km2, termasuk sumber daya alam yang dikandungnya. Pada saat membahas materi rancangan perubahan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai wilayah
negara
ini,
sebenarnya
timbul
keinginan
untuk
mempergunakan penyebutan Benua Maritim Indonesia untuk pengenalan wilayah Indonesia seperti yang telah dideklarasikan oleh pemerintah pada 1957. Hal itu tidaklah berlebihan mengingat ada klaim penyebutan Benua Antartika untuk Pulau Antartika yang berada di Kutub Selatan. Dengan
adanya
ketentuan
mengenai
wilayah
negara
tersebut, pada masa mendatang kemungkinan pemisahan sebuah wilayah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak akan terjadi. Demikian pula hal itu akan mendukung penegakan hukum di seluruh wilayah tanah air, dalam melakukan perundingan internasional yang berkaitan dengan batas wilayah negara Indonesia, serta pengakuan internasional terhadap kedaulatan wilayah negara Indonesia. Kesadaran bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar, mengingat besarnya jumlah penduduk, sumber daya alam yang
32
Pilar-Pilar Kebangsaan
melimpah,
serta
luasnya
wilayah
pasti
akan memberikan
kepercayaan diri yang besar.
G. Bhinneka Tunggal Ika Dalam memiliki
mengelola
pengalaman
kemajemukan masyarakat, sejarah
yang
cukup
Indonesia
panjang
bila
dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Negara Barat relatif masih baru mewacanakan hal ini, sebelum dikenal apa yang disebut dengan multikulturalisme di Barat, jauh berabad-abad yang lalu bangsa Indonesia sudah memiliki falsafah “Bhinneka Tunggal Ika”. Sejarah juga membuktikan bahwa semakin banyak suatu bangsa menerima warisan kemajemukan, maka semakin toleran bangsa tersebut terhadap kehadiran “yang lain”. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk karena terdiri atas berbagai suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah, serta agama yang berbeda-beda. Keanekaragaman tersebut terdapat di berbagai wilayah yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Kenyataan yang tak dapat ditolak bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat yang beragam budaya. Seperti dikemukan di atas, pola sikap bangsa Indonesia dalam menghadapi keaneka-ragaman ini berdasar pada suatu sasanti atau adagium “Bhinneka Tunggal Ika,” yang bermakna beraneka tetapi satu, yang hampir sama dengan motto yang dipegang oleh bangsa Amerika, yakni “e pluribus unum.”
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
33
Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat, dan UndangUndang Dasar Sementera tahun 1950, pasal 3 ayat (3) menentukan
perlunya
ditetapkan
lambang
negara
oleh
Pemerintah. Sebagai tindak lanjut dari pasal tersebut terbit Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara. Baru setelah diadakan perubahan UUD 1945, dalam pasal 36A menyebutkan : ”Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.” Dengan demikian Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan yang merupakan kesepakatan bangsa, yang ditetapkan dalam UUD. Oleh karena itu untuk dapat dijadikan acuan secara tepat dalam hidup berbangsa dan bernegara, makna Bhinneka Tunggal Ika perlu difahami secara tepat dan benar untuk selanjutnya difahami bagaimana cara untuk mengimplementasikan secara tepat dan benar pula. Bhinneka Tunggal Ika tidak dapat dipisahkan dari Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia, dan Dasar Negara Pancasila. Hal ini sesuai dengan komponen yg terdapat dalam Lambang Negara Indonesia. Menurut pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 disebutkan bahwa : Lambang Negara terdiri atas tiga bagian, yaitu:
Burung Garuda yang menengok dengan kepalanya lurus ke sebelah kanannya;
34
Pilar-Pilar Kebangsaan
Perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan
Semboyan yang ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Di atas pita tertulis dengan huruf Latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa Kuno yang berbunyi: BHINNEKA TUNGGAL IKA.
Adapun makna Lambang Negara tersebut adalah sebagai berikut: Burung
Garuda
disamping
menggambarkan
tenaga
pembangunan yang kokoh dan kuat, juga melambangkan tanggal kemerdekaan bangsa Indonesia yang digambarkan oleh bulu-bulu yang terdapat pada Burung Garuda tersebut. Jumlah bulu sayap sebanyak 17 di tiap sayapnya melambangkan tanggal 17, jumlah bulu pada ekor sebanyak 8 melambangkan bulan 8, jumlah bulu dibawah perisai sebanyak 19, sedang jumlah bulu pada leher sebanyak 45. Dengan demikian jumlah bulu-bulu burung garuda tersebut melambangkan tanggal hari kemerdekaan bangsa Indonesia, yakni 17 Agustus 1945. Sementara itu perisai yang tergantung di leher garuda menggambarkan Negara Indonesia yang terletak
di garis
khalustiwa, dilambangkan dengan garis hitam horizontal yang membagi perisai, sedang lima segmen menggambarkan sila-sila Pancasila. Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan bintang bersudut lima yang terletak di tengah perisai yang
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
35
menggambarkan sinar ilahi. Rantai yang merupakan rangkaian yang tidak terputus dari bulatan dan persegi menggambarkan kemanusiaan
yang
adil
dan
beradab,
yang
sekaligus
melambangkan monodualistik manusia Indonesia. Kebangsaan dilambangkan oleh pohon beringin, sebagai tempat berlindung; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawarakatan/perwakilan dilambangkan dengan banteng yang menggambarkan kekuatan dan kedaulatan rakyat. Sedang Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan kapas dan padi yang menggambarkan kesejahteraan dan kemakmuran. Untuk dapat mengimplementasikan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dipandang perlu untuk
memahami
secara
mendalam
prinsip-prinsip
yang
terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: Dalam rangka membentuk kesatuan dari keaneka ragaman tidak terjadi pembentukan konsep baru dari keanekaragaman konsep-konsep yang terdapat pada unsur-unsur atau komponen bangsa. Suatu contoh di negara tercinta ini terdapat begitu aneka ragam agama dan kepercayaan. Dengan ke-tunggalan Bhinneka Tunggal Ika tidak dimaksudkan untuk membentuk agama baru. Setiap agama diakui seperti apa adanya, namun dalam kehidupan beragama di Indonesia dicari common denominator, yakni prinsipprinsip yang ditemui dari setiap agama yag memiliki kesamaan,
36
Pilar-Pilar Kebangsaan
dan common denominator ini yang kita pegang sebagai ketunggalan, untuk kemudian dipergunakan sebagai acuan dalam hidup berbangsa dan bernegara. Demikian pula halnya dengan adat budaya daerah, tetap diakui eksistensinya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan kebangsaan. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat sektarian dan eksklusif; hal ini bermakna bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan merasa dirinya yang paling benar, paling hebat, dan tidak mengakui harkat dan martabat pihak lain. Pandangan sektarian dan eksklusif ini akan memicu terbentuknya keakuan
yang
memperhitungkan
berlebihan pihak
dengan lain,
tidak
memupuk
atau
kurang
kecurigaan,
kecemburuan, dan persaingan yang tidak sehat. Bhinneka Tunggal Ika bersifat inklusif. Golongan mayoritas dalam hidup berbangsa dan bernegara tidak memaksakan kehendaknya pada golongan minoritas. Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis yang hanya menunjukkan perilaku semu. Bhinneka Tunggal Ika dilandasi oleh sikap saling percaya mempercayai, saling hormat menghormati, saling cinta mencintai dan rukun. Hanya dengan cara demikian maka keanekaragaman ini dapat dipersatukan. Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen, yang bermakna perbedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu, dalam bentuk
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
37
kesepakatan bersama. Hal ini akan terwujud apabila dilandasi oleh sikap toleran, non sektarian, inklusif, akomodatif, dan rukun. Prinsip atau asas pluralistik dan multikultural Bhinneka Tunggal Ika mendukung nilai: (1) inklusif, tidak bersifat eksklusif, (2) terbuka, (3) ko-eksistensi damai dan kebersamaan, (4) kesetaraan, (5) tidak merasa yang paling benar, (6) tolerans, (7) musyawarah disertai dengan penghargaan terhadap pihak lain yang berbeda. Suatu masyarakat yang tertutup atau eksklusif sehingga tidak memungkinkan terjadinya perkembangan tidak mungkin menghadapi arus globalisasi yang demikian deras dan kuatnya, serta dalam menghadapi keanekaragaman budaya bangsa. Sifat terbuka yang terarah merupakan syarat bagi berkembangnya masyarakat modern. Sehingga keterbukaan dan berdiri sama tinggi serta duduk sama rendah, memungkinkan terbentuknya masyarakat yang pluralistik secara ko-eksistensi, saling hormat menghormati, tidak merasa dirinya yang paling benar
dan
tidak
memaksakan
kehendak
yang
menjadi
keyakinannya kepada pihak lain. Segala peraturan perundangundangan
khususnya
peraturan
daerah
harus
mampu
mengakomodasi masyarakat yang pluralistik dan multikutural, dengan tetap berpegang teguh pada dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Suatu peraturan perundang-undangan, utamanya peraturan daerah yang memberi peluang terjadinya perpecahan bangsa,
atau
kepentingan
yang
unsur
semata-mata
bangsa
harus
untuk dihindari.
mengakomodasi Suatu
contoh
38
Pilar-Pilar Kebangsaan
persyaratan untuk jabatan daerah harus dari putra daerah menggambarkan sempitnya kesadaran nasional yang sematamata
untuk
memenuhi
aspirasi
kedaerahan,
yang
akan
mengundang terjadinya perpecahan. Hal ini tidak mencerminkan penerapan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Dengan menerapkan nilai-nilai tersebut secara konsisten akan terwujud masyarakat yang damai, aman, tertib, teratur, sehingga kesejahteraan dan keadilan akan terwujud. Setelah kita fahami beberapa prinsip yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal bagaimana
Ika,
maka
prinsip-prinsip
langkah
Bhinneka
selanjutnya Tunggal
adalah Ika
ini
diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 1.
Perilaku inklusif. Di depan telah dikemukakan bahwa salah satu prinsip
yang terkandung dalam Bhinneka Tunggal Ika adalah sikap inklusif.
Dalam
kehidupan
bersama
yang
menerapkan
semboyan Bhinneka Tunggal Ika memandang bahwa dirinya, baik itu sebagai individu atau kelompok masyarakat merasa dirinya hanya merupakan sebagian dari kesatuan dari masyarakat yang lebih luas. Betapa besar dan penting kelompoknya dalam kehidupan bersama, tidak memandang rendah dan menyepelekan kelompok yang lain. Masingmasing memiliki peran yang tidak dapat diabaikan, dan bermakna bagi kehidupan bersama.
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
2.
39
Mengakomodasi sifat pluralistik Bangsa
Indonesia
sangat
pluralistik
ditinjau
dari
keragaman agama yang dipeluk oleh masyarakat, aneka adat budaya yang berkembang di daerah, suku bangsa dengan bahasanya masing-masing, dan menempati ribuan pulau yang tiada jarang terpisah demikian jauh pulau yang satu dari pulau yang lain. Tanpa memahami makna pluralistik dan bagaimana
cara
keanekaragaman
mewujudkan
secara
tepat,
persatuan
dengan
mudah
dalam terjadi
disintegrasi bangsa. Sifat toleran, saling hormat menghormati, mendudukkan masing-masing pihak sesuai dengan peran, harkat dan martabatnya secara tepat, tidak memandang remeh pada pihak lain, apalagi menghapus eksistensi kelompok dari kehidupan bersama, merupakan syarat bagi lestarinya negara-bangsa Indonesia. Kerukunan hidup perlu dikembangkan dengan sepatutnya. Suatu contoh sebelum terjadi reformasi, di Ambon berlaku suatu pola kehidupan bersama yang disebut pela gandong, suatu pola kehidupan masyarakat yang tidak melandaskan diri pada agama, tetapi semata-mata pada kehidupan bersama pada wilayah tertentu. Pemeluk berbagai agama berlangsung sangat rukun, bantu membantu
dalam
kegiatan
yang
tidak
bersifat
ritual
keagamaan. Mereka tidak membedakan suku-suku yang berdiam di wilayah tersebut, dan sebagainya. Sayangnya dengan terjadinya reformasi yang mengusung kebebasan,
40
Pilar-Pilar Kebangsaan
pola kehidupan masyarakat yang demikian ideal ini telah tergerus arus reformasi. 3.
Tidak mencari menangnya sendiri Menghormati
pendapat
pihak
lain,
dengan
tidak
beranggapan bahwa pendapatnya sendiri yang paling benar, dirinya atau kelompoknya yang paling hebat perlu diatur dalam menerapkan Bhinneka Tunggal Ika. Dapat menerima dan
memberi
pendapat
merupakan
hal
yang
harus
berkembang dalam kehidupan yang beragam. Perbedaan ini tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi dicari titik temu. Bukan dikembangkan divergensi, tetapi yang harus diusahakan adalah
terwujudnya
konvergensi
dari
berbagai
keanekaragaman. Untuk itu perlu dikembangkan musyawarah untuk mencapai mufakat. 4.
Musyawarah untuk mencapai mufakat Dalam
rangka
membentuk
kesatuan
dalam
keanekaragaman diterapkan pendekatan “musyawa-rah untuk mencapai mufakat.” Bukan pendapat sendiri yang harus dijadikan kesepakatan bersama, tetapi common denominator, yakni inti kesamaan yang dipilih sebagai kesepakatan bersama. Hal ini hanya akan tercapai dengan proses musyawarah untuk mencapai mufakat. Dengan cara ini segala
gagasan
yang
timbul
diakomodasi
dalam
kesepakatan. Tidak ada yang menang tidak ada yang kalah. Inilah yang biasa disebut sebagai win win solution.
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
5.
41
Dilandasi rasa kasih sayang dan rela berkorban Dalam
menerapkan
Bhinneka
Tunggal
Ika
dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang. Saling curiga mencurigai harus dibuang jauhjauh. Saling percaya mempercayai harus dikembangkan, iri hati, dengki harus dibuang dari kamus Bhinneka Tunggal Ika. Hal ini akan berlangsung apabila pelaksanaan Bhnneka Tunggal
Ika
menerap-kan
adagium
“leladi
sesamining
dumadi, sepi ing pamrih, rame ing gawe, jer basuki mowo beyo.” Eksistensi kita di dunia adalah untuk memberikan pelayanan kepada pihak lain, dilandasi oleh tanpa pamrih pribadi dan golongan, disertai dengan pengorbanan. Tanpa pengorbanan, sekurang-kurangnya mengurangi kepentingan dan pamrih pribadi, kesatuan tidak mungkin terwujud. Bila setiap warganegara memahami makna Bhinneka Tunggal Ika, meyakini akan ketepatannya bagi landasan kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta mau dan mampu mengimplementasikan secara tepat dan benar, maka Negara Indonesia akan tetap kokoh dan bersatu selamanya.
BAB III PENUTUP Membludaknya berbagai wacana baik dari unsur pemerintahan maupun organisasi politik dan kemasyarakatan, akhirnya mulai mengungkap bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terdapat kesepakatan yang disebut sebagai empat pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Empat pilar ini adalah Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Pilar adalah tiang penyangga suatu bangunan agar bisa berdiri secara kokoh. Bila tiang ini rapuh maka bangunan akan mudah roboh, “Empat pilar itu pula lah yang menjamin terwujudnya kebersamaan dalam hidup bernegara. Rakyat akan merasa aman terlindungi sehingga merasa tenteram dan bahagia”. Empat pilar tersebut juga fondasi atau dasar dimana bisa memahami bersama kokohnya suatu bangunan sangat bergantung dari fondasi yang melandasinya. Dasar atau fondasi bersifat tetap, statis sedangkan pilar bersifat dinamis. Diterimanya pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan
landasan
pokok,
landasan
fundamental
bagi
penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental.
42
Bahan Ajar Diklatpim Tk. IV
43
Pilar yang terkandung dalam UUD 45 pun terdapat tujuan negara yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Pilar tersebut menyebutkan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini berarti tujuan Negara Indonesia itu sendiri mengarah kepada kepribadian bangsa Indonesia. Disempurnakan melalui rumusan memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, yang semua hal ini merupakan
tujuan
Negara
hukum
material,
yang
keseluruhan sebagai tujuan khusus atau nasional.
secara
Sehingga
lahirlah Negara Kesatuan Republik Indonesia. NKRI lahir dari pengorbanan jutaan jiwa dan raga para pejuang bangsa yang bertekad mempertahankan keutuhan bangsa. Sebab itu, NKRI adalah prinsip pokok, hukum, dan harga mati. Ditunjang dengan Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan motto atau semboyan Indonesia. Yang seringkali diterjemahkan dengan kalimat “Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Keempat
pilar
kehidupan
berbangsa
dan
bernegara,
semestinya harus kita jaga, pahami, hayati dan laksanakan dalam pranata kehidupan sehari-hari, di mana Pancasila yang menjadi sumber nilai menjadi ideologi, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai aturan yang semestinya ditaati, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah harga mati, serta Bhinneka Tunggal Ika adalah perekat semua rakyat. Maka dalam bingkai empat pilar tersebut yakinlah tujuan yang dicita-citakan bangsa ini akan terwujud.
DAFTAR PUSTAKA Budiono
Kusumohamodjojo, 2000, Kebhinnekaan Indonesia. Grasindo: Jakarta.
Masyarakat
Buku Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara(MPR-RI) Kansil, C.S.T., Pancasila dan UUD 1945, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2003). Ketetapan MPR Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional. Kusuma R.M. A.B., Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tatanegara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004). Latif, Yudi, (2010) Negara Paripurna, Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Maarif, Ahmad Syafii, ”Bhinneka Tunggal Ika Pesan Mpu Tantular Untuk Keindonesiaan Kita”, Makalah dalam Lokakarya Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Jakarta: MPR RI, 17-19 Juni 2011. Noorsena Bambang, “Bhinneka Tunggal Ika; Sejarah, Filosofi, dan Relevansinya sebagai Salah Satu Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara”, Makalah dalam Lokakarya MPR RI, Jakarta: 17-19 Juni 2011. Peraturan Kepala LAN RI, No. 13 Tahun 2013. tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklatpim Tingkat IV. Tim Penyusun, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan MPR, (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2011).
44
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
REPUBLIK INDONESIA