BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Implementasi peraturan Bupati Bantul Nomor 03 Tahun 2013 sudah dapat dikatakan baik. Hal itu dapat diketahui dari beberapa keterangan Kepala Desa dan Sekretaris Desa yang mengaku tidak merasa dipersulit dalam mencairkan dana tambahan kesejahteraan bagi Kepala Desa dan Pamong Desa. Mekanisme pencairan dana diakui cukup mudah, hal itu sesuai apa yang dicantumkan dalam pasal 8 bahwa pencairan dana dilakukan setiap triwulan sekali dan syarat yang harus dipenuhipun cukup mudah yaitu bukti penerimaan tambahan kesejahteraan Lurah Desa dan Pamong Desa berdasarkan laporan Lurah dan bukti kehadiran Kepala Desa dan Pamong desa. Namun, hanya saja ada beberapa kendala diantaranya adalah terkadang sering terjadi keterlambatan penyaluran dana, diakui oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul Sub. Bag Pemerintah Desa hal itu dikarenakan lambatnya Pemerintah Desa yang mengumpulkan persyaratan pencairan dana dan banyaknya jumlah desa yang ada di Kabupaten Bantul. 2. Impementasi Paraturan Bupati Bantul Nomor 03 Tahun 2012 di Kecamatan
Pandak,
sesungguhnya
belum
menunjukkan
adanya
peningkatan baik dari segi kedisiplinan, kinerja, dan hasil kerja. Hal tersebut ditunjukan oleh beberapa macam diantaranya adalah: a. Produktivitas
Pemerintah
Desa
seKecamatan
Pandak
tidak
ditemukanya produk-produk peningkatan kinerja yang berimplikasi
109
110
adanya peningkatan hasil kerja. Proses pertaunggung jawaban kinerja Pemerintah Desapun hanya melalui Laporan Pertanggung Jawaban Pemerintah Desa seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten lainnya. b. Dalam hal pelayanan dapat di katakan belum menunjukan adanya peningkatan secara signifikan, hal tersebut dapat di lihat dari beberapa indikator diantaranya adalah: bagaimana tingkat kedisiplinan Birokrasi desa, kondisi SDM dan peralatan Desa yang memadai. Namun dari sisi postif, meski mengakui bahwa jam kerja kantor tidak memenuhi sayarat yang seharusnya pukul 07.30 sampai dengan 15.30 WIB, mereka mengaku bahwa Pemerintah Desa se-Kecamatan Pandak telah bersedia memberikan pelayanan kepada masyarakat selama 24 jam. Sebagaimana disebutkan oleh Kepala Desa seKecamatan Pandak mereka bersedia ditemui di luar jam kantor jika masyarakat memang membutuhkan pelayanan tersebut segera dan tidak bisa di tunda. Meski demikian, pelayanan masyarakat di luar jam kantor beresiko adanya penyalahgunaan wewenang dan pelayanan yang dapat dikakukan oleh Birokrat Desa maupun masyarakat itu sendiri. . c. Dalam kaitanya dengan responsivitas ini yaitu membicarakan tentang kemampuan Pemerintah Desa se-Kecamatan dalam mengenali kebutuhan masyarakat dalam memberikan pelayanan, yang akan dilihat dari tingkat kepekaan terhadap keluhan dalam pelayanan, tingkat usaha untuk membina kegiatan masyarakat Desa se-Kecamatan
111
Pandak. Adanya berbagai keluhan dan ketidakpuasn pelayanan yang diberikan birkraksi Pemerintah Desa kepada masyarakat, merupakan indikasi ketidakmampuan kenerja organisasi Pemerintah Desa seKecamatan
Pandak.
Maka,
semakin
banyak
keluahan
dan
ketidakpuasan maka tingkat kinerja semakin buruk. d. Masyarakat masih merasa dibebankan dengan adanya pungutan administrasi desa yang masih dirasakan oleh masyarakat tidak perlu adanya pungutan yang telah di atur dalam peraturan desa. e. Lemahnya pengukuran terhadap tingkat kinerja dan tindak lanjut dari hasil
laporan
merupakan
salah
satu
usah
terpenting
dalam
mengupayakan adanya pningkatan kinerja. Pengukuran peningkatan kinerja seharusnya dilakukan secara komperhensif tidak hanya sekedar pertanggungjawaban
secara
administratif
peningkatan
secara
komperhensif
kinerja
saja.
Pengukuran
seharusnya
meliputi
keluaran, hasil kerja, dan manfaat yg dirasakan oleh masyarakat. Sehingga adanya peningkatan kinerja seharusnya mampu di rasakan oleh Pemerintah Daerah, Legislatif Daerah dan masyarakat. Adanya pungutan administrasi yang dilakukan oleh Pemerintah Desa se-Kecamatan Pandak telah mendapat respon buruk dari masyarakat. Hal tersebut mungkin telah bertolak belakang adanya APBDES (Anggaran Pembelanjaan Desa) yang di dapat dari persewaan tanah khas desa seharusnya sudah mampu memberikan biaya oprasional Pemerintah Desa mengingat bahwa adanya tanah
112
khas desa selain digunakan untuk menggaji Birokrat namun juga disewakan sebagai pendapatan asli desa. Hal tersebut dapat dilihat dari dokumentasi yang di dapatakan peneliti dari Pemerintah Desa seKecamatan Pandak melalui Peraturan Desa, Pemerintah telah menyewakan tanah khas desa sebagai pendapatan asli desa. 3. Hambatan-Hambatan Implementasi peraturan Bupati Bantul Nomor 03 Tahun 2013 1. Kurangnya SDM yang memadahi 2. Kurangnya Peralatan yang di miliki Pemerintahan Desa 3. Peningkatan Kinerja semata-mata dibebankan kepada Kepala Desa 4. Kebiasaan masyarakat 1. Sikap mental para pamong 2. Lemahnya pengawasan terhadap pemerintah desa 3. Lemahnya Fungsi Regulasi Peraturan Bupati Bantul Nomor 03 Tahun 2012 Dalam Meningkatkan Kinerja, Hasil Kerja, dan Kedisiplinan Pemerintah Desa 4. Solusi dalam menghadapi hambatan-hambatan tersebut a. Solusi yang dilakukan Kepala Desa dan Sekretaris Desa Berdasarakn hasil wawancara dengan Kepala Desa dan Sekretaris Desa telah menyatakan hal yang sama bahwa untuk menghadapi permasalahan dalam melakukan peningkatan kedisiplinana, kinerja, dan hasil kerja adalah sebagai berikut: 1. Melakukan rapat kordinasi setiap hari senin
113
2. Memberikan pengertian kepada para pemong secara pendekatan individual b. Solusi yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul yang telah berwenang melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintah Desa adalah Inspektorat Kabupaten Bantul. Sejauh ini Inspektorat Kabupatn Bantul hanya sebatas melakukan sidak kepada Pemerintah Desa. Hal tersebut masih diakui kurang efektif dalam memberikan kontribusai pengawasan terhadap kedisiplinan, kinerja, dan hasil kerja Pemerintah Desa. B. Saran 1. Sebaiknya sekiranya jika memang tujuan adanya penambahan dana tambahan kesejahteraan bagi Kepala Desa dan Pamong Desa melalui Peraturan Bupati Bantul Nomor 03 Tahun 2012 itu untuk meningkatkan kedisiplinan,
kinerja, dan hasil kerja maka perlu
dibuatnya Peraturan tersebut yang berisikan regulasi pengaturan yang dapat menjerat agar Para Kepala Desa dan Pamong Desa untuk mengupayakan peningkatan kedisiplinan, kinerja, dan hasil kerja. 2. Perlu adanya instrumen khusus dalam mengukur adanya peningkatan kedisiplinan, kinerja, dan hasil kerja agar adanya upaya peningkatan kedisiplinan, kinerja, dan hasil kerja dapat dihasilkan secara nyata. 3. Perlu adanya pengawasan dan pembinaan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa secara optimal dengan melibatkan pada pihak
114
Pemerintah Kecamatan Pandak agar pengawasan dan pembinaan lebih efektif. 4. Sebainya pihak Pemerintah Desa lebih proaktif dalam mengupayakan adanya peningkatan kedisiplinan, kinerja, dan hasil kerja Pemerintah Desa. 5. Sebaiknya Pemerintah Desa menyediakan alat khusus dalam mendata daftar hadir Kepala Desa dan Pamong Desa agar syarat pencairan Dana beruapa data kehadiran Kepala Desa dan Pamong Desa tidak dapat dimanipulasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
115
DAFTAR PUSTAKA Buku: Agus Dwiyanto. (2003). Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM Agus Dwiyanto. (2012). Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada Press Azam Awang. (2010). Implementasi Pmeberdayaan Pemrintah Desa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Budi Setiyono. (2012). Birokrasi Dalam Perspektif Politik dan Administrasi. Bandung: Penerbit Nuansa Budi winarno. (2008). Kebijakan publik Teori dan Proses. Jakarta: Medpress Edi Suharto. 2007. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Penerbit Alfabeta Hanif Nurcholis. (2011). Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Jakarta: Penerbit Erlangga Haw. Widjaja. (200). Penyelenggaraan Otonomi Daerah di Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada Indra Bastian. (2006). Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga. Mahsad Dhurorudin. (2005). Konflik Elite Politik Desa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Lijan Poltak Sinambela. (2011). Reformasi Pelayanan Publik. Jakarta: Bumi Aksara Mangkunegara. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung : Remaja Rosdakarya Miles dan Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI PRESS Moh As’ad. (2003). Psikologi Industri. Yogyakarta: Libery Moelng.(2000). Metode Penelitian Kualitaif. Bandung: Remaja Rosdakarya Nawawi, H. Hadari. (1997). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Penerbit Gajah Mada University Press Pandji Santosa. (2009). Administrasi Publik-Teori dan Aplikasi Good Goverment. Bandung: PT. Refika Aditama Rachmat Trijono. (2013). Dasar-Dasar Ilmu Perundang-Undangan. Jakarta: Penerbit Papas Sinar Sinanti Sugiyono. (2010). Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Suharno. (2010). Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Kajian Proses dna analisis Kebijakan. Yogyakarta: UNY PRESS Syaukani DKK. (2007). Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
116
Simanora Henry. (1997). Manajeman Sumber DAYA manusia. Yogyakarta: STIE YKPN Sulistiyani. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu Peraturan-peraturan: PP No. 72 Tahun 2005 tentang desa PP No. 72 Tahun 2005 Undang-undnag Nomor 12 Tahun 2011 Peraturan Bupati Bantul No.03 Tahun 2012 Tentang Pemberian Tambahan Kesejahteraan Bagi Lurah dan Pamong Desa Se-Kabupaten Bantul Tahun Anggraan Penelitian : Maria Eni Surasih. 2004. Pengaruh Persepsi masyarakat tentang Birokrasi Pemerintah desa tehadap Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Desa. Jurnal KR.Ranah. Pelayanan Publik yang Berbelit; Warisan Penjajah Agar Kita Tak Bisa Maju. Eko purnomo. 2011. Upaya Dinas Kependidikan dan Pencatatn Sipil Kota Yogyakarta Dalam meningkatkan Pelayanan Publik Untuk Mewujudkan Tatat Pemerintahan Yang Baik. Purmonadi. (2013). http://pormadi.wordpress.com/2008/06/16/upayameningkatkan-kinerja-pns/ di akses pada atanggal 04 April 2013 http://www.pkkod.lan.go.id/index.php?mod=6&d=8 diakses tanggal 04 April 2013