BAB V PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden Responden pada penelitian ini adalah pedagang kuliner di area kuliner daerah Gladag dimana area kuliner tersebut terletak di sisi jalan Mayor Sunaryo yang ramai pengunjung. Hal ini menjadikan pedagang kuliner tersebut sering terpapar gas karbon monoksida (CO) yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor. Jumlah sampel untuk penelitian ini adalah 38 orang pedagang perempuan yang telah memenuhi kriteria inklusi dan bersedia menjadi responden. Usia pedagang kuliner pada penelitian ini masih tergolong dalam usia produktif dimana pedagang kuliner memiliki usia minimal 24 tahun, usia maksimal 55 tahun, dan usia rata-rata yaitu 45 tahun. Berdasarkan hasil uji statistik korelasi spearman antara usia dengan kadar hemoglobin (Hb) maka didapatkan hasil bahwa p-value : 0.043 dan r : - 0.314. Berdasarkan hasil uji statistik tersebut, dapat disimpulkan bahwa hubungan usia dengan kadar hemoglobin (Hb) pedagang lemah dengan arah korelasi negatif. Hal ini berarti bahwa semakin bertambah usia maka semakin rendah kadar hemoglobin (Hb) pedagang. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ahirawati (2009) dimana semakin tua usia seseorang maka daya tahan tubuhnya
49
50
terhadap penyakit akan semakin berkurang. Hal ini diperkuat dengan teori oleh Hal ini diperkuat dengan pernyataan Setyawati (2010) pada usia lebih dari 40 tahun seseorang akan cenderung mengalami perubahan prestasi kerja yang dapat mempengaruhi faktor fisiologis, mengalami kemunduran dalam berbagai kemampuan seperti kemampuan visual, kinerja otot, berfikir, mengingat dan mendengar, serta adanya penurunan kemampuan dalam beradaptasi. Status gizi pedagang ditentukan dengan menggunakan karakteristik IMT, dimana sebanyak 15 orang pedagang memiliki IMT normal sedangkan 23 orang pedagang dikatakan gemuk. Berdasarkan hasil uji korelasi pearson antara IMT dengan kadar hemoglobin (Hb) pedagang maka nilai p-value : 0.171 dan r : 0.215. Maka dapat disimpulkan bahwa IMT tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kadar hemoglobin (Hb). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kevin (2015) yang mengatakan bahwa tidak adanya hubungan antara status gizi dengan kadar hemoglobin (Hb) pada remaja usia 12-14 tahun dimana status gizi sebagian besar responden penelitian tersebut adalah normal dan status gizi sebagian besar responden pada penelitian ini adalah kegemukan. Sedangkan, hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukawana (2007) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kadar hemoglobin (Hb). Perbedaan hasil penelitian dikarenakan penelitian ini hanya mengukur IMT saja, tidak mengukur asupan konsumsi makanan.
51
Berdasarkan hasil pengukuran gas karbon monoksida (CO) di daerah Gladag Surakarta paparan gas karbon monoksida (CO) terendah yaitu 8 ppm dan paparan gas karbon monoksida (CO) tertinggi yaitu 13 ppm serta rata-rata paparan gas karbon monoksida (CO) yaitu 10.10 ppm. Berdasarkan batas paparan gas karbon monoksida (CO) oleh WHO (2004), maka NAB paparan gas karbon monoksida (CO) pada pekerjaan yang dilakukan selama 8 jam yaitu 9 ppm. Sehingga paparan gas karbon monoksida (CO) di daerah Gladag Surakarta telah melebihi NAB. Berdasarkan hasil pengukuran hemoglobin (Hb) pedagang kuliner di daerah Gladag Surakarta diketahui bahwa sebanyak 60.5 % memiliki kadar hemoglobin (Hb) < 12 gr/dL. Menurut Kiswari (2014) kadar hemoglobin normal wanita dewasa yaitu 12 - 16 g/dL. Apabila melihat distribusi kadar hemoglobin (Hb) pedagang kuliner, maka sebagian besar pedagang mengalami anemia dimana kadar hemoglobin (Hb) kurang dari normal. Hal ini sesuai dengan Hoffbrand dan Moss (2013) yang menyatakan bahwa anemia didefinisikan sebagai penurunan kadar hemoglobin (Hb) darah dibawah normal. Adapun bebarapa penyebab terjadinya anemia menurut Sadikin (2002) yaitu cacat atau masalah pada sel darah merah, defisiensi atau kekurangan bahan – bahan dari luar (makanan), kehilangan sel darah merah yang baik dan sehat karena terjadinya perdarahan, dan adanya reaksi imunitas (otoimun) dari sistem imun seseorang terhadap sel darah merahnya sendiri. Berdasarkan hasil pengukuran kadar karboksihemoglobin (COHb) pedagang kuliner daerah Gladag Surakarta diketahui bahwa rata-rata pedagang
52
kuliner memiliki kadar karboksihemoglobin (COHb) sebesar 2.43%, kadar COHb terendah yaitu 0.4 % dan kadar COHb tertinggi yaitu sebesar 4%. Hal ini berarti bahwa sebagian pedagang mengalami gangguan sistem syaraf sentral (Wardhana, 2004). Menurut anjuran dari ACGIH 2003 dalam Sainab (2015) menyatakan bahwa kadar COHb maksimal didalam tubuh seseorang yaitu sebesar 3.5%. Sehingga kadar COHb pedagang berada dibawah batas yang dianjurkan.
B. Hubungan Paparan Gas Karbon Monoksida (CO) Dengan Kadar Hemoglobin (Hb) Berdasarkan hasil statistik uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gas karbon monoksida (CO) dengan kadar hemoglobin (Hb) pada pedagang kuliner di daerah gladag Surakarta dengan nilai p-value : 0,362 atau p > 0.05. Berdasarkan hasil observasi, didapatkan bahwa aktivitas pedagang pada saat bekerja berada di tempat terbuka. Menurut Arifin dan Sukoco (2009) komposisi oksigen yang ideal pada udara bersih sebesar 20.95%. Apabila terjadi penambahan gas-gas lain seperti gas karbon monoksida (CO) yang berasal dari gas buang kendaraan, maka akan menyebabkan gangguan serta perubahan pada komposisi udara bersih termasuk oksigen. Efeknya terhadap kesehatan yaitu gas karbon monoksida (CO) apabila terhisap kedalam paruparu akan ikut peredaran darah dan akan menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Sehingga ditempat terbuka terdapat banyak oksigen
53
yang dapat dihirup oleh pedagang kuliner. Apabila pedagang menghirup gas oksigen dalam jumlah yang banyak, maka hal tersebut dapat menggeser reaksi keseimbangan karboksihemoglobin (COHb) di dalam darah dengan mengubah karboksihemoglobin (COHb) menjadi oksihemoglobin yang diperlukan oleh tubuh seperti yang tertulis pada reaksi keseimbangan dibawah ini : COHb + O2
Hb O2 + CO
Selain itu, pengaruh karbon monoksida (CO) terhadap tubuh seseorang tidaklah sama satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan daya tahan tubuh manusia ikut menentukan toleransi tubuh terhadap pengaruh adanya karbon monoksida (Wardhana, 2004). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2015) yang mengatakan bahwa tidak terdapat hubungan paparan karbon monoksida dengan kadar hemoglobin pada pekerja divisi engineering PT Rosalia Indah Karanganyar dimana lokasi penelitian tersebut adalah semi terbuka. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kusumaningrum (2013) yang mengatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan kadar hemoglobin darah pekerja parkir laki-laki basement mall dan pekerja laki-laki tempat billiard akibat paparan gas karbon monoksida dimana lokasi penelitian tersebut merupakan tempat tertutup. Berdasarkan hasil observasi, didapatkan bahwa terdapat tanah kosong yang ditanami pohon besar berada di belakang area kuliner daerah Gladag Surakarta. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fardiaz (2003) yang mengatakan
54
bahwa aktivitas mikroorganisme di dalam tanah dapat menghilangkan gas karbon monoksida (CO) dengan kecepatan relatif tinggi dari udara. Hasil observasi ini sejalan dengan penelitian yulfida (2012) yang menyatakan bahwa kadar karbon monoksida (CO) yang terdapat pada jalan raya yang ditanami pohon Angsana (Pterocarpus indicus) lebih rendah dibandingkan pada jalan raya yang tidak ditanami pohon angsana (Pterocarpus indicus). Berdasarkan hasil analisis, bekerja di tempat terbuka dan adanya absorben gas karbon monoksida (CO) yang berupa mikroorganisme didalam tanah dan pohon yang berada di sekitar area kuliner daerah Gladag Surakarta dapat mengurangi paparan gas karbon monoksida (CO) yang diterima pedagang kuliner. Pada penelitian ini, faktor yang dapat mempengaruhi kadar hemoglobin pada pedagang kuliner (responden) yaitu usia. Selain itu, faktor responden yang berupa status gizi tidak memiliki pengaruh terhadap kadar hemoglobin responden. C. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini, ada kendala yang peneliti hadapi, kendala tersebut antara lain: 1. Tidak di ukurnya faktor perancu gas karbon monoksida (CO) seperti kecepatan angin dan arah angin sehingga akan menimbulkan bias dalam hasil penelitian. 2. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional sehingga tidak meramalkan suatu kecenderungan dari gangguan kesehatan tertentu pada responden.