Bab IV Penyajian Data dan Analisis
IV.1 Penyajian Data IV.1.2 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat Agregat kasar, agregat halus dan filler yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari mesin pemecah batu, dengan sumber material dari Sungai Batang Muar Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Propinsi Bengkulu. Pengujian agregat dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat fisik atau karakteristik agregat kasar, agregat halus dan filler yang digunakan dalam campuran. Gradasi yang ditinjau adalah didasarkan pada gradasi Laston Lapis Aus (AC-WC) dari spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2005. Berat jenis bulk agregat gabungan (Gsb) diperoleh dari hasil perhitungan penggabungan dari masing-masing fraksi. Data berat jenis bulk gabungan diperlukan dalam perencanaan campuran beraspal. Hasil berat jenis bulk gabungan (Gsb) adalah 2,64 dipakai untuk campuran menggunakan aspal Pen 60/70 dan campuran menggunakan aspal Supracoat. Tabel IV.1 merupakan hasil pengujian agregat kasar dan halus, dimana agregat yang digunakan memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam spesifikasi Departemen pekerjaan Umum 2005. IV.1.2
Hasil Pengujian Aspal
Aspal yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua jenis aspal yaitu aspal Supracoat dan aspal pen 60/70 sebagai pembanding. Pengujian pada kedua aspal tersebut
yang akan digunakan dalam campuran hampir memenuhi
keseluruhan persyaratan spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2005. Tabel IV.2 merupakan hasil pengujian kateristik aspal pen 60/70 dan aspal Supracoat.
48
49
Tabel IV.1 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat
No
Pengujian
Hasil Uji
Persyaratan Min
Maks
Metode Uji
a. Agregat kasar 1
Penyerapan (%)
1,22
-
3
2
a. Berat jenis bulk
2,64
2,5
-
b. Berat jenis SSD
2,67
2,5
-
c. Berat jenis semu
2,73
2,5
-
d. Berat Jenis Efektif Kekekalan agregat terhadap Magnesium Sulfat, (%)
2,68
2,5
-
0,55
-
12
13,93
-
40
3
4 5
Abrasi dengan Mesin Los Angeles, ( %)
92/81
80/75
-
6
Angularitas Kelekatan agregat terhadap aspal, (%)
96
>95
-
7
Partikel pipih, (%)
23,99
-
25
3,31
-
10
-
3
2,5
-
8 Partikel lonjong, (%) b. Agregat Halus 1
Penyerapan (%)
2
a. Berat jenis bulk
0,64 2,66
b. Berat jenis SSD
2,68
2,5
-
c. Berat jenis semu
2,70
2,5
-
d. Berat Jenis Efektif
2,68
2,5
-
3 Nilai setara Pasir, (%) c. Filler
67,45
50
-
1 Berat Jenis d. Agregat Gabungan
2,62
2,5
SNI 03-4426-1996
SNI 03-3407-1994 SNI 03-3407-1994 DoT's Pennsylvania Test Method, PTM n0.621 SNI 03-2439-1991 ASTM D-4791
SNI 03-4426-1996
SNI 03-4428-1997 SNI 03-4426-1996
1
Penyerapan (%)
0,93
-
3
2
a. Berat jenis bulk
2,64
2,5
-
b. Berat jenis SSD
2,67
2,5
-
c. Berat jenis semu
2,71
2,5
-
d. Berat Jenis Efektif
2,68
2,5
-
50
Tabel IV.2 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Teknis Aspal
No
Jenis Pemeriksaan
Aspal Pen 60/70 Penetrasi , 250C;100 gr;5 1 detik; 0,1 mm
Hasil Uji
Persyaratan
Metode Uji
Min
Max
65,8
60
79
SNI 06-2456-1991
58
SNI 06-2434-1991
2
Titik lembek, 0C
48,5
48
3
Titik Nyala, 0C
342
200
SNI 06-2433-1991
4
Berat Jenis
1,04
1
SNI 06-2441-1991
5
Daktilitas;250C;cm Kelarutan dalam Trichlor Ethylen; % berat
100
100
SNI 06-2432-1991
99,06
99
RSNI M-04-2004
6 7
Penuruan Berat dengan RTFOT; % berat
8
Penetrasi setelah penurunan berat; % asli Daktilitas setelah penurunan berat; % asli
9
0,03
0,8
SNI 06-2440-1991
55,6 (84,5 %)
54
SNI 06-2456-1991
>50
50
SNI 06-2432-1991
Aspal Supracoat 1
Penetrasi , 250C;100 gr;5 detik; 0,1 mm
56,2
50
2
Titik lembek, 0C
51,5
55
SNI 06-2434-1991
3
Titik Nyala, 0C
348
225
SNI 06-2433-1991
4
Berat Jenis
1,05
1
SNI 06-2441-1991
5
Daktilitas;250C;cm Kelarutan dalam Trichlor Ethylen; % berat Penuruan Berat dengan RTFOT; % berat Penetrasi setelah penurunan berat; % asli Daktilitas setelah penurunan berat; % asli
100
100
SNI 06-2432-1991
99,41
99
RSNI M-04-2004
6 7 8 9 10
11 12
Kekentalan pada 1350C,Cst Perbedaan Titik Lembek Setelah RTFOT.% Asli Penurunan titik lembek Elastic Recovery residu RTFOT, %
0,06
70
0,8
SNI 06-2456-1991
SNI 06-2440-1991
51,90 (92,4%)
60
SNI 06-2456-1991
>50
50
SNI 06-2432-1991
474
2000
SNI 06-6721-2002
52,5 (1,9%)
2
SNI 06-2434-1991
13,25
45
AASHTO T301-95
51
Pengujian penetrasi dilakukan sebelum dan sesudah Rolling Thin Film Oven Test (RTFOT) pada kedua jenis aspal tersebut pada temperatur 250C, 350C dan 450C, dengan tujuan untuk menyelidiki pengaruh aspal terhadap penuaan (ageing) dalam masa pelaksanaanya maupun kepekaanya terhadap temperatur, hasil pengujian penetrasi sebelum RTFOT diperlihatkan pada Tabel IV.3., IV.4. dan IV.5. serta Gambar IV.1 sedangkan hasil pengujian setelah RTFOT diperlihatkan pada Tabel IV.6., IV.7. dan IV.8. serta Gambar IV.2., Tabel IV.9 menunjukkan penetrasi sisa dari aspal Pen 60/70 dan aspal supracoat. Tabel.IV.3 Penetrasi dari aspal Pen 60/70 dan aspal Supracoat sebelum RTFOT No
Temperatur
1
Penetrasi dari Pen 60/70
Penetrasi dari Supracoat
Uji 1
Uji2
Rata_rata
Uji 1
Uji2
25
65,60
66,00
2
35
275,40
3
45
436,20
Rata-rata
65,80
56,00
56,40
56,20
275,20
275,30
236,40
234,00
235,20
437,80
437,00
421,40
429,40
425,40
Tabel.IV.4. Kemiringan A dari hubungan antara Log Penetrasi dan Temperatur sebelum RTFOT No
Jenis Aspal
250C - 350C
350C - 450C
250C - 450C
1
Pen 60/70
0,0622
0,0201
0,0411
2
Supracoat
0,0622
0,0257
0,0440
Tabel.IV.5. Penetration Index untuk aspal Pen 60/70 dan aspal Supracoat sebelum
RTFOT
No
Jenis Aspal
250C - 350C
350C - 450C
250C - 450C
1
Pen 60/70
-2,70
4,97
-0,18
2
Supracoat
-2,70
3,12
-0,62
52
Penetrasi (0,1 mm )
1000.00
100.00
pen 60/70 Supracoat
10.00 25
35
45 0
Suhu ( C)
Gambar IV.1
Hubungan antara Penetrasi dan Temperatur pada aspal sebelum RTFOT
Tabel.IV.6 Penetrasi dari aspal Pen 60/70 dan aspal Supracoat setelah RTFOT No
Temperatur
1
Penetrasi dari Pen 60/70
Penetrasi dari Supracoat
Uji 1
Uji2
Rata_rata
Uji 1
Uji2
Rata-rata
25
55,80
55,40
55,6
51,60
52,20
51,90
2
35
171,40
172,80
172,1
156,80
151,80
154,30
3
45
330,20
338,00
334,1
333,60
307,00
320,30
Tabel.IV.7. Kemiringan A dari hubungan antara Log Penetrasi dan Temperatur setelah RTFOT No
Jenis Aspal
250C - 350C
350C - 450C
250C - 450C
1
Pen 60/70
0,0491
0,0288
0,0389
2
Supracoat
0,0473
0,0317
0,0395
Tabel.IV.8. Penetration Index untuk aspal Pen 60/70 dan aspal Supracoat setelah
RTFOT
No
Jenis Aspal
250C - 350C
350C - 450C
250C - 450C
1
Pen 60/70
-1,31
2,29
0,18
2
Supracoat
-1,09
1,60
0,08
53
Penetrasi (0,1 mm )
1000
100
pen 60/70 supracoat
10 25
35
45
Suhu (0C)
Gambar IV.2
Hubungan antara Penetrasi dan Temperatur pada aspal setelah RTFOT
Tabel.IV.9 Penetrasi sisa dari aspal Pen 60/70 dan aspal Supracoat Penetrasi dari Pen 60/70
Penetrasi dari Supracoat
No
Temperatur
1
25
65,80
55,60
84,50
56,20
51,90
92,35
2
35
275,30
172,10
62,51
235,20
154,30
65,60
3
45
437,00
334,10
76,45
425,40
320,30
75,29
Sebelum
sesudah
sisa (%) Sebelum
sesudah
sisa (%)
Pengujian viskositas dilakukan dengan alat Saybolt Furol, pada temperatur 120 oC, 140 oC, 160 oC dan 180 oC. Data hasil pengujian ditunjukkan pada Tabel IV.10. Kemudian data hasil uji diplotkan dalam grafik semi logaritmik, yang merupakan hubungan antara viskositas dengan temperatur, sehingga akan diketahui temperatur pencampuran dan pemadatan campuran, seperti yang ditunjukkan pada Gambar IV.3. Dari grafik tersebut ditunjukkan bahwa, temperatur pencampuran pada viskositas 170 ± 20 cSt dicapai pada temperatur 152 oC untuk pen 60/70 dan untuk aspal supracoat pada temperatur 155 0C. Sedangkan temperatur pemadatan pada viskositas 280 ± 30 cSt dicapai pada temperatur 142 oC untuk pen 60/70 dan untuk aspal supracoat pada temperatur 144 0C.
54
Tabel IV.10 Hasil pengujian viskositas aspal sebelum RTFOT Pengamatan Pen 60/70 Pengamatan Supracoat Temperatur Waktu- Visko Waktu- Viskos Rata- Waktu Visko Waktu- Viskosi Rata(0C)
1
sitas (cSt)
2
itas (cSt)
rata
1
sita (cSt)
2
ta (cSt)
rata
120
422
882,0
447
927,8
904,9
547
1158,9
510
1074,0
1116,5
140
131
274,5
167
350,0
312,3
152
319,9
157
329,7
324,8
160
61
126,2
62
128,3
127,2
78
162,9
63
130,3
146,6
180
30
58,3
30
58,3
58,3
28
53,6
28
53,6
53,6
280 170
144 142
155 152
Gambar IV.3 Hubungan antara Viskositas Kinematik dan Temperatur aspal Pen 60/70 dan aspal Supracoat sebelum RTFOT
Pengujian viskositas juga telah dilakukan atas kedua jenis aspal tersebut setelah
RTFOT untuk menyelidiki pengaruh aspal terhadap penuaan (ageing) dalam masa pelasanaanya serta kepekaan aspal terhadap temperatur. Hasil pengujian diperlihatkan pada Tabel IV.11. serta Gambar IV.4.
55
Tabel IV.11 Hasil pengujian viskositas aspal sesudah RTFOT
Temperatur (0C)
Pengamatan Pen 60/70 Pengamatan Supracoat
Waktu
Viskositas (cSt)
Waktu
Viskositas (cSt)
140
152
319,9
165
345,0
160
64
132,4
92
192,8
180
35
71,0
37
73,7
Viskositas Kinematik (Cst)
1000
Pen 60/70 Supracoat
100
10 130
140
150
160
170
180
190
0
Temperatur ( C)
Gambar IV.3 Hubungan antara Viskositas Kinematik dan Temperatur aspal Pen 60/70 dan aspal Supracoat sesudah RTFOT IV.1. 3
Penyajian Data Hasil Perencanaan Campuran Beton Aspal dengan Metode Marshall dan Kepadatan Mutlak
Kadar Aspal Optimum ditentukan dengan menggunakan metoda Marshall dan Kepadatan Mutlak. Pada pengujian metode Marshall berdasarkan SNI 03-17371989 untuk mendapatkan Kadar Aspal Optimum (KAO) mensyaratkan enam parameter yang harus dipenuhi yaitu stabilitas, kelelehan, hasil bagi marshall (MQ), volume rongga dalam campuran (VIM), volume rongga dalam mineral agregat (VMA) dan rongga terisi aspal (VFA), diperoleh dari hasil analisis
56
terhadap pengujian Marshall. Sedangkan volume rongga dalam campuran pada kondisi membal (VIMRef), diperoleh dari hasil pengujian kepadatan dengan metode Kepadatan Mutlak (Refusal Density). Untuk Lapis Aus (AC-WC) rongga dalam campuran pada kondisi membal (VIMRef) harus memiliki nilai di atas atau sama dengan 2,5. Rumus-rumus yang digunakan dalam analisis Marshall ditunjukkan pada Lampiran A.1. Data dari pengujian Marshall untuk masing-masing variasi campuran beraspal ditunjukkan pada Lampiran B, dan hasil rangkumannya dapat dilihat pada Tabel IV.12. sampai dengan Tabel IV.13. Hubungan antara masing-masing parameter Marshall dengan rentang kadar aspal, yang memenuhi semua syarat kriteria campuran beraspal untuk masing-masing variasi campuran beraspal ditunjukkan pada Gambar IV.5. dan Gambar IV.6. Berdasarkan data Marshall, selanjutnya dilakukan pengujian Kepadatan Mutlak. Dibuat benda uji dengan 3 variasi kadar aspal, yaitu dengan kadar aspal pada VIM6% dan kadar aspal 0,5 % di atas dan di bawah nilai kadar aspal pada VIM6%. Namun penentuan kadar aspal untuk benda uji Kepadatan Mutlak ini tidak selalu harus diberikan dengan aturan 0,5 % di atas dan di bawah nilai kadar aspal pada VIM6%. Penentuan kadar aspal ini ditentukan berdasarkan trend kurva VIM dan disesuaikan dengan kebutuhan apakah harus ± 0,5 % nilai kadar aspal pada VIM6% atau + 0,5 % dan + 1 % dari VIM6%. Untuk campuran mengunakan aspal Pen 60/ 70 dan aspal Supracoat menggunakan kadar aspal 5,0 %; 5,5 %; 6,0 % Hasil komposisi volumetrik dari pengujian Kepadatan Mutlak ditunjukkan pada Lampiran C. Kadar Aspal Optimum ditentukan dengan metode skala balok (bar-chart).
Barchart merupakan rentang kadar aspal yang memenuhi spesifikasi campuran beraspal dari Dept.Pekerjaan Umum 2005 (Tabel II.1 dan Tabel II.2), yaitu : VIM Marshall,
VIM
Refusal,
VMA, VFB, stabilitas, kelelehan dan MQ. Penentuan nilai Kadar
Aspal Optimum (KAO) ditentukan sebagai nilai tengah dari rentang kadar aspal maksimum dan minimum yang memenuhi semua persyaratkan spesifikasi. Pada penelitian ini KAO dibedakan menjadi dua jenis yaitu KAO Marshall dan KAO Refusal. KAOMr masing-masing campuran digunakan sebagai KAO dalam pengujian perendaman Marshall, pengujian lanjut UMATTA dan DARTEC. Hasil
57
analisis Marshall benda uji pada Kadar Aspal Optimum Marshall dapat dilihat pada Tabel IV.14. Tabel IV.12. Hasil Analisis Marshall pada benda uji variasi campuran pen 60/70 Sifat-Sifat Campuran
Hasil Pengujian
Kadar Aspal; %
4,5
5,0
Berat Isi; t/m3
2,33
2,35
2,390 2,393
2,40
-
V I M; %
681
5,08
2,92
2,12
1,26
3,5 - 5,5
-
3,83
3,01
1,22
-
> 2,5
V I M Refusal; %
5,5
6,0
Spesifikasi 6,5
V M A; %
15,85 15,36 14,51 14,88 15,20
> 15
V F A; %
57,05 66,94 80,02 85,74 91,71
> 65
Stabilitas; Kg
1401
1529
1524
1318
1152
> 800
Kelelehan; mm
2,81
3,46
3,59
3,77
4,63
>3
Marshall Quotient; Kg/mm
506
444
423
351
249
> 250
Tabel IV.13. Hasil Analisis Marshall pada benda uji variasi campuran Supracoat Sifat-Sifat Campuran Kadar Aspal; %
Hasil Pengujian
Spesifikasi
4,5
5,0
5,5
6,0
6,5
Berat Isi; t/m
2,31
2,34
2,37
2,390
2,393
-
V I M; %
7,74
5,83
4,12
2,41
1,58
3,5 - 5,5
-
4,45
2,71
2,03
-
> 2,5
V M A; %
16,59 15,90 15,44
14,99
15,32
> 15
V F A; %
53,33 63,38 73,44
83,95
89,68
> 65
Stabilitas; Kg
1266
1408
1322
1226
1204
> 1000
Kelelehan; mm
2,89
3,21
3,72
3,79
4,12
>3
Marshall Quotient; Kg/mm
448
447
362
324
294
> 300
3
V I M Refusal; %
58
Gambar IV.5 Hasil Pengujian Marshall dan Kepadatan Mutlak dengan menggunakan aspal Pen 60/70
59
Gambar IV.6 Hasil Pengujian Marshall dan Kepadatan Mutlak dengan menggunakan aspal Supracoat
60
Tabel IV.14. Hasil Analisis Marshall dari kedua jenis campuran aspal pada KAO Sifat-Sifat Campuran
Pen 60/70 AC-WC
Kadar Aspal; %
Supracoat
Spesifikasi
AC-WC
Spesifikasi
4,98
-
5,40
-
Berat Isi; t/m
2,35
-
2,37
-
V I M; %
5,37
3,5 - 5,5
4,18
3,5 - 5,5
V M A; %
15,58
> 15
15,28
> 15
V F A; %
65,51
> 65
72,69
> 65
3
Stabilitas; Kg
1413,89
Kelelehan; mm Marshall Quotient; Kg/mm
IV.1.4
3,58 396,78
> 800
1431,12
>3
> 1000
3,52
> 250
>3
407,58
> 300
Penyajian Data Hasil Pengujian Perendaman Marshall
Pengujian perendaman Marshall merupakan salah satu jenis pengujian untuk mengetahui durabilitas campuran. Uji rendaman panas dilakukan untuk mengukur kinerja ketahanan campuran terhadap perusakan oleh air. Dari pengujian ini diperoleh stabilitas Marshall campuran setelah dipengaruhi oleh air. Hasil perbandingan antara stabilitas benda uji setelah perendaman dan stabilitas benda uji standar dinyatakan dalam persen, yang disebut Indeks Kekuatan Marshall Sisa (Marshall Index of Retained Strength). Pengujian perendaman Marshall dilakukan pada Kadar Aspal Optimum Marshall. Data dan hasil perhitungan dari uji perendaman Marshall dapat dilihat pada Lampiran D, dan dirangkum pada Tabel IV.15. Tabel IV.15
Hasil Analisis Perendaman Marshall dari kedua jenis campuran aspal pada Kadar Aspal Optimum Marshall
Sifat-Sifat Campuran Kadar Aspal; % Stabilitas awal (S1); Kg
Pen 60/70 AC-WC 4,98 1413,89
Stabilitas Perendaman 24 jam (S2); Kg 1274,75 IKS (S2/S1); %
90,16
Supracoat
Spesifikasi AC-WC Spesifikasi > 800
5,40 1431,12
> 1000
-
1335,23
-
> 75
93,30
> 75
61
IV.1.5
Hasil Pengujian Modulus Resilien
Pengujian Modulus Resilien dilakukan dengan menggunakan alat UMATTA, yaitu menggunakan benda uji diametral seperti benda uji Marshall dan dibuat pada Kadar Aspal Optimum. Pengujian mengacu kepada ASTM D 4123-82 (1987), temperatur yang dipakai pada pengujian yaitu 30oC, 45oC dan 60oC. Hasil pengujian untuk kedua variasi campuran pada temperatur 30oC, 45oC dan 60oC ditunjukkan pada Tabel IV.16. dan hasil pengujian UMATTA dapat dilihat pada Lampiran E. Tabel IV.16 Jenis
Waktu
Campuran KAO
%
Nomor
pembe
Suhu
Benda
banan
Uji
Uji
ms
122,4 95,8 Pen 60/70
Hasil Pengujian Modulus Resilien
97,2 4,98
0
C
30 45
66,6
60
kPA
MPa
95,98
237,90
2417
P60 - 2a
241,30
129,70
P60 - 2b
198,10
P60 - 1
Supracoat
97,2
30 45
95
5,4
4,30
524,30
20,20
3,85
125,00
615,00
22,43
3,64
219,70
127,35
569,65
21,32
3,75
P60 - 3a
165,10
35,10
207,00
3,50
1,69
P60 - 3b
144,80
36,12
243,30
8,63
3,55
154,95
35,61
225,15
6,06
2,62
76,03
233,80
2996
100,80
3,37
Mul - 2a
212,10
126,60
582,50
28,42
4,88
Mul - 2b
294,30
128,50
425,90
16,85
3,96
253,20
127,55
504,20
22,64
4,42
Mul - 3a
239,50
35,94
146,20
3,30
2,25
Mul - 3b
87,90
31,30
348,00
16,20
4,66
163,70
33,62
247,10
9,75
3,45
Mul - 1
rata-rata 64,6
62,4
60
%
103,90
rata-rata 127,8
Standar Coefficient Regangan Tegangan Modulus Deviasi of Variance (SD) (CV) Tarik Tarik Resilient Micro strain
rata-rata 63,6
Hasil Uji UMATTA
rata-rata
Nilai Coefficient of Variance (CoV) adalah rasio antara nilai Standar Deviasi (SD) dengan nilai rata-rata hasil pengujian Umatta 5 pulsa dalam persen (%). Berdasarkan manual alat Umatta (Universal Testing Machine, Reference Manual
Version 2, Australia 1996) untuk pengujian dengan jenis campuran laston, nilai yang baik untuk Coefisiens of Variance (CoV) adalah maksimum 5%. Nilai CoV
62
dari seluruh hasil pengujian Umatta menunjukkan nilai yang berada di bawah 5%, sehingga nilai tersebut dapat diterima. IV.1.6
Hasil Pengujian Kelelahan
Pengujian Kelelahan dilakukan pada suhu ruang (25 °C – 30 °C) dikarenakan ruang (chamber) pengatur suhu pada alat uji tidak berfungsi. Sebelum pengujian dilakukan, salah satu sisi benda uji dicat putih dan diberi garis memanjang benda uji dengan jarak antar garis 1 cm dan menggunakan kaca pembesar untuk memudahkan pengamatan terjadinya retak awal dan penjalaran retak. Masing-masing benda uji dibuat pada kondisi Kadar Aspal Optimum Marshall. Setiap campuran diuji pada 4 (empat) tingkat tegangan. Untuk mendapatkan tingkat tegangan ini, benda uji dibebani sebesar 0,10 kN ; 0,15 kN ; 0,20 kN dan 0,25 kN dengan pembebanan metode three point loading, pembebanan dilakukan menggunakan kontrol tegangan (controlled stress) pada frekuensi 10 Hz. Data hasil pengujian Kelelahan (output dari komputer) dapat dilihat pada Lampiran F. Namun dikarenakan data hasil pengujian terlalu banyak maka yang dilampirkan hanya pada bagian awal dan akhirnya saja. Umur kelelahan ditentukan pada titik dimana terjadi perubahan yang besar pada kemiringan dari grafik hubungan antara lendutan kumulatif (∑δi) dan jumlah siklus pembebanan (N). Grafik hubungan antara lendutan kumulatif (∑δi) dan jumlah siklus pembebanan (N) untuk campuran dengan aspal Pen 60/70 dan aspal Supracoat dapat dilihat pada Gambar IV.7. dan Gambar IV.8. Analisa hasil pengujian kelelahan untuk kedua jenis campuran diberikan pada Tabel IV.17. dan Tabel IV.18. Berdasarkan kurva-kurva pada Gambar IV.7. dan Gambar IV.8. tersebut, pada tingkat beban 0,10 kN ; 0,15 kN ; 0,20 kN; dan 0,25 kN. Campuran yang menggunakan aspal Pen 60/70 memberikan jumlah siklus keruntuhan sebesar 4450 siklus, 1636 siklus, 462 siklus dan 393 siklus, campuran yang menggunakan aspal Supracoat jumlah siklus keruntuhan sebesar 6331 siklus, 1997 siklus, 771 siklus dan 431 siklus.
63
Beban 0,15 kN
Beban 0,10 kN 0
1000
2000
3000
4000
5000
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
4450 -10
Lendutan (mm)
Lendutan (mm)
0
-11,8
-20
1636
-5 -15
-15.10
-25 -35
-30
Jumlah Siklus Beban
Jumlah Siklus Beban
Beban 0,20 kN 0
100
200
300
Beban 0,25 kN 400
500
600
0
100
200
300
400
0 Lendutan (mm)
Lendutan (mm)
462 -10 -14,99 -20
393
-5 -15 -17.05 -25 -35
-30 Jumlah Siklus Beban
Jumlah Siklus Beban
Gambar IV.7 Hubungan antara Lendutan Kumulatif dan Jumlah Siklus Pembebanan Campuran dengan aspal Pen 60/70
500
64
Beban 0,15 kN
Beban 0,10 kN 0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
0
7000
500
1000
1500
6331
-10
Lendutan (mm)
Lendutan (mm)
0 -21.77
-20 -30 -40
2500
1977
-5 -16.77
-15 -25
-50 -35
-60
Jumlah Siklus Beban
Jumlah Siklus Beban
Beban 0,20 kN 0
100
200
300
400
500
0
600
700
800
0
900
-19.08
-30 -40
100
200
300
400
0
771
-10 -20
Beban 0,25 kN
Lendutan (mm)
Lendutan (mm)
2000
431
-10 -20
-18.11
-30 -40
Jumlah Siklus Beban
Gambar IV.8
500
Jumlah Siklus Beban
Hubungan antara Lendutan Kumulatif dan Jumlah Siklus Pembebanan Campuran dengan aspal Supracoat
65
Tabel IV.17 Tabel Hasil Pengujian Kelelahan Pada Campuran dengan Aspal Pen 60/70 Beban Maks. Kode
Siklus Ke200
Siklus Retak
Lendutan
Penjalaran Retak
Tegangan Lendutan Regangan Nf
Ni
δi
δf
Np=Nf - Ni
rp = Np/(δf - δi)
(Siklus)
(Siklus/mm)
11,88
3922
413,87
3,55
15,10
1152
99,74
462
6,53
14,99
224
26,45
393
4,87
17,05
247
20,29
Pmax
σ
δ200
ε200
(kN)
(Mpa)
(mm)
(m/m)
P60-010
0,10
0,30
1,38
0,003
528
4450
2,40
P60-015
0,15
0,45
2,19
0,006
484
1636
P60-020
0,20
0,60
5,71
0,014
238
P60-025
0,25
0,75
6,22
0,016
146
(Siklus)
(mm)
Tabel IV.18 Tabel Hasil Pengujian Kelelahan Campuran dengan aspal Supracoat Beban Maks. Kode
Siklus Ke200
Siklus Retak
Lendutan
Penjalaran Retak
Tegangan Lendutan Regangan Ni
Nf
δi
Np=Nf - Ni
rp = Np/(δf - δi)
(Siklus)
(Siklus/mm)
21,77
5906
301,89
4,19
16,77
1484
117,90
771
6,13
19,08
459
35,45
431
4,94
18,11
312
23,66
Pmax
σ
δ200
ε200
(kN)
(Mpa)
(mm)
(m/m)
SC-010
0,10
0,30
1,42
0,003
425
6331
2,21
SC-015
0,15
0,45
2,39
0,006
493
1977
SC-020
0,20
0,60
4,50
0,011
312
SC-025
0,25
0,75
7,03
0,017
119
(Siklus)
δf (mm)
67
66
IV.1.7
Ketebalan Lapis Tipis Aspal
Ketebalan rata-rata lapis tipis bitumen dalam beton aspal yang terbuat dari aspal Pen 60/70 dan aspal Supracoat dihitung kadar aspal, kepadatan aspal dan luas total permukaan campuran agregat dengan memakai rumus persamaan 2.35. perhitungan luas total permukaan campuran agregat dan ketebalan rata-rata lapis tipis aspal diberikan dalam Lampiran H. IV.2 Analisis Data IV.2.1 Pengujian Agregat Hasil dari pengujian sifat-sifat fisik atau karakteristik agregat kasar, agregat halus dan filler yang digunakan dalam campuran seperti terlihat pada Tabel IV.1 menunjukkan bahwa agregat yang digunakan memenuhi spesifikasi yang ditentukan Departemen Pekerjaan Umum 2005. 1.
Berat jenis dan penyerapan air Pengujian berat jenis dilakukan pada setiap bagian agregat kasar, agregat halus dan filler. Nilai-nilai berat jenis (bulk) yang diperoleh untuk agregat kasar 2,64, agregat halus 2,66 dan berat jenis filler yaitu 2,62 nilai ini memenuhi dari spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2005 yang menetapkan persyaratan berat jenis (bulk specific gravity) agregat kasar dan halus minimum 2,5. Perbedaan berat jenis agregat kasar dengan agregat halus adalah 0,02. Perbedaan Berat jenis ini
di bawah
yang disyaratkan
yaitu tidak boleh lebih dari 0,2. Untuk uji penyerapan air nilai yang diperoleh untuk agregat kasar dan halus masing-masing 1,22 % dan 0,64 % dapat dipenuhi
dari
spesifikasi
Departemen
Pekerjaan
Umum
2005
yang
menetapkan persyaratan penyerapan air oleh agrgat maksimum 3 %. Berat jenis yang kecil akan mempunyai volume yang besar sehingga dengan berat yang sama akan membutuhkan aspal yang banyak. Agregat hendaknya sedikit berpori agar dapat meyerap aspal, sehingga terbentuklah ikatan mekanis antara film aspal dan butiran batu. Agregat berpori banyak akan menyerap aspal besar sehingga tidak ekonomis.
67
2.
Kekalan bentuk terhadap larutan Magnesium Sulfat (MgSO4) Pengujian pelapukan atau yang lebih dikenal dengan soundness test bertujuan untuk mengukur durabilitas agregat terhadap proses pelapukan akibat pengaruh alam dan juga proses pengausan secara kimia, pada pengujian soundness test menggunakan Magnesium Sulfat (MgSO4) yang dapat mengakibatkan pelapukan pada agregat akibat kristalisasi garam didalam pori-pori agregat. Proses kristalisasi ini
menimbulkan tekanan
didalam pori hingga akibatnya hancur. Nilai hasil uji pelapukan agregat sebesar 0,55 % dapat dipenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2005 yang menetapkan persyaratan maksimal 12 %. Dari uji tersebut menunjukkan agregat ini tahan lama atau awet, tidak menurun mutunya atau menjadi hancur akibat pengaruh cuaca, terutama pada penggunaan agregat di permukaan yang terekspos atau tidak terlindung dari pengaruh cuaca yang terjadi selama masa layan. 3.
Kekerasan Kekerasan dari agregat kasar diukur dengan uji Abrasi dengan mesin Abrasi Los Angeles, nilai yang diperoleh dari pengujian tersebut adalah 13,93 % dapat dipenuhi dari spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2005 yang menetapkan persyaratan maksimal nilai abrasi sebesar 40 % untuk agregat kasar. Dari hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa agregat ini mempunyai nilai keausan yang kecil sehingga tidak akan mudah pecah selama pemadatan atau akibat pengaruh beban lalu lintas. Agregat dengan nilai keausan yang kecil tidak merubah gradasi karena agregat kasar tidak akan menjadi butiran yang halus, dengan demikian agregat akan mempunyai gradasi yang memadai. Agregat yang kuat akan menghasilkan lapisan yang kuat karena bidang pengunci yang bersudut tidak akan mudah pecah.
4.
Kepipihan dan kelonjongan Hasil uji Indeks Kepipihan agregat kasar menghasilkan nilai sebesar 23,99 % dan Indeks kelonjongan sebesar 3,31 %. Hasil uji ini sesuai
spesifikasi
Departemen Pekerjaan Umum 2005 yang menetapkan batasan maksimum Indeks kepipihian 25 % dan Indeks kelonjongan sebesar 10 %. Agregat yang mempunyai nilai Indeks Kepipihan dan Indeks kelonjongan yang kecil
68
di
dalam struktur perkerasan jalan tidak mudah patah sehingga tidak akan
mempengaruhi
gradasi
agregat
dan
memperkuat
interlocking. Kinerja
interlocking agregat yang kuat akan memberikan campuran yang tahan terhadap deformasi akibat beban lalu lintas, hal ini karena semakin berkurangnya kadar pipih dan kelonjongan agregat akan mengurangi kadar aspal sehingga akan meningkatan nilai kekakuan campuran. 5.
Daya lekat terhadap aspal Hasil uji kelekatan agregat terhadap aspal lebih besar dari 95 % ini dapat dipenuhi dari sesuai
spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2005 yang
menetapkan batasan minimum 95 %. Ini menunjukkan agregat yang di uji memiliki sifat kelekatan terhadap aspal yang tinggi sehingga sifat ketahanan terhadap pemisahan aspal (film-stripping) tinggi pula. Stripping yaitu pemisahan aspal dari agregat akibat pengaruh air, dapat membuat agregat ini cocok untuk bahan campuran beraspal. 6.
Uji kesetaraan pasir Pengujian ini merupakan suatu tes lapangan untuk menentukan kandungan partikel halus atau material lempung dalam agregat halus. Spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2005 yang menetapkan batasan minimum nilai kesetaraan pasir yaitu 50 % ini berarti material lempung yang diijinkan berada dalam agregat harus lebih kecil dari 50 %. Hasil pengujian kesetaraan pasir didapat sebesar 67,45 % atau mempunyai kandungan lempung sebesar 32,55 % ini sesuai dengan standar yang ditetapkan. Dari hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa agregat ini memiliki kebersihan yang tinggi. Agregat yang memiliki kebersihan yang rendah (kotor) akan memberikan
pengaruh
yang
jelek
pada
kinerja
perkerasan,
seperti
berkurangnya ikatan antara aspal dengan agregat yang disebabkan karena banyaknya lempung pada agregat tersebut. 7. Angularitas Angularitas merupakan suatu pengukuran penentuan jumlah agregat berbidang pecah. Hasil pengujian angularitas sebesar 92/81 ini dapat dipenuhi sesuai spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2005 yang menetapkan batasan minimum 80/75. Ini menunjukkan agregat ini memiliki
69
susunan permukaan yang kasar menyerupai kekasaran kertas ampelas sehingga akan menambah kekuatan campuran, dibandingkan dengan permukaan yang licin. Ruang agregat yang kasar biasanya lebih besar sehingga meyediakan tambahan bagian untuk diselimuti oleh aspal. Agregat dengan permukaan licin dengan mudah dilapisi apal tipis, tetapi permukaan seperti ini tidak dapat memegang lapisan aspal tersebut tetap pada tempatnya. IV.2.2 Pengujian Aspal Hasil pengujian terhadap sifat-sifat fisik aspal Pen 60/70 dan aspal Supracoat diberikan pada Tabel IV.2. Hasil pengujian menunjukkan bahwa aspal yang digunakan dalam campuran, baik aspal Pen 60/70 maupun aspal supracoat hampir memenuhi spesifikasi yang disyaratkan Departemen Pekerjaan Umum 2005. Hasil pengujian karakteristik aspal Pen 60/70 digunakan sebagai pembanding untuk aspal Supracoat. 1.
Berat Jenis Hasil uji berat jenis aspal Pen 60/70 sebesar 1,04 dan aspal Supracoat sebesar 1,05 hasil ini memenuhi spesifikasi yang disyaratkan Departemen Pekerjaan Umum 2005 minimal sebesar 1,0 untuk aspal modifikasi maupun aspal Pen. Perbedaan berat jenis ke dua aspal tersebut sebesar 0,01 ini membuktikan adanya penambahan aditif kimia dalam proses pembuatan aspal Supracoat. Supracoat mempunyai nilai berat jenis yang lebih besar dari pada berat jenis apal Pen 60/70 dan campuran beton aspal dengan bahan pengikat aspal Supracoat akan mempunyai ketahan terhadap Stripping (pengelupasan karena pengaruh air) lebih besar dari pada campuran beton aspal dengan bahan pengikat aspal Pen 60/70 karena penambahan aditif kimia tersebut akan meningkatkan water resistant.
2.
Uji Kehilangan Berat setelah RTFOT Pengujian Rolling Thin Film Oven Test (RTFOT) merupakan uji simulasi penuaan awal aspal yang terjadi akibat menguapnya minyak ringan dari aspal dan oksidasi yaitu bereaksinya molekul dengan udara sekitar selama pengujian. Pengujian ini menggunakan delapan benda uji yang diberputar 15 rpm, dengan udara segar 4000 ml/menit selama 85 menit.
70
Pengujian kehilangan berat dengan Rolling Thin Film Oven Test (RTFOT) sesuai yang disyaratkan Departemen Pekerjaan Umum 2005 hanya di peruntukan untuk aspal polimer saja, namun untuk aspal Pen 60/70 dilakukan RTFOT
yang bertujuan sebagai pembanding dari hasil yang
diperoleh. Hasil uji kehilangan berat dengan RTFOT terhadap aspal Pen 60/70 dan aspal Supracoat menunjukkan adanya berat yang hilang masingmasing sebesar
0,03 % dan 0,06 %. Untuk batasan pengujian ini
berdasarkan Departemen Pekerjaan Umum 2005 maksimal sebesar 1 %, sedangkan untuk aspal Pen 60/70 tidak mensyaratkan batasan maksimal untuk Uji Kehilangan berat dengan RTFOT. Data di atas memenuhi syarat batas. Dari hasil uji dapat disimpulkan bahwa aspal Supracoat memiliki ketahanan terhadap volatisasi dan oksidasi yang rendah dibanding dengan aspal Pen 60/70 ini dikarenakan ada kemungkinan diakibatkan oleh pemakaian bahan aditif kimia di dalam aspal Supracoat. 3.
Penetrasi Pengujian penetrasi dilakukan pada kondisi sebelum dan sesudah Rolling
Thin Film Oven Test (RTFOT) terhadap kedua jenis aspal. Dari pengujian penetrasi standar (suhu 25oC) didapat nilai penetrasi aspal sebelum RTFOT untuk aspal Pen 60/70 sebesar 65,8 dan aspal Supracoat sebesar 56,2, hasil ini memenuhi syarat Departemen Pekerjaan Umum 2005 yaitu untuk penetrasi aspal Pen 60/70 pada temperatur 250C, 100 gram selama 5 detik harus berada dalam rentang nilai 60-79, sedangakan untuk aspal Supracoat harus berada dalam rentang 50-70. Uji penetrasi terhadap kedua jenis aspal ini juga dilakukan pada suhu 350C dan 450C, untuk menyelidiki kepekaanya terhadap suhu. Dari hasil pengujian aspal Pen 60/70 memiliki nilai penetrasi pada temperatur 250C setelah RTFOT , yaitu sebesar 55,6 (84,5 % dari nilai penetrasi asli atau 15,5 % perbedaan penetrasi dari penurunan penetrasi asli) sedangkan nilai penetrasi aspal Supracoat sebesar 51,90 (92,35 % dari nilai penetrasi asli atau 7,65 % perbedaan penetrasi dari penurunan penetrasi asli). Hasil ini memenuhi syarat spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2005 yang mensyaratkan nilai penetrasi harus minimal 54 % dari penetrasi asli untuk
71
aspal Pen 60/70, sedangkan untuk aspal Polimer perbedaan penetrasi dibatasi maksimum 40 % dari penetrasi asli. Pengujian kepekaaan untuk kedua jenis aspal terhadap suhu dilakukan dengan pengujian tambahan pada suhu 350C dan 450C, pada Gambar IV.1 dan Tabel IV.4 adalah kondisi sebelum RTFOT terlihat untuk rentang suhu (250C-350C) aspal Supracoat (kemiringan garis A=0,0622) memiliki kepekaan terhadap suhu yang sama dengan aspal Pen 60/70 (kemiringan garis A=0,0622). Pada rentang suhu (350C-450C) aspal Supracoat (kemiringan garis A=0,0257) cukup peka terhadap perubahan suhu dibandingkan dengan aspal Pen 60/70 (kemiringan garis A=0,0201). Kecenderungan keseluruhan rentang suhu (250C-450C) aspal Supracoat (kemiringan garis A=0,0440) cukup peka terhadap perubahan suhu dibandingkan dengan aspal Pen 60/70 (kemiringan garis A=0,0411). Kondisi aspal setelah RTFOT terlihat pada Gambar IV.2 dan Tabel IV.7, pada rentang suhu rentang suhu (250C-350C) aspal Supracoat (kemiringan garis A=0,0473) kurang peka dibanding dengan aspal Pen 60/70 (kemiringan garis A=0,0491). Kecenderungan ini berubah pada rentang suhu (350C-450C) aspal Supracoat (kemiringan garis A=0,0317) cukup peka terhadap perubahan suhu dibandingkan dengan aspal Pen 60/70 (kemiringan garis A=0,0288). Kecenderungan keseluruhan rentang suhu (250-450C) aspal Supracoat (kemiringan garis A=0,0395) cukup peka terhadap perubahan suhu dibandingkan dengan aspal Pen 60/70 (kemiringan garis A=0,0389). Pengaruh akibat RTFOT terhadap penurunan nilai kemiringan garis A untuk rentang suhu (250C-350C) aspal Supracoat mengalami penurunan dari 0,0622 menjadi 0,0473 sebesar 23,9 % lebih besar dibanding dibanding dengan aspal Pen 60/70 dari 0,0622 menjadi 0,0491 sebesar 21,1 %, untuk rentang suhu (350C-450C) aspal Supracoat mengalami kenaikan dari 0,0257 menjadi 0,0317 sebesar 23,2 % lebih kecil dibanding dengan aspal Pen 60/70 dari 0,0201 menjadi 0,0288 sebesar 43,6 %. Kecenderungan keseluruhan rentang suhu (250C-450C) aspal Supracoat mengalami penurunan kemiringan garis A dari 0,0440 menjadi 0,0395 sebesar 10,1 % lebih besar dibanding dengan aspal Pen 60/70 dari 0,0411 menjadi 0,0389 sebesar 5,3%.
72
Kepekaan aspal terhadap suhu dapat juga diketahui dari Penetrasi Index (PI). Pada Tabel IV.5
terlihat nilai Penetrasi Index
sebelum RTFOT ,untuk
rentang suhu (250C-350C) Penetrasi Index aspal Supracoat adalah -2,70 dan aspal Pen 60/70 adalah –2,70 terlihat kepekaan terhadap suhu rendah hampir sama antara aspal Supracoat dengan asapal Pen 60/70. Pada rentang suhu yang lebih tinggi (350C-450C) Penetrasi Index aspal Supracoat adalah 3,12 dan aspal Pen 60/70 adalah 4,97 yang menunjukkan aspal Pen 60/70 lebih tidak peka terhadap temperatur tinggi dibanding dengan aspal Supracoat. Kecenderungan keseluruhan rentang suhu (250C-450C) terlihat aspal Supracoat lebih peka terhadap suhu dibanding dengan aspal Pen 60/70, ini ditunjukkan dengan Penetrasi Index sebesar –0,62 untuk aspal Supracoat dan –0,18 untuk aspal Pen 60/70. Nilai Penetrasi Index (PI) setelah RTFOT ditunjukkan pada Tabel IV.8, untuk reantang suhu (250C-350C) Penetrasi Index aspal Supracoat adalah –1,09 dan aspal Pen 60/70 adalah –1,31 hal ini menunjukkan aspal supracoat lebih tidak peka terhadap temperatur rendah dibanding dengan aspal Pen 60/70. Pada rentang suhu yang lebih tinggi (350C-450C) Penetrasi Index aspal Supracoat adalah 1,60 dan aspal Pen 60/70 adalah 2,29 yang menunjukkan aspal Pen 60/70 lebih tidak peka terhadap temperatur tinggi dibanding dengan aspal Supracoat. Kecenderungan keseluruhan rentang suhu (250C-450C) terlihat aspal Supracoat lebih peka terhadap suhu dibanding dengan aspal Pen 60/70, ini ditunjukkan dengan Penetrasi Index sebesar 0,08 untuk aspal Supracoat dan 0,18 untuk aspal Pen 60/70. Hasil pengujian penetrasi sisa setelah RTFOT pada suhu 250C , 350C dan 450C dari kedua jenis dapat dilihat pada Tabel IV.9, aspal Supracoat mempunyai penetrasi sisa sebesar 92,35 %, 65,60 % dan 75,29 % sedangkan penetrasi 60/70 mempunyai nilai penetrasi sisa sebesar 84,50 %, 62,51 % dan 76,45 %. Dari data penetrasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh rentang suhu, aspal Supracoat mempunyai penetrasi sisa lebih besar dari aspal Pen 60/70, yang menunjukkan aspal Supracoat memiliki durabilitas yang lebih baik dibanding dengan aspal Pen 60/70 dan perilakunya dapat dilihat pada Gambar IV.9
73
Penetrasi Sisa (%)
100
84.50
92.35
80
76.45 75.29 62.51 65.60
60 40 20 0 25
pen 60/70
Supracoat
35
45
Suhu (0C)
Gambar IV.9 Hasil Penetrasi sisa setelah RTFOT Secara umum aspal Supracoat dapat disimpulkan memiliki daya tahan sedikit lebih rendah menahan perubahan bentuk dibandingkan aspal Pen 60/70 karena peka terhadap pengaruh suhu dan pengurangan nilai penetrasi (consitency/kekentalan) lebih besar setelah RTFOT dimana pengurangan nilai penetrasi di tunjukan dengan perubahan nilai garis A. 4. Viskositas Saybolt-Furol Kinematis Hasil pengujian vikositas sebelum RTFOT untuk aspal Pen 60/70 dan aspal Supracoat ditunjukkan dalam Tabel IV.10 dan Gambar IV.3. Dari gambar IV.3 didapatkan suhu pencampuran dan pemadatan aspal Pen 60/70 adalah 1520C dan 1420C sedangkan suhu pencampuran dan pemadatan aspal Supracoat adalah 1550C dan 1440C. Viskositas aspal Supracoat sedikit lebih kental dibanding dengan viskositas aspal Pen 60/70 dalam rentang suhu yang diselidiki. Pada Gambar IV.10 terlihat nilai viskositas kedua jenis aspal sebelum RTFOT berkurang seiring dengan naiknya suhu pengujian dari suhu 1400C sampai suhu 1800C. Nilai viskositas aspal Supracoat pada rentang suhu 1400C-1600C (324,79 cst, 146,62 cst) lebih tinggi dari aspal Pen 60/70 (312,27 cst, 127,21 cst). Ini menunjukkan
nilai viskositas pada kenaikan
suhu 1400C-1600C aspal supracoat berkurang nilai sebesar 54,9 % sedangkan nilai viskositas aspal Pen 60/70 berkurang 59,3 % dengan demikian aspal Supracoat tidak peka terhadap suhu. Kecenderungan ini berubah pada kenaikan suhu yang lebih tinggi 1600C-1800C, nilai viskositas
74
aspal Pen 60/70 (127,21 cst, 58,27 cst) berkurang sebesar 54,2 % dan aspal Supracoat (146,62 cst, 53,60 cst) berkurang sebesar 63,4 %. Hal ini menunjukkan aspal Supracoat memiliki kepekaan yang tinggi pada temperatur tinggi.
400
73.65
71
100
53.60
192.83
58.27
150
132.42
200
146.62
127.21
345
319.92
250
324.79
300
312.27
50 -
Nilai Viskositas (cst)
350
0
140 Sebelum RTFOT
Pen 60/70
140 Sesudah RTFOT
Supracoat
160 Sebelum RTFOT
160 Sesudah RTFOT
180 Sebelum RTFOT
180 Sesudah RTFOT
Temperatur (oC)
Gambar IV.10 Nilai Viskositas sebelum dan sesudah RTFOT Nilai Viskositas dari kedua jenis aspal setelah RTFOT juga berkurang seiring
dengan
kenaikan
suhu
1400C sampai suhu 1800C
seperti
ditunjukkan pada Gambar IV.4 dan Gambar IV.10. Untuk semua rentang suhu 1400C-1800C nilai viskositas aspal Supracoat lebih tinggi dari aspal Pen 60/70. Dari suhu 1400C ke suhu 1600C, nilai viskositas aspal Pen 60/70 (319,92 cst, 132,42 cst)
berkurang sebesar 58,6 % sedangkan nilai
viskositas aspal supracoat (345 cst, 129,83 cst)
berkurang 44,1 %. Dari
suhu 1600C ke suhu 1800C, nilai viskositas aspal Pen 60/70 (132,42 cst, 71 cst) berkurang sebesar 46,4 % dan aspal Supracoat (192,83 cst, 73,65 cst) berkurang sebesar 61,8 %. Dengan demikian nilai viskositas pada kenaikan suhu 1400C-1600C aspal supracoat tidak peka terhadap suhu, kecenderungan ini berubah pada kenaikan suhu yang lebih tinggi 1600C-1800C aspal Supracoat cukup peka terhadap suhu. Hal ini menunjukkan asapal Supracoat memiliki ketahanan terhadap efek penuaan dengan nilai perubahan viskositas yang lebih kecil dari aspal Pen 60/70 pada suhu 1400C-1600C. Pada suhu yang tinggi (1600C-1800C) aspal Pen 60/70 lebih memiliki
75
ketahanan terhadap efek penuaan dengan nilai perubahan viskositas yang lebih kecil dari pada aspal Supracoat. 5.
Titik Lembek Nilai titik lembek sebelum RTFOT menunjukkan aspal Pen 60/70 sebesar 48,5
memenuhi persyaratan Departemen Pekerjaan Umum 2005 harus
berada pada rentang 480C-580C dan untuk aspal Supracoat sebesar 51,5 tidak memenuhi persyaratan Departemen Pekerjaan Umum 2005 harus minimal 55oC. Nilai titik lembek aspal Pen 60/70 dan aspal Supracoat setelah RTFOT masing-masing sebesar 51,50C dan 52,50C. Adanya perubahan kenaikan nilai titik lembek pada kedua jenis aspal disebabkan menguapnya minyak ringan dari aspal tersebut (volatisasi), besarnya kenaikan pada aspal Pen 60/70 sebesar 7,8 % sedangkan kenaikan titik lembek pada aspal Supracoat sebesar 1,9 %. Pengujian titik lembek menunjukkan bahwa aspal Supracoat mengalami perubahan kenaikan titik lembek yang lebih kecil dari aspal Pen 60/70, ini berarti aspal Supracoat memiliki ketahanan terhadap penuaan aspal yang lebih baik dari aspal Pen 60/70. 6.
Titik Nyala dengan Cleveland Open Cup Nilai titik nyala untuk aspal Pen 60/70 dan aspal Supracoat masing-masing 342oC dab 348oC, nilai ini memenuhi persyaratan Departemen Pekerjaan Umum 2005 yang mensyaratkan nilai titik nyala sebesar 2000C untuk aspal Pen 60/70 dan nilai titik nyala minimal sebesar 225 untuk aspal Supracoat. Data ini menunjukkan aspal supracoat lebih tahan menahan panas daripada aspal Pen 60/70 karena nilai titik nyala aspal supracoat lebih besar dari pada aspal Pen 60/70 sebesar 1,7 %.
7.
Kelarutan didalam Trichlor Ethylen, C2HCl3 Nilai pengujian kelarutan menunjukkan kemurnian aspal dan normalnya bebas dari air. Nilai kelarutan didalam C2HCl3 untuk aspal Pen 60/70 sebesar 99,06 % dari berat semula dan untuk aspal Supracoat sebesar 99,41 %. Nilai ini memenuhi persyaratan Departemen Pekerjaan Umum 2005 yang mensyaratkan nilai kelarutan minimal 99 %. Data di atas
76
menunjukkan asapal Supracoat lebih murni daripada aspal Pen 60/70, karena nilai kelarutan di dalam C2HCl3 untuk aspal Supracoat lebih besar daripada aspal Pen 60/70 sebesar 0,35 %.
8.
Uji Daktilitas dan Elastic Recovery Pengujian daktalitas aspal sesuai spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2005 mensyaratkan minimal 100 cm, dari pengujian aspal Pen 60/70 dan aspal Supracoat didapatkan nilai sama-sama lebih besar dari 100 cm. Pengujian daktalitas setelah RTFOT
Departemen Pekerjaan Umum 2005
mensyaratkan minimal 50 cm dari pengujian aspal Pen 60/70 dan aspal Supracoat didapatkan nilai sama-sama lebih besar dari 50 cm. Departemen Pekerjaan Umum 2005 mensyaratkan nilai Elastic Recovery setelah RTFOT harus mencapai minimal 45 %, nilai ini tidak dapat dipenuhi dari hasil uji aspal Supracoat yang hanya sebesar 13,25 %. Pengujian Elastic Recovery setelah RTFOT dilakukan juga terhadap aspal Pen 60/70 sebagai pembanding yang menghasilkan nilai Elastic Recovery sebesar 7 %. Dari nilai uji tersebut dapat disimpulkan bahwa aspal Supracoat mempunyai kemampuan yang lebih baik untuk dapat kembali kebentuk semula setelah mengalami penuaan aspal akibat produksi dan konstruksi. IV.2.3
Analisis Data Pengujian Marshall dan Kepadatan Mutlak
IV.2.3.1 Analisis Volumetrik Campuran Volumetrik campuran sangat berpengaruh terhadap sifat campuran beraspal. Analisis volumetrik yang dilakukan meliputi VIM, VMA, VFB dan VIMRef. Parameter VIMRef merupakan parameter yang disyaratkan dalam spesifikasi terbaru dari Departemen
Pekerjaan
Umum.
Parameter-parameter
tersebut
sangat
menentukan dalam penentuan Kadar Aspal Optimum. Variasi dalam penggunaan aspal pada campuran sangat dominan dalam menentukan parameter volumetrik dari campuran, variasi ini juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi sifat campuran beraspal diantaranya stabilitas, kekakuan dan durabilitas campuran. Campuran yang menggunakan aspal Pen 60/70 akan memberikan nilai yang berbeda dengan campuran yang
77
menggunakan aspal Supracoat. Analisis terhadap kateristik volumetrik campuran sebagai berikut: Kepadatan/Berat Isi (density) Kepadatan (density) adalah berat campuran yang diukur tiap satuan volume (The Asphalt Institute,1983). Kepadatan merupakan tingkat kerapatan campuran setelah campuran dipadatkan. Kepadatan campuran beraspal meningkat seiring dengan meningkatnya kadar aspal, hingga mencapai nilai maksimum dan setelah itu nilainya akan turun, tetapi masing-masing jenis variasi aspal memberikan perilaku yang berbeda. Pada campuran dengan menggunakan
aspal
Pen
60/70
untuk
jenis
gradasi
yang
dipilih,
menunjukkan kecenderungan nilai kepadatan mempunyai nilai maksimum berkisar pada kadar aspal 6,0 % sampai dengan 6,5 %. Pada campuran dengan menggunakan aspal Supracoat sampai dengan nilai kadar aspal mencapai 6,5 % belum mencapai nilai kepadatan maksimum. Nilai perbandingan kepadatan pada KAO dapat dilihat pada Tabel IV.14.
2.42 2.40
Kepadatan (t/m3)
1.
Pen 60/70
2.38 2.36 2.34
Supracoat
2.32 2.30 2.28 4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
Kadar aspal (%)
Gambar IV.11 Perbandingan Kurva Kepadatan Terhadap perubahan kadar aspal Berdasarkan pada Gambar IV.11 terlihat campuran yang menggunakan aspal Pen 60/70 mempunyai kepadatan yang lebih besar dibanding dengan campuran yang menggunakan aspal Supracoat, meskipun menggunakan gradasi yang sama. Ini dikarenakan penambahan zat aditif kimia dalam aspal
78
Supracoat menyebabkan campuran aspal lebih sulit untuk dipadatkan dibandingkan dengan campuran menggunakan aspal Pen 60/70, sehingga membentuk rongga yang besar dalam campuran karena campuran menggunakan aspal Supracoat tidak seluruhnya terserap mengisi rongga dalam agregat. 2.
Rongga Dalam Campuran ( Void In Mixture) Kandungan VIM menunjukkan persentase rongga udara antara butir agregat terbungkus aspal. Nilai VIM berhubungan dengan keawetan campuran. Apabila nilai VIM terlalu tinggi maka campuran akan cenderung rapuh, mempunyai kecenderungan retak secara dini dan kemungkinan terjadi pengelupasan partikel. Sedangkan nilai VIM yang kecil akan meningkatkan ketahanan campuran terhadap pengerasan aspal dan pengelupasan partikel akibat oksidasi. Tetapi apabila nilai VIM terlalu kecil, akan menyebabkan campuran tidak stabil dan kemungkinan terjadi kelelehan plastis yang lebih besar. Hal ini disebabkan tidak tersedianya ruang yang cukup, untuk menampung ekspansi aspal akibat pemadatan lanjutan oleh lalu lintas dan ketika aspal meleleh akibat kenaikan temperatur perkerasan, sehingga perlu adanya pembatasan nilai VIM mengingat masalah yang ditimbulkan. Nilai VIM dipengaruhi oleh berat jenis maksimum campuran (Gmm) dimana nilai berat jenis maksimum campuran ini dipengaruhi oleh berat jenis efektif agregat dan proporsinya dalam campuran pada setiap ukuran agregat. Adanya pembatasan berat jenis agregat dimaksudkan sebagai upaya untuk memenuhi batasan rongga yang disyaratkan dalam perencanaan campuran beraspal panas. Pengaruh perubahan kadar aspal terhadap rongga dalam campuran (VIM) disajikan pada Gambar IV.12, secara umum dengan penambahan kadar aspal akan menyebabkan nilai VIM semakin turun, ini menunjukkan bahwa campuran tersebut semakin rapat. Dengan bertambahnya kadar aspal maka akan menyebabkan jumlah aspal yang menyelimuti agregat menjadi lebih banyak sehingga mengurangi rongga dalam campuran sehingga campuran menjadi lebih padat. Dari gambar tersebut terlihat bahwa Campuran dengan aspal Pen 60/70 mempunyai kepadatan yang tinggi, memberikan nilai VIM
79
yang paling kecil. Dari hasil yang diperoleh nilai VIM pada campuran memenuhi persyaratan spesifikasi yaitu 3,5 % - 5,5 %, campuran aspal Pen 60/70 dipenuhi pada rentang kadar aspal 4,82 % - 5,4 % sedangkan campuran aspal Supracoat dipenuhi pada rentang kadar aspal 5,1 % - 5,7 %. Perbandingan nilai VIM pada kondisi Kadar Aspal Optimum dapat dilihat pada Tabel IV.14.
8.5 Supracoat
7.5
V I M (%)
6.5 5.5 4.5 3.5 2.5
Pen 60/70
1.5 0.5 4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
Kadar aspal (%)
Gambar IV.12 Perbandingan Kurva VIM Terhadap perubahan kadar aspal Pengaruh variasi yang menggunakan aspal Pen 60/70 dan aspal Supracoat juga berpengaruh pada kepadatan mutlak campuran. Kepadatan mutlak sebagai simulasi dari pemadatan lanjutan oleh lalu lintas, digambarkan dengan berubahnya nilai rongga dalam campuran. VIM pada pemadatan standar (Marshall 2 × 75 tumbukan), akan berkurang nilainya akibat pemadatan Refusal (pemadatan dengan alat getar listrik setara Marshall 2 × 400 tumbukan). Keterbatasanya metode Marshall adalah ketergantungannya terhadap kepadatan setelah dilalui kendaraan untuk mencapai rongga udara yang disyaratkan, maka untuk menambah kesempurnaan dalam prosedur perencanaan campuran ditentukan pengujian tambahan yaitu pemadatan ultimit pada benda uji sampai mencapai kepadatan mutlak. Perubahan Nilai VIM dari pemadatan standar ke pemadatan refusal ditunjukkan pada Gambar IV.12 dan Gambar IV.13, sedangkan persentase penurunan VIM dapat dilihat pada Tabel IV.19.
80
Tabel IV.19 Perbandingan persentase penurunan VIM Kadar aspal
5
5,5
6
Rata-rata
Campuran Aspal Pen 60/70
24,60
20,00
42,58
29,06
Campuran Aspal Supracoat
23,53
34,24
16,05
24,61
6.0
V I M (%)
5.0
5.1 3.8
4.0
3.8 3.0
3.0
2.1
2.0
1.2
1.0 0.0 5
VIM Mr
Vim ref
5.5
6
Kadar aspal (%)
Gambar IV.13 Perbandingan VIMMr dan VIMRef Pada Campuran Pen 60/70
7.0
V I M (%)
6.0 5.0
5.83 4.45
4.12
4.0 2.71
3.0
2.41
2.0
2.03
1.0 0.0
VIM Mr
5
5.5
6
Vim ref
Kadar aspal (%)
Gambar IV.14 Perbandingan VIMMr dan VIMRef Pada Campuran Aspal Supracoat Dari Gambar IV.13 dan Gambar IV.14 dapat dilihat bahwa dari semua campuran
terjadi
penurunan
nilai
VIM
setelah
dipadatkan
dengan
81
pemadatan Refusal. Untuk campuran dengan aspal Pen 60/70 penurunan yang yang terjadi adalah yang paling besar yaitu sebesar rata-rata 29,06 %, dan campuran dengan aspal Supracoat mengalami penurunan sebesar ratarata 24,61 %. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa campuran dengan aspal Pen 60/70 tingkat penurunan rata-rata nilai VIM relatif lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat penurunan rata-rata nilai VIM yang terjadi pada campuran dengan aspal Supracoat. Jadi dalam hal ini kurangnya kepekaan campuran dengan aspal Supracoat terhadap pemadatan tambahan dengan kata lain campuran
dengan
aspal
Supracoat
mempunyai
kemampuan
untuk
dipadatkan (kompresibilitas) lebih rendah daripada campuran dengan aspal Pen 60/70. 3.
Rongga Dalam Mineral Agregat ( Voids In the Mineral Aggregat )
The Asphalt Institute,1993 mendefenisikan VMA sebagai volume rongga antar butiran yang terletak diantara partikel agregat dari suatu campuran pekerasan yang dipadatkan, termasuk di dalamnya rongga udara dan kadar aspal efektif. Nilai VMA menunjukkan banyaknya rongga yang terisi aspal pada campuran sehingga sangat mempengaruhi keawetan campuran. VMA dipengaruhi oleh berat jenis bulk agregat (Gsb) dan berat jenis bulk campuran (Gmb). Nilai kepadatan campuran yang besar menyebabkan nilai VMA yang kecil, akibatnya aspal yang dapat menyelimuti agregat terbatas dan menghasilkan tebal aspal yang tipis. Tipisnya aspal yang menyelimuti agregat akan menyebabkan agregat dalam campuran mudah lepas dan campuran menjadi tidak kedap air sehingga campuran mudah teroksidasi dan campuran tidak awet. Gambar IV.15 menunjukkan perbandingan kurva VMA terhadap perubahan kadar aspal. Gambar IV.15 menunjukkan dengan peningkatan kadar aspal kedua campuran memberikan perilaku yang berbeda. Secara umum peningkatan kadar
aspal
nilai
VMA
untuk
kedua
campuran
memperlihatkan
kecenderungan mengalami penurunan sampai nilai VMA mencapai titik
82
minimum dan cenderung akan naik kembali pada penambahan kadar aspal yang lebih tinggi. Perbandingan nilai VMA antara campuran dengan aspal Pen 60/70 dan campuran dengan aspal Supracoat terhadap perubahan kadar aspal yang disajikan dalam Gambar IV.15, menunjukkan bahwa campuran dengan aspal Pen 60/70 dengan kepadatan yang lebih tinggi memberikan nilai VMA yang konsisten lebih kecil. Campuran menggunakan aspal supracoat dengan kepadatan lebih rendah memberikan nilai VMA yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena rongga yang besar terbentuk karena aspal film pada campuran tersebut kurang tebal menyelimuti agregat dan aspal yang ada lebih banyak diserap mengisi rongga dalam agregat.
18
V M A (%)
17 Supracoat
16 15 Pen 60/70
14 13 4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
Kadar aspal (%)
Gambar IV.15 Perbandingan Nilai VMA Terhadap Perubahan Kadar Aspal Departemen Pekerjaan Umum 2005 mensyaratkan nilai minimum VMA sebesar 15 %. VMA dibatasi nilai minimum unuk menjamin ketersedian kadar aspal yang cukup dalam campuran beraspal. Campuran menggunakan pen 60/70 memenuhi persyaratan nilai VMA minimum 15 % pada kadar aspal 4 % - 5,13 % dan 6,3 % - 6,5 % untuk Campuran menggunakan aspal Supracoat memenuhi untuk keseluruhan kadar aspal. 4.
Rongga Terisi Aspal (Void Filled with Asphalt) Kadar aspal dan tebal film secara volumetrik dapat dinyatakan dalam besaran volume aspal dalam campuran. Besaran nilai VFA berpengaruh terhadap keawetan dari campuran beraspal. Adanya pembatasan nilai VFA
83
merupakan upaya untuk memperoleh campuran yang lebih awet dan lentur sehingga mempunyai ketahanan terhadap retak lelah yang lebih baik. Nilai VFA merupakan prosentase dari nilai VMA setelah dikurangi oleh VIM atau disebut juga kandungan aspal efektif. VFA juga membatasi volume rongga udara yang diijinkan untuk campuran yang mempunyai nilai VMA mendekati nilai minimum. Kriteria VFA membantu perencanaan campuran dengan memberikan VMA yang dapat diterima. Pengaruh utama VFA adalah membatasi VMA maksimum dan kadar aspal maksimum. 95
V F A (%)
85
Pen 60/70
75 65 Supracoat
55 45 4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
Kadar aspal (%)
Gambar IV.16 Perbandingan Nilai VFA Terhadap Perubahan Kadar Aspal Kecenderungan
kurva
VFA
pada
Gambar
IV.16
untuk
campuran
menggunakan aspal Pen 60/70 maupun campuran menggunakan Supracoat adalah akan meningkat seiring dengan peningkatan kadar aspal. Campuran menggunakan aspal Pen 60/70 yang mempunyai nilai VIM dan VMA yang lebih kecil, akan memberikan nilai VFA konsisten lebih besar daripada campuran menggunakan aspal Suopracoat. Artinya apabila dengan kadar aspal yang sama, diisikan ke dalam rongga yang terdapat pada campuran, maka jumlah rongga yang dapat diisi oleh aspal lebih banyak adalah campuran dengan aspal Pen 60/70. Hal ini disebabkan kadar aspal yang ada pada campuran menggunakan aspal Supracoat tidak seluruhnya terserap mengisi rongga dalam agregat karena adanya aditif kimia dalam aspal Supracoat. Batasan nilai VFA yang meberikan Kadar aspal Optimum sesuai spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2005 minimum sebesar 65 %. Dari Gambar IV.16 terlihat bahwa nilai kadar aspal untuk memenuhi batasan ini, masing-
84
masing campuran aspal memberikan nilai yang berbeda. Pada campuran yang menggunakan aspal Pen 60/70 dipenuhi pada rentang kadar aspal 4,8 % - 6,5%, sedangkan campuran menggunakan aspal Supracoat dipenuhi pada rentang kadar aspal 5,0 % - 6,5 %. IV.2.3.2
Analisis Nilai Empiris Marshall
Nilai empiris Marshall ditunjukkan dengan nilai stabilitas, kelelehan, dan hasil bagi marshall (MQ). Nilai tersebut merupakan besaran yang diukur langsung dari pengujian pada saat benda uji dibebani dengan alat uji Marshall. 1. Stabilitas (Stability) Stabilitas merupakan parameter empiris untuk mengukur kemampuan dari campuran aspal untuk menahan deformasi yang disebabkan oleh suatu pembebanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas diantaranya adalah gradasi agregat dan kadar aspal. Perbandingan nilai stabilitas antara campuran menggunakan aspal Pen 60/70 maupun campuran menggunakan Supracoat terhadap perubahan kadar aspal disajikan dalam Gambar IV.17.
1700
Pen 60/70
1600
Stabilitas (kg)
1500 1400 1300
Supracoat
1200 1100 1000 900 800 700 4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
Kadar aspal (%)
Gambar IV.17 Perbandingan Nilai Stabilitas Terhadap Perubahan Kadar Aspal Pada Gambar IV.7 dapat dilihat bahwa akibat perubahan kadar aspal dalam campuran, akan menaikkan nilai stabilitas sampai kadar aspal tertentu kemudian nilai stabilitas akan menurun. Hal ini menunjukkan adanya nilai
85
optimum kadar aspal untuk masing-masing campuran yang akan memberikan nilai maksimum stabilitasnya. Terlihat bahwa pada masing-masing campuran aspal menunjukkan perilaku yang hampir sama ditinjau dari kurva stabilitas yang
dibentuk
untuk
tiap
perubahan
kadar
aspal.
Pada
Campuran
menggunakan aspal Pen 60/70 dan aspal supracoat pada kadar aspal 4,5 % 5,5 % mempunyai pola stabilitas yang cenderung semakin meningkat, setelah itu pada kadar aspal 5,5 % - 6,5 % pola stabilitas cendrung semakin menurun. Persyaratan spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2005, untuk nilai stabilitas minimum 800 kg pada variasi campuran menggunakan aspal Pen 60/70
dan minimum 1000 kg pada variasi campuran menggunakan aspal
Supracoat. Kedua variasi campuran tersebut dapat memenuhi nilai minimum stabilitas oleh seluruh rentang kadar aspal 4,5 % - 6,5 %. 2. Kelelehan (Flow) Kelelehan (Flow) merupakan parameter empiris yang menjadi indikator terhadap kelenturan atau perubahan bentuk plastis campuran beraspal yang diakibatkan oleh beban. Tingkat kelelehan campuran dipengaruhi oleh kadar aspal dalam campuran, suhu, viskositas aspal dan bentuk partikel agregat. Campuran yang mempunyai nilai kelelehan relatif rendah pada Kadar Aspal Optimum biasanya memiliki daya tahan deformasi yang lebih baik. Nilai flow yang rendah bila dikombinasikan dengan stabilitas yang tinggi, menunjukkan suatu campuran yang peka terhadap keretakan. Kecenderungan nilai kelelehan akan naik seiring dengan penambahan prosentase kadar aspal. Perbandingan nilai kelelehan semua campuran terhadap perubahan kadar aspal ditunjukkan pada Gambar IV.18. Dari Gambar IV.18 dapat dilihat bahwa campuran yang menggunakan aspal Pen 60/70 menunjukkan sifat yang lebih peka terhadap perubahan kelelehan akibat perubahan kadar aspal, dilihat dari gambar bahwa campuran tersebut mempunyai kemiringan kurva yang lebih tajam. Campuran menggunakan aspal Supracoat terlihat memiliki kurva dengan kemiringan rendah, hal ini dapat diartikan bahwa campuran ini kurang memberikan dampak perubahan yang siginifikan terhadap nilai kelelehanya.
86
Kelelehan (mm)
5.0 4.5
Pen 60/70
4.0 3.5 3.0
Supracoat
2.5 2.0 4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
Kadar aspal (%)
Gambar IV.18 Perbandingan Nilai Kelelehan Terhadap Perubahan Kadar Aspal Persyaratan spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2005, untuk nilai flow minimum 3 mm pada variasi campuran menggunakan aspal Pen 60/70 dan menggunakan aspal Supracoat. Kedua variasi campuran tersebut dapat memenuhi nilai minimum flow pada rentang kadar aspal 4,63 % - 6,5 % untuk campuran menggunakan aspal Supracoat dan rentang kadar aspal 4,6 % - 6,5 % untuk campuran menggunakan aspal Pen 60/70. 3. Hasil Bagi Marshall ( Marshall Quotient ) Hasil Bagi Marshall atau Marshall Quotient (MQ) adalah perbandingan antara stabilitas dan kelelehan yang juga merupakan indikator terhadap kekakuan campuran secara empiris. Semakin tinggi nilai MQ, maka kemungkinan akan semakin tinggi kekakuan suatu campuran dan semakin rentan campuran tersebut terhadap keretakan. Perbandingan nilai MQ untuk semua campuran terhadap perubahan kadar aspal dapat dilihat pada Gambar IV.19. Pada gambar IV.19 memperlihatkan perbandingan kurva MQ untuk variasi campuran menggunakan aspal Pen 60/70 dan aspal supracoat terhadap perubahan kadar aspal. Perbandingan nilai MQ pada variasi campuran menggunakan aspal Supracoat lebih rendah dibanding aspal Pen 60/70, seiring dengan penambahan kadar aspal nilai MQ cenderung terus menerus turun. Hal ini menunjukkan bahwa variasi campuran aspal Supracoat memiliki nilai kekakuan sedikit lebih rendah dari pada campuran mengunakan aspal
87
Pen 60/70. Kurva MQ variasi campuran aspal Pen 60/70 cenderung terus menerus menurun lebih tajam ini menunjukkan bahwa nilai MQ campuran ini sangat retan terhadap perubahan kadar aspal.
600
M Q (kg/mm)
550 Pen 60/70
500 450 400
Supracoat
350 300 250 200 4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
Kadar aspal (%)
Gambar IV.19 Perbandingan Nilai MQ Terhadap Perubahan Kadar Aspal Persyaratan spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum 2005, untuk nilai MQ minimum 250 kg/mm pada variasi campuran menggunakan aspal Pen 60/70 dipenuhi untuk seluruh rentang kadar aspal 5,5 % - 6,5 %. Sedangkan menggunakan aspal Supracoat minimum 300 kg/mm dapat dipenuhi pada rentang kadar aspal 4,5 % - 6,4 %. IV.2.4 Analisis Data Pengujian Perendaman Marshall Pengujian rendaman Marshall dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan atau keawetan campuran terhadap pengaruh air dan perubahan temperatur yang ditandai dengan hilangnya ikatan antara aspal dan butiran agregat. Nilai ini dipengaruhi oleh tingkat kelekatan agregat dengan aspal yang antara lain bergantung pada bentuk dan jumlah pori agregat, sifat rheologi aspal, kadar aspal,
kepadatan,
kandungan
rongga
dan
gradasi
agregat.
Parameter
pengukurannya dinyatakan dengan nilai Indeks Kekuatan Sisa (IKS). Nilai IKS campuran didapat dari hasil perbandingan nilai stabilitas benda uji hasil rendaman 1 x 24 jam dengan nilai stabilitas benda uji standar (hasil rendaman
88
30 menit). Perbandingan nilai stabilitas standar dan stabilitas rendaman (Imersion) untuk kedua campuran disajikan dalam Gambar IV.20.
Stabilitas (Kg)
1500
1400
1431.12
1413.89
1335.23 1300
1274.75
1200
1100 Pen 60/70 Standar
Imersion
Supracoat
Jenis Aspal
Gambar IV.20 Perbandingan nilai tabilitas standar dan stabilitas rendaman 100 93.30 90.16
IKS (%)
90 80 70 60 50 Pen 60/70
Supracoat
Jenis Aspal
Gambar IV.21 Perbandingan nilai Indeks Kekuatan Sisa Perbandingan nilai Indeks Kekuatan Sisa (IKS) pada masing-masing campuran disajikan dalam Gambar IV.21. Dari Gambar IV.21 terlihat bahwa IKS campuran aspal Supracoat menghasilkan nilai IKS sebesar 93,3 % nilai ini lebih besar dari pada campuran aspal Pen 60/70 sebesar 90,16 %. Kedua campuran ini memenuhi persyaaratan nilai IKS minimal 75 % dari Departemen Pekerjaan Umum 2005. Data ini menunjukkan bahwa campuran aspal Supracoat lebih awet
89
dari campuran aspal Pen 60/70 meskipun menggunakan gradasi yang sama. Hal ini disebabkan karena campuran menggunakan aspal Supracoat memberikan nilai tebal lapisan aspal (Film Thicknes) yang lebih tebal dibanding campuran menggunakan aspal Pen 60/70, sehingga dengan lebih tebalnya lapisan aspal pada
campuran
mengakibatkan
campuran
ini
tidak
mudah
mengalami
disintegrasi yang disebabkan oleh air. IV.2.5 Analisa data Pengujian Modulus Resilien Nilai Modulus Resilien sangat dipengaruhi oleh faktor temperatur, dengan meningkatnya temperatur maka akan menurunkan nilai Modulus Resilien. Pengaruh temperatur terhadap sifat mekanistik campuran beraspal terutama disebabkan
karena
terjadinya
perubahan
sifat
aspal
yang
terkandung
didalamnya. Hal ini disebabkan karena aspal adalah material yang bersifat viskoelastis dimana sifatnya dapat berubah dari viskos ke elastis ataupun sebaliknya yang disebabkan karena perubahan temperatur. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengujian pada temperatur 60°C mempunyai nilai yang lebih kecil, jika dibandingkan dengan pengujian pada temperatur 45°C dan 30oC. Kenaikan temperatur pengujian dari 30°C ke 60°C menyebabkan penurunan Modulus
Resilien lebih dari 50%-nya. Penurunan ini menunjukkan bahwa sifat aspal sangat mempengaruhi besar Modulus Resilien dan perubahannya akibat perubahan temperatur. Hasil pengujian ditunjukkan pada gambar IV.22.
Modulus Resilient (Mpa)
3500 pen 60/70 Supracoat
3000 2500 2000 1500 1000 500 0 30
45
60
Suhu (0C)
Gambar IV.22 Perbandingan nilai Modulus Resilien
90
Pada temperatur 30°C campuran menggunakan aspal Pen 60/70 memiliki nilai Modulus Resilien sebesar 2417 Mpa yang lebih kecil dari pada campuran menggunakan aspal Supracoat sebesar 2996 Mpa. Dari hasil uji tersebut campuran dengan aspal Supracoat memiliki nilai Modulus 1,2 kali lebih besar di banding dengan campuran menggunakan aspal Pen 60/70. Kecenderungan itu berubah pada temperatur 45°C campuran menggunakan aspal Pen 60/70 memiliki nilai Modulus Resilien rata-rata sebesar 569,65 Mpa yang sedikit lebih besar dari pada campuran menggunakan aspal Supracoat ratarata sebesar 504,2 Mpa. Dari hasil uji tersebut campuran dengan aspal Pen 60/70 memiliki nilai Modulus 1,13 kali lebih besar di banding dengan campuran menggunakan aspal Supracoat. Data ini menunjukkan bahwa campuran menggunakan aspal Supracoa sedikit tidak peka terhadap perubahan temperatur dibandingkan dengan campuran menggunakan aspal Pen 60/70. Ini juga terlihat pada Tabel IV.5, pada rentang suhu (35°C-45°C ) Penetrasi Index (PI) aspal Pen 60/70 (PI=4,97)
lebih tinggi dibanding dengan aspal Supracoat (PI=3,12).
Penetrasi Index tinggi lebih tidak peka terhadap perubahan temperatur. Penetrasi Index yang tinggi akan mengasilkan campuran beraspal memiliki kekakuan yang tinggi pula. Pada temperatur yang lebih tinggi 60°C campuran menggunakan aspal Pen 60/70 memiliki nilai Modulus Resilien rata-rata sebesar 225,15 Mpa yang lebih kecil dari pada campuran menggunakan aspal Supracoat rata-rata sebesar 247,1 Mpa. Dari hasil uji tersebut campuran dengan aspal Supracoat memiliki nilai Modulus 1,10 kali lebih besar di banding dengan campuran menggunakan aspal Pen 60/70. IV.2.6 Analisis Data Pengujian Kelelahan Analisis karakteristik kelelahan dari campuran Laston AC–WC jenis campuran menggunakaan aspal Pen 60/70 dan aspal Supracoat dengan 3 (tiga) titik pembebanan (three point loading) dengan cara kontrol tegangan (controlled stress) didasarkan pada parameter-parameter yang telah ditentukan. Parameter-parameter tersebut adalah regangan awal (ε) dan kekakuan awal (Eo), jumlah siklus yang mengakibatkan retak awal (Ni), umur keruntuhan (Nf), siklus penjalaran retak (crack
91
propagation cycle), mekanisme terjadinya retak dan tingkat penjalaran retak (rate of crack propagation). Analisis pengujian kelelahan ini bukan merupakan suatu kesimpulan, tetapi hanya merupakan kecenderungan. Keadaan ini diakibatkan masih terlalu minimnya jumlah benda uji yang digunakan dan pengujian hanya dilakukan pada kondisi temperatur ruang saja akibat keterbatasan waktu, dana, dan alat. IV.2.6.1 Regangan awal dan kekakuan awal Regangan awal dan kekakuan awal dihitung dengan menggunakan nilai lendutan (Recoverable Deflection) yang diambil pada lendutan ke-200. Persamaan untuk menghitung regangan awal disesuaikan dengan kondisi pengujian yang menggunakan three point loading diberikan pada lampiran F.
Tegangan (MPa)
0.920 0.820 0.720 0.620 0.520
R2 = 0.962 R2 = 0.999
0.420 0.320 0.220 0.120 0.020 0.001
pen 60/70 Supracoat 0.006
0.011
0.016
0.021
Regangan Tarik Awal (mm/mm)
Gambar IV.23 Hubungan antara Tegangan dan Regangan Tarik Awal Pada Gambar IV.23 dapat dilihat bahwa campuran dengan menggunakan aspal Supracoat mengalami perubahan regangan tarik awal (ε) yang lebih kecil dari pada campuran menggunakan aspal Pen 60/70 pada setiap tingkat tegangan yang diberikan. Jika dilihat dari kecilnya regangan tarik awal tersebut, mengindikasikan bahwa campuran dengan aspal Supracoat mempunyai modulus kekakuan yang lebih besar daripada campuran dengan aspal Pen 60/70 seperti terlihat pada Tabel IV.20. Pada tingkat tegangan yang sama yaitu 0,30 Mpa campuran menggunakan aspal Supracoat mempunyai nilai modulus 1,03 kali lebih besar daripada campuran
92
dengan aspal Pen 60/70, pada tingkat tegangan 0,45 Mpa campuran menggunakan aspal Supracoat mempunyai nilai modulus 1,32 kali lebih besar, begitupun pada tingkat tegangan 0,60 Mpa dan 0,75 Mpa campuran menggunakan aspal Supracoat mempunyai nilai modulus 1,24 dan 1,03 kali lebih besar daripada campuran dengan aspal Pen 60/70. Tabel IV.20 Nilai Modulus Kekakuan Awal Tingkat tegangan (MPa)
Moduls kekakuan lentur awal (MPa) Campuran Pen 60/70
Campuran Supracoat
0,30
88,84
92,22
0,45 0,60 0,75
65,01 46,87 46,38
85,83 57,97 48,04
Dari analisis di atas, pada prinsipnya campuran dengan aspal Supracoat bersifat lebih kaku dan mempunyai nilai kekakuan yang lebih besar dari campuran menggunakan aspal Pen 60/70, hal ini dikarenakan campuran Supracoat mengandung aditif kimia yang dapat menambah kekuan dari campuran. IV.2.6.2 Retak awal (Ni) Umur retak awal (Ni) didefinisikan sebagai jumlah atau repitisi beban hingga terjadi retak awal. Pada pengujian kelelahan dengan kontrol tegangan, campuran yang mempunyai nilai modulus kekakuan lebih tinggi akan memberikan umur retak awal yang lama. Hubungan tingkat tegangan terhadap siklus retak awal campuran menggunakan aspal Pen 60/70 dan campuran menggunakan aspal Supracoat diberikan pada Gambar IV.24. Pada Gambar IV.24 terlihat bahwa campuran menggunakan aspal Supracoat mengalami retak awal yang lebih lama dari campuran menggunakan aspal Pen 60/70. Pada campuran menggunakan aspal Pen 60/70 kemiringan kurva lebih curam yang menindikasikan bahwa campuran menggunakan aspal Pen 60/70 peka terhadap tingkat tegangan yang diberikan. Hal ini disebabkan karena campuran menggunakan aspal Supracoat mempunyai kepadatan yang lebih baik pada kondisi KAO. Campuran yang lebih padat akan lebih tidak peka terhadap perubahan tegangan yang diberikan. Campuran yang mempunyai modulus
93
kekakuan lebih tinggi akan memberikan umur retak awal yang lebih lama seperti dibahas pada sub bab berikut.
Tegangan (MPa)
1.00 R2 = 0.617 R2 = 0.926
pen 60/70 Supracoat
0.10 10
100
1000
Retak Awal, Ni (Siklus)
Gambar IV.24 Hubungan antara tegangan dan retak awal IV.2.6.3
Umur Kelelahan (Nf)
Umur kelelahan suatu campuran aspal dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor iinternal yang mempengaruhi umur kelelahan suatu campuran beraspal yaitu; jenis aspal yang digunakan, jenis campuran beraspal, jenis gradasi agregat, tipe dan proporsi kandung filler dan rongga udara di dalam campuran (SHRP-1990). Penggunaan variasi jenis aspal ternyata dapat mengubah perilaku kelelahan dari campuran Laston AC–WC. Dengan menggambarkan umur kelelahan terhadap tingkat tegangan pada skala logaritma diperoleh garis regresi untuk memprediksi umur kelelahan terhadap tegangan yang bekerja. Fatigue curve dapat dilihat pada Gambar IV.25 . Analisis kelelahan seperti yang terlihat pada Gambar IV.25 menunjukkan bahwa umur kelelahan (Nf) campuran yang menggunakan aspal Supracoat cenderung lebih lama dibanding campuran menggunakan aspal Pen 60/70. Hal ini menunjukkan bahwa campuran menggunakan aspal Supracoat mempunyai ketahanan terhadap retak lelah cenderung lebih baik dibandingkan dengan campuran aspal Pen 60/70 dan Campuran menggunakan aspal Supracoat mempunyai modulus kekakuan lebih tinggi.
94
1.00 Tegangan (MPa)
R2 = 0.994
R2 = 0.977
0.10 100
pen 60/70 Supracoat 1000
10000
Umur Kelelahan, Nf (Siklus)
Gambar IV.25 Fatigue Curve Pada Campuran aspal Pen 60/70 Dan aspal Supracoat IV.2.6.4 Siklus Penjalaran Retak (Np) Jumlah siklus penjalaran retak (Np) dihitung berdasarkan pengamatan langsung mulai dari jumlah siklus saat munculnya retak awal (Ni) sampai terjadinya keruntuhan (Nf). Siklus penjalaran retak didapat dari selisih siklus pada saat terjadinya keruntuhan (failure) dengan siklus pada saat terjadinya retak awal
(initial cracking) seperti yang diperlihatkan pada Tabel IV.17 dan Tabel IV.18.
Tegangan (MPa)
1.00 R2 = 0.979 R2 = 0.959
0.10 100
pen 60/70 Supracoat 1000
10000
Siklus Penjalaran Retak, Np (Siklus)
Gambar IV.26 Hubungan antara Tegangan dan Siklus Penjalaran Retak (Np) Pada campuran aspal
95
Pada Gambar IV.26 terlihat bahwa kurva-kurva mempunyai kecenderungan yang sama dengan kurva-kurva pada hubungan antara tegangan dengan umur keruntuhan (Nf). Untuk campuran menggunakan aspal Supracoat mempunyai yang memiliki kekakuan yang lebih tinggi membutuhkan waktu siklus yang lebih panjang dari saat terjadinya retak awal (Ni) sampai terjadinya keruntuhan (Nf). IV.2.6.5 Tingkat Penjalaran Retak (rp) Tingkat penjalaran retak merupakan nilai yang menyatakan banyaknya siklus yang diperlukan yang dapat menyebabkan terjadinya retak sebesar 1 (satu) milimeter. Perhitungan besarnya tingkat penjalaran retak ini sebenarnya hanya bersifat pendekatan yaitu dengan menganggap bahwa tingkat penjalaran retak tersebut sama dari mulai terjadinya retak awal dibagian bawah benda uji sampai dengan retak mencapai bagian atas benda uji pada saat benda uji runtuh. Keadaan yang sebenarnya dari tingkat penjalaran retak ini dari bagian bawah ke atas cukup berbeda. Umumnya tingkat penjalaran retak dari tepi bawah sampai dengan bagian tengah cukup lama, semakin ke atas semakin cepat dikarenakan benda uji yang terus melemah. Tingkat penjalaran retak mengindikasikan bahwa, semakin besar nilai tingkat penjalaran retak (rp) maka makin lambat penjalaran retak, begitu pula sebaliknya bila nilai tingkat penjalaran retak (rp) kecil maka semakin cepat penjalaran retak. Hubungan antara tingkat penjalaran retak dengan tingkat tegangan yang diberikan pada campuran menggunakan aspal Pen 60/70 dan campuran menggunakan aspal Supracoat disajikan pada Gambar IV.27. Tingkat penjalaran retak pada Gambar IV.27, untuk campuran menggunakan aspal Supracoat mempunyai nilai modulus lebih tinggi membutuhkan siklus yang lebih lama untuk mencapai kelelahan yang dihitung dari saat terjadinya retak awal hingga keruntuhan, hal ini menyebabkan tingkat penjalaran retak yang terjadi pada campuran menggunakan aspal Supracoat menjadi lebih besar atau dengan kata lain mempunyai penjalaran retak yang lebih lama jika dibandingkan dengan campuran menggunakan aspal Pen 60/70.
96
1.00 Tegangan (MPa)
R2 = 0.968 R2 = 0.956
pen 60/70 Supracoat
0.10 10
100 Tingkat Penjalaran Retak, rp (Siklus/mm)
1000
Gambar IV.27 Hubungan antara tegangan dan tingkat penjalaran retak IV.2.6.6 Mekanisme Retak Dalam
melakukan
pengamatan
mekanisme
retak,
karena
keterbatasan
pandangan pada benda uji, pengamatan dilakukan pada salah satu sisi benda uji yang sebelumnya dicat dengan warna putih dan diberi garis arah horisontal pada setiap jarak 1 cm. Selain dengan bantuan cat warna putih pengamatan juga dibantu dengan kaca pembesar. Umumnya retak awal terjadi pada bagian tengah bawah benda uji dan terus menjalar ke bagian atas sampai benda uji mengalami keruntuhan. Hal ini menunjukkan bahwa retak awal terjadi di titik momen maksimum dari bentang dimana pada titik tersebut juga terjadi regangan tarik terbesar. Sebagian besar retak dimulai dan menjalar pada rongga antara butiran, dimana rongga tersebut paling banyak terdapat diantara butiran agregat kasar. Oleh karena itu, retak pada umumnya dimulai dan menjalar diantara agregat kasar. Namun hal ini juga dipengaruhi oleh distribusi agregat kasarnya, kadangkala retak terbesar tidak terjadi dibagian tengah benda uji tetapi pada rongga antar butir agregat. Bervariasinya data yang ada dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor diantaranya yaitu distribusi butiran agregat, suhu pada saat pemadatan benda uji yang tidak sama, temperatur pada saat pengujian dimana temperatur terus berubah meskipun perubahannya tidak besar. Demikian pula pada ketelitian alat pada saat pemilihan beban pada program komputer, kadangkala alat uji
97
memberikan beban yang lebih besar dari yang direncanakan sehingga lendutan pada saat benda uji menerima beban pertama kali sudah besar. Hal tersebut mengakibatkan menurunnya jumlah siklus saat terjadinya retak awal maupun jumlah siklus pada saat terjadinya keruntuhan. Gambaran selengkapnya mengenai mekanisme retak pada setiap campuran dan tingkat beban yang digunakan terlihat pada Gambar IV. 28 dan Gambar IV.29. IV.2.7 Korelasi Sifat-Sifat Marshall dan Kinerja Kelelahan Dari ketiga nilai Marshall, hasil bagi Marshall (MQ) lebih sering digunakan untuk memperkirakan kinerja campuran beraspal. Oleh karena MQ merupakan rasio antara stabilitas dan kelelehan, maka secara empiris nilai MQ dipandang sebagai nilai kekakuan campuran. Pada pengujian kelelahan dengan kontrol tegangan, umumnya semakin kaku campuran maka akan semakin panjang umur kelelahannya. Namun oleh karena kadar aspal juga merupakan salah satu faktor yang dominan dalam menentukan kinerja kelelahan, kadar aspal yang tinggi juga harus dipertimbangkan tanpa mengorbankan nilai stabilitas Marshall tersebut. Dalam hal ini, oleh karena pengujian Marshall dilakukan hingga benda uji hancur, sehingga lebih sesuai jika membandingkannya dengan umur kelelahan (Nf). Disamping itu, pengujian Kelelahan dengan kontrol tegangan lebih cocok untuk mensimulasikan pembebanan pada campuran yang akan difungsikan sebagai lapisan struktural pada perkerasan. Pada campuran menggunakan aspal Supracoat mempunyai umur kelelahan lebih panjang daripada campuran menggunakan aspal Pen 60/70. Hal ini disebabkan karena besarnya nilai kekakuan campuran menggunakan aspal Pen 60/70 tersebut tidak dibarengi dengan kadar aspal yang cukup, sehingga campuran menggunakan aspal Pen 60/70 lebih cepat runtuh karena daya ikat antar partikel di dalam campuran lebih lemah. Pada campuran menggunakan aspal Supracoat mempunyai
umur
kelelahan
yang
lebih
panjang
daripada
campuran
menggunakan aspal Pen 60/70. Hal ini disebabkan karena nilai kekakuan yang lebih besar dan dengan kadar aspal yang cukup, sehingga campuran menggunakan aspal Supracoat mempunyai umur kelelahan yang lebih panjang.
98
Pembebanan 0,10 kN
Pembebanan 0,20 kN
Pembebanan 0,15 kN
Pembebanan 0,25 kN
Gambar IV.28 Mekanisme Retak Campuran menggunakan aspal Pen 60/70
99
Pembebanan 0,10 kN
Pembebanan 0,20 kN
Pembebanan 0,15 kN
Pembebanan 0,25 kN
Gambar IV.29 Mekanisme Retak Campuran Menggunakan aspal Supracoat
100
Oleh karena itu, pada pengujian kelelahan dengan kontrol tegangan, semakin tinggi nilai MQ dan dengan kadar aspal cukup maka nilai Nf akan cenderung semakin besar, seperti terlihat pada Tabel IV.21 korelasi Marshall dengan umur kelelahan. Tabel IV.21 Korelasi Marshall dengan Umur Kelelahan
Aspal Pen 60/70
Marshall (MQ) (kg/mm) 396,78
Umur Kelelahan (Siklus) Pada Tegangan 0,30 MPa 4450
Aspal Supracoat
407,58
6331
Jenis Campuran
IV.2.8. Analisis Tebal Lapis Tipis Aspal Berdasarkan hasil perhitungan dalam lampiran H diperoleh tebal rata-rata lapis tipis aspal dari campuran menggunakan aspal Supracoat lebih tebal dari pada campuran menggunakan aspal Pen 60/70 pada Kadar Aspal Optimum seperti terlihat pada Gambar IV.30.
Tebal Lapisan Aspal (mm)
8.60
8.44
8.40 8.20 8.00
7.84
7.80 7.60 7.40 Pen 60/70
Supracoat Jenis Campuran
Gambar IV.30 Perbandingan Tebal Film Aspal Pada KAO Ketebalan film aspal sangat dipengaruhi oleh gradasi agregat, kepadatan dan kadar aspal dalam campuran. Pada luas permukaan agregat yang sama, semakin tinggi kadar aspal maka akan menghasilkan ketebalan film aspal yang lebih tebal dibanding kadar aspal yang lebih rendah.
101
Campuran yang mengunakan aspal Supracoat memiliki ketebalan film aspal yang lebih tebal dibanding campuran menggunakan aspal Pen 60/70 karena untuk campuran aspal Supracoat (5,4 %) memiliki kadar aspal yang lebih besar dari pada kadar aspal campuran menggunakan aspal Pen 60/70 (4,98 %) sehingga menyebabkan aspal yang menyelimuti permukaan agregat relatif lebih tebal. Hal ini juga didukung dari analisa volumetrik campuran dimana nilai rongga terisi aspal (VFA) campuran menggunakan aspal Supracoat (72,69 %) lebih besar dari pada campuran menggunakan aspal Pen 60/70 (65,51 %). Hasil analisis ketebalan film aspal diharapkan membantu dalam menganalisa perilaku campuran. Sifat ketebalan aspal memainkan peran sangat penting pada proses percepatan pengerasan. Untuk campuran Laston (AC), umumnya persyaratan tebal lapis film aspal adalah lebih besar dari 5 micron (Shell,1990). Kedua campuran nilai ketebalan film aspal berada di atas yang disyaratkan. Hasil ini menunjukkan kinerja campuran menggunakan aspal Supracoat lebih baik dari campuran menggunakan aspal Pen 60/70 dan didukung juga hasil dari penggujian UMATTA dan DARTEC. IV.3 Analisis Data Hasil Pengujian Di Laboratorium Dengan Hasil Perhitungan (Teoritis) IV.3.1 Modulus Resilien Untuk menentukan nilai kekakuan (modulus resilien) dari suatu campuran banyak metode untuk menentukanya, baik dengan pengujian di lapangan, pengujian di laboratorium maupun dengan metode teoritis atau cara perhitungan dengan rumus. Dari masing-masing metode akan di dapat hasil yang berbeda, Namun seberapa jauh perbedaan nilai yang dihasilkan dari metode-metode tersebut yang perlu diketahui. Dal sub bai ini akan dibandingkan nilai modulus resilien yang diperoleh dengan pengujian di laboratorium (UMATTA) dengan nilai modulus resilien yang diperoleh dari perhitungan melalui metode Shell. Metode
Shell merupakan metode sederhana untuk menghitung modulus kekakuan dari campuran beraspal tanpa pengujian di laboratorium. Metode ini menggunakan solusi nomograph yang diperkenalkan oleh Van der Poel (Shell Bitumen, 1990) untuk menghitung modulus resilen campuran beraspal berdasarkan properti dari aspal dan konsentrasi volume agregat.
102
Perhitungan matematis metode Shell dilakukan mengikuti persamaan 2.4 sampai persamaan 2.22 dan juga menggunakan nomogram Van Der Poel pada Lampiran I3 Perhitungan nilai modulus kekakuan bitumen (Sbit) dengan persamaan Ullidtz memberikan hasil yang lebih kecil dari 5 MPa sehingga untuk mendapatkan nilai modulus kekakuan bitumen (Sbit) digunakan nomogram Van Der Poel. Nilai modulus kekakuan campuran (Smix) dihitung berdasarkan persamaan dari Heukeulom and Klomp. Hasil perhitungan nilai modulus kekakuan bitumen (Sbit) dan nilai modulus kekakuan campuran (Smix) disajikan pada Lampiran I1 dan Lampiran I2. Perbedaan nilai modulus kekakuan dengan metode Shell pada temperatur 30oC, 45oC dan 60oC antara campuran menggunakan aspal Pen 60/70 dengan campuran menggunakan aspal Supracoat disajikan pada Gambar IV.31.
600
857.59
800 799.27
127.73
200
96.61
383.43
400 321.47
Modulus Resilien (Mpa)
1000
0 30 Pen 60/70
Supracoat
45
60
Tem peratur ( 0C)
Gambar IV.31 Perbedaan Nilai Smix Campuran, Metode Shell Pada Gambar IV.31 terlihat campuran dengan aspal Supracoat 1,1 kali (857,59 MPa) lebih besar daripada nilai modulus resilien campuran dengan aspal Pen 60/70 (799,27 MPa). Pada temperatur 45oC nilai modulus resilien campuran dengan aspal Supracoat 1,2 kali (383,43 MPa) lebih besar daripada nilai modulus resilien campuran dengan aspal Pen 60/70 (321,47 MPa). Pada temperatur 60oC nilai modulus resilien campuran dengan aspal Supracoat 1,3 kali (127,73 MPa) lebih besar daripada nilai modulus resilien campuran dengan aspal Pen 60/70 (96,61 MPa). Ini menunjukkan bahwa campuran dengan aspal Supracoat lebih kaku dibanding campuran dengan aspal Pen 60/70.
103
Perhitungan nilai modulus kekakuan dengan metode Shell untuk campuran menggunakan aspal Supracoat dan campuran menggunakan aspal Pen 60/70 menunjukkan hasil yang berbeda dengan pengujian dengan alat UMATTA, secara umum jauh lebih tinggi hasil perhitungan modulus kekakuan dengan formula dari Shell seperti disajikan pada Tabel IV.22. Tabel IV.22 Perbandingan Modulus Resilien UMATTA dengan Metode Shell Suhu Campuran
Pen 60/70
Supracoat
(0C)
Modulus Resilien Umatta
Shell
(Mpa)
(Mpa)
30
2417,00
799,27
3,0
45
569,65
321,47
1,8
60
225,15
96,61
2,3
30
2996,00
857,59
3,5
45
504,20
383,43
1,3
60
247,10
127,73
1,9
Rasio
Pada Tabel IV.22 terlihat nilai modulus resilien pengujian laboratorium UMATTA (temperatur 30oC) campuran dengan aspal Supracoat 3,5 kali (2996 MPa) lebih besar dari pada nilai modulus resilien teoritis metode Shell (857,59 MPa). Pada temperatur 45oC nilai modulus resilien pengujian aboratorium UMATTA campuran dengan aspal Supracoat 1,3 kali (504,2 MPa) lebih besar dari pada nilai modulus resilien teoritis metode Shell (383,43 MPa). Pada temperatur 60oC nilai modulus resilien pengujian aboratorium UMATTA campuran dengan aspal Supracoat 1,9 kali (247,1 MPa) lebih besar dari pada nilai modulus resilien teoritis metode Shell (127,73 MPa). Begitu juga untuk nilai modulus resilien pengujian laboratorium UMATTA (temperatur 30oC) campuran dengan aspal Pen 60/70 3,0 kali (2417 MPa) lebih besar dari pada nilai modulus resilien teoritis metode Shell (799,27 MPa). Pada temperatur 45oC nilai modulus resilien pengujian aboratorium UMATTA campuran dengan aspal Pen 60/70 1,8 kali (569,65 MPa) lebih besar dari pada nilai modulus resilien teoritis metode Shell (321,47 MPa). Pada temperatur 60oC nilai
104
modulus resilien pengujian aboratorium UMATTA campuran dengan aspal Pen 60/70 2,3 kali (225,15 MPa) lebih besar dari pada nilai modulus resilien teoritis metode Shell (96,612 MPa). Seperti disajikan pada Gambar IV.32. E Umatta (Mpa)
E Shell (Mpa)
Modulus Resilien (MPa)
4000 2996
3000 2417 2000 1000
857.59
799.27
0 Pen 60/70
Supracoat 0
Temperatur (30 C)
E Umatta (Mpa)
E Shell (Mpa)
Modulus Resilien (MPa)
800
600
569.65 504.20
400
383.43
321.47
200
0 Pen 60/70 Supracoat Temperatur (450C)
E Umatta (Mpa)
E Shell (Mpa)
Modulus Resilien (MPa)
300 250
247.10 225.15
200 150 100
127.73 96.61
50 0 Pen 60/70
Supracoat
Temperatur (600C)
Gambar IV.32 Perbandingan Nilai Modulus Kekakuan UMATTA Dengan Modulus Kekakuan Metoda Shell Pada Temperatur 300C, 450C dan 600C
105
Dengan demikian rata-rata rasio perbandingan antara pengujian UMATTA dan hitungan Shell adalah lebih kurang sekitar 2,4 untuk campuran menggunakan aspal Pen 60/70 dan lebih kurang sekitar 2,2 campuran menggunakan aspal Supracoat. Perbedaan antara hasil hitungan matematis (Metode Shell) dan pengujian laboratorium
(UMATTA)
ini
disebabkan
karena
perhitungan
matematis
bergantung kepada nilai volumetrik dari benda uji, dimana formula untuk menghitung nilai Smix (nilai Cv’) dipengaruhi oleh nilai VIM benda uji, konsentrasi volume agregat (Cv dan Cv’) serta dikoreksi dengan konsentrasi volume aspal (Cb), yang kesemua item tersebut mengandung human error yang cukup tinggi. Sedangkan pengujian laboratorium tidak memerlukan nilai VIM atau yang lainnya tapi hanya memerlukan nilai kadar aspal optimum serta tinggi dan diameter benda uji. Hal ini menunjukkan bahwa untuk kondisi Indonesia, perhitungan dengan metoda Shell tidak dapat langsung digunakan, diperlukan beberapa kalibrasi lain agar modulus kekakuan yang diperoleh mendekati nilai yang sesuai dengan perkerasan sebenarnya di Indonesia. IV.3.2 Umur Kelelahan Umur kelelahan dari campuran beraspal dapat diperoleh juga melalui pendekatan menggunakan rumus-rumus. Salah satu rumus yang dapat digunakan untuk menghitung umur kelelahan suatu campuran beraspal adalah rumus The Asphalt
Intitute (TAI). Dalam sub bab ini akan dibandingkan besarnya umur kelelahan dari hasil percobaan dengan alat DARTEC dengan umur kelelahan berdasarkan rumus The Asphalt Institute. Parameter yang harus diketahui untuk menghitung umur kelelahan menggunakan rumus The Asphalt Institute adalah nilai modulus kekakuan campuran dan regangaan tarik untuk masing-masing jenis campuran pada setiap tingkat tegangan diambil dari hasil analisis regresi hubungan tegangan dan regangan dapat dilihat pada Tabel IV.23 Untuk perhitungan umur kelelahan menggunakan metoda The Asphalt Institute digunakan rumus telah dicantumkan pada Bab II. Hasil perhitungan umur kelelahan berdasarkan metoda The Asphalt Institute dapat dilihat pada lampiran J.
106
Tabel IV.23 Hasil Analisis Regresi Hubungan Tegangan dan Regangan Jenis Campuran
Tingkat tegangan
Persamaan Regresi
(MPa)
(MPa)
0,30 Pen 60/70
Supracoat
Regangan
Moduls kekakuan lentur awal
0,0034
88,60
0,0078
57,84
0,0122
49,29
0,75
0,0166
45,27
0,30
0,0016
180,40
0,0060
74,70
0,0103
57,78
0,0147
50,86
0,45 0,60
0,45 0,60
σ = 34,14 ε + 0,1844
σ = 34,396 ε + 0,2428
0,75
Berdasarkan perhitungan umur kelelahan menggunakan rumus The Aspahlt Institute terlihat adanya perbedaan dengan umur kelelahan yang didapat dari hasil percobaan. Besarnya selisih umur kelelahan antara hasil percobaan dengan perhitungan rumus dari The Asphalt Institute dapat dilihat pada Tabel IV.24. Tabel IV.24 Perbandingan Umur Kelelahan Hasil Percobaan dengan Rumus TAI Tegangan Campuran
Pen 60/70
Supracoat
(MPa)
Umur Kelelahan DARTEC
TAI
(Siklus)
(Siklus)
0,30
4450
2874
1,5
0,45
1636
268
6,1
0,60
462
70
6,6
0,75
393
27
14,3
0,30
6331
3442
1,8
0,45
1977
1057
1,9
0,60
771
219
3,5
0,75
431
77
5,6
Rasio
Dari Tabel IV.24 terlihat masing-masing campuran mendapatkan empat nilai umur kelelehan yang berbeda dari hasil perhitungan The Asphalt Institute, hal ini dikarenakan dalam perhitungan tersebut memasukan nilai modulus kekakuan (E) dan regangan tarik (εt) yang berbeda pada setiap tingkat tegangan yang
107
digunakan dalam pengujian Dartec. Dimana dalam pengujian umur kelelehan pada alat dartec digunakan empat macam variasi tegangan yaitu sebesar 0,30; 0,45; 0,60; 0,75 Mpa. Perhitungan dengan rumus The Asphalt Institute menunjukkan bahwa ratio umur kelelahan yang paling mendekati
dengan hasil percobaan adalah campuran
menggunakan aspal Supracoat. Rata-rata rasio umur kelelahan antara hasil percobaan dengan rumus The Asphalt Institute adalah 7,1 untuk campuran menggunakan aspal Pen 60/70, 3,2 untuk campuran menggunakan aspal Supracoat. Jika ditinjau dari perbedaan tingkat tegangan untuk setiap jenis campuran, maka ternyata rasio umur kelelahan dari The Asphalt Institute cenderung naik pada setiap kenaikan tegangan yang diberikan untuk setiap campuran. Perbedaan Umur Kelelahan antara hasil pengujian dengan mesin uji kelelahan DARTEC dengan perhitungan rumus dari The Asphalt Institute untuk setiap tingkat tegangan pada masing-masing campuran dapat dilihat pada Gambar IV.33 sampai dengan Gambar IV.36. Pada gambar terlihat Umur Kelelahan campuran menggunakan aspal Supracoat dengan perhitungan The Asphalt
Institute dan Pengujian Laboratorium Dartec lebih besar dari pada Umur Kelelahan campuran menggunakan aspal Pen 60/70. Ini menunjukkan campuran menggunakan aspal Supracoat lebih kaku dibanding campuran menggunakan aspal Pen 60/70 sehingga campuran menggunakan aspal Supracoat mempunyai ketahanan terhadap retak lelah cenderung lebih baik. 6331 Umur Kelelahan (siklus)
6000 4450 4500 3442 2874
3000
1500
0 Pen 60/70 DARTEC
TAI
Supracoat Cam puran
Gambar IV.33 Perbandingan Umur Kelelahan Hasil Percobaan dengan Rumus TAI pada tingkat tegangan 0,30 MPa
108
1977 Umur Kelelahan (siklus)
2000 1636 1500 1057 1000
500
268
0 Pen 60/70 DARTEC
TAI
Supracoat Cam puran
Gambar IV.34 Perbandingan Umur Kelelahan Hasil Percobaan dengan Rumus TAI pada tingkat tegangan 0,45 MPa
771
Umur Kelelahan (siklus)
800
600 462 400 219 200 70 0 Pen 60/70
DARTEC
TAI
Supracoat Cam puran
Gambar IV.35 Perbandingan Umur Kelelahan Hasil Percobaan dengan Rumus TAI pada tingkat tegangan 0,60 MPa
Umur Kelelahan (siklus)
431 393
400
300 200 77
100 27 0 Pen 60/70
DARTEC
TAI
Supracoat Cam puran
Gambar IV.36 Perbandingan Umur Kelelahan Hasil Percobaan dengan Rumus TAI pada tingkat tegangan 0,75 MPa
109
IV.4 Analisa Korelasi antara Modulus Kekakuan Lentur (DARTEC) dengan Modulus UMATTA Modulus kekakauan lentur awal dari pengujian DARTEC dibandingkan dengan Modulus kekakuan dari pengujiaan UMATTA pada suhu 30oC, ini karena pengujian DARTEC dilakukan pada suhu 30oC juga. Perbandingan nilai modulus resilien dari pengujian UMATTA dengan nilai modulus resilien dari pengujian DARTEC dapat dilihat pada Tabel IV.25. Tabel IV.25 Perbandingan Nilai Modulus Kekakuan DARTEC dengan UMATTA Tingkat Jenis Campuran tegangan (MPa)
Pengujian Dartec Persamaan Regresi
Modulus kekakuan
Modulus Kekakuan
UMATTA
(MPa)
(MPa)
Pen 60/70
0,2379
σ = 34,14 ε + 0,1844
151,81
2417
Supracoat
0,2338
σ = 34,396 ε + 0,2428
893,53
2996
Dari Tabel IV.25 terlihat nilai modulus kekakuan dari UMATTA lebih besar daripada nilai modulus kekakuan dari pengujian DARTEC. Pada tingkat tegangan yang sama didapat nilai modulus kekakuan campuran menggunakan aspal Pen 60/70 dari pengujian UMATTA (2417 MPa) lebih besar 15,9 kali lebih besar daripada nilai modulus kekakuan dari pengujian DARTEC (151,81 MPa). Untuk nilai modulus kekakuan campuran menggunakan aspal Supracoat dari pengujian UMATTA (2996 MPa) lebih besar 3,4 kali lebih besar daripada nilai modulus kekakuan dari pengujian DARTEC (893,53 MPa). Besarnya perbedaan tesebut menunjukkan pengujian modulus kekakuan dengan alat UMATTA lebih akurat dibanding daripada nilai modulus kekakuan dari pengujian DARTEC. Pada Tabel IV.24 terlihat campuran menggunakan aspal Supracoat mempunyai nilai modulus kekakuan yang lebih tinggi daripada campuran menggunakan aspal Pen 60/70 baik menggunakan alat UMATTA maupun dengan pengujian alat DARTEC.