BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DATA DAN ANALISIS DATA
A.
Data Dari kriteria informan yang telah ditetapkan yaitu berfokus pada dosen yang aktif
memberikan kuliah yang dikhususkan dengan mata kuliah Fiqih atau Ushul Fiqih di IAIN Antasari Banjarmasin sebanyak Enam (6) orang dosen. Enam (6) orang dosen tersebut terdiri dari Dua (2) orang dosen Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, Satu (1) orang dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi dan Tiga (3) orang dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Adapun Enam (6) orang dosen yang dijadikan informan dan penerapan masingmasing tersebut sebagai berikut : 1. Informan Pertama a. Identitas Informan Nama
: Drs. A. Gzl, M. Hum
Umur
: 56 tahun.
Jenis Kelamin
: Laki- laki.
Pendidikan Terakhir
: S2.
Pekerjaan
: Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
Mata Kuliah Keahlian
: Fiqh dan Ushul Fiqh.
32
33
Alamat
: Jl. Margasari Permai. Blok B. No. 7. RT. 04/02 Kertak Hanyar Km. 7.
b. Uraian Data Informan ini terlebih dahulu memberikan batasan tentang profesi yaitu semua jenis profesi atau pekerjaan (halal dan baik) yang menuntut keahlian dan bernilai ekonomis seperti guru/dosen, dokter, advokat, PNS, politikus, dan lain- lain wajib dikeluarkan zakatnya, hal ini disertakan dengan profesi yang dalam pelaksanaannya mendapat bayaran (gaji/honorarium), sistem kerjanya terjadwal/sistematis, dan bekerja sesuai dengan bidang keahlian. Mengenai zakat profesi menurut informan ini ada yang menyatakan tidak wajib dan ada yang menyatakan wajib. Pendapat yang menyatakan tidak wajib dengan alasan karena tidak ada satu ayat atau hadis yang mewajibkan zakat profesi. Selain itu ketidakwajiban zakat profesi tersebut disebabkan karena zakat dipahami sebagai ibadah mahdah, di mana dalam ibadah mahdah mempunyai kaidah tidak ada wewenang untuk berijtihad. Adapun pendapat yang menyatakan wajib menurut informan karena berpijak dari ijtihad para ulama terhadap zakat padi. Kalau objek zakat gandum bisa diganti dengan padi (hal ini termasuk ijtihad), kenapa zakat profesi tidak ada wewenang untuk ijtihad. Sedangkan menurut informan sendiri zakat profesi itu hukumnya wajib, dengan mengemukakan dalil Al-Qur’an surah Al-Baqarah/2: 267 yang berbunyi : .
34
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dalam ayat tersebut menurut informan
bermakna wajib karena
menggunakan fi’il amar. Dan di sana bermakna nafkah wajib yaitu zakat. Sedangkan pada kalimat
berarti usaha yang mencakup semua jenis
pekerjaan. Selain dalil Al-Qur’an informan juga mengemukakan hadis Nabi yang berbunyi :
تُ ْؤ َخ ُذ ِم ْن أَ ْغنِيَائِِه ْم َوِزْد َعلَى فُ َقَرائِِه ْم Zakat itu diambil dari orang-orang kaya dan diberikan kepada fakir miskin. Selanjutnya mengenai perhitungan zakat profesi informan mengkategorikan dalam zakat tija>rah di mana nisabnya sebesar 93,6 gram. Hitungan nisab tersebut diperoleh dari pendapatan total dikurangi pengeluaran untuk berbagai macam keperluan maka akan diperoleh hasil bersih. Pendapatan total yang informan maksud adalah jumlah seluruh pendapatan baik yang tetap (gaji dan tunjangan) ataupun tambahan lainnya (honorarium). Jadi, dari hasil bersih itu apabila mencapai 93,6 gram emas, maka wajib dikeluarkan zakat. Adapun haulnya menurut informan 1 tahun, sedangkan kadarnya 2,5%. Dalam penerapannya, informan berzakat dengan kadar 2,5% dari pendapatan bersih yang informan terima, namun pembayaran atau perhitungan zakat tersebut informan lakukan setiap bulan dengan mengumpulkannya dan baru menyalurkannya atau menyerahkannya kepada mustahiq zakat setelah genap satu tahun.
35
2. Informan Kedua a. Identitas Informan Nama
: Fhm Hmd, Lc., MA.
Umur
: 42 tahun.
Jenis Kelamin
: Laki- laki.
Pendidikan Terakhir
: S2.
Pekerjaan
: Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
Mata Kuliah Keahlian
: Fiqh.
Alamat
:Jl. Mahligai Km. 7 Komp. Al-Faza Banjarmasin.
b. Uraian Data Informan kedua ini terlebih dahulu menyatakan bahwa profesi itu adalah pekerjaan yang dilakukan seseorang berdasarkan keahlian maupun tidak. Sedangkan hubungan profesi dengan zakat profesi adalah pekerjaan yang dilakukan seseorang baik dengan keahlian atau tidak yang menghasilkan pendapatan melebihi nisab padi. Berkenaan dengan zakat profesi informan menyatakan hukumnya adalah wajib dengan memberikan argumen, yaitu petani yang penghasilannya diperoleh dengan bekerja keras mulai dari membersihkan ladang, menanam, merawat, memupuk hingga memetik hasil. Semua itu dilakukan dari pagi hingga sore di bawah terik matahari yang panas dan kadangkala mereka diguyur hujan, mereka dikenakan kewajiban zakat dari yang telah mereka usahakan tersebut. Kalau dibandingkan dengan penghasilan yang diperoleh seseorang melalui pekerjaan atau profesi dengan sedikit mudah untuk mendapatkan hasil tanpa harus bekerja keras sebagaimana la yaknya seorang petani.
36
Oleh karena, itu menurut informan sangat wajar untuk menetapkan kewajiban zakat terhadap profesi (pekerjaan) seseorang dengan kriteria apabila penghasilannya melebihi nisab padi. Adapun dasar atau rujukan yang dikemukakan informan terhadap alasan wajib zakat tersebut adalah surah Al-Baqarah/2: 267. Informan memberikan penekanan terhadap kalimat (usaha) yang menurut informan maksud “usaha” dalam ayat
tersebut mengandung pengertian umum. Apapun jenis usaha yang dilakukan seseorang baik itu berdasarkan keahlian ataupun tidak apabila telah mencapai atau melebihi nisab padi maka terkena kewajiban zakat, begitu pula halnya dengan profesi. Mengenai perhitungan zakat profesi dapat digolongkan dalam perhitungan zakat pertanian. Dengan demikian zakatnya pun ada kemungkinan 5% atau 10%. Untuk pekerjaan atau usaha yang dilakukan seseorang karena berdasarkan keahlian tertentu (sangat khusus) seperti dokter spesialis, advokat, arsitek dan lain- lain yang keahlian itu diperoleh melalui biaya yang besar pula, maka dikenakan zakat sebesar 5%. Adapun bagi mereka yang melakukan pekerjaan bukan karena keahlian khusus dan tidak memerlukan biaya yang besar maka bagi mereka dikenakan zakat sebesar 10%. Sedangkan haulnya karena perhitungan zakatnya mengacu kepada zakat pertanian, maka haulnya pun pada saat seseorang mendapatkan hasil. Dan nisabnya 1.860 liter gabah padi atau 930 liter beras. Ketika menjelaskan mengenai sikap informan yang berkenaan dengan pengeluaran zakat profesi, informan mengatakan bahwa penghasilan bersih yang informan terima
37
selama 1 tahun tidak mencapai nisab pertanian. Namun demikian, informan setiap bulannya tetap mengeluarkan sejumlah uang sebesar Rp. 150.000,- dalam bentuk sada>qah. Hal tersebut menurut informan dilakukan dalam rangka mensyukuri nikmat dan karunia dari Allah swt. 3. Informan Ketiga a. Identitas Informan Nama
: Prof. Dr. H. Ahd Hsn, MH.
Umur
: 55 tahun.
Jenis Kelamin
: Laki- laki.
Pendidikan Terakhir
: S3.
Pekerjaan
: Dosen Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam.
Mata Kuliah Keahlian
: Fiqh.
Alamat
: Kmp. Bumi Bangun Banua No. 29 Rt. 10 Pemurus Baru Banjarmasin.
b. Uraian Data Informan ketiga ini menyatakan tentang wajib zakat untuk semua jenis profesi, yaitu semua pekerjaan atau usaha yang menghasilkan fee (nilai ekonomis). Sedangkan mengenai hukum zakat profesi menurut informan wajib. Dengan dasar rujukan dalam surah Al-Baqarah/2: 267. Alasan informan adalah dalam surah ayat tersebut terdapat kalimat yang maksudnya menurut informan adalah semua jenis usaha. Jenis
usaha apapun yang menghasilkan nilai ekonomis dan mencapai nisab wajib dikeluarkan
38
zakatnya dengan ketentuan telah dikeluarkan semua keperluan hidup baik berupa sandang, pangan, papan serta kebutuhan pokok lainnya yang tidak bisa diabaikan. Selanjutnya informan menjelaskan bahwa memang tidak ada nash yang khusus membahas tentang zakat profesi. Namun informan cenderung membandingkan dengan kewajiban zakat bagi para petani. Menurut informan sangat tidak wajar kalau petani untuk mendapatkan hasil pertaniannya melalui kerja keras kena kewajiban zakat, kenapa pekerjaan lain yang mendapatkan penghasilan yang sama atau bahkan lebih tidak kena kewajiban zakat. Mengenai zakat profesi walaupun informan membandingkan dengan zakat pertanian, namun dalam perhitungannya menggunakan zakat tija
39
nisab dan sampai haul sebagaimana pendapat informan sebelumnya. Hal tersebut menurut informan dilakukan karena menyadari bahwa dari harta yang diperoleh masih ada hak orang lain. 4. Informan Keempat a. Identitas Informan Nama
: Dra. Hj. Mshnh Hnf, MA.
Umur
: 63 tahun.
Jenis Kelamin
: Perempuan.
Pendidikan Terakhir
: S2.
Pekerjaan
: Dosen Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam.
Mata Kuliah Keahlian
: Fiqh.
Alamat
: Jl. Raya Beruntung Jaya No. 52 Banjarmasin.
b. Uraian Data Dalam penjelasannya informan keempat ini menyatakan bahwa profesi adalah pekerjaan
yang dilakukan seseorang berdasarkan keahliannya.
Profesi yang
dimaksudkan beliau dalam hubungannya dengan zakat profesi adalah pekerjaan tertentu seperti dokter, advokat, konsultan, dan lain- lain diperkirakan dapat memperoleh penghasilan yang sangat besar. Informan mengakui dan mengetahui adanya pendapat yang menyatakan adanya kewajiban terhadap zakat profesi, dan informan sendiri menyatakan bahwa zakat profesi itu wajib hukumnya. Dengan dalil surah Al- Baqarah/2: 267. Akan tetapi dalam menafsirkan kalimat (usaha) yang apabila dikaitkan dengan zakat profesi
40
maka usaha di sana diartikan pekerjaan yang dilakukan seseorang dan mendapatkan penghasilan yang sangat besar. Dengan demikian menurut informan pegawai negeri tidak bisa dikategorikan sebagai profesi yang dikenai wajib zakat. Karena penghasilan pegawai negeri tidak terlalu besar apabila dibandingkan dengan seorang dokter atau advokat. Selain itu, penghasilan seorang pegawai negeri dalam bentuk gaji sudah dikenakan banyak potongan-potongan, yang hal tersebut sangat memungkinkan untuk tidak sampai nisabnya. O leh karena itu, informan tidak mengeluarkan zakat profesi. Sedangkan mengenai perhitungan zakat profesi nisabnya 93,6 gram emas dan kadarnya 2,5%, adapun waktu pengeluarannya dibayar pada setiap mendapatkan penghasilan. Pendapat informan yang menyatakan bahwa dikeluarkannya zakat profesi itu pada saat memperoleh penghasilan tidak dengan perhitungan haulnya selama 1 tahun, disebabkan karena informan berpandangan seandainya dikeluarkan menunggu 1 tahun, maka hal itu dimungkinkan masuk dalam kategori zakat simpanan atau tabungan. 5. Informan Kelima a. Identitas Informan Nama
: M. Ysf, MA.
Umur
: - tahun.
Jenis Kelamin
: Laki- Laki.
Pendidikan Terakhir
: S2.
Pekerjaan
: Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
Mata Kuliah Yang Diasuh : Ilmu Fiqh.
41
Alamat
: Jl. Karang Paci Gg. Pintu Air No. 40 Rt. V Banjarmasin.
b. Uraian Data Informan kelima ini menyatakan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang dilakukan seseorang sesuai dengan keahlian yang dimilikinya. Contohnya pengacara (advokat), dokter dan lain- lain. Sedangkan pegawai negeri menurut beliau termasuk pembantu () عامل. Jadi, tidak ada kewajiban zakat profesi bagi para pegawai. Mengenai zakat profesi informan menyatakan mengetahui adanya pendapat yang mewajibkan terhadap zakat profesi tersebut. Pendapat yang menyatakan wajib menurut informan dimungkinkan adanya kiyas terhadap zakat tanaman atau pertanian. Namun informan sendiri secara tegas menyatakan bahwa zakat profesi itu tidak wajib, karena tidak ada nash atau dalil, baik yang berasal dari Al-Qur’an maupun hadis yang menjelaskan tentang zakat profesi dan juga tidak ada kitab-kitab tradisional (klasik) yang mengupas masalah zakat profesi tersebut. Dari ketegasan informan menyatakan bahwa zakat profesi itu tidak wajib, maka dengan sendirinya perhitungan zakatnya pun tidak ada. Berdasarkan pendapat tersebut, informan menyatakan tidak mengeluarkan zakat profesi. Namun informan sependapat pada satu hal bahwa bagi orang yang mempunyai penghasilan yang lebih dalam artian melebihi keperluan pokok, maka orang itu sangat dianjurkan untuk membersihkan harta yang dimilikinya itu dengan bersedekah, berwakaf ataupun berinfaq, sebab harta itu merupakan anugerah dan karunia dari Allah swt. yang harus disyukuri.
42
6. Informan Keenam a. Identitas Informan Nama
: M. Rsd, M.Pd.
Umur
: - tahun.
Jenis Kelamin
: Laki- Laki.
Pendidikan Terakhir
: S2.
Pekerjaan
: Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
Mata Kuliah Yang Diasuh : Ilmu Fiqh. Alamat
: Jl. Simpang Pangambangan Rt. 11 No. 34. Banjarmasin.
b. Uraian Data Informan keenam ini menyatakan bahwa profesi adalah pekerjaan yang memberikan hasil karena keahliannya. Menurut informan mengenai zakat profesi memang ada pendapat yang menyatakan bahwa zakat profesi tersebut hukumnya wajib. Pendapat tersebut menurut informan dikarenakan adanya pengembangan terhadap surah Al-Baqarah/2: 267 dalam kalimat (usaha) apabila dihubungkan dengan kalimat
sebelumnya akan mengandung pengertian bahwa wajib zakat bagi segala jenis usaha yang mendatangkan penghasilan. Selain itu menurut informan zakat profesi lebih banyak dikembangkan oleh Yusuf Qara>d}awi, sedangkan dalam Al-Qur’an maupun hadis tidak pernah ditemukan adanya keterangan mengenai zakat profesi tersebut.
43
Menanggapi hal tersebut informan sendiri tidak berani menyatakan bahwa zakat profesi itu wajib, karena kalau dinyatakan wajib akan menimbulkan konsekuensi hukum yang harus dilakukan dan apabila tidak dilakukan maka akan mendapat dosa besar. Walaupun demikian informan tidak juga menyatakan bahwa zakat profesi itu tidak wajib, tetapi informan lebih memandang bahwa pengenaan terhadap zakat profesi karena dilihat dari kebutuhan sosial dan kesadaran untuk menolong sesama. Sesuai dengan pandangan informan tersebut, walaupun informan tidak mengeluarkan zakat profesi secara khusus namun informan tetap mengeluarkan sebagian dari penghasilan yang diterima setiap bulannya tapi informan tidak menyebutkan kadar atau banyaknya. Akan tetapi pengeluran tersebut tidak dalam bentuk zakat profesi.
B.
Analisis Data 1. Informan Pertama Informan yang berinisial Drs. A. Gzl, M. Hum, memberikan batasan profesi yaitu
semua jenis profesi atau pekerjaan (halal dan baik) yang menuntut keahlian dan bernilai ekonomis seperti guru/dosen, dokter, advokat, PNS, politikus, dan lain- lain wajib dikeluarkan zakatnya, hal ini disertakan dengan profesi yang dalam pelaksanaannya mendapat bayaran (gaji/honorarium), sistem kerjanya terjadwal/sistematis, dan bekerja sesuai dengan bidang keahlian. Mereka itu, menurut informan kena kewajiban zakat profesi apabila penghasilan bersih yang mereka peroleh mencapai nisab 93,6 gram emas. Adapun dalil yang informan pergunakan adalah surah Al- Baqarah/2: 267. Sedangkan untuk perhitungan zakat profesi informan menggunakan perhitungan untuk
44
zakat tija>rah (perdagangan), dengan nisab 93,6 gram emas, haulnya satu tahun dan kadarnya 2,5%. Batasan profesi yang informan kemukakan sangatlah tepat, karena batasan tersebut sesuai batasan yang dikemukakan dalam berbagai literatur. Seperti pendapat Muhammad Ja’far dalam bukunya “Tuntunan Zakat Puasa dan Haji”, yaitu suatu pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mata pencaharian, seperti: arsitek, pelukis, dokter, olahragawan, pejabat Negara dan sebagainya. 1 Selanjutnya mengenai pendapat informan yang mewajibkan zakat profesi dengan dalil surah Al-Baqarah/2: 267 adalah benar. Hal itu pun senada dengan pernyataan Masjfuk Zuhdi dalam bukunya “Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam” yang menyebutkan bahwa semua macam penghasilan terkena wajib zakat, berdasarkan surah Al-Baqarah/2: 267 juga. Kata menurut informan adalah termasuk kata yang
mengandung pengertian umum, yang artinya “apa saja”, jadi artinya
“sebagian dari hasil (apa saja) yang kamu usahan yang baik-baik”. Maka jelaslah bahwa semua macam penghasilan (gaji, honorarium dan lain- lainnya) terkena wajib zakat. 2 Adapun mengenai perhitungan zakat profesi yang informan kategorikan dalam perhitungan zakat tija>rah, juga sesuai dengan keterangan Masjfuk Zuhdi dalam
1
2
Muhammad Ja’far, Tuntunan Zakat, Puasa, dan Haji, (Jakarta: Kalam Mu lia, 1990), h. 33.
Majfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, (Jakarta: CV. Haji Masagung, 1994), h. 221.
45
bukunya yang sama bahwa perhitungan yang digunakan adalah 93,6 gram emas, dengan kadar 2,5%, dan haul satu tahun. 3 Mengenai sikap informan dalam penerapannya, informan berzakat dengan kadar 2,5% dari pendapatan bersih yang informan terima, namun pembayaran atau perhitungan zakat tersebut informan lakukan setiap bulan dengan mengumpulkannya dan baru menyalurkannya atau menyerahkannya kepada mustahiq zakat setelah genap satu tahun, menurut penulis tidak sesuai dengan ketentuan yang telah disebutkan dalam berbagai literatur. Sebab kalau praktiknya seperti itu dimungkinkan adanya kemiripan dengan zakat tabungan (simpanan) walaupun ada perbedaan antara keduanya. Akan tetapi penulis memahami bahwa yang demikian itu dilakukan responden dalam rangka memudahkan terhadap perhitungan zakat profesi.
2. Informan Kedua Informan yang berinisial Fhm Hmd, Lc., MA menyatakan bahwa profesi adalah pekerjaan yang dilakukan seseorang baik dengan keehlian atau tidak yang menghasilkan pendapatan melebihi nisab padi. Informan juga mewajibkan atas zakat profesi berdasarkan surah Al-Baqarah/2: 267, dengan memberikan penekanan terhadap kalimat (usaha- usaha mereka).
Namun
dalam
masalah
perhitungan
informan
cenderung
menggunakan
perhitungan zakat pertanian, dengan nisab 1.860 liter gabah padi (652,8 kg gabah) atau
3
Ibid.
46
930 liter beras (520 kg beras) dengan kadar 5% atau 10% dan haulnya pada saat seseorang itu mendapat hasil. Batasan profesi yang informan kemukakan menurut penulis sangat bersifat umum, karena semua pekerjaan dapat dikategorikan dalam profesi, sedangkan yang diketahui bahwa profesi itu adalah pekerjaan yang dilakukan seseorang berdasarkan keahlian (keprofesionalan). Dalam konsep perhitungan zakatnya, pendapat informan juga tepat karena perhitungan tersebut sesuai pula dengan pendapat dari Syaikh Muhammad Al-Ghazali yang menganalogikan zakat profesi dengan zakat hasil pertanian. Baik dalam nisab maupun presentase zakatnya, yaitu 5% atau 10% dari sisa pendapatan bersih atau pendapatan kotor dikurangi biaya yang diperlukan untuk keperluan layak. 4 Demikian pula pendapat M. Dawam Raharjo bahwa zakat profesi tergantung dari produktifitas bidang pekerjaan tersebut, lebih tepat jika dianalogikan dengan zakat pertanian, sebab sifat pekerjaan pertanian sama dengan industri, dalam arti keduanya sama-sama memproduksi sesuatu bahkan lebih produktif dari pertanian. 5
4
M. Baq ir Al-Habsyi, Fiqh Praktis Menurut Al-Qur’an, As Sunnah dan Pendapat Para Ulama, (Bandung: Mizan, 1999), h. 301. 5
M. Dawan Raharjo, Islam dan Trasformasi Sosial Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF), 1999), h. 519.
47
3. Informan Ketiga Informan yang berinisial Prof. Dr. H. Ahd Hsn, MH. menyatakan tentang wajib zakat untuk semua jenis profesi yaitu semua pekerjaan atau usaha yang menghasilkan fee (nilai ekonomis). Dan informan berpendapat bahwa zakat profesi itu wajib hukumnya, dengan mengemukakan dalil surah Al-Baqarah/2: 267 sebagaimana informan-informan sebelumnya. Adapun perhitungan zakatnya, juga dikategorikan dalam perhitungan zakat tija>rah (perdagangan) dengan nisab 93,6 gram emas dan kadarnya 2,5%. Dalam memberikan penjelasan mengenai profesi, menurut penulis informan cenderung sepaham dengan Yusuf Qara>d}awi yang mengelompokkan pekerjaan seseorang itu ke dalam 2 kelompok. Pertama adalah pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung kepada orang lain dan kedua pekerjaan yang dikerjakan seseorang untuk pihak/orang lain, dengan harapan mendapatkan penghasilan atau imbalan. 6 Sedangkan dalil yang informan kemukakan juga benar, karena kalimat
(usaha), mengandung makna yang umum, dari makna yang umum itu bisa mencakup kepada makna yang khusus. Adapun tentang perhitungan zakat profesi yang informan kategorikan dalam perhitungan zakat perdagangan, maka hal itu pun benar. Karena kalau dalam perdagangan objek yang diperjualbelikan itu berupa barang atau benda sedangkan dalam profesi yang diperjualbelikan itu berupa jasa. Pada penerapannya informan tetap 6
Yusuf al-Qardhawi, Fiqhuz Zakat, diterjemahkan o leh Dr. Salman Harun, et al, dengan judul Fiqh Zakat, (Bogor: Pustaka Mizan, 1996), h. 459.
48
mengeluarkan zakat profesi walaupun penghasilan bersih (satu haul) yang beliau terima tidak mencapai nisab (pengeluaran tersebut diambil dari pendapatan kotor setiap bulannya). Jadi, informan tidak menunggu sampai nisab dan haul. Di sini penulis menyatakan bahwa apa yang dikeluarkan oleh informan tersebut tidak dapat dikategorikan dengan zakat akan tetapi hanya pada konsep infak atau sada>qah karena tidak terpenuhinya rukun dalam mengeluarkan zakat yaitu mencapai nisab dan haul.
4. Informan Keempat Informan yang berinisial Dra. Hj. Mshnh Hnf, MA. menjelaskan bahwa profesi adalah pekerjaan yang dilakukan seseorang berdasarkan keahlian. Adapun profesi yang dimaksud informan dalam hubungannya dengan zakat profesi adalah pekerjaan tertentu seperti dokter, advokat, konsultan dan lain- lain diperkirakan dapat memperoleh penghasilan yang sangat besar. Informan ini menyatakan wajib hukumnya zakat profesi apabila penghasilan bersih seseorang itu mencapai nisab 93,6 gram emas. Dilihat dari batasan profesi dan hubungannya dengan zakat profesi yang informan kemukakan sudah tepat karena sesuai dengan apa yang dikemukakan Yusuf Qara>d}awi “maka seorang dokter, advokat, insinyur, pengusaha, pekerja dan sebangsanya wajib mengeluarkan zakat dari pendapatannya yang besar ”. 7 Selanjutnya informan juga menyatakan bahwa para pegawai negeri sangat memungkinkan untuk tidak kena kewajiban zakat profesi dengan alasan sudah banyak potongan terhadap gaji yang mereka terima, selain itu apabila pendapatan tersebut 7
Yusuf Qardhawi, Fiqhuz Zakat, Op. Cit., h. 480.
49
dikurangi keperluan-keperluan hidup lainnya akan menyebabkan penghasilan bersihnya tidak mencapai nisab. Pernyataan informan tersebut menurut penulis tidak sepenuhnya benar, sebab boleh jadi penghasilan atau gaji yang diperoleh para pegawai tersebut walaupun mengalami potongan-potongan akan tetapi tidak menutup kemungkinan sampai nisab. Jadi, dalam penerapannya informan keempat tidak mengeluarkan zakat profesi. Selanjutnya mengenai perhitungan zakat profesi yang informan kemukakan adalah dengan nisab 93,6 gram emas dan kadar 2,5% dan haulnya ketika memperoleh hasil. Pernyataan yang responden kemukakan sesuai dengan fatwa MUI dalam buku “Tuntunan Praktis Tentang Zakat, Infaq dan Shadaqah. 8
5. Informan Kelima Informan yang berinisial M. Ysf, MA. menyatakan bahwa profesi adalah suatu pekerjaan yang dilakukan seseorang sesuai dengan keahlian yang dimilikinya, seperti advokat, dokter dan lain- lain. Informan menyatakan bahwa zakat profesi itu tidak wajib dengan alasan tidak ada dalil baik Al-Qur’an maupun hadis yang menjelaskan tentang zakat profesi. Profesi yang informan jelaskan sudah tepat, hal tersebut sesuai dengan pendapat Muhammad Ja’far dalam bukunya “Tuntunan Zakat Puasa dan Haji”, yaitu suatu
8
Majelis Ulama Indonesia, Tuntunan Praktis Tentang Zakat, Infaq dan Shadaqah , (Banjarmasin: Bidang Urusan Agama Islam Kanwil Depag Kal-Sel dan Bazis, 1999), h. 17.
50
pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mata pencaharian, seperti: arsitek, pelukis dan sebagainya. 9 Selanjutnya penjelasan informan bahwa zakat profesi itu tidak wajib menurut penulis tidak bisa disalahkan, karena memang dalam kitab-kitab fiqh klasik hal tersebut tidak pernah dibahas, serta tidak adanya dalil-dalil khusus yang mewajibkan zakat profesi. Namun sekali lagi penulis tegaskan bahwa dalam perkembangan masyarakat dewasa ini keadaan sosial telah berubah banyak. Perkembangan sosial tersebut telah melahirkan profesi dalam berbagai bidang pekerjaan dan penghasilan yang diperoleh dari berbagai profesi tersebut seringkali mencapai jumlah yang sangat besar, jauh melampaui nisab harta-harta lainnya yang wajib dikeluarkan zakatnya. Bahkan kalau menurut Yusuf Qara>d}awi, siapa yang mempunyai pendapatan tidak kurang dari penghasilan seorang petani yang wajib zakat, maka ia wajib mengeluarkan zakat yang sama dengan zakat petani tersebut. 10 Jadi menurut hemat penulis, pemikiran yang dikemukakan oleh Yusuf Qara>d}awi tersebut tidak bisa diabaikan, karena zakat profesi merupakan salah satu sumber dana bagi zakat apabila dilihat dari kebutuhan sosial.
6. Informan Keenam Informan yang berinisial M. Rsd, M.Pd. menjelaskan bahwa profesi adalah pekerjaan yang memberikan hasil karena keahliannya. Adapun mengenai zakat profesi,
9
Muhammad Ja’far, Tuntunan Zakat, Puasa, dan Haji, (Jakarta: Kalam Mu lia, 1990), h. 33.
10
Yusuf Qardhawi, Fiqhuz Zakat, Op. Cit., h. 480.
51
informan tidak berani menyatakan bahwa zakat profesi itu wajib, dengan alasan kalau dinyatakan wajib akan menimbulkan konsekuensi hukum yang harus dilakukan dan apabila tidak dilakukan maka akan mendapat dosa besar. Sedangkan mengenai perhitungan zakatnya informan kurang mengetahui. Penjelasan profesi yang diberikan oleh informan ini sudah tepat. Mengenai ketidakberanian informan dalam menyatakan bahwa zakat profesi itu wajib, karena lebih didasarkan pada konsekuensi hukum. Menurut penulis hal tersebut dilakukan karena informan sangat hati-hati dalam menetapkan suatu hukum, sebab penetapan hukum memang akan menimbulkan suatu konsekuensi hukum dan informan tidak ingin kalau konsekuensi hukum tersebut ditanggung oleh informan sendiri, jadi informan lebih memilih untuk tidak memberikan pernyataan mengenai hal tersebut. Pola pikir yang informan tunjukkan tersebut bisa dimaklumi, akan tetapi pola pikir seperti itu tidak selamanya benar. Sebab dalam hal penetapan hukum khususnya terhadap kewajiban zakat profesi masih termasuk masalah ijtihad yang perlu dikaji dengan seksama menurut pandangan hukum syariah dengan memperhatikan hikmah zakat dan dalil-dalil syar’i yang berkaitan dengan masalah zakat. Zakat profesi merupakan problema hukum yang menimbulkan perbedaan pendapat da n masih memerlukan kajian-kajian yang lebih, terutama oleh intelektual- intelektual akademis seperti beliau ini. Berdasarkan uraian- uraian analisis di atas, maka penulis dapat mengambil dua kategori yaitu:
52
Pertama, berdasarkan pendapat dan alasan yang menjadi dasar pendapat tersebut informan pertama, kedua, ketiga, dan keempat menyatakan bahwa zakat profesi itu wajib hukumnya dengan berdasarkan surah Al-Baqarah/2: 267, dalam ayat tersebut terdapat kalimat bermakna wajib karena menggunakan fi’il amar. Dan di
sana bermakna nafkah wajib yaitu zakat. Sedangkan pada kalimat berarti
usaha yang mencakup semua jenis pekerjaan. Sedangkan informan kelima menyatakan bahwa zakat profesi itu hukumnya tidak wajib, pernyataan ini dikarenakan tidak adanya nash atau dalil, baik yang berasal dari Al-Qur’an maupun hadis yang menjelaskan tentang zakat profesi dan juga tidak ada kitab-kitab tradisional (klasik) yang mengupas masalah zakat profesi tersebut. Lalu, informan keenam tidak berani menyatakan status hukum zakat profesi, hal ini dikarenakan tidak adanya nash atau dalil, baik yang berasal dari Al-Qur’an maupun hadis yang menjelaskan tentang zakat profesi dan kalau dinyatakan wajib akan menimbulkan konsekuensi hukum yang harus dilakukan dan apabila tidak dilakukan maka akan mendapat dosa besar. Dan dalam penganalogian zakat profesi di sini, informan pertama dan informan keempat menganalogikan zakat profesi kepada zakat tija>rah (perdagangan), dengan nisab 93,6 gram emas dan kadarnya 2,5%, sedangkan informan kedua dan informan ketiga menganalogikan zakat profesi kepada zakat pertanian dengan nisab 1.860 liter gabah padi (653 kg gabah) atau 930 liter beras (520 kg beras) dengan kadar 5% atau 10% dan haulnya pada saat seseorang itu mendapat hasil. Akan tetapi, informan ketiga walaupun menganalogikan
53
dengan zakat pertanian, namun dalam perhitungannya menggunakan zakat tija
54
nisab 85 gram emas diumpamakan harga emas Rp.500.000/gram maka 85 gram x Rp.500.000,- jumlahnya Rp.42.500.000,-. Jadi 2,5% dari Rp.42.500.000,- akan dikeluarkan zakatnya sebesar Rp.10.625.000,-. Disini terlihat jelas perbedaan nisab yang lumayan besar yakni Rp.6.240.000,- (nisab zakat pertanian) dan Rp.42.500.000,(nisab zakat perdagangan), maka menurut penulis alangkah tepatnya seandainya perhitungan nisab zakat pertanian dianalogikan kepada nisab zaka t profesi, sebab kemungkinan untuk mencapai nisab sangat besar kalau dibandingkan dengan ketentuan dalam nisab zakat perdagangan. Oleh karena itu, menurut pengamatan penulis, sebagian informan takut atau tidak mau untuk mengeluarkan zakat profesi sehingga mereka menganalogikannya kepada zakat yang mempunyai nisab sangat besar sehingga akan terlepas dari kewajiban membayar zakat. Mengapa demikian ? karena pada waktu penulis mewawancarai informan ada sebagian yang mengatakan tidak mencapai nisab karena banyak pengeluaran seperti membayar kredir motor atau mobil sedangkan menurut penulis itu hanya kebutuhan sekunder bukan kebutuhan primer. Dan dalam penelitian ini, penulis menyatakan bahwasanya zakat profesi itu wajib dikeluarkan ketika menerima hasil atau gaji dan mencapai nisab, tanpa memandang ada atau tidaknya pemotongan atau pengeluaran kebutuhan pokok. Karena dalam kenyataannya, konsep zakat pertanian tidak ada mengatur tentang pengeluaran kebutuhan pokok para petani, hanya kadar yang berbeda (5% atau 10%) dalam penyesuaian berapa besar biaya pada waktu pemeliharaan tanaman.