81 BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSAAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BANK SYARI’AH MANDIRI CABANG KENDAL A.
Analisis Terhadap Praktek Pembiayaan Murabahah Di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Kendal Dikeluarkannya Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah dan dikeluarkannya Fatwa Bunga Bank Haram dari MUI Tahun 2003 menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah. Seiring dengan hal ini, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) khususnya Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) juga semakin menunjukkan eksistensinya dengan melakukan penghimpunan dana dengan prinsip wadi‟ah dan mudharabah dan penyaluran dana dengan prinsip bagi hasil, jual beli dan ijarah kepada masyarakat. Penyaluran dana dengan prinsip jual beli dilakukan dengan akad murabahah, salam, ataupun istishna‟. Penyaluran dana dengan prinsip jual beli murabahah bisa dikatakan adalah yang paling dominan dalam LKS. Bentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas oleh para ulama’ dalam hukum Islam jumlahnya sangat banyak. Jumlahnya bisa mencapai belasan dan bahkan mancapai puluhan. Namun demikian, dari sejumlah akad-akad tersebut, hanya ada tiga jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan
82 sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syari'ah, yaitu murabahah, istishna‟ dan salam. Para teoritis perbankan syari’ah berargumen bahwa perbankan Islam harus didasarkan pada profit and loss sharing (PLS) bukan berdasarkan bunga. Namun dalam prktiknya, bank-bank Islam sejak awal telah menemukan bahwa perbankan berdasarkan PLS sulit untuk diterapkan karena penuh resiko dan tidak pasti. Problem-problem praktis yang terkait dengan pembiayaan ini telah mengakibatkan penurunan bertahap penggunaannya dalam perbankan Islam, dan mengakibatkan peningkatan yang terus menerus penggunaan mekanismemekanisme pembiayaan mirip bunga. Salah satu mekanisme mirip bunga ini disebut murabahah.71 Murabahah merupakan salah satu konsep Islam dalam melakukan perjanjian jual beli. Konsep ini telah banyak digunakan oleh bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan syariah untuk pembiayaan modal kerja dan pembiayaan perdagangan lainnya terhadap nasabah. Murabahah juga merupakan satu bentuk perjanjian jual beli yang harus tunduk pada kaidah dan hukum umum jual beli yang berlaku dalam muamalah islamiyah. Secara konseptual, murabahah sebagai 71
. Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, (Paramadina, Jakarta: 2004), hlm. 118.
83 salah satu bentuk jual beli, sangat banyak dibicarakan oleh kalangan ulama fiqh dan secara operasional merupakan salah satu produk perbankan Islam di antara produk-produk yang lain. Dalam literatur hukum Islam (fiqh), murabahah merupakan salah satu bentuk transaksi jual beli amanah. Bentuk-bentuk murabahah terlaksana antara penjual dan pembeli berdasarkan harga barang, harga asli pembelian penjual yang diketahui oleh pembeli dan keuntungan yang diambil oleh penjual pun diberitahukan kepada pembeli. Secara singkat dipahami bahwa pada dasarnya murabahah tersebut adalah jual beli dengan kesepakatan pemberian keuntungan bagi si penjual dengan memperhatikan dan memperhitungkannya dari modal awal si penjual. Jual beli murabahah dapat dicontohkan seorang nasabah ingin memiliki sebuah motor, ia dapat datang ke bank syari’ah dan memohon agar bank membelikannya. Setelah diteliti dan dinyatakan dapat diberikan, bank membelikan motor tersebut dan diberikan kepada nasabah. Jika harga motor tesebut Rp. 4.000.000,- dan bank ingin mendapat keuntungan Rp 800.000,- selama dua tahun, harga yang ditetapkan kepada nasabah seharga Rp 4.800.000,-. nasabah dapat mencicil pembayaran tersebut Rp 200.000,- per bulan. Murabahah merupakan bentuk jual beli dengan komisi dimana pembeli tidak mempunyai barang yang diinginkannya kecuali lewat perantara
atau
ketika
pembeli
tidak
mau
susah-susah
mendapatkannya sendiri sehingga mencari jasa perantara.
84 Bank syari’ah sebagai lembaga dengan prinsip syari’ah, diantaranya
menggunakan
melakukan
pembiayaan
transaksi kepada
murabahah
nasabah.
dalam
Murabahah
sebagaimana yang digunakan dalam bank syari’ah, pada prinsipnya didasarkan pada dua elemen pokok yaitu harga beli ditambah dengan margin atau laba. Keuntungan dalam kontrak atau akad murabahah dapat diprediksi dengan relatif pasti, karena telah disepakati dengan pasti oleh kedua belah pihak yang bertransaksi di awal akad baik jumlahnya, mutunya, harganya dan waktu penyerahannya. Tujuan diadakan analisis terhadap praktek pembiayaan murabahah adalah untuk mengetahui apakah akad dan praktek pembiayaan murabahah yang dilakukan Bank Syari’ah Mandiri Cabang Kendal telah sesuai dengan ketentuan murabahah dalam hukum Islam yang telah dijabarkan oleh para Ulama’ salaf maupun khalaf. Bank Syari’ah Mandiri Cabang Kendal sebagai Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dalam lingkup mikro, dimana dalam segala bentuk operasionalnya didasarkan pada hukum Islam tentunya dituntut mampu untuk memberi suri tauladan pada Lembaga Keuangan yang lain serta kepada masyarakat pada umumnya. Pembiayaan murabahah di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Kendal dimulai dengan pengajuan permohonan pembiayaan yang dilakukan oleh calon nasabah. Pengajuan
85 pembiayaan tersebut diberikan kepada pihak bank disertai dengan rancangan anggaran belanja (RAB) yang berfungsi untuk mengetahui berapa banyak dana yang akan digunakan oleh calon nasabah serta untuk mengetahui pula barang apa saja yang dibutuhkan oleh calon nasabah. Setelah pihak bank menerima permohonan pembiayaan, maka pihak bank akan melakukan analisis data sementara, sebelum pihak bank melakukan survei lapangan. Kemudian, tahap yang terakhir sebelum pihak bank melakukan kesimpulan adalah survei lapangan. Survei lapangan ini dilakukan guna memastikan kondisi dari calon nasabah dimana data tersebut nantinya akan dijadikan sebagai data pendukung untuk melakukan analisis yang kedua. Pada saat melakukan survei lapangan tersebut, pihak bank tidak hanya meminta keterangan dari calon nasabah beserta keluarganya, tetapi terkadang pihak bank meminta keterangan juga dari tetangga dilingkungan
sekitar untuk
menambah data-data survei yang diperlukan. Jika semua data yang diperlukan oleh pihak bank dalam rangka menganalisis permohonan pembiayaan yang diajukan oleh calon nasabah telah lengkap, maka tahap akhir dari proses pengajuan permohonan
pembiayaan
adalah
analisis
internal
yang
dilakukan oleh pihak bank (analisator pembiayaan). Analisis yang dilakukan oleh analisator itu nantinya akan disampaikan juga kepada kepala marketing dan kepala cabnag untuk mendapatkan
persetujuan.
Kemudian,
permohoanan
86 pembiayaan itu baru dapat diketahui apakah pengajuan yang dilakukan oleh calon nasabah diterima atau ditolak.72 Pembiayaan murabahah di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Kendal digunakan untuk tujuan modal kerja, investasi, multiguna (konsumtif) serta untuk sewa-menyewa (ijarah). Pembiayaan murabahah modal kerja merupakan pembiayaan yang dilakukan oleh nasabah Bank Syari’ah Mandiri Cabang Kendal untuk pembelian barang-barang yang digunakan untuk modal suatu usaha atau bisa dikatakan untuk pembelian bahan baku usaha. Misalnya, pembiayaan murabahah digunakan untuk pembelian semua jenis sembako yang diperlukan oleh nasabah untuk mengisi suatu toko sembako. Dalam hal ini berarti calon nasabah akan meminta kepada bank untuk membelikan barangbarang yang akan digunakan untuk mengisi toko sembako tersebut. Keinginan calon nasabah tersebut akan tertuang didalam rancangan anggaran belanja yang diajukan bersamaan dengan permohonan pembiayaan. Contoh usaha yang lain, seperti usaha kuliner, maka nasabah meminta pihak bank untuk membelikan bahan baku dari usaha kuliner tersebut. Jika nasabah adalah seorang petani, maka yang biasa dilakukan adalah nasabah meminta pihak bank untuk membelikan bibit tanaman atau meminta untuk membelikan pupuk yang 72
. Wawancara dengan Ibu Dian Arfiani selaku Asisten Analisis Mikro Bank Syari’ah Mandiri Cabang Kendal (Tanggal: 7 November 2016).
87 digunakan untuk menyuburkan tanaman. Lebih mudahnya pembiayaan murabahah modal kerja itu digunakan untuk pembelian barang-barang usaha yang akan habis dalam jangka waktu tertentu.73 Pembiayaan murabahah investasi digunakan bagi nasabah yang berkeinginan untuk membeli peralatan usaha. Misalnya, nasabah yang meminta dibelikan mesin jahit karena usaha yang dimiliki oleh nasabah adalah usaha konveksi. Dalam contoh usaha yang lain, seperti pembelian suatu ruko yang nantinya akan digunakan usaha. Sedangkan pembiayaan murabahah multi guna diperuntuhkan untuk pembelian barang-barang yang sifatnya konsumtif bukan untuk usaha. Misalnya, pembelian sepeda, sepeda motor, mobil yang akan digunakan sendiri tidak untuk usaha. Sedangkan, pembiayaan murabahah sewamenyewa (Ijarah) digunakan ketika nasabah meminta pihak bank untuk menyewakan sesuatu. Misalnya, seorang nasabah yang profesinya adalah petani, kemudian nasabah tersebut meminta bank untuk menyewakan suatu lahan sawah. Dalam profesi yang lain, seperti nasabah yang akan membuka usaha toko sembako, maka pihak bank diminta oleh nasabah untuk
73
. Ibid.
88 menyewakan suatu ruko yang akan digunakan oleh nasabah untuk usaha toko sembako tersebut.74 Tahap selanjutnya sebelum pembuatan akad adalah tahap negosiasi antara calon nasabah dengan pihak bank. Tahap negosiasi ini akan terjadi kesepakatan antara nasabah dengan pihak bank, seperti jumlah pembiayaan yang diminta; barang apa saja yang akan dibeli (tujuan pembiayaan); margin atau keuntungan yang diterima oleh pihak bank; jangka waktu pembayaran angsuran; serta waktu pembayaran angsuran setiap bulannya. Kesepakatan antara calon nasabah dengan pihak bank mengenai jumlah keuntungan (margin) yang akan diambil oleh pihak bank akan dilakukan pada tahap negosiasi ini. Keuntungan (margin) ini diajukan oleh pihak bank, akan tetapi harus ada kesepakatan antara nasabah dengan pihak bank. Dalam mengajukan jumlah keuntungan kepada calon nasabah, banyak faktor yang mempengaruhi seperti jenis barang yang dijadikan akad (objek akad), waktu dalam mengajukan permohonan pembiayaan, serta suku bunga yang ada. Faktor barang yang dijadikan akad (objek akad) pihak bank akan melihat berapa banyak jumlah pembiayaan yang akan diambil sehingga dapat menyesuaikan dengan keuntungan yang akan diambil oleh bank. Pada pembiayaan mmurabahah mikro (dibawah 200 juta) ada tiga pembagian kelompok, yaitu 74
. Ibid.
89 pembiayaan sebesar 11-50 juta; 51-100 juta; dan 101-200 juta. Dari ketiga kelompok pembiayaan itu ada ketentuan masingmasing dalam penentuan jumlah keuntungan. Selanjutnya adalah faktor waktu pengajuan permohonan pembiayaan. Jika seorang calon nasabah mengajukan permohonan pembiayaan untuk pembeliaan barang-barang konsumtif seperti peralatan rumah
tangga
atau
barang
elektronik,
dan
pengajuan
permohonan itu pada saat bulan ramadhan atau menjelang idul fitri, maka ada kebijakan dari pihak bank agar tidak terlalu tinggi. Hal tersebut dilakukan karena pada bulan ramadhan dan menjelang hari raya idul fitri, biasanya pengeluaran dari suatu keluarga mengalami peningkatan, sehingga pihak bank tidak terlalu tinggi dalam hal meminta keuntungan pembiaayaan murabahahnya. Faktor yang ketiga adalah tingkat suku bunga Bank Indonesia. Menurut pihak Bank Syari’ah Mandiri Cabang Kendal, bagaimanapun juga Bank Syari’ah Mandiri merupakan lembaga keuangan yang tunduk pada aturan-aturan dari Bank Indonesia. Sehingga, Bank Syari’ah Mandiri juga harus mengikuti fluktuasi naik dan turunnya tingkat suku bunga. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga likuiditas bank itu sendiri.75 Dalam pembahasan Fiqh Muamalah, mengenai rukun dalam akad murabahah seperti yang telah dijelaskan didalam BAB II adalah penjual dan pembeli (Subjek Akad atau Al75
. Ibid.
90 „aqid); benda yang dijual belikan (Objek Akad atau Maudlu „aqd); serta ijab-qabul (Shighat). Secara umum, rukun dalam pembiayaan murabahah di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Kendal, yaitu : 1.
Penjual dan pembeli (Subjek Akad atau Al-„aqid) Dalam pembiayaan murabahah di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Kendal yang berperan sebagai penjual adalah pihak bank, karena pihak bank yang akan menyediakan barang kepada pihak pembeli. Sedangkan pihak pembeli adalah
nsaabah
yang
mengajukan
permohonan
pembiayaan murabahah. 2.
Benda yang dijual belikan (Objek Akad atau Maudlu „aqd) Barang atau objek akad didalam pembiayaan murabahah tersebut adalah barang yang akan dibeli oleh nasabah atau barang yang diinginkan oleh nasabah. Yang kemudian, nantinya akan disediakan oleh pihak bank.
3.
Ijab-qabul (Shighat) Dalam penjelasan mengenai prosedur dalam pembiayaan murabahah di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Kendal menunjukkan
bahwa
ijab-qabul
atau
ungkapan
91 penyerahan jual beli telah dilaksanakan antara pihak bank dengan nasabah. Keganjilan yang terjadi dalam pembiayaan murabahah di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Kendal adalah pembagian tujuan pembiayaan murabahah, yaitu untuk modal kerja, investasi, multiguna (konsumtif) serta untuk sewa-menyewa (ijarah). Dalam hal ini pihak bank menggunakan pembiayaan murabahah untuk memenuhi keinginan nasabah dalam hal penambahan modal kerja (modal usaha); pembelian barangbarang sebagai investasi; pembelian barang-barang yang sifatnya konsumtif; serta untuk akad sewa-menyewa (ijarah). Pembagian
pembiayaan
murabahah
sebagaimana
dijelaskan diatas pada dasarnya tidak sesuai dengan pengertian akad murabahah. Bai‟ Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai‟ murabahah, penjual harus memberitahu harga pokok yang dibeli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.76 Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa akad murabahah merupakan salah satu jenis dari akad jual beli, yaitu seseorang menjual suatu barang kepada orang lain. Selanjutnya 76
. Muhammad Syafi’i Antonio, BANK SYARIAH Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta : Gema Insani Press, 2001), hlm. 101.
92 pihak yang menjual barang tersebut diperbolehkan mengambil keuntungan. Seperti yang tercantum dalam Fatwa DSN-MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, “Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitannya dengan pembiayaan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan”. Akan tetapi, pembiayaan yang terjadi, pihak Bank Syari’ah Mandiri Cabang Kendal juga menggunakan pembiayaan murabahah ini kepada nasabah yang membutuhkan barang-barang sebagai modal suatu usaha (modal kerja). Padahal didalam konsep fiqh muamalah telah memberi ruang bagi orang yang ingin melaksankan suatu usaha dalam bentuk apapun dengan menggunakan akad mudharabah (bagi hasil). Karena, dengan menggunakan akad mudharabah tidak akan menimbulkan ketimpangan antara orang yang memiliki modal dengan orang yang tidak memiliki modal. Artinya, apabila seseorang itu akan melakukan suatu usaha, seperti mendirikan toko sembako, maka posisi shahibul maal (pemodal/bank) dengan mudharib (pelaksana usaha/nasabah) memiliki posisi yang
setara.
Sehingga
kegiatan
usaha
itu
merupakan
tanggungjawab bersama kemudian difikirkan serta dijalankan secara bersama-sama juga. Seperti yang telah dijelaskan didalam pengertian mudharabah, akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana
93 pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh modal (100%),
sedangkan
Keuntungan
usaha
pihak secara
lainnya
menjadi
mudharabah
dibagi
pengelola. menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat
dari
kelalaian
pengelola.
Apabila
kerugian
itu
diakibatkan oleh kelalaian dari pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas semua kerugian tersebut.77 Muhammad Syafi’i Antonio juga telah menjelaskah, bahwa bank syari’ah dapat membantu seluruh kebutuhan modal kerja bukan dengan cara meminjamkan uang, melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah, dimana bank bertindak sebagai penyandang dana (shahibul maal), sedangkan nasabah sebagai pengusaha (mudharib). Fasilitas ini dapat bidiberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah sesuai dengan yang telah disepakati. Setelah jatuh tempo, maka nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil yang belum dibagikan yang menjadi bagian bank.78 Sebagaimana Allah SWT telah berfirman:
77
. Ibid, hlm. 95.
78
. Ibid, hlm. 161-162.
ُٓ
ُ
ُ
ُ
ذ
ُ
ُ
ذ
94
ذ
َ ََل َۥَأجَرََل ِريم َ لۥَو َ َّللَقرَضاَحسيَاَفيضَػِف ًَۥ َ ضَٱ َ نوَذاَٱَّلِيَيقَ ِر Artinya : Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak. (Q.S. Al Hadid : 11). Ayat diatas menerangkan bahwa semua harta yang kita dapatkan dengan cara yang baik haruslah dikeluarkan dengan cara yang baik pula, semata-mata hanya untuk mencari keridhaan Allah SWT.79 Kemudian, bagi siapa saja yang menggunakan harta dijalan Allah (meminjamkan hartanya kepada orang lain dengan cara yang baik), maka Allah akan melipat gandakan hartanya. Selain dapat digunakan sebagai modal kerja, pembiayaan murabahah di Bank Syari’ah Mandiri juga dapat digunakan untuk para nasabah yang akan melakukan kegiatan sewamenyewa. Dalam hal ini sewa menyewa tanah, bangunan, ataupun yang lainnya. Dari penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa pembiayaan murabahah yang terjadi ada ketidaksesuaian dengan
konsep
fiqh
muamalah.
Didalam
konsep
fiqh
muamalah, akad ijarah (sewa-menyewa) itu bukan merupakan bagian dari akad murabahah (jual-beli). Karena, kedua akad
79
. Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, (Jakarta: Pustaka Azzam,2009), hlm. 500.
95 tersebut memiliki objek akad yang berbeda. Jika didalam akad murabahah objek dari akad murabahah adalah barang yang diperjual-belikan, tetapi didalam akad ijarah objek dari akad ijarah adalah manfaat yang akan diambil. Seperti yang diterangkan dalam Fatwa DSN-MUI No.09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Ijarah, “Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa”. Misalnya, orang yang menyewa rumah maka yang akan dijadikan sebagai objek akad adalah manfaat dari rumah tersebut. Sehingga orang yang menyewa suatu rumah berhak menggunakan manfaat dari rumah itu, tetapi kepemilikan
rumah
masih
dipegang
oleh
orang
yang
menyewakan. Akad ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri.80 Dari pengertian akad ijarah tersebut, telah jelas bahwa akad ijarah dan akad murabahah terdapat perbedaan. Apabila didalam akad murabahah akan terjadi pengalihan kepemilikan barang serta hak guna barangnya, tetapi dalam akad ijarah yang berpindah adalah hak guna atau hak pakainya saja, hak kepemilikan masih dipegang oleh orang yang menyewakan.
80
. Op.cit, Muhammad Syafi’i Antonio, hlm. 117.
96 Selanjutnya, persoalan yang perlu dicermati lebih mendalam lagi dalam pembiayaan murabahah di Bank Syari’ah Mandiri adalah proses pelaksanaan akad (ijab-qabul) antara pihak bank dengan nasabah. Mekanisme pelaksanaan akad antara keduanya diawali dengan akad murabahah (jual beli), setelah formulir akad jual beli telah diisi dan ditandatangani oleh pihak nasabah, kemudian dilakukan akad tambahan yaitu akad wakalah (perwakilan). Akad wakalah ini adalah pelimpahan oleh bank untuk mewakilkan pembelian barang kepada nasabah itu sendiri, sehingga posisi nasabah yang awalnya sebagai penjual menjadi gugur dengan adanya akad kedua (wakalah). Jadi, yang melakukan transaksi jual beli barang adalah nasabah dengan pihak pemasok atau supplier. Sedangkan peran bank tidak lagi sebagai penjual maupun pembeli dari pemasok kepada nasabah, melainkan hanya sebagai pemilik dana yang meminjamkan dananya kepada nasabah yang melakukan pengajuan untuk membeli kebutuhan. Akan tetapi, pihak nasabah berkewajiban untuk melaporkan segala pembelian yang berkaitan dengan akad. Dalam hal ini kwitansi atau nota pembelian yang dilakukan oleh nasabah dilaporkan kepada pihak bank, hal tersebut dilakukan supaya nasabah benar-benar menggunakan dana pembiyaan tersebut sesuai dengan akad yang disepakati diawal.81
81
. Wawancara dengan Bapak Moh. Shodiq selaku Asisten Analisis Mikro Bank Syari’ah Mandiri Cabang Kendal (Tanggal: 13 September 2016
97 Dari penjelasan diatas terlihat bahwa penandatanganan akad dilakukan secara bersamaan (murabahah dan wakalah) oleh pihak bank dengan pihak nasabah, sehingga hal tersebut menyebabkan ketidak jelasan tentang kepemilikan barang yang diperjual belikan (objek akad). Pembelian objek akad dapat dilakukan oleh pihak nasabah sebagai wakil dari pihak bank dengan adanya akad wakalah (perwakilan). Setelah akad wakalah dimana pihak nasabah tersebut bertindak untuk dan atas nama bank dalam melakukan pembelian barang (objek akad). Seharusnya akad pertama yang dilakukan terlebih dahulu adalah akad wakalah, karena bank akan mewakilkan nasabah untuk pembelian barang yang telah ditentukan. Setelah akad wakalah selesai dan objek akad tersebut secara prinsip telah menjadi hak milik bank, maka tahap selanjutnya bisa dilakukan akad yang kedua antara bank dengan pembeli (nasabah) yaitu akad murabahah. Hal ini sesuai dengan fatwa Nomor 04/DSNMUI/IV/2000 Tentang Murabahah sebagai landasan syariah transaksi murabahah, “bahwa jika bank bendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip, menjadi milik bank”. Sehingga dalam pelaksanaan perjanjian akad antara bank dan nasabah harus lebih sistematis dan tidak semata-mata hanya sebatas formalitas saja, sehingga
dan 2 November 2016).
98 tidak menyalahi ketentuan syari’ah sebagaimana konsep akad murabahah dalam fiqh muamalah, maupun konsep pembiayaan murabahah dalam perbankan syari’ah yang telah dijelaskan dalam Fatwa DSN Nomor 04/ DSN-MUI/ IV/ 2000 Tentang Murabahah. Didalam konsep fiqh muamalah sesuatu yang tidak jelas itu disebut dengan gharar. Disetiap transaski muamalah itu diharamkan adanya unsur gharar (ketidakjelasan) dan maisir (perjudian), karena dua hal tersebut dapat menimbulkan perselisihan dikemudian hari. Gharar (ketidakjelasan) juga dapat disamakan dengan perjudian, sedangkan perjudian hukumnya haram sesuai dengan firman Allah SWT :
ذ ْ ذ ََس َوَٱلَىاا ُ َ َوَٱلَزَلَ َُم َرِجَس َُ ِ َيَأ ُّيٍا َٱَّلِيوَ َءان ُي َََٓا َإِنها َٱلَهَ َُر َوَٱلَهي
ذ ُ ُ ذ َ َََهَُلػللمََتفَل ُِحَن َ وَفَٱجَخن ِ ُت َِ َلَٱلشيَط َِ ّنِوََعه
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatanperbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al- Maidah : 90). Ketidakjelasan barang yang menjadi objek akad yang terjadi didalam pembiayaan murabahah di Bank Syari’ah Mandiri terjadi karena adanya dua akad yaitu akad murabahah
99 dan akad wakalah yang dilaksanakan secara bersamaan. Padahal didalam syarat sahnya akad murabahah menyebutkan bahwa barang yang menjadi objek akad itu harus dimiliki oleh pihak penjual secara sah. Maksudnya adalah seseorang ketika akan menjual suatu barang, maka barang yang akan dijual tersebut haruslah barang yang hak miliknya melekat pada orang yang akan menjual tersebut. Seperti yang diterangkan oleh Nabi Muhammad SAW didalam suatu hadist :
َح َّدثَنَا يَحْ َي به يَحْ َي َح َّدثَنَا َح َّما ُد به زَ ْي ٍد ح َو َح َّدثَنَا ان َّربِي ِْع ْان َعتَ ِك ُّي س ع َْه ابه ٍ َار ع َْه طَا ُو ٍ َوقُتَ ْيبَةُ قَ َاَل َح َّدثَنَا َح َّما ٌد ع َْه َع ْم ِرو به ِد ْين ع طَ َعا ًما فَ ََل َ ال َم ْه ا ْبتَا َ َس اَ َّن َرسُو ُل هللاِ صهى هللا عهيو وسهم ق ٍ َعبَّا س َوأَحْ ِسبُ ُك َّم َش ْي ٍء ِم ْثهَو (رواه َ َ ق.ُيَبِ ْعوُ َحتَّى يَ ْستَوْ فِيَو ٍ ال اب ُْه َعبَّا 82
)مسهم
Artinya : Yahya bin Yahya telah memberitahukan kepada kami, Hammad bin Zaid telah memberitahukan kepada kami, (H) Abu Ar-Rabi’ Al-Ataki dan Qutaibah telah memberitahukan kepada kami, keduanya berkata, “Hammad telah memberitahukan kepada kami, dari Amr bin dinar, dari Thawus, dari Ibnu Abbas, bahwasanya Rasululloh SAW bersabda, “Barangsiapa yang membeli makanann maka janganlah ia menjualnya hingga ia menerimanya dengan sempurna.” Ibnu Abbas berkata, “Aku menganggap segala sesuatu serupa dengan makanan itu.” 82
. Imam Nawawi, Syarah Shahih Muslim, (Jakarta timur: Darus Sunnah Press, Jilid 7), hlm. 535.
100 Hadist diatas jelas menerangkan bahwa Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita bahwa ketika kita menjual barang kepada orang lain, maka barang yang kita jual tersebut haruslah benar-benar barang yang menjadi milik kita, supaya jual beli yang kita lakukan tersebut sah. Sesuai dengan keterangan hadits Nabi Muhammad SAW tersebut yang menjelaskan bahwa barang yang diperjual belikan (objek akad) haruslah barang yang secara sah menjadi milik si penjual barang. Apabila barang yang dijual tersebut bukan milik si penjual, maka akad murabahah tidak dapat terjadi. Karena salah satu syarat sahnya akad murabahah adalah barang atau objek akad yang diperjual-belikan merupakan barang yang dimiliki oleh orang yang menjualnya. Jadi, apabila jual beli yang dilakukan oleh penjual dan pembeli, tetapi barang yang dijual atau barang yang dijadikan objek akad merupakan barang yang tidak dimiliki secara sah oleh pihak penjual, maka akad jual beli (akad murabahah) yang dilakukan tidak sah (tidak sesuai dengan syari’at Islam). B.
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penentuan Keuntungan (margin) Dalam Pembiayaan Murabahah Di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Kendal Salah satu skim fiqh yang paling populer diterapkan dalam perbankan syariah atau pun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) adalah skim jual beli murabahah. Murabahah dalam perbankan syariah didefinisikan sebagai jasa pembiayaan
101 dengan mengambil bentuk transaski jual beli barang antara bank dengan nasabah dengan cara pembayaran angsuran. Dalam perjanjian murabahah, bank membiayai pembelian barang atau asset yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok barang dan kemudian menjualnya kepada nasabah tersebut dengan menambahkan suatu mark-up atau margin keuntungan. Murabahah sebagaimana yang diterapkan dalam LKS, pada prinsipnya didasarkan pada 2 (dua) elemen pokok, yaitu harga beli serta biaya yang terkait dan kesepakatan atas mark-up atau laba. Ciri dasar kontrak pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut :83 1.
Pembeli harus memiliki pengetahuan tentang biaya-biaya terkait dan harga pokok barang dan batas mark-up harus ditetapkan dalam bentuk persentase dari total harga plus biaya-biayanya.
2.
Apa yang dijual adalah barang atau komoditas dan dibayar dengan uang.
3.
Apa yang diperjual-belikan harus ada dan dimiliki oleh penjual atau wakilnya dan harus mampu menyerahkan barang itu kepada pembeli.
4. 83
Pembayarannya ditangguhkan.
. Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, (Paramadina, Jakarta: 2004), hlm. 120.
102 Proses pelaksanaan pembiayaan murabahah di Bank Syari’ah Mandiri Cabang Kendal dimulai dengan adanya pengajuan permohonan pembiayaan sampai dengan proses pencairan pembiayaan hingga nasabah mulai mengasur pembiayaan. Dari keseluruhan proses pembiayaan yang dilaksanakan tersebut, pada tahap pengajuan permohonanlah yang merupakan proses paling menentukan. Pada tahap permohonan ini selain seorang calon nasabah mengajukan permohonan, juga akan terjadi proses negosiasi antara pihak bank dengan calon nasabah mengenai jumlah pembiayaan dan jumlah margin (keuntungan) yang akan diambil oleh pihak bank. Dalam mengajukan jumlah keuntungan kepada calon nasabah, banyak faktor yang mempengaruhi seperti jenis barang yang dijadikan objek akad,
waktu dalam mengajukan
permohonan pembiayaan, serta tingkat suku bunga yang ada. Faktor barang yang dijadikan objek akad, pihak bank akan melihat berapa banyak jumlah pembiayaan yang akan diambil sehingga dapat menyesuaikan dengan keuntungan yang akan diambil oleh bank. Pada pembiayaan murabahah mikro (dibawah 200 juta) ada tiga pembagian kelompok pembiayaan, yaitu pembiayaan sebesar 11-50 juta; 51-100 juta; dan 101-200 juta. Dari ketiga kelompok pembiayaan itu ada ketentuan masing-masing dalam penentuan jumlah keuntungan.84
84
. Wawancara dengan Ibu Dian Arfiani selaku Asisten Analisis Mikro
103 Selanjutnya adalah faktor waktu pengajuan permohonan pembiayaan.
Jika
seorang
calon
nasabah
mengajukan
permohonan pembiayaan untuk pembeliaan barang-barang konsumtif seperti peralatan rumah tangga atau barang elektronik, dan pengajuan permohonan itu pada saat bulan ramadhan atau menjelang idul fitri, maka ada kebijakan dari pihak bank agar tidak terlalu tinggi dalam mengambil keuntungan. Hal tersebut dilakukan karena pada bulan ramadhan dan menjelang hari raya idul fitri, biasanya pengeluaran dari suatu keluarga mengalami peningkatan, sehingga pihak bank tidak terlalu tinggi dalam hal meminta keuntungan pembiaayaan murabahahnya. Faktor yang ketiga adalah tingkat suku bunga Bank Indonesia. Menurut pihak Bank Syari’ah Mandiri Cabang Kendal, bagaimanapun juga Bank Syari’ah Mandiri merupakan lembaga keuangan yang tunduk pada aturan-aturan dari Bank Indonesia. Sehingga, Bank Syari’ah Mandiri juga harus mengikuti fluktuasi naik dan turunnya tingkat suku bunga. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga likuiditas bank itu sendiri.85 Masih adanya faktor tingkat suku bunga dalam penentuan jumlah keuntungan (margin) yang diambil oleh pihak bank dalam pembiayaan murabahah yang dilaksanakan di Bank Bank Syari’ah Mandiri Cabang Kendal (Tanggal: 7 November 2016). 85
. Ibid.
104 Syari’ah Mandiri Cabang Kendal, menunjukkan bahwa adanya ketidaksesuaian dengan konsep fiqh muamalah, meskipun pada sisi yang lain penentuan keuntungan (margin) didalam akad murabahah tidak diatur secara terperinci. Bank-bank Islam banyak yang beranggapan bahwa Al Qur'an menghalalkan perdagangan, yaitu jual beli dengan laba, dan murabahah termasuk jual beli dengan laba. Mengingat tidak ada pembatasan dalam jumlah tertentu atas keuntungan yang diperoleh dari suatu perdagangan, maka bank-bank syariah secara teori dengan bebas menentukan berapapun margin (keuntungan) dari kontrak murabahah.86 Apabila kita merujuk kepada Fatwa DSN-MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, telah disebutkan bahwa pembiayaan murabahah yang dilakukan antara pihak bank dengan pihak nasabah haruslah bersih atau terhindar dari riba. Allah SWT juga telah berfirman didalam Al-Qur’an :
ْ ذ ذ ... ّللَٱلَيَعََوح ذرمََٱ ّلرِبَََا َُ لَٱ َ وأح... Artinya : .... padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ... (Q.S. Al-Baqarah : 275).
86
. Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: IIIT Indonesia, 2003), hlm. 51.
105
ْ ُ ُ ٓ ْ ُ ُ ُ ذ ُ ُ َلّك َِم َ َا َةٍَِا َإِلَ َٱ َ ولَ َحأَكل َََٓا َأنَوَللم َةيَيلم ََة ِٱلَبَ ِط ِلَ َوحدَل
ْ ُ ُ َ ََلثَ َِمَوأىخُمََتػَل ُهَن َِ اسََة ِٱ َ ِ َاَفرِيقَاَ ّنِوََأنَوَ َِلَٱنلذ َ ِلِ أَكل
Artinya : Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah : 188). Ayat Al-Qur’an diatas memberikan pengertian kepada kita bahwa Allah SWT melarang segala bentuk perniagaan yang mengandung unsur riba. Kita juga dilarang untuk mengambil harta orang lain dengan cara yang bathil (tidak baik), karena dapat merugikan diri kita dan orang lain. Dalam kaitannya dengan lembaga keuangan, yang menjadi salah satu pembeda dari Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) dengan Lembaga Keuangan Konvensional adalah tidak terpakainya sistem bunga yang ada di LKS dalam setiap transaksi. Maka, apabila dalam penentuan
keuntungan
(margin)
didalam
pembiayaan
murabahah masih menggunakan tingkat suku bunga, berarti tidak ada bedanya antara Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) dengan Lembaga Keuangan Konvensional. Penentuan keuntungan (margin) dalam pembiayaan murabahah di Lembaga Keungan Syari’ah (LKS) juga diatur
106 didalam Fatwa DSN-MUI No: 84/DSN-MUIIXII/2012 Tentang Metode Pengakuan Keuntungan Al-Tamwil bi Al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) Di Lembaga Keuangan Syariah. Didalam Fatwa DSN-MUI tersebut hanya mengenal 2 (dua) metode yang dipakai dalam penentuan keuntungan (margin) pembiayaan murabahah, yaitu : 1.
Metode Proporsional (Thariqah Mubasyirah) adalah pengakuan
keuntungan
yang
dilakukan
secara
proporsional atas jumlah piutang (harga jual, tsaman) yang berhasil ditagih dengan mengalikan persentase keuntungan terhadap jumlah piutang yang berhasil ditagih (al-atsman al-muhashshalah); 2.
Metode
Anuitas
(Thariqah
Tanazuliyyah/Thariqah pengakuan
al-
keuntungan
al-Hisab
Tanaqushiyyah) yang
dilakukan
aladalah secara
proporsional atas jumlah sisa harga pokok yang belum ditagih
dengan
mengalikan
persentase
keuntungan
terhadap jumlah sisa harga pokok yang belum ditagih (alatsman al-mutabaqqiyah); Dari
kedua
metode
pengambilan
keuntungan
(margin)
pembiayaan murabahah oleh Lembaga Keuangan Syari’ah tidak menyinggung sama sekali tentang adanya faktor tingkat suku bunga. Hal tersebut memberikan pemahaman bahwa tingkat suku bunga memang tidak menjadi salah satu faktor penentu dalam pengambilan keuntungan (margin) dalam pembiayaan
107 murabahah, bahkan dilarang didalam konsep fiqh muamalah karena menjerumus kepada riba. Kemudian, pembiayaan murabahah di Bank syari’ah Mandiri Cabang Kendal juga menggunakan besar kecilnya pembiayaan sebagai faktor penentu dalam menentukan jumlah keuntungan (margin). Hal tersebut menjadikan nasabah tidak bisa bebas dalam melakukan negosiasi terkait dengan keuntungan (margin) yang harus dibayarkan oleh nasabah kepada pihak bank, karena menjadikan nasabah mau tidak mau harus menerima dan menyetujui keuntungan (margin) yang telah ditentukan tersebut. Sedangkan dalam konsep fiqh bahwa kesepakatan keuntungan (margin) tidak boleh ditentukan secara sepihak, melainkan ditentukan oleh kesepakatan bersama antara nasabah dan pihak bank. Didalam ciri-ciri perbankan syari’ah juga disampaikan bahwa beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal, yang besarnya tidak kaku dan dapat dilakukan dengan kebebasan untuk tawar-menawar dalam batas yang wajar.87 Allah SWT berfirman :
87
. Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari‟ah; Deskripsi dan Ilustrasi, Cet ke-II, (Yogyakarta: EKONSIA Kampus Fakultas Ekonomi UII, 2004), hlm. 41.
108
ذ ْ ُ ُ ْ ُ ٓذ ُ ُ َل َأن َ ِ ل َإ َِ َا َلَ َحأَكل َََٓا َأنَوَللم َةيَيلم ََة ِٱلَبَ ِط َ يَأ ُّيٍا َٱَّلِيوَ َءاني ُ ْ ُ ُ ذ ذ ُ ُ ََّلل ََكن َ ن َٱ َ ِ حلَنَ َح ِجَرةَ َغو َحراضَ َ ّنِيلمَ َولَ َتقَ ُخل َََٓا َأىفسلمَ َإ
ُ َ َةِلمََرحِيهَا Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Q.S. An-Nisa’ : 29). Ayat ini menerangkan hukum transaksi secara umum, lebih khusus kepada transaksi perdagangan, bisnis jual beli. Dalam ayat ini Allah mengharamkan orang beriman untuk memakan, memanfaatkan, menggunakan, (dan segala bentuk transaksi lainnya) harta orang lain dengan jalan yang batil, yaitu yang tidak dibenarkan oleh syari’at. Kita boleh melakukan transaksi terhadap harta orang lain dengan jalan perdagangan dengan asas saling ridha, saling ikhlas, dan saling sepakat. Dan dalam ayat ini Allah juga melarang untuk bunuh diri, baik membunuh diri sendiri maupun saling membunuh. Dan Allah menerangkan semua ini sebagai wujud dari kasih sayang-Nya, karena Allah itu Maha Kasih Sayang kepada kita. Penetapan
109 harga jual dalam akad murabahah sebaiknya dapat dilakukan dengan menggunakan cara Rasulullah ketika melakukan perdagangan. Cara ini dapat dipakai sebagai salah satu metode Lembaga Keungan Syari’ah (LKS) dalam menentukan harga jual produk pembiayan murabahah. Cara Rasulullah dalam menentukan harga penjualan adalah menjelaskan harga belinya, berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk setiap komoditas dan berapa keuntungan wajar yang diinginkan.88
88
. Slamet Wiyono, Akuntansi Perbankan Syari‟ah, (Jakarta: PT. Grasindo, 2005), hlm. 89.