77
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP SANKSI KEJAHATAN LAYERING (HEAVY SOAPING) DALAM BENTUK FUNDS WIRE A. Analisis Sanksi Kejahatan Layering (Heavy Soaping) Dalam Bentuk Funds Wire menurut Pasal 3 Ayat 1 Huruf b UU No. 25 TAhun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Problem pelanggaran hukum atau dengan nama lain kejahatan merupakan tanggung jawab setiap unsur masyarakat. Karena selain kejahatan itu sendiri setua usia sejarah kehidupan masyarakat, juga berembrio dari konstruksi masyarakat itu sendiri. Mengingat kejahatan itu setua usia manusia, maka tingkat dan ragam kejahatan juga mengikuti realitas perkembangan manusia. Kecenderungannya terbukti, bahwa semakin maju dan modern kehidupan masyarakat, maka semakin maju dan modern pula modus operandi kejahatan yang terjadi. wajar ada sesuatu ungkapan: “kejahatan itu tua dalam usia, tapi muda
dalam berita”. Artinya sejak dulu hingga kini, orang selalu membicarakan kejahatan, mulai dari yang sederhana (kejahatan biasa) sampai sulit
77
78
pembuktiannya. Bahkan dalam sejarahnya, kejahatan sudah ada sejak Nabi Adam.1 Sejalan dengan perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbank, dewasa ini banyak bank telah menjadi sasaran utama untuk kegiatan pencucian uang disebabkan sektor inilah yang banyak menawarkan jasa-jasa instrument dalam lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul suatu dana, dengan adanya globalisasi perbankan dana hasil kejahatan mengalir atau bergerak melampaui batas yuridis Negara dengan memanfaatkan factor rahasia bank yang umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan. Melalui mekanisme ini maka dana hasil kejahatan bergerak dari suatu Negara ke Negara lain yang belum mempunyai system hukum yang cukup kuat untuk menggulangi kegiatan pencucian uang atau bahkan bergerak ke Negara yang menerapkan ketentuan rahasia bank secara sangat ketat.2 Salah satu contohnya perbuatan melawan hukum sebagai akibat kemajuan teknologi informasi dan globalisasi keuangan ini adalah kejahatan
Layering (Heavy Soaping). Kejahatan ini dilakukan dengan memisahkan, menyembunyikan, menyamarkan asal, memindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil penempatan ke tempat lain melalui
1
M. Arief Amrullah, tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering), (Malang: Bayu Media Publishing, 2004), 2 2 Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008), 3
79
serangkaian transaksi yang kompleks dan didesain untuk menyamarkan dan menghilangkan jejak sumber dana tersebut.3 Melalui funds wire (dana kawat) yang lebih dikenal dengan istilah telegraphic transfer atau TT (kiriman uang dengan kawat).4 Kejahatan ini diatur dalam pasal 3 ayat 1 huruf b UU No.25 Tahun 2003 yang sebagaimana juga ada didalam pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 yang berbunyi: (1) Setiap orang yang sengaja b. Mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu penyedia jasa keuangan ke penyedia jasa keuangan lainnya, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain, dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidanakan karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).’’5 (UU No.25 Tahun 2003) Dan didalam pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 yang berbunyi: setiap orang yang menempatkan, mentrasfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang, atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang di ketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama
3
Yusuf Saprudin, Money Loundering Kasus L/C Fiktif BNI 1946, (Jakarta: Peansil-324, 2006),
17
4
Ralona m, Kamus Istilah Ekonomi Populer,(Jakarta: Gorga Media, 2010), 145 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, (Bandung: Citra Umbara, 2003), 6-8 5
80
20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah). (UU No. Tahun 2010) Perbuatan melawan hukum yang terkandung dalam pasal 3 ayat 1 huruf b UU No. 25 Tahun 2003 dan juga ada didalam pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 ini yaitu memisahkan, menyembunyikan, menyamarkan asal, memindahan dana bisa berupa milik sendiri atau orang lain, yang didesain untuk menyamarkan dan menghilangkan jejak sumber dana tersebut. Kalau kita amati penggunaan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan setelah makin maraknya transaksi perbankan secara elektronik, antara lain berupa electronic transfer (wire transfer)6, yang sudah menjadi kebutuhan bagi para pelaku bisnis dan masyarakat dunia di era globalisasi yang modern ini. Bisa kita bandingkan kecilnya presentase untuk mengirim uang dalam jumlah besar dengan mengirim secara konvensional seperti melalui wesel, ataupun mengunakan transaksi perbankkan secara elektronik, tentunya hal ini akan sangan rentan terjadinya kejahatan layering (heavy soaping) dalam bentuk
funds wire. funds wire ini termasuk dari electronic transfer yang melakukan pemindahan dana (uang) melalui sejumlah rekening pada berbagai banyak penerima dari antar wilayah atau seluruh dunia, sehingga sulit untuk melacak asal usul dana (uang) tersebut.
6
Sutan Remy Sjahdeini, seluk beluk tindak pidana pencucian uang dan pembiayaan terorisme, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2004), 53
81
Terkait dengan paparan di atas terdapat beberapa unsur kunci dalam memahami pasal 3 ayat 1 huruf b UU No. 25 Tahun 2003 yang juga ada didalam pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 antara lain: 1. Pelaku 2. perbuatan (transaksi keuangan atau financial) dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan dari bentuknya yang tidak sah (ilegal) seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah (legal). 3. merupakan hasil tindak pidana Secara garis besar unsur pencucian uang terdiri dari: unsur objektif
(actus reus) dan unsur subjektif (mens rea). Unsur objektif (actus reus) dapat dilihat dengan adanya kegiatan menempatkan, mentransfer, membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negari, menukarkan atau perbuatan lain atas harta kekayaan (yang diketahui atau patut diduga berasal dari kejahatan). Sedangkan unsur subjektif
(mens rea) dilihat dari perbuatan seseorang yang dengan sengaja, mengetahui atau patut menduga bahwa harta kekayaan berasal dari hasil kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta tersebut. Ketentuan yang ada dalam UU No.25 Tahun 2003 dimana dalam pasal 1angka (2) sebagaimana juga ada di ketentuan UU No. 8 Tahun 2010 terkait perumusan tindak pidana pencucian uang menggunakan kata “setiap orang”
82
dimana dalam ditegaskan bahwa Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi. Sementara pengertian korporasi terdapat dalam pasal 1 angka (3). Dalam pasal ini disebutkan bahwa Korporasi adalah kumpulan orang atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Sementara itu, yang dimaksud dengan transaksi menurut ketentuan dalam Undang-undang ini adalah seluruh kegiatan yang menimbulkan hak atau kewajiban atau menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih. Transaksi keuangan yang menjadi unsur tindak pidana pencucian uang adalah transaksi keuangan yang mencurigakan atau patut dicurigai baik transaksi dalam bentuk tunai maupun melalui proses pentransferan/memindah bukukan. Transaksi Keuangan Mencurigakan menurut ketentuan yang tertuang pada pasal 1 angka (7) UU No. 25 Tahun 2003 adalah: transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan; 1. transaksi keuanggan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan 2. transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan UndangUndang ini; atau
83
3. transaksi
keuangan
yang
dilakukan
atau
batal
dilakukan
dengan
menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana Bahwa dalam pembuktian tindak pidana pencucian uang nantinya hasil tindakan pidana merupakan unsur delik yang harus dibuktikan. Pembuktian apakah benar atau tidaknya harta kekayaan tersebut merupakan hasil tindak pidana adalah dengan membuktikan adanya tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan tersebut. Bukan untuk membuktikan apakah benar telah terjadi tindak pidana asal (predicate crime) yang menghasilkan harta kekayaan. Jika semua unsur yang telah di jelaskan di atas sudah terpenuhi maka pelaku dapat dikenakan sanksi hukuman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah). Sanksi hukuman ini merupakan batas maksimal hukuman yang diberikan kepada pelaku kejahatan layering (heavy soaping) dalam bentuk funds
wire. Di dalam hukum acara pidana, dikenal lima alat bukti yang sah sebagaimana yang di atur dalam pasal 184 ayat 1 KUHP. Di luar alat-alat bukti ini, tidak dibenarkan dipergunakan sebagai alat bukti untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Hakim ketua sidang, penuntut umum, terdakwa atau penasehat
umum
terikat
dan
hanya
terbatas
hanya
diperbolehkan
mempergunakan alat bukti ini saja. Adapun alat-alat bukti yang dimaksud dalam pasal 184 ayat 1 KUHP adalah:
84
1.Keterangan Saksi 2.Keterangan Ahli 3.Surat 4.Petunjuk 5.Keterangan Terdakwa. B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Sanksi Kejahatan Layering (Heavy
Soaping) Dalam Bentuk Funds Wire menurut Pasal 3 Ayat 1 Huruf b UU No. 25 TAhun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Islam yang memiliki sifat komprehensif yaitu yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, dan sifat universal yaitu daya berlakunya tidak terbatas oleh waktu dan tempat. Di dalam Islam segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan manusia sudah terjelaskan secara terperinci melalui syariat Islam atau hukum Islam. Dengan adanya hukum Islam tersebut yang pada akhirnya dapat mencegah atau mengurangi segala kejahatan yang ada di muka bumi. Kandungan hukum yang ada dalam islam tersebut yaitu berdasarkan AlQuran dan As-Sunnah, salah satu perbuatan yang dilarang adalah melakukan suatu kejahatan yang berkaitan dengan kerusakan dan kerugian bagi setiap kehidupan dimuka bumi ini. Hal ini berdasarkan firman Allah swt dalam Q.S alAnkabut ayat 36:
85
Artinya: “dan (kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan, saudara mereka Syu'aib, Maka ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah olehmu Allah, harapkanlah (pahala) hari akhir, dan jangan kamu berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan".7 Selain firman Allah SWT diatas, kemudian kita bisa memahami bagaimana wujud dinamisasi hukum pidana Islam dalam menjawab dalam bentuk-bentuk kejahatan baru yang belum ada aturannya yang dianggap telah merusak ketenangan dan ketertiban umum dapat dituntut dan dihukum. Suatu konsep yang kemudian diikuti hukum positif karena berpegang pada asas legalitas
secara
kaku
menyebabkan
kurangnya
perlindungan
terhadap
kepentingan masyarakat. Banyak kejahatan-kejahatan baru yang tidak diatur dalam undang-undang tidak dapat dipidanakan padahal telah menggangu ketertiban masyarakat. Hal ini didasarkan bahwa
pada jarimah ta’zi>r hakim memiliki
kewenangan yang luas untuk menetapkan suatu jarimah dan hukumannya sesuai dengan tuntutan kemaslahatan. Pada jarimah ta’zi>r, al-Quran dan al-Hadis tidak menetapkan secara terperinci, baik bentuk jarimah maupun hukumannya. Oleh karena itu hakim boleh memberikan hukuman terhadap pelaku kejahatan yang
7
Al Hakim, al-Quran Dan Terjemahnya (Ayat Pojok Bergaris), (Semarang: Asy-Syifa’, 1998)
86
belum
ada
aturannya
(jarimah
ta’zi>r)
jika
tuntutan
kemaslahatan
menghendakinya. Dari sini muncul kaidah:8
ُصلَحَة َ ََالْ َت ْعزِ ْي ُر يَدُ ْو ُر مَ َع ا ْلم Artinya: Hukum ta’zi>r berlaku sesuai dengan tuntutan kemaslahatan. Berdasarkan paparan diatas, kita dapat menyimpulkan bahwa kejahatan (jarimah) yang tidak dijelaskan dalam al-Quran dan al-Hadist di kategorikan sebagai jarimah ta’zi>r yang diberikan kewenangan penetapannya kepada ulil
amri. Maka kejahatan layering (heavy soaping) dalam bentuk funds wire merupakan kejahatan yang tidak diatur dalam al-Quran dan al-Hadist serta membahayakan bagi kehidupan manusia menurut pandangan Islam. Karena dampak negatife yang timbul dari kejahatan ini sudah jelas merusak dan merugikan masyarakat dunia khususnya perekonomian Negara dan membuat semakin maraknya kejahatan yang didanai uang hasil kejahatan ini.
Jarimah dalam istilah hukum di Indonesia diartikan dengan peristiwa pidana, dan dalam Islam setiap perbuatan jarimah harus dihukum demi tegaknya keadilan dan kemaslahatan umat. Hukum tersebut diberikan agar si pelaku menjadi jera dan tidak mengulanginya lagi. Selain itu juga sebagai upaya preventif (pencegahan) bagi orang lain yang akan meniru perbuatan tersebut dan agar berfikir dua kali karena konsekuensi hukum yang diterima.
8
A. Djazuli, Fiqh Jinayah: upaya menaggulangi kejahtan dalam islam, 226
87
Pidana Islam yang memiliki arti ilmu tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang dilarang (jarimah) dan hukumannya, yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci, telah membagi macam hukumannya menjadi tiga bagian yakni, jarimah hudud, jarimah qis}a>s} dan
jarimah ta’zi>r. Jika kembali kepada kasus kejahatan layering (heavy soaping) dalam bentuk funds wire dapat disimpulkan bahwa kejahatan tersebut merupakan suatu tindak kejahatan (jarimah ta’zi>r). Pelaku pelanggaran terhadap tindak pidana dapat dijatuhi hukuman apabila telah memenuhi unsur-unsur jarimah, baik yang bersifat umum maupun unsur yang bersifat khusus. Unsur khusus untuk jarimah layering (heavy
soaping) dalam bentuk funds wire adalah: 1. Pelaku berakal karena kepintarannya dalam dunia teknologi dan globalisasi di sektor perbankan 2. Sudah mencapai usia baligh 3. Motivasi kejahatan disengaja 4. Berniat untuk menyamarkan uang haram Adapun unsur-unsur umum jarimah yaitu:9 1. Unsur formil (adanya undang-undang atau nass) 2. Unsur material (sifat melawan hukum) 3. Unsur moril (pelakunya mukallaf)
9
A. Djazuli, Fiqh Jinayah: upaya menaggulangi kejahtan dalam islam, 251
88
Kemudian dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya, bahwa jarimah
ta’zi>r merupakan jarimah yang hukumnya tidak ditetapkan baik bentuk maupun jumlahnya oleh syara’, melainkan kewenangan diberikan kepada Negara untuk menetapkannya
sesuai
dengan
tuntutan
kemaslahatan.
Untuk
bisa
mengkategorikan suatu perbuatan itu dianggap sebagai kejahatan (jarimah) dalam hal ini jarimah ta’zi>r, maka perlu kriteria sebagai berikut:10 1. Apakah perbuatan itu tidak disukai atau di benci oleh masyarakat 2. Apakah perbuatan itu mempunyai potensi untuk merongrong masyarakat keuangan (financial community) dan dapat mendatangkan korban 3. Apakah perbuatan-perbuatan itu menghambat atau menghalangi cita-cita bangsa Indonesia, sehingga membahayakan kelangsungan hidup rakyat Indonesia. Kalau kriteria diatas sudah termasuk, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan kejahatan (jarimah). Kemudian jarimah ta’zi>r ditinjau dari tindakannya (perbuatan) dibedakan ke dalam tiga kelompok, yaitu:11 1. Ta’zi>r atas maksiat 2. Ta’zi>r atas kemaslahatan umum (mashlahah al mursalah) 3. Ta’zi>r atas pelanggaran-pelanggaran
10
Sutan Remy Sjahdeini, seluk beluk tindak pidana pencucian uang dan pembiayaan terorisme, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2004),16-17 11 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 255
89
Dalam kejahatan Layering (heavy soaping) dalam bentuk funds wire bila ditinjau dari pandangan hukum Islam, maka dapat dikategorikan kepada ta’zi>r atas kemaslahatan umum (mashlahah al mursalah), karena perbuatan tersebut merupakan kejahatan (jarimah) yang tidak diatur bentuk dan jumlahnya oleh
syara’ dan nyata-nyata menggangu kemaslahatan umum. Mengenai hukuman yang dikenakan kepada pelaku kejahatan layering (heavy soaping) dalam bentuk
funds wire, ini dikenakan hukuman yang berkaitan dengan kemerdekaan yaitu berupa hukuman penjara yang dibatasi waktunya.