BAB IV ANALISIS Setelah dilakukan penarikan garis batas ZEE Indonesia - Filipina di Laut Sulawesi berdasarkan prinsip ekuidistan dan prinsip proporsionalitas, maka dapat dilakukan proses analisis sebagai berikut. 4.1Analisis Peta Dasar yang Digunakan Dalam tugas akhir ini, peta dasar yang digunakan adalah peta ZEE Indonesia no.14 dan no.15 dengan skala 1 : 1.000.000. Dengan menggunakan peta skala 1 : 1.000.000 dan mengacu pada ketetapan IHO dalam SP-44 tentang standar ketelitian pengeplotan sebesar 0,2 mm, maka akan didapatkan bahwa kesalahan sebesar 200 meter di lapangan masih dapat diterima. Padahal jika mengacu pada penentuan titik-titik dasar, pergeseran titik dasar sebesar 200 meter di lapangan akan mengakibatkan perubahan garis batas ZEE yang terbentuk dimana nantinya akan terdapat pihak-pihak yang merasa dirugikan. Dalam penjelasan tersebut dapat diartikan juga bahwa dalam peta skala 1 : 1.000.000, jarak sebesar 200 meter tidak dapat teridentifikasi pada peta dengan jelas karena masih dalam batas toleransi yang ditetapkan. Oleh sebab itu, garis nol kedalaman akan terlihat berhimpit dengan garis pantai, karena rata-rata jarak garis nol kedalaman terhadap garis pantai kurang dari 200 meter 4.2 Analisis Penentuan Titik Dasar Titik dasar yang digunakan Indonesia mengacu kepada Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal melalui PP nomor 38 tahun 2002 dan PP nomor 31 tahun 2008 dan pada peta dasar posisi dari titik dasar tersebut sudah tergambar. Sedangkan untuk titik-titik dasar negara Filipina,
dilakukan secara visual dengan untuk
menentukan titik terluar dari pulau-pulau terluar agar diperoleh garis pangkal kepulauan yang paling optimal dan tidak merugikan kedua belah pihak. Karena penentuannya dilakukan secara visual maka sangat dimungkinkan terjadinya kesalahan saat menentukan titik dasar tersebut, dikarenakan pada peta ZEE ini wilayah Filipina hanya tergambar sebagian. 41
Prinsip ekuidistan dan proporsional yang digunakan sangat bergantung pada pemilihan titik-titik dasar serta garis pangkal yang digunakan. Semakin banyak titik dasar yang digunakan, maka akan semakin banyak juga titik-titik median yang terbentuk sehingga median line yang dihasilkan akan semakin rapat. Dengan semakin rapatnya median line yang dihasilkan, maka akan mendapatkan garis batas laut yang lebih adil. Dalam penerapan prinsip ekuidistan dan proporsional dengan metode bisek, tidak semua titik dasar dapat digunakan dalam penarikan batas, karena sejumlah titik tersebut tidak menghasilkan titik belok untuk median line yang diharapkan. Yaitu median line tersebut kontinyu dari titik awal sampai titik akhir.
4.3 Analisis Prinsip dan Konsep yang Digunakan Kemudian, pada prinsip proporsional, pada perbandingan 6:4 dan 7:3 , penarikan batas ZEE memotong wilayah teritorial Filipina, di segmen timur yaitu di antara titik dasar Marore (Indonesia) dan Titik dasar Sarangani (Filipina) lokasi perpotongan dapat dilihat pada gambar 4.1 , 4.2 , dan 4.3.
Gambar 4.1: Lokasi Segmen Perpotongan Batas ZEE dan Laut Teritorial Filipina (ditandai dengan bingkai kotak). 42
Gambar 4.2: Segmen Batas ZEE Proporsional 70:30 yang berpotongan dengan Laut Teritorial Filipina.(ditandai dengan garis kuning putus-putus)
Gambar 4.3: Segmen Batas ZEE Proporsional 60:40 yang berpotongan dengan Laut Teritorial Filipina. (ditandai dengan garis orange putus-putus)
43
Sehingga untuk penyelesaian masalah ini, maka penarikan batas laut untuk kategori proporsionalitas 60:40 dan 70:30 harus disesuaikan dengan keadaan sehingga tidak dilakukan dari titik dasar melainkan ditarik dari garis laut teritorial kedua negara sperti yang dilihat pada Gambar 4.4 dan 4.5, khusus untuk segmen timur di wilayah Pulau Marore dan Pulau Sarangani, sehingga wilayah laut Filipina pada segmen tersebut juga memperoleh Zona Ekonomi Eksklusif. Dalam penetapan batas laut prinsip ekuidistan dengan konsep bisek dan
lingkaran, tidak ditemui masalah
perpotongan garis batas ZEE dengan laut teritorial.sehingga untuk segmen yang berpotongan ini, penarikan proporsi batas dilakukan tidak dilakukan dari titik dasar dan garis pangkal, melainkan dari laut teritorial.
Gambar 4.4: Segmen batas ZEE proporsional 60:40 yang ditarik dari laut teritorial
Gambar 4.5: Segmen batas ZEE proporsional 70:30 yang ditarik dari laut teritorial
44
4.4 Analisis Proporsi Luas Zona Ekonomi Eksklusif Dari hasil yang didapat dari penggambaran, bahwa hasil luas ZEE yang diperoleh dari keempat prinsip tersebut bahwa terdapat perbedaan dari rasio prinsip yang digunakan dengan rasio dari hasil luas ZEE yang diperoleh, hal ini dapat dikaitkan pada poin analisis sebelumnya, yaitu faktor skala, pemilihan penarikan titik dasar, penyesuaian segmen yang berpotongan antara ZEE dan laut teritorial. Tabel 4.1: Luas ZEE dan Rasio Luas ZEE Prinsip
Luas ZEE INA
Luas ZEE PHI
Rasio Luas
(Km2)
(Km2)
Ekuidistan Lingkaran
160527,44
146770.854
52.2 : 47.8
Ekuidistan Bisek
162825,844
144472.45
52.9 : 47.1
Proporsional Bisek 60:40
184489,299
122808.995
60,003 : 39,997
Proporsional Bisek 70:30
204279,381
103018.913
66.5 : 33.5
Dari tabel 4.1 juga dapat dilihat bahwa pada Prinsip Ekuidistan dengan dua konsep yang berbeda yaitu konsep lingkaran dan konsep bisek menghasilkan rasio luas yang berbeda, walaupun rasio yang digunakan dalam prinsip ekuidistan adalah sama (50:50), namun prinsip ekuidistan metode lingkaran memberikan rasio yang lebih mendekati rasio ideal prinsip ekuidistan yang digunakan (50:50).
45