65
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 POPULASI DAN SAMPLING Populasi target penelitian ini adalah seluruh siswa SLTP Negeri 4 Busungbiu dan populasi terjangkaunya adalah seluruh siswa kelas I yang ada di SLTP Negeri 4 Busungbiu tahun ajaran 2002/2003. Teknik Sampling yang digunakan adalah Cluster Random Sampling. Cluster Random Sampling adalah teknik memilih sebuah sampel dari kelompok-kelompok unit yang kecil. Populasi dari cluster merupakan subpopulasi dari total populasi. Pengelompokan secara cluster menghasilkan unit elementer yang heterogen seperti halnya populasi sendiri (Nazir, 1988:366). Langkah-langkah penentuan sampel adalah sebagai berikut. Pada tahap pertama, dipilih dua kelas secara random dari tiga kelas I pada SLTPN 4 Busungbiu sebagai kelompok kontrol dan eksperimen. Ketiga kelas memiliki kemampuan yang relatif sama. Hal ini dapat dilihat dari masukan rerata NEM siswa dan nilai rerata kelas pada raport semester I untuk mata pelajaran IPA. Pada tahap kedua, masingmasing kelompok dipilah menjadi dua yaitu kelompok yang beranggotakan siswa yang memiliki penalaran formal tinggi dan kelompok yang beranggotakan siswa yang memiliki penalaran formal rendah. Penentuan penalaran formal dilakukan dengan menggunakan tes penalaran formal yang diadaptasi dari teori Piaget dan Inhelder. Skor yang diperoleh dari tes penalaran formal kemudian dirangking. Sebanyak 27 % kelompok atas dinyatakan sebagai kelompok yang memiliki penalaran formal tinggi sedangkan 27 % kelompok
66
bawah dinyatakan sebagai kelompok yang memiliki penalaran formal rendah. Pengambilan masing-masing 27 % kelompok atas dan kelompok bawah untuk memilah penalaran formal didasarkan pada anjuran Guilford (Guilford, 1954 : 425). Penentuan kelompok yang memiliki penalaran formal tinggi dan rendah dilakukan berdasarkan pada pertimbangan : (1) penalaran formal bersifat kontinu, (2) kecenderungan penalaran formal individu mengarah pada salah satu kutub, (3) individu yang memiliki penalaran formal tinggi cenderung memperoleh skor tes penalaran formal yang lebih tinggi daripada individu yang memiliki penalaran formal rendah. Sampel yang memiliki skor penalaran formal di sektor rata-rata tidak diambil sebagai sampel karena kurang bisa mengidentifikasi kecenderungan apakah anggota sampel tersebut termasuk penalaran formal tinggi atau rendah. Komposisi anggota sampel penelitian menurut perlakuan yang akan diberikan, diikthisarkan pada tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1 Komposisi Anggota Sampel VARIABEL PENALARAN
MODEL
MODEL
TOTAL
KONSTRUKTIVIS
KONVENSIONAL
9
9
18
9
9
18
18
18
36
TINGGI PENALARAN RENDAH TOTAL
67
3.2 VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.2.1 Variabel Penelitian Penelitian eksperimen ini melibatkan beberapa variabel yang dapat dikelompokkan sebagai berikut. a. Variabel Terikat ( Y ) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah miskonsepsi siswa. b. Variabel Bebas ( X ) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model belajar konstruktivis yang dikenakan
pada
kelompok
eksperimen,
sedangkan
kelompok
kontrol
menggunakan model belajar konvensional. c. Variabel Moderator Variabel moderator dalam penelitian ini adalah penalaran formal siswa. Penggunaan penalaran formal sebagai variabel moderator dimaksudkan untuk menganalisis efek lugas (simple effect) model belajar konstruktivis terhadap masing-masing stratum penalaran formal serta interaksi antara penalaran formal dan model belajar. 3.2.2. Definisi Operasional Untuk menggambarkan secara lebih operasional variabel dalam penelitian ini, berikut dikemukakan definisi operasional masing-masing variabel tersebut. a. Model Belajar Konvensional Model belajar konvensional adalah model belajar yang tidak dilandasi oleh paham konstruktivisme, titik tolak pembelajaran tidak dimulai dari pengetahuan awal yang dimiliki siswa (prior knowledge). Pembelajaran dimulai dari penyajian
68
informasi, pemberian ilustrasi dan contoh soal, latihan soal-soal sampai pada akhirnya guru merasakan apa yang diajarkan telah dimengerti oleh siswa. b. Model Belajar Konstruktivis Model belajar konstruktivis adalah model belajar yang titik tolaknya didasarkan pada konsepsi yang dimiliki oleh siswa (prior knowledge). Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan mengadakan konflik kognitif dan diskusi kelas untuk mereduksi miskonsepsi yang muncul pada siswa. Keberhasilan pembelajaran terletak pada kemampuan siswa dalam merubah miskonsepsi menuju konsepsi ilmiah. c. Miskonsepsi Siswa Miskonsepsi siswa adalah konsepsi siswa yang tidak cocok dengan konsepsi ilmiah, hanya dapat ditemukan dalam kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk kasus-kasus lainnya serta tidak dapat digeneralisasi. Konsepsi tersebut
pada
umumnya dibangun secara intuitif dalam upaya memberi makna terhadap dunia pengalaman mereka sehari-hari. Miskonsepsi dinyatakan dengan skor yang diperoleh siswa dari ketidakmampuannya dalam memahami konsep dan prinsip IPA secara ilmiah yang diukur dengan tes diagnostik. Data yang terkumpul untuk ubahan ini dalam peringkat interval. d. Penalaran Formal Penalaran Formal adalah kapasitas siswa untuk melakukan operasi-operasi formal yang meliputi : berpikir kombinatorial, berpikir proporsi, berpikir koordinasi, berpikir keseimbangan mekanik, berpikir probabilitas, berpikir korelasi, berpikir kompensasi dan berpikir konservasi. Penalaran Formal siswa diukur dengan Tes Penalaran Formal, data yang terkumpul untuk ubahan ini dalam peringkat interval.
69
3.3 RANCANGAN PENELITIAN Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non Random Pre-tes Post-test Control Group. Dalam rancangan ini, pengambilan subyek tidak dilakukan secara rambang. Rancangan ini dipilih karena selama eksperimen tidak memungkinkan untuk mengubah kelas yang telah ada. Pra tes digunakan untuk menyetarakan pengetahuan awal kedua kelompok sedangkan post tes digunakan untuk mengukur miskonsepsi siswa setelah diberi perlakuan (Campbell 1966 : 47). Rancangan eksperimennya disajikan pada tabel 3.2 berikut. Tabel 3.2 Rancangan Eksperimen Kelompok
Pra Tes
Treatment
Post Tes
Eksperimen
T1
X
T2
Kontrol
T1
0
T2
Keterangan : X = model belajar konstruktivis T2 = post tes (tes diagnostik) Rancangan analisis penelitian ini adalah rancangan faktorial 2X2. Faktor pemilahnya adalah variabel moderator penalaran formal siswa. Pemilahan dibagi atas dua tingkatan yaitu penalaran formal di atas rata-rata kelompok (27 % dari atas) dan di bawah rata-rata kelompok (27 % dari bawah ) setelah data diurutkan dari yang paling besar ke yang paling kecil. Dengan pemilahan ini diharapkan dapat menambah kecermatan penelitian ini. Dalam pelaksanaan penelitian ini, pemisahan tingkat penalaran formal siswa bersifat semu artinya dalam kegiatan eksperimen, para siswa tidak dipisahkan secara nyata antara yang memiliki tingkat penalaran formal di atas dan di bawah rata-rata kelompok.
70
Tabel 3.3 Rancangan Analisis Faktorial 2 x 2 MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVIS PENALARAN FORMAL
KONVENSIONAL
TINGGI
A1
B1
A2
B1
RENDAH
A1
B2
A2
B2
keterangan : A1 = Model Belajar Konstruktivis A2 = Model Belajar Konvensional B1 = Penalaran Formal Tinggi
B2 = Penalaran Formal Rendah
Tabel 3.3 menyatakan bahwa penelitian ini akan memberikan perlakuan dalam pembelajaran melalui dua model yaitu konstruktivis untuk kelas eksperimen dan konvensional untuk kelas kontrol yang akan menunjukkan bagaimana miskonsepsi siswa dapat direduksi dalam pelajaran fisika setelah menerima perlakuan tersebut. Pada masing-masing kelas terdapat kelompok yang memiliki penalaran tinggi dan rendah. Dengan demikian ada 4 kelompok yaitu : (1) siswa yang diberikan model pembelajaran konstruktivis untuk penalaran formal tinggi, (2). siswa yang diberikan model pembelajaran konstruktivis untuk penalaran formal rendah, (3) siswa yang diberikan model pembelajaran konvensional untuk penalaran formal tinggi dan (4) siswa yang diberikan model pembelajaran konvensional untuk penalaran formal rendah. Pengontrolan validitas dilakukan agar hasil eksperimen benar-benar sebagai akibat dari pengaruh perlakuan. Ada dua belas faktor penyebab rendahnya validitas internal suatu penelitian (Campbell : 1966 : 5-6), yaitu : (1) faktor sejarah, (2) proses kematangan (3) testing, (4) instrumen pengukuran, (5) regresi statistik, (6) seleksi subyek, (7) mortalitas pada eksperimen, (8) interaksi antara pemilihan dan
71
kematangan, (9) efek interaksi testing, (10) efek interaksi dari bias seleksi dan variabel eksperimen, (11) efek reaksi terhadap perencanaan / persiapan eksperimen, (12) perlakuan ganda. Faktor sejarah dalam penelitian ini telah dikendalikan dengan melaksanakan post tes waktunya serentak antara kelompok kontrol dan eksperimen. Instrumen dikontrol dengan memberikan instrumen yang valid dan reliabel untuk mengetahui penalaran formal dan miskonsepsi siswa dalam mata pelajaran fisika. Pada penelitian ini dilakukan pengambilan kelompok kontrol, maka tindakan ini telah mampu mengendalikan faktor sejarah, kematangan, testing dan instrumentasi. Sedangkan
dengan
menggunakan
rancangan
post-tes
memungkinkan
untuk
mengendalikan faktor kematangan subyek. Selama penelitian ini dilaksanakan tidak ada siswa yang mengundurkan diri sehingga faktor mortalitas dapat dikendalikan. Untuk meningkatkan validitas eksternal penelitian ditempuh langkah-langkah sebagai berikut : (1) pemilihan kelompok diambil secara random, dalam hal ini kelompok eksperimen dan kontrol telah memiliki kesetaraan karena berasal dari masukan siswa yang memiliki rerata NEM siswa dan nilai rerata kelas pada raport semester I untuk mata pelajaran IPA relatif sama, (2) uji perbedaan pra tes antara kelas eksperimen dan kontrol dilakukan untuk melihat sejauh mana kesetaraan antara kelas eksperimen dan kontrol, hasil analisis dengan uji-t menunjukkan bahwa antara kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berbeda secara signifikan (hasil selengkapnya disajikan pada lampiran IV),
(3) selama pelaksanaan eksperimen
diusahakan tidak diketahui atau disadari oleh siswa karena dilaksanakan sesuai dengan pembelajaran rutin, hal ini dilakukan guna menghindari perubahan sikap pada
72
saat diberi perlakuan, (4) selama eksperimen berlangsung diharapkan tidak terjadi peristiwa atau kejadian khusus yang mengganggu jalannya eksperimen. Dengan pengambilan langkah tersebut maka validitas internal dan eksternal penelitian ini dapat dipenuhi sehingga hasil penelitian dapat digeneralisasi pada populasi. 3.4 METODE PENGUMPULAN DATA DAN INSTRUMEN Dalam penelitian ini digunakan enam macam instrumen yang meliputi : (a) instrumen yang berfungsi sebagai pendukung pembelajaran dalam kelas yaitu guru fisika, satuan pelajaran dan modul strategi pengubahan konsepsi, (b) instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel moderator yaitu tes penalaran formal, dan (c) instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel terikat yaitu tes diagnostik dan pedoman interview klinis siswa. 1. Guru fisika Pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen maupun kontrol dilakukan oleh guru pada sekolah tersebut. Hal ini dilakukan agar rancangan pembelajaran yang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan untuk menjaga validitas eksternal dari penelitian ini. Pembelajaran dilaksanakan secara rutin sehingga proses penelitian tidak diketahui atau disadari oleh siswa. Hal ini dilakukan guna menghindari perubahan sikap pada saat diberi perlakuan. 2. Satuan Pelajaran Satuan pelajaran yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada Kurikulum Berbasis Kompetensi mata pelajaran fisika tahun 2001 dari Pusat Kurikulum yang meliputi pokok bahasan tekanan. Satuan pelajaran untuk pokok bahasan tekanan ini disajikan dengan alokasi waktu (16 jam pelajaran ). Sistematika satuan pelajaran
73
ini meliputi : 1) kompetensi dasar, 2) indikator pencapaian hasil belajar, 3) materi pokok, 4) proses pembelajaran yang meliputi pendekatan, metoda, dan langkahlangkah pembelajaran, (5) alat dan sumber belajar, (6) evaluasi. 3. Modul Strategi Pengubahan Miskonsepsi Modul ini adalah modul kecil yang terdiri dari uraian materi yang memuat konsep-konsep esensial yang mengacu pada konsepsi awal siswa yang telah dijaring sebelum pembelajaran dilaksanakan. Hasil penjaringan diperoleh melalui interview klinis, peta konsep dan tes awal. Dengan berpedoman pada pra konsepsi ini, siswa diharapkan merasa lebih mudah dalam mereduksi miskonsepsinya menuju konsepsi ilmiah. Sistematika penulisan modul ini meliputi : (1) uraian yang berisi miskonsepsimiskonsepsi yang telah menghinggapi struktur kognitif siswa, (2) uraian ringkas konsep-konsep esensial untuk materi tekanan, (3) kegiatan eksperimen sederhana untuk mengcounter miskonsepsi siswa yang sifatnya sangat resistan, (4) evaluasi. 4. Tes Diagnostik Tes diagnostik ini disusun oleh peneliti dengan berpedoman pada Kurikulum Berbasis Kompetensi mata pejaran fisika tahun 2001 dari Pusat Kurikulum. Tipe soal adalah pilihan ganda. Tes ini digunakan sebagai tes awal untuk melihat prior knowledge siswa dan tes akhir untuk mengetahui perbedaan miskonsepsi kelompok kontrol dan eksperimen. Melalui alat ini diharapkan dapat mengungkapkan data penguasaan siswa terhadap konsep-konsep fisika untuk pokok bahasan tekanan. Ranah kognitif yang diukur mengikuti taksonomi Bloom yang meliputi ingatan (c1), pemahaman (c2) dan aplikasi (c3). Untuk menjamin validitas isi (content validity) dilakukan dengan menyusun kisi-kisi soal, sehingga akan tersusun secara proporsional
74
Tabel 3.4 Kisi-kisi Tes Diagnostik TOPIK/ JAM PEL
SUB TOPIK
INDIKATOR
DIMENSI
JML ITEM
NO SOAL
1
1
1
1
1
2
2
2
3, 4
3
4
5, 6, 7
C1 Tekanan
Siswa diharapkan dapat :
Pada
1. Menjelaskan faktor - faktor
Zat
yang mempengaruhi berat suatu
Padat
benda. 2. Menyebutkan pengertian berat
C2
C3
suatu benda. 3. Menjelaskan faktor- faktor yang mempengaruhi besarnya tekan an pada zat padat. TEKANAN ( 16 J P ) Tekanan
Siswa diharapkan dapat :
Pada
1.
Menjelaskan hubungan massa
Zat
jenis dengan konsep terapung,
Cair
melayang dan tenggelam. 2. 3.
Menyebutkan sifat tekanan zat
1 1
4
6
cair dalam ruang terbuka
1
Menjelaskan terjadinya gejala-
1
gejala berkaitan dengan
18 8,9,10,11 12,15 2
1
13 14
hukum Pascal 4.
Menjelaskan prilaku-prilaku
2
2
16,17
2
4
19,20,21
zat cair dalam bejana berhubungan. 5.
Menyebutkan peristiwa
1
berkaitan dengan hukum
1
27
archimedes. 6.
Menjelaskan faktor-faktor
4
5
yang mempengaruhi besarnya gaya Archimedes.
22,23,24, 26
1
25
75
Tekanan
Siswa diharapkan dapat :
Pada
1.
Menjelaskan peristiwa-
Zat
peristiwa berkaitan dengan
Gas
tekanan pada zat gas. 2.
28,29, 1
4
2
7
30,31, 32, 34, 36
Menjelaskan hubungan
1
ketinggian tempat dengan
2
1
35 37
tekanan udara. 3.
Melakukan kegiatan yang
2
1
1
4
menunjuk hubungan tekanan
33, 40 38,39
dan volume berkaitan dengan hukum Boyle. JUMLAH
7
24
9
40
40
Cara pemberian skor terhadap jawaban siswa untuk setiap butir soal adalah sebagai berikut. Jika siswa tidak menjawab atau jawaban siswa salah diberi skor 0. Skor 1 diberikan bila jawaban siswa benar. Sebelum instrumen ini digunakan maka diteliti dulu kualitasnya melalui uji coba. Kualitas instrumen ditunjukkan oleh kesahihan dan keterandalannya dalam mengungkapkan apa yang akan diukur. Syaratsyarat tes yang baik paling sedikit memiliki : validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda. Validitas tes adalah ketepatan alat ukur dengan apa yang hendak diukur (Sutrisnohadi, 1991:1). Reliabilitas tes adalah kemampuan mempertahankan kestabilan / kemantapan, keterpercayaan dan ketepatan dari suatu ramalan ( Kerlinger, 1973 : 709 ). Selain memenuhi validitas dan reliabilitas, suatu tes juga harus memiliki daya pembeda dan keseimbangan dari tingkat kesulitan soal tersebut, yaitu adanya soal-soal yang mudah, sedang dan sukar secara proporsional.
76
Sebelum instrumen ini digunakan maka diteliti dulu kualitasnya melalui uji coba. Kualitas instrumen ditunjukkan oleh kesahihan (validitas) dan keterandalannya (reliabilitas) dalam mengungkapkan apa yang akan diukur Untuk mengetahui validitas butir soal digunakan korelasi point biserial (rpbis), sedangkan reliabilitas menggunakan KR-20. Rumus KR-20 digunakan karena masing-masing butir soal memiliki tingkat kesukaran yang relatif sama. Rumus-rumus yang digunakan untuk perhitungan adalah sebagai berikut : ♦ Korelasi Point Biserial (rpbis) (x p − x t ) p st q
rpbis = Dimana :
(Sutrino Hadi, 1991:38)
Xp = rata-rata skor testi yang menjawab Xt = rata-rata skor total untuk semua testi st = simpangan baku skor total setiap testi p = proporsi testi yang dapat menjawab benar butir soal yang bersangkutan q =1–p
♦ KR-20 KR-20
Dimana :
2 k SDt − ∑ (pq ) = k − 1 SDt 2
(Guilford, 1973 : 416)
k = banyaknya butir soal p = proporsi peserta tes yang menjawab dengan benar. q= 1–p
77
Untuk menganalisis daya beda butir soal digunakan rumus : ULI = Dimana :
RU − RL f
( Dantes, 2001 : 8)
ULI = Upper Low Indek Ru
= Banyaknya subyek kelompok atas yang menjawab benar
RL = Banyaknya subyek kelompok bawah yang menjawab benar f
= Banyaknya masing-masing golongan
Kriteria : daya beda yang baik berkisar antara 0.4 – 0.8 Sedangkan untuk uji tingkat kesukaran dicari dengan rumus : DK =
WL + WH X 100% nL + nH
(Nurkancana, 1992 : 157)
dimana : DK = derajat kesukaran nL = jumlah kelompok bawah nH = jumlah kelompok atas Kriteria : tingkat kesukaran yang baik berkisar antara 25% – 75%
5. Tes Penalaran Formal Seperti yang telah dikemukakan bahwa penalaran formal siswa adalah kapasitas siswa untuk melakukan operasi-operasi formal yang meliputi : berpikir kombinatorial, berpikir proporsi, berpikir koordinasi, berpikir keseimbangan mekanik, berpikir probabilitas, berpikir korelasi, berpikir kompensasi dan berpikir konservasi. Untuk mengukur penalaran formal siswa diberikan tes yang disusun berdasarkan indikator-indikator yang diambil dari delapan aspek penalaran formal
78
yang diadaptasi dari teori Piaget dan Inhelder. Indikator tersebut meliputi : penalaran kombinatorial, proporsi, koordinasi, keseimbangan mekanik, probability, korelasi, kompensasi dan konservasi (Travers, 1982 : 294 - 296). Soal tersebut berbentuk pilihan ganda dengan jumlah option 4 buah. Bobot yang soal yang dijawab benar = 1 dan yang dijawab salah = 0, dengan alokasi waktu selama 90 menit dengan jumlah soal sebanyak 33 buah. Melalui tes ini diharapkan mampu mengungkap kemampuan berpikir yang dimiliki siswa dalam berpikir abstrak dan sistematis terhadap suatu obyek. Untuk menjamin validitas isi (content validity) dilakukan dengan menyusun kisi-kisi, sehingga masing-masing sub pokok bahasan tersusun secara proporsional. Kisi-kisi soal dapat dilihat pada tabel 3.5.
Tabel 3.5 Kisi –Kisi Soal Penalaran Formal
VAR
INDIKATOR
ALAT
SKALA
SUMBER
JML
BUTIR
UKUR
PENGU-
DATA
ITEM
TES
Kombinatorial
5
1,2,3,4,5
Proporsi (analogi)
4
6,7,8,9
Koordinasi
4
10,11,12,13
5
14,15,16,
KURAN
PENALARAN
Keseimbangan
TES
SISWA
VAL
Mekanik FORMAL
INTER-
17,18
Probabilitas
3
19,.20,21
Korelasi
5
22,23,24,25,26
Kompensasi
3
27,28,29
Konservasi
4
30,31,32,33
JUMLAH
33
79
Sebelum instrumen ini digunakan maka diteliti dulu kualitasnya melalui uji coba. Kualitas instrumen ditunjukkan oleh kesahihan (validitas) dan keterandalannya (reliabilitas) dalam mengungkapkan apa yang akan diukur Untuk mengetahui validitas butir soal digunakan korelasi point biserial (rpbis), sedangkan reliabilitas menggunakan KR-20. Rumus KR-20 digunakan karena masing-masing butir soal memiliki tingkat kesukaran yang relatif sama. Rumus-rumus yang digunakan untuk perhitungan adalah sebagai berikut : ♦ Korelasi Point Biserial (rpbis) rpbis = Dimana :
( x p − xt ) p (Sutrino Hadi, 1991:38) st q Xp = rata-rata skor testi yang menjawab benar
Xt = rata-rata skor total untuk semua testi st = simpangan baku skor total setiap testi p = proporsi testi yang dapat menjawab benar butir soal yang bersangkutan q = 1 –p ♦ KR-20 2 k SDt − ∑ (pq ) KR-20 = k − 1 SDt 2
Dimana :
(Guilford, 1973 : 416)
k = banyaknya butir soal p = proporsi peserta tes yang menjawab benar soal yang bersangkutan q = 1 –p
80
Untuk menganalisis daya beda butir soal digunakan rumus : ULI =
RU − RL f
( Dantes, 2001 : 8)
Dimana : ULI = Upper Low Indek Ru = Banyaknya subyek kelompok atas yang menjawab benar RL = Banyaknya subyek kelompok bawah yang menjawab benar f
= Banyaknya masing-masing golongan
Kriteria : daya beda yang baik berkisar antara 0.4 – 0.8
Sedangkan untuk uji tingkat kesukaran dicari dengan rumus : DK =
WL + WH X 100% nL + nH
(Nurkancana, 1992 : 157)
dimana : DK = derajat kesukaran nL = jumlah kelompok bawah nH = jumlah kelompok atas Kriteria : tingkat kesukaran yang baik berkisar antara 25% – 75%
81
6. Pedoman interview klinis siswa Pedoman ini dibuat untuk menjaring konsepsi awal siswa berkaitan dengan pokok bahasan tekanan secara lebih mendalam. Pedoman interview klinis ini dilaksanakan setelah diadakan pra tes tetapi sebelum pembelajaran dilaksanakan. Langkah-langkah dalam pelaksanaan interview klinis ini dengan memanggil secara random 5 orang siswa pada kelas eksperimen untuk diwawancarai secara mendalam berkaitan dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Hal ini dilakukan untuk mengkonfrontasi dengan hasil yang dikerjakannya pada saat pra tes dilaksanakan. Pelaksanaan interview klinis ini tidak dilaksanakan di kelas tetapi menggunakan ruangan khusus agar siswa memberikan jawaban secara lugas dan terbuka. Hasil interview klinis ini akan menunjukkan tingkat kekonsistenan miskonsepsi yang menghinggapi struktur kognitif siswa. Selanjutnya hasil ini digunakan untuk merancang program pembelajaran. 3.5 METODE ANALISIS DATA 3.5.1 Uji Prasyaratan Analisis Uji normalitas dilakukan terhadap data miskonsepsi yang diberikan model pembelajaran konstruktivis baik secara keseluruhan maupun berdasarkan penalaran siswa. Uji normalitas data tersebut menggunakan uji Lilliefors terhadap enam kelompok data. Kelompok pertama adalah data miskonsepsi siswa dengan yang mengikuti model konstruktivis. Kelompok kedua, data miskonsepsi yang memiliki penalaran formal tinggi yang mengikuti model konstruktivis. Kelompok ketiga, data miskonsepsi yang memiliki penalaran formal rendah yang mengikuti model
82
konstruktivis. Kelompok keempat, data
miskonsepsi yang mengikuti model
konvensional. Kelompok kelima, data miskonsepsi yang memiliki penalaran formal tinggi yang mengikuti model konvensional. Kelompok keenam, data miskonsepsi yang memiliki penalaran formal rendah yang mengikuti model konvensional. Harga L hitung yang diperoleh dikonsultasikan dengan harga L tabel dengan mengambil; taraf signifikansi 5 %. Jika harga L hitung yang diperoleh lebih kecil dari harga L tabel maka sebaran frekwensi skor variabel tersebut adalah normal. Untuk menguji homogenitas varian antar kelompok digunakan uji Bartlett. Uji Bartlett dilakukan terhadap empat kelompok data. Kiteria pengujian varians homogen jika χ2 hitung < χ2 tabel pada taraf signifikansi 5 % dengan derajat kebebasan (k – 1). ( Sujana , 1982 : 262). Ringkasan uji Bartlett disajikan pada tabel 3.6. Tabel 3.6 Ringkasan Uji Bartlett
Sampel ke-
dk
1/dk
Si2
log Si2
dk log Si2
1
ni - 1
1/(ni – 1)
Si2
log Si2
(ni – 1) log Si2
k
nk - 1
1/ ( nk – 1)
Sk2
log Sk2
( nk –1 ) log Sk2
83
3.5.2 Uji Hipotesis Data tentang prior knowledge dan miskonsepsi yang muncul pada diri siswa dan perubahannya setelah diberikan pembelajaran dideskripsikan secara naratif dan dianalisis secara deskriptif dengan persentase. Hipotesis pertama yang menyatakan proporsi penurunan miskonsepsi siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konstruktivis lebih besar daripada siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model konvensional diuji dengan uji perbedaan proporsi dengan uji Z satu pihak. Rumus perbedaan proporsi dinyatakan dengan rumusan : Z =
( x1 / n1) − ( x 2 / n 2 ) pq {1 / n1) + (1 / n 2 )}
(Sudjana, 1982 : 246)
dimana : x1/n1 = proporsi peristiwa 1 p = (x1 + x2) / (n1+ n2)
x2/n2 = proporsi peristiwa 2 q = 1 –p
Harga Z hitung yang diperoleh dikonsultasikan dengan harga Z pada tabel dengan mengambil; taraf signifikansi 5 %. Kriteria penerimaan jika harga Z hitung yang diperoleh lebih besar dari harga Z tabel. Teknik analisis data yang digunakan untuk pengujian hipotesis kedua sampai kelima adalah dengan teknik analisis varians (anava) dua jalur. Dasar pemikiran teknik anava adalah variansi total semua subjek dalam suatu eksperimen dapat dianalisis menjadi dua sumber yaitu varians antar kelompok dan varians dalam kelompok. Anava dua jalur dapat digunakan untuk menguji perbedaan dua mean atau lebih.
84
Penelitian ini menguji perbedaan antara dua kelompok dengan perlakuan dua jenis model pembelajaran. Di samping itu kedua kelompok siswa dibedakan antara siswa yang memiliki penalaran formal tinggi dan siswa yang memiliki penalaran formal rendah. Melalui teknik anava dua jalur dalam penelitian ini, diharapkan dapat menemukan perbedaan miskonsepsi dalam pelajaran fisika yang diberikan dengan model pembelajaran konstruktivis dan model pembelajaran konvensional. Kemudian dilanjutkan dengan uji-t satu ekor untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran mana yang lebih tinggi antara model pembelajaran konstruktivis dan model pembelajaran konvensional. Pengujian signifikansinya dilakukan dengan rumus berikut : FAB =
RK AB RK dal
(Dantes, 1986 : 23)
Kriteria penolakan Ho : Tolak Ho jika FAB > F (I-1)(J-1) ; IJ(K-1) ; α dimana : RKAB = JKAB / dbAB
(rerata kuadrat interaksi)
RKdal = JKdal / db dal
(rerata kuadrat dalam)
JKAB = jumlah kuadrat interaksi JKD = jumlah kuadrat sesatan
85
Perhitungan-perhitungan dalam analisis variansi dua jalur dapat diringkas dalam tabel 3.7 ( Dantes, 1986: 23 ). Tabel 3.7 Ringkasan Anava Dua Jalur SV
JK
db
RK
F
Antar A
JKA
a-1
JKA / dbA
RKant/RKdal
Antar B
JKB
b-1
JKB / dbB
RKB / RKdal
Interaksi AB
JKAB
dbA X dbB
JKAB / dbAB
RKAB / RKdal
Dalam
JKD
N-ab
JKdal / dbdal
-
Total
JKTOT
N-1
Selanjutnya analisis dilanjutkan dengan uji Tukey. Uji Tukey dilakukan untuk mengetahui keunggulan salah satu model belajar dalam mereduksi miskonsepsi siswa yang : (a) memiliki penalaran formal tinggi dan diberikan model pembelajaran konstruktivis dan model pembelajaran konvensional. (b) memiliki penalaran formal rendah dan diberikan model pembelajaran konstruktivis dan model pembelajaran konvensional dengan taraf signifikansi α= 0.05. Uji ini hanya berlaku untuk dua kelompok yang sama banyak datanya dengan rumus :
Q=
Xi − X j RKD n
Kriteria pengujian : tolak Ho bila Q hitung > Q tabel (α, db).
(Santosa Murwani, 1999 : 69)