BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Paradigma Penelitian Secara umum, paradigma merupakan landasan atau pijakan dalam membangun sebuah teori. Pada dasarnya, penelitian dilakukan guna meraih suatu jawaban atas suatu fenomena yang terjadi. Maka, dalam melakukan penelitian tersebut, seorang peneliti membutuhkan suatu landasan berpijak yang akan membedakan antara suatu penelitian dengan penelitian lainnya, walaupun objek yang diteliti tersebut sama. Dalam hal ini penulis menggunakan paradigma kritis. Paradigma kritis. adalah semua teori sosial yang mempunyai maksud dan implikasi praktis dan berpengaruh terhadap perubahan sosial. Paradigma ini tidak sekedar melakukan kritik terhadap ketidakadilan sistem yang dominan yaitu sistem sosial kapitalisme, melainkan suatu paradigma untuk mengubah sistem dan struktur tersebut menjadi lebih adil. Paradigma komunikasi kritis sangat berperan menyadarkan kita, karenanya perlu perenungan tentang moralitas ilmu dan penelitian sosial-komunikasi. Karena teori dan penelitian ilmu komunikasi sangat berpengaruh terhadap praktek perubahan sosial, maka paradigma ilmu dan penelitian komunikasi merupakan faktor penting dalam menentukan arah perubahan sosial ke depan. Pandangan ilmu komunikasi kritis ini menempatkan rakyat sebagi subjek utama perubahan sosial dan rakyat haruslah diletakkan
71
sebagai pusat proses perubahan dan penciptaan serta mengontrol pengetahuan itu sendiri. Jadi dalam hal ini, paradigma kritis boleh dikatakan memiliki dimensi aksi dan politis. Karena menurut paradigma ini tidak mungkin memisahkan antara teori sosial dan aksi politik, hal merupakan konsekuensi asumsi yang ketiga dimilikinya. Disinilah nantinya peran ilmu komunikasi seharusnya mampu memungkinkan setiap orang untuk memberikan partisipasi dan kontribusinya masing-masing dalam perubahan sosial kemasyarakatanbaik tingkat lokal maupun global.
3.2 Metode Penelitian Metode penelitian pada penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian bersifat deskriptif dan analisis semiotika. Melalui penelitian kualitatif peneliti dapat mengenali subyek dan merasakan apa yang mereka alami dalam kehidupan sehari-hari. Sifat penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tujuan memahami fenomena sosial dengan gambaran dan pemahaman secara mendalam. Roland Barthes mengartikan “suara-suara yang bersifat mitos, pengetahuan dan sejarah. Jika peneliti merencanakan teori, arah penyusunan dalam hal ini menyusun atau membuat gambaran akan makin menjadi jelas”1 Riset kualitatif bertujuan untuk menjelaskan “fenomena dengan sedalamdalamnya. Riset ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau sampling. Jika
1
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi, PT. Remadja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal. 11
72
data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya”.2 Jadi disini yang lebih penting adalah kedalaman kualitas data bukan kuantitas data. “Sedangkan checking the validity berhubungan dengan evaluasi awal dari kegiatan penelitian dilapangan, yaitu penuh perhatian terhadap situasi penelitian (seperti tempat, waktu dan persiapan informan yang hendak ditemui), masalah penelitian dan ada data yang akan di gunakan”3 Penelitian kualitatif memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. “Data yang diperoleh secara langsung dari lapangan, dan bukan dari laboratorium atau penelitian yang terkontrol 2. Penggalian data dilakukan secara alamiah, melakukan kunjungan pada situasi alamiah subjek dan 3. Untuk memperoleh makna baru dalam membentuk kategori-kategori jawaban, periset wajib mengembangkan situasi dialogis sebagai situasi ilmiah”4 Dengan demikian, penelitian ini
berusaha
mendeskripsikan atau
menjelaskan makna-makna yang terdapat di iklan yang menjadi objek penelitian. Jenis penelitian ini dipilih karena penelitian ini berhubungan dengan proses interpretasi tanda-tanda, symbol dan makna yang terdapat pada tampilan iklan. Pada setiap proses penafsiran tanda-tanda yang dilakukan seseorang pasti akan berbeda penafsirannya dengan orang lain. Ini dikarenakan sebagai seorang manusia, kita memiliki latar belakang yang berbeda satu sama lain. Baik itu dari
2
Rachmat Kriyantono, Tehnik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta, 2007, hal. 58
3
Denzin Guba, Teori Paradigma Penelitian Sosial, Penerjemah Agus Salim, 2003, hal. Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Tiara Wicara, Yogyakarta, 2006, hal.
4
73
segi pemikiran maupun pengalaman yang tentunya dapat mempengaruhi cara berfikir kita akan sesuatu. Proses penafsiran menjadi sangat subyektif. Dan bisa ditarik kesimpulan bahwa penelitian ini pun sifatnya subyektif. Sedangkan Metode analisis yang digunakan oleh peneliti adalah dengan pendekatan semiotik. Yakni studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungan dengan tanda-tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya. Melalui
analisis
semiotika, peneliti menginterpretasikan tanda-tanda yang terkait dengan sifat dan keadaan manusia serta benda-benda dilingkungan sekitar yang ada di dalam iklan Suzuki Ertiga Matic versi Lebih Mengerti Keluarga . Tujuannya adalah untuk mendapatkan penjelasan terperinci mengenai bagaimana tanda-tanda tersebut digunakan untuk mendorong proses pemaknaan mengenai ideologi yang terkait melalui contoh iklan yang diteliti.
3.3 Unit Analisis Data: TVC Obyek peneliti kali ini adalah TVC dari iklan Suzuki Ertiga versi ‘Lebih Mengerti Keluarga’ dengan endorsement Arie Untung & Fenita Arie yang tayang pada bulan Januari 2013 selama 30 detik di tayangan iklan stasiun TV swata Indonesia.
3.4 Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah dengan cara melakukan observasi. Yaitu pengamatan secara seksama terhadap objek penelitian. 74
3.4.1 Primer Pengolahan data primer ini adalah rekaman iklan televisi Suzuki Ertiga Matic Versi ‘Lebih Mengerti Keluarga’ TVC pada bulan Januari 2013 yang berdurasi 30 detik.
3.4.2 Sekunder Adalah data-data yang dijadikan pelengkap guna melancarkan proses penelitian, data sekunder ini dilakukan melalui studi kepustakaan untuk mendapatkan informasi dari literatur yang berhubungan dengan obyek penelitian, seperti buku-buku, jurnal, situs internet, dan sebagainya.
3.5 Unit Film Iklan
Penanda (Signifier)
Menandakan (Signified) Pengambilan Gambar :
Ekstreme Long Shot Full Shot
Big Close Up Close Up Medium Shot
Kesan luas dan keluarbiasaan Hubungan sosial
Emosi, drama, momen penting Intim/dekat Hubungan personal dengan subyek
75
Long Shot
Konteks perbedaan dengan subyek Sudut Pandang (Angle) :
High Eye Level Low
Dominasi/kekuasaaan Sejajar/kesamaan Didominasi/dikuasai Tipe Lensa :
Wide Normal Telephoto
Dramatis Normal/keseharian Tidak personal Fokus :
Selective
Tertuju pada obyek
Soft
Romantis/nostalgia
Deep
Melihat keseluruhan (semua unsur adalah penting) Pencahayaan :
High key
Riang/cerah
Low key
Suram/muram
High contrast
Drama
Low contrast
Realita/terkesan seperti dokumenter Warna :
Merah
kekuatan, bertenaga, kehangatan, nafsu, cinta, agresifitas dan bahaya.
Kuning
optimis, harapan, filosofi, ketidakjujuran/ kecurangan, pengecut dan penghianatan
76
Hijau
alami, kesehatan, pandangan yang enak, kecemburuan dan pembaruan.
Biru
kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi, kebersihan dan perintah.
Ungu Oranye
spiritual, misteri, keagungan, perubahan bentuk, galak dan arogan energi, keseimbangan dan kehangatan.
Coklat
bumi, dapat dipercaya, nyaman dan bertahan
Abu-abu
intelek, futuristik, merusak
modis,
kesenduandan
Putih
kemurnian/ suci, bersih, kecermatan, innocent (tanpa dosa), steril dan kematian
Hitam
kekuatan, seksualitas, kemewahan, kematian, misteri, ketakutan, ketidakbahagiaan dan keanggunan.
Kontak Tubuh Tubuh manusia merupakan transmiter utama kode-kode presentasional. Argyle (1972) dalam Fiske (1990:1995), menyusun daftar 10 kode seperti itu dan menunjukkan makna-makna yang yang dibawanya. a. Kontak tubuh. Orang yang kita sentuh dan tempat serta waktu menyentuhnya bisa menyampaikan pesan-pesan penting tentang relasi. Hal ini yang menarik, kode dan jarak (kedekatan) adalah salah satu yang beragam pada berbagai
77
kebudayaan. Contohnya: orang Inggris saling menyentuh satu sama lain lebih sering dibandingkan dengan kebanyakan orang di kebudayaan lain.
b. Proximity Seberapa dekat kita mendekati seseorang dapat memberikan pesan tentang relasi. Ini tampaknya merupakan “sifat distingtif” yang membedakan secara signifikan jarak-jarak yang berlainan. Jarak dalam lingkaran 3 kaki adalah intim, lebih dari itu sampai 8 kaki personal, lebih dari 8 kaki semi publik dan seterusnya. Jarak yang sebenarnya akan berbeda dari satu budaya ke budaya lain. Jarak personal dianggap tak aman bagi orang arab. Jarak lebih dekat dari 18 inchi bisa menjadi sangat memalukan bagi pendengar Inggris. Jarak kelas menengah cenderung sedikit lebih besar dibandingkan dengan kelas pekerja.
c. Orientasi. Bagaimana posisi kita terhadap orang lain adalah cara lain untuk mengirimkan pesan tentang relasi. Menghadapi langsung pada wajah seseorang dapat menunjukkan baik keakraban maupun agresif; posisi 90 derajat pada orang lain menunjukkan sikap kooperatif dan sebagainya.
d. Penampilan. Argyle membagi penampilan menjadi dua aspek, yaitu: aspek yang berada dibawah kontrol seperti rambut, pakaian, kulit, warna kulit dan perhiasan.
78
Aspek yang kurang bisa terkontrol seperti tinggi badan, berat badan maupun umur. Pada semua kebudayaan, rambut sangat signifikan karena rambut merupakan bagian dari tubuh kita yang paling “fleksibel”. Kita bisa dengan mudah mengubah penampilan rambut. Penampilan digunakan untuk mengirimkan pesan tentang kepribadian, status sosial dan khususnya konfromitas (persesuaian atau keserasian).
Para remaja riasanya
menunjukkan ketidakpuasan terhadap nilai-nilai orang dewasa melalui rambut dan pakaian yang dapat memunculkan penentangan saat pesanpesan permusuhan itu mendorong reaksi negatif dari orang-orang dewasa.
e. Anggukan kepala. Hal ini banyak digunakan dalam manajemen interaksi, khususnya dalam mengambil giliran berbicara. Satu anggukan berati mengizinkan orang lain berbicara, anggukan cepat menunjukkan keinginan untuk berbicara.
f. Ekpresi wajah. Ekspresi wajah bisa dibagi ke dalam sub-sub kode posisi alis, bentuk mata, mulut dan lubang hidung. Semua itu, dalam berbagai kombinasinya menentukan ekspresi wajah dan memungkinkan untuk menulis sebuah “tata bahasa” dari kombinasi dan maknanya. Hal yang menarik, ekspresi wajah menunjukkan kurang bervariasi secara lintas kultural dibandingkan dengan kode-kode presentasional lainnya.
79
g. Gestur. Lengan dan tangan adalah transmiter utama gestur, meski gestur-gestur kaki dan kepala juga penting. Semuanya terkoordinasi erat dengan pembicaraan dan pelengkap komunikasi verbal. Ini menunjukkan baik munculnya emosi umum atau kondisi emosi tertentu. Gerak sebentarsebentar, gerak naik turun yang empatis sering menunjukkan upaya mendominasi, meski lebih cair dan kontinyu (terus menerus), gestur sirkular menunjukkan hasrat untuk menjelaskan atau meraih simpati. Di samping gestur-gestur indeksikal, ada juga sekelompok kode simbolik. Kode-kode simbolik sering juga untuk menghina atau mencaci pada kultur atau sukukultur, misalnya: tanda V
h. Postur. Cara duduk, berdiri, berselonjor bisa mengkomunikasikan secara terbatas tapi menarik tentang pemaknaan. Postur seringkali terkait dengan sikap interpersonal: bersahabat, bermusuhan, superioritas atau inferioritas yang kesemuanya bisa ditunjukkan lewat postur. Postur pun bisa menunjukkan kondisi emosi, khususnya tingkat ketegangan atau kesantaian. Hal yang menarik dan mungkin mengejutkan, postur kurang terkontrol dengan baik lewat wajah mungkin memberi jalan untuk ditunjukkan dengan postur.
80
i. Gerak dan kontak mata. Kapan, seberapa sering dan untuk berapa lama kita bertatap mata dengan orang lain merupakan cara yang amat penting menyampaikan pesan tentang relasi, khususnya seberapa dominan persahabatan yang ingin terbangun. Hal itu menunjukkan seseorang adalah tantangan sederhana terhadap dominasi. Melakukan kontak mata sejak awal pada permulaan pernyataan verbal menunjukkan hasrat untuk mendominasi pendengar, membuat mereka memberi perhatian; kontak mata akhir atau setelah pernyataan verbal menunjukkan relasi yang lebih afiliatif, hasrat untuk memperoleh umpan balik atau untuk melihat bagaimana pendengar bereaksi.
Tokoh Ibu Ibu direpresentasikan sebagai sosok yang sangat menyayangi anaknya, penuh kehangatan, dan keramahan. Sebagai sosok yang mampu mengerti kebutuhan dan keinginan keluarga. Dari representasi tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam iklan ini ibu sebagai sosok yang dominan dalam rumah tangga yang selalu bisa diandalkan oleh anggota keluarga lain. Didalam iklan Suzuki Ertiga ini sosok Ibu diperankan oleh Fenita Arie. Ia adalah model, presenter, dan aktris Indonesia. Dia adalah sosok ibu modern, meski berprofesi dijagat hiburan ia seringkali tampil bersama suami (Arie Untung) dan anak-anak. Suzuki dalam hal ini tentu saja
81
mencari sosok yang tepat dalam merepresntasikan produknya ke masyarakat. Fenita Arie dianggap mewakili ibu modern saat ini.
3.6
Teknik Analisis Data Teknik analisis yang digunakan ialah analisa semiotik. Alex Sobur
menjelaskan semiotika ialah suatu model dari ilmu pengetahuan sosial yang memiliki unit dasar yang disebut dengan ‘tanda’. Semiotika menganalisa visual iklan dalam penggunaan simbol-simbol yang menentukan struktur iklan. Iklan sebagai sebuah teks merupakan suatu sistem tanda yang terorganisir, mempunyai kode-kode yang merefleksikan nilai tertentu. Setiap pesan mempunyai makna eksplisit (langsung tampak dan dipahami) maupun implisit (makna tersembunyi), sehingga metode semiotika sesuai digunakan untuk mengetahui konstruksi makna pada iklan yang merepresentasikan suatu realitas dan ideologi. Model semiotika yang digunakan pada penelitian ini ialah teori semiotika Roland Barthes. Inti teori Roland Barthes adalah gagasan tentang dua tatanan pertandaan (order of significations) dan mitos. Dalam proses analisis berbagai tanda yang berkaitan dengan stereotip-stereotip seputar gender dalam iklan, selanjutnya akan dianalisis dibuat dengan meminjam model analisis Barthes.
82
Tabel 1 Model Analisis Barthes
Citra tanda yang kita persepsi atau Penanda/Signifier
materi yang membawa makna dan enunjuk pada dimensi konkret dari tanda, contohnya adalah sebuah foto.
Konsep mental untuk membagi realitas dan mengkategorikannya sehingga bisa memahami
realitas
tersebut.
Atau
dengan kata lain maknanya merupakan Petanda/Signified sisi abstrak dari tanda dan makna yang diletakan pada tanda. Contoh: ketika kita melihat foto, maka makna apa yang kita lihat. Cerita
yang
digunakan
suatu
kebudayaan untuk menjelaskan atau Mitos
memahami beberapa aspek dari realitas atau alam. Misal, dalam foto terdapat obyek hewan yaitu singa. Mitosnya
83
singa merupakan raja hutan yang paling ditakuti oleh hewan lainnya
Seperti dikutip Alex Sobur dari Cobleg dan Jansz5 yang mengatakan: “Barthes menganalisis iklan beradasarkan pesan yang dibawanya, yaitu 1. Pesan linguistik berupa semua kata-kata dan kalimat-kalimat yang ada di dalam iklan. Pesan linguistik biasanya terdiri dari unsur-unsur pesan verbal yang meliputi aspek bahasa. 2. Pesan ikonik terkodekan berupa konotasi yang muncul dalam visual iklan, yang dapat berfungsi jika dikaitkan dengan sistem tanda yang lebih luas dalam masyarakat. 3. Pesan ikonik tak terkodekan yaitu denotasi dalam visual iklan.
Adapun analisis ini dapat menarik beberapa penjelasan tentang makna iklan ini secara visual baik verbal maupun non verbal.
5
Sobur, op.cit., 118-119
84