ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB III KEABSAHAN KLAUSULA CROSS DEFAULT DAN CROSS COLLATERAL
3.1 Karaktristik Klausula Cross Default dan Cross Collateral Perjanjian kredit bank, belum terdapat pengaturan secara khusus, sehingga dalam pelaksanaanya diserahkan kepada kehendak para pihak yang mengikatkan diri. Dalam mengikatkan diri, debitor lebih diarahkan oleh bank untuk menyesuaikan dengan fasilitas-fasilitas kredit yang dapat diberikan oleh bank tersebut. Fasilitas kredit hendaknya dapat memberikan manfaat penuh apabila sesuai dengan kebutuhan debitor. Dalam berbagai fasilitas kredit dirumuskan klausula-klausula sebagai bentuk prestasi dan kontraprestasi yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak. Klausula memiliki urgensi yang sangat besar bagi bank untuk menjamin pengembalian kredit tepat waktu. Klausula yang sering dijumpai sekarang ini di dalam perjanjian kredit perbankan ialah klausula Cross default dan Cross collateral.
3.1.1. Mengenai Default dan Cross Default Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai klausula Cross default, terlebih dahulu akan dijabarkan mengenai pengertian default, demikian terdapat beberapa pengertian tentang default, yaitu : 1. Black’s Law Directionary merumuskan pengertian default sebagai berikut : “By its derivation, a failure. An omission of that which ought to be done.” 43 43
Henry Campbell Black, Op.cit., h.417
41 TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
42
2. “The failure to promptly pay interest or principal when due. Default occurs when a debtor is unable to meet the legal obligation of debt repayment. Borrowers may default when they are unable to make the reguired payment or are unwilling to honor the debt.”44 Diterjemahkan bebas menjadi : default terjadi bila debitor tidak memenuhi hukumnya kewajiban sesuai dengan kontrak utang, misalnya tidak melakukan pembayaran yang dijadwalkan, atau telah melanggar kondisi dari sebuah utang piutang. Default adalah kegagalan untuk membayar kembali pinjaman. Default dapat terjadi jika debitor yang baik mau atau tidak mampu membayar utang. 3. “In finance, default occurs when a debtor has not met his or her legal obligations according to the debt contract, e.g. has not made a scheduled payment, or has violated a loan covenant (condition) of the debt contract. A default is the failure to pay back a loan. Default may occur is the debtor is either unwilling or unable to pay their debt.”45 Diterjemahkan menjadi : “dalam bidang keuangan, default terjadi bila debitor tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan kontrak utang piutang, misalnya tidak melakukan pembayaran yang dijadwalkan, atau telah melanggar kondisi dari kontrak utang piutang. Default adalah kegagalan untuk membayar kembali pinjaman. Default dapat terjadi jika debitor baik mampu atau karena tidak bersedia membayar utang.” Hal-hal yang diatur sebagai syarat default adalah tergantung dari jenis kredit dan creditworthiness dari debitur.46 Pada umumnya, bank menetapkan syarat default pada nasabah debitur apabila melakukan hal-hal yang menyebabkan
TESIS
44
http://www.investopedia.com/terms/d/default2.asp
45
http://en.wikipedia.org/wiki/Default_(finance)
46
Sutan Remy Syahdeini, Op.cit., h. 176
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
43
penurunan kolektibilitas. Hal-hal yang menyebabkan turunnya kolektibilitas bagi nasabah debitor, diantaranya yaitu :47 a. gagal bayar ; b. prospek usaha memburuk ; c. laporan keuangan tidak memenuhi ketentuan baik waktu penyampaiannya maupun isinya. Keterangan tersebut sesuai ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/2/2006 tentang perubahan atas PBI No. 7/2/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, BI menetapkan tiga pilar penilaian kolektibilitas kredit, yaitu prospek usaha, kinerja debitor, dan kemampuan membayar. Adapun terdapat beberapa pengertian dari Cross default yang dijabarkan sebagai berikut : 1. “Common stipulation in loan agreements under which a bank has a right to deny access to balances is any or all loan accounts to a borrower (with several loans at the same bank) even if only one loan goes into default. In fact, a bank can apply all available balance(s) in all account(s) of the borrower to satisfy any loan in default. Bankers justify this clause on the logic that a default sours the bank client relationship, not a just a loan agreement.” 48 Diterjemahkan menjadi : “ketentuan dalam perjanjian kredit di mana suatu bank memiliki hak untuk menolak akses ke saldo (meneruskan pemberian kredit) dalam setiap atau seluruh pinjaman rekening ke peminjam (dengan beberapa pinjaman pada bank yang sama), bahkan jika hanya satu pinjaman masuk ke dalam kriteria default.”
47
48
TESIS
Legal Perseroan Terbatas Bank Panin Tbk, Wawancara Pribadi, tanggal 27 November 2011 http://www.businessdictionary.com/definition/cross-default-clause.html
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
44
2. “Cross default are provision in which a borrower with multiple debt obligations defaults on one of the debts, tringgering an automatic default on all other debt held by the same lender. This type of default cross acceleration protects the interests of the lender, making it to take immediate action before any defaults on other debt instruments can take place.”49 Diterjemahkan menjadi : “Cross default adalah ketentuan dimana debitor dengan beberapa kewajiban utang default di salah satu utang, memicu default otomatis semua utang-utang lain yang diperoleh dari kreditor yang sama. Cross default ini ditujukan untuk melindungi kepentingan kreditor dengan segera, sehingga segera mengambil tindakan sebelum default pada instrumen utang lainnya dapat berlangsung.” 3. a provision in a bond indenture or loan agreement that puts the borrower in default if the borrower defaults on another obligation. This provides more scurity to the lender.”50 Diterjemahkan menjadi : “Ketentuan dalam sebuah ikatan perjanjian kredit yang berhubungan kontraktual dengan perjanjian kredit lain yang menjadikan debitor dinyatakan default pada kewajiban lain. Ini memberikan keamanan bagi kreditor.” Dengan demikian dapat disimpulkan mengenai syarat berlakunya Cross default dalam perjanjian kredit perbankan yaitu ketika bank menyatakan bahwa salah satu fasilitas kredit yang diberikan dinyatakan default sehingga bank berhak untuk menghentikan pemberian pinjaman pada seluruh pinjaman debitor, bahkan apabila kriteria default itu terjadi pada bank yang lain. Untuk kondisi default pada bank yang berbeda, default pada suatu bank wajib dilaporkan kepada Bank 49
50
TESIS
http://wisegeek.com/what is-a-cross-default.html http://www.answers.com/topic/cross-default
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
45
Indonesia secara berkala. Dengan adanya pelaporan kepada Bank Indonesia tersebut, akan menyebabkan kolektibilitas debitur tersebut turun. Informasi mengenai turunnya kolektibilitas tersebut akan diketahui setiap bank yang mencari informasi mengenai debitur yang dimaksud, sehingga turunnya kolektibilitas dapat menjadi sebab dinyatakannya default pada fasilitas pinjaman pada bank yang lain.51 Cross default juga berlaku untuk pinjaman yang diperoleh melalui anak perusahaan, dalam hal perusahaan induk default pada pinjaman umum yang dikeluarkan oleh pemberi pinjaman. Hal ini terkait dengan konsep yang dianut dalam kebijaksanaan perkreditan yakni konsep one obligor system karena yang berwenang memutuskan biasanya sama. Pada saat yang sama, default pada kewajiban utang, oleh anak perusahaan juga dapat membuat setiap pinjaman diberikan kepada perusahaan induk pindah ke default, atas kebijakan dari pihak pemberi pinjaman. Dari perspektif ini, maka dalam kepentingan terbaik bagi debitor untuk memastikan semua kewajiban dilaksanakan tepat waktu, atau mencoba untuk melakukan pembayaran pengaturan dengan kreditor sebelum kewajiban dinyatakan default. Landasan Hukum mengenai default dan Cross default dapat diperhatikan dalam beberapa ketentuan berikut ini : -
Pasal 1338 BW menentukan : (ayat 1) : “suatu perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya.”
51
TESIS
Legal Perseroan Terbatas Bank Panin Tbk, Loc.Cit.
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
46
(ayat 3) : “suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” -
Pasal 1348 BW menentukan : “semua janji yang dibuat dalam suatu perjanjian, harus diartikan dalam hubungan satu sama lain; tiap janji harus ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya.”
3.1.2. Mengenai Collateral dan Cross Collateral Pengamanan atas pemberian kredit oleh kreditor biasanya disyaratkan adanya penyerahan jaminan utang oleh debitor. Agunan juga disebut keamanan, terdiri dari aset yang ditawarkan oleh debitur untuk mendapatkan pinjaman. Hal tersebut memenuhi prinsip five C’s yang kelima yakni “Collateral”. Jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditor, yaitu kepastian atas pelunasan hutang debitor atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitor atau oleh penjamin
debitor.
Keberadaan
jaminan
merupakan
persyaratan
untuk
memperkecil resiko bank dalam menyalurkan kredit, apabila debitor tidak mampu menyelesaikan kewajiban yang berkenaan dengan kredit tersebut. Jaminan walaupun bukan yang utama menjadi persoalan yang memiliki urgensi tinggi. Oleh karena itu, jaminan menjadi pelik jika tidak disikapi dengan seksama. Atas pemikiran tersebut muncul suatu klausula yang disebut sebagai klausula tentang jaminan atau collateral dalam perjanjian kredit bank, yang merupakan klausula tentang jaminan yang diserahkan oleh debitor kepada bank dan bertujuan untuk meminimalisir resiko dalam pemberian kredit serta debitor
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
47
tidak melakukan penarikan atau penggantian barang jaminan secara sepihak, tetapi harus ada kesepakatan dengan pihak lain. Klausula tentang jaminan disesuaikan dengan objek jaminan yang diberikan debitor atau perjanjian penjaminan pihak ketiga/penanggungan (borgtocht), klausula jaminan yang berkaitan dengan pemberian Hak Tanggungan, klausula jaminan yang berkaitan dengan jaminan fidusia, klausula jaminan yang berkaitan dengan gadai, cessie piutang. Dengan berkembangnya dunia perkreditan sekarang ini, muncullah suatu perumusan atau kajian yang masih berhubungan dengan klausula collateral tersebut diatas yaitu yang disebut sebagai klausula Cross collateral. Mengenai Klausula Cross collateral yang menyertai Cross default tersebut terjadi karena pada umumnya debitur memberikan agunan lebih dari satu pada kredit perbankan yang dimaksud. Berikut ini beberapa pengertian Cross collateral sebagai berikut : 1. Common stipulation in loan agreements under which a bank has a legal right to seize any or all assets pledged by a borrower (for diffrent loans with the same bank) even if only one loan goes into default.52 Cross Collateral adalah ketentuan yang pada umumnya tertuang dalam perjanjian kredit di mana pihak sebuah bank memiliki hak untuk menyita salah satu atau semua aset yang dijanjikan oleh peminjam (untuk berbagai pinjaman dengan bank yang sama), bahkan jika hanya satu pinjaman masuk ke default.
52
TESIS
http://www.businessdictionary.com/definition/cross-collateral-clause.html
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
48
2. Oleh Johannes Ibrahim, pengertian Cross collateral dimaksudkan bahwa jaminan yang diserahkan oleh debitor yang telah diikat sesuai dengan sifat jaminannya akan mengikat ke beberapa perjanjian kredit, baik atas nama satu atau beberapa debitor pada bank atau kreditur yang sama.53 3. “Cross-collateralization is also used in the process of granting loans. In this scenario, property that is already in use as collateral for one loan is allowed to be utilized as collateral on a second loan.”54 4. “Cross-collateral is a term used when the collateral for one loan is also used as collateral for another loan.” Cross collateral adalah istilah yang digunakan ketika jaminan untuk satu pinjaman juga di gunakan sebagai jaminan atas pinjaman lagi.55 Mengenai syarat berlakunya klausula Cross collateral ini yaitu jikalau bank menyatakan default atas kondisi kredit debitornya yang pada perjanjian kreditnya terdapat klausula Cross default dan Cross collateral. Ketentuan jaminan bersifat Cross collateral tercantum dalam Pasal 3 ayat (2) UUHT yang menyatakan : “Hak Tanggungan dapat diberikan untuk suatu hutang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk suatu hutang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum.” Dari ketentuan Pasal 3 ayat (2) UUHT tersebut, memungkinkan pemberian Hak Tanggungan untuk :
TESIS
53
Johannes Ibrahim, I, Op.cit., h.107
54
http://wisegeek.com/what is-a-cross-collateralization.html
55
http://en.wikipedia.org/wiki/Cross-collateralization
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
49
a. beberapa kreditor yang memberikan hutang kepada satu debitor berdasarkan satu perjanjian utang-piutang. Ketentuan di atas merupakan suatu perkembangan secara normatif yang memberikan tempat bagi kredit sindikasi, yang dalam hal ini seseorang debitor memperoleh kredit lebih dari satu bank (beberapa kreditor), tetapi berdasarkan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang sama yang dituangkan hanya dalam satu perjanjian kredit saja. b. beberapa kreditor yang memberikan hutang pada satu debitor berdasarkan beberapa perjanjian utang-piutang bilateral antara masing-masing kreditor dan debitor yang bersangkutan. Dalam praktek perbankan, ada kemungkinan bahwa seorang debitor menikmati fasilitas kredit dari beberapa bank (beberapa kreditor) berdasarkan perjanjian-perjanjian kredit (perjanjian-perjanjian bilateral) yang berlainan, sedangkan agunan yang di jaminkan oleh debitur secara keseluruhan adalah sama. Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) UUHT tersebut, maing-masing piutang dapat dijamin dengan satu Hak Tanggungan saja bagi semua kreditor yang dilakukan dengan satu Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). Pemberian jaminan seperti ini dikatakan sebagai pemberian agunan secara pari passu.
3.1.3 Fungsi Cross Default dan Cross Collateral Perjanjian kredit bank, memuat serangkaian klausula atau covenant, yang mana sebagian besar dari klausula tersebut merupakan upaya untuk melindungi pihak kreditor dalam perjanjian kredit. Klausula merupakan serangkaian
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
50
persyaratan yang diformulasikan dalam upaya pemberian kredit ditinjau dari aspek finansial dan hukum. Dari aspek finansial, klausula melindungi kreditor agar dapat menuntut atau menarik kembali dana yang telah diberikan kepada nasabah debitor dalam posisi yang menguntungkan bagi kreditor apabila kondisi nasabah debitor tidak sesuai dengan yang diperjanjikan. Sedangkan dalam aspek hukum, klausula merupakan sarana untuk melakukan penegakan hukum agar nasabah debitor dapat mematuhi substansi yang telah disepakati dalam perjanjian kredit. Johannes Ibrahim menyatakan bahwa tujuan dari dicantumkannya klausula Cross default dalam perjanjian kredit adalah untuk :56 a. Meminimalisir resiko kredit dikarenakan kelalaian debitor dalam melakukan pemenuhan berbagai kewajiban yang dipersyaratkan bank dari berbagai hubungan kontraktual berdasarkan perjanjian-perjanjian kredit yang ditanda tangani debitor ; b. Untuk mengalokasikan resiko kredit dalam penanganan one obligor system sehingga bank dapat melakukan pemantauan secara efektif ; c. Menyelesaikan kewajiban debitur secara keseluruhan, dan dilakukan secara sepihak; d. Menumbuhkan saling kepercayaan antara bank dan debitor sebagai mitra dalam berbisnis.
56
TESIS
Johannes Ibrahim I, Op.cit., h.69
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
51
Dalam prakteknya, klausula Cross default banyak diterapkan dalam perjanjian kredit perbankan karena mempunyai fungsi atau arti penting sebagai berikut : -
Fungsi bagi bank Fungsi atau arti penting bagi bank secara garis besar meliputi dua hal : 1) mengetahui kesungguhan debitur dalam pengembalian kredit ; 2) mengamankan bank. Latar belakang dari munculnya klausula tersebut berhubungan dengan
keyakinan bank atas itikad baik dari nasabah debitur. “When discussing that necessity of a cross-default clause in a credit contract, the creditor typically argues that such a clause can be designed to minimize the risk of default.” 57 (Ketika membahas perlunya klausula Cross default dalam kontrak kredit, kreditor biasanya berpendapat bahwa klausula dapat dirancang untuk meminimalisir resiko kegagalan). Prakteknya, implementasi analisa five C’s menjadi keniscayaan bagi bank dalam proses persetujuan kredit, karena resiko kredit yang dewasa ini yang semakin banyak melanda perbankan, bank lebih hati-hati dalam melepas kredit. Resiko kredit adalah resiko kerugian yang diderita bank terkait dengan kemungkinan bahwa pada saat jauh tempo counterpartnya gagal memenuhi kewajibannya pada bank.
Dalam penerapan pada praktek perbankan prinsip
kehati-hatian selalu diterapkan, bank bisa menyediakan dana yang telah dikomitmenkan, tetapi pada prakteknya penarikan pinjaman dilakukan monitoring 57
TESIS
http://www.hg.org/article.asp/id=6186
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
52
agar tidak terjadi penyalahgunaan pinjaman yang berakibat default.58 Hal ini tersebut untuk meminimalisir terjadinya kredit bermasalah. -
Fungsi bagi debitor Arti penting klausula Cross default bagi debitur adalah dapat
menunjukkan kesungguhannya atas itikad baik dalam pengembalian kredit. Hal ini penting dan akan memberikan nilai tambah dalam proses pemberian kredit. Bagi debitor dengan adanya pernyataan default dari bank, maka akan terjadi penghentian pula seluruh fasilitas kreditnya, hal tersebut sangat merugikan debitor, dimana terkait pula dengan Cross collateral yang berarti memberikan hak bagi bank untuk menyita jaminan yang diberikan. Untuk itulah, pada umumnya debitor yang menerima adanya klausula tersebut, memprediksikan bahwa usahanya akan berjalan baik. Mengenai klausula Cross collateral dipergunakan dalam praktek perbankan untuk mengikat satu atau lebih agunan atau jaminan dengan perjanjian kredit dalam satu bank, serta Cross collateral terdapat dalam perjanjian kredit yang memuat lebih dari satu hubungan kontraktual antara bank dengan debitor yang sama atau berlainan. Dalam kaitannya dengan Cross default, Cross collateral berfungsi untuk menghindari debitur dengan sengaja melakukan wanprestasi
dalam
satu
hubungan
kontraktual
dengan
terlebih
dahulu
menyelesaikan kewajiban kreditnya dalam hubungan kontraktual lainnya yang dicover oleh agunan atau jaminan yang marketable.
58
TESIS
Legal Perseroan Terbatas Bank Panin Tbk, Loc.Cit.
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
53
Keberadaan klausula Cross collateral dan Cross default dapat dilihat pada Pasal 15.7 dalam perjanjian kredit yang penulis lampirkan.
3.1.4 Keabsahan Klausula Cross Default dan Cross Collateral Klausula Cross default dan Cross collateral mempunyai arti penting dalam hubungan kontraktual dibidang perkreditan sekarang ini. Namun mengenai sah atau tidaknya klausula tersebut belum diketahui secara mendalam. Berikut ini analisis penulis mengenai sah atau tidaknya klausula Cross default dan Cross collateral : Pasal 1338 ayat (1) BW “kebebasan berkontrak” yaitu sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya, yang mana setiap pihak yang mengadakan perjanjian bebas membuat perjanjian sepanjang isi perjanjian tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku, tidak melanggar kesusilaan, ketertiban umum, serta itikad baik. Jadi bank bebas menentukan isi atau klausul-klausul dalam perjanjian kreditnya namun tetap ada pembatasannya yaitu UU, kebiasaan, kepentingan umum, dan itikad baik. Keempat hal ini sebagai pembatasan kebebasan berkontrak dalam pembuatan perjanjian khususnya perjanjian kredit yang lazimnya berbentuk baku agar dalam perumusan klausula-klausulanya bank tidak sembarangan selain untuk kepentingannya sendiri juga harus melihat pada kepentingan nasabah debitur maupun masyarakat penyimpan dana. Pasal 29 ayat (3) UU Perbankan menentukan : “dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan kegiatan
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
54
usahanya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.” Karena penyaluran kredit yang dilakukan oleh bank kepada nasabah debitor “rentan” untuk terjadinya kredit bermasalah ataupun kredit tersebut macet, maka sebagai perlindungan bagi bank/nasabah penyimpan dana penyaluran kredit tersebut dapat dilakukan dengan pencantuman klausulaklausula hak tertentu yang melindungi pihak bank. Salah satu klausula tersebut ialah klausula Cross default dan Cross collateral. UU Perlindungan Konsumen tidak melarang pelaku usaha atau bank untuk membuat perjanjian baku yang memuat klausula baku dalam perjanjian kreditnya selama tidak bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) UU PK. Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) UU PK menyebutkan bahwa : (1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila: a. menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen; d. menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; e. mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; f. memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; g. menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
55
yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h. menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran. (2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. Dari apa yang telah diuraikan diatas, bahwa klausula Cross default dan Cross collateral mempunyai kekuatan mengikat. “Pacta Sunt Servanda” yaitu Perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang menyelenggarakan dalam hal ini bank dan nasabah debitor.
3.2 Penentuan Ada Tidaknya Kegagalan Pembayaran Hutang Pada Debitur Mengenai penentuan ada tidaknya kegagalan pembayaran hutang pada debitor atau dapat dikatakan defaultnya debitor tergantung pada kebijakan yang ada pada setiap bank, antara bank yang satu dengan yang lain belum tentu mempunyai kebijakan yang sama dalam hal menyikapi mengenai hal ini. Menurut salah satu bank swasta yang ada di Surabaya, penentuan ada tidaknya kegagalan pembayaran hutang pada debitor sehingga bank secara seketika tanpa somasi lagi dapat mengakhiri perjanjian kredit dan menuntut pembayaran dengan seketika dan sekaligus lunas dari jumlah-jumlah yang terhutang oleh debitor berdasarkan perjanjian tersebut (berikut perubahan, perpanjangan, dan atau pembaharuannya) dapat di lihat dalam kondisi-kondisi sebagai berikut :
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
56
a. apabila barang-barang jaminan yang telah diserahkan oleh debitor kepada bank hilang, rusak atau musnah karena sebab apapun juga, dan bank juga dapat langsung menjual harta benda yang dijaminkan oleh debitor dan atau penjamin dan atau pemilik jaminan kepada bank baik di bawah-tangan maupun di muka umum (secara lelang) dengan harga dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh bank ; b. apabila angsuran hutang pokok dan/atau bunga dan/atau jumlah yang terhutang lain yang timbul berdasarkan perjanjian ini tidak dibayar pada waktu dan dengan cara sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian kredit dan/atau perubahan dan/atau perpanjangannya, di mana lewatnya waktu saja sudah merupakan bukti yang cukup dan sah bahwa debitor telah melalaikan kewajibannya ; c. apabila menurut bank, debitor tidak memenuhi, terlambat memenuhi atau memenuhi namun hanya sebagian, paling tidak salah satu dari syaratsyarat dan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian kredit dan/atau terjadi kelalaian atau pelanggaran yang termaktub dalam perjanjianperjanjian jaminan yang dibuat berkenaan
dengan perjanjian kredit
tersebut ; d. suatu pernyataan, surat keterangan atau dokumen yang diberikan sehubungan dengan perjanjian kredit dan/atau perubahan dan/atau penambahan dan/atau keterangan/pernyataan lainnya baik tertulis maupun lisan sehubungan dengan perjanjian kredit ternyata tidak benar atau tidak
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
57
sesuai dengan pernyataan sebenarnya dalam atau mengenai hal-hal yang oleh bank dianggap penting ; e. semata-mata menurut pertimbangan bank, keadaan keuangan, bonafiditas dan
solvabilitas
debitur
mundur
sedemikian
rupa
yang
dapat
mengakibatkan debitor tidak dapat membayar hutangnya lagi ; f. debitor atau penjamin berdasarkan perjanjian kredit mengajukan permohonan untuk dinyatakan dalam keadaan pailit atau penundaan pembayaran hutang-hutang (surseance van betaling) kepada instansi yang berwenang atau tidak membayar hutangnya kepada pihak ketiga yang telah dapat ditagih (jatuh waktu) atau karena sebab apapun tidak berhak lagi mengurus dan menguasai kekayaannya atau dinyatakan pailit atau suatu permohonan atau tuntutan untuk kepailitan telah diajukan terhadap debitor dan/atau terhadap penjamin kepada instansi yang berwenang ; g. debitor atau penjamin atau pemilik jaminan meninggal dunia atau menangguhkan untuk sementara usahanya atau dinyatakaan berada dibawah pengampuan (Onder Curatele Gesteld) ; h. kekayaan debitor atau penjamin atau pemilik jaminan seluruhnya atau sebagian disita oleh instansi yang berwajib, atau apabila menurut penilaian bank kekayaan debitor atau penjamin atau pemilik jaminan dianggap menjadi berkurang sehingga dapat membahayakan fasilitas kredit yang ada dalam perjanjian kredit ;
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
58
i. barang-barang yang dijadikan jaminan untuk pembayaran hutang debitor kepada bank berdasarkan Perjanjian kredit disita oleh instansi yang berwenang ; j. debitur atau penjamin atau pemilik jaminan telah lalai atau melanggar sesuatu ketentuan dalam suatu perjanjian-perjanjian lain, termasuk namun tidak terbatas pada perjanjian yang mengenai atau berhubungan dengan pinjaman uang atau pemberian kredit di mana debitor atau penjamin atau pemilik jaminan adalah sebagai pihak yang meminjam dan bilamana kelalaian/atau pelanggaran tersebut mengakibatkan atau memberikan hak kepada pihak lain dalam perjanjian tersebut untuk menyatakan bahwa hutang atau kredit yang diberikan dalam perjanjian tersebut menjadi harus dibayar atau dibayar kembali dengan seketika dan sekaligus pada tanggal jatuh waktu pembayaran yang telah ditentukan ; k. tidak dapat diperoleh salah satu atau beberapa atau seluruh ijin, persetujuan atau wewenang, baru maupun perpanjangannya, yang dikeluarkan oleh instansi yang berwajib dan yang disyaratkan untuk dan dalam rangka pembuatan, penyerahan dan pelaksanaan perjanjian kredit dan dokumen-dokumen lain yang berhubungan dengan pemberian fasilitas kredit ; l. nilai asset/kekayaan milik debitur menurut penilaian bank menurun ; m. debitur masuk dalam daftar kredit macet dan/atau daftar hitam (blacklist) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia ;
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
59
n. rekening debitor ditutup karena penarikan cek/bilyet giro kosong atau sebab lainnya. Kemudian mengenai konsekuensi dicantumkannya klausula Cross default dan Cross collateral dalam perjanjian kredit apabila benar-benar terjadi kegagalan pembayaran hutang ialah bank dapat memutus secara sepihak perjanjian kredit tersebut dan menyatakan default serta dengan kekuatan surat perjanjian tersebut maka bank dapat mengeksekusi jaminan kredit. Namun dalam prakteknya, lembaga perbankan sedapat mungkin menghindari eksekusi jaminan kredit karena bank bukan media penggadaian, eksekusi juga tidak menguntungkan baik dari sisi bank maupun nasabah debitor karena dari sisi bank atau kreditor bila dinilai dari aspek penyelesaian kredit dengan penjualan aset melalui lelang eksekusi belum tentu mendapatkan hasil penjualan yang sesuai dengan jumlah hutang, disisi debitor jumlah kekurangan dari hasil penjualan tersebut masih merupakan beban kewajiban daripada debitor. Biasanya, bank sebelum melakukan eksekusi jaminan kredit lebih cenderung memilih jalan musyawarah untuk dapat menemukan solusi yang terbaik bagi kedua belah pihak (win-win solution), dengan musyawarah apabila dimungkinkan bank akan menganalisa ulang kredit seperti pertama kali bank memberikan kredit dalam upaya bank mempertimbangkan merestrukturisasi kredit debitur. Restrukturisasi kredit diatur dalam PBI Nomor 7/2/2005 Pasal 1 angka 25 yang merupakan upaya perbaikan yang dilakukan dalam kegiatan perkreditan terhadap debitor yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya. Restrukturisasi yang dilakukan antara lain melalui: penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu kredit, pengurangan tunggakan bunga kredit,
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
60
pengurangan tunggakan pokok kredit, penambahan fasilitas kredit, konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara.59 Restrukturisasi kredit hanya dapat dilakukan terhadap debitor yang memenuhi kriteria sebagai berikut: debitur mengalami kesulitan pembayaran pokok dan atau bunga kredit, debitor memiliki prospek usaha yang baik, mampu memenuhi kewajiban setelah kredit direstrukturisasi, dan yang terpenting debitor mempunyai itikad baik untuk melakukan pembayaran. Bank dilarang melakukan restrukturisasi kredit dengan tujuan hanya untuk menghindari penurunan penggolongan kualitas, peningkatan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA), penghentian pengakuan pendapatan bunga secara aktual. Selain musyawarah, ada juga penyerahan secara sukarela obyek jaminan oleh debitor, dengan kata lain agunan diambil alih oleh kreditor. Apabila cara-cara tersebut tidak bisa digunakan barulah bank menempuh dengan cara eksekusi jaminan kredit.60
3.3 Tanggung Gugat Debitur Bila Terjadi Kegagalan Pemenuhan Hutang Para nasabah yang telah memperoleh fasilitas kredit dari bank tidak seluruhnya dapat mengembalikan utangnya dengan lancar sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan. Pada kenyataannya di dalam praktik selalu ada sebagian nasabah yang tidak dapat mengembalikan kredit kepada bank yang telah
TESIS
59
Ibid.
60
Ibid.
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
61
meminjaminya. Akibat nasabah tidak dapat membayar lunas utangnya, maka dapat dikatakan debitur gagal memenuhi hutang atau kredit macet. Keadaan demikian apabila ditinjau dari segi hukum perdata disebut wanprestasi atau ingkar janji. Sebagaimana telah diketahui bahwa pemberian kredit merupakan perjanjian antara bank sebagai kreditor dengan nasabah sebagai debitor mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu dan pengembalian kredit atau membayar angsuran kredit disebut sebagai prestasi. Apabila debitor tidak dapat membayar lunas utangnya setelah jangka waktu pengembalian tersebut terlewati, maka perbuatannya disebut perbuatan wanprestasi. Wanprestasi adalah prestasi yang tidak terpenuhi, bisa terjadi disebabkan karena salah satu dari dua kemungkinan, yaitu : (1) karena kesalahan dari debitor ; (2) overmacht yaitu debitor tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan adalah bukan karena kesalahan debitor melainkan terjadi keadaan tertentu di luar perkiraan. Terjadinya kegagalan pemenuhan hutang atau macetnya kredit ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor yang berasal dari nasabah dan yang berasal dar bank. Bank sebagai kreditor tidak lepas dari kelemahan yang dimiliki. Faktor ini tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berkaitan dengan nasabah.61
61
TESIS
Gatot Supramono, Op.cit., h.269
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
62
-
Faktor yang berasal dari nasabah
a. Nasabah menyalahgunakan kredit Setiap kredit yang diperoleh nasabah telah diperjanjikan dalam perjanjian kredit tentang tujuan pemakaian kreditnya. Dengan telah diperjanjikan demikian, maka nasabah setelah menerima kredit wajib mempergunakan sesuai dengan tujuannya tersebut. Pemakaian kredit yang menyimpang dari pemakaiannya, akan mengakibatkan nasabah tidak mengembalikan kredit sebagaimana mestinya. b. Nasabah yang kurang mampu mengelola usahanya Nasabah yang telah menerima fasilitas kredit, ternyata dalam praktik tidak mengelola usaha yang dibiayai dengan kredit bank. Akibatnya, hasil kerja kurang maksimal dan kurang berkualitas sehingga mempengaruhi penghasilan nasabah, hal ini berpengaruh pula terhadap kelancaran kreditnya. c. Nasabah itikad tidak baik Ada sebagian nasabah yang mungkin jumlahnya tidak banyak yang sengaja dengan segala daya upaya mendapatkan kredit dari bank. Namun setelah kredit diperoleh digunakan begitu saja tanpa dapat dipertanggungjawabkan. Itikad tidak baik pada nasabah ini sudah ada dari awal yaitu untuk membobol bank. Dapat ditarik kesimpulan bahwa kredit macet disebabkan oleh nasabah karena dua hal : 1. Adanya unsur kesengajaan. Artinya nasabah sengaja tidak mau membayar kewajibannya pada bank sehingga kredit yang diberikan dengan sendirinya macet.
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
63
2. Adanya unsur tidak sengaja. Artinya nasabah memiliki kemauan untuk membayar, tetapi tidak mampu karena usaha yang dibiayai terkena musibah. -
Faktor yang berasal dari bank Bank juga dapat sebagai salah satu penyebab terjadinya kredit macet.
Dalam memberikan kredit kepada nasabah, bank selalu membuat pertimbangan atau analisis yang telah ditetapkan UU Perbankan. Tidak akuratnya pertimbangan bank akan menjadikan kredit yang diberikan nasabahnya akan berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal-hal yang berkaitan dengan ingkar janji atau default ada kalanya dirumuskan secara rinci dalam suatu klausula perjanjian kredit yaitu klausula tentang event of default. Sebagaimana telah diuraikan diatas, debitor yang lalai, yang melakukan wanprestasi, dapat digugat di depan hakim dan hakim akan menjatuhkan putusan yang merugikan pada tergugat itu. Hal kelalaian atau wanprestasi pada pihak debitor harus dinyatakan secara resmi, yaitu dengan memperingatkan debitor bahwa kreditor mengendaki pembayaran seketika atau dalam jangka waktu pendek. Biasanya peringatan (sommatie) dilakukan oleh juru sita dari pengadilan, yang membuat proses verbal tentang pekerjaan itu, atau cukup dengan surat tercatat atau surat kawat, asal saja jangan sampai dengan mudah dipungkiri oleh debitor. Menurut undang-undang, memang peringatan tersebut harus dilakukan secara tertulis (Pasal 1238 BW), sehingga hakim tidak menganggap sah suatu peringatan lisan. Tapi adakalanya, didalam kontrak itu
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
64
sendiri telah ditetapkan, kapan atau dalam hal-hal mana debitur dapat dianggap lalai. Disini tidak diperlukan suatu sommatie atau peringatan.62 Kreditor selaku pihak yang dirugikan apabila terjadi kegagalan pemenuhan hutang dapat menuntut debitor yang melalaikan kewajibannya, dimana kreditor dapat memilih berbagai kemungkinan semisal : dapat meminta pelaksanaan perjanjian meskipun pelaksanaan ini sudah terlambat, dapat meminta penggantian kerugian saja, yaitu kerugian yang diderita, karena perjanjian tidak atau terlambat dilaksanakan, atau dilaksankanan tetap tidak sebagaimana mestinya, dapat menuntut pelaksanaan perjanjian disertai dengan penggantian kerugian yang diderita olehnya sebagai akibat terlambatnya pelaksanaan perjanjian, dan sebagainya. Apabila segala upaya yang dilakukan bank menemui jalan buntu dan debitur dinyatakan dalam kondisi kredit macet, maka bank selaku pihak yang dirugikan dapat melakukan pencairan atau eksekusi jaminan dalam rangka pengakhiran perjanjian kredit. Inilah wujud tanggung gugat debitor manakala ia gagal memenuhi hutangnya, karena perjanjian kredit hanya akan berakhir dengan pelunasan, dalam hal ini melalui pencairan jaminan. Mengenai eksekusi jaminan tidak bisa secara serta merta dilakukan oleh bank, melainkan harus melalui prosedur-prosedur serta tahapan yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dalam hukum positif negara kita. Eksekusi objek jaminan berhubungan dengan klausula Cross Collateral sebagai jaminan pelunasan kewajiban hutang. Klausula ini bersumber dari 62
R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata (selanjutnya disebut R. Subekti II), Intermasa, Jakarta, 2005, h.147
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
65
collateral atau agunan yang diserahkan debitor untuk mengcover utang-utang debitor sebagai upaya terakhir bila debitor tidak dapat menyelesaikan seluruh kewajibannya. Cross Collateral adalah jaminan yang diserahkan oleh debitor yang telah diikat sesuai dengan sifat jaminannya akan mengikat ke beberapa perjanjian kredit, baik atas nama satu atau beberapa debitor pada bank atau kreditor yang sama. Sebelum membahas lebih jauh mengenai eksekusi jaminan sebagai upaya terakhir dalam pelunasan perjanjian kredit, penulis akan menguraikan terlebih dahulu mengenai macam jaminan. Dari sejumlah peraturannya di dalam BW dapat disimpulkan terdapat dua macam jaminan yaitu jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan umum diatur dalam Pasal 1131 BW yang menyebutkan : “segala barang-barang yang bergerak dan tidak bergerak milik debitor, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitor itu.” Dari isi pasal tersebut dapat disimpulkan : 1. Seorang kreditor boleh mengambil pelunasan dari setiap bagian dari harta kekayaan debitor ; 2. Setiap bagian harta kekayaan debitor dapat dijual guna pelunasan tagihan kreditor ; 3. Hak tagihan kreditor hanya dijamin dengan harta benda debitor saja, tidak dengan persoon debitor. Meskipun demikian, jaminan yang disebutkan diatas hanyalah bersifat umum, dan setiap kreditor menikmati hak jaminan umum seperti itu. Tiap-tiap
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
66
kreditor mempunyai tingkatan-tingkatan hak tagih yang didahulukan, dan jaminan yang diberikan oleh Pasal 1131 BW berlaku untuk semua kreditor konkuren. Pasal 1132 BW menyebutkan bahwa : “kebendaan tersebut menjadi jaminan bersamasama bagi semua orang yang mengutangkan kepadanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasanalasan yang sah untuk didahulukan.” Sehubungan dengan hal tersebut Sri Soedewi Masjchun mengatakan, jaminan yang demikian dalam praktik perkreditan (perjanjian jaminan utang) tidak memuaskan bagi kreditor, kurang menimbulkan rasa aman, dan kurang terjamin bagi kredit yang bersangkutan. Berbeda dengan jaminan umum tersebut diatas, jaminan khusus dirasa cukup memberikan rasa aman bagi kreditor dengan objek jaminan yang jelas, perjanjiannya jelas, dan semata-mata untuk pelunasan utang apabila debitor tidak memenuhi janjinya. Jaminan khusus dapat dibedakan atas jaminan kebendaan dan jaminan perseorangan. Jaminan perseorangan ini dapat berupa penjaminan utang atau borgtocht (personal guarantee), jaminan perusahaan (corporate guarantee ), perikatan tanggung menanggung, dan garansi bank (bank guarantee), sedangkan jaminan kebendaan dapat berupa jaminan kebendaan bergerak dan jaminan kebendaan tidak bergerak. Untuk kebendaan bergerak dapat dibebankan dengan lembaga hak jaminan gadai, dan fidusia sebagai jaminan hutang, sementara untuk kebendaan tidak bergerak, dapat dibebankan dengan hipotek, hak tanggungan, dan fidusia sebagai jaminan hutang. Kreditor yang memegang hak jaminan yang
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
67
bersifat khusus akan jauh lebih baik kedudukannya dibandingkan dengan kreditor yang memegang hak jaminan bersifat umum. Bertitik tolak dari alasan ini, bank dalam setiap perjanjian kreditnya selalu meminta jaminan khusus, sebagai jaminan yang kuat guna pengembalian hutangnya sehingga apabila dikemudian hari terjadi gagal bayar maka akan mudah bagi pihak bank untuk mengeksekusi. Dengan demikian mengenai eksekusi objek jaminan yang mempunyai hak preferensi, penulis akan menguraikan sebagai berikut : a. Eksekusi Hak Tanggungan63 Eksekusi hak tanggungan baru dapat dilaksanakan apabila debitor tidak dapat melunasi utangnya. Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) UU HT ada dua alasan yang bersifat alternatif sebagai landasan untuk melaksanakan eksekusi hak tanggungan, yaitu : a) Hak pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual objek hak tanggungan sebagaimana dimaksud Pasal 6 UU HT. Pasal 6 UU HT menyatakan : apabila debitor cidra janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutang dari hasil penjualan tersebut. b) Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertipikat hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) UU HT. Pasal 14 ayat (2) menyatakan :
63
TESIS
Gatot Supramono, Op.cit., h.224-225
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
68
sertipikat hak tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah dengan kata-kata “DEMI KETUHANAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.” Selanjutnya untuk dapat melaksanakan eksekusi hak tanggungan terdapat dua macam cara yang diperbolehkan oleh UU HT, yaitu dilakukan melalui : 1) Pelelangan Untuk eksekusi hak tanggungan yang dilakukan melalui pelelangan diketahui bahwa Pasal 20 ayai (1) UU HT menghendaki tata cara yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini berarti bagi kreditor yang hendak melakukan eksekusi perlu berhubungan dengan instansi yang berwenang melakukan eksekusi. Di sini ada dua cara yang dapat dilakukan oleh pemegang hak tanggungan, yaitu : Cara pertama, pemeggang hak tanggungan dapat mengajukan permohonan eksekusi hak tanggungan kepada ketua pengadilan negeri, objek hak tanggungan tidak perlu disita eksekusi (executorial beslag) oleh pengadilan karena pemegang hak tanggungan sudah menguasai secara hukum, pengadilan tinggal melakukan pelelangan tetapi tidak dilakukan sendiri melainkan dengan bantuan kantor lelang. Cara kedua, pemegang hak tanggungan melakukan eksekusi hak tanggungan tidak melalui pengadilan, tetapi langsung meminta bantuan kantor lelang untuk melaksanakan penjualan objek hak tanggungan. 2) Penjualan di bawah tangan
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
69
Pelaksanaan eksekusi di bawah tangan dilakukan karena menyangkut pihak ketiga yang berkepentingan (yaitu pemegang hak tanggungan kedua, ketiga, dan seterusnya) wajib diberitahu kepada mereka dengan cara mengumumkan pada dua surat kabar setempat oleh pemberi atau pemegang hak tanggungan. Pelaksanaan penjualannya hanya dapat dilakukan paling cepat satu bulan sejak diberitahukan secara tertulis kepada pihak ketiga tersebut dan mereka tidak ada keberatan satupun juga. Dalam pelelangan, walaupun pengumuman lelang sudah dilakukan, tetapi pihak debitor dapat melunasi utangnya, maka penjualan objek hak tanggungan tidak perlu dilaksanakan. Pelelangan pun menjadi batal. b. Eksekusi Jaminan Fidusia64 Salah satu ciri jaminan fidusia yang kuat itu mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, jika debitor (pemberi fidusia) cidra janji. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) UU Fidusia, dapat diketahui bahwa debitor atau pemberi fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek fidusia dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : a) eksekusi berdasarkan grosse Sertipikat Jaminan Fidusia atau title eksekutorial (secara fiat eksekusi) yang terdapat dalam Sertipikat Jaminan Fidusia, yang dilakukan oleh penerima fidusia Sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayai (1) sub a UU Fidusia, maka eksekusi terhadap objek jaminan fidusia dapat dilakukan berdasarkan grosse
64
TESIS
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, h.229-239
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
70
sertipikat jaminan fidusia atau dengan title eksekutorial sertipikat jaminan fidusia yang diberikan Pasal 15 ayat (2) UU Fidusia. Menurut ketentuan Pasal 15 ayat (2) UU Fidusia tersebut, sertipikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial sama seperti putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, namun sertipikat jaminan fidusia bukan merupakan atau pengganti dari putusan pengadilan, yang jelas walaupun buka putusan pengadilan, karena sertipikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang “sama” dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia berdasarkan grosse sertipikat jaminan fidusia atau dengan title eksekutorial sertipikat jaminan fidusia mengikuti pelaksanaan suatu putusan pengadilan. b) eksekusi berdasarkan pelaksanaan parate eksekusi melalui pelelangan umum oleh penerima fidusia Ketentuan Pasal 15 ayat (3) UU Fidusia menentukan bahwa apabila debitur cidera janji, penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan sendirinya. Ini merupakan salah satu ciri jaminan fidusia yang kuat dan pasti, bahwa adanya kemudahan dalam pelaksanaan eksekusinya apabila pihak debitor (pemberi fidusia) cidera janji dan sebagai perwujudan dari kedudukan yang mendahului dari kreditor (penerima fidusia). Oleh karena itulah, dalam UU Fidusia telah diatur secara khusus tentang eksekusi atas objek jaminan fidusia berdasarkan parate eksekusi lewat atau melalui pelelangan umum.
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
71
Salah satu wujudnya atas kekuasaan sendiri dari kreditor (penerima fidusia) sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat (1) sub b UU Fidusia, maka diberikan hak kepadanya untuk melakukan penjualan terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia, asalkan debitor (pemberi fidusia) cidera janji dan itupun harus dilakukan lewat atau melalui pelelangan umum (Kantor Lelang) tanpa memerlukan persetujuan lagi dari debitor (pemberi fidusia). Selanjutnya dari hasil penjualan tersebut setelah dikurangi dengan hak preferen negara (termasuk biaya lelang), kreditor (penerima fidusia) dapat mengambil pelunasan atas piutangnya. Pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia jenis ini tidak memerlukan fiat eksekusi dari pengadilan. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) sub b jo pasal 15 ayat (3) UU Fidusia, secara hukum UU Fidusia memberikan hak dan wewenang kepada kreditor (penerima fidusia) atas kekuasaan sendiri (parate eksekusi) untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia guna mendapatkan pelunasan piutangnya. Artinya tanpa meminta bantuan Ketua atau juru sita dari Pengadilan Negeri yang bersangkutan, kreditor (penerima fidusia) dapat mengeksekusi objek jaminan fidusia yang bersangkutan dengan meminta bantuan Kantor Lelang untuk melakukan penjualan secara umum atau lelang atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Karena dilaksanakan tanpa melibatkan pihak pengadilan maupun juru sita, maka kreditor sudah tentu memikul resiko, bahwa ia melaksanakan haknya secara keliru, dengan akibat bahwa kreditor memikul resiko tuntutan ganti rugi dari pemberi fidusia. Dalam praktiknya, belakangan ini jarang kreditor yang
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
72
mempunyi kewenangan parate eksekusi, menempuh jalan eksekusi melalui lembaga tersebut dan lebih sering mengambil jalan melalui grosse. c) eksekusi secara penjualan di bawah tangan oleh kreditor pemberi fidusia sendiri. Jaminan fidusia dapat dilakukan melalui penjualan dibawah tangan, sepanjang terdapat kesepakatan antara pemberi fidusia dan penerima fidusia. Penjualan dibawah tangan dapat saja dilakukan walaupun penjualan melalui pelelangan umum telah dilakukan, namun kurang menguntungkan bagi para pihak. Ini berarti eksekusi atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia secara parate eksekusi tidak harus melalui pelelangan umum, diberi kemungkinan melakukan eksekusi atas benda objek jaminan fidusia melalui penjualan dibawah tangan. Ketentuan Pasal 29 ayat (1) sub c UU Fidusia sungguh merupakan upaya pembuat undang-undang untuk memenuhi kepentingan para pihak dalam perjanjian penjaminan fidusia dengan sebaik-baiknya. Penjualan melalui lelang tidak selalu menjamin hasil yang optimal, karena orang yang membeli melalui lelang biasanya berangkat dari pikiran bisa mendapat barang dengan harga yang relatif lebih murah daripada melalui pembelian biasa. Penjualan dibawah tangan atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut dapat dilakukan bila memenuhi persyaratan (reservation) tertentu sebagaimana telah diataur dalam ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf c dan ketentuan Pasal 29 ayat (2) UU Fidusia. Adapun persyaratan dimaksud meliputi : 1. dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dan penerima fidusia ;
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
73
2. dapat diperoleh harga tinggi yang menguntungkan para pihak ; 3. diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau penerima fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan ; 4. diumumkan sekitarnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan ; 5. pelaksanaan penjualan di bawah tangan tersebut, dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis. Sekalipun penjualan dilakukan di bawah tangan namun penjualan berdasarkan Pasal 29 ayat (1) huruf c UU Fidusia tetap saja bukan merupakan penjualan sukarela, karena inisiatif penjualan di sini tidak datang dari pemilik jaminan, tetapi dari pihak kreditur. Dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat diperdagangkan dipasar atau dibursa, eksekusi atas benda tersebut “dapat” dilakukan dengan cara penjualannya di pasar atau dibursa sebagai tempat-tempat perdagangan atas benda perdagangan atau efek, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan tersebut dinyatakan secara tegas dalam Pasal 31 UU Fidusia, yang menentukan : Dalam hal benda yang menjadi objek jaminan fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan ditempat-tempat tersebut sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dengan demikian berdasarkan ketentuan Pasal 31 UU Fidusia, maka secara
khusus
untuk
benda-benda
persediaan
atau
efek
yang
dapat
diperdagangkan, eksekusi fidusianya dapat dilakukan dengan cara “menjualnya”
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
74
dipasar tempat benda-benda persediaan atau efek yang dapat diperdagangkan tersebut umumnya “diperjualbelikan” sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Artinya dimana tempat benda-benda persediaan atau efek yang dapat diperdagangkan dimaksud lazim diperjualbelikan, maka di tempat itulah eksekusi fidusianya dilakukan dengan cara “menjualnya”. c. Eksekusi Jaminan Gadai65 Istilah eksekusi gadai masih terasa asing di telinga masyarakat padahal istilah itu yang tepat digunakan. Selama ini istilah yang telah memasyarakat adalah penjualan barang gadai, hal ini tidak salah karena maksudnya sama dengan eksekusi gadai. Dengan istilah eksekusi gadai tertuju kepada pelaksanaan gadai untuk memenuhi perjanjian pokoknya. Apabila debitor tidak memenuhi janjinya membayar utang, maka kreditor berhak mengeksekusi gadai dengan cara melakukan penjualan barang yang digadaikan. Dalam BW terdapat dua macam cara bersifat alternatif yang dapat dilakukan kreditor untuk kepentingan tersebut, yaitu: a) Dengan menyuruh debitor menjual barang tersebut di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan setempat serta syarat-syarat yang lazim berlaku (Pasal 1155 BW) b) Kreditor dapat menuntut melalui perkara perdata di pengadilan negeri supaya barang tersebut dijual menurut cara yang diterapkan oleh hakim (Pasal 1156 BW).
65
TESIS
Gatot Supramono, Op.cit., h.230-231
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
75
Dengan kedua cara tersebut kreditur dapat memilih salah satunya dengan pertimbangan mana yang dianggap lebih menguntungkan baginya. Tentu saja pertimbangan kreditor dipengaruhi oleh beberapa faktor dapat melakukan eksekusi yaitu prosedurnya mudah, waktunya cepat, dan biayanya murah. Apabila memilih eksekusi dengan cara menjual lelang objek gadai, maka kreditor dapat menyuruh debitor untuk melelangnya. Pelelangannya tidak dapat dilakukan sendiri oleh debitor. Pelelangan harus dilakukan debitor dengan meminta bantuan kantor lelang karena merupakan lembaga resmi dari negara yang berwenang melakukan pelelangan barang. Hasil lelang setelah dikurangi biaya lelang serta biaya-biaya yang diistimewakan diserahkan oleh kantor lelang kepada debitor untuk pelunasan utangnya. Di sini diperlukan kejujuran dan itikad baik debitor sebagai pihak yang dipercaya menjual secara lelang, jangan sampai hasil lelang yang diserahkan kepada debitor dari kantor lelang dibawa kabur. Sebaliknya apabila eksekusi gadai dengan cara mengikuti ketentuan Pasal 1156 BW, maka kreditor harus mengajukan tuntutan perkara perdata ke pengadilan negeri. Tuntutan tersebut dilakukan kreditor dengan mengajukan gugatan utang piutang. Kreditor tidak dapat langsung menuntut supaya barang yang digadaikan dilakukan penjualan untuk pelunasan utang piutang. Hal ini disebabkan gadai sebagai hak kebendaan lahir tanpa pendaftaran. Perjanjian gadai dapat dilakukan secara lisan. Dalam gadai tidak dikenal adanya sertifikat gadai dengan titel “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang dibuat notaris. Gadai tidak mempunyai kekuatan eksekutorial.
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
76
Berhubung perkaranya berupa gugatan perdata maka kreditor tidak dapat langsung mempersoalkan eksekusi mengenai gadai, akan tetapi gugatannya mengenai sengketa utang piutang yang merupakan perkara pokok. Sedangkan objek gadai baru dapat dilakukan eksekusi apabila perkara pokok sudah diputus dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Maksud dan tujuan ketentuan Pasal 1156 BW sebenarnya kreditor hanya meminta pengadilan untuk mengeksekusi barang yang digadaikan, akan tetapi prosedurnya terbentur pada hukum acara yang berlaku, karena dalam HIR maupun RRg tidak diatur lebih lanjut ketentuan acaranya yang sejalan dengan ketentuan gadai tersebut. d. Eksekusi Jaminan Hipotek66 Pasal 1178 ayat (2) BW menentukan : Namun diperkenankanlah kepada si berpiutang hipotek pertama untuk, pada waktu diberikannya hipotek, dengan tegas minta diperjanjikan bahwa, jika uang pokok tidak dilunasi semestinya, atau jika bunga yang terutang tidak dibayar, ia secara mutlak akan dikuasakan menjadi persil yang diperikatkan di muka umum, untuk mengambil pelunasan uang pokok maupun bunga serta biaya, dari pendapatan penjualan itu. Janji tersebut harus dilakukan menurut cara sebagaimana diatur dalam Pasal 1211. Berdasarkan ketentuan diatas, para pihak dapat memperjanjikan bahwa apabila debitor cidera janji, pemegang hipotek diberikan hak atau berhak untuk menjual atas kekuasaan sendiri terhadap benda yang menjadi objek jaminan hipotek yang bersangkutan dan janji seperti ini harus dimuat dengan tegas dalam Akta Hipotek. Pemegang hipotek mempunyai wewenang untuk menjual atas kekuasaan sendiri tanpa harus memerlukan persetujuan lagi dari pemberi hipotek
66
TESIS
Rachmadi Usman, Op.cit., h.270-273
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
77
atas benda yang menjadi objek jaminan hipotek, bila debitor cidera janji. Selanjutnya kreditor mengambil pelunasan piutangnya dari hasil eksekusi penjualan benda yang menjadi objek jaminan hipotek itu lebih dahulu dari kreditur yang lain. Sisa hasil penjualan tetap menjadi hak pemberi hipotek. Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri benda yang menjadi objek jaminan hipotek ini merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan yang diutamakan yang dipunyai oleh pemegang hipotek (pertama). Janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri harus didaftarkan, dengan maksud agar janji tersebut mengikat pihak ketiga. Artinya, janji yang diadakan antara kreditor dengan pemberi jaminan, yang pada asasnya hanya menimbulkan hak pribadi dan karenanya hanya mengikat dan dapat ditujukan kepada orang tertentu saja (para pihak dalam perjanjian), sekarang dapat didaftarkan pada register pendaftaran hipotek berdasarkan ketentuan undang-undang menjadi hak kebendaan, mempunyai daya kerja terhadap pihak ketiga yang bukan pihak dalam perjanjian. Jika janji yang demikian itu tidak didaftarkan, maka ia hanya mengikat kreditor dan pemberi jaminan saja. Penjualan atas kekuasaan sendiri oleh kreditor (pemegang hipotek) terhadap benda yang menjadi objek jaminan hipotek itu, dipersyaratkan harus dijual melalui pelelangan umum dengan harapan agar didapat atau diperoleh harga yang maksimal sesuai dengan harga pasar setempat, sehingga tidak merugikan kreditor yang bersangkutan. Keistimewaan dari pemegang hipotek menurut Pasal 1178 ayat (2) BW, bahwa ia bisa menjual barang-barang jaminan sesudah debitor wanprestasi tanpa
TESIS
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
78
melalui prosedur penyitaan lebih dahulu dan karenanya tanpa melibatkan juru sita, tanpa perantara atau izin hakim, pokoknya seolah-olah ia melelang barangnya sendiri. Bahkan ia tidak pernah menggunakan grosse akta hipoteknya. Untuk hipotek kapal, dalam ketentuan Pasal 60 ayat (3) dan ayat (4) UU Pelayaran diketahui grosse akta hipotek berfungsi sebagai surat tanda bukti adanya hipotek kapal yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap. Dengan kekuatan title eksekutorial tersebut, maka pemegang hipotek kapal dapat menggunakan grosse akta hipotek kapalnya sebagai landasan hukum dalam melaksanakan eksekusi tanpa melalui proses gugatan di pengadilan.67
67
TESIS
Ibid, h.303
PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK ...
MAYKE KRISTIANI WINARTO