BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP FUNGSI, MAKNA DAN PARTIKEL SHUUJOSHI –YO
2.1 Fungsi 2.1.1
Pengertian Fungsi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi fungsi dalam linguistik adalah
peran sebuah unsur bahasa dalam satuan sintaksis yang lebih luas seperti nomina yang berfungsi sebagai subjek (http://kbbi.web.id). Menurut Halliday dalam Tagor (2008:62) memberikan definisi tentang fungsi yaitu suatu konsep abstrak yang berperan dalam mengungkapkan hakekat realita sosial melalui wahana bahasa. Melalui definisi fungsi tersebut, dapat dilihat bahwa segala aspek sosialisasi bahasa dan konsekuensinya merupakan bagian dari fenomena penggunaan bahasa. Sedangkan menurut Kridalaksana (2008:67), fungsi adalah: (1) beban makna suatu kesatuan bahasa; (2) hubungan antara satu satuan dengan unsur-unsur gramatikal, leksikal, atau kronologis dalam suatu deret satuan-satuan; (3) penggunaan bahasa untuk tujuan tertentu; (4) peran unsur dalam suatu ujaran dan hubungannya secara struktural dengan unsur lain; (5) peran sebuah unsur dalam satuan sintaksis yang lebih luas, misal, nomina yang berfungsi sebagai subjek atau objek. Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi adalah suatu unsur dalam sintaksis yang saling berhubungan dengan unsur gramatikal, leksikal atau
Universitas Sumatera Utara
kronologis yang merupakan bagian dari fenomena penggunaan bahasa dalam sebuah realita sosial.
2.1.2
Jenis –Jenis Fungsi Menurut Pangaribuan (2008:63), fungsi terdiri atas tiga jenis, yaitu:
1. Fungsi Ideasional Fungsi yang dipresentasikan oleh unsur pengalaman dan pemikiran logis yang diungkapkan melalui teks, seperti siapa berperan apa, melakukan tindakan sosial apa, kepada siapa, di lokasi mana, dan lain-lain 2. Fungsi Interpersonal Fungsi
yang
menjelaskan
bagaimana
hubungan
antar
partisipan
yang
direalisasikan lewat bahasa melalui peran ungkapan, pilihan persona, modalitas ungkapan, dan lain-lain. 3. Fungsi Tekstual Fungsi yang dilihat dari bagaimana keterpaduan makna direalisasikan melalui struktur informasi, kohesi dan unsur-unsur lain yang menyatakan bagaimana bahasa itu melayani kepentingan partisipan. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (http://kbbi.web.id), jenisjenis fungsi dibagi menjadi empat jenis, yaitu : 1. Fungsi Ekspresif Penggunaan bahasa untuk menampakkan hal ihwal yang bersangkutan dengan pribadi pembicara.
Universitas Sumatera Utara
2. Fungsi Fatis Penggunaan bahasa untuk mengadakan atau memelihara kontak antara pembicara dan pendengar. 3. Fungsi Kognitif Penggunaan bahasa untuk penalaran akal. 4. Fungsi Komunikatif Penggunaan bahasa untuk penyampaian informasi antara pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca) Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat fungsi terbagi atas : 1. Fungsi Ideasional / Kognitif Fungsi yang dipresentasikan oleh unsur pengalaman, pemikiran logis dan penalaran akal seperti peran, tindakan sosial, lokasi, dan lain-lain. 2. Fungsi Interpersonal / Fatis Fungsi yang menjelaskan hubungan antar partisipan untuk mengadakan atau memelihara kontak antara pembicara dan pendengar yang direalisasikan melalui modalitas ungkapan, pilihan persona, dan lain-lain. 3. Fungsi Tekstual Fungsi yang dilihat dari bagaimana keterpaduan makna direalisasikan melalui struktur informasi, kohesi, dan unsur lain yang menyatakan proses bahasa itu melayani kepentingan partisipan. 4. Fungsi Ekspresif Fungsi yang menampakkan hal ihwal yang bersangkutan dengan pribadi pembicara
Universitas Sumatera Utara
5. Fungsi Komunikatif Fungsi yang menunjukkan pengunaan bahasa untuk menyampaikan informasi antara pembicara dan pendengar.
2.2 Makna 2.2.1 Pengertian Makna Makna adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Menurut Ferdinand de Saussure dalam Chaer (2007:287), makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda linguistik. Di dalam definisi makna tersebut, tanda linguistik berperan penting, baik disamakan identitasnya dengan kata atau leksem ataupun disamakan identitasnya dengan morfem. Sedangkan menurut Kridalaksana (2008:132), makna adalah: (1) maksud pembicaraan; (2) pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia; (3) hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya; (4) cara menggunakan lambang-lambang bahasa. Kridalaksana dalam Chaer (2007:287) juga mengatakan bahwa setiap tanda bahasa mengacu pada sesuatu yang ditandai sehingga makna tutur tersebut dapat dimengerti oleh lawan bicara. Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa makna adalah maksud dan arti dari sebuah tuturan yang terkandung dalam sebuah tanda bahasa atau tanda linguistik sehingga lawan bicara dapat mengerti tuturan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2
Jenis-Jenis Makna Chaer (2007:289) membagi jenis-jenis makna ke dalam tiga belas jenis, yaitu:
1. Makna Leksikal Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau pada leksem meski tanpa konteks apapun. Dapat dikatakan juga bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indra dan makna apa adanya (makna kamus). 2. Makna Gramatikal Makna gramatikal adalah makna yang muncul ketika terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi (proses pembubuhan morfem pada sebuah bentuk dasar), reduplikasi (proses pengulangan bentuk dasar, baik secara keseluruhan, sebagian, maupun perubahan bunyi), dan komposisi (proses penggabungan antar morfem dasar, baik bebas ataupun terikat sehingga terbentuk konstruksi yang memiliki identitas leksikal yang baru). 3. Makna Kontekstual Makna kontekstual adalah makna yang muncul sesuai dengan situasi kalimat, yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa yang bersangkutan. 4. Makna Referensial Makna referensial adalah makna yang memiliki referensnya atau acuannya dalam dunia nyata, seperti kata “kuda”, “merah”, “gambar” dan lain-lain. 5. Makna Non-Referensial Makna non-referensial adalah makna yang tidak memiliki referens atau acuan dalam dunia nyata, seperti kata “dan”, “atau”, “karena”, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
6. Makna Denotatif Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah leksem. Makna denotatif sama dengan makna leksikal. 7. Makna Konotatif Makna konotatif adalah makna tambahan pada makna denotatif yang berhubungan dengan nilai rasa dari pribadi atau kelompok yang menggunankan kata yang bersangkutan. Makna konotatif dibagi menjadi dua jenis yaitu konotasi postif (mengandung arti yang baik) dan konotasi negatif (mengandung arti yang buruk). 8. Makna Konseptual Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem, terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Makna konseptual sama dengan makna leksikal, makna denotatif dan makna referensial. 9. Makna Asosiatif Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata yang berkenaan dengan adanya hubungan kata dengan sesuatu yang berada di luar bahasa, seperti kata “merah” berasosiasi dengan keberanian, kata “putih” yang berasosiasi dengan kesucian, dan lain-lain. 10. Makna Kata Makna kata adalah makna yang muncul ketika sudah berada di dalam konteks kalimat atau konteks situasi. Hal itu dikarenakan makna kata yang terkandung dalam sebuah kata tidak memiliki arti yang jelas dan pasti jika berdiri sendiri. Contohnya kata “jatuh” tidak memiliki arti yang jelas sebelum berada dalam sebuah konteks seperti “jatuh dari sepeda”, “jatuh dalam ujian”, “jatuh cinta”, “harganya jatuh”, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
11. Makna Istilah Makna istilah adalah makna yang sudah pasti, jelas dan tidak diragukan meskipun tanpa berada dalam konteks kalimat, misalnya kata “lengan” dan “tangan”memiliki makna yang berbeda yaitu “lengan” adalah bagian pergelangan sampai pangkal bahu dan “tangan” adalah bagian pergelangan sampai jari tangan. 12. Makna Idiom Makna idiom adalah makna yang tidak dapat diramalkan dari makna unsurunsurnya, baik secara leksikal maupun gramatikal. Makna idiom dibagi menjadi 2 jenis yaitu idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang semua unsurnya sudah melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari kesatuan tersebut, seperti “banting tulang”, “naik daun”, “jual gigi” dan lain-lain. Idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki makna leksikal, seperti “daftar hitam”, “mata tajam”, dan lain-lain. 13. Peribahasa Peribahasa adalah makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Contohnya peribahasa “seperti anjing dan kucing” yang berarti tidak pernah akur karena memiliki asosiasi bahwa anjing dan kucing merupakan binatang yang selalu berkelahi dan tidak pernah damai. Sedangkan Sutedi (2004:106) mengemukakan 6 jenis makna dalam bahasa Jepang, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Makna Leksikal Makna leksikal dalam bahasa Jepang disebut dengan jishoteki imi (辞書的意味) atau goiteki imi (語彙的意味). Makna leksikal adalah makna yang sesungguhnya sesuai dengan hasil pengamatan indra dan terlepas dari unsur gramatikal (makna asli). 2. Makna Gramatikal Makna gramatikal dalam bahasa Jepang disebut bunpouteki imi (文法的意味). Makna gramatikal adalah makna yang muncul akibat proses gramatikal. 3. Makna Denotatif Makna denotatif dalam bahasa Jepang disebut meijiteki imi (明示的意味) atau gaien (外延). Makna denotatif adalah makna yang berkaitan dengan dunia luar bahasa seperti suatu objek atau gagasan dan bisa dijelaskan dengan analisis komponen makna. 4. Makna Konotatif Makna konotatif dalam bahasa Jepang disebut anjiteki imi (暗示的意味) atau naihou (内包). Makna konotatif adalah makna yang ditimbulkan karena perasaan atau pikiran pembicara dan lawan bicaranya. 5. Makna Dasar Makna dasar dalam bahasa Jepang disebut kihongi (基本儀). Makna dasar adalah makna asli yang dimiliki oleh suatu kata yang masih digunakan pada masa sekarang ini.
Universitas Sumatera Utara
6. Makna Perluasan Makna perluasan dalam bahasa Jepang disebut tengi (転義). Makna perluasan adalah makna yang muncul dari hasil perluasan makna dasar yang diantaranya akibat penggunaan kiasan (majas). Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat makna terbagi atas 15 jenis, yaitu makna leksikal atau jishoteki imi (辞書的意味), makna gramatikal atau bunpouteki imi (文法的意味), makna denotatif atau meijiteki imi (明示的意味), makna konotatif atau anjiteki imi (暗示的意味), makna kontekstual, makna referensial, makna nonreferensial, makna konseptual, makna asosiatif, makna kata, makna istilah, makna idiom dan peribahasa.
2.3 Partikel 2.3.1
Pengertian Partikel Partikel di dalam bahasa Jepang disebut joshi (助詞). Istilah joshi (助詞)
terdiri dari dua buah kanji, yaitu kanji jo (助) dan shi (詞). Kanji jo (助) dapat dibaca tasukeru yang berarti membantu atau menolong. Kanji shi (詞) yang memiliki makna yang sama dengan istilah kotoba (言葉) yang berarti kata, perkataan atau bahasa. Bila digabungkan, maka joshi ( 助 詞 ) dapat diartikan sebagai kata bantu (partikel) (Situmorang, 2010:50). Sedangkan Sutedi (2003:106) menyatakan bahwa joshi (助詞) tidak memiliki makna leksikal namun memiliki makna gramatikal, sebab baru jelas maknanya jika digunakan dalam sebuah kalimat.
Universitas Sumatera Utara
Sudjianto (2007:1) mengatakan bahwa joshi ( 助 詞 ) merupakan sebuah postposisi, dimana letak joshi (助詞) pada kalimat selalu menempati posisi setelah kata lain. Contoh: 私はきのう友達とジャカルタへ行きました。
Watashi wa kinou tomodachi to jakaruta e ikimashita. Kemarin saya bersama teman pergi ke Jakarta Diantara 5 bunsetsu di atas, ada yang mengandung joshi (助詞) yaitu “watashi wa”, “tomodachi to”, dan “jakaruta e”. Joshi (助詞) “wa” menempati posisi setelah nomina “watashi”, joshi (助詞) “to” menempati posisi setelah nomina “tomodachi”, dan joshi “e” menempati posisi setelah nomina “jakaruta”. Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa joshi (助詞) adalah kata bantu atau partikel yang selalu menempati posisi setelah kata lain dan tidak memiliki makna leksikal namum memiliki makna gramatikal. Situmorang (2010:50-51) menjabarkan ciri-ciri joshi (助詞) sebagai berikut : 1. Tidak dapat berdiri sendiri. 2. Tidak berkonjugasi. 3. Tidak menjadi subjek, predikat, objek dan keterangan di dalam kalimat. 4. Selalu mengikuti kata lain.
Universitas Sumatera Utara
5. Ada yang mempunyai arti sendiri, tetapi ada juga yang berfungsi memberi arti pada kata lain.
2.3.2
Jenis-Jenis Partikel Sudjianto (2007:4) membagi partikel (joshi) menjadi empat jenis, yaitu:
1. Fukujoshi (副助詞) Joshi (助詞) yang berfungsi sebagai penghubung kata-kata yang ada sebelumnya dengan kata-kata yang ada pada bagian berikutnya. Joshi (助詞) dalam kelompok fukujoshi (副助詞) biasanya dipakai setelah nomina, verba, adjektiva –i, adjektiva – na, adverbia, bahkan ada juga yang dipakai setelah partikel lainnya. Joshi (助詞) yang termasuk dalam fukujoshi (副助詞) yaitu bakari, dake, demo, hodo, ka, kiri, koso, kurai/gurai, made, mo, nado, nari, noni, sae, shika, wa, dan yara. 2. Kakujoshi (格助詞) Joshi ( 助 詞 ) yang diletakkan setelah taigen atau meishi (nomina) untuk menyatakan hubungan antar bunsetsu. Kakujoshi ( 格 助 詞 ) yang menyatakan hubungan antar nomina yang ada sebelumnya dengan nomina yang ada pada bagian berikutnya menggunakan joshi no, to, ya. Kakujoshi (格助詞) yang menyatakan hubungan nomina yang ada sebelumnya dengan predikat pada kalimat menggunakan joshi de, e, ga, kara, ni, o, dan yori. 3. Setsuzokujoshi (接続助詞) Joshi ( 助 詞 )
yang berfungsi sebagai penghubung bagian-bagian kalimat.
Setsuzokujoshi (接続助詞) umumnya dipakai setelah yougen (verba, adjektiva –i,
Universitas Sumatera Utara
adjektiva –na). Namun ada juga setsuzokujoshi (接続助詞) yang dipakai setelah nomina ataupun verba bantu. Joshi (助詞) yang termasuk ke kelompok setsuzokujoshi (接続助詞) yaitu ba, ga, kara, keredomo, nagara, node, noni, shi, tari, te, temo, dan to. 4. Shuujoshi (終助詞) Joshi (助詞) yang terletak di akhir kalimat yang berfungsi untuk menyatakan suatu perasaan (kandou) yang dirasakan pembicara pada waktu mengucapkan kalimat yang bersangkutan. Joshi (助詞) yang termasuk ke kelompok shuujoshi (終助詞) yaitu ka, kashira, kke, na/naa, ne/nee, no, sa, tomo, wa, ya, yo, ze, zo.
2.4 Partikel –Yo 2.4.1
Pengertian Shuujoshi Dalam bahasa Jepang, terdapat sekelompok partikel yang umum diletakkan di
bagian akhir kalimat (sentence final particle). Parikel-partikel ini umumnya berfungsi untuk menjalankan konteks dari kalimat awalnya, apakah itu untuk bertanya, menegaskan
opini,
melakukan
persuasi,
ataupun
lain
sebagainya.
(http://sora9n.wordpress.com). Partikel di bagian akhir kalimat itu disebut shuujoshi (終助詞).
Istilah shuujoshi (終助詞) terdiri dari dua bagian kanji, yaitu kanji shuu (終) dan joshi (助詞). Kanji shuu (終) dapat dibaca owari yang berarti akhir atau berakhir. Kanji joshi (助詞) berarti kata bantu (partikel). Bila digabungkan, maka shuujoshi (終助詞) dapat diartikan sebagai kata bantu (partikel) akhir.
Universitas Sumatera Utara
Sudjianto (2004:182) menyatakan bahwa joshi yang termasuk shuujoshi umumnya dipakai setelah berbagai macam kata pada bagian akhir kalimat untuk menyatakan suatu pernyataan, larangan, seruan, rasa haru, dan sebagainya. Chino (1992:120) menyatakan bahwa shuujoshi biasanya dipakai dalam bahasa percakapan, diucapkan mengikuti nada suara yang dipakai, untuk menyampaikan nuansa emosi, sering tanpa menyampaikan isi kalimat secara terus terang. Dengan adanya penggunaan shuujoshi, konteks kalimat dapat diperlembut ataupun dipertegas. Shuujoshi (終助詞) yang digunakan dalam bahasa percakapan yaitu ka, kashira, kke, na/naa, ne/nee, no, sa, tomo, wa, ya, yo, ze, zo.
2.4.2
Fungsi Shuujoshi –Yo Chino (1992:122) menjelaskan bahwa shuujoshi –yo (-よ) memiliki beberapa
fungsi, antara lain: 5. Mengajak untuk perbuatan sebagai rangkaian dari suatu perbuatan yang lain (ajakan). Shuujoshi –yo dapat dipakai dalam ungkapan yang berbentuk ajakan atau perintah. Contoh : もう だいぶ 歩いた から、ちょっと 休もうよ。
Mou daibu aruita kara, chotto yasumou yo. Karena sudah berjalan cukup banyak, mari istirahat sebentar.
Universitas Sumatera Utara
6. Menunjukkan suatu permohonan yang kadang maknanya lebih keras daripada shuujoshi –ne (-ね). Konteks memohon dan meminta tolong dalam fungsi ini terkesan tegas, mendalam atau bersungguh-sungguh. Contoh : 私 の 家にも 来て 下さい よ。
Watashi no ie ni mo kite kudasai yo. Silahkan datang ke rumah saya juga. 7. Menunjukkan suatu pernyataan untuk memastikan atau menjelaskan. Penutur berusaha memastikan ataupun memperbaiki informasi yang diterimanya. Penutur juga dapat menekankan arti yang ingin disampaikan lewat fungsi ini. Contoh : いいえ、恵子 は 小学校 を 去年 出ました から、もう 13 歳 です よ。
Iie, Keiko wa shougakkou o kyonen demashita kara, mou jyuusan sai desu yo. Bukan, Keiko lulus sekolah dasar tahun lalu, jadi dia sudah genap 13 tahun. 8. Menunjukkan omelan, amarah atau menghina Contoh : あの 人 は 仕事 が できないわよ!
Ano hito wa shigoto ga dekinai wa yo!
Universitas Sumatera Utara
Dia tidak dapat melaksanankan perkerjaan!
2.4.3
Makna Shuujoshi –Yo Di dalam memaknai shuujoshi –yo, makna terdapat pada konteks percakapan.
Hal ini dikarenakan shuujoshi –yo termasuk ke dalam jenis joshi merupakan makna kontekstual dan tidak dapat berdiri sendiri untuk mendapatkan makna leksikalnya (Sudjianto, 2007:3). Shuujoshi –yo tidak memiliki makna yang pasti. Chino (1992:120) mengatakan bahwa shuujoshi –yo dipakai untuk menyampaikan nuansa emosi, sering tanpa menyampaikan isi dan makna kalimat secara terus terang. Kalimat yang memiliki shuujoshi –yo bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, akan dimaknai menjadi partikel bahasa prokem. Partikel bahasa prokem yang mewakili makna dan berkesinambungan dengan teori fungsi shuujoshi –yo yang dikemukanan oleh Chino (1992:122) yaitu : 7. ‘Loh’ Kata informatif, untuk memastikan / menekankan suatu hal. Bisa juga digunakan untuk membantah pernyataan yang diterima si pendengar. Contoh : a. Nanti kamu kedinginan loh b. Aku sudah besar loh
Universitas Sumatera Utara
8.
‘Ya’ Pembenaran, penekanan, meyakinkan atau persetujuan atas pernyataan atau opini
yang diucapkan. Contoh :
9.
-
Aku pulang duluan ya
-
Pelajar di sekolah itu pintar-pintar ya
‘Sih’ Mengakhiri satu pernyataan yang bertentangan. Biasanya dipakai dalam konteks
kekesalan akan pernyataan sebelumnya. Contoh : a. Kamu sendiri yang minta sih b. Ini semua salah kamu sih 10. ‘Kok’
Memberi penekanan atas kebenaran pernyataan yang dibuat. Pernyataan tersebut lebih ditekankan untuk membuktikan pernyataan sebelumnya adalah tidak benar adanya.
Contoh :
a. Saya dari tadi di sini kok b. Dia sudah makan kok 11. ‘Yuk’
Universitas Sumatera Utara
Menyatakan ajakan untuk melakukan sesuatu tindakan atau perbuatan.
Contoh :
-
Kita makan dulu yuk
-
Sebelum tidur, gosok gigi dulu yuk
12. ‘Kan’ Menyatakan suatu sebab yang pasti (pernyataan). Contoh : -
Dia sudah bisa sendiri kan
-
Bagus kan
(http://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_prokem) Fungsi shuujoshi –yo yang memiliki kesinambungan antara fungsi dengan maknanya. Namun tidak jarang terdapat shuujoshi –yo yang tidak memiliki makna yang tepat, namun memiliki fungsi. Hal ini dikarenakan shuujoshi –yo tidak memiliki makna leksikal namun tergantung kepada konteks dan situasi kalimat yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara