BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelor Moringa oleifera atau di Indonesia dikenal dengan nama kelor telah sejak dulu digunakan sebagai obat tradisional, baik dalam bentuk segar maupun dalam bentuk ramuan berupa jamu. Kelor di kenal dengan berbagai nama di setiap negara seperti moringa, ben-oil tree, clarifier tree, drumstick tree (Inggris), kelor, marunggai, sajian (Malaysia), marum (Thailand), serta malunggay (Filipina). Di Indonesia kelor juga dikenal dengan berbagai nama seperti kelor (Jawa, Sunda, Bali, dan Lampung), kerol (Buru), maronggih (Madura), moltong (Flores), kelo (Gorontalo), keloro (bugis), kawano (Sumba), ongge (Bima) dan hau fo (Timor) (Tilong, 2012). Klasifikasi tanaman kelor adalah sebagai berikut: Kingdom Sub kingdom Superdivisi Divisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus Spesies
: Plantae (tanaman) : Tracheobionta (tanaman berpembuluh) : Spermatophyta (menghasilkan biji) : Magnoliophyta (tanaman berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) : Dilleniidae : Capparales : Moringaceae : Moringa : Moringa oleifera (Tilong, 2012)
Kelor berasal dari kaki bukit Pegunungan Himalaya di Asia Selatan dari timur laut Pakistan ke utara Bengala Barat India Utara dan di Timur Bangladesh (Roloff et al. 2009 ). Kelor dapat tumbuh baik pada ketinggian antara 600 m sampai 1000 m diatas permukaan laut dengan kisaran suhu 25°C sampai 48°C. Untuk tumbuh kelor memerlukan curah hujan antara 250mm sampai 3000mm per tahun.
6
7
Keadaan tanah yang cocok untuk pertumbuhan kelor ialah tanah yang mengandung sedikit asam seperti jenis tanah lempung (Henry doubleday research association/ Hdra). Kelor termasuk jenis tumbuhan perdu berumur panjang berupa semak atau pohon dengan ketinggian 7-12 meter. Batangnya berkayu (lignosus), tegak, berwarna putih kotor, berkulit tipis dan mudah patah. Cabangnya jarang dengan arah cabang tegak atau miring serta cenderung tumbuh lurus dan memanjang. Daun kelor berbentuk bundar telur, bersirip tak sempurna, beranak daun gasal, tersususun majemuk dalam satu tangkai dan hanya sebesar ujung jari. Helaian daun kelor berwarna hijau, ujung daun tumpul, pangkal daun membulat, tepi daun rata, susunan pertulangan menyirip serta memiliki panjang 1-3 cm dan lebar 1-2 cm. Bunga kelor muncul di ketiak daun, beraroma khas dan berwarna putih kekuning-kuningan. Buah kelor berbentuk segitiga, dengan panjang sekitar 20-60 cm dan berwarna hijau. Kelor berakar tunggang, berwarna putih, berbentuk seperti lobak, berbau tajam dan berasa pedas (Tilong, 2012).
Gambar 2.1 Kelor Sumber: (http://persagintb.wordpress.com/2010/04/09/potensi-daun-kelor-di-ntb/)
8
2.1.1 Kandungan dan sifat kimiawi kelor Berdasarkan hasil penelitian Lowell Fuglie dalam (Putri, 2011) kelor memiliki kandungan nutrisi seperti Vitamin A, Vitamin B1, Vitamin B2, Vitamin B3, Vitamin C, Calcium, Chromium, Copper, Iron, Magnesium, Manganese, Potassium, Protein, Zinc, Isoleucine, Leucine, Lysine, Methionine, Phenylalaine, Threonine, Tryptophan, Valine, Alanine, Arginine, Aspartic Acid, Cystine, Glutamic Acid, Glycine, Histidine, Serine, Proline dan Tryrosine. Hampir semua unsur nutrisi tersebut ditemukan dengan kadar yang cukup signifikan. Menurut penelitian Robertino (2013) ekstrak etanol kulit batang kelor mengandung triterpenoid, alkoloid, fenolat, tanin, saponin dan flavanoid. Flavanoid banyak ditemukan pada bagian-bagian tumbuhan kelor seperti pada daun dan buah. Senyawa flavanoid dapat berperan sebagai antioksidan dan mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Selain itu, flavanoid juga dapat merangsang glukosa serapan pada jaringan perifer dan mengatur aktivitas enzim yang terlibat dalam jalur metabolisme karbohidrat. Menurut Robinson (1995) flavanoid memiliki aktivitas fisiologi tertentu seperti anti jamur, anti bakteri, anti virus, mencegah gangguan mensturasi dan kerusakan hati serta dapat mengatasi penyakit Diabetes Mellitus. Saat ini flavanoid dianggap sebagai zat alami yang menjanjikan dan secara signifikan menarik untuk memperkaya pilihan terapi melawan Diabetes Mellitus.
2.1.2 Manfaat kelor Tumbuhan kelor memberikan banyak manfaat baik non medis maupum medis (herbal). Manfaat non-medis kelor adalah sebagai bahan pangan, pagar
9
tanaman, dan penjernih air. Manfaat medis kelor menurut Henry doubleday research association (Hdra) adalah: 1. Daun
: Daun kelor banyak digunakan unutk pengobatan diabetes, anemia, batu ginjal, dan sebagai antiseptik.
2. Bunga : Dapat digunakan oleh penderita yang mengalami masalah sulit kencing dimana bunga ini dapat memperlancar proses urinasi dan sebagai anti- inflamasi. 3. Buah
: Buah tanaman kelor dapat digunakan untuk pengobatan diare dan malnutrisi.
4. Biji
: Biji tanaman kelor digunakan karena memiliki antibiotik and anti-inflammatory untuk pengobatan arthritis, rematik dan kram.
5. Akar, kulit dan Getah : Akar dan kulit pada tanaman kelor memiliki bagian-bagian seperti yang disebutkan pada daun, buah dan biji. Kulit dan getah pada tanaman kelor digunakan dalam pengobatan rematik, diare dan batuk.
2.2 Diabetes Mellitus Istilah Diabetes Mellitus berasal dari Bahasa Yunani yaitu diabetes yang berarti “sypon” menunjukan pembentukan urine yang berlebihan dan mellitus berasal dari kata “meli” yang berarti madu (Hoementa, 2012). Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolisme kronis yang menyebabkan seseorang memiliki gula darah yang relatif tinggi (lebih dari 120mg/dl atau 120 mg%), baik karena tubuh tidak memproduksi insulin yang cukup atau karena sel
10
tidak merespon terhadap insulin yang diproduksi. Insulin adalah hormon peptida yang diproduksi sel beta di pankreas. Hormon ini memiliki peranan penting dalam proses metabolisme. Insulin berfungsi untuk membawa glukosa darah ke dalam sel untuk pembentukan energi dan menyimpan kelebihan glukosa menjadi glikogen dalam otot dan hati.
2.2.1 Klasifikasi Seino et al. (2010) mengklasifikasikan Diabetes Mellitus (DM) sebagai berikut: 1. Diabetes Mellitus tipe I Terjadi kerusakan pada sel beta pankreas sehingga menyebabkan kekurangan insulin mutlak. Rusaknya sel beta pankreas disebabkan proses autoimun yang menyebabkan defisiensi insulin. Pada beberapa kasus pasien menalami kekurangan insulin permanen dan rentan terhadap ketadiosis tetapi tidak rentan terhadap proses autoimunitas, sehingga digolongkan sebagai idiopatik diabetes (American Diabetes Associaton, 2012). 2. Diabetes Mellitus tipe II
Diabetes Mellitus tipe II ini menyebabkan resistensi insulin dan kekurangan insulin relatif yang terjadi selama masa hidup penderita. Kebanyakan diderita oleh orang dewasa yang mengalami obesitas. Bentuk diabetes ini sering tidak terdiagnosa selama bertahun-tahun karena hiperglikemia berkembang secara bertahap dan pada tahap awal tidak menunjukkan gejala diabetes. Walaupun demikian, penderita tersebut berada pada peningkatan resiko komplikasi makro vaskuler dan mikrovaskuler.
11
3. DM yang disebabkan oleh akibat lanjutan dari: a. Mutasi-mutasi genetik yang diidentifikasi sebagai penyebab keretakan genetik antara lain: 1) Kelainan fungsi genetik sel beta pankreas 2) Kelainan genetik akibat aksi insulin. b. Karena kondisi atau penyakit lain 1) Penyakit eksokrin pankreas 2) Penyakit endokrin 3) Penyakit hati 4) Pengaruh obat dan bahan-bahan kimia 5) Infeksi 6) Bentuk kekebalan yang jarang terjadi 7) Berbagai sindrom yang sering dikaitkan dengan diabetes. 4. Diabetes Mellitus Gestasional Diabetes jenis ini sering terjadi pada wanita yang sedang dalam masa kehamilan. Penyakit ini diakibatkan oleh kebutuhan insulin pada masa kehamilan cenderung meningkat. Wanita yang mengalami Diabetes Mellitus Gestasional akan mengalami resiko menderita Diabetes Mellitus tipe II.
2.2.2 Diagnosis Diagnosis klinis Diabetes Mellitus sering ditandai oleh gejala seperti rasa haus dan volume urin yang meningkat, infeksi berulang, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan dan dalam kasus yang parah terjadi koma (WHO, 1999). Selain itu menurut Misnadiarly (2006) diagnosis khas Diabetes Mellitus
12
pada umumnya adalah poliuria (banyak kencing), polidipsia (banyak minum), polifagia (banyak makan), penurunan berat badan dan keluhan lainnya seperti kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensia pada pria serta pruritus vulva pada wanita. Menurut konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) tahun 2006, diagnosis Diabetes Mellitus dapat dipastikan jika terdapat salah satu hasil pemeriksaan sebagai berikut: a. Gejala klasik Diabetes Mellitus dengan kadar glukosa darah > 200mg/dL. Gejala klasik Diabetes Mellitus yaitu sering kencing, cepat lapar, sering haus dan penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya. b. Gejala klasik Diabetes Mellitus dengan kadar glukosa puasa >126 mg/dL. c. Pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam > 200 mg/dL sesudah pemberian beban glukosa 75 gr.
2.3 Aloksan Aloksan (2,4,5,6-tetraoxypyrimidine; 5,6-dioxyuracy) berbentuk kristal, berwarna putih dan mudah larut dalam air. Apabila dalam bentuk larutan terjadi kontak dengan kulit, warna aloksan akan berubah menjadi merah. Aloksan digunakan untuk merusak sel-sel pada pankreas, indikasi kerusakan adanya perubahan pada pankreas. Perubahan-perubahan itu berupa pengecilan pulaupulau pankreas, pengurangan jumlah sel-sel beta pankreas dan degranulasi
13
(Ressang, 1984).
Zat diabetogenik aloksan bersifat toksik terhadap sel beta
pankreas dan dapat menyebabkan insulitis pada hewan percobaan (Szkudelski, 2001). Menurut Turner dan Joseph (1976) hewan yang menderita Diabetes Mellitus eksperimental akibat induksi aloksan akan mengalami defisiensi insulin karena pada dosis tertentu aloksan akan merusak sel-sel beta pankreas. Aksi sitotoksik pada aloksan dimediasi oleh radikal bebas yang dibentuk oleh reaksi redoks. Aloksan dan produk reaksinya berupa asam dialurik, akan membentuk formasi redoks dengan formasi radikal superoksida. Radikal superoksida kemudian mengalami dismutasi menjadi hidrogen peroksida. Aksi radikal bebas dengan rangsangan tinggi akan meningkatkan konsentrasi kalsium sitosol yang menyebabkan kerusakan pada sel beta (Filipponi et al., 1986). Aloksan adalah senyawa kimia tidak stabil dan senyawa hidrofilik. Aloksan murni diperoleh dari oksidasi asam urat oleh asam nitrat. Waktu paruh aloksan pada pH 7,4 dan suhu 37° C adalah 1,5 menit. Injeksi aloksan pada hewan percobaan dapat dilakukan secara intravena, intraperitoneal, ataupun subkutan (Szkudelski, 2001). Dosis yang diberikan untuk menginduksi diabetes tergantung pada spesies hewan, cara pemberian dan status nutrisi (Eizirik et al. 1994).
2.4 Glibenklamid Glibenklamid
(Daonil,
N-(4-[/3-(2-metoksi-5-chlorobenz-amido)
ethyl]benzosulphonyl)-N’-cyclohexylurea) merupakan antidiabetik oral golongan sulfonylurea generasi kedua sedangkan generasi pertama dari golongan sulfonylurea adalah tolbutamid dan khlorpropamid. Glibenklamid dapat bertindak sebagai senyawa yang dapat menghasilkan obat hipoglikemik dengan efek yang
14
lebih kuat dan lebih lama (O’sullivan dan Cashman, 1970; Alberti et al. 1997). Menurut Sharma (2011), glibenklamid bereaksi pada pankreas untuk merangsang peningkatan pelepasan insulin oleh sel beta pankreas. Glibenklamid juga dapat mengurangi proses pembentukan glukosa dan pemecahan glikogen serta meningkatkan penyerapan glukosa dalam hati. Proses metabolisme glibenklamid terjadi di dalam hati, hasil
25%
metabolit diekskresi melalui urin dan sisanya diekskresi melalui empedu dan tinja. Obat akan bersih dari serum setelah 36 jam sesudah pemberian dihentikan (Tony dan Suharto, 2005).
2.5 Hati Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, beratnya kira-kira 2.5% dari berat tubuh orang atau hewan dewasa. Hati terletak di sebelah kanan atas rongga perut di bawah diafragma. Bentuknya seperti segitiga, berwarna gelap coklat kemerahan dan terdiri dari dua lobus utama yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme yaitu lobus kiri dan lobus kanan. Lobus kanan hati lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadratus. Hati terdiri dari 2 jenis sel utama yaitu sel hepatosit yang aktif secara metabolis yang berasal dari epitel dan sel kupffer yang terdapat dalam dindingdinding
kapiler
dan
sinusoid-sinusoid
hati
yang
berfungsi
untuk
membersihkan benda-benda asing dari darah (Ressang, 1984; Hartono, 1992). Terdapat dua pembuluh darah yang mensuplai hati yaitu vena portal hepatica yang
15
berasal dari lambung dan usus, kaya akan nutrien dan arteri hepatica yang merupakan cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen (Irianto, 2008). Sel hati dapat rusak hingga lebih dari 80% tanpa menyebabkan gejala yang berat dan dapat sembuh kembali secara sempurna (Nort dan Bell 1990). Kerusakan yang terjadi pada sel hati dapat bersifat sementara dan tetap. Sel-sel hati akan mengalami perubahan untuk beradaptasi mempertahankan hidup pada kerusakan yang bersifat sementara yang disebut dengan degenerasi.
2.5.1 Fungsi hati Hati (hepar) adalah organ yang sangat penting dalam tubuh mamalia dan vertebrata karena menyediakan fungsi penting bagi kehidupan. Menurut Sloane (2004) beberapa fungsi hati yaitu: a. Untuk metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. b. Untuk tempat penyimpanan berbagai zat seperti mineral (Cu, Fe) serta vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A,D,E, dan K), glikogen dan berbagai racun yang tidak dapat dikeluarkan dari tubuh c. Untuk detoksifikasi dimana hati melakukan inaktivasi hormon dan detoksifikasi toksin dan obat. d. Untuk fagositosis mikroorganisme, eritrosit dan leukosit yang sudah tua atau rusak. e. Untuk sekresi, dimana hati memproduksi empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan absorbsi lemak.
16
Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut
menyebabkan hati menjadi organ
yang rentan terinfeksi oleh agen penyakit maupun oleh gangguan sistem metabolik.
2.5.2 Struktur histologi hati Struktur mikroskopis hati dengan perbesaran rendah, setiap lobus hati terbagi atas struktur yang disebut lobulus yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri dari lempeng-lempeng sel hati berbentuk lobus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis yang mengalirkan darah dari lobulus. Diantara sel hati terdapat kapilerkapiler yang disebut sebagai sinusoid, yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Selain itu terdapat juga saluran empedu interlobular yang membentuk kapiler empedu yang sangat kecil atau kanalikuli. Empedu yang dibentuk dalam hepatosit diekskresikan ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk saluran empedu yang kemudian membesar menjadi duktus koleduktus (Price dan Lorraine 2006).
17
Gambar 2.2 Struktur Histologi Hati Sumber:(http://instuction.cvhs.okstate.edu/histology/HistologyReference/HRD2fr ame.html)