BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori 2.1.1. Pekerja/Buruh Pada dasarnya, buruh, Pekerja, Tenaga Kerja maupun karyawan adalah sama. namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran dan sebagainya. sedangkan pekerja, Tenaga kerja dan Karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi, dan diberikan cenderung kepada buruh yang tidak memakai otot tapi otak dalam melakukan kerja. akan tetapi pada intinya sebenarnya keempat kata ini sama mempunyai arti satu yaitu Pekerja. hal ini terutama merujuk pada Undang-undang Ketenagakerjaan, yang berlaku umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di Indonesia (Yuriandi,2011). Buruh dibagi atas 2 klasifikasi besar : 1. Buruh profesional, biasa disebut buruh kerah putih, menggunakan tenaga otak
dalam bekerja. 2. Buruh kasar biasa disebut buruh kerah biru, menggunakan tenaga otot dalam
bekerja. Batasan istilah pekerja/buruh diatur secara jelas dalam Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yaitu pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Upah 2.1.2.1. Pengertian Upah Upah pada dasarnya merupakan sumber utama penghasilan seseorang, oleh karenanya upah harus cukup untuk memenuhi kebutuhan pekerja dan keluarganya dengan wajar. Sebagai imbalan terhadap tenaga dan pikiran yang diberikan pekerja kepada pengusaha, maka pengusaha akan memberikan kepada pekerja dalam bentuk upah. Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada karyawan untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau dilakukan dan dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan atas dasar suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan serta dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan karyawan termasuk tunjangan, baik untuk karyawan itu sendiri maupun untuk keluarganya. Jadi upah berfungsi sebagai imbalan atas usaha kerja yang diberikan seseorang tersebut kepada pengusaha. Upah dibayar oleh pengusaha sesuai atau sama dengan usaha kerja (produktivitas) yang diberikan kepada pengusaha (Sonny Sumarsono 2003 dalam Prastyo, 2010). Upah merupakan salah satu unsur untuk menentukan harga pokok dalam perusahaan, karena ketidaktepatan dalam menentukan besarnya upah akan sangat merugikan perusahaan. Oleh karenanya ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat upah yaitu sebagai berikut (Prastyo, 2010) : 1. Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja
Universitas Sumatera Utara
Untuk pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tinggi dan jumlah tenaga kerjanya langka, maka upah cenderung tinggi, sedangkan untuk jabatanjabatan yang mempunyai penawaran yang melimpah, upahnya cenderung turun. 2. Organisasi Buruh Ada tidaknya organisasi buruh serta kuat lemahnya organisasi buruh akan mempengaruhi tingkat upah. Adanya serikat buruh yang kuat akan meningkatkan tingkat upah demikian pula sebaliknya. 3. Kemampuan untuk Membayar Pemberian upah tergantung pada kemampuan membayar dari perusahaan. Bagi perusahaan, upah merupakan salah satu komponen biaya produksi, tingginya upah akan mengakibatkan tingginya biaya produksi, yang pada akhirnya akan mengurangi keuntungan. 4. Produktivitas Kerja Upah sebenarnya merupakan imbalan atas prestasi kerja karyawan. Semakin tinggi prestasi kerja karyawan, maka semakin besar upah yang mereka terima. Prestasi kerja ini dinyatakan sebagai produktivitas kerja. 5. Biaya Hidup Dikota besar dimana biaya hidup tinggi, upah kerja cenderung tinggi. Biaya hidup juga merupakan batas penerimaan upah dari karyawan. 6. Pemerintah Pemerintah dengan peraturan-peraturannya mempengaruhi tinggi rendahnya upah. Peraturan tentang upah umumnya merupakan batas bawah dari tingkat upah yang harus dibayarkan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.2. Upah Minimum Jaminan hukum atas upah yang layak tercantum dalam UUD 1945 pasal 28D dan pasal 27 ayat 2 menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan upah dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Juga UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, di mana dalam pasal 88 menyebutkan bahwa setiap buruh berhak memperoleh penghasilan yang layak bagi kemanusiaan dan untuk mewujudkannya pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi buruh. Diantaranya yaitu upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL), upah lembur, struktur dan skala upah yang proporsional, dan upah untuk pembayaran pesangon. Dalam hubungan industrial, kedudukan upah minimum merupakan persoalan prinsipil. Upah minimum harus dilihat sebagai bagian sistem pengupahan secara menyeluruh. Menurut ILO (International Labour Organization) dalam Report of the Meeting of Experts of 1967, Upah minimum didefinisikan sebagai upah yang memperhitungkan kecukupan pemenuhan kebutuhan makan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan hiburan bagi pekerja serta keluarganya sesuai dengan perkembangan ekonomi dan budaya tiap negara. Pengertian upah minimum menurut Permenaker Nomor Per-01/MEN/1992 tentang upah minimum pada pasal 1 ayat 1 yang menyatakan: upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Menurut Soedarjadi (dalam Sofiana, 2010), upah minimum adalah ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai keharusan perusahaan untuk membayar upah sekurang-kurangnya sama dengan Kebutuhan Hidup Layak pekerja (KHL) kepada pekerja yang paling rendah tingkatannya.
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan upah minimum di Indonesia tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 dan UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003. Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-01/Men/1999 tentang Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. Yang dimaksud dengan tunjangan tetap adalah suatu jumlah imbalan yang diterima pekerja secara tetap dan teratur pembayarannya, yang tidak dikaitkan dengan kehadiran ataupun pencapaian prestasi tertentu. Tujuan dari penetapan upah minimum adalah untuk mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja. Beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan termasuk meningkatkan kesejahteraan para pekerja tanpa menafikkan
produktifitas
perusahaan
dan
kemajuannya,
termasuk
juga
pertimbangan mengenai kondisi ekonomi secara umum (UU RI No.13 Tahun 2003, 2004). Pada prinsipnya, sistem penetapan upah minimum dilakukan untuk mengurangi eksploitasi atas buruh. Ini sesungguhnya berisi kewajiban pemerintah memproteksi buruh. Intervensi dan peran pemerintah dalam hubungan industrial adalah bentuk penguatan terhadap posisi tawar yang memang tidak seimbang antara buruh ketika berhadapan dengan pengusaha. Dengan kata lain, bahwa upah minimum dapat dikatakan sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah untuk melindungi kelompok pekerja lapisan paling bawah di setiap perusahaan agar memperoleh upah serendah-rendahnya sesuai dengan nilai atau harga kebutuhan hidup minimum (Suwarto, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Upah minimum di Indonesia diperkenalkan tahun 1996, peran upah minimum semakin penting. Hingga tahun 2000, tingkat upah minimum ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja untuk tiap propinsi di Indonesia. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, mulai tahun 2000 tanggung jawab menetapkan upah minimum terletak di pundak pemerintah propinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota.
2.1.2.3. Tujuan Kebijakan Upah Minimum Penetapan kebijakan upah minimum adalah sebagai jaring pengaman (sosial safety net) dimaksudkan agar upah tidak terus merosot sebagai akibat dari ketidakseimbangan pasar kerja (disequilibrium labour market). Juga untuk menjaga agar tingkat upah pekerja pada level bawah tidak jatuh ke tingkat yang sangat rendah karena rendahnya posisi tawar tenaga kerja di pasar kerja. Agar pekerja pada level bawah tersebut masih dapat hidup wajar dan terpenuhi kebutuhan gizinya, maka dalam penetapan upah minimum mempertimbangkan standar kehidupan pekerja (Suwarto, 2003). Kebijakan penetapan upah minimum sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 13 tahun 2003 diarahkan untuk mencapai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) selain memberi jaminan pekerja/buruh penerima upah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Program pencapaian upah minimum terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menunjukan perbaikan nyata. Hal ini dimaksudkan bahwa pemenuhan kebutuhan hidup akan dicapai secara bertahap. Menurut Hasanuddin Rachman (dalam Prastyo, 2010) tujuan penetapan upah minimum dapat dibedakan secara mikro dan makro. Secara mikro tujuan penetapan upah minimum yaitu (a) sebagai jaring pengaman agar upah tidak merosot, (b) mengurangi kesenjangan antara upah terendah dan tertinggi di
Universitas Sumatera Utara
perusahaan, dan (c) meningkatkan penghasilan pekerja pada tingkat paling bawah. Sedangkan secara makro, penetapan upah minimum bertujuan untuk (a) pemerataan pendapatan, (b) peningkatan daya beli pekerja dan perluasan kesempatan kerja, (c) perubahan struktur biaya industri sektoral, (d) peningkatan produktivitas kerja nasional, (d) peningkatan etos dan disiplin kerja, dan (e) memperlancar komunikasi pekerja dan pengusaha dalam rangka hubungan bipartit. Di lain pihak upah minimum juga diharapkan harus dapat mendorong kemajuan usaha dan daya saing sehingga menaikkan tingkat produktivitas. Di sisi lain dalam penetapan upah minimum juga perlu mempertimbangkan kemampuan membayar upah dari usaha-usaha mikro dan kecil yang paling tidak mampu (marginal) untuk tetap hidup yang nantinya usaha-usaha tersebut diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dalam upaya mengurangi pengangguran dan penciptaan lapangan kerja baru. Menurut Suwarto (2003) penetapan upah minumum dipandang perlu sebagai salah satu bentuk perlindungan upah, dengan tujuan : 1. Menghindari atau mengurangi persaingan yang tidak sehat sesama pekerja dalam kondisi pasar kerja yang surplus, yang menyebabkan pekerja menerima upah di bawah tingkat kelayakan. 2. Menghindari atau mengurangi kemungkinan eksploitasi pekerja yang memanfaatkan kondisi pasar untuk akumulasi keuntungannya. 3. Sebagai jaring pengaman untuk menjaga tingkat upah 4. Menghindari terjadinya kemiskinan absolut pekerja melalui pemenuhan kebutuhan dasar pekerja.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.4. Jenis-Jenis Upah Minimum Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 Jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/2000 jangkauan wilayah upah minimum meliputi: a. Upah minimum provinsi (UMP) adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh kabupaten/kota di satu provinsi. b. Upah minimum kabupaten/kota (UMK) adalah upah minimum yang berlaku di daerah kabupaten/kota. c. Upah minimum sektoral provinsi (UMPProp) adalah upah minimumyang berlaku secara sektoral di seluruh kabupaten/kota da satu provinsi d. Upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSKab) adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral di daerah kabupaten/kota. Menurut Rusli (dalam Sofiana, 2010) upah minimum dapat terbagi atas: a. Upah minimum berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten/kota. Besar upah yang untuk tiap wilayah propisi dan kabupaten/kota tidaklah sama tergantung dari nilai kebutuhan minimum di daerah yang bersangkutan. Setiap kabupaten/kota tidak boleh menetapkan upah minimum di bawah upah minimum propinsi yang bersangkutan. b. Upah minimum berdasarkan sektor/subsektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota. Upah minimum sektoral ditetapkan berdasarkan kelompok usaha tertentu misalnya kelompok usaha manufaktur dan non faktur. Upah minimum sekotoral ini tidak boleh lebih rendah dari upah minimum di daerah yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.5. Upah Minimum Provinsi (UMP) Upah Minimum Provinsi (UMP) adalah merupakan tingkat upah terendah bagi Kabupaten/Kota yang berada di wilayah provinsi yang bersangkutan tanpa mempertimbangkan
sektor
tertentu.
Apabila
Kabupaten/Kota
bermaksud
mengatur besarnya upah minimum daerah yang bersangkutan (UMK), maka UMK yang bersangkutan harus lebih tinggi dari UMP. Apabila UMK yang dimaksud sama atau lebih rendah dari UMP, maka tidak perlu pemerintah Kabupaten/Kota mengatur sendiri, tetapi menggunakan standar yang telah ditetapkan oleh UMP (Suwarto, 2003). Di bawah ini adalah gambar 2.1. mekanisme penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) : Dinas Kab/Kota
Survei dasar dan pengumpulan data bahan perumusan upah minimum
DEWAN PENGUPAHAN KAB/KOTA
Penyampaian data kab/kota DINAS PROVINSI Pengolahan data
DEWAN PENGUPAHAN PROVINSI perumusan
GUBERNUR Penetapan UMP
Penyampaian data provinsi
laporan MENAKERTRAN
Sumber : Suwarto (2003)
Gambar 2.1. Mekanisme Penetapan Upah Minimum
Universitas Sumatera Utara
Dalam rangka menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP), maka perlu dilihat dasar pertimbangan penetapannya yaitu: a. Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Dalam usulan penetapan upah minimum, nilai KHL merupakan salah satu pertimbangan utama. Setiap pengusulan harus menggambarkan adanya penambahan pendapatan buruh secara riel bukan kenaikan nominal. Penetapan KHL diatur dalam Permenakertrans No. 13 tahun 2012. b. Indeks Harga Konsumen (IHK). Pada prinsipnya perkembangan IHK mempengaruhi perkembangan KHL, sebab komponen-komponen yang tercantum dalam KHL harus selalu dibandingkan dengan perkembangan IHK. c. Perluasan kesempatan kerja. Kebijaksanaan penetapan upah minimum diharapkan dapat memberikan tingkatan upah yang layak dan wajar, sehingga hal ini dapat mendorong peningkatan produktivitas yang pada gilirannya dapat meningkatkan perluasan/perkembangan usaha (multiplier effect) yang berarti memperluas kesempatan kerja. d. Upah pada umumnya yang berlaku secara regional. Patokan untuk menentukan dalam pengusulan upah minimum regional adalah tingkat upah yang berlaku secara regional bagi propinsi yang bersangkutan maupun dengan daerah yang berdekatan. Untuk hal ini setiap daerah perlu mengadakan komunikasi dengan daerah lain yang berdekatan atau perbatasan untuk memperoleh informasi tingkat upah terendah yang berlaku didaerah tersebut. Upah yang ditetapkan harus sepadan dengan upah yang berlaku didaerah yang bersangkutan. Diferensiasi upah antar daerah tidak merangsang terjadinya migrasi perburuhan.
Universitas Sumatera Utara
e. Kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan. Dalam upaya penetapan usulan upah minimum, perlu mempertimbangkan kemampuan, perkembangan dan kelangsungan perusahaan. Hal ini penting agar upah yang ditetapkan dapat terlaksana dengan baik tanpa menimbulkan gejolak dalam pelaksanaannya. f. Tingkat perkembangan perekonomian. Untuk penetapan besarnya UMR yang baru, nilai tambah yang dihasilkan oleh buruh dapat dilihat dari adanya perkembangan PDRB dalam tahun yang bersangkutan. 2.1.3. Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Berdasarkan Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012 Dalam tataran normatif, KHL merupakan standar kebutuhan yang harus dipenuhi seorang buruh lajang untuk dapat hidup layak, baik secara fisik maupun nonfisik dalam kurun waktu satu bulan. Setiap pekerja berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan diri secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Upah minimum dipandang sebagai sumber penghasilan bersih (take home pay) dan sebagai jaring pengaman (safety net) KHL (SMERU, 2003). Sebab itu, upah minimum diharapkan dapat memenuhi kebutuhan seorang buruh terhadap pendidikan, kesehatan, transportasi, dan rekreasi. Bahkan, bila dimungkinkan dapat disisihkan untuk menabung. Dengan disahkannya UndangUndang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dalam pasal 88 ayat (4) diamanatkan bahwa pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dalam pasal 89 juga dijelaskan bahwa Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam penetapan upah minimum dicapai secara bertahap. Sebagai tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 seperti tersebut
Universitas Sumatera Utara
diatas, maka diterbitkanlah Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Isi Pasal Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012 : a. Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Kebutuhan hidup layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah standar kebutuhan seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik untuk kebutuhan 1 (satu) bulan. 2. Dewan Pengupahan Provinsi adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit, dibentuk dan anggotanya diangkat oleh Gubernur dengan tugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur dalam rangka penetapan upah minimum dan penerapan sistem pengupahan ditingkat provinsi
serta
menyiapkan
bahan
perumusan
pengembangan
sistem
pengupahan nasional. 3. Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota adalah suatu lembaga non struktural yang bersifat tripartit, dibentuk dan anggotanya diangkat oleh Bupati/Walikota yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Bupati/Walikota dalam rangka pengusulan upah minimum dan penerapan sistem pengupahan di tingkat Kabupaten/Kota serta menyiapkan bahan perumusan pengembangan sistem pengupahan nasional. b. Pasal 2 KHL terdiri dari komponen dan jenis kebutuhan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini. c. Pasal 3
Universitas Sumatera Utara
(1) Nilai masing-masing komponen dan jenis KHL diperoleh melalui survei harga yang dilakukan secara berkala. (2) Kualitas dan Spesifikasi teknis masing-masing komponen dan jenis KHL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati sebelum survei dilaksanakan dan ditetapkan oleh Ketua Dewan Pengupahan Provinsi atau Ketua Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota. (3) Survei dilakukan oleh Dewan Pengupahan Provinsi atau Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota dengan membentuk tim yang keanggotaannya terdiri dari anggota Dewan Pengupahan dari unsur tripartit, unsur perguruan tinggi/pakar, dan dengan mengikutsertakan Badan Pusat Statistik setempat. (4) Hasil survei sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sebagai nilai KHL oleh Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota. (5) Survei komponen dan jenis KHL dilakukan dengan menggunakan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini. d. Pasal 4 (1) Dalam hal di Kabupaten/Kota belum terbentuk Dewan Pengupahan, maka survei dilakukan oleh Tim Survei yang dibentuk oleh Bupati/Walikota. (2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) keanggotaannya secara tripartit dan dengan mengikutsertakan Badan Pusat Statistik setempat. (3) Hasil survei yang diperoleh tim survei sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati/Walikota sebagai nilai KHL.
e. Pasal 5
Universitas Sumatera Utara
Nilai KHL yang ditetapkan oleh Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota atau Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 disampaikan kepada Gubernur secara berkala. f. Pasal 6 (1) Penetapan Upah Minimum oleh Gubernur berdasarkan KHL dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. (2) Dalam penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Gubernur harus membahas secara simultan dan mempertimbangkan faktorfaktor sebagai berikut: a. Nilai KHL yang diperoleh dan ditetapkan dari hasil survei; b. Produktivitas makro yang merupakan hasil perbandingan antara jumlah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dengan jumlah tenaga kerja pada periode yang sama; c. Kertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan nilai PDRB; d. kondisi pasar kerja merupakan perbandingan jumlah kesempatan kerja dengan jumlah pencari kerja di daerah tertentu pada periode yang sama; e. kondisi usaha yang paling tidak mampu (marginal) yang ditunjukkan oleh perkembangan keberadaan jumlah usaha marginal di daerah tertentu pada periode tertentu. (3) Dalam penetapan Upah Minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur memperhatikan saran dan pertimbangan Dewan Pengupahan Provinsi dan rekomendasi Bupati/Walikota.
Universitas Sumatera Utara
g. Pasal 7 Upah Minimum Provinsi yang ditetapkan Gubernur didasarkan pada nilai KHL Kabupaten/Kota
terendah
di
Provinsi
yang
bersangkutan
dengan
mempertimbangkan produktivitas, pertumbuhan ekonomi, kondisi pasar kerja dan usaha yang paling tidak mampu (marginal). h. Pasal 8 Upah minimum yang ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun. i. Pasal 9 (1) Pencapaian KHL dalam penetapan upah minimum merupakan perbandingan besarnya Upah Minimum terhadap nilai KHL pada periode yang sama. (2) Penetapan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diarahkan kepada pencapaian KHL. (3) Pencapaian KHL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan secara bertahap dalam penetapan Upah Minimum oleh Gubernur. j. Pasal 10 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.17/MEN/VIII/2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. k. Pasal 11 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Secara singkat, berdasarkan Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012, ada tujuh (7) faktor pembentuk KHL yaitu : 1. Nilai faktor Makanan dan Minuman merupakan jumlah dari nilai jenis kebutuhan sebanyak 11 komponen. 2. Nilai faktor Sandang merupakan penjumlahan dari nilai jenis kebutuhan sebanyak 12 komponen. 3. Nilai faktor Perumahan merupakan penjumlahan dari nilai jenis kebutuhan sebanyak 25 komponen. 4. Nilai faktor Pendidikan adalah nilai jenis kebutuhan sebanyak 2 komponen. 5. Nilai faktor Kesehatan merupakan penjumlahan nilai jenis kebutuhan sebanyak 4 komponen. 6. Nilai faktor Transportasi adalah nilai jenis kebutuhan sebanyak 1 komponen. 7. Nilai faktor Rekreasi dan Tabungan merupakan penjumlahan nilai jenis kebutuhan sebanyak 2 komponen.
2.2. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian Tjandranigshi dan Herawati (2009), seperti pada tabel di bawah ini menunjukan bahwa komponen dari Permenakertrans Nomor 17 Tahun 2005 belum mencukupi untuk kebutuhan riil para pekerja di lapangan. Komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang menjadi dasar survei ini menggunakan acuan dasar komponen KHL sebagaimana ditentukan oleh pemerintah melalui Permenakertrans Per-17/MEN/VIII/2005 yang disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan dan
pengeluaran
riil
buruh. Penyesuaian
dilakukan
dengan
Universitas Sumatera Utara
mempertimbangkan kebutuhan keluarga, ketersediaan jenis barang, dan peningkatan kualitas barang. Penyesuaian ini menghasilkan penambahan 1 komponen, yakni aneka kebutuhan yang tidak ada dalam komponen KHL versi pemeritah, serta penambahan subkomponen. Tabel 2.1. Hasil Survey Kebutuhan Hidup Layak Versi FGD No. 1. 2.
KHL versi Permenaker Nomor Per-17/Men/VIII/2005 Makanan dan 11 komponen, 16 minuman jenis Sandang 9 komponen, 12 jenis
3.
Perumahan
4.
Pendidikan
5.
Kesehatan
6.
Transportasi
7.
-
8.
Rekreasi dan Tabungan
22 komponen, 23 jenis 1 komponen, 1 jenis 8 komponen, 9 jenis 1 komponen, 1 jenis
2 komponen, 2 jenis
KHL versi FGD Makanan dan minuman Sandang
11 komponen, 27 jenis 20 komponen, 29 jenis
Perumahan
48 komponen, 54 jenis 7 komponen, 10 jenis 21 komponen, 22 jenis 5 komponen, 8 jenis 7 komponen, 10 jenis 3 komponen, 3 jenis
Pendidikan Kesehatan Transportasi Aneka Kebutuhan Rekreasi dan Tabungan
Sumber : Tjandraningsih dan Herawati (2009)
Kekurangan komponen pada survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) juga terjadi pada penelitian Budiyono (2007). Prosedur penetapan Upah Minimum yang dilakukan melalui tahapan survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) oleh Dewan Pengupahan Propinsi/Kabupaten/ Kota yang anggotanya terdiri dari unsur Pekerja/Buruh,
Pengusaha/
Pemerintah,
Pakar
dan
Akademisi
telah
mengakomodir kepentingan pihak-pihak yang berhubungan langsung dalam hubungan kerja yaitu Pekerja/Buruh dan Pengusaha. Besarnya hasil Survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) telah disesuaikan dengan kebutuhan sehari-hari
Universitas Sumatera Utara
bagi pekerja lajang, dimana seharusnya kebutuhan sehari-hari pekerja yang telah menikah dan bekeluarga tidak diperhitungkan dalam komponen survei ini. Penelitian yang dilakukan oleh Sugeng (2012) mengenai pertumbuhan konsumsi pada triwulan I 2012 diperkirakan sebesar 5,6% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya 4,8% (yoy). Peningkatan aktivitas konsumsi berasal dari konsumsi rumah tangga yang meningkat dari semula tumbuh 4,9% (yoy) menjadi 5,5% (yoy). Peningkatan Upah Minimum Propinsi di semua daerah di kawasan Sumatera diperkirakan turut memberikan andil dalam peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Selain itu, daya beli masyarakat relatif masih terjaga mengingat inflasi Sumatera pada Triwulan I 2012 yang relatif rendah. Inflasi Kawasan Sumatera triwulan I 2012 mulai menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Angka realisasi inflasi paling tinggi tercatat terjadi di Sumatera Bagian Utara (Sumbagut) yakni mencapai 3,84% (yoy), diikuti wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) sebesar 3,74% dan wilayah Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng) sebesar 3,68%. Dilihat berdasarkan provinsinya, inflasi tertinggi terjadi di Provinsi Bangka Belitung (5,15%), sedangkan yang terendah tercatat di Provinsi Kepulauan Riau (3,17%). Mulai
meningkatnya
pergerakan
inflasi
terutama
dipengaruhi
oleh
perkembangan beberapa komoditas yang masuk dalam kelompok inti, terutama emas dan komoditas pangan yang mulai cenderung kembali meningkat. Kenaikan harga emas di Sumatera dipicu oleh perkembangan di pasar global. Pertengahan triwulan I 2012, harga emas mencapai USD1.741,23/oz mengalami peningkatan dibandingkan triwulan IV 2011 sebesar USD1.638,95/oz, walaupun harga emas terkoreksi di akhir triwulan. Hal ini menjadi salah satu pendorong peningkatan
Universitas Sumatera Utara
inflasi inti Sumatera dari 4,84% (yoy) menjadi 5,82% (yoy). Sementara itu, kenaikan harga beberapa komoditas aneka bumbu, sayuran dan ikan-ikanan yang cenderung meningkat turut mendorong pergerakan inflasi secara keseluruhan. Prospek perkembangan inflasi Sumatera pada triwulan II 2012 diperkirakan cenderung
meningkat
dibandingkan
triwulan
I
2012.
Memperhatikan
perkembangan harga dan asesmen perekonomian terkini, inflasi Sumatera pada triwulan II 2012 diperkirakan sebesar 5,5%±1%. Isu rencana kenaikan BBM yang akan diikuti dengan kenaikan tarif angkutan, masih berpotensi mempengaruhi level inflasi Sumatera. Pengumuman rencana kenaikan BBM jauh sebelumnya juga menyebabkan kenaikan ekspektasi masyarakat akan terjadinya inflasi. Hal ini terlihat pada hasil survei konsumen yang menunjukkan kenaikan indeks ekspektasi harga 3 bulan dan 6 bulan ke depan (Sugeng, 2012).
2.3. Kerangka Konseptual Kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2. Ada Tujuh faktor penentu yang berpengaruh terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan pengaruh Kebutuhan Hidup Layak (KHL) terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP), yaitu :
Universitas Sumatera Utara
Makanan & Minuman
Sandang
Perumahan KHL
UPAH
Pendidikan
Kesehatan
Transportasi Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Berdasarkan Permenakertrans Nomor 13 Tahun 2012, ada tujuh (7) faktor pembentuk KHL yaitu : Nilai faktor penentu Makanan dan Minuman merupakan jumlah dari nilai jenis kebutuhan sebanyak 11 komponen, nilai faktor penentu Sandang merupakan penjumlahan dari nilai jenis kebutuhan sebanyak 12 komponen, nilai faktor penentu Perumahan merupakan penjumlahan dari nilai jenis kebutuhan sebanyak 25 komponen, nilai faktor penentu Pendidikan adalah nilai jenis kebutuhan sebanyak 2 komponen, nilai faktor penentu Kesehatan merupakan penjumlahan nilai jenis kebutuhan sebanyak 4 komponen, nilai faktor penentu Transportasi adalah nilai jenis kebutuhan sebanyak 1 komponen dan nilai faktor penentu Rekreasi dan Tabungan merupakan penjumlahan nilai jenis kebutuhan sebanyak 2 komponen. Jumlah semua komponen tersebut adalah sebanyak 60 komponen.
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan enam (6) faktor penentu utama Kebutuhan Hidup Layak (KHL) saja yaitu makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan dan transportasi. Jika dilihat dari nominalnya, ke-enam faktor ini yang memberikan kontribusi paling besar dalam menentukan nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Untuk faktor tabungan dan rekreasi hanya memberikan sumbangan sedikit sekali jika dilihat dari data yang di dapat dari Depnakertrans Sumatera Utara. Selain itu, ke-enam faktor di atas merupakan faktor yang harus diperhatikan aspek spesifikasi dan kualitas komoditasnya ketika melakukan survei agar nilai akhir Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dapat merepresentasikan kebutuhan hidup pekerja. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada triwulan I tahun 2012, yaitu untuk meminimalkan potensi permasalahan penetapan UMP/UMK, hal yang perlu menjadi perhatian terutama perlunya penyempurnaan standar pelaksanaan survei dalam proses penetapan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), terutama pada aspek spesifikasi dan kualitas komoditas (Tinjauan Ekonomi Regional Triwulan I, 2012). Pengolahan data untuk mendapatkan nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dilakukan secara bertahap sebagai berikut : 1. Tahap pertama adalah mengisi kolom rata – rata dan kolom penyesuaian satuan pada lembaran kuisioner. Kolom rata – rata merupakan rata – rata dari harga 3 (tiga) responden. Sedangkan kolom penyesuaian satuan adalah untuk beberapa jenis barang kebutuhan yang satuannya tidak sama. 2. Tahap kedua adalah mengolah data dari lembar kuisioner untuk dimasukkan ke lembar form isian KHL sebagaimana Lampiran I Peraturan Menteri ini. Angka
Universitas Sumatera Utara
yang terdapat pada kolom rata – rata di lembar kuisioner dimasukkan ke kolom harga satuan pada lembar form isian KHL. 3. Tahap ketiga adalah pengolahan data untuk mendapatkan angka nilai sebulan pada form isian KHL (kolom terakhir). Untuk mencari nilai sebulan komponen makanan dan minuman relatif mudah, cukup dengan mengalikan angka yang terdapat pada kolom “jumlah kebutuhan“ dengan angka yang terdapat pada kolom harga per satuan. 4. Tahap keempat adalah menghitung jumlah nilai komponen Kelompok I s/d Kelompok VII. 1. Nilai komponen Makanan dan Minuman merupakan jumlah dari nilai jenis kebutuhan nomor 1 s/d 11. 2. Nilai komponen Sandang merupakan penjumlahan dari nilai jenis kebutuhan nomor 12 s/d 24. 3. Nilai komponen Perumahan merupakan penjumlahan dari nilai jenis kebutuhan nomor 25 s/d 50. 4. Nilai komponen Pendidikan adalah nilai jenis kebutuhan nomor 51 dan 52. 5. Nilai komponen Kesehatan merupakan penjumlahan nilai jenis kebutuhan nomor 53 s/d 57. 6. Nilai komponen Transportasi adalah nilai jenis kebutuhan nomor 58. 7. Nilai komponen Rekreasi dan Tabungan merupakan penjumlahan nilai jenis kebutuhan nomor 59 dan 60. 8. Tahap Kelima adalah menghitung total nilai KHL dengan cara menjumlahkan nilai Komponen I + Komponen II + Komponen III + Komponen IV + Komponen V + Komponen VI + Komponen VII.
Universitas Sumatera Utara
Survei atas harga komponen-komponen KHL diatas dilakukan dua kali setiap bulannya dan dimulai pada minggu pertama. Hasil dari survei setiap bulan lalu diadakan rekapitulasi dan lalu dilakukan penghitungan akhir nilai KHL. Nilai KHL akhir akan ditetapkan oleh Dewan Pengupahan dan direkomendasikan kepada Bupati/Walikota setempat (untuk UMK) ataupun kepada Gubernur (untuk UMP). Peningkatan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tentunya akan memberikan pengaruh terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP), apakah akan naik atau turun. Schenk (2001) menyatakan bahwa penetapan upah minimum merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan kesejahteraan hidup pekerja, diarahkan agar penentuan besarnya mengacu kepada terpenuhinya Kebutuhan Hidup Layak (KHL) pekerja. Hal ini sesuai dengan standar internasional bahwa upah minimum yang ditetapkan harus mampu memenuhi sekurang-kurangnya Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Pertumbuhan ekonomi yang rendah dan inflasi yang tinggi berkaitan dengan tingkat upah yang dibayarkan kepada pekerja, faktor-faktor ini juga akan berpengaruh terhadap employment yang ada di Indonesia. Besarnya pendapatan sebagian masyarakat dapat juga mendorong terjadinya indlasi. Upah yang semakin
meningkat membuat permintaan
meningkat dan diiringi oleh
meningkatnya harga dan ini dapat memicu kenaikan inflasi karena peredaran uang melimpah (Sadariawati, 2009).
Universitas Sumatera Utara
2.4. Hipotesis Penelitian 2.4.1. Hipotesis Mayor Menurut Husein (2007), hipotesis adalah suatu perumusan sementara mengenai suatu hal yang dibuat untuk menjelaskan hal itu dan juga dapat menuntun dan mengarahkan penyelidikan selanjutnya”. Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian empiris sebelumnya, maka hipotesis mayor yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut: 1. Kenaikan harga enam (6) faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yaitu makanan dan minuman, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan dan transportasi berpengaruh positif terhadap nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL). 2. Kenaikan harga enam (6) faktor penentu Kebutuhan Hidup Layak (KHL) berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP). 2.4.2. Hipotesis Minor Untuk lebih jelas mengenai hipotesis penelitian ini, maka di jabarkan secara terperinci hipotesis berdasarkan indikator-indikatornya, yaitu : 1.
Kenaikan harga makanan dan minuman berpengaruh positif terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
2.
Kenaikan harga sandang berpengaruh positif terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
3.
Kenaikan harga perumahan berpengaruh positif terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
4.
Kenaikan harga pendidikan berpengaruh positif terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Universitas Sumatera Utara
5.
Kenaikan harga kesehatan berpengaruh positif terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
6.
Kenaikan harga transportasi berpengaruh positif terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
7.
Kenaikan harga makanan dan minuman berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Propinsi (UMP).
8.
Kenaikan harga sandang berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Propinsi (UMP).
9.
Kenaikan harga perumahan berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Propinsi (UMP).
10. Kenaikan harga pendidikan berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Propinsi (UMP). 11. Kenaikan harga kesehatan berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Propinsi (UMP). 12. Kenaikan harga transportasi berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Propinsi (UMP). 13. Kenaikan harga Kebutuhan Hidup Layak (KHL) berpengaruh positif terhadap Upah Minimum Provinsi (UMP).
Universitas Sumatera Utara