BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1
Landasan Teori
2.1.1
Pengendalian internal
2.1.1.1 Pengertian Pengendalian Internal Pengendalian internal adalah rencana, metoda, prosedur, dan kebijakan yang didesain oleh manajemen untuk memberi jaminan yang memadai atas tercapainya efisiensi dan efektivitas operasional, keandalan laporan keuangan, pengamanan
terhadap
aset,
ketaatan/kepatuhan
terhadap
undang-undang,
kebijakan dan peraturan lain (Tugiman, 2006).
Menurut Romney dan Steinbart (2009:229), pengertian pengendalian internal adalah “Pengendalian Internal adalah rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk menjaga asset, memberikan informasi yang akurat dan andal mendorong dan memperbaiki efisiensi jalannya organisasi, serta mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang telah ditetapkan.” Menurut Singleton (2010:35), pengertian pengendalian internal adalah :
1. 2. 3. 4. 5. 6.
“Pengendalian internal adalah aturan, praktek, prosedur dan peralatan yang dirancang untuk Keamanan asset yang berhubungan dengan badan hukum Meyakinkan akurasi dan kepercayaan perolehan data dan informasi produk Mendapatkan efisiensi Mengukur pemenuhan dengan aturan yang berhubungan dengan badan hukum. Mengukur pemenuhan dengan regulasi-regulasi Mengatur kejadian-kejadian negatif dan berpengaruh dari penguapan, kejahatan dam aktivitas pengrusakan” 8
9
Menurut Beasley, Alvin, Elder dan Jusuf (2011:137) “Pengendalian Internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel entitas lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini : (a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektifitas dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.” Atas dasar hal di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengendalian internal adalah rencana organisasi dan metode bisnis berupa aturan, praktek, prosedur dan peralatan yang dijalankan dan dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lainnya untuk memberikan keyakinan memadai guna mencapai keandalan laporan keuangan, menjaga kekayaan dan catatan organisasi, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan, dan efektivitas dan efisiensi operasi.
2.1.1.2 Unsur pengendalian internal Komponen pengendalian internal sebagaimana didefinisikan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2011;319) adalah sebagai berikut : 1. Lingkungan Pengendalian (The Control Environment) Lingkungan pengendalian adalah efek kolektif dari berbagai faktor pada saat pembangunan, penyempurnaan, atau pelemahan efektifnya sistem akuntansi suatu entitas atau prosedur pengendalian (Control Procedures) dan kemampuannya untuk memcapai tujuan tertentu.Faktor lingkungan pengendalian meliputi filosofi manajemen dan gaya operasi, struktur organisasi, fungsi dewan direksi dan komisinya (khususnya audit committee), metode penentuan wewenang dan tanggung jawab, metode
10
pengendalian manajemen, kebiasaan dan kebijaksanaan personelnya, dan pengaruh eksternal lainnya yang mempengaruhi sebuah entitas. 2. Sistem Akuntansi (The Accounting System) Sistem akuntansi terdiri dari metode-metode dan catatan-catatan yang dibangun untuk mengidentifikasi, membangun, mengklasifkasi, merekam, dan melaporkan transaksi suatu entitas dan untuk menjaga akuntabilitas asset dan hutang yang terkait. Sebuah sistem akuntansi harus memiliki metode dan catatan yang cukup dan tepat untuk menyelesaikan tujuan sebagai berikut : a. Mengidentifikasi dan merekam seluruh transaksi yang valid b. Menggambarkan transaksi dalam basis waktu dan detil yang cukup untuk membolehkan klasifikasi transaksi yang sesuai untuk laporan keuangan. c. Mengukur nilai transaksi dalam dalam suatu sikap (gaya/tingkah laku) yang membolehkan mencatat nilai moneter yang wajar dalam pernyataan keuangan. d. Menentukan
periode
waktu
kapan
terjadinya
transaksi
agar
dibolehkannya pencatatan transaksi dalam periode waktu yang sesuai. e. Menyajikan
transaksi
secara
sesuai
dan
penyingkapan
yang
berhubungan dalam pernyataan keuangan. 3. Prosedur Pengendalian (Control Procedures) Prosedur Pengendalian adalah kebijakan dan prosedur tambahan selain lingkungan pengendalian dan sistem akuntasi, yang dibangun manajemen
11
untuk memberikan jaminan yang masuk akal bahwa tujuan khusus sebuah entitas dapat tercapai. Tujuan khusus tersebut terbagi dalam beberapa kategori sebagai berikut : a. Pemberian wewenang (Otorisasi) yang sesuai untuk melaksanakan transaksi dan kegiatan b. Pemisahan tugas. c. Desain dan penggunaan dokumen dan catatan yang memadai d. Perlindungan yang memadai terhadap akses dan penggunaan asset dan catatan-catatan. e. Pengecekan independen terhadap performan dan penilaian yang sesuai dengan jumlah yang direkam
Pengendalian internal sebagaimana didefinisikan oleh COSO (2012;10), terdiri atas lima komponen yang saling terkait, yaitu: 1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment) Tindakan, kebijakan dan prosedur yang merefleksikan seluruh sikap top manajemen, dewan komisaris, dan pemilik entitas tentang pentingnya pengendalian dalam suatu entitas dari standar etika dan perilaku serta bagaimana standar tersebut dikomunikasikan dan dijalankan dalam praktek pada entitas. Tindakan-tindakan manajemen untuk menghilangkan atau mengurangi intensif dan godaan yang menyebabkan pegawai bertindak tidak jujur, melanggar hukum atau tidak etis adalah sebagai berikut :
12
a. Komitmen terhadap kompetensi (Commitment to Competence) b. Partisipasi dewan komisaris atau komite audit (Board of Director or Audit Committee Participation) c. Filosofi dan gaya operasi manajemen (Management’s Philosophy and Operating Style) d. Struktur organisasi (Organizational Structure) e. Pemberian otoritas dan tanggung jawab (Assigment of Authority and Responbility) f. Kebijakan dan praktik sumber daya manusia (Human Resource Polices and Practice) 2. Penilaian Risiko (Risk Assesment) Penaksiran risiko yang akan timbul dalam sistem pengendalian intern adalah usaha manajemen untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang relevan dalam menyiapkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntasi keuangan. Langkah
pertama
yang
penting
dilakukan
adalah
manajemen
mengidentifikasi faktor yang bisa meningkatkan risiko. Saat risiko telah dikenali, manajemen memperkirakan arti risiko itu, menilai kemungkinan terjadinya risiko tersebut, dan mengembangkan tindakan spesifik yang perlu diambil untuk mengurangi risiko dengan melakukan pemeriksaan yang independen sehingga suatu tingkatan bisa diterima. Penilaian risiko manajemen merupakan bagian desain dan pelaksanaan pengendalian intern untuk meminimalisir kesalahan.
13
3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities) Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibangun oleh manajemen untuk mencapai tujuan laporan keuangan yang objektif. Aktivitas pengendalian meliputi pemisahan kewajiban untuk mencegah kecurangan dan kesalahan yang menjadi sangat penting bagi entitas, mengotorisasi setiap transaksi yang ada maksudnya bahwa manajemen menyusun kebijakan bagi organisasi untuk ditaati, dokumen dan catatan seperti faktur penjualan dan lain lain harus dimasukkan dan diikhtisarkan, penggunaan tindakan pencegahan secara fisik yaitu mengamankan aktiva dan catatan yang paling utama, kategori terakhir penelaahan yang hati-hati dan berkesinambungan atas keempat prosedur yang lain. 4. Informasi dan komunikasi dalam pengendalian intern Metode yang dipergunakan untuk mengindentifikasi, mengumpulkan, mengklasifikasi, mencatat dan melaporkan semua transaksi entitas, serta untuk memelihara akuntabilitas yang berhubungan dengan asset. Transaksi-transaksi harus memuaskan dalam hal eksistensi, kelengkapan, ketepatan,
klasifikasi,
tepat
waktu,
serta
dalam
posting
dan
mengikhtisarkan. 5. Pemantauan (Controlling) Kegiatan pengendalian intern secara periodik harus dipantau oleh manajemen. Pemantauan meliputi penilaian atas kualitas kinerja pengendalian internal untuk menentukan apakah operasi pengendalian memerlukan modifikasi atau perbaikan.
14
Atas dasar di atas, dapat di simpulkan bahwa komponen-komponen dalam pengendalian internal adalah Lingkungan Pengendalian, Penialaian Risiko, Aktivitas Pengendalian, Informasi dan Komunikasi, Sistem Akuntansi, Prosedur Pengendalian, dan Pemantauan yang saling berhubungan satu sama lain untuk menyempurnakan pengendalian internal.
2.1.1.3 Tujuan Pengendalian Internal Perusahaan menggunakan pengendalian internal untuk mengarahkan operasi mereka, melindungi asset dan mencegah penyalahgunaan sistem mereka (Thomson, 2008) Menurut Arens & Loebbecke (2009:258), tujuan pengendalian internal adalah “1. Keandalan pelaporan keuangan Manajemen perusahaan bertanggung jawab dalam menyiapkan laporan keuangan bagi investor, kreditor dan pengguna lainnya. Manajemen mempunyai kewajiban hukum dan profesional untuk menjamin bahwa informasi telah disiapkan sesuai standar laporan, yaitu prinsip akuntansi yang berlaku umum. 2. Efektivitas dan efisiensi operasi Pengendalian dalam suatu organisasi adalah alat untuk mencegah kegiatan dan pemborosan yang tidak perlu dalam segala aspek usaha, dan untuk mengurangi penggunaan sumber daya yang tidak efektif dan efisien. 3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku Pengendalian internal yang baik tidak hanya menyediakan seperangkat peraturan lengkap dan sanksinya saja.Tetapi pengendalian internal yang baik, akan mampu mendorong setiap peronal untuk dapat mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan dan berkaitan erat dengan akuntansi contohnya adalah UU Perpajakan dan UU Perseroan Terbatas.”
15
Menurut Warren et al., (2006:237), tujuan pengendalian internal adalah : 1. Aktiva dilindungi dan digunakan untuk pencapaian tujuan usaha 2. Informasi bersifat akurat 3. Karyawan mematuhi peraturan dan ketentuan 4. Kegiatan perusahaan sejalan dengan prosedur yang berlaku. Atas dasar di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pengendalian internal adalah dapat membantu manajemen dalam menyiapkan laporan keuangan yang andal dan berisi informasi akurat agar dapat digunakan untuk pencapaian tujuan usaha, mengefektivitaskan dan mengefisienkan operasi perusahaan, dan menyediakan prosedur (system) sehingga seluruh personel dapat menjalankan dan mematuhi prosedur perusahaan yang berlaku.
2.1.1.4 Keterbatasan Pengendalian Internal Menurut Messier, Glover, Prewitt (2006:215), keterbatasan pengendalian internal adalah : “Efektifitas sistem pengendalian internal berhadapan dengan keterbatasan-keterbatasan alamiah, termasuk diabaikannya pengendalian internal oleh manajemen, kesalahan personel, dan kolusi.” Menurut Mulyadi (2002:181), keterbatasan pengendalian internal adalah : “1. Kesalahan dalam pertimbangan Kesalahan dalam pertimbangan keputusan bisnis yang diambil atau dalam melaksanakan tugas rutin yang biasanya dilakukan oleh manajemen atau personel lain. Kesalahan ini dapat disebabkan oleh tidak memadainya informasi yang diterima, keterbatasan waktu, dan tekanan lain.
16
2. Gangguan Adanya kekeliruan dalam memahami perintah, terjadinya kesalahan karena kelalaian dan perubahan yang bersifat sementara atau permanen dalam personel atau dalam sistem dan prosedur yang dijalankan. 3. Kolusi Kerja sama antara pihak-pihak yang terkait, yang mana seharusnya antara pihak-pihak tersebut saling mengawasi, tetapi malah saling bekerja sama untuk menutupi kesalahan-kesalahan yang dibuat baik disengaja maupun tidak disengaja. 4. Pengabaian oleh manajemen Manajemen mengabaikan kebijakan dan prosedur yang telah diterapkan semata-mata untuk kepentingan pribadinya sehingga pengendalian internal tidak berfungsi secara baik. 5. Biaya lawan manfaat Biaya yang telah dikeluarkan untuk penerapan pengendalian internal tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari adanya penerapan pengendalian internal tersebut.” Atas dasar di atas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi keterbatasan pengendalian internal adalah kebijakan dan prosedur yang telah diterapkan perusahaan diabaikan oleh manajemen sehingga menimbulkan kelalaian dan kesalahan dalam pertimbangan yang mengakibatkan gangguan atau kolusi dan juga biaya yang dikeluarkan untuk penerapan pengendalian internal tidak boleh melebihi manfaat yang diterima.
2.1.2 Pencegahan Fraud (Kecurangan) 2.1.2.1 Pengertian Fraud (Kecurangan) Menurut Weygandt et al., (2011: 298-299), kecurangan adalah : “Fraud is a dishonest act by an employee that results in a personal benefit to the employee at a cost to the employer”.
17
Yang dapat diartikan, kecurangan merupakan perilaku tidak jujur yang dilakukan oleh seorang pegawai dimana memberikan suatu keuntungan personal bagi pegawai yang dibebankan kepada majikan. Menurut Albrecht, Albrecht, Albrecht (2012), kecurangan adalah : “fraud is a generic term, and embraces all the multifarious means which human ingenuity can devise, which are resorted to by one individual, to get an advantage over another by false representations. No definite and invariable rule can be laid down as general proportion in defining fraud, as it includes surprise, trickery, cunning and unfair ways by which another is cheated. The only boundaries defining itare those which limit human knavery”. Dari pengertian kecurangan (fraud) menurut Albrecht, kecurangan adalah istilah umum, dan mencakup semua cara dimana kecerdasan manusia dipaksakan dilakukan oleh satu individu untuk dapat menciptakan cara untuk mendapatkan suatu manfaat dari orang lain dari representasi yang salah. Tidak ada kepastian dan invariabel aturan dapat ditetapkan sebagai proporsi yang umum dalam mendefinisikan penipuan, karena mencakup kejutan, tipu daya, cara-cara licik dan tidak adil oleh yang lain adalah curang. Hanya batas-batas yang mendefinisikan itu adalah orang-orang yang membatasi kejujuran manusia. Menurut IIA dalam Standars and Guidances-International Practice Homework (2013), fraudadalah : “Any illegal act characterized by deceit, concealment, or violation of trust. These acts are not dependent upon the threat of violence or physical force frauds are perpetrated by parties and organizations to obtain money, property, or service; to avoid payment or loss of service; or to secure personal or business advantange”. Dari pengertian fraud menurut IIA dapat diartikan sebagai setiap tindakan ilegal yang ditandai dengan tipu daya, penyembunyian, atau pelanggaran
18
kepercayaan. Tindakan ini tidak tergantung pada ancaman kekerasan atau kekuatan fisik. Penipuan yang dilakukan oleh partai dan organisasi untuk memperoleh uang, property, atau layanan untuk menghindari pembayaran atau kerugian jasa; atau mengamankan keuntungan pribadi atau bisnis. Dari teori-teori yang sudah disebutkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa fraud (kecurangan) adalah tindakan ilegal seperti perilaku tidak jujur dan tipu daya yang memaksakan kecerdasan manusia untuk melakukan suatu perbuatan sehingga menciptakan manfaat dari orang lain seperti memperoleh uang atau properti untuk kepentingan pribadi.
2.1.2.2 Jenis-jenis Fraud (Kecurangan) The The Asociation of Certified Fraud Examiners(ACFE) (2012) membagi Fraud (Kecurangan) dalam 3 (tiga) jenis atau tipologi berdasarkan perbuatan yaitu (Sie Infokum – Ditama Binbangkum, 2008) : “1. Penyimpangan atas aset (Asset Misappropriation) Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value). 2. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent Statement) Meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing. 3. Korupsi (Corruption). Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme), termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of
19
interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion).” Menurut Albrecth dan Albrecth (dikutip oleh Nguyen, 2008), jenis-jenis fraud adalah : “1. Embezzlement employee atau occupational fraud Merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh bawahan kepada atasan.Jenis fraud ini dilakukan bawahan dengan melakukan kecurangan pada atasannya secara langsung maupun tidak langsung. 2. Management fraud Merupakan jenis fraud yang dilakukan manajemen puncak kepada pemegang saham, kreditor dan pihak lain yang mengandalkan laporan keuangan. Jenis fraud ini dilakukan manajemen puncak dengan cara menyediakan penyajian yang keliru, biasanya pada informasi keuangan. 4. Investment scams Merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh individu/perorangan kepada investor. Jenis fraud ini dilakukan individu dengan mengelabui atau menipu investor dengan cara menanamkan uangnya dalam investasi yang salah. 5. Vendor fraud Merupakan jenis fraud yang dilakukan organisasi atau perorangan yang menjual barang atau jasa kepada organisasi atau peruaahaan yang menjual barang atau jasa.Jenis fraud ini dilakukan organisasi dengan memasang harga terlalu tinggi untuk barang dan jasa atau tidak adanya pengiriman barang meskipun pembayaran telah dilakukan. 6. Customer fraud Merupakan jenis fraud yang dilakukan oleh pelanggan kepada organisasi atau perusahaan yang menjual barang atau jasa. Jenis fraud ini dilakukan pelanggan dengan cara membohongi penjual seakan-akan penjual memberikan barang kepada pelanggan yang tidak seharusnya atau menuduh penjual memberikan lebih sedikit dari yang seharusnya.” Atas dasar di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis fraud terbagi menjadi tiga yaitu penyimpangan atas asset, pernyataan yang salah atau palsu, da korupsi yang dapat dilakukan oleh bawahan, manajemen puncak, oganisasi bahkan pelanggan.
20
2.1.2.3 Penyebab Terjadi Fraud (Kecurangan) Menurut Karni (2000;38) menyatakan pendapatnya tentang faktor pendorong terjadinya fraud adalah sebagai berikut : 1. Lemahnya pengendalian internal a. Manajemen tidak menekan perlunya peranan pengendalian internal b. Manajemen tidak menindak pelaku kecurangan c. Manajemen tidak mengambil sikap dalam hal terjadi conflict of interest d. Auditor internal tidak diberi wewenang untuk menyelidiki para eksekutif terutama menyangkut pengeluaran yang besar 2. Tekanan keuangan terhadap seseorang a. Banyaknya b. Pendapatan rendah c. Gaya hidup mewah 3. Tekanan non finansial a. Tuntutan pimpinan di luar kemampuan bawahan b. Direktur menetapkan suatu tujuan yang harus di capai tanpa dikonsultasikan dengan bawahan c. Penurunan penjualan 4. Indikasi lain a. Lemahnya kebijakan penerimaan pegawai b. Meremehkan integritas pribadi c. Kemungkinan koneksi dengan organisasi kriminal.
21
Menurut Simanjuntak (2008), penyebab terjadinya fraud adalah sebagai berikut : “Greed (keserakahan), Opportunity (kesempatan), Need (kebutuhan), Exposure (pengungkapan)” Faktor Greed dan Need merupakan faktor yang berhubungan dengan individu pelaku kecurangan (disebut juga faktor individual). Sedangkan faktor Opportunity dan Exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban perbuatan kecurangan (disebut juga faktor generik/umum). Banyak hal yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan fraud. Mengacu pada Tunggal (2012;12), ada tiga kondisi yang menyebabkan seseorang melakukan fraud yang biasa dikenal dengan segitiga kecurangan (fraud triangle). Ketiga komponen tersebut adalah: 1. Tekanan (pressure) Tekanan atau tuntutan yang mendorong seseorang untuk melakukan fraud dapat berupa tekanan kecurangan seperti keserakahan, kebiasaan buruk karena kegemaran berjudi, tekanan berkaitan dengan pekerjaan karena merasa hasil pekerjaannya kurang dihargai oleh perusahaan, tekanan lainnya yang tidak tercakup dalam tiga poin di atas. 2. Peluang (opportunity) Fraud tidak hanya terjadi jika ada tekanan, tetapi juga ketika calon pelaku fraud melihat adanya peluang untuk melakukan kecurangan seperti kurangnya pengendalian untuk mencegah dan mendeteksi perilaku yang
22
menyimpang, ketidakmampuan untuk menilai kualitas kinerja dengan tepat dan kurangnya jejak audit. 3. Rasionalisasi (rationalization) Kecenderungan pelaku fraud adalah membenarkan tindakan yang dilakukannya dengan pola pikir tertentu seperti “tidak akan ada yang dirugikan,” “perusahaan berhutang kepada saya,” “semua orang juga melakukan hal yang sama,” dan alasan – alasan lain. Atas dasar hal di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab terjadinya fraud dapat disebabkan karena lemahnya pengendalian internal, adanya tekanan, peluang dan kesempatan yang membuat kita melakukan fraud, lalu ditambah sifat keserakahan dan adanya kebutuhan sehingga di rasionalisasi dan terjadinya pengungkapan fraud.
2.1.2.4 Unsur dan Pengukuran Pencegahan Fraud (Kecurangan) Dalam setiap fraud atau kecurangan, ada tujuh unsur yang dapat teridentifikasi. Mengacu pada Albrecht dan Zimbelman(2009:7), enam unsur dalam fraud adalah sebagai berikut: 1. Sebuah penyajian 2. Mengenai hal yang material dan hal yang salah 3. Secara sengaja 4. Mengenai hal yang telah dipercaya 5. Adanya korban 6. Merugikan korban
23
Adatiga unsur yang harus diperhatikan oleh pihak manajemen perusahaan bila ingin mencegah terjadinya tindakan fraud menurut Rezaee dan Riley (2005:7), yaitu: 1. Menciptakan dan mengembalikan budaya yang menghargai kejujuran dan nilai-nilai etika yang tinggi. Salah satu tanggung jawab organisasi adalah menumbuhkan budaya yang menghargai kejujuran dan nilai-nilai etika yang tinggi dan menjelaskan perilaku yang diharapakan dan kesadaran dari masing-masing pegawai, menciptakan budaya yang menghargai kejujuran dan nilai-nilai etika tinggi hendaknya mencangkup hal-hal sebagai berikut: a. Setting the at the top b. Merekrut dan mempromosikan karyawan yang tepat c. Pelatihan d. Disiplin 2. Penerapan dan evaluasi proses pengendalian anti-fraud Fraud tidak akan terjadi tanpa persepsi adanya kesempatan dan menyembunyikan
perbuatannya
organisasi
hendaknya
mengurangi kesempatan dengan : a. Mengidentifikasi dan mengukur resiko fraud b. Pengurangan resiko fraud c. Implementasi dan monitoring pengendalian internal.
proaktif
24
3. Pengembangan Proses Pengawasan (Oversight Process) Untuk mencegah dan menangkal kecurangan secara efektif, entitas hendaknya memiliki fungsi pengawasan yang tepat, pengawasan dalam berbagai jenis dan bentuk ini dapat dilaksanakan oleh berbagai pihak, antara lain Komite audit, Manajemen, Internal auditor. Menurut Singlenton (2010;132), beberapa hal penting yang harus dilakukan untuk melakukan pencegahan fraud adalah : 1. Struktur tata kelola prusahaan 2. Gaya kepemimpinan 3. Tujuan keuangan yang realistis 4. Kebijakan dan prosedur 5. Pengawasan 6. Tip anonym 7. Surprise audit 8. Penutupan 9. Background check 10. Regular audit 11. Pengendalian internal 12. Rotasi karyawan
2.2
Kerangka Pemikiran Pengendalian internal penting bagi perusahan untuk melakukan operasi
secar efisien. Pengendalian internal membantu menaikan efisiensi operasi,
25
mengurangi kesalahan, mempertinggi kualitas informasi akuntansi sehingga lebih akurat dan dapat dipercaya, dan mendorong ketaatan perusahaan terhadap prosedur dan kebijaksanaan. Kemungkinan perusahaan melakukan kesalahan, asset dicuri pihak yang tidak bertanggung jawab, data akuntansi disajikan secara tidak benar, berpeluang sangat besar. Sayangnya, banyak perusahaan yang tidak memiliki sistem pengendalian yang cukup untuk mendeteksi atau melindungi diri dari potensi situasi negatif yang terjadi (Julie Miller, 2003) Kesalahan pada perusahaan hampir terdapat di setiap lini organisasi, mulai dari jajaran top manajemen sampai ke tingkatan lebih rendah. Fraud dapat dilakukan oleh siapa saja, bahkan oleh seseorang pegawai yang tampaknya jujur sekalipun (Binbangkum, 2008). Fraud atau kecurangan merupakan masalah yang sering menimpa berbagai macam perusahaan baik sektor swasta maupun sektor milik pemerintah. Fraud salah satunya di sebabkan oleh lemahnya pengendalian internal dalam suatu perusahaan (Arfah, 2011; 138-139). Kasus lemahnya pengendalian internal pada umumnya terjadi karena para pejabat atau pelaksana yang bertanggung jawab tidak atau belum melakukan pencatatan secara akurat dan tidak mantaati ketentuan dan prosedur yang ada, belum adanya kebijakan dan perlakuan akuntansi yang jelas, kurang cermat dalam melakukan perencanaan, belum melakukan koordinasi dengan pihak terkait, penetapan atau pelaksanaan kebijakan yang tepat, belum menetapkan prosedur kegiatan, serta lemah dalam pengawasan dan pengendalian (Tugiman, 2006). Berdasarkan penjelasan di atas, penting adanya sebuah pengendalian internal yang baik dalam sebuah perusahaan. Pengendalian internal secara khusus
26
ditunjukan untuk menangani fraud (fraud specific internal control) karena dengan adanya pengendalian internal yang baik di dalam sebuah perusahaan maka perusahaan tersebut dapat melakukan prosedur dan proses yang bertujuan khusus, dirancang dan dilaksanakan untuk tujuan utama, untuk mencegah dan menghalangi (dengan membuat jera) terjadinya kecurangan (Siti dan Ely, 2010;64) Pengendalian internal memiliki hubungan yang signifikan dengan pencegahan kecurangan (fraud). Pengendalian internal merupakan perlindungan yang diperlukan untuk menjamin perusahan untuk menghindari adanya fraud (kecurangan). Pengendalian internal juga dapat digunakan oleh seluruh pemegang saham sebagai perlindungan atas dana yang sedang digunakan oleh perusahaan agar menjadi efisien (Ozibo, S.A,-2011) Jika pengendalian internal suatu perusahaan lemah maka kemungkinan terjadinya kesalahan dan fraud sangat besar. Sebaliknya, jika pengendalian internal kuat, maka kemungkinan terjadinya kesalahan dan fraud dapat diperkecil. Kalaupun kesalahan dan fraud masih terjadi, bisa diketahui dengan cepat dan dapat segera diambil tindakan-tindakan perbaikan sedini mungkin (Arfah, 2011;139).
27
Gambar 2.1 Paradigma Penelitian
Pengendalian Internal (Variabel X) Romney dan Steinbart (2009:229), (Tugiman, 2006), Singleton (2010:35), Beasley, Alvin, Elder dan Jusuf (2011:137), (IAI) (2011;319), COSO (2012;10),
2.3
Pencegahan Fraud (Variabel Y) Siti dan Ely (2010;64), Ozibo,S.A (2011)
Weygandt et al., (2011: 298-299), Albrecht (2012), IIA (2013), Albrecht dan Zimbelman(2009:7), Rezaee dan Riley (2005:7), Singlenton (2010;132).
Hipotesis Menurut Sugiyono (2011:159) mendefinisikan hipotesis adalah sebagai
berikut: “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.” Dari kerangka pemikiran di atas, maka penulis mengemukakan suatu hipotesis sebagai berikut : “Pengendalian internal berpengaruh pada pencegahan fraud (kecurangan).”
2.4
Penelitian Terdahulu Peneliti yang dilakukan Budi Fahreza (2014) yang berjudul “Pengaruh
Auditor Eksternal dan Pengendalian Internal terhadap Pencegahan kecurangan”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial audit internal dan pengendalian internal menunjukan adanya pengaruh signifikan terhadap pencegahan kecurangan. Sedangkan secara simultan atau secara bersama-sama
28
kedua variabel tersebut juga menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap pencegahan kecurangan