BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Kompetensi Guru Guru adalah pendidik yang bukan hanya berkewajiban mentransferkan
ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Guru juga memiliki tugas sebagai fasilitator agar peserta didik mampu belajar dan mengembangkan potensi dasarnya secara optimal melaluhi lembaga pendidikan sekolah. Tugas yang berat mengharuskan guru berkompeten agar dapat melaksanakan kewajiban serta tugasnya. Charles dalam Mulyasa mengemukakan bahwa “kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mancapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.”28 Sedangkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 mengatakan pengertian kompetensi
adalah “seperangkat
pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.29 Dari beberapa pengertian kompetensi di atas, nampak bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melaluhi pendidikan. “Kompetensi guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, tehknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi, dan profesionalisme.”30
28
Mulyasa, 2007, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Remaja Rosdakarya, Bandung, hal. 25. 29 Indonesia, 2006, UU Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, pasal 1, Cipta Jaya, Jakarta, hal. 9. 30 Mulyasa, op.cit, hal 26
23
24
Kompetensi guru diperlukan untuk menjalankan fungsi profesi. “Profesi menuntut kemampuan membuat keputusan yang tepat dan kemampuan membuat kebijakan yang tepat.”31 Kompetensi guru diperlukan pula dalam rangka mengembangkan dan mendemonstrasikan perilaku pendidikan, bukan sekedar mempelajari teori-teori tertentu, tetapi harus berimbang dengan perilaku di kehidupan nyata. 2.1.1. Jenis Kompetensi Guru Guru harus mampu melaksanakan kompetensi dengan tanggung jawab dan layak dengan cara penguasaan empat kompetensi utama yaitu kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Keempat kompetensi tersebut terintregasi dalam kinerja guru. Secara lebih rinci empat kompetensi utama guru tersebut akan dijelaskan sebagai berikut : 2.1.1.1.
Kompetensi Paedagogik
Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a dalam Mulyasa dikemukakan bahawa kompetensi paedagogik adalah : “Kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.32 Mulyasa
mengatakan
bahwa
dalam
RPP
tentang
guru
dikemukakan bahwa kompetensi paedagogik merupakan kemampuan
31 32
Ibid. hal. 31. Ibid. hal 75.
25
guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurangkurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut : “1. Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan. 2. Pemahaman terhadap peserta didik. 3. Pengembangan kurikulum atau silabus. 4. Perancangan pembelajaran. 5. Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. 6. Pemanfaatan teknologi pembelajaran. 7. Evaluasi hasil belajar (EHB). 8. Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.”33 Kompetensi guru secara paedagogis perlu mendapat perhatian yang serius dalam mengelola pembelajaran. Mengelola pembelajaran menjadi penting karena di Indonesia dinyatakan kurang berhasil oleh sebagian masyarakat. Freire dalam Mulyasa mengatakan bahwa “pendidikan dinilai kering dari aspek paedagogis, dan sekolah nampak lebih mekanis sehingga peserta didik cenderung kerdil karena tidak mempunyai dunianya sendiri.”34 Guru harus memiliki kemampuan mengelola
pembelajaran.
pembelajaran
menyangkut
“Secara tiga
operasional,
fungsi
kemampuan
manajerial,
yaitu
mengelola
perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian.”35 Selain kemampuan mengelola pembelajaran, guru diharuskan dapat memahami peserta didik. Terdapat empat hal yang harus dipahami guru dari peserta didiknya, yaitu “tingkat kecerdasan, kreativitas, cacat fisik, dan perkembangan kognitif.”36 Melaluhi pemahaman terhadap peserta didiknya, guru dapat lebih mengerti kekurangan dan kelebihan peserta didik. Setelah mengetahui
33
Ibid. hal. 75. Ibid. hal. 76. 35 Ibid. hal. 77. 36 Ibid. hal. 79. 34
26
kekurangan dan kelebihan, guru dapat menyesuaikan dengan keadaan pada saat mengajar maupun membimbing sesuai porsi kemampuan peserta didik. selain itu guru juga dapat mengembangkan kekurangan yang ada di dalam peserta didiknya. Selanjutnya kompetensi paedagogis yang harus dimiliki seorang guru adalah kemampuan guru dalam perancangan pembelajaran. Perancangan pembelajaran akan bermuara ke pelaksanaan pembelajaran. Guru yang merancang pembelajaran dengan baik dan terarah maka akan melaksanakan pembelajarannya dengan baik dan sukses. Perancangan pembelajaran mencakup kegiatan yaitu “identifikasi kebutuhan, perumusan kompetensi dasar, dan penyusunan program pembelajaran.”37 Setelah merancang pembelajaran, barulah guru melaksanakan pembelajaran. “Pembelajaran hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Tugas guru yang utama dalam pembelajaran
adalah
mengkondisikan
lingkungan
agar
menunjang terjadinya perubahan perilaku dan pembentukan kompetensi peserta didik.”38 Setelah melaksanakan pembelajaran, guru harus dapat mengevaluasi hasil belajar peserta didik. ”Evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui perubahan perilaku dan pembentukan kompetensi peserta didik.”39 Selain itu juga evaluasi hasil belajar bermanfaat bagi guru agar dapat dijadikan tolok ukur untuk pengembangan peserta didiknya. Dimaksudkan setelah guru mengevaluasi hasil 37
Ibid. hal. 100. Ibid. hal. 103. 39 Ibid. hal. 108. 38
27
belajar, secara otomatis guru mengetahui kelemahan dan kelebihan peserta didik. kelemahan dan kelebihan peserta didik itulah yang nantinya dapat menjadi pertimbangan guru dalam pengembangan peserta didik. Pengembangan peserta didik adalah salah satu kompetensi paedagogik yang harus dimiliki guru, “untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik.”40 Guru dapat mengembangkan peserta didik dengan berbagai cara, antara lain melaluhi kegiatan ekstra kulikuler, pengayaan dan remidial, serta bimbingan dan konseling (BK). Pengembangan peserta didik bermanfaat agar peserta didik menjadi lebih dapat mengembangkan bakat dan ketrampilan, membentuk watak dan kepribadian, serta membenahi kekurangan peserta didik dari hasil evaluasi hasil belajarnya. 2.1.1.2.
Kompetensi Kepribadian
Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b dalam Mulyasa dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah “kemampuan kepribadian yang mantab, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.” 41 Kepribadian guru menjadi peran yang sangat besar terhadap keberhasilan pendidikan. Kepribadian guru pula yang dicontoh oleh setiap peserta didiknya. kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi para peserta didik. “Kompetensi kepribadian memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia, serta 40 41
Ibid. hal. 111. Ibid. hal. 117.
28
mensejahterakan masyarakat, kemajuan negara, dan bangsa pada umumya.”42 Sehubungan dengan peran dan fungsi kompetensi kepribadian diatas, setiap guru dituntut untuk memiliki kompetensi kepribadian yang memadahi. Guru tidak hanya dituntut untuk mampu memaknai pembelajaran, tetapi yang paling penting adalah bagaimana guru menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didiknya. Salah satu tuntutan guru adalah pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas peserta didik. “Agar dapat melaksanakan tuntutannya dengan baik, profesional dan dapat dipertanggungjawabkan, guru harus memiliki kepribadian yang mantap, stabil dan dewasa.”43 Banyak masalah pendidikan yang disebabkan oleh faktor kepribadian guru yang kurang mantap, kurang stabil, dan kurang dewasa. Banyak peserta didik yang kadang melanggar peraturan sekolah yang membuat guru di uji kepribadiannya dan kestabilan emosinya dalam menyelesaikan masalah. Guru menyelesaikan masalah peserta didik juga harus bersikap arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah. Guru juga dituntut mempunyai sikap yang arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah peserta didik. Selain itu guru harus menanamkan disiplin kepada peserta didiknya dengan cara bersikap tegas kepada semua peserta didik, bersikap arif dan memiliki wibawa dihadapan peserta didik agar tidak mudah diremehkan oleh peserta didik.
42 43
Ibid. hal. 117. Ibid. hal. 121.
29
2.1.1.3.
Kompetensi Profesional
Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dalam Mulyasa dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.”44 Guru
yang
profesional
pasti
diharuskan
menguasai
kompetensi
profesional. Guru yang profesional selalu mengembangkan pengetahuan dalam dirinya, dan berkompeten di profesinya dengan selalu mendalami keahliannya. “Guru yang menguasai kompetensi profesional harus mampu memilah dan memilih serta mengelompokan materi pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik.”45 Hamalik mengatakan bahwa guru yang dinilai kompeten secara profesional, apabila : “1. Guru tersebut mampu mengembangkan tanggung jawa dengan sebaik-baiknya. 2. Guru tersebut mampu melaksanakan perananperanannya secara berhasil. 3. Guru tersebut mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan (tujuan intruksional) sekolah. 4. Guru tersebut mampu melaksanakan peranannya dalam proses belajar dan mengajar dikelas.”46 Secara umum ruang lingkup kompetensi profesional guru dapat diidentifikasi dan disarikan antara lain sebagai berikut : “1. Mengerti dana dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi, psikologis, sosiologis, dan sebagainya.
44
Ibid. hal. 135. Ibid. hal. 141. 46 Oemar Hamalik, 2002, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 38. 45
30
2.Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik. 3.Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggungjawabnya. 4.Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi. 5.Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan sumber belajar yang relevan. 6.Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran. 7.Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik. 8.Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik.”47 Kompetensi profesional merupakan salah satu dari empat kompetensi yang paling menonjol karena dapat langsung diamati dan dinilai, selain itu terkait langsung dengan mata pelajaran yang diajarkan oleh guru. Guru harus benar-benar menguasai kompetensi inti guru agar dapat mengajar pelajaran yang diampu dengan benar. Tanpa menguasai kompetensi profesional guru akan mengalamin kesulitan dalam membentuk kompetensi peserta didik, bahkan akan gagal dalam melaksanakan pembelajaran. 2.1.1.4.
Kompetensi Sosial
Guru adalah mahkluk sosial yang dalam kehidupannya tidak bisa terlepas dari kehidupan sosial di lingkungan masyarakat maupun lingkungan sekolah. walaupun didalam lingkungan sekolah guru sebagai pembimbing peserta didik, tetaplah guru membutuhkan interaksi sosial kepada sesama guru dan peserta didik. oleh karena itu guru dituntut memiliki kompetensi sosial, terutama dalam kaitannya dengan pendidikan. Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d dalam Mulyasa dikemukakam bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah 47
Mulyasa, op.cit. hal. 135.
31
“kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.” 48 Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk : “ 1. Berkomunikasi secara lisan, tulisan, dan isyarat. 2. Menggunakan tehknologi komunikasi dan informasi secara fungsional. 3. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua atau wali peserta didik. 4. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.”49 Berkaitan dengan kompetensi sosial dan tanggung jawabnya, guru harus mengetahui serta memahami nilai, norma moral, dan sosial, serta berusaha berperilaku sesuai dengan nilai dan norma. Guru juga harus bertanggungjawab terhadap segala tindakannya pada saat melakukan pembelajaran di sekolah dan pada saat di masyarakat umum. 2.2.
Kualifikasi Akademik Guru Setiap guru memiliki kualifikasi akademik atau sering di sebut latar
belakang pendidikan yang berbeda. Syarat untuk menjadi guru profesional salah satunya adalah memiliki kualifikasi akademik sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen mengemukakan bahwa : “Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut : 1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
48 49
Ibid. hal. 173. Ibid. hal. 173.
32
2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; 3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang tugas; 4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; 5. Memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; 6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; 7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; 8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; 9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.”50 Kualifikasi akademik guru menimbulkan perbedaan cara mengajar dan cara pandang guru terhadap peserta didiknya. Menurut Pupuh Fahurrohman dalam bukunya strategi belajar mengajar “performance guru dalam mengajar dipengaruhi berbagai faktor, seperti tipe kepribadian, latar belakang pendidikan, pengalaman, dan yang tidak kalah penting adalah pandangan filosofis guru kepada murid.”51 Kualifikasi akademik dan pengalaman mengajar akan mempengaruhi kompetensi guru dalam mengajar. Guru pemula dengan latar belakang pendidikan akan lebih mudah dalam menyesuaikan diri dengan mata pelajaran yang diampu. Sebaliknya, guru yang bukan berlatar belakang pendidikan keguruan atau program studi yang tidak sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya akan banyak menemukan masalah pada saat mengajar dan
50
Ibid. hal. 21. Fathurrohmah dan Sutikno, 2007, Strategi Belajar Mengajar Melaluhi Penanaman Konsep Umum dan Konsep Islami, Reflika Aditama, Bandung, hal. 43. 51
33
penguasaan materi. Materi – materi yang akan diajarkan kepada peserta didik, diatur pada kurikulum yang telah ditetapkan. 2.3.
Kurikulum Acuan yang digunakan untuk guru melaksanakan pembelajaran adalah
kurikulum. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa : “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pengajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.”52 Kurikulum merupakan salah satu variabel yang terpenting yang mempengaruhi sistem pendidikan, oleh karena itu kurikulum harus mengikuti dinamika yang ada dalam masyarakat. Sudah sepatutnya kurikulum terus menerus diperbaharuhi dan dikembangkan seiring dengan realitas, perubahan, dan tantangan dunia pendidikan dalam membekali peserta didik menjadi manusia yang siap hidup dalam berbagai keadaan. “Kurikulum harus komperhensif dan responsif terhadap dinamika sosial, relevan, tidak overload, dan mampu mengakomodasikan keberagaman keperluan dan kemajuan teknologi.”53 Kurikulum di rancang dalam rangka mengembangkan segala potensi yang ada pada peserta didik serta peningkatan mutu pendidikan. Indra Djati Sidi dalam Kunandar berpendapat bahwa : “Salah satu upaya peningkatan mutu pendidikan adalah dengan pembenahan kurikulum yang dapat memberikan kemampuan dan ketrampilan dasar minimal (minimum basic 52
Undang-Undang Republik Indonesia, 2007, UU Repiblik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1, ayat 19, Visimedia, Jakarta, hal 4. 53 Kunandar, 2007, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 91.
34
skill), menerapkan konsep belajar tuntas (mastery learning), dan membangkitkan sikap kreatif, inovatif, demokratis, dan mandiri bagi peserta didik.”54 Peningkatan mutu pendidikan inilah yang menjadi awal munculnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). 2.3.1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.”55 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan hasil revisi dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menekankan aspek kompetensi yang diharapkan akan menghasilkan lulusan yang lebih baik dan siap menghadapi kehidupan di masyarakat. Selain menghasilkan lulusan yang lebih baik dengan diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), peran guru juga sangat penting dalam pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). “Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Guru harus dapat memilih dan menekankan kompetensi yang menunjang dan bermanfaat bagi peserta didik.”56 “Pada hakikatnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah model pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang menuntut kemandirian guru.”57 Kemandirian guru diperlukan terutama dalam mengembangkan pelajaran. Pengembangan pelajaran tersebut akan membentuk kompetensi peserta didik 54
Ibid. hal. 92 Ibid. hal. 103. 56 Ibid. hal. 113. 57 Mulyasa, 2008, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 5. 55
35
dengan cara merespon ilmu pengetahuan yang sebelumnya, serta menjalin hubungan yang saling menguntungkan dengan masyarakat dan lingkungannya. Kemandirian guru yang menjadikan timbulnya banyak masalah pada pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Salah satunya masalah atau kendala dalam pelaksanaan KTSP adalah munculnya standar isi. Mulyasa menyebutkan bahwa : “Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi sendiri memuat kerangka dasar, struktur kurikulum, beban belajar, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik.”58 Struktur kurikulum adalah bagian dari standar
isi yang menuntut guru
berkompeten tidak hanya dalam satu mata pelajaran. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut : “a. Kurikulum SMP/MTs memuat sepuluh mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. b. Substansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SMP/MTs merupakan “IPA Terpadu” dan “IPS Terpadu” c. Jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. d. Alokasi waktu satu jam pembelajaran adalah 40 menit. e. Minggu efektif dalam satu tahun pelajaran (dua semester) adalah 3438 minggu. Ketentuan di atas adalah pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang harus dilaksanakan oleh guru SMP/MTs, oleh karena itu
58
Mulyasa, 2008, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung, hal. 45.
36
“pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengharuskan guru agar lebih mandiri, kreatif, terampil, dan memiliki pengetahuan luas tidak hanya pada satu bidang mata pelajaran”.59 Salah satu alasan pelaksanaan Kurikulm Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengharuskan guru agar lebih mandiri, kreatif, terampil, dan memiliki pengetahuan luas tidak hanya pada satu bidang mata pelajaran adalah adanya ketentuan mata pelajaran IPS pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) menjadi mata pelajaran menjadi IPS Terpadu. 2.4.
Pembelajaran Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengamanatkan bahwa
model pembelajaran terpadu merupakan salah satu model implementasi kurikulum yang dianjurkan untuk diaplikasikan pada semua jenjang pendidikan. terutama jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Depdikbud dalam Trianto menjelaskan : “Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan autentik.”60 Puskur
dalam
Trianto
juga
mengatakan
“pembelajaran
terpadu
merupakan model yang mencoba memadukan beberapa pokok bahasan.”61 Adapun pendapat Ujang Sukandi dalam Trianto, “bahwa pembelajaran terpadu
59
Joko Susilo, 2007, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal 14 60 Trianto, 2010, Model Pembelajaran Terpadu, Bumi Aksara, Bandung, hal. 6-7. 61 Ibid. hal. 7.
37
pada dasarnya dimaksudkan sebagai kegiatan pembelajaran dengan memadukan beberapa mata pelajaran dalam satu tema.”62 Pembelajaran terpadu menjadikan peserta didik memperoleh pengalaman langsung sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan menerapkan konsep yang telah dipelajarinya. “Pembelajaran terpadu dapat dikemas dengan tema atau topik tentang suatu wacana yang dibahas dari berbagai sudut pandang atau disiplin keilmuan yang mudah dipahami atau dikenal peserta didik.”63 Melaluhi pembelajaran terpadu ini beberapa konsep yang relevan untuk dijadikan tema tidak perlu dibahas berulang kali dalam bidang kajian yang berbeda. Pembelajaran terpadu menjadikan penghematan waktu karena pembahasannya lebih efisien dan pencapaian tujuan pembelajaran juga diharapkan akan lebih efektif. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Trianto mengatakan : “Pembelajaran terpadu sebagai suatu proses memiliki beberapa karakterisktik atau ciri-ciri sebagai berikut : 1. Holistik Suatu gejala atau fenomena yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu diamati dan dikaji dari beberapa bidang sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-kotak. Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi. Hal ini akan membuat peserta didik manjadi lebih arif dan bijaksana di dalam menyikapi atau menghadapi kejadian yang ada di depan mereka. 2. Bermakna Pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek seperti yang dijelaskan diatas, memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar konsep-konsep yang berhubungan yang disebut skemata. Hal ini akan berdampak pada kebermaknaan dari materi yang dipelajari. 3. Otentik Pembelajaran terpadu memungkinkan siswa memahami secara langsung prinsip dan konsep yang ingin dipelajarinya 62 63
Ibid. hal. 56. Ibid. hal. 7.
38
melaluhi kegiatan belajara secara langsung. Mereka memahami dari hasil belajarnya sendiri, bukan sekedar pemberitahuan guru. informasi dan pengetahuan yang diperoleh sifatnya menjadi lebih otentik. 4. Aktif Pembelajaran terpadu menekankan keaktifan siswa dalam pembelajaran, baik secara fisik, mental, intelektual, maupun emosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal dengan mempertimbangkan hasrat, minat, dan kemampuan siswa sehingga mereka termotivasi untuk terus menerus belajar.”64 Bidang kajian yang digunakan dalam pembelajaran terpadu tidak dapat dipilih secara sembarang. “Bidang kajian yang dapat dipadukan dalam satu tema perlu dipertimbangkan karakteristik siswa, seperti minat, kemampuan, kebutuhan, dan pengetahuan awal.”65 Materi pelajaran yang dipadukan tidak dapat terlalu dipaksakan. Materi yang dipaksakan untuk pembelajaran terpadu akan menyebabkan guru tidak dapat menemukan kelebihan pembelajaran terpadu yang sebenarnya dapat dimanfaatkan. Pembelajaran terpadu memiliki kelebihan yang sebenarnya dapat dimanfaatkan guru dalam membantu anak didiknya berkembang sesuai dengan perkrmbangan intelektualnya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam Trianto menyebutkan kelebihan pembelajaran terpadu adalah sebagai berikut : “1.Pengalaman dan kegiatan belajar anak relevan dengan tingkat perkembangannya. 2.Kegiatan yang dipilij sesuai dengan minat dan kebutuhan anak. 3.Kegiatan belajar bermakna bagi anak sehingga hasilnya dapat bertahan lama. 4.Ketrampilan berpikir anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu. 5.Kegiatan belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai lingkungan anak.
64 65
Ibid. hal. 62-63. Ibid. hal. 58.
39
6.Ketrampilan sosial anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu. Ketranpilan sosial anak berkembang dalam proses pembelajaran terpadu. Ketrampilan sosial ini antara lain adalah : kerja sama, komunikasi, dan mau mendengarkan pendapat orang lain.”66 Meskipun demikian pendekatan pembelajaran terpadu juga memilik kekurangan. Fatoni mengungkapkan kekurangan pembelajaran terpadu dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu : “1. Aspek Guru: Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, keterampilan metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan materi. Secara akademik, guru dituntut untuk terus menggali informasi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan dan banyak membaca buku agar penguasaan bahan ajar tidak terfokus pada bidang kajian tertentu saja. Tanpa kondisi ini, maka pembelajaran terpadu akan sulit terwujud. 2. Aspek peserta didik: Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta didik yang relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi karena model pembelajaran terpadu menekankan pada kemampuan analitik (mengurai), kemampuan asosiatif (menghubung-hubungkan), kemampuan eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali). Bila kondisi ini tidak dimiliki, maka penerapan model pembelajaran terpadu ini sangat sulit dilaksanakan. 3. Aspek sarana dan sumber pembelajaran: Pembelajaran terpadu memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan. Bila sarana ini tidak dipenuhi, maka penerapan pembelajaran terpadu juga akan terhambat. 4. Aspek kurikulum: Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik. 5. Aspek penilaian: Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa bidang kajian 66
Ibid. hal 61.
40
terkait yang dipadukan. Dalam kaitan ini, guru selain dituntut untuk menyediakan teknik dan prosedur pelaksanaan penilaian dan pengukuran yang komprehensif, juga dituntut untuk berkoordinasi dengan guru lain, bila materi pelajaran berasal dari guru yang berbeda. 6. Suasana pembelajaran: Pembelajaran terpadu berkecenderungan mengutamakan salah satu bidang kajian dan „tenggelam‟nya bidang kajian lain. Dengan kata lain, pada saat mengajarkan sebuah TEMA, maka guru berkecenderungan menekankan atau mengutamakan substansi gabungan tersebut sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan guru itu sendiri.”67 Model pembelajaran terpadu adalah salah satu model pembelajaran yang di terapkan dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Menurut pendapat Nasution dalam Tri Widiarto dan Arif Sadjiarto, pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah : “Suatu program pendidikan yang merupakan suatu keseluruhan, yang ada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan fisik maupun dalam lingkungan sosialnya, dan yang bahannya diambil dari berbagai ilmu-ilmu sosial : geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi, politik, dan psikologi sosial.”68 Barth dan shermis dalam Tri Widiarto dan Arif Sadjiarto mengemukakan secara ringkas kajian Ilmu Pengetahuan Sosial, antara lain yaitu “pengetahuan, pengolahan informasi, telaah nilai dan keyakinan, peran serta dalam kehidupan.”69 “Secara umum hakekat Ilmu Pengetahuan Sosial adalah telaah tentang manusia dan dunianya. Manusia selalu hidup bersama dengan sesamanya,
67
Fatoni, Kelemahan Pembelajaran Terpadu, http://fatonipgsd071644221.wordpress.com/2010/06/09/manfaat-serta-kelebihan-dan-kekuranganpembelajaran-terpadu/, 09/06/2010 68 Widiarto dan Sadjiarto, 2009, Pembelajaran IPS, Widya Sari Press, Salatiga, hal. 1. 69 Ibid. hal. 3.
41
mengatasi rintangan yang mungkin timbul dari sekelilingnya.”70 Berpusat dengan hakekat Ilmu pengetahuan Sosial (IPS), peserta didik diperkenalkan agar dalam hidup manusia dituntut rasa tanggungjawab sosial, saling membantu sesama. Ilmu Pengetahuan sosial (IPS) juga membantu guru mendidik peserta didiknya agar menjadi warga negara yang baik dan bertanggungjawab. Sebelum mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), guru diharapkan dapat menguasai
konsep-konsep
dasar
dari
Ilmu
Pengetahuan
Sosial,
dapat
membedakan struktur Ilmu-Ilmu Sosial dan Ilmu Pengetahuan Sosial. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) mencakup berbagai bidang ilmu yaitu sejarah, ekonomi, geografi, sosiologi, antropologi, psikologi, dan tata negara. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Sekolah Menengah Pertama / Madrasah Tsanawiyah (MTs) hanya mencakup empat cabang ilmu yaitu sejarah, ekonomi, geografi dan sosiologi. Empat cabang ilmu yang terdiri dari sejarah, ekonomi, geografi dan sosiologi yang sekarang ini dijadikan model pembelajaran terpadu yang dinamakan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu. “Struktur Ilmu-Ilmu Sosial (IIS) antara lain : sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filasafat, dan psikologi sosial.” Sedangkan untuk struktur dari Ilmu pengetahuan Sosial (IPS) meliputi empat bidang antara lain georafi, sejarah, ekonomi, sosiologi yang dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi pokok bahasan atau topik (tema) tertentu secara terpadu.”71 Selain itu Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu memiliki konsep sebagai berikut :
70 71
Ibid. hal. 5. Trianto, 2010, Model Pembelajaran Terpadu, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 171 dan 175.
42
“Konsep dasar geografi adalah kesamaan dan perbedaan permukaan bumi, hubungan lingkungan fisik dengan manusia, keaslian asal-usul dan komposisi kelompok manusia sebagai hasil posisi geografi, tempat, distribusi, dan perencanaan. Konsep dasar sejarah adalah memahami peristiwa-peristiwa masa lalu dan bagaimana peristiwa-peristiwa tersebut dihubungkan dengan masa kini dan masa yang akan datang. Konsep dasar ekonomi adalah kelangkaan, spesialisasi, saling ketergantungan, pasar, dan kebijakan umum. Konsep dasar sosiologi adalah kelompok dan lembaga, hubungan antar kelompok, peran individu dalam kelompok, norma, nilai, dan sosialisasi dalam masyarakat.”72 Adapun manfaat pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu bagi peserta didik, antara lain yaitu : “Membantu anak didik memperoleh pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan kepekaan untuk menghadapi hidup dengan tantangan-tantangannya. Selanjutnya mereka kelak diharapkan mempu bertindak secara rasional dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapinya.”73 Puskur dalam Trianto mengemukakan penyusunan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu mempunyai tujuan, antara lain yaitu : “1. Memberikan wawasan dan pemahaman tentang pembelajaran terpadu, khususnya paduan pembelajaran IPS pada tingkat SMP/MTs. 2. Membimbing guru agar memiliki kemampuan melaksanakan pembelajaran terpadu antar disiplin Ilmu-Ilmu Sosial pada mata pelajaran IPS. 3. Memberikan ketrampilan kepada guru untuk dapat mrnyusun rencana pembelajaran dan penilaian secara terpadu dalam pembelajaran IPS. 4. Memberikan wawasan, pengetahuan, dan pemahaman bagi pihak terkait, sehingga mereka dapat memberikan dukungan terhadap kelancaran dan ketepatan pelaksanaan pembelajaran terpadu. 5. Memberikan acuan dasar dalam pelaksanaan pembelajaran IPS Terpadu di SMP/MTs.”74 72
Faqih Samlawi dan Bunyamin Maftuh, 2001, Konsep-Konsep Dasar IPS, Maulana, Bandung , hal. 33. 73 Tri Widiarto dan Arief Sadjiarto, 2009, Pembelajaran IPS, Widya Sari Press, Salatiga, hal. 4. 74 Trianto, op.cit. hal. 195.
43
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan sosial juga mempunyai ruang lingkup antara lain mencakup hal-hal berikut : “1. Pemetaan kompetensi yang dapat dipadukan dari masingmasing Kompetensi Dasar yang sudah ditetapkan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk IPS tingkat SMP/MTs. 2. Pengembangan strategi model pembelajaran IPS Terpadu pada tingkat SMP/MTs. 3. Pengembangan penilaian model pembelajaran IPS Terpadu pada tingkat SMP/MTs. 4. pengembangan contoh model rencana pembelajaran IPS Terpadu pada tingkat SMP/MTs untuk kelas VII, VIII, dan IX.”75 Strategi pelaksanaan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu memiliki dua proses yaitu perencanaan dan model pelaksanaan pembelajaran, yaitu : ”A. Perencanaan Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran terpadu bergantung pada kesuaian rencana yang dibuat dengan kondisi dan potensi peserta didik. Penyusunan perencanaan pembelajaran IPS Terpadu perlu dilakukan langkah-langkah berikut ini : 1) Pemetaan Kompetensi Dasar Langkah pertama dalam pengembangan model pembelajaran terpadu adalah melakukan pemetaan pada semua Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar bidang kajian IPS per kelas yang dapat dipadukan. Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara menyeluruh dan utuh. Kegiatan yang dapat dilakukan pada pemetaan ini antara lain dengan : a. Mengidentifikasi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada mata pelajaran IPS yang dapat dipadukan dalam satu tingkat kelas yang sama. b. Menentukan tema / topik pengikat antar Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Beberapa ketentuan dalam pemetaan Kompetensi Dasar dalam pengembangan mpdel pembelajaran IPS Terpadu adalah sebagai berikut :
75
Ibid. hal. 195-196.
44
a. Mengidentifikasikan beberapa Kompetensi Dasar dalam berbagai Standar Kompetensi yang emiliki potensi untuk dipadukan. b. Beberapa Kompetensi Dasar yang tidak berpotensi dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan dalam pembelajaran. Kompetensi Dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan/disajikan secara tersendiri. c. Kompetensi Dasar dipetakan tidak harus berasal dari semua Standar Kompetensi yanga ada pada mata pelajaran IPS pada kelas yang sama, melainkan memungkinkan hanya dua atau tiga Kompetensi Dasar saja. d. Kompetensi Dasar yang sudah dipetakan dalam satu topik/tema masih bisa dipetakan dengan topik/tema lainnya. 1) Penentuan Topik / Tema Setelah pemetaan Kompetensi Dasar selesai, langkah selanjutnya dilakukan penentuan topik/tema. Topik/tema yang ditentukan harus relevan dengan Kompetensi Dasar yang telah dipetakan. Dengan demikian, dalam satu mata pelajaran IPS pada satu tngkatan kelas terdapat beberapa topik yang akan dibahas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan topik/tema pada pembelajaran IPS Terpadu antara lain meliputi hal-hal berikut : a. Topik, dalam pembelajaran IPS Terpadu, merupakan perekat antar Kompetensi Dasar yang terdapat dalam satu rumpun mata pelajaran IPS. b. Topik yang ditentukan selain relevan dengan KompetnsiKompetensi Dasar yang terdapat dalam satu tingkatan kelas, juga sebaiknya relevan dengan pengalaman pribadi peserta didik, dalam arti sesuai dengan keadaan lingkungan setempat c. Dalam penenntuan topik, isu sentral yang sedang berkembang saat ini dapat menjadi prioritas yang dipilih dengan tidak mengabaikan keterkaitan antar Kopentensi Dasar pada satu rumpun yang telah dipetakan. 1) Penjabaran (Perumusan) Kompetensi Dasar ke Dalam Indikator Sesuai Topik/Tema Setelah melakukan langkah Pemetaan Kompetensi Dasar dan Penentuan Topik/Tema sebagai pengikat keterpaduan, maka Kompetensi-Kompetensi Dasar tersebut dijabarkan ke dalam indikator pencapaian hasil belajar yang nantinya digunakan untuk menyusun silabus. 2) Penyusunan Silabus Hasil seluruh proses yang telah dilakukan pada langkahlangkah sebelumnya dijadikan sebagai dasar dalam penyususnan silabus pembelajaran terpadu. Komponen penyusunan silabus terdiri dari Standar Kompetensi IPS (Sosiologi, Sejarah,
45
Geografi, dan Ekonomi), Kompetensi Dasar, Indikator, Pengalaman belajar, alokasi waktu, dan penilaian. 3) Penyusunan Desain / Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Setelah teridentifikasi peta Kompetensi Dasar dan topik yang terpadu, selanjutnya adalah menyusun desain/rencana pelaksanaan pembelajaran. Pada pembelajaran IPS Terpadu, sesuai dengan Standar Isi, keterpaduan terletak pada strategi pembelajara. Hal ini disebabkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar telah ditentukan dalam Standar Isi. B. Model Pelaksanaan Pembelajaran Model Pelaksanaan Pembelajaran ada tiga kegiatan yang harus dilakukan, yaitu : 1) Kegiatan Pendahuluan (Awal) Kegiatan pendahuluan pada dasarnya merupakan kegiatan awal yang harus ditempuh guru dan peserta didik pada setiap pelaksanaan pembelajaran terpadu. Kegiatan yang utama yang dilaksanakan dalam pendahuluan pembelajaran ini di antaranya untuk menciptakan kondisi-kondisi awal pembelajaran yang kondusif, melaksanakan kegiatan apersepsi dan penilaian awal. 2) Kegiatan Inti Pembelajaran Kegiatan inti merupakan kegiatan dalam rangka pelaksanaan pembelajaran terpadu yang menekankan pada proses pembentukan pengalaman belajar peserta didik. Kegiatan inti dalam pembelajaran terpadu bersifat situasional, dalam arti perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi tempat proses pembelajaran itu berlangsung. 3) Kegiatan Akhir (Penutup) dan Tindak Lanjut Kegiatan akhir dalam pembelajran terpadu tidak hanya diartikan sebagai kegiatan untuk menutup pelajaran, tetapi juga sebagai kegiatan penilaian hasil belajar peserta didik dan kegiatan tindak lanjut. Secara umum kegiatan akhir dan kegiatan tindak lanjut dalam pemeblajaran terpadu di antaranya : a. Melaksanakan dan mengkajin penilaian akhir. b. Melaksanakan tindak lanjut pembelajaran melaluhi kegiatan prmberian tugas atau latihan yang harus dikerjakan di rumah, menjelaskan kembali bahan pelajaran yang dianggap sulit oleh peserta didik, membaca materi pelajaran tertentu, dan memberiikan motivasi atau bimbingan belajar. c. Mengemukakan topik yang akan dibahas pada waktu yang akan datang dan menutup kegiatan pembelajaran.”76
76
Ibid. hal. 199-208.
46
2.5.
Teori Behaviorisme (Psikologi Perilaku) “Behaviorisme adalah suatu studi tentang kelakuan manusia.”77
Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. “Teori behaviorisme ini mementingkan tingkah laku atau tindakan, dengan tingkah laku segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan. Behaviorisme dapat menjelaskan kelakuan manusia secara seksama dan menyediakan program pendidikan yang efektif.” 78 Beberapa tokoh psikologi modern berasumsi bahwa psikologi harus memiliki objek studi yang kasat mata, oleh karena itu Watson menciptakan ranah ilmu baru dalam psikologi. Ranah ilmu tersebut adalah psikologi behavior. “Teori behaviorisme mengatakan dengan memberikan rangsangan (stimulus), maka manusia akan bereaksi dengan merespon.”79 Watsom dalam teori behaviorisme berfikir bahwa tindakan seseorang selalu ada sebab yang melatarbelakanginya. Sebab yang melatarbelakanginya disebut stimulus, sedangkan kegiatan yang dilakukan karena adanya stimulus disebut sebagai respons. Terkait dengan penelitian ini, seorang guru menguasai kompetensi profesional
disebabkan
karena
adanya
tindakan-tindakan
yang
melatarbelakanginya. Tindakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seorang guru harus memenuhi persyaratan menjadi guru yang profesional dan berkompeten. Guru yang profesional dan berkompeten salah satu persyaratannya 77
Oermar Hamailk, 2008, Kurikulum dan Pembelajaran, Bumi Aksara, Jakarta, hal. 43. Ibid. hal. 43. 79 Ibid. hal. 43. 78
47
adalah memiliki kualifikasi akademik atau latar belakang pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. 2.6.
Teori Konstruktivisme “Piaget mengatakan dalam teori konstruktivisme bahwa “pengalaman-
pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya perubahan perkembangan.”80
Demikian
dengan
pembelajaran
terpadu
yang
juga
dikembangkan dengan paham konstruktivisme yang menyatakan bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar bermakna tidak akan terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain. Pengalaman sendiri merupakan kunci untuk kebermaknaan. Terkait dengan paham konstruktivisme dalam diri guru, penguasaan kompetensi profesional merupakan bagian dari pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki guru. Penguasaan kompetensi profesional guru dapat dilihat dari latar belakang pendidikan yang dimilikinya, serta pengalaman-pengalaman guru selama mengajar. 2.7.
Kerangka Penelitian Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yaitu kualifikasi akademik guru
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) sebagai variabel X1, program studi yang diampu oleh guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) sebagai variabel X2 serta penguasaan Kompetensi Profesional Guru IPS Terpadu sebagai variabel Y. 80
Variabel Y
Trianto, 2007, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Prestasi Pustaka, Jakarta, hal. 14.
48
terdapat tiga indikator yang dinyatakan sebagai Y1, Y2, Y3. Indikator Y1 adalah kemampuan guru membedakan struktur Ilmu-Ilmu Sosial (IIS) dengan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Y2 merupakan penguasaan konsep IPS Terpadu dan Y3 adalah kemampuan guru menunjukan manfaat IPS Terpadu.
49
Gambar 2.7 Y1.1
Y
X1
Y3.1
1
1 X2
Y1.2
Y Y2.1
Y2 Y1 Y3 Y2 Y1 Y2 Y3Y3
Y2.2 Y2.3 Y2.4
Y3.1 Y3.2 Y3.3
50
Keterangan: X1 = Latar Belakang Pendidikan berdasarkan Kualifikasi Akademik Guru SMP dan MTs Minimum Diploma IV (D-IV)/Sarjana(S1) X2
=
Latar Belakang Pendidikan Guru SMP dan MTs sesuai dengan program studi yang diajarkan yang terdiri dari Pendidikan Ekonomi, Pendidikan Geografi, Pendidikan Sejarah, Pendidikan PPKn, Pendidikan Matematika, Pendidikan BK, dan Non Kependidikan
Y Y1
= =
Penguasaan Kompetensi Profesional Guru IPS Terpadu Membedakan Struktur Ilmu-Ilmu Sosial (IIS) dan Pengetahuan Sosial (IPS)
Y2
=
Penguasaan Konsep Mata Pelajaran IPS Terpadu
Y3
=
Menunjukan Manfaat Mata Pelajaran IPS Terpadu
Y1.1
=
Menjelaskan Struktur Ilmu-Ilmu Sosial (IIS)
Y1.2
=
Menjelaskan Struktur Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Y2.1
=
Menjelaskan Konsep Dasar Ilmu dari Ekonomi
Y2.2
=
Menjelaskan Konsep Dasar Ilmu dari Geografi
Y2.3
=
Menjelaskan Konsep Dasar Ilmu dari Sejarah
Y2.4
=
Menjelaskan Konsep Dasar Ilmu dari Sosiologi
Y3.1
=
Menjelaskan manfaat Ilmu-Ilmu Sosial bagi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Y3.2
=
Menyebutkan ada atau tidak manfaat mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu
Y3.3
=
Menjelaskan Manfaat IPS Terpadu
Ilmu
51
2.8.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka penelitian “Hubungan Kualifikasi Akademik dan
Program Studi Dengan Penguasaan Kompetensi Profesional di Kalangan Guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dna Madrasah Tsanawiyah (MTs) se Kota Salatiga - Jawa Tengah”, hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Hipotesis Kerja : Penguasaan kompetensi Profesional para guru IPS Terpadu di SMP dan MTs se Kota Salatiga rendah Ho : µ = 75 % H1 : µ ˂ 75 % 2. Hipotesis Kerja : Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata –rata penguasaan kompetensi profesional guru IPS Terpadu yang berkualifikasi Akademik D4/S1 dengan guru IPS Tepadu yang berkualifikasi Akademik non D4/S1 di SMP dan MTs se Kota Salatiga, Jawa Tengah Ho :μ1 = μ2 H1 : μ1 > μ2 3. Hipotesis Kerja : Rata – rata Penguasaan Kompetensi Profesional di Kalangan Guru Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu SMP dan MTs se Kota Salatiga, Jawa Tengah Berdasarkan Program Studi adalah tidak sama
52
Ho : μFKIP Geo = μFKIP Ekon = μFkip Sej = μPendd.IPS = μnon pendd IPS H1 : μFKIP Geo ≠ μFKIP Ekon ≠ μFkip Sej ≠ μPendd.IPS ≠ μnon pendd IPS