BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) 1. Penyebab timbulnya penyakit DHF Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropodborne viruses) artinya virus yang ditularkan melalui gigitan artropoda misalnya nyamuk aedes aegypti (betina). Arthropoda akan menjadi sumber infeksi selama hidupnya sehingga selain menjadi vector virus dia juga menjadi hospes reservoar virus tersebut yang paling sering bertindak menjadi vector adalah berturut-turut nyamuk. (Sumarmo Sunaryo Poerwo Soedarmo, 1983).
2. Patofisiologi penyakit DHF Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya
permeabilitas
dinding
kapiler
yang
mengakibatkan
terjadinya perembesan atau kebocoran plasma, peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma yang secara otomatis jumlah trombosit berkurang, terjadinya hipotensi (tekanan darah rendah)
yang
dikarenakan
kekurangan
haemoglobin,
terjadinya
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20% ) dan renjatan (syok). Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk ke dalam tubuh penderita
6
adalah penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegalpegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), sakit tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (hematomegali) dan pembesaran limpa (splenomegali). Hemokonsentrasi
menunjukkan atau menggambarkan adanya
kebocoran atau perembesan plasma keruang ekstra seluler sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Oleh karena itu pada penderita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hematokrit darah berkala untuk mengetahui. Setelah pemberian cairan intravena peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan dan apabila tidak segera ditangani dengan baik maka akan mengakibatkan kematian. Sebelum terjadinya kematian biasanya dilakukan pemberian tranfusi guna menambah semua komponen-komponen didalam darah yang telah hilang. (Christantie Effendy, 1995)
3. Gambaran klinis DHF Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi antara 13-15 hari. Penderita biasanya mengalami demam akut (suhu meningkat tiba-tiba) sering disertai menggigil. Gejala klinis lain yang timbul dan sangat menonjol adalah terjadinya pendarahan pada saat demam dan tak jarang pula dijumpai saat penderita mulai bebas dari demam. Contoh pendarahannya adalah pendarahan pada kulit (petekie). (Christantie Effendy, 1995) 4. Derajat penyakit DHF a. Derajat I (ringan) : Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain, dengan manifestasi pendarahan ringan. Yaitu tes “tourniquet” yang positif. b. Derajat II (sedang) : Golongan ini lebih berat daripada derajat I oleh karena ditemukan pendarahan kulit dan manifestasi pendarahan lain yaitu epistaksis (mimisan), pendarahan gusi, hematemesis dan atau mekna (muntah darah). c. Derajat III (berat) : Penderita syok berat dengan gejala klinik yang telah dibahas diatas ( derajat I dan II ). d. Derajat IV : Penderita syok berat dengan tensi yang tidak dapat diukur dan nadi yang tidak dapat diraba. (Purnawan Junadi, Atiek S.Soemasto, Husna Amelz, 1982)
8
B. Pengaruh Hb, Ht, dan Jumlah Trombosit Pada Penderita DHF Jumlah Hb pada penderita DHF sangat berpengaruh karena apabila kadar Hb rendah maka akan terjadi kekurangan oksigen, menyebabkan distres pernafasan yang ditandai dengan sesak nafas dan kekurangan makanan yang menyebabkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit >20%), yaitu kebocoran plasma yang menyebabkan penderita mengalami pendarahan interna atau pendarahan dalam tubuh dan biasanya terjadi di saluran cerna. Dan apabila jumlah trombosit pada penderita DHF mengalami penurunan (trombositopenia) maka mengindikasikan penderita
DHF memasuki fase
kritis dan memerlukan penambahan trombosit. (Christantie Effendi, SKP. 1995)
C. Diagnosa Laboratorium Pada setiap penderita dilakukan pemeriksaan lengkap darah. Pada penderita yang klinis disangka menderita DHF dilakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit dan trombosit setiap 2-4 jam pada hari pertama perawatan. Selanjutnya setiap 6- 12 jam sesuai dengan pengawasan selama perjalanan penyakit. Misalnya dengan dilakukan uji tourniquet. 1. Uji Tourniquet Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah dengan cara mengenakan pembendungan kepada vena sehingga darah menekan kepada dinding kapiler. Dinding kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat akan rusak oleh pembendungan itu, darah dari dalam kapiler itu
keluar dari kapiler dan merembes kedalam jaringan sekitarnya sehingga nampak sebagai bercak kecil ( petechia ) pada permukaan kulit. Pandangan mengenai apa yang boleh dianggap normal sering berbeda-beda. Jika ada lebih dari 10 petechia dalam lingkungan itu maka test biasanya baru dianggap abnormal, dikatakan juga; test itu positif. Seandainya dalam lingkaran itu tidak ada petechia, tetapi lebih jauh distal ada, percobaan ini (yang sering dinamakan Rumpel-Leede) positif juga. (R. Gandasoebrata, 2001)
2. Hemoglobin Kadar hemoglobin darah dapat ditentukan dengan bermacam-macam cara yaitu dengan cara sahli dan sianmethemoglobin. Dalam laboratorium cara sianmethemoglobin (foto elektrik) banyak dipakai karena dilihat dari hasilnya lebih akurat dibanding sahli, dan lebih cepat. Nilai normal untuk pria 13-15 gr/dl, dan wania 12-14 gr/dl. (R. Gandasoebrata, 2001) Kadar hemoglobin pada hari-hari pertama biasanya normal atau sedikit menurun. Tetapi kemudian kadarnya akan naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan merupakan kelainan hematology paling awal yang dapat ditemukan pada penderita demam berdarah atau yang biasa disebut dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF). (Sri Rejeki H.Hadinegoro, Hindra Irawan Satari, 1999)
10
3. Hematokrit Nilai hematokrit ialah volume semua eritrosit dalam 100 ml darah dan disebut dengan persen & dari volume darah itu. Biasanya nilai itu ditentukan dengan darah vena atau darah kapiler. Nilai normal untuk pria 40-48 vol % dan wanita 37-43 vol %. Penetapan hematokrit dapat dilakukan sangat teliti, kesalahan metodik rata-rata ± 2%. Hasil itu kadang-kadang sangat penting untuk menentukan keadaan klinis yang menjurus kepada tindakan darurat.
(R. Gandasoebrata, 2001)
Nilai hematokrit biasanya mulai meningkat pada hari ketiga dari perjalanan penyakit dan makin meningkat sesuai dengan proses perjalanan penyakit demam berdarah. Seperti telah disebutkan bahwa peningkatan nilai hematokrit merupakan manifestasi hemokonsentrasi yang terjadi akibat kebocoran plasma. Akibat kebocoran ini volume plasma menjadi berkurang yang dapat mengakibatkan terjadinya syok hipovolemik dan kegagalan sirkulasi. Pada kasus-kasus berat yang telah disertai perdarahan, umumnya nilai hematokrit tidak meningkat bahkan malah menurun. (Sri Rejeki H.Hadinegoro, Hindra Irawan Satari, 1999) Telah ditemukan bahwa pemeriksaan Ht secara berkala pada penderita DHF mempunyai beberapa tujuan, yaitu : 1. Pada saat pertama kali seorang anak dicurigai menderita DHF, pemeriksaan ini turut menentukan perlu atau tidaknya anak itu dirawat. 2. Pada penderita DHF tanpa renjatan pemeriksaan hematokrit berkala
ikut menentukan perlu atau tidaknya anak itu diberikan cairan intravena. 3. Pada penderita DHF pemeriksaan Ht berkala menentukan perlu atau tidaknya kecepatan tetesan dikurangi, menentukan saat yang tepat untuk menghentikan cairan intravena, dan menentukan saat yang tepat untuk memberikan darah. (Sumarmo Sunaryo Poerwo Soedarmo, 1983)
4. Trombosit Trombosit sukar dihitung karena mudah sekali pecah dan sukar dibedakan dari kotoran kecil. Lagi pula sel-sel itu cenderung melekat pada permukaan asing (bukan endotel utuh) dan menggumpal-gumpal. Jumlah trombosit dalam keadaan normal sangat dipengaruhi oleh cara menghitungnya, sering dipastikan nilai normal itu antara 150.000400.000/µl darah. Karena sukarnya dihitung, penelitian semikuantatif tentang jumlah trombosit dalam sediaan apus darah sangat besar artinya sebagai pemeriksaan penyaring. Cara langsung
menghitung trombosit
dengan menggunakan elektronic particle counter mempunyai keuntungan tidak melelahkan petugas laboratorium jika harus banyak melakukan pemeriksaan menghitung trombosit. Akan tetapi cara ini masih dicekali macam-macam kelemahan; jika hendak memakainya perlu mengadakan kontrol dengan ketat. (R. Gandasoebrata, 2001) D. Transfusi Darah
12
Indikasi
utama
untuk
transfusi
darah
lengkap
adalah
untuk
mengantisipasi perdarahan. Menentukan jumlah kehilangan darah secara pasti sulit, petunjuk beratnya pendarahan mungkin diperoleh dari data perubahan tekanan darah, nadi dan kadar hemoglobin. Gejala akibat kehilangan darah terdiri dari pucat, berkeringat, rasa haus, rasa ringan di kepala, nafas dalam dan gelisah. Transfusi trombosit diberikan dalam bentuk konsentrasi trombosit. Indikasi transfusi trombosit adalah keadaan trombositopenia yang mengancam jiwa. Apabila jumlah trombosit menurun sampai kira-kira 20.000 /µl biasanya menyebabkan pendarahan otak yang sering berakibat fatal. Perlu diingat bahwa transfusi darah hanya dilakukan apabila indikasi untuk transfusi darah telah diidentifikasi secara pasti dan akurat yaitu terjadinya pendarahan nyata atau pendarahan yang serius, misalnya kurang dari 10% volume darah total (total volume darah adalah 80 ml/kg ) keduanya harus selalu diusahakan agar transfusi hanya dengan komponen yang diperlukan . ( Imam Supandiman, DSPD.H. 1997)