BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN METODE PENELITIAN
A. Pengertian Pajak Pajak bagi masyarakat luas sudah dikenal sejak dahulu. Masyarakat membicarakan pajak sebagai beban yang harus dibayarkan kepada negara. Pada awalnya belum dikenal istilah pajak, digunakan beberapa istilah lain seperti upeti. Untuk lebih jelasnya akan disampaikan beberapa definisi pajak yang dikemukakan pakar, diantaranya adalah Musgrave
(1993:226)
memberikan
pengertian
pajak
dengan
cara
memberikan perbedaan antara pajak dan pungutan dengan pinjaman sebagai berikut: “Pajak dan pungutan ditarik dari sektor swasta tanpa mengakibatkan timbulnya kewajiban bagi pemerintah terhadap pihak pembayar. Pinjaman merupakan suatu penarikan yang dilakukan sebagai pengganti janji pemerintah untuk membayar kembali dimasa mendatang serta untuk membayar bunga selama periode pinjaman. Pajak merupakan sustu kewajiban sementara pungutan dan pinjaman lebih bersifat sukarela. ” Dari pengertian di atas terkandung dua hal yang mendasar yang melekat pada pajak, yaitu tidak adanya timbal balik secara langsung dari pemerintah dan pajak merupakan kewajiban. Dua hal tersebut yang membedakan pajak dengan pungutan lainnya dan pinjaman. Edwin R.A. Seligman dalam buku Essay in Taxation yang dikutip oleh Brotodiharjo (1993;1) menyatakan pendapatnya sebagai berikut: Tax is compulsory contribution from the person, to the government to defray the expenses incurred in the common interest of all, without reference to special benefit conferred. Definisi-definisi yang dikemukakan para ahli yang telah dikutip di atas umumnya kurang lengkap, oleh karena itu perlu kiranya dikutip pendapat Suandy (2002 :11) yang mencoba menarik kesimpulan yang merupakan ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak dari definisi yang disampaikan para ahli, yaitu:
10 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
1.
Pajak peralihan kekayaan dari orang/badan ke Pemerintah Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanannya, sehingga dapat dipaksakan. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukkannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu dari pemerintah. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak langsung.
2. 3. 4. 5.
6. 7.
B. Hak dan Kewajiban Warga Negara Menurut Notonagoro Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain manapun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Kewajiban berasal dari Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan. C.
Birokrasi Birokrasi berasal dari kata bureaucracy (bureau + cracy), diartikan sebagai An Organization, such as an administratitive agency or the army, with the following general traits: a chain of commnad with fewer people at the top than at the bottom; well defined positions and responsibilities; fairly inflexible rules and procedures; “red tape”; many forms to filled out; and delegation of authority downward from level to level.
11 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
Birokrasi dapat juga diartikan sebagai
1. Government by many bureaus, administrators, and petty officials, 2. The body of officials and administrators, esp. of a government or government department, 3. Excessive multiplication of, and concentration of power in, administrative bureaus or administrators, 4. Administration characterized by excessive red tape and routine (Stuart Berg Flexner:1987). Berdasarkan definisi tersebut, pegawai atau karyawan dari birokrasi diperoleh dari penunjukan atau ditunjuk (appointed) dan bukan dipilih (elected). D. Fungsi pajak Setiap negara yang memungut pajak kepada rakyatnya pasti mempunyai tujuan, yaitu untuk membiayai pemerintahan yang dijalankan dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat itu sendiri. Pelaksanaan pemungutan pajak diharapkan dapat mencerminkan keadilan, dengan besarnya pajak yang dibebankan sesuai dengan objek pajak yang dimiliki rakyat, sedangkan besarnya objek pajak dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi suatu negara. Oleh karena itu, pelaksanaan pemungutan pajak juga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, termasuk didalamnya ekonomi rakyat secara individu. Fungsi pajak yang paling popular adalah sebagai sumber penerimaan negara, tetapi menurut pendapat Musgrave (1993:6) ada tiga fungsi pajak, yaitu: 1.
2.
3.
Penyediaan barang sosial, atau proses pembagian keseluruhan sumber daya untuk digunakan sebagai barang pribadi dan barang sosial, dan bagaimana bauran/komposisi barang sosial ditentukan. Penyediaan ini dapat disebut sebagai fungsi alokasi dari kebijakan anggaran. Kebijakan pengaturan, yang juga dipertimbangkan sebagai suatu bagian dari fungsi alokasi tidak dimasukkan di sini karena kebijakan itu tidak terlalu merupakan masalah kebijakan anggaran. Penyesuaian terhadap distribusi pendapatan dan kekayaan untuk menjamin terpenuhinya apa yang dianggap oleh masyarakat sebagai suatu keadaan distribusi yang merata dan adil yang di sini disebut sebagai fungsi distribusi. Penggunaan kebijakan anggaran sebagai suatu alat untuk mempertahankan tingkat kesempatan kerja yang tinggi, tingkat
12 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
stabilitas yang semestinya dan laju pertumbuhan ekonomi yang tepat, dengan memperhitungkan segala akibatnya terhadap perdagangan dan neraca pembayaran. Fungsi tersebut dikenal sebagai fungsi distribusi. Berdasarkan uraian di atas, maka fungsi pajak ada tiga yaitu fungsi alokasi, fungsi diatribusi dan fungsi stabilitasi. Melalui fungsi alokasi memungkinkan kebijakan perpajakan mempengaruhi masyarakat untuk melakukan tindakan investasi dan perekonomian pada umumnya sehingga sumber daya yang ada terbagi secara merata. Fungsi
distribusi
kebijakan
perpajakan
diharapkan
mampu
menciptakan pemerataan penghasilan melalui perbedaan tarif misalnya. Bagi masyarakat dengan kemampuan lebih, membayar pajak lebih tinggi dan penerimaan pajak disalurkan untuk subsidi masyarakat dengan kemampuan ekonomi yang minim. Fungsi stabilisasi menghendaki kebijakan perpajakan yang baik agar kemakmuran yang sudah ada dapat dipertahankan. Selain tiga fungsi diatas, ada dua fungsi pajak lainnya yang dikenal secara luas, yaitu pertama fungsi pajak untuk menjamin penerimaan negara dalam rangka menjalankan pemerintahan, disebut dengan Fungsi Budgeter, sedangkan kedua adalah fungsi pajak untuk ikut mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah dalam bidang ekonomi, sosial budaya bahkan politik, disebut Fungsi Mengatur atau Fungsi Regulerend. Fungsi budgeter dapat dianalisis dengan cara melihat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau dalam Angggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pajak daerah. Penerimaan negara dari pemungutan pajak-pajak negara dalam APBN merupakan bagian dari penerimaan atau pendapatan dalam negeri, dimana jumlah penerimaan dalam negeri ini bila melebihi pengeluaran rutin, maka sisanya merupakan tabungan pemerintah. Oleh karena itu semakin besar penerimaan
negara
dari
pemungutan
pajak,
semakin
meningkat
penerimaan dalam negeri, berarti semakin meningkat pula tabungan pemerintah sepanjang pengeluaran rutinya tidak ikut meningkat. Apalagi bagi Indonesia yang sedang dilanda krisis sehingga ekspor menjadi sangat
13 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
kecil, maka harapan terbesar dari sisi penerimaan dalam APBN adalah penerimaan dalam negeri yang berarti dari pajak. Sejak 1967, fungsi mengatur (regulerend) pajak-pajak negara diarahkan untuk merangsang investor, baik asing maupun nasional untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Anggapan terkaitnya penerimaan negara dari sektor pajak dengan kebijakan dibidang penanaman modal karena penerimaan pajak dipengaruhi oleh beberapa hal sebagaimana yang dikemukakan Boediono (2000:55) sebagai berikut: a.
materi dari Undang-Undang Pajak yang bersangkutan termasuk sistem pemungutannya; sikap masyarakat, baik masyarakat eksternal (Wajib Pajak ) maupun masyarakat internal (Aparatur Perpajakan); pertumbuhan ekonomi, meningkatkan daya pikul dan daya beli masyarakat, sekaligus meningkatkan kemampuan Wajib Pajak membayar pajak.
b. c.
Mencermati pendapat para pakar tentang fungsi pajak di atas, maka dapat dinyatakan bahwa pajak memikul beban yang berat dalam mencapai tujuannya, karena fungsi yang melekat pada pajak itu sendiri sebaiknya dilaksanakan dengan cermat agar tidak menimbulkan hambatan bagi masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonomi.
E. Sistem Perpajakan dan Sistem Pemungutan Pajak Ada
tiga
unsur
dalam
sistem
perpajakan
sebagaimana
dikemukakan oleh Mansury (1996:18), yaitu:
1. Kebijakan pajak (tax policy) 2. Undang-Undang Perpajakan (tax law) 3. Administrasi perpajakan (tax administration) Ketiga unsur tersebut saling berurutan dan saling mempengaruhi. Kebijakan perpajakan merupakan pemilihan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Menurut Mansury (1996:19) alaternatif-alternatif tersebut meliputi: 1. 2. 3. 4. 5.
Pajak apa yang akan dipungut Siapa yang menjadi Subjek Pajak Apa saja yang menjadi Objek Pajak Berapa besarnya tarif pajak Bagaimana prosedurnya
14 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
Ada berbagai aspek kebijakan pajak (tax policy) yang perlu dipertimbangkan, berikut ini akan diuraikan , yaitu: 1.
Pajak yang dipungut Dalam sistem perpajakan modern ada berbagai jenis pajak yang menjadi pertimbangan utama baik pajak langsung maupun pajak tidak langsung dan cukai seperti: a. Pajak Penghasilan Badan dan Perseorangan
b. Pajak atas capital gains c. Withholding tax atas gaji, deviden, sewa, bunga, royalty, dan lainnya d. Pajak atas impor, ekspor serta Bea Masuk e. Pajak atas undian/ hadiah f.
Bea Materai
g. Dan lainnya Bagi Wajib Pajak adanya berbagai kewajiban jenis pajak yang harus dibayar dengan segala sifat dan kewajiban yang berbeda-beda dari tiap-tiap jenis pajak, maka agar tidak mengganggu atau memberatkan cash flow perlu adanya perencanaan pajak yang baik agar dapat menganalisis atas transaksi apa akan dikenakan pajak apa dan perlu dana berapa sehingga diketahui berapa penghasilan bersih setelah pajak. 2.
Subjek Pajak Sistem perpajakan Indonesia menganut “the classical system” yang bermakna adanya pemisahan (separate entity) antara Badan Usaha dengan pribadi pemiliknya (pemegang saham). Adanya perbedaan perlakuan perpajakan atas pembayaran deviden dari badan usaha kepada pemegang saham perorangan dengan pemegang saham badan usaha, maka menimbulkan usaha untuk perencanaan pajak dengan baik agar beban pajaknya rendah dan meringankan arus kas perusahaan sehingga dapat dimanfaatkan untuk tujuan lain. Disamping itu adanya pertimbangan untuk menunda pembayaran deviden dengan
15 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
cara meningkatkan jumlah laba yang ditahan (retained earning) bagi perusahaan juga akan menimbulkan penundaan pembayaran pajak.
3.
Objek Pajak Sebuah sistem perpajakan yang menganut global taxation seharusnya tidak
membedakan
sumber
penghasilan
untuk
perlakuan
perpajakannya, sehingga apapun sumber dan nama penghasilan tersebut harus dikenakan pajak yang sama. Perbedaan perlakuan antara jenis dan sumber penghasilan yang hakekat ekonomisnya sama akan menimbulkan usaha perencanaan pajak agar beban pajaknya rendah. Jadi karena objek pajak merupakan basis perhitungan (tax base) besarnya pajak, maka dalam rangka optimalisasi alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan pajak yang tidak lebih dan tidak kurang.
4.
Tarif pajak Adanya penerapan scedular taxation tariff yang ditetapkan dalam suatu sistem perpajakan
akan mengakibatkan
Wajib pajak
berusaha
mendapatkan tarif yang paling rendah (low bracket). Hal senada disampaikan oleh Bracewell-Milnes (1980:37) bahwa “The heavier th burden, the stronger the motive and the wider the scope for tax avoidance, since the taxpayer may avoid the higher rates of tax while still remaining liable to the lower”
5.
Prosedur Pemungutan Pajak Self assessment system mengharuskan perencana pajak membuat langkah strategis, termasuk dengan adanya withholding system, sehingga pembayaran pajak jangan sampai mengganggu cash flow atau terjadi kelebihan pembayaran atas pemungutan pendahuluan yang berakibat pada kerugian waktu dan biaya jika ingin melakukan restitusi. Unsur kedua dalam sistem perpajakan adalah Undang-undang
perpajakan (tax law). Hampir semua undang-undang tidak dapat mengatur setiap permasalahan secara sempurna, maka dalam pelaksanaannya
16 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain sebagai peraturan pelaksana, misalnya peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan menteri dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Dalam kenyataannya yang sering terjadi adalah ketentuan pelaksana tersebut bertentangan dengan UU karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijakan dalam mencapai
tujuan
menimbulkan
yang
adanya
lain celah
yang
ingin
(loopholes)
dicapainya. bagi
Wajib
Keadaan Pajak
ini
untuk
menganalisis dengan cermat atas kesempatan tersebut untuk digunakan dalam perencanaan pajak. Unsur terakhir dalam sistem perpajakan adalah administrasi perpajakan (tax administration). Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang masih mengalami kesulitan dalam menjalankan administrasi perpajakannya. Hal ini menyebabkan Wajib Pajak membuat perencanaan pajak dengan baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana karena adanya perbedaan penafsiran antara aparat fiskus dengan Wajib Pajak akibat begitu luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang belum efektif. Dari sisi fiskus maka hal yang perlu dipertimbangkan adalah pemilihan
sistem
pemungutan
pajak
karena
akan
mempengaruhi
optimalisasi penerimaan pajak bagi sebuah negara. Sistem pemungutan pajak yang dikenal adalah Self Assessment System dan Official Assessment System. Asal katanya Self Assessment System terdiri dari kata self artinya sendiri dan to assess yang artinya menilai, menghitung, menaksir, dengan demikian self assessment berarti menghitung atau menilai sendiri dalam hal ini adalah kewajiban perpajaknnya. Self Assessment System adalah suatu sistem perpajakan yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya, khususnya dalam menghitung sendiri jumlah pajak yang terhutang, menyetor sendiri jumlah pajak yang terhutang ke kas negara dan melaporkannya kepada fiskus. Dalam sistem ini Wajib Pajak yang aktif sejak dari mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak sampai dengan menetapkan sendiri jumlah pajak yang
17 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
terhutang dalam suatu tahun melalui pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Official Assessment System adalah suatu sistem perpajakan dimana inisiatif untuk memenuhi kewajiban perpajakan berada dipihak fiskus, sehingga fiskuslah yang aktif sejak mendaftar Wajib Pajak sampai dengan penetapan jumlah pajak yang terutang. Selain dua sistem tersebut, sistem pemungutan pajak suatu negara juga mengenal istilah Withholding Tax System yaitu suatu sistem perpajakan dimana pihak-pihak tertentu mendapat tugas dan kepercayaan untuk memotong dan memungut suatu jumlah tertentu dari pembayaran atau transaksi yang dilakukannya untuk diteruskan ke Kas Negara dalam jangka waktu tertentu. Selain sistem pemungutannya, aktivitas administrasi pajak yang jujur dan efisien adalah merupakan salah satu syarat tentang berhasilnya suatu sistem perpajakan. Berikut ini syarat-syarat agar suatu sistem pemungutan pajak berhasil pada suatu negara, khususnya di negaranegara berkembang yang dikemukakan oleh Richard Goode yang dikutip oleh Bird (1992:87): 1. 2. 3. 4. 5.
The existence of a predominantly monetary economy, A high standard of literacy among taxpayers, Prevalence of accounting record honestly and reliably maintained, A large degree of “voluntary” compliance on the part of taxpayers, Absence of “wealth groups” with the political power to block tax measures, 6. Honest and efficient administration (the minimal acceptable standards of which were said to be higher for income taxes than form any other taxes) Subjek mengenai administrasi pajak benar-benar penting baik untuk yang berhubungan dengan peranan penting dari hasil pajak yang dapat berpengaruh dalam memperbaiki keseimbangan makro ekonomi dan pada yang berhubungan dengan kebijakan pajak dan efeknya pada ekonomi secara umum. Seperti yang dijelaskan oleh Vito Tanzi yang dikutip oleh
Bird,
administrasi pajak
memainkan
peranan
penting
dalam
menentukan sistem pajak yang efektif. Aktivitas
administrasi
merupakan
pelaksanaan
enforcement
terhadap masyarakat agar memenuhi kewajiban perpajakannya. Dengan
18 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
menggunakan
sumber
daya
yang
ada,
enforcement
dilakukan.
Enforcement pajak meliputi: menjaring semua subjek pajak, mengumpulkan informasi pajak, pemeriksaan pajak, mengontrol pemungutan pajak termasuk penagihannya, dan performance karyawan pajak. Selain
itu,
hukum
pajak
merupakan
faktor
yang
harus
dipertimbangkan dalam pemungutan pajak. Hukum pajak yang berlaku tidak akan berjalan bila Wajib Pajak tidak mematuhi hukum tersebut. Dalam Tax Glossary (1992: 242) dapat diketahui bahwa: “Tax Compliance is the degree to which taxpayers respond to their statutory duty to declare their income for calculation if income tax, sales tax, etc. and to pay the tax due in timely manner.” Sedangkan definisi kepatuhan pajak menurut Roth, Scholz dan Witte (1993: 424) adalah: “Compliance with reporting requirements means that tax payer files all required tax return at proper time ang that the return accurately report tax liability in accordance with the Internal Revenue Code, regulation, and court decision applicable at the time return is filed.” Dari kenyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan pajak merupakan tingkat dimana Wajib Pajak respon terhadap kewajiban pajak. Setelah itu Wajib Pajak memberitahukan pendapatannya yang kemudian akan dihitung untuk menentukan berapa besarnya pajak terhutang, dan membayar pajak tepat pada waktunya. Pada kenyataannya tidak semua Wajib Pajak patuh pada kewajiban perpajakannya. Ketidakpatuhan ini bisa berupa penghindaran pajak (tax avoidance) dengan memanfaatkan loopholes yang ada dalam Undang-Undang Perpajakan yang berlaku dan penyelundupan pajak (tax evasion). Ada pula ketidakpatuhan yang tidak disengaja, misalnya seseorang tidak mengetahui mengenai perpajakan,oleh sebab
itu perlu
pula dilakukan enforcement pajak agar dapat meningkatkan kepatuhan pajak. International Bureau Fiscal Documentation (IBFD) (1992 :1) menyatakan bahwa enforcement adalah:
19 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
“Enforcement is action taken by the tax authorities to ensure that a tax payer or potential tax payer complies with the laws, e.g. by submitting returns or accounts or providing other relevan information, and paying or otherwise accounting for tax which is due. Means of enforcement include penalties for failures to submit returns, interest charged on late payments of tax, criminal prosecutions in cases of evasion or fraud, etc”
Enforcement merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh pejabat berwenang agar Wajib Pajak memenuhi kewajibannya. Tindakan termasuk membuat Undang-Undang yang jelas termasuk sanksi apabila Wajib Pajak tidak melakukan kewajibannya F.
Biaya Administrasi dan Biaya Kepatuhan Dalam pembahasan tentang administrasi pajak, selain aspek organisasi ada juga aspek biaya yang kadang dilupakan oleh banyak pihak. Perpajakan dalam pembebanan dan pemungutannya membutuhkan personalia dan peralatan. Sebagaimana jasa publik lainnya, perpajakan harus dilaksanakan secara effisien, artinya kualitas pelayanan yang diberikan haruslah disertai dengan biaya yang minimum. Dalam perpajakan dikenal dua jenis biaya, yaitu biaya administrasi dan biaya pemenuhan wajib pajak atau biaya kepatuhan. Biaya administrasi tergantung pada besarnya skala perekonomian, biaya overhead dapat disebarkan kepada setiap wajib pajak, dan semakin tinggi tarif pajak semakin tinggi pula penerimaan yang diperoleh, tanpa memerlukan tambahan biaya yang besar. Pada saat yang bersamaan, semakin rumit undang-undang perpajakan semakin tinggi pula biaya administrasi dibanding dengan penerimaan. Berkaitan dengan biaya administrasi, mengutip pendapat Richard A. Musgrave dan Peggy B. Musgrave (1993:294) dalam buku Public Finance in Theory and Practice bahwa untuk menetapkan kriteria administrasi yang effisien, beberapa masalah akan timbul, yaitu: 1. Adanya berbagai pilihan teknologi dan administrasi yang tepat; 2. Sejauh mana pemeriksaan dan pelaksanaan harus dilaksanakan? Apakah harus dilakukan sampai titik dimana
20 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
margin tambahan biaya menghasilakan margin tambahan penerimaan; 3. Peningkatan ketaatan Wajib pajak apakah melalui pemberian hukuman atau penambahan biaya pelaksanaan sehingga menambah kemungkinan untuk dapat menangkap penyeleweng pajak; 4. Bagaimanakah atau seberapa rumitkah struktur pajak; 5. Apakah sistem pajak dibuat sentralisasi atau tidak.
Jenis biaya yang kedua adalah biaya kepatuhan atau biaya pemenuhan kewajiban (Compliance Cost). Pada dasarnya biaya kepatuhan seringkali lebih besar dari biaya administrasi, hal itu didasarkan atas perhitungan ekonomis dari waktu wajib pajak yang terbuang untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, misalnya untuk menghitung besarnya penghasilan,
menyetorkan
pajak
yang
terhutang
sampai
dengan
melaporkannya. Oleh karena itu perlu diperhatikan dalam pemilihan sistem perpajakan dan membuat kebijakan perpajakan bahwa administrasi pajak yang baik tidak saja harus effisien dari biaya administrasi yang dikeluarkan kantor pajak tetapi juga memperhatikan biaya kepatuhan yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya. Seiring dengan perkembangan teknologi yang makin maju, besarnya compliance cost dapat diatasi dengan memanfaatkan teknologi yang ada, misalnya komputerisasi pelayanan dikantor pajak G.
Manfaat Pajak Pajak
merupakan
sumber
utama
penyelenggaraan pemerintahan suatu negara.
untuk
pembiayaan
Pengertian umum pajak
adalah merupakan kewajiban atau pungutan keuangan yang dikenakan kepada perorangan atau badan hukum oleh suatu negara. Pajak bukan merupakan sumbangan sukarela dari warga kepada negara, tetapi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi. Jenis pajak secara umum terbagi dalam pajak langsung dan tidak langsung. Pengenaan pajak selalu akan menimbulkan distorsi ekonomi, karenanya tugas Pemerintahlah yang harus mengatur untuk mengurangi dampak negatipnya.
21 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
Secara umum tujuan adanya pajak adalah untuk memperoleh dana yang digunakan untuk pembangunan, pertahanan negara, kesejahteraan dan pelayanan umum masyarakat serta biaya rutin administrasi negara. Dalam pelaksanaannya, faktor redistribusi dana pajak yang dipungut dari warga yang mampu dan diperuntukan warga yang kurang mampu harus dilakukan secara demokratis, sehingga tidak menimbulkan distorsi. Hal ini harus diikuti dengan adanya perwakilan untuk melakukan pengawasan. Selain untuk tujuan umum, pajak dapat pula digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, misalnya pajak atau cukai tembakau/rokok dinaikkan, sehingga dampak negatip dari merokok terhadap kesehatan masyarakat berkurang. Hal ini akhirnya akan mengurangi beban Pemerintah untuk menyediakan dana bagi kesehatan. Masalah pajak di Indonesia dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak yang
memiliki
visi
"Menjadi
Model
Pelayanan
Masyarakat
yang
menyelenggarakan Sistem dan Manajemen Perpajakan kelas Dunia yang dipercaya dan dibanggakan Masyarakat". Visi ini sangat dalam arti dan tanggung jawabnya dan seluruh warga negara Indonesia tetap berharap suatu waktu entah kapan akan menjadi kenyataan. Sedangkan motonya sering berganti, misalnya "Bayar Pajak, Orang Bijaksana" atau yang terakhir, "Lunasi Pajaknya, Awasi Penggunaannya". Semua visi dan motto ini terdengar enak dan menarik, tetapi yang dialami dan diinginkan masyarakat pembayar pajak berbeda. Untuk sekedar dapat bercermin pada perpajakan di Amerika Serikat, dimana sebagian sistemnya telah di"kutip" oleh perpajakan Indonesia sejak puluhan tahun lalu, yaitu "self assessment system". Namun sistem ini tidak dikutip seutuhnya, misalnya jika terjadi kelebihan bayar pajak. Yang mengelola pajak di Amerika Serikat adalah IRS (Internal Revenue Service) dengan motto yang sederhana, tetapi dilaksanakan secara benar dan utuh, yaitu "Ready to Compromise". Hal ini menunjukkan sikap yang tidak arogan dan membuka diri untuk bersedia berkompromi membahas bersama secara transparan adu data dan peraturan. Rasio pembayar pajak terhadap penduduk di Amerika Serikat jauh sangat tinggi dibanding dengan Indonesia. Setiap penduduk (warga negara ataupun penduduk tetap legal) telah memperoleh SSN (Social Security
22 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
Number) atau sejenis NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Bedanya adalah SSN sudah wajib diminta oleh seluruh penduduk sejak lahir. Nomor SSN dipergunakan secara sentral dan terpadu oleh semua instansi, sebagai syarat referensi pengurusan berbagai kepentingan. Tanpa memiliki SSN, jangan
harap
dapat
mengurus
Kartu
Penduduk/Surat
Izin
Mengemudi/Paspor, pembukaan rekening bank, permohonan kredit dan mencari pekerjaan. Di Indonesia, dari 220 juta penduduk, kurang dari 10 juta yang memiliki NPWP. Anehnya belum semua karyawan Dit.Jen.Pajak dan Departemen Keuangan memiliki NPWP. Untuk menambah jumlah pemilik NPWP dilakukan berbagai program, mulai "door to door", "jemput bola ke Mall" dan berbagai "atraksi" lainnya. Hasilnya masih jauh dari harapan, justru berakibat menambah beban biaya anggaran. Hal ini belum lagi dipersoalkan, pemilik NPWP, apakah sudah melakukan kewajibannya membayar pajak. Pembayar pajak di Amerika Serikat jumlahnya lebih dari 100 juta dan hal ini bukan hanya karena patuh, tetapi juga karena sadar akan manfaatnya sebagai pembayar pajak. Selain itu, pajak telah menjadi "simbol" keadilan yang utuh. Adil dalam arti, dengan membayar pajak banyak akan memperoleh manfaat langsung yang banyak pula. Bagi yang tidak mau membayar, tidak akan memperoleh manfaat. Adil juga dalam arti tidak pandang bulu, diperlakukan sama, mulai pejabat, pegawai negeri, tentara, anggota parlemen hingga rakyat jelata. Manfaat dimaksud adalah bagi pembayar pajak, selain memperoleh manfaat tidak langsung, juga secara khusus akan memperoleh Jaminan Sosial hari tua, asuransi kesehatan, jaminan jika mengalami cacat, jaminan keluarga jika pembayar pajak meninggal dunia serta jaminan-jaminan lainnya, termasuk jika di PHK. Aturan-aturan yang baku telah ditetapkan dan berlaku sama untuk seluruh warga. Untuk memperoleh manfaat minimum, harus memenuhi berbagai syarat. Kewajiban membayar pajak harus mengumpulkan 40 credit points dan telah membayar pajak paling sedikit 10 tahun. Satu credit point" untuk tahun 2008 dinilai dari pendapatan kena pajak bersih dibagi dengan USSD1050,-. Manfaat secara utuh dapat dinikmati jika usia pensiun (65 tahun) tiba. Jika ingin pensiun dipercepat, akan memperoleh
23 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
manfaat yang dikurangi sesuai dengan ketentuan, misalnya pensiun usia 63 tahun dikurangi 20%. Tetapi jika setelah usia 65 tahun tetap ingin bekerja, maka manfaat pensiunnya mendapat bonus, misalnya tahun 2008 ini yang lahir tahun 1937/1938 mendapat bonus 6,5%. Manfaat pembayar pajak ini, dikumpulkan dari setiap besaran pendapatan kena pajak dengan rumus 6,5% dari pendapatan untuk Jaminan Sosial ditambah 1,45% untuk Jaminan Kesehatan(Medicare). Dana terkumpul dari wajib pajak ini ditambah dengan kewajiban oleh pemberi kerja untuk menambah dalam prosentase yang proporsional bagi manfaat wajib pajak. Jika wajib pajak bekerja sendiri, pengumpulan dana menjadi 12,4 % untuk Jaminan Sosial dan 2,9% untuk Jaminan Kesehatan. Dana-dana ini sudah termasuk dalam perhitungan pajak yang dibayar oleh wajib pajak. Dengan aturan pajak yang jelas dan transparan serta penuh rasa keadilan ini, wajib pajak secara sadar dan penuh hati melaksanakan kewajibannya. Hal ini menunjukkan tidak terdapat pilih kasih dan ketidak adilan ataupun sejenis sistem "kasta". Di Indonesia ada yang baru menjabat/bekerja paling lama lima tahun telah mendapat pensiun dan jaminan hari tua serta berbagai fasilitas lain. Bahkan ada yang mendapatkannya double dan triple dana pensiun dari jabatan-jabatan sebelumnya. Sebaliknya bagi warga pembayar pajak setia berpuluh-puluh tahun, bukan manfaat yang diperolehnya, malahan dikejar-kejar terus. Sudah tiba saatnya, manfaat ganda pajak harus segera diciptakan di Indonesia, sehingga pajak bukan hanya bermanfaat untuk negara dan masyarakat secara tidak langsung; tetapi seharusnya sekaligus juga memberi manfaat dan keadilan bagi warga pembayar pajak saat hari tuanya tiba. H.
Manfaat Pajak Bagi Warga Negara Pajak, sebagai salah satu sumber penerimaan terbesar negara, telah banyak memberi manfaat. Beberapa pengeluaran pemerintah menggunakan dana pajak di antaranya belanja pegawai dan pembiayaan pembangunan sarana umum seperti jalan, jembatan, rumah sakit, hingga kantor polisi.
24 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
Pendidikan juga menjadi sektor yang mendapatkan alokasi pajak. Penyaluran di antaranya melalui program bantuan operasional sekolah (BOS), wajib belajar sembilan tahun gratis, penyediaan alat tulis, buku pelajaran,
renovasi sekolah,
serta beasiswa.
Dengan
langkah ini
diharapkan kualitas pendidikan lebih meningkat. Ini juga sebagai cara agar masyarakat ekonomi lemah memperoleh kesempatan bersekolah. “Manfaatnya yang dapat dirasakan sampai ke lapisan masyarakat terkecil khususnya pendidikan untuk di sekolah-sekolah yaitu dengan adanya pendidikan gratis dimana anak-anak ini sudah menikmati. Masyarakat pun berharap upaya Ditjen Pajak menggali potensi perpajakan di Indonesia terus berkesinambungan agar masyarakat hingga ke pelosok Negeri dapat merasakan manfaatnya. Karena cara ini sekaligus meningkatkan rasa percaya para wajib pajak terhadap kinerja dan manfaat atas uang yang telah mereka keluarkan untuk negara selama ini. Sebagaimana halnya perekonomian dalam suatu rumah tangga atau keluarga, perekonomian negara juga mengenal sumber-sumber penerimaan dan pos-pos pengeluaran. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaan uang pajak meliputi mulai dari belanja
pegawai
sampai
dengan
pembiayaan
berbagai
proyek
pembangunan. Pembangunan sarana umum seperti jalan-jalan, jembatan, sekolah,
rumah
sakit/puskesmas,
kantor
polisi
dibiayai
dengan
menggunakan uang yang berasal dari pajak. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas atau pelayanan dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian jelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintahan dan pembiayaan pembangunan. Disamping fungsi budgeter (fungsi penerimaan) di atas, pajak juga melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah. Oleh karena itu tingkat kepatuhan
25 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Sehingga pada akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada dalam masyarakat dapat dikurangi secara maksimal. I.
Perlawanan Terhadap Pajak Masyarakat sadar bahwa pajak adalah kewajiban kepada negara yang dapat dipaksakan, tetapi tidak serta merta masyarakat memenuhi kewajiban tersebut. Pajak memang tetap saja dianggap beban bagi masyarakat karena ada sebagian kekayaan yang dimiliki harus diserahkan kepada negara. Namun upaya perlawanan terhadap pajak masih dapat dikelompokkan menjadi dua sebagaimana disampaikan oleh Brotodihardjo (2003:13) yaitu perlawanan pasif dan perlawanan aktif. Menurut pendapat Brotodihardjo (2003:13), perlawanan pasif terdiri dari hambatan-hambatan yang mempersukar pemungutan pajak dan yang erat hubungannya dengan struktur ekonomi suatu negara, dengan perkembangan intelektual dan moral penduduk, dan dengan teknik pemungutan pajak itu sendiri. Dengan demikian, maka pajak atas pendapatan yang biasanya telah berintegrasi dalam suatu sistem ekonomi dengan sifatnya yang industrial. Pada hakekatnya kurang tepat bagi negara agraris karena dalam praktek, pada hakikatnya tidak mungkin diadakan perkiraan pendapatan secara teliti, antara lain karena petani kebanyakan tidak mempunyai (bakat bagi) tata pembukuan. Oleh karena itu, di banyak negara, keuntungankeuntungan para petani yang dapat dikenakan pajak ditentukan dengan perkiraan jumlah bulat atas dasar pendapatan kadastral atau nilai sewa, ataupun atas dasar luasnya tanah yang dikerjakan. Perlawanan pasif juga terdapat apabila sistem kontrol tidak dilakukan dengan efektif atau bahkan tidak dapat diadakan. Demikianlah halnya dengan pajak atas pemilikan permata atau ratna mutu manikam lainnya; demikian pula (antara lain di Belgia) pelaksanaan pajak atas pendapatan yang diperoleh dari saham-saham dan obligasi unjuk mengalami hambatan. Cara
hidup
penduduk
juga
memegang
peranan
penting.
Kekurangan gairah kerja, tetapi juga keinginan menabung di masyarakat,
26 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
misalnya akan menambah mahalnya biaya suatu tagihan terhadap pajak langsung karena pada waktu jatuh tempo untuk membayar, para wajib pajak tidak menguasai utang yang diperlukan sehingga harus diambil tindakan untuk menjamin berhasilnya pemungutannya
sampai dengan
penyitaan jika perlu. Akhirnya, apabila masyarakat tidak mendapatkan pengetahuan atau penyuluhan yang mencukupi, maka jenis pajak yang memerlukan banyak formalitas dan surat menyurat, seyogianya ditiadakan saja karena tentu tidak akan berhasil. Bagaimanapun juga telah merupakan suatu kenyataan dan pengalaman di beberapa negara bahwa perlawanan pasif tidak begitu kuat terhadap pajak tidak langsung apabila dibandingkan dengan pajak langsung. Itulah pula sebabnya mengapa pada umumnya kebanyakan negara cenderung untuk mengadakan pajak tak langsung. Sebaliknya, suatu kecerdasan, suatu pengertian yang jelas mengenai tugas kewajiban terhadap negara dan keharusan membayar pajak, dan juga perasaan mendalam
mengenai
solidaritas
nasional
pada
penduduk,
akan
mengurangi perlawanan pasif. Aliran-aliran di tengah masyarakat juga turut berbicara; apabila pendapat umum tidak begitu menyetujui suatu pajak tertentu, pasti tidak akan mudahlah pelaksanaan pemungutan pajak itu. Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan, yang secara
langsung
ditujukan
terhadap
Fiskus
dan
bertujuan
untuk
menghindari pajak. Di antaranya dapat dibedakan cara-cara sebagai berikut : a. Penghindaran diri dari pajak b. Pengelakan/penyelundupan pajak Menghindarkan diri dari Pajak Pembayaran pajak dengan mudah dapat dihindari dengan tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan untuk dikenakan pajak, yaitu dengan meniadakan atau tidak melakukan hal-hal yang dapat dikenakan pajak.. Contoh-contoh dalam praktek menghindarkan diri dari pajak.
1. Suatu pajak berat dipungut atas kulit; apabila karet atau barang-barang imitasi tidak dikenakan pajak, maka agaknya akan terjadi penghindaran
27 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
pajak oleh karena dalam banyak hal, kulit dapat diganti dengan karet atau plastik. Untuk menghindarkan diri dari pengenaan suatu pajak berat yang dipungut atas minyak-minyak mineral, kadang-kadang orang beralih ke kebiasaan menggunakan gas atau listrik.
2. Apabila pajak tersebut bersifat lokal (jadi hanya terbatas sampai suatu daerah saja), maka penghindarannya dapat terjadi dengan pindahnya wajib pajak ke tempat lain atau dengan pemindahan perusahaanperusahaan
ke
tempat-tempat
yang
pajaknya
ringan;
namun
pemindahan pabrik-pabrik atau tempat kedudukan eksploitasi tidak selalu dapat dilaksanakan dengan mudah (terutama oleh karena perusahaan harus pula memperhatikan prasarana dari tempat tersebut seperti jalan, sungai, pelabuhan, dan sebagainya). Oleh karena itu maka penghindaran diri baru akan terjadi sewaktu diadakan perluasan dari perusahaan yang ada atau pendirian perusahaan baru. Dalam kedua hal tersebut orang mencari-cari tempat yang konsekuensi fiskalnya tidak selalu berat.
3. Penghindaran diri secara yuridis. Kadang-kadang orang meloloskan diri dari unsur-unsur yang dapat dikenakan pajak, contoh :
a. Karena dipungut suatu pajak atas tempat dansa umum, maka para pemilik tempat dansa mendirikan sesuatu yang diberi nama “Perkumpulan Dansa Pribadi”. b. Karena diadakan pajak atas tempat-tempat gratis dalam bioskop, gedung
kesenian,
dan
sebagainya,
maka
para
pengusaha
menggantikan karcis untuk tempat-tempat gratis tersebut dengan yang dinamakan “Kartu-Kartu Karunia” dengan sangat mudah. Cara penghindaran diri dari pajak semacam ini kadang-kadang dinamakan juga “penghematan pajak dalam arti sempit”. Alasannya adalah karena seluruh usaha yang termasuk ke dalam perlawanan aktif, pada hakikatnya tergolong ke dalam penghematan pajak dalam arti luas. Secara umum dapat dinyatakan bahwa penghindaran diri secara yuridis berbentuk perbuatan dengan cara demikian rupa, sehingga perbuatan-perbuatan yang dilakukan tidak terkena penerapan Undang-Undang Pajak. Biasanya, perbuatan tersebut merupakan penggunaan dari kekosongan dan atau ketidakjelasan (grey area) dari undang-undang yang dimaksud.
28 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
Dengan
demikian,
pada
penghindaran
diri,
termasuk
yang
dikatakan dengan secara yuridis, wajib pajak tidak melanggar peraturan undang-undang secara tegas, sekalipun kadang-kadang tidak jelas berbuat bertentangan dengan maksud membuat undang-undang. Karenanya maka penghindaran diri dari pajak secara yuridis itu juga dinamakan pengelakkan pajak secara legal. Apakah penghindaran diri dari pajak itu dapat dicela ? Mengelakkan Pajak Menghindarkan diri dari pajak tidak dapat selalu dilaksanakan, sebab tidak dapat menghindari semua unsur atau fakta yang dapat dikenakan pajak. Namun, apabila penghindaran diri dari pajak tidak dapat dilaksanakan, maka wajib pajak berusaha menggunakan cara-cara lain, diantaranya dengan cara yang disebut pengelakkan pajak, misalnya dengan cara penyelundupan (yang sudah dikenal terhadap bea masuk). Pengelakkan semacam itu benar-benar merupakan pelanggaran undang-undang
dengan maksud melepaskan diri dari pajak
atau
mengurangi dasarnya. Pada hakikatnya, masalah yang terjadi ialah suatu bentuk simulasi (perbuatan berpura-pura): keadaan yang sebenarnya disembunyikan dengan, misalnya, mengajukan suatu pernyataan yang tidak benar, atau memberikan data-data yang tidak benar (vide: keterangan palsu dalam dokumen). Pengelakan pajak ini terutama terdapat pajak-pajak yang untuk penentuan besarnya, para wajib pajak harus bekerja sendiri dengan menggunakan pemberitahuan dan dokumen-dokumen lain. Para wajib pajak dapat mengabaikan sama sekali formalitas-formalitas yang harus dilakukannya, atau memalsukan dokumen, atau mengisinya kurang lengkap: dalam kedua hal tersebut pajak dihindari secara tidak legal. Juga pembukuan memberi banyak kemungkinan untuk mengelakkan pajak, misalnya dengan membukukan kurang daripada inventaris sebenarnya, pengajuan rekening-rekening yang fiktif, tidak membukukan uang-uang tunai, memasukkan biaya-biaya dan penyusutan yang berlebihan, dan sebagainya. Perusahaan besar biasanya justru akan mengalami kerugian bilamana ada itikad untuk mengelakkan pajak. Sulitnya pengelolaan dan
29 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
pembinaan perusahaannya mengharuskannya untuk mengadakan suatu tata buku yang presis, yang pemalsuannya akan menimbulkan kerugiankerugian yang lebih besar daripada keuntungan yang diharapkan dapat timbul karena kurang/tidak membayar pajak; lagipula pemalsuan ini lazimnya akan memerlukan persekongkolan dengan sejumlah besar orang yang dapat membongkar praktek-praktek curang itu kepada Fiskus. Umumnya perusahaan besar lebih menyukai mengambil tindakan dengan menggunakan
sebaik-baiknya
ketidakjelasan
dari
bunyi
peluang
karena
undang-undang.
kekosongan
Sebaliknya,
atau
perusahaan
melakukan perbuatan yang lebih sederhana dengan hanya menggunakan beberapa orang karena memang lebih bebas dalam gerakannya. Pengelakan pajak merupakan perbuatan yang menyalahi undangundang atau ketentuan pajak. Brotodihardjo (2003:19) menyatakan ada beberapa akibat dari pengelakkan pajak sebagai berikut: 1. Dalam bidang keuangan Pengelakkan berarti pos kerugian yang penting bagi negara: dapat menyebabkan ketidakseimbangan anggaran dan konsekuensikonsekuensi lain yang berhubungan dengan itu seperti penaikan tarif pajak, keadaan inflatoir, dan sebagainya. Untuk menjamin pemungutan pajak yang tepat sering dikemukakan falsafah sebagai berikut : “Wajib pajak yang mengelakkan pajak, mungkin mengira bahwa negara mengambil sejumlah yang telah ada di kantungnya. Pada hakikatnya dialah yang mengambil uang dari warga-warga lain yang oleh negara harus diminta pengorbanan lain”. 2. Dalam bidang ekonomi a. Pengelakan pajak sangat mempengaruhi persaingan sehat di antara para pengusaha, sebab suatu perusahaan yang dengan mengelakan pajak menekan biayanya secara tidak legal, mempunyai
posisi
yang
lebih
menguntungkan
daripada
saingan-saingannya yang tidak berbuat demikian.
b. Pengelakan pajak tersebut merupakan penyebab stagnansi berputarnya
roda
ekonomi
apabila
perusahaan
yang
bersangkutan berusaha keras untuk mencapai tambahan dari
30 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
keuntungannya
dengan
menggelapkan
pajak,
dan
tidak
mengusahakannya dengan jalan perluasan aktivitas atau peningkatan produktivitas. c. Pengelakan pajak termaksud juga menyebabkan langkanya modal
karena
para
wajib
pajak
yang
menyembunyikan
keuntungannya terpaksa berusaha keras untuk menutupnutupinya agar jangan sampai terlihat Fiskus. 3. Dalam bidang psikologi Akibat-akibat dari penggelapan pajak itu juga dirasakan dalam bidang psikologi sebab penggelapan membiasakan wajib pajak untuk selalu melanggar undang-undang. Apabila melakukan penipuan dalam bidang fiskal, lambat laun tidak akan segan-segan berbuat sama dalam bidang ini. Lagipula orang tidak boleh memperkecil pengaruh psikologis yang terjadi dengan diri wajib pajak sendiri karena keadaan yang serba tidak teratur, sebagai akibat dari komplikasi-komplikasi yang pasti ditimbulkan oleh pengelakan pajak, seperti kemungkinan bahwa penipuan tersebut akhirnya ditemukan juga, dengan konsekuensi: pembayaran yang berlipat ganda karena meliputi utang pajak beberapa tahun, ditambah dengan sanksi yang harus dibayarnya. J.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Wajib Pajak Kurang Antusias Membayar Pajak Ada beberapa faktor yang menyebabkan orang kurang antusias di dalam membayar pajak, antara lain adalah: 1. Kurangnya pengetahuan tentang pajak Secara teoritis untuk menumbuhkan sikap positif tentang suatu hal harus bermula dari adanya pengetahuan tentang hal tersebut. Di negara maju yang partisipasi rakyat sudah tinggi didalam membayar pajak upaya tentang pemberian pengetahuan tentang pajak dilakukan dengan gencar, baik melalui media masa, brosur, buku panduan, informasi telepon dan sarana lainnya. Pengetahuan tentang pajak ternyata mempengaruhi kesediaan orang untuk melaporkan penyimpangan yang dilakukan oleh orang lain,
31 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
khususnya untuk penyimpangan yang besar. Keadaan yang demikian ini dikenal dengan nama Normative Constraint (Lewis :1982). Selain itu Normative Constraint juga akan menjaga orang dalam kelompok untuk tidak menyimpang dari ketentuan kelompok. Hal ini khususnya bila orang-orang
berada
dalam
satu
kelompok
tertentu
yang
para
anggotanya tergolong patuh akan kewajiban membayar pajak. 1. Sikap terhadap pemerintah Masih menurut Lewis (1982), sikap terhadap pemerintah akan menentukan kegairahan membayar pajak. Penting sekali diketahui, bagaimanakah keinginan para wajib pajak tentang penggunaan uang pajak yang telah mereka bayar. Secara teoritis semakin sesuai antara keinginan si pembayar pajak dengan pemanfaatan uang pajak yang mereka bayar, maka semakin senang mereka untuk membayar pajak. 2. Sikap terhadap pelaksana pemerintah Pelaksana pemerintah disini adalah pegawai pemerintah yang melaksanakan fungsi pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Tugas pelaksana pemerintah adalah melayani kepentingan rakyat bukan hanya di bidang perpajakan saja tetapi juga dibidang publik lainnya. 3. Sikap terhadap Petugas pajak Petugas pajak adalah mereka yang menegakkan aturan main dalam sistem perpajakan. Petugas diharapkan simpatik, bersifat membantu, mudah dihubungi dan bekerja jujur. Tanpa ada perubahan kearah perilaku yang simpatik dan kejujuran dalam bertugas di kalangan petugas pajak, maka sulit untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. 4. Sistem dan pelaksanaan pajak murah dan adil Kemudahan dalam memperoleh, mengisi dan mengembalikan SPT, akan menentukan kegairahan untuk membayar pajak. Selain itu keadilan dalam jumlah pajak yang harus dibayar, baik keadilan
32 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
horizontal maupun keadilan vertikal sangat menentukan keikhlasan dan antusiasme membayar pajak.
K.
Utang Pajak Sebelum dapat membahas tentang utang pajak, maka bahasan dimulai dengan mengulas pengertian utang menurut hukum perdata. Hal ini perlu dilakukan dengan alasan timbulnya utang pajak sangat berkaitan dengan ketentuan dalam hukum paerdata dan juga ketentuan hukum pajak banyak mengadopsi ketentuan yang digunakan dalam hukum perdata. Utang dalam hukum perdata sebagaimana dikutip Soemitro (1990:1) diartikan sebagai perikatan, yang mengandung kewajiban bagi salah satu pihak (baik perseorangan maupun badan sebagai subyek hukum) untuk melakukan sesuatu (prestasi) atau tidak melakukan sesuatu, yang menjadi hak pihak lainnya. Artinya adalah apabila pihak yang wajib melakukan suatu prestasi tidak melakukan hal itu atau jika pihak yang wajib tidak melakukan sesuatu, tetapi melakukan hal itu, maka akan terjadi suatu “contract break” sehingga pihak yang dirugikan dapat melakukan penuntutan kepadanya di pengadilan. Soemitro (1990:1) menyatakan pengertian utang dalam hukum perdata dapat mempunyai arti luas dan arti sempit. Utang dalam arti luas adalah segala sesuatu yang harus dilakukan oleh yang berkewajiban sebagai konsekuensi perikatan, seperti menyerahkan barang, melakukan perbuatan tertentu, membayar harga barang, dan sebagainya. Utang dalam arti sempit adalah perikatan sebagai akibat perjanjian khusus yang disebut utang piutang, yang mewajibkan debitur untuk membayar (kembali) jumlah uang yang telah dipinjamnya dari kreditor, termasuk dengan bunganya jika diperjanjikan demikian. Secara yuridis dalam hal utang, harus ada dua pihak, yakni pihak kreditur yang mempunyai hak dan pihak debitur yang mempunyai kewajiban. Kedudukan debitur dan kreditur dalam hukum perdata berbeda dengan kedudukan debitur dan kreditur dalam hukum pajak. Perbedaan utang perdata atau utang pada umumnya dengan utang pajak dapat dilihat dari penyebab timbulnya utang dan sifat utangnya.
33 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
Penyebab timbulnya utang perdata umumnya karena adanya perikatan yang dikuasai oleh hukum perdata. Dalam perikatan, pihak yang satu berkewajiban memenuhi apa yang menjadi hak pihak lain, misalnya terjadi perjanjian jual beli maka kewajiban penjual menyerahkan barang yang dijualnya, sedangkan si pembeli berkewajiban membayar sesuai dengan harga yang telah ditetapkan. Utang pajak timbul karena undangundang, pemerintah dapat memaksakan pembayaran utang kepada Wajib Pajak. Negara dan rakyat sama sekali tidak ada perikatan yang melandasi utang itu. Dalam utang pajak, ada satu pihak yaitu Wajib pajak yang harus memenuhi kewajibannya, yaitu membayar pajak terutang yang timbul. Di sisi lain ada pihak yang menerima pembayaran pajak yang terutang yaitu pemerintah (yang dalam hukum perdata dinamakan sebagai kreditor). Utang pajak timbul secara otomatis dari adanya kewajiban pajak subyektif dan obyektif yang dipenuhi oleh Wajib Pajak. Utang pajak memiliki sifat memaksa yaitu pelunasan utang pajak dapat dipaksakan secara langsung oleh negara kepada Wajib Pajak. Paksaan ini dijamin oleh hukum, misalnya negara, melalui fiskus, dapat melakukan penyitaan atas barang milik Wajib Pajak yang tidak melunasi utang pajak kemudian dapat melelang barang sitaan tersebut guna pelunasan utang pajaknya. Utang
pajak
timbul
apabila
terdapat
adanya
sebab-sebab
(taatbestand) yang menyebabkan orang tersebut dikenakan pajak menurut undang-undang pajak. Menurut ajaran materiil utang pajak timbul karena adanya sesuatu yang menyebabkan, yaitu rangkaian perbuatan, keadaan, dan peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak itu, seperti: a. Perbuatan-perbuatan, misalnya pengusaha mengimpor barang b. Keadaan-keadaan, misalnya memiliki harta gerak dan harta tak gerak c. Peristiwa, misalnya mendapat hadiah. Sedangkan menurut ajaran formil, utang pajak timbul karena adanya surat ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh fiskus. Dengan demikian meskipun syarat-syarat adanya taatbestand sudah terpenuhi, namun sebelum ada surat ketetapan pajak, maka belum ada utang pajak. Terpenuhinya kewajiban pajak subyektif dan obyektif secara simultan menghasilkan kewajiban pajak yang harus dipenuhi oleh wajib
34 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
pajak. Kewajiban pajak ini pada akhirnya menjadi utang pajak yang harus dilunasi oleh Wajib Pajak agar kewajibannya yang ditentukan oleh undangundang dapat dipenuhi. Adanya utang pajak inilah yang menjadi pangkal semua kegiatan pemungutan pajak. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh setiap pihak yang berkepentingan dengan pajak (wajib Pajak dan fiskus) ditujukan untuk menentukan besarnya pajak terhutang. L.
Penagihan Pajak Salah satu kunci keberhasilan penerimaan pajak adalah kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak. Hanya saja, apabila Wajib Pajak tidak membayar kewajiban pajaknya, terhadapnya tentu perlu dilakukan tindakan tegas untuk dapat memaksa Wajib Pajak tersebut melunasi utang pajaknya. Tindakan tersebut diwujudkan dengan penagihan pajak terhadap Wajib Pajak yang tidak atau belum melunasi utang pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tindakan penagihan pajak merupakan hal yang sangat penting guna menunjang keberhasilan pemungutan pajak. Tindakan penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan agar penaggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita. Tujuan pelaksanaan penagihan pajak adalah guna pelunasan utang pajak oleh Wajib Pajak. Oleh karena itu rangkaian tindakan penagihan pajak oleh fiskus harus diarahkan guna terpenuhinya tujuan tersebut. Rangkaian kegiatan penagihan pajak yang dilakukan oleh fiskus pada dasarnya mencakup tiga kelompok kegiatan, yaitu: 1. pemantauan pembayaran pajak;
2. penagihan dengan mengeluarkan surat ketetapan dan surat tagihan pajak; dan
3. penagihan aktif. Penjelasan masing-masing kelompok kegiatan akan diuraikan dengan singkat sebagai berikut:
35 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
1.
Pemantauan pembayaran pajak Sebelum melakukan tindakan penagihan pajak, fiskus harus memiliki data tentang pembayaran pajak dan juga tunggakan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Untuk itu, fiskus melakukan pemantauan pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak melalui bank, kantor pos, atau tempat lain yang ditujukan untuk menerima pembayaran pajak. Kegiatan ini akan memungkinkan fiskus mengetahui wajib pajak mana yang telah membayar pajak dan juga wajib pajak yang belum melunasi kewajibannya, untuk selanjutnya terhadap wajib pajak tersebut dapat dilakukan tindakan penagihan pajak lebih lanjut. Pemantauan pembayaran pajak ini merupakan pelaksanaan dari fungsi pengawasan fiskus. Hal ini sangat penting untuk melaksanakan kegiatan penagihan yang kedua, yaitu penagihan akatif, seandainya ternyata wajib pajak tidak membayar pajak sebagaimana mestinya sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Dalam kegiatan pemantauan ini, salah satu hal yang penting diketahui adalah batas waktu (jatuh tempo) pembayaran pajak. Batas waktu tersebut adalah titk tolak dilakukannya penagihan aktif. Dalam tahapan pemantauan pembayaran pajak, fiskus juga dapat melakukan tindakan yang aktif dengan cara mengeluarkan surat himbauan kepada wajib pajak untuk segera melakukan pembayaran pajak. Himbauan dapat dilakukan dengan menggunakan surat secara langsung
kepada
Wajib
Pajak
yang
dituju
atau
dapat
juga
menggunakan media lain, misalnya spanduk untuk mengingatkan tanggal jatuh tempo.
2.
Penagihan dengan mengeluarkan surat ketetapan dan surat tagihan pajak Penagihan pajak dengan mengeluarkan surat ketetapan dan surat tagihan pajak merupakan tindakan lanjutan yang dilakukan oleh fiskus berdasarkan pemantauan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Dengan mendasarkan pada data wajib pajak yang tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo, fiskus
36 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
dengan aktif melakukan penagihan. Penagihan dilakukan dengan cara fiskus menerbitkan surat ketetapan pajak dan surat tagihan pajak
3.
Penagihan Aktif Apabila
fiskus
telah
melakukan
penagihan
dengan
mengeluarkan surat ketetapan dan surat tagihan pajak tetapi Wajib Pajak tidak juga membayar utang pajaknya, fikus dapat melakukan tindakan penagihan aktif dengan cara mengeluarkan surat teguran dan dilanjutkan dengan Surat Paksa. Surat Paksa merupakan surat perintah kepada wajib pajak untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Tindakan penagihan dengan Surat Paksa dilakukan oleh fiskus sebagai upaya untuk memaksa Wajib Pajak untuk membayar utang pajaknya. Hal ini merupakan perwujudan dari alat paksa yang dimiliki oleh negara dan yang diatur dalam hukum pajak. Ketentuan pajak mengatur bahwa jumlah pajak yang terutang berdasarkan surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, dan surat keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, dan putusan banding yang meyebabkan jumlah pajak harus dibayar bertambah yang tidak dibayar oleh penanggung pajak sesuai dengan jangka waktu pembayaran pajak yang telah ditentukan ditagih dengan surat paksa.apabila jumlah tagihan pajak tersebut tidak atau kurang bayar oleh wajib pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran, atau sampai dengan tanggal jatuh tempo penundaan pembayaran, wajib pajak tidak melunasi pajak terutang, atau wajib pajak tidak memenuhi angsuran pembayaran pajak, penagihan pajak yang tidak atau kurang bayar tersebut dilakukan dengan surat paksa. Penagihan pajak dengan surat paksa dilaksanakan tidak hanya terhadap wajib pajak tetapi juga terhadap penangung pajak yang sesuai dengan ketentuan perpajakan diwajibkan untuk ikut bertanggung jawab dalam pembayaran pajak yang terutang.
M.
Pemeriksaan Pajak
37 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
Untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, pemerintah perlu melakukan pengawasan melaui pemeriksaan
terhadap
kepercayaan
yang
telah
diberikan
kepada
masyarakat Wajib Pajak. Terdapat beberapa pengertian auditing yang telah dikemukanan oleh para ahli di bidang akutansi, antara lain :
Menurut Philip E. Fees dan C. Rollin Niswonger : Auditing is a feld of activity involving an independent review of the accounting records. In conducting an audit, public accountants examine the records supporting the financial reports of an enterprise and express an opinion regarding their fairness and reliability. An essential element of “fairness and reliability” is adherence to generally accepted accounting principle. (Fess, 1980 : 12) Menurut Alvin A. Arens dan James Loebbecke : Auditing is the process of accumulating and evaluating evidence by a competent independent person about quantifiable information of specific entity for the purpose of determining and reporting upon the degree of correspondence between the quantifiable information and established criteria. (Arens, 1980 : 3) Dari pengertian di atas terdapat beberapa hal penting yang perlu mendapat perhatian : Pertama, mengenai obyek yang diperiksa adalah laporan keuangan dari satu kesatuan ekonomi tertentu (meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan posisi keuangan dan laporan perubahan rugi laba ditahan dan laporan arus kas), catatan –catatan pembukuan (buku-buku kas, bank, buku pembelian, penjualan, utang, piutang dan biaya) dan bukti-bukti pendukung lainnya yang berhubungan dengan kegiatan usaha (dapat berupa bukti kas/bank, faktur penjualan/pembelian, notulen rapat direksi dan pemegang saham, kontrak, perjanjian kredit dan lain-lain). Kedua, pemeriksaan dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen, kompenten berarti pemeriksa harus mempunyai keahlian dan kecakapan sesuai dengan bidang tugasnya, yang meliputi baik keahlian
38 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
untuk mengetahui criteria yang digunakan maupun untuk mengetahui jenis-jenis dan jumlah bukti yang diperlukan. Keahlian ini biasanya diperoleh dari pendidikan untuk memperoleh gelar akuntan dan ditambah dengan pengalaman yang diperoleh dari praktek pemeriksaan. Sementara sikap mental yang independen sangat diperlukan bagi seorang pemeriksa, karena pendapat yang akan diberikan atas hasil pemeriksaan yang dilakukan akan digunakan oleh berbagai macam pihak sebagai informasi untuk pengambilan keputusan. Sebagai pihak diluar perusahaan yang diperiksa,
auditor
kepentingan
sama
sekali
tertentu dalam
tidak
perusahaan
diperbolehkan tersebut
mempunyai
dan tidak
pula
dipengaruhi oleh pihak-pihak yang berkepentingan lainnya. Ketiga, pemeriksaan bertujuan untuk memberikan pernyataan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa. Yang menjadi ukuran kewajaran disini adalah apabila laporan keuangan tersebut telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima secara umum, prinsip tersebut diterapkan secara konsisten dan tidak mengandung kesalahan material. Kurt J. Beron, Helen V. Tauchen, and Ann Dryden Witte menjelaskan bahwa pemeriksaan mempunyai pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban pajaknya, yaitu dapat mecegah penyelundupan pajak oleh Wajib Pajak yang diperiksa (Slemord, 1995 : 314). Lebih lanjut, Norman D. Nowak menyebutkan bahwa “The auditing of the taxpayer’s books is the usual means whereby respect for the tax service in finding and punishing evasion is developer” (Nowak, 1973 : 68). Sedangkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak menyebutkan : Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan oemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sehubungan dengan jenis pemeriksaan, Stanley S. Surrey menyebutkan tiga jenis pemeriksaan yaitu :
39 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
When a return is selected for examination, the investigation may take several forms, matters on face the returns which appear suspicious or incorrect could be handled by correspondence, especially for the smaller return. Or such matters may be handled by office audit, with the taxpayer request to bring the tax office the data necessary to verify certain item. The most effective audit, and thus the method to be used for the returns requiring a careful check is the field audit at the txpayer’s place business. This is intensive checkof the taxpayer’s record and sould be conducted by a trained accountant. (Surrey, 1967 : 507) Dari pernyataan Surrey tersebut nampak bahwa, tergantung pada kualitas
pengisian
surat
pemberitahuan
terdapat
3
(tiga)
jenis
pemeriksaan, yaitu (1) korespondensi, (2) pemeriksaan kantor, (3) pemeriksaan lapangan. Apabila dalam penelitian surat pemberitahuan terdapat kesalahan tulis dan hitung, maka peneliti memberitahukan kepada Wajib Pajak yang diduga diisi dengan tidak benar atau terdapat kesalah pengisian, penyelesaianya dilakukan dengan cara pemeriksaan kantor (room/office audit), yaitu Wajib Pajak diminta membawa data yang diperlukan ke kantor pajak untuk diverifikasikan. Sementara itu, untuk pemeriksaan yang efektif dilakukan dengan pemeriksaan lapangan (field audit) yang dilaksanakan di tempat kegiatan usaha Wajib Pajak dengan meneiti lebih mendalam terhadap buku dan catatan yang dikerjakan pegawai perusahaan. Sehubungan dengan pemeriksaan lapangan, Norman D. Nowak berpendapat :
Field audit, as indicated by its nama, usually consist of qualified accountant who audit these bussines which, because of their size orcomplexity, require a complete tax audit. This has to be done where the books and records are available and where inventory and other items can be checked on the spot. (Nowak, 1973 : 69) Menurutnya,
pemeriksaan
lapangan
dilaksanakan
terhadap
perusahaan –perusahaan yang berukuran besar dan kompleks yang membutuhkan pemeriksaan pajak yang lengkap dan luas. Pemeriksaan tersebut dilakukan di tempat kegiatan usaha, administrasi pembukuan dan catatan-catatan dikerjakan di tempat penyimpanan persediaan.
40 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
N.
Efektivitas Administrasi Perpajakan Secara
umum
terdapat
tiga
pilar
penyangga
keberhasilan
pemungutan pajak (Nowak 1970). Ketiga pilar tersebut yaitu undangundang pajak, aparatur pajak dan wajib pajak. Undang-undang perpajakan merupakan seperangkat peraturan perpajakan yang terdiri dari undangundang beserta aturan pelaksanaannya. Aparatur pajak merupakan orangorang yang terdiri dari pejabat dan pegawai yang bekerja pada instansi perpajakan secara nyata. Pada
dasarnya
sasaran
administrasi
perpajakan
adalah
meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya. Selain itu juga dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan harus mempunyai persepsi yang sama antara wajib pajak dan fiskus dalam menilai suatu ketentuan untuk mendapatkan penerimaan yang maksimal denganbiaya yang optimal. Untuk mencapai sasaran tersebut administrasi pajak perlu disusun sebaik-baiknya sehingga tujuan yang diinginkan tercapai. Pada umumnya administrasi
pajak
dikatakan
efektif
apabila
dapat
meminimalisasi
penghindaran, penyelundupan, pengemplangan dan penyalahgunaan instrument perpajakan untuk membobol uang negara (Gunadi 2004, 17). Sedangkan menurut Tanzi dan Pallechio (1995, 10) administrasi pajak dikatakan efektif apabila mampu mewujudkan tingkat kepatuhan pajak yang tinggi pada warganya.
O. Indikator Efektivitas Administrasi Pajak Efektivitas administrasi perpajakan ditentukan oleh sasaran yang diembannya.
Oleh
karena
administrasi
perpajakan
bertugas
untuk
memungut pajak maka seharusnya tujuannya diarahkan pada penekanan biaya pemajakan dalam struktur pajak dan anggaran yang ada. Levine 1990 dalam Chaizi Nasucha 2004, 25, menyebutkan lima indikator untuk mengukur kinerja sektor publik yaitu :
41 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
1. Produktivitas Merupakan ukuran seberapa besar pelayanan publik itu menghasilkan apa yang diharapkan dari segi efisiensi dan efektivitas. 2. Kualitas pelayanan Merupakan ukuran citra yang diakui masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan yaitu kepuasan masyarakat. 3. Responsibilitas Merupakan ukuran kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,
menyusun
agenda
dan
prioritas
pelayanan
serta
mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat. 4. Akuntabilitas Merupakan ukuran apakah pelaksanaan kegiatan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar. Akuntabilitas adalah ukuran seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Banyak
aspek
yang
mempengaruhi
efektivitas
administrasi
perpajakan, seringkali pengukuran tingkat efektivitas hanya didasarkan pada keberhasilan mengumpulkan penerimaan pajak. Seperti yang diungkapkan Leon Yudkin (1971, 32) “the proof of any tax structure itsability to bring money into the treasury”. Padahal seperti yang sudah tersebut di atas bahwa pengukuran yang didasarkan pada sasaran hanya merupakan salah satu dari beberapa pendekatan yang digunakan untuk mengukur efektivitas administrasi perpajakan. Chaizi Nasucha (2004, 307) menyarankan perlu adanya paradigma baru dikalangan pejabat pajak untuk menjadikan kepatuhan wajib pajak sebagai ukuran kinerja organisasi disamping pencapaian penerimaan. Menurut Tanzi dan shome sebagaimana dikutip Serra (2003, 374), setidaknya ada enam komponen biaya pemajakan yaitu : (1) the deadweight loss yaitu inefisiensi disebabkan oleh wajib pajak yang beralih
42 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
usaha dari usaha kena pajak ke usaha yang tidak kena pajak atau pajaknya rendah, (2) biaya administrasi yaitu anggaran yang diperuntukan bagi administrasi perpajakan, (3) biaya kepatuhan yaitu biaya yang dipikul oleh warga negara dalam mematuhi peraturan pajak, (4) biaya ketidakpatuhan yaitu biaya menyembunyikan penghasilan dari administrasi pajak, (5) resiko yang dipikul dari penyelundup pajak, (6) biaya distorsi pasar yang timbul akibat dari kompetisi tidak seimbang antara wajib pajak patuh dengan penyelundup. Administrasi pajak pada dasarnya memiliki dua sasaran yaitu maksimalisasi
kepatuhan
dan
meminimalisasi
biaya
kepatuhan.
Maksimalisasi kepatuhan merupakan tujuan utama dari administrasi pajak. Tugas utama administrasi pajak adalah mengumpulkan penerimaan pajak yang terutang dengan biaya yang serendah mungkin. Dan cara yang efektif adalah dengan kepatuhan sukarela dari para wajib pajak. Jika wajib pajak tingkat kepatuhannya tinggi maka biaya pemajakan akan turun. Penurunan
biaya
kepatuhan
dapat
mendorong
wajib
pajak
mematuhi kewajiban perpajakannya secara sukarela. Administrasi pajak memegang peranan yang sangat penting karena bukan seharusnya bukan hanya sebagai perangkat law enforcement, tetapi lebih penting dari itu sebagai service point yang memberikan pelayanan prima kepada masyarakat sekaligus pusat informasi perpajakan. Pelayanan seharusnya tidak dilakukan ‘ala kadar’ nya karena akan membentuk citra yang kurang baik, yang pada akhirnya akan merugikan pemerintah jika image tersebut ternyata membentuk sikap ‘taxphobia’ (Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan, 2005, 98). Menurut Thurman dalam Serra (2003;375) bahwa administrasi perpajakan dapat meningkatkan kepatuhan dengan cara mengenal lebih dekat dengan wajib pajak, menyediakan informasi yang tepat waktu dan menyederhanakan prosedur perpajakan. Dengan demikian peningkatan berbagai pelayanan wajib pajak dapat mengurangi biaya kepatuhan dan akhirnya meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Dari hal tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa efektivitas administrasi perpajakan yaitu dalam meminimalisasi biaya pemajakan tidak
43 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
hanya diukur melalui indikator peningkatan kepatuhan wajib pajak tetapi indikator penurunan biaya kepatuhan juga harus diperhatikan. P. Pengukuran Indikator Efektivitas Administrasi Pajak Menurut Silvani (1992, 274-275), efektivitas administrasi pajak merupakan faktor kunci khususnya di negara yang kepatuhan pajaknya rendah. Pada dasarnya terdapat banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan seperti pengaruh negatif dari variable ekonomi makro seperti tingkat suku bunga dan inflasi, biaya kepatuhan dengan sistem yang ada, keadilan, kesederhanaan hukum dan prosedur, pelayanan yang diberikan dan pengenaan sanksi yang efektif. Pengenaan sanksi yang efektif sangat tergantung pada efektivitas administrasi pajak dalam mendeteksi wajib pajak tidak patuh. Selain itu juga sehubungan dengan peranan sistem informasi, bahwa perilaku wajib pajak juga akan berubah jika administrasi perpajakan dapat menyiapkan informasi yang tepat waktu dan dapat dipercaya sehingga dapat mendeteksi wajib pajak yang tidak patuh. Efektivitas administrasi pajak menurut Silvani (1992,275) dapat dilihat dari kinerja dalam menangani empat masalah berikut : 1) Wajib pajak yang tidak terdaftar (unregistered taxpayers), yaitu gap antara jumlah wajib pajak yang secara potensial harus terdaftar dengan yang telah terdaftar 2) Pembayaran pajak yang tidak menyampaikan SPT (stop filling taxpayers) yaitu gap antara wajib pajak terdaftar dengan yang menyampaikan SPT 3) Penyelundup pajak (tax evader) yaitu perbedaan antara jumlah pajak berdasar objek yang dilaporkan wajib pajak dengan jumlah potensial sesuai dengan ketentuan 4) Penunggak pajak (delinquent taxpayers) yaitu perbedaan antara jumlah pajak yang seharusnya dilaporkan atau ditetapkan administrasi pajak dengan jumlah pajak yang telah dibayar. Untuk dapat mengukur efektivitas administrasi perpajakan dengan pendekatan ini maka harus melalui evaluasi terhadap data-data objektif mengenai kinerja perpajakan dalam mengatasi masalah tersebut.
44 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
Selanjutnya efektivitas administrasi pajak dengan meminimalisasi biaya kepatuhan pengukurannya dilihat dari biaya yang murah, prosedur yang cepat dan murah dan pelayanan yang berkualitas. Indikator biaya kepatuhan minimum sangat sulit dilakukan sehingga indikator yang sering digunakan adalah kinerja administrasi pajak yang didasarkan pada kualitas pelayanan. Q.
Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan kualitatif, lebih lanjut, mementingkan pada proses dibandingkan dengan hasil akhir, oleh karena itu urut-urutan kegiatan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. Tujuan penelitian biasanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat praktis. Penelitian ini bertujuan menggali masalah berkaitan dengan pengaruh tindakan penagihan pajak terhadap pencairan tunggakan sehingga sesuai jika menggunakan pendekatan kualitatif. 2. Jenis Penelitian Pemilihan metode penelitian yang akan digunakan harus sesuai dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian. Ada begitu banyak metode penelitian, namun yang paling sesuai dengan penelitian yang dilakukan berkaitan dengan masalah pelaksanaan kegiatan atau tindakan penagihan adalah penelitian diskriptif analitis. Hal ini sesuai dengan pendapat Irawan (2000:60) yang menyatakan bahwa jika kita ingin meneliti satu atau dua aspek dari suatu hal yang sudah terpetakan secara umum dan luas, maka kita masuk kearea penelitian yang lebih mendalam, yaitu penelitian dengan metode deskriptif.
45 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
Masalah penagihan sudah dikenal umum dan sudah dilakukan dengan sistematis dan teratur, sehingga pembahasan harus dilakukan secara lebih mendalam yaitu dengan memberikan gambaran tentang keadaan yang sesungguhnya. Menurut Irawan (2000:60) penelitian diskriptif adalah penelitian yang bertujuan mendeskrisikan atau menjelaskan sesuatu hal seperti apa adanya. 3. Metode dan Strategi Penelitian Ada
Beberapa
metode
mengumpulkan data. Dalam
yang
dapat
digunakan
untuk
penelitian ini pengumpulan data
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: a. Wawancara Wawancara dilakukan dengan pejabat yang berwenang sehingga diharapkan dapat diketahui dasar pemikiran yang diungkapkan tentang dasar kebijakan penagihan pajak, apa yang menjadi dasar penyusunan standar penagihan, kendala-kendala yang dihadapi. b. Studi Kepustakaan Studi Kepustakaan dilakukan untuk mempelajari dan menelaah literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dan mempelajari dokumen yang berkaitan masalah penelitian. 4. Nara Sumber Metode pengumpulan data yang paling banyak digunakan adalah wawancara dilakukan dengan pejabat dilingkungan DJP, narasumber yang banyak diminta pendapat diantaranya Kepala Sub Direktorat Penagihan pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Pajak (P2) Direktorat Jenderal Pajak dan Kepala Seksi Prosedur Penagihan, Kepala Seksi Pemantauan Penagihan dan Kepala Seksi Tata Usaha Piutang Pajak pada Direktorat P2 DJP. Hal yang ditanyakan berkaitan dengan perlaksanaan penagihan pajak saat ini. Selain itu juga dilakukan wawancara dengan petugas pelaksana penagihan pajak untuk memperoleh data yang dibutuhkan misalnya data dan pendapat mereka tentang masalah atau hambatan dan cara mengatasinya, serta diharapkan dapat juga diperoleh gambaran
46 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
pelaksanaan kegiatan penagihan pajak yang selama ini dilakukan mulai dari tahap persiapan sampai dengan selesai. 5. Proses Penelitian Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses penelitian dilakukan dengan sistematis sesuai dengan langkah penelitian kualitatif, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Menentukan permasalahan penelitian Untuk
menentukan
mempelajari
masalah
penelitian
dimulai
keadaan yang ada. Setelah itu
pertanyaan, dari pertanyaan tersebut
dengan
timbul beberapa
dicari teori
sebagai
pendukung pertanyaan tersebut dengan membaca literatur. Setelah itu maka didapat masalah pengaruh tindakan penagihan terhapat pencairan tunggakan pajak. b.
Melakukan Penelitian awal Penelitian
awal
adalah
kegiatan
yang
dilakukan
untuk
mendapatkan data awal. Data tersebut sangat diperlukan untuk mempertajam masalah dan penyusunan tujuan penelitian. Data awal tersebut juga diperlukan sebagai dasar juga untuk menyusun latar belakang masalah yang sistematis. c.
Pengkajian literatur Langkah selanjutnya yang dilakukan setelah menetukan masalah penelitian dan tujuan penelitian dirumuskan, mencari teori-teori pendukung untuk menyusun kerangka literatur. Kerangka ini menjadi
pedoman
dasar
untuk
memahami
masalah
dan
membentuk kerangka pemikiran yang berguna untuk membahas dan menganalisis masalah penelitian. d.
Penentuan fokus dan objek penelitian Fokus dan obyek penelitian dirumuskan setelah kerangka teori disusun. Objek penelitian dipilih Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan yang merupakan pusat dari kegiatan penagihan,
47 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
semua kebijakan yang dibuat, data-data tindakan penagihan dan tunggakan
pajak
secara
nasional
sehingga
bisa
dilihat
keberhasilan dalam tindakan penagihan sebagai salah satu sumber penerimaan pajak. e.
Penentuan desain penelitian Tujuan penyusunan Desain penelitian adalah untuk mencari metode yang tepat yang digunakan dalam suatu penelitian sehingga pembahasan penelitian lebih komprehensif dan. Karena dalam penelitian yang dilakukan tidak semua metode dapat diterapkan.
Untuk
menentukan
desain
penelitian
maka
dirumuskan jenis penelitian, metode penelitian, key informan, dan metode analisis data. f.
Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan melakukan analisis data yang ada dari Direktorat P2. Data kemudian dianalisis dengan mengelompokkan,
mengorganisir data dan menganalisisnya
dengan metode deskriptif. Pelaksanaan penelitian juga dilakukan dengan
melakukan
baik
wawancara,
observasi
serta
mengumpulkan dokumen yang dapat mendukung penelitian sehingga data lebih banyak didapat. g.
Penyusunan Laporan Tahap terakhir yang dilakukan dalam pembuatan tesis ini adalah penyusunan laporan setelah melakukan pengambilan kesimpulan. Pembuatan laporan ini bertujuan agar hasil penelitian yang telah diperoleh dapat dituangkan secara sistematis sehingga mudah dipahami masalah penelitian yang dibahas.
6. Penentuan Lokasi dan Obyek Penelitian Penelitian ini memilih Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan sebagai obyek penelitian mengenai kebijakan yang dibuat untuk menentukan standar prestasi jurusita pajak. Dari hal itu dapat dilihat
48 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
hasil yang diperoleh dari pencairan tunggakan pajak sehingga tindakan penagihan tersebut bisa menghasilkan pencairan yang jumlahnya optimal bagi penerimaan pajak. Selain itu juga jurusita dapat menunjukan prestasi yang lebih baik dalam hal penagihan pajak khususnya masalah pencairan tunggakan. 7. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini tidak semua dapat berjalan seperti yang direncanakan. Dalam tahap persiapan dan pelaksanaan penelitian ditemui beberapa keterbatasan, diantaranya adalah dalam tahap pelaksanaan dilakukan wawancara kepada pihak yang sangat berkompeten dibidangnya, hanya data tentang pencairan tunggakan pajak tidak dapat diberikan secara maksimal karena menyangkut rahasia jabatan, contohnya untuk pencairan tunggakan pajak tidak dapat diketahui rincian i tindakan penagihan pajak dilakukan
dan
berhasil
mencairkan
tunggakan
apa yang sehingga
menghasilkan penerimaan negara. Demikian juga untuk data tunggakan pajak tahun terakhir sedang diaudit BPK.
49 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
BAB III GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN
Untuk dapat memahami masalah penelitian, diuraikan terlebih dahulu gambaran umum self assessment system yang diterapkan di Indonesia dan kaitannya dengan penagihan pajak serta kedudukan dan peranan penagihan pajak dalam sistem tersebut. Membahas tentang pajak tentunya akan menyangkut ketentuan yang berlaku, maka diakhir bahasan akan disajikan ketentuan perpajakan yang berlaku yang berkaitan dengan penagihan pajak A. Self Assessment System di Indonesia Self Assessment system adalah suatu sistem pemajakan yang artinya setiap Wajib Pajak (WP) diberi kepercayaan menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri pajak terutang. Melalui sistem ini, administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan rapi, terkendali, sederhana dan mudah. Sistem self assessment berlaku pada Pajak Penghasilan atau yang biasa disebut dengan PPh. Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang dimaksud dengan penghasilan adlah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya. Ketentuan tersebut berlaku semenjak dikeluarkannya Undang-Undang No. 6 tahun 1983 yang diubah dengan UU No. 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan terakhir diubah dengan UU No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sehingga mulai dikenalnya istilah self assessment menggantikan official assessment. Melalui sistem self assessment ini, setiap wajib pajak diwajibkan mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dengan benar,
50 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
lengkap,
jelas
dan
menandatanganinya.
Wajib
pajak
diwajibkan
menghitung sendiri peredaran usaha yang kemudian dikurangi biaya-biaya untuk mendapatkan Penghasilan Kena Pajak. Selanjutnya memperhitungkan Penghasilan Kena Pajak dikalikan tarif pajak yang berlaku untuk mendapatkan pajak terutang. Jika ada kredit pajak, merupakan pengurang pajak terutang. Lalu, Wajib Pajak diwajibkan membayar selisihnya ke bank paling lambat saat jatuh tempo. Setelah Surat Pemberitahuan Tahunan diisi dan pajaknya dibayar, Wajib Pajak diwajibkan melaporkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan paling lambat tiga bulan setelah akhir tahun pajak. Perbedaan yang cukup signifikan antara official assessment dan dan self assessment adalah berdasarkan official assessment system, besarnya pajak yang terutang yang harus dibayar masyarakat dihitung oleh kantor pajak. Berdasarkan sistem ini, banyak yang beranggapan dan memberikan kesan bahwa penetapan pajak dilakukan sepihak. Sehingga pajak dianggap sebagai momok, karena setiap saat dianggap bisa muncul ketetapan pajak baru. Berdasarkan self assessment system, masyarakat yang paling menentukan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, mulai dari mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak, menghitung besarnya pajak yang terutang, membayar pajaknya sendiri ke bank atau kantor pos, dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Di antaranya, PPh Pasal 25 yang dihitung dan dibayar sendiri oleh Wajib Pajak tiap bulan, dan PPh Pasal 29 tiap tahun. Kantor Pelayanan Pajak hanya melakukan fungsi pengawasan dan pembinaan,
melakukan
monitoring masyarakat
telah
melaksanakan
kewajiban perpajakannya sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan. Kegiatan yang dilakukan diantaranya melalui pemeriksaan pajak yang bertujuan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Bila ada yang belum atau tidak sesuai, akan dihitung kembali besarnya pajak yang terutang, dan diterbitkan ketetapan pajak. Kegiatan yang merupakan penjamin masuknya penerimaan pajak jika Wajib Pajak tidak membayar pajak adalah melakukan tindakan penagihan pajak. Penagihan pajak diatur secara tegas dalam UU Perpajakan yaitu UU nomor 19 tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak
51 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
dengan Surat Paksa (UU PPSP). Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal 23 Mei 1997. Undang-undang ini kemudian diubah dengan Undang-Undang No 19 Tahun 2000 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001. UU KUP Tahun 2007 memuat pasal-pasal tentang penagihan pajak secara tegas dan jelas. Diantaranya yang dianggap berkaitan dengan masalah penelitian adalah sebagai berikut: Pasal 1 : 7. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak atau dalam Bagian Tahun Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 14.
Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Nihil.
15.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.
16.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
17.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
18.
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
19.
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
20.
Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
52 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
Pasal 20 (1) Jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ditagih dengan Surat Paksa. (2) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penagihan seketika dan sekaligus dilakukan dalam hal : a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu; b. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia; c. terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya; d. badan usaha akan dibubarkan oleh Negara; atau e. terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan. (3) Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa memberikan pengertian umum tentang beberapa hal yang dianggap berkaitan dengan penelitian, yaitu: 9. Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita. 10. Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. 11. Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung
53 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
12. 13.
14. 15. 16. 17.
Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak. Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan. Objek Sita adalah barang Penanggung Pajak yang dapat dijadikan jaminan utang pajak. Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan objek sita. Lelang adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.
B. Dasar Penagihan Pajak Dasar hukum yang dipakai dalam melakukan penagihan pajak adalah surat ketetapan pajak yang menyatakan bahwa pajak terutang sesuai dengan perhitungan Wajib Pajak masih kurang dari yang seharusnya, surat tagihan pajak, keputusan fiskus, dan keputusan pengadilan pajak yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak bertambah. Surat ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh fiskus dan menyatakan bahwa masih terdapat kekurangan pembayaran pajak meliputi: Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tambahan (SKPKBT) yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk jenis Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa, dan Pajak penjualan Barang Mewah (PPnBM); Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dan Surat Ketetapan Pajak (SKP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dikeluarkan oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan; Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB) dan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT) . Sesuai dengan Pasal 1 Undang-undang Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
54 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 dan diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 , Surat Tagihan Pajak (STP) merupakan surat yang digunakan oleh fiskus untuk melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. STP mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak. Surat Tagihan Pajak memiliki berbagai fungsi dalam administrasi perpajakan Indonesia, yaitu:
1.
sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak;
2.
sebagai sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan atau denda; dan
3.
sarana untuk menagih pajak. Surat Tagihan Pajak yang dikeluarkan oleh fiskus dan pejabat yang
berwenang meliputi Surat Tagihan Pajak (STP) yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk jenis Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa, dan Pajak penjualan Barang Mewah (PPnBM); Surat Tagihan Pajak (STP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Keputusan fiskus yang menyebabkan jumlah pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak bertambah pada dasarnya meliputi dua hal. Pertama adalah keputusan keberatan atas pengajuan permohonan keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak kepada pejabat yang berwenang untuk suatu jenis pajak yang berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh fiskus ternyata terungkap bahwa perhitungan dan atau pengenaan pajak yang dilakukan terhadap Wajib Pajak masih kurang dari seharusnya. Hal yang kedua adalah keputusan pembetulan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, baik atas permohonan pembetulan yang diajukan oleh Wajib Pajak maupun secara jabatan karena fiskus mengetahui bahwa terdapat ketidakbenaran dalam penerbitan suatu ketetapan
pajak.
Keputusan
pembetulan
dilakukan
terhadap
surat
ketetapan pajak yang diterbitkan oleh fiskus atau pejabat yang berwenang untuk setiap jenis pajak.
55 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
Baik keputusan keberatan maupun pembetulan yang dikeluarkan oleh fiskus tersebut, pada dasarnya menambah besarnya pajak terhutang dari jumlah yang semula telah ditetapkan oleh fiskus dalam suatu surat ketetapan pajak. Dengan demikian, jumlah utang pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak juga semakin besar dan tetap harus dibayar oleh Wajib Pajak. Apabila tidak dibayar, fiskus akan melakukan tindakan penagihan pajak kepada Wajib Pajak dengan dasar penagihan adalah surat keputusan keberatan dan atau pembetulan yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar Wajib Pajak bertambah. Keputusan pengadilan pajak yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak bertambah merupakan putusan banding yang dikeluarkan oleh pengadilan pajak yang memeriksa dan memutus perkara banding yang diajukan oleh Wajib Pajak. Apabila Wajib Pajak tidak puas dengan keputusan keberatan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, kepada Wajib Pajak diberikan hak untuk mengajukan banding kepada pengadilan pajak dengan menyerahkan bukti pendukung. Apabila dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan hakim memutuskan bahwa ternyata pajak yang dihitung dan atau telah dibayar oleh Wajib Pajak masih kurang (lebih kecil) dari yang seharusnya, pengadilan pajak akan mengeluarkan putusan banding yang akan menambahn besarnya pajak yang terhutang. Wajib Pajak harus membayar pajak sesuai dengan putusan pengadilan pajak tersebut dan putusan banding yang dimaksud merupakan dasar buat fiskus untuk melakukan penagihan pajak apabila Wajib Pajak tidak melunasi pajak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, yaitu satu bulan sejak putusan banding diterima oleh Wajib Pajak. 1.
Dasar Penagihan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Fiskus sesuai dengan penelitian terhadap pembayaran pajak yang
dilakukan Wajib Pajak akan melakukan tindakan penagihan pajak terhadap Wajib Pajak yang tidak melakukan pembayaran pajak sebagaimana mestinya. Agar tidak dilakukan secara sewenang-wenang, penagihan pajak harus dilakukan dengan dasar penagihan yang jelas dan sesuai dengan ketentuan undand-undang. Hal ini sangat perlu agar fiskus dapat
56 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
melaksanakan tugas dengan lancar dan dapat mengatasi upaya Wajib Pajak untuk menghalangi jalannya penagihan pajak, serta disisi lain menjamin hak Wajib Pajak untuk terhindar dari kerugian akibat tindakan sewenang-wenang fiskus yang melakukan tindakan penagihan tanpa dasar hukum yang jelas. Dasar penagihan pajak diatur dalam Pasal 18, yang selengkapnya dikutip sebagai berikut: (1)
Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding serta putusan peninjauan kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak Undang-undang KUP menentukan dasar penagihan yang menjadi
landasan tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh fiskus terhadap Wajib Pajak PPh, PPN, dan PPnBM adalah Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta putusan peninjauan kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. 2.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) merupakan surat
ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. SKPKB diatur dalam Pasal 13A UU KUP. SKPKB dikeluarkan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak. SKPKB diterbitkan apabila: a. berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terhutang kurang atau tidak dibayar;
b. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
57 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
c. berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak, tidak seharusnya dikenakan tarif 0% (nol persen), atau tidak seharusnya diberikan pengembalian pajak;
d. kewajiban menyelenggarakan pembukuan dan membantu proses pemeriksaan yang dilakukan oleh fiskus tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terhutang. Undang-Undang KUP memberi wewenang kepada fiskus untuk dapat menerbitkan SKP yang pada hakikatnya hanya terhadap kasuskasus tertentu, atau tepatnya hanya terhadap Wajib Pajak tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan kewajiban material. Wewenang yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan koreksi fiskal tersebut dibatasi sampai dengan kurun waktu 5 tahun. SKP baru diterbitkan bila Wajib Pajak tidak membayar pajak sebagaimana
mestinya
menurut
ketentuan
peraturan
perpajakan.
Diketahuinya bahwa Wajib Pajak tidak atau kurang membayar pajak adalah karena dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan, dan dari hasil pemeriksaan itu diketahui bahwa Wajib Pajak kurang membayar dari jumlah yang seharusnya terhutang. Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat Wajib Pajak dengan sifat pemeriksaan buku lengkap atau melalui penelitian administrasi perpajakan. SKP dapat juga diterbitkan apabila fiskus memiliki data lain di luar data yang disampaikan oleh Wajib Pajak sendiri, yang dapat membuktikan bahwa Wajib Pajak tidak memenuhi
kewajiban
pajaknya
sebagaimana
semestinya.
Untuk
memastikan kebenaran data itu, Wajib Pajak dapat diperiksa. SPT yang tidak disampaikan tepat pada waktunya, walaupun telah ditegur secara tertulis dan tidak juga disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam surat teguran, berakibat fiskus dapat menerbitkan SKP secara jabatan. Terhadap ketetapan seperti itu dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan. Teguran yang diberikan kepada Wajib Pajak
58 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
antara lain dimaksudkan pula untuk memberi kesempatan kepada Wajib Pajak yang memiliki itikad baik untuk menyampaikan alasan atau sebabsebab tidak dapatnya SPT disampaikan, misalnya karena terjadinya sesuatu hal diluar kemampuan (force majeure) Jika SPT disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dalam surat teguran dan pajak yang terutang dilunasi sebagaimana mestinya, SKP tidak akan diterbitkan dengan anggapan bahwa SPT tersebut telah diisi dengan benar sesuai dengan ketentuan peraturan perpajakan. Bagi Wajib Pajak yang dengan sengaja melakukan pelanggaran dalam kewajiban perpajakan dibidang PPN dan PPnBM yang mengakibatkan pajak tidak terhutang atau tidak dibayar, dikenakan sanksi administrasi dengan menerbitkan SKBKP ditembah dengan kenaikan sebesar 100%. Ketentuan diatas menunjukkan sanksi administrasi dari suatu SKPKB terhadap Wajib Pajak yang melanggar kewajiban perpajakan. Sanksi administrasi ditentukan berupa kenaikan, yaitu suatu jumlah proporsional yang harus ditambahkan pada jumlah pajak yang harus ditagih. Besarnya snksi administrasi berupa kenaikan yang berbeda-beda menurut jenis pajaknya, yaitu: untuk PPh yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dikenakan sanksi kenaikan sebesar 50%, untuk PPh yang dipotong oleh pihak lain dikenakan kenaikan sebesar 100%, sedangkan untuk jenis PPN dan PPnBM dikenakan sanksi kenaikan sebesar 100%. 3.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Dalam kondisi tertentu, setelah mengeluarkan SKPKB, dapat terjadi bahwa fiskus menemukan data baru berkaitan dengan perhitungan pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, dan ternyata diketahui bahwa besarnya pajak terhutang yang telah ditetapkan dalam SKPKB masih kurang dari semestinya. Hal ini tentunya akan menguntungkan bagi Wajib Pajak tetapi merugikan bagi negara. Untuk mengantisipasi hal ini, undangundang KUP memberikan wewenang kepada fiskus untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) untuk menagih kekurangan pajak yang terutang tersebut. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah
59 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
pajak yang telah ditetapkan oleh fiskus dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan sbelumnya. Ketentuan tentang SKPKBT diatur dalam Pasal 15 UU KUP yang memberikan kewenangan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak, apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang. Untuk menampung kemungkinan terjadinya suatu SKPKB yang ternyata ditetapkan lebih rendah atau dilakukan pengembalian pajak yang tidak seharusnya sebagaimana telah ditetapkan dalam SKPLB, atau pajak yang terutang dalam suatu SKPN ditetapkan lebih rendah, Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu sepuluh tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak. SKPKBT merupakan koreksi atas ketetapan pajak sebelumnya dan baru diterbitkan apabila telah pernah diterbitkan ketetapan pajak (SKPKB, SKPLB, atau SKPN). Penerbitan SKPKBT dilakukan dengan syarat adanya data baru (novum) atau data yang semula belum terungkap pada saat diterbitkan SKBKBT. Data baru adalah data atau keterangan mengenai sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang yang oleh Wajib Pajk belum diberitahukan pada waktu penetapan pajak semula, baik dalam SPT dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan. 4.
Surat Tagihan Pajak (STP) Sesuai dengan Pasal 14 UU KUP, Surat Tagihan Pajak untuk PPh, PPN, dan PPnBM, dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila: a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar; b. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung; c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga;
60 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
d. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; e. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak; f.
Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak. Surat Tagihan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan
surat ketetapan pajak. Hal ini menyebabkan dalam hal penagihan dapat dialkukan dengan surat paksa. STP diterbitkan oleh fiskus sebagai suatu ketetapan pajak yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan serta sanksi yang dijatuhkan kepada Wajib Pajak karena tidak memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 5.Keputusan Keberatan yang Mengakibatkan Pajak Terutang Bertambah Sesuai dengan Pasal 25 UU KUP Tahun 2007, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu: a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; d. Surat Ketetapan Pajak Nihil; e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak. Keberatan yang diajukan adalah terhadap materi atau isi dari ketetapan pajak yaitu jumlah rugi berdasarkan ketentuan undang-undang perpajakan, jumlah besarnya pajak, pemotongan atau pemungutan pajak. Perkataan "suatu" pada hal ini dimaksudkan bahwa satu keberatan harus diajukan terhadap satu jenis pajak dan satu tahun pajak, misalnya: Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2001 dan Tahun Pajak 2002 keberatannya harus
61 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
diajukan masing-masing dalam satu surat keberatan tersendiri. Untuk dua tahun pajak tersebut harus diajukan dua buah surat keberatan. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, tanggal pemotongan atau pemungutan pajak, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu
itu
tidak
dapat
dipenuhi
karena
keadaan
di
luar
kekuasaannya. Batas waktu pengajuan surat keberatan ditentukan dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak diterbitkan surat ketetapan pajak dengan maksud agar supaya Wajib Pajak mempunyai waktu yang cukup memadai untuk mempersiapkan surat keberatan beserta alasannya. Apabila ternyata bahwa batas waktu 3 (tiga) bulan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Wajib Pajak karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak (force mayeur), maka tenggang
waktu
selama
3
(tiga)
bulan
tersebut
masih
dapat
dipertimbangkan untuk diperpanjang oleh Direktur Jenderal Pajak Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana tidak dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk itu atau tanda pengiriman surat keberatan melalui pos tercatat menjadi tanda bukti penerimaan surat keberatan. Dengan demikian, batas waktu penyelesaian keberatan dihitung sejak tanggal penerimaan surat dimaksud. Apabila surat Wajib Pajak tidak memenuhi
syarat
sebagai
surat
keberatan
dan
Wajib
Pajak
memperbaikinya, maka batas waktu penyelesaian keberatan dihitung sejak diterimanya surat berikutnya yang memenuhi syarat sebagai surat keberatan. Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, pemotongan atau pemungutan pajak. Agar Wajib Pajak dapat menyusun keberatan dengan alasan-alasan yang kuat, Wajib Pajak diberi hak untuk
62 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
meminta dasar-dasar pengenaan, pemotongan atau pemungutan pajak yang telah ditetapkan, sebaliknya Direktur Jenderal Pajak berkewajiban untuk memenuhi permintaan tersebut di atas. Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. Untuk mencegah usaha penghindaran atau penundaan pembayaran pajak melalui pengajuan surat keberatan, maka pengajuan keberatan tidak menghalangi tindakan penagihan sampai dengan pelaksanaan lelang. Ketentuan ini perlu dicantumkan dengan maksud agar Wajib Pajak dengan dalih mengajukan keberatan, untuk tidak melakukan kewajiban membayar pajak yang telah ditetapkan, sehingga dapat dicegah terganggunya penerimaan negara. 6.
Putusan Banding yang Mengakibatkan Pajak Terutang Bertambah Keputusan keberatan disampaikan kepada Wajib Pajak untuk dapat dilaksanakan sesuai dengan isi Surat Keputusan Keberatan tersebut. Apabila Wajib Pajak merasa tidak puas atas jawaban keputusan keberatan yang diterbitkan oleh fiskus, Wajib Pajak memiliki hak untuk mengajukan banding. Sesuai dengan Pasal 27 UU Nomor 28 Tahun 2007, Wajib Pajakdapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatan yang ditetapkan Direktur Jenderal Pajak. Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penaggung pajak atas suatu keputusan yang dapat diajukan banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Adapun yang dimaksud keputusan adalah suatu penetapan tertulis dibidang perpajakan yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dalam rangka pelaksanaan Undang-undang PPSP. Sejak tanggal 12 April 2002, pengajuan banding ditujukan kepada pengadilan pajak, institusi yang dibentuk untuk menagani sengketa pajak. Sengketa pajak merupakan sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan
63 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan UU PPSP. Putusan
pengadilan
pajak
merupakan
putusan
akhir
dan
mempunyai kekuatan hukum tetap. Putusan pengadilan pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian, peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan serta keyakinan hakim. Keyakinan hakim didasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Putusan
pengadilan
pajak
atas
pengajuan banding yang dilakukan Wajib Pajak dapat berupa: menolak, mengabulkan sebagian atau seluruhnya, menambah pajak yang harus dibayar, tidak dapat diterima, atau membetulkan kesalahan tulis dan atau kesalahan hitung dan atau membatalkan Surat Keputusan Keberatan yang dikeluarkan oleh fiskus. 7.
Keputusan
Pembetulan
yang
Mengakibatkan
Pajak
Terutang
Bertambah Pembetulan atas surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh petugas pajak diatur dalam Undang-undang KUP. Dalam Pasal 16 UU Nomor 28 Tahun 2007 disebutkan bahwa Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat membetulkan surat ketetapan pajak yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Adanya ketentuan tentang pembetulan ini dimaksudkan dalam rangka menjalankan tugas pemerintahan yang baik sehingga apabila terdapat kesalahan atau kekeliruan yang bersifat manusiawi dalam suatu ketetapan pajak perlu dibetulkan sebagaimana mestinya. Sifat kesalahan atau kekeliruan tersebut tidak mengandung persengketaan antara fiskus dengan Wajib Pajak. Pembetulan dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak, baik atas permohonan Wajib Pajak maupun secara jabatan. Apabila kesalahan maupun kekeliruan ditemukan, baik oleh fiskus maupun berdasarkan permohonan Wajib Pajak, maka kesalahan atau kekeliruan tersebut harus dibetulkan. Apabila kesalahan yang dipermasalahkan oleh Wajib Pajak
64 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
adalah
menyangkut
material
ketetapan
pajak,
hal
itu
menjadi
persengketaan antara Wajib Pajak dengan fiskus sehingga terhadap hal itu tidak dapat diajukan permohonan pembetulan melainkan Wajib Pajak mengajukan keberatan atas pajak terutang. Ruang lingkup pembetulan yang diatur dalam ketentuan Pasal 16 UU KUP terhadap kesalahan atau kekeliruan dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan sebagai akibat dari: a.
kesalahan tulis, antara lain kesalahan yang dapat berupa nama, alamat, NPWP, nomor surat ketetapan pajak, jenis pajak, masa atau tahun pajak, dan tanggal jatuh tempo;
b.
kesalahan
hitung,
yaitu
kesalahan
yang
berasal
dari
penjumlahan dan atau pengurangan dan atau perkalian dan atau pembagian suatu bilangan;
c.
kekeliruan
dalam
perundang-undangan
penerapan
ketentuan
perpajakan,
yaitu
tertentu
dalam
kekeliruan
dalam
penerapan tarif, kekeliruan penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto, kekeliruan penerapan sanksi administrasi,
kekeliruan
Penghasilan
Tidak
Kena
Pajak,
kekeliruan penghitungan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, dan kekeliruan dalam pengkreditan. Pengertian membetulkan dalam UU KUP dapat berarti menambah atau mengurangkan atau menghapuskan, tergantung pada sifat kesalahan dan kekeliruannya. Apabila masih terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam Surat Keputusan Pembetulan tersebut, Wajib Pajak dapat mengajukan lagi permohonan pembetulan kepada Direktur Jenderal Pajak, atau Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pembetulan lagi karena jabatan. C.
Tata Cara dan Jadwal Waktu Pelaksanaan Penagihan Pajak Sebagai pelaksanaan lebih lanjut atas UU No. 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa serta untuk memberikan kepastian hukum dan ketertiban pelaksanaan penagihan pajak, maka
65 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
Menteri Keuangan mengeluarkan Keputusan Menteri Keuangan nomor 561/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Tindakan
pelaksanaan
penagihan
pajak
diawali
dengan
penerbitan Surat Teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. Surat Teguran tidak diterbitkan apabila terhadap Penanggung Pajak telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.
b.
Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak terbitnya Surat Teguran, maka akan diterbitkan Surat Paksa (SP).
c.
Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penaggung Pajak setelah lewat waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sejak Surat Paksa diberitahukan, maka akan segera diterbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan (SPMP)
d.
Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penaggung Pajak setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, akan segera dilaksanakan pengumuman lelang.
e.
Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penaggung Pajak setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pengumuman lelang, akan segera dilaksanakan penjualan barang sitaan Penanggung Pajak melalui kantor lelang. Skema
selengkapnya
mengenai
jadwal
penagihan pajak dapat dilihat pada gambar berikut:
66 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
waktu
pelaksanaan
Gambar 3.1 Jadwal Waktu pelaksanaan Penagihan Pajak
SKPKB/ SKPKBT/ STP/SK
1 bulan
Surat Teguran
7 hari
21 hari
Surat Paksa 2 X 24 Jam
Pelaksanaan Lelang
Sumber : KMK-561/
D
14 hari
Pengumum -an Lelang
KMK.04/2000
14 hari
.
Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa Penagihan Pajak dengan Surat Paksa diatur dengan UU No. 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Penagihan dilaksanakan karena Wajib Pajak atau Penaggung Pajak tidak mentaati atau memperdulikan jatuh tempo yang telah ditentukan dalam Surat Teguran untuk menyelesaikan utang pajaknya. Sering kali Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak mengerti bagaimana kekuatan hukum dari Surat Paksa serta hal-hal lainnya yang berkaitan dengan Surat Paksa. Untuk itu secara lengkap perlu diketahui lengkapnya bunyi pasalpasal penting dalam UU No 19 tahun 2000, yaitu: Pasal 7 : (1) Surat Paksa berkepala kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA", mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat: a. nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak; b. dasar penagihan; c. besarnya utang pajak; dan d. perintah untuk membayar.
67 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
Pasal 8 : (1) Surat Paksa diterbitkan apabila: a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis; b. terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus; atau c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Dari ketentuan tentang Surat Paksa, maka dapat disampaikan beberapa hal penting, yaitu:
a.
Surat Paksa mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Grosse dari Putusan Hakim dalam perkara Perdata yang tidak bisa dibanding pada hakim atasan. Artinya tidak ada upaya hukum banding atau kasasi yang dapat dilakukan Wajib Pajak atau Penaggung Pajak bila telah dikeluarkan Surat Paksa.
b.
Surat Paksa memiliki titel eksekutorial yang kekuatan hukumnya pasti, dimana fiskus dalam melaksanakan kewajibannya
mempunyai
hak
”Parate
Eksekusi” (eksekusi langsung) yang berarti bahwa penagihan pajak secara paksa dapat dilakukan tanpa melalui proses Pengadilan Negeri.
c.
Surat Paksa memerintahkan Wajib Pajak untuk melunasi utang pajak, denda bunga dan biaya penagihan dalam waktu 2 x 24 jam. Bila tidak dilunasi akan dilakukan penyitaan, baik penyitaan atas barang bergerak maupun barang tidak bergerak.
d.
Surat Paksa hanya dilaksanakan oleh Juru Sita Pajak Negara, yaitu karyawan DJP yang ditunjuk dan diangkat serta disumpah berdasarkan surat keputusan Kepala KPP / KPPBB atas nama Menteri Keuangan.
Pada
prinsipnya
dari
segi
materinya,
Surat
Paksa
harus
disampaikan secara resmi kepada Wajib pajak atau Penaggung Pajak.
68 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
Namun secara formal Surat Paksa dapat ditentang atau ditolak dalam halhal sebagai berikut: a. Surat Paksa tidak disampaikan oleh Juru Sita yang telah disumpah. b. Surat Paksa dikirim melalui pos (sekalipun tercatat) c. Surat Paksa tidak ditandatangani oleh yang berwenang. Penolakan terhadap Surat Paksa dapat diajukan kepada Hakim Pengadilan Negeri setempat di mana Wajib Pajak atau Penaggung Pajak berdomisili atau berkedudukan. Sedangkan sanggahan dan/atau gugatan terhadap pelaksanaan Surat Paksa, sita atau lelang, hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Pajak. E.
Daluwarsa Tindakan Penagihan Masalah daluwarsa atas Penagihan Pajak diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang KUP yang menyatakan bahwa: Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah lampau waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang bersangkutan. Seperti halnya pada daluwarsa penetapan, ditetapkannya batas waktu penagihan selama 5 tahun dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum kapan utang pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi. Kalau pada daluwarsa penetapan, suatu utang pajak akan daluwarsa bila selama lima tahun tidak diterbitkan surat ketetapan pajak. Sedangkan pada daluwarsa penagihan masa daluwarsanya dihitung karena sudah ada produk surat ketetapan pajak-nya. Pemikiran berkembang pada pertanyaan, bagaimana bila lewat lima tahun? Apakah penagihan pajak tidak dapat dilakukan? Penagihan pajak dapat juga melampaui lima tahun apabila:
a.
Diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa; untuk hal ini daluwarsa
penaguhan
dihitung
penyampaian Surat Paksa tersebut.
69 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
sejak
tanggal
b.
Ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung; hal ini bisa terjadi karena:
c.
Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang diterbitkan karena Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Dalam hal ini daluwarsa dihitung sejak tanggal penerbitan surat ketetapan tersebut.
Perlu diketahui bahwa dalam keadaan tertentu tagihan pajak seperti tercantum pada STP, SKPKB, dan SKPKBT dapat dihapuskan apabila pajak tersebut sudah tidak dapat atau tidak mungkin lagi untuk ditagih, yang disebabkan misalnya Wajib Pajak meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris, Wajib Pajak tidak dapat ditemukan, Wajib Pajak tidak mempunyai harta kekayaan lagi,
atau
karena hak
untuk
melakukan
penagihan
pajak
sudah
kedaluwarsa. F.
Hak Mendahulu Pajak Masalah hak mendahulu telah idatur dalam pasal 21 Undangundang KUP. Hak mendahulu adalah hak yang diberikan Undang-undang kepada pemerintah (negara) untuk mengambil pelunasan terlebih dahulu atas utang pajak seorang Wajib Pajak dibandingkan kreditor-kreditor lainnya. Hak mendahului timbul bila pada saat yang bersamaan Wajib Pajak mempunyai utang kepada beberapa pihak, di mana harta atau kekayaan Wajib Pajak tidak mencukupi untuk melunasi semua utangutangnya. Mempunyai utang kepada beberapa pihak, di mana harta atau kekayaan Wajib Pajak tidak mencukupi untuk melunasi semua utangutangnya. Adanya hak mendahulu ini berarti bahwa negara diberikan kedudukan sebagai kreditor preferen (utama) yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik Wajib Pajak yang akan dilelang di muka umum. Setelah utang pajak dilunasi kepada negara, barulah
70 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
dilakukan pelunasan kepada kreditor-kreditor lainnya. Sekalipun negara mempunyai hak mendahulu, ternyata ada tiga hal yang dapat menghalangi hak
mendahulu
kedudukannnya
tersebut. lebih
Dengan
kuat
kata
daripada
hak
lain
ada
tiga
mendahulu,
hal
yang
yang harus
diselesaikan/dibayarkan/dilunasi terlebih dahulu sebelum hak mendahulu dapat diterapkan untuk kepentingan negara, yaitu dalam hal sebagai berikut :
a. Adanya biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu oenghukuman untuk melelang suatu barang bergerak maupun tidak bergerak; b. Adanya biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang; dan c. Adanya
biaya
perkara
yang
semata-mata
disebabkan
pelelangan dan penyelesaian suatu warisan. Selanjutnya disebutkan bahwa hak mendahulu itu hilang setelah lampau waktu dua tahun sejak tanggal diterbitkan STP, SKPKB, SKPKBT, SK Pembetulan, SK Kebaratan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, kecuali apabila dalam jangka waktu dua tahun tersebut Surat Paksa untuk membayar itu diberitahukan secara resmi atau diberikan penundaan pembayaran. Apabila Surat Paksa diberitahukan secara resmi, jangka waktu dua tahun dihitung sejak tanggal pemberitahuan Surat Paksa. Dan apabila diberikan penundaan pembayaran, jangka waktu dua tahun tersebut ditambah dengan jangka waktu penundaan pembayaran. Berikut adalah bunyi Pasal 21 sebagai berikut:
(1) Negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barangbarang milik Penanggung Pajak. (2) Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak. (3) Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap: a. biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan atau barang tidak bergerak;
71 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; c. biaya perkara, yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan. (4) Hak mendahulu itu hilang setelah lampau waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, kecuali apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun tersebut, Surat Paksa untuk membayar itu diberitahukan secara resmi, atau diberikan penundaan pembayaran. G.
Kebijakan Penagihan Pajak Dalam rangka mendukung tercapainya rencana penerimaan pajak, perlu dilaksanakan intensifikasi kegiatan penagihan pajak secara terpadu, profesional, terfokus, terukur dan konsisten serta berhasil guna sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Oleh karena itu, perlu diupayakan pengurangan/pencairan
tunggakan
pajak
secara
optimal
melalui
peningkatan kegiatan operasional penagihan antara lain dengan cara tertib administrasi, yaitu setiap Kantor Pelayanan Pajak wajib Menyelenggarakan perekaman data dan penyimpanan dokumen penagihan pajak secara tertib serta menjaga pemutakhiran data tunggakan pajak yang mencakup Data Wajib Pajak, Data Penanggung Pajak, Data Tunggakan Pajak, Data Pembayaran Tunggakan Pajak dan Daftar Harta Wajib Pajak/Penanggung Pajak, selain itu juga melakukan validasi data tunggakan pajak dengan mencocokkan data tunggakan pajak minimal dari tahun 2004 s.d. 2007 dengan cara merekam seluruh data tunggakan untuk tahun 2004 s.d. 2007 ke dalam program Sistem Manajemen dan Informasi Penagihan (SISMIAP) yang
disediakan
oleh
Sub
Direktorat
Penagihan,
kemudian
membandingkan dengan data pada sistem informasi yang ada (SIP/SIDJP/ SAPT). Dalam rangka mengetahui pencairan tunggakan pajak KPP merekam seluruh Surat Tanda Terima Pembayaran dari bank tempat pembayaran dan melakukan sinkronisasi data pembayaran PBB melalui TP-PBB online (POS) dan TP-PBB elektronik.
72 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
Untuk
memudahkan
admininistrasi
tunggakan
pajak
KPP
melakukan penggelompokan tunggakan pajak berdasarkan klasifikasi lapangan khusus untuk tunggakan PPB pengelompokan dilakukan berdasarkan sektor dan buku ketetapandengan ketentuan sebagai berikut : a.
per sektor (pedesaan, perkotaan, perkebunan, perhutanan, dan pertambangan)
b.
per buku ketetapan (buku ketetapan I s.d. buku ketetapan V) Dalam
rangka
kegiatan
penagihan
juga
KPP
diwajibkan
mengupayakan agar semua biaya penagihan pajak termasuk biaya pelaksanaan SP, SPMP, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, tambahan biaya penagihan sebesar 1% dari pokok lelang atau dari hasil penjualan, dan biaya-biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak dibebankan
kepada
Wajib
Pajak
dan
disetorkan
ke
kas
negara
menggunakan formulir Surat Setoran Bukan Pajak dengan kode MAP 423155. Dalam hal tertib administrasi dan terus berlanjutnya tindakan penagihan pajak apabila terdapat Wajib Pajak pindah, KPP lama harus menertibkan surat ketetapan tunggakan pajak beserta uraian tindakan penagihan yang telah dilakukan dan dikirim bersama seluruh berkas tunggakan serta dokumen tindakan penagihan. KPP baru menindaklanjuti tindakan penagihan terhadap Wajib Pajak tersebut. Setiap KPP wajib pelaksanakan tindakan penagihan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kegiatan penagihan tersebut mempunyai pola khusus yang dilakukan untuk kegiatan penagihan PBB, yaitu Sebelum SPPT tahun berjalan jatuh tempo, tindakan penagihan difokuskan untuk tunggakan pajak atas ketetapan tahun-tahun sebelumnya sedangkan untuk apabila
SPPT tahun berjalan sudah jatuh tempo , tindakan penagihan
difokuskan pada tunggakan atas ketetapan tahun berjalan. Namun demikian, atas ketetapan tahun-tahun sebelumnya tetap dilakukan penagihan. Untuk Penagihan BPHTB dilakukan sepanjang tahun berjalan. Terhadap tunggakan-tunggakan tersebut kepala KPP dapat menentukan prioritas tindakan penagihan. Dalam rangka pencairan tunggakan pajak Kantor Wilayah DJP/KPP melakukan analisa (bedah) tunggakan yang dilanjutkan dengan
73 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
pemanggilan terhadap minimal 20 Penunggak Pajak besar di wilayah kerjanya setiap bulan untuk penyelesaian tunggakan pajaknya. Dalam melakukan pemanggilan terhadap Wajib Pajak/Penunggak Pajak, Kanwil Wilayah dan KPP melakukan koordinasi sehingga tidak terjadi pemanggilan Wajib Pajak/Penuggak Pajak yang sama oleh Kanwil atau KPP. Apabila pemanggilan bedah tunggakan yang merupakan tindakan persuasif kepada Wajib Pajak tidak mendapat respon yang baik maka terhadap Wajib Pajak/ Penanggung Pajak yang non kooperatif dilakukan tindakan represif dengan memprioritaskan penyitaan aset Wajib Pajak/Penanggung Pajak berupa aset moneter seperti deposito, tabungan, saldo rekening koran, giro, obligasi, saham dan surat berharga lainnya, termasuk piutang atau tagihan; kemudian dapat juga dilakukan Pemblokiran dalam rangka penyitaan dapat dilakukan
tanpa
harus
mencantumkan
nomor
rekening
Wajib
Pajak/Penanggung Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 21/19/PBI/2000 tentang persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank. Kantor Pelayanan Pajak juga wajib
melakukan penagihan
semaksimal mungkin atas tunggakan pajak yang akan daluwarsa Apabila tindakan penagihan telah dilakukan secara maksimal dan tunggakan pajak belum dapat dicairkan seluruhnya, maka KPP segera melakukan penelitian setempat untuk menentukan kemungkinan pencairan tunggakan dimaksud. Dalam rangka pengawasan administrasi dan tindakan penagihan pajak Direktorat P2 sebagai pembuat kebijakan menetapkan beberapa ketentuan seperti rencana pencairan tunggakan pajak nasional ditetapkan, standar prestasi pelaksanaan kegiatan penagihan pajak per KPP, kemudian KPP diminta memfokuskan pemantauan dan pengawasan tindakan penagihan pajak terhadap 100 penunggak pajak terbesar yang ada di wilayah kerjanya. Namun demikian, pemantauan dan pengawasan tetap
dilakukan
Pajak/Penanggung
terhadap
penunggak
Pajak
lainnya.
sedang
Walaupun
dalam
Wajib tindakan
pencegahan/penyanderaan KPP tetap melakukan tindakan penagihan pajak secara aktif agar terjadi pembayaran/pelunasan utang pajak wajib pajak tersebut.
74 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008
Agar tidak terjadi penyalahgunaan dalam pelaksanaan tindakan penagihan Kepala Kanwil DJP melaksanakan pengawasan melekat dengan cara setiap 6 bulan KPP melakukan inventarisasi data tunggakan pajak yang akan daluwarsa dalam waktu 3 tahun, 2 tahun, 1 tahun dan 6 bulan mendatang disertai dengan tindakan penagihan yang telah dilakukan dan melakukannya ke Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan. Untuk meningkatkan upaya penagihan pajak pembuat kebijakan juga memberi penghargaan kepada KPP yang berprestasi dengan dibuat Standar prestasi penagihan pada KPP tahun 2007 dihitung berdasarkan beberapa variabel yaitu : a. Realisasi pencairan tunggakan pajak (pembayaran dengan SSP) dibandingkan dengan target pencairan tunggakan. b. Upaya penagihan yang dilakukan oleh KPP c. Ketepatan penyampaian laporan. Selain melakukan tindakan penagihan KPP juga diharapkan melakukan terobosan-terobosan dalam melakukan penelitian setempat terhadap tunggakan pajak yang akan
daluwarsa, dengan melakukan
beberapa langkah seperti Mencari informasi tentang lawan transaksi terbesar dari wajib pajak yang bersangkutan, Melakukan koordinasi dengan KPP dimana lawan transaksi terbesar tersebut terdaftar untuk mendapatkan informasi temtang kapan transaksi terakhir dilakukan, meminta informasi dan melakukan konfirmasi kepada instansi yang berwenang di wilayah Wajib Pajak tersebut berada atau meminta informasi dan melakukan konfirmasi kepada pengelola gedung dimana Wajib Pajak tersebut menyewa gedung, meminta
informasi
dan
melakukan
konfirmasi
tentang
keberadaan
Penanggung Pajak kepada Dinas Kependudukan atau Direktorat Jenderal Imigrasi atau instansi terkait lainnya, Informasi sebagaimana dimaksud di atas
digunakan
untuk
menentukan
keberadaan
Wajib
Pajak
dan
memperkirakan kondisi usaha Wajib Pajak dan diharapkan utang pajak dapat dicairkan sebelum daluwarsa.
75 Tindakan penagihan..., Liliyanti, FISIP 2008