BAB II SISTEM TRANSIMISI KABEL SERAT OPTIK
2.1
Pendahuluan Perkembangan teknologi telekomunikasi memungkinkan penyediaan sarana
telekomunikasi dalam biaya relatif rendah, mutu pelayanan tinggi, cepat, aman, dan juga kapasitas besar dalam menyalurkan informasi. Seiring dengan perkembangan telekomunikasi yang cepat maka kemampuan sistem transmisi dengan menggunakan teknologi serat optik semakin dikembangkan, sehingga dapat menggeser penggunaan sistem transmisi konvensional dimasa mendatang, terutama untuk transmisi jarak jauh. Dampak dari perkembangann teknologi ini adalah perubahan jaringan analog menjadi jaringan digital baik dalam sistem switching maupun dalam sistem transmisinya. Hal ini akan meningkatkan kualitas dan kuantitas informasi yang dikirim, serta biaya operasi dan pemeliharaan lebih ekonomis. Sebagai sarana transmisi dalam jaringan digital, serat optik berperan sebagai pemandu gelombang cahaya. Serat optik dari bahan gelas atau silika dengan ukuran kecil dan sangat ringan dapat mengirimkan informasi dalam jumlah besar dengan rugi-rugi relatif rendah. Dalam sistem komunikasi serat optik, informasi diubah menjadi sinyal optik (cahaya) dengan menggunakan sumber cahaya LED atau Diode Laser. Kemudian dengan dasar hukum pemantulan sempurna, sinyal optik yang berisi informasi
Universitas Sumatera Utara
dilewatkan sepanjang serat sampai pada penerima, selanjutnya detektor optik akan mengubah sinyal optik tersebut menjadi sinyal listrik kembali.
2.2
Sejarah Perkembangan Kabel Serat Optik Dari teori telekomunikasi diketahui bahwa dengan menggunakan frekuensi
yang lebih tinggi akan didapat lebar pita yang lebih besar sehingga kapasitas penyaluran akan lebih besar pula. Berdasarkan teori ini dilakukan penelitian penggunaan cahaya untuk komunikasi [1]. a. Pada tahun 1621, Willebrord Snell merumuskan hukum, yang berkaitan dengan perilaku cahaya seperti persilangan dari satu bahan ke bahan yang lain. b. Pada tahun 1870 John Tyndall menunjukkan transmisi cahaya dalam aliran air. Cahaya mengikuti aliran air. Hal ini mengindikasikan bahwa cahaya dapat tersebar melalui sebuah media, sepanjang lintasan yang melengkung maupun juga sebagai garis lurus. c. Pada tahun 1897 John William Strutt Baron Rayleigh ketiga, merumuskan beberapa hukum dasar yang mengatur perambatan cahaya. d. Pada tahun 1900, Max Planck menemukan teori radiasi dalam jumlah yang diskrit yang kemudian dinamakan photon dan konstanta Planck, yang berhubungan dengan energy photon dan electron. e. Pada tahun 1905, Albert Einstein mengusulkan teori photon yang menjelaskan tentang efek fotoelekrik.
Universitas Sumatera Utara
f. Pada tahun 1930, Willis Lamb, Jr., bereksperimen dengan cahaya yang dipandu dalam serat kaca. g. Tahun 1951, sebuah grup peneliti di US mendemonstrasikan pengiriman gambar melalui sekumpulan serat kaca. h. Tahun 1953, Narinder Singh Kapany menemukan fiber dengan cladding. i.
Pada tahun 1960, Maiman dari Hunges Airecraft menemukan LASER (Light Amplication by Stimulated Emission of Radiotion), kemudian timbul pemikiran untuk menggunakan cahaya sebagai alat komunikasi.
j.
Tahun 1962, Theodore Maiman menciptakan LASER semikonduktor.
k. Pada tahun 1966, DR KAO melakukan percobaan dengan merambatkan sinar Laser ke dalam Transparan Fiber. Namun cara tersebut hanya berhasil untuk jarak relatif pendek. Hal tersebut disebabkan karena kurang sempurna proses pembuatan Transparan Fiber, sehingga timbul rugi-rugi bahan yang dapat menghambat proses perambatan cahaya didalamnya. l.
Pada tahun 1970, pabrik gelas Cording di Amerika Serikat berhasil membuat fiber dengan bahan dasar silica yang mempunyai rugi-rugi bahan relatif kecil (± 20 dB/km), sehingga sangat baik digunakan untuk komunikasi cahaya.
m. Pada tahun 1980, Amerika dan Spanyol telah menggunakan kabel optik sebagai sarana telekomunikasi pedesaan (Rural Telecommunication). n. Pada tahun 1983, AT&T, MCI, dan lainnya telah menginstalasikan kabel serat optik yang berjarak jauh, menggunakan single-mode fiber.
Universitas Sumatera Utara
2.3
Struktur Kabel Serat Optik Serat optik terbuat dari bahan dielektrik yang berbentuk seperti kaca (glass).
Di dalam serat inilah energi cahaya yang dibangkitkan oleh sumber cahaya disalurkan (ditransmisikan) sehingga dapat diterima di ujung unit penerima (receiver). Struktur kabel serat optik dapat dilihat pada Gambar 2.1[2].
Gambar 2.1 Struktur Kabel Serat Optik Struktur serat optik terdiri atas[2]: •
Inti (core) Bagian yang paling utama dinamakan bagian inti (core), dimana
gelombang cahaya yang dikirimkan akan merambat dan mempunyai indeks bias lebih besar dari lapisan kedua. Terbuat dari kaca (glass) yang berdiameter antara 2 µm 125 µm, dalam hal ini tergantung dari jenis serat optiknya. •
Cladding Cladding berfungsi sebagai cermin yaitu memantulkan cahaya agar dapat
merambat ke ujung lainnya. Dengan adanya cladding ini cahaya dapat merambat dalam core serata optik. Cladding terbuat dari bahan gelas dengan indeks bias yang lebih kecil dari core. Cladding merupakan selubung dari core. Diameter cladding antara 5 µm – 250 µm. Hubungan indeks bias antara
Universitas Sumatera Utara
core dan cladding akan mempengaruhi perambatan cahaya pada core (mempengaruhi besarnya sudut kritis). •
Jaket (coating) Coating berfungsi sebagai pelindung mekanis pada serat optik dan terbuat
dari bahan plastik. Berfungsi untuk melindungi serat optik dari kerusakan.
2.4
Jenis Kabel Serat Optik Serat optik terdiri dari beberapa jenis, yaitu : 1. Multimode Step Index Pada jenis multimode step index ini, diameter core lebih besar dari diameter cladding. Dampak dari besarnya diameter core menyebakan rugi-rugi dispersi waktu transmitnya besar. Penambahan presentase bahan silica pada waktu pembuatan. Tidak terlalu berpengaruh dalam menekan rugi-rugi dispersi waktu pengiriman [1]. Gambar 2.2 [2] menunjukkan perambatan gelombang dalam serat optik multimode step index.
Gambar 2.2 Perambatan Gelombang pada Multimode Step Index
Universitas Sumatera Utara
Multimode Step Index mempunyai karakteristik sebagai berikut : •
Indeks bias inti konstan.
•
Ukuran inti besar (50mm) dan dilapisi cladding yang sangat tipis.
•
Penyambungan kabel lebih mudah karena memiliki inti yang besar.
•
Sering terjadi dispersi.
•
Hanya digunakan untuk jarak pendek dan transmisi data bit rate rendah.
2. Multimode Graded Index Pada jenis serat optik multimode graded index ini. Core terdiri dari sejumlah lapisan gelas yang memiliki indeks bias yang berbeda, indeks bias tertinggi terdapat pada pusat core dan berangsur-angsur turun sampai ke batas core-cladding. Akibatnya dispersi waktu berbagai mode cahaya yang merambat berkurang sehingga cahaya akan tiba pada waktu yang bersamaan [1]. Gambar 2.3 menunjukkan perambatan gelombang dalam multimode graded index [2].
Gambar 2.3 Perambatan Gelombang pada Multimode Graded Index
Universitas Sumatera Utara
Multimode Graded Index mempunyai karakteristik sebagai berikut : •
Cahaya merambat karena difraksi yang terjadi pada core sehingga rambatan cahaya sejajar dengan sumbu serat.
•
Dispersi minimum sehingga baik jika digunakan untuk jarak menengah
•
Ukuran diameter core antara 30 µm – 60 µm. lebih kecil dari multimode step Index dan dibuat dari bahan silica glass.
•
Harganya lebih mahal dari serat optik Multimode Step Index karena proses pembuatannya lebih sulit.
3. Single mode Step Index Pada jenis single mode step index. Baik core maupun claddingnya dibuat dari bahan silica glass. Ukuran core yang jauh lebih kecil dari cladding dibuat demikian agar rugi-rugi transmisi berkurang akibat fading [1]. Seperti ditunjukan Gambar 2.4 [2].
Gambar 2.4 Perambatan Gelombang pada Single mode Step Index
Universitas Sumatera Utara
Singlemode Step Index mempunyai karakteristik sebagai berikut : •
Serat optik Singlemode Step Index memiliki diameter core yang sangat kecil dibandingkan ukuran claddingnya.
•
Ukuran diameter core antara 2 µm – 10µm.
•
Cahaya hanya merambat dalam satu mode saja yaitu sejajar dengan sumbu serat optik.
2.5
•
Memiliki redaman yang sangat kecil.
•
Memiliki bandwidth yang lebar.
•
Digunakan untuk transmisi data dengan bit rate tinggi.
•
Dapat digunakan untuk transmisi jarak dekat, menengah dan jauh.
Prinsip Kerja Transmisi Serat Optik Berlainan
dengan
telekomunikasi
yang
mempergunakan
gelombang
elektromagnet maka pada serat optik gelombang cahayalah yang bertugas membawa sinyal informasi [1]. Pertama-tama microphone merubah sinyal suara menjadi sinyal listrik. Kemudian sinyal listrik ini dibawa oleh gelombang pembawa cahaya melalui serat optik dari pengirim (transmitter) menuju alat penerima (receiver) yang terletak pada ujung lainnya dari serat. Modulasi gelombang cahaya ini dapat dilakukan dengan merubah sinyal listrik termodulasi menjadi gelombang cahaya pada transmitter dan kemudian merubahnya kembali menjadi sinyal listrik pada receiver. Pada receiver sinyal listrik dapat dirubah kembali menjadi gelombang suara.
Universitas Sumatera Utara
Tugas untuk merubah sinyal listrik ke gelombang cahaya atau kebalikannya dapat dilakukan oleh komponen elektronik yang dikenal dengan nama komponen optoelectronic pada setiap ujung serat optik. Dalam perjalanannya dari transmitter menuju ke receiver akan terjadi redaman cahaya di sepanjang kabel serat optik dan konektor-konektornya (sambungan). Karena itu bila jarak ini terlalu jauh akan diperlukan sebuah atau beberapa repeater yang bertugas untuk memperkuat gelombang cahaya yang telah mengalami redaman.
2.6
Keuntungan dan Kerugian Serat Optik Adapun keuntungan dari kabel serat optik, yaitu:
1. Mempunyai lebar pita frekuensi (bandwith yang lebar). Frekuensi pembawa optik bekerja pada daerah frekuensi yang tinggi yaitu sekitar 10^13 Hz sampai dengan 10^16 Hz, sehingga informasi yang dibawa akan menjadi banyak. 2. Redaman sangat rendah dibandingkan dengan kabel yang terbuat dari tembaga, terutama pada frekuensi yang mempunyai panjang gelombang sekitar 1300 nm yaitu 0,2 dB/km. 3. Kebal terhadap gangguan gelombang elektromagnet. Fiber optik terbuat dari kaca atau plastik yang merupakan isolator, berarti bebas dari interferensi medan magnet, frekuensi radio dan gangguan listrik. 4. Dapat menyalurkan informasi digital dengan kecepatan tinggi. Kemampuan fiber optik dalam menyalurkan sinyal frekuensi tinggi, sangat cocok untuk pengiriman
Universitas Sumatera Utara
sinyal digital pada sistem multipleks digital dengan kecepatan beberapa Mbit/s hingga Gbit/s. 5. Ukuran dan berat fiber optik kecil dan ringan. Diameter inti fiber optik berukuruan micro sehingga pemakaian ruangan lebih ekonomis. 6. Tidak mengalirkan arus listrik Terbuat dari kaca atau plastik sehingga tidak dapat dialiri arus listrik (terhindar dari terjadinya hubungan pendek) 7. Sistem dapat diandalkan (20 – 30 tahun) dan mudah pemeliharaannya.
Adapun kerugian yang terdapat pada kabel serat optik, yaitu: 1. Konstruksi fiber optik lemah sehingga dalam pemakaiannya diperlukan lapisan penguat sebagai proteksi. 2. Karakteristik transmisi dapat berubah bila terjadi tekanan dari luar yang berlebihan 3. Tidak dapat dialiri arus listrik, sehingga tidak dapat memberikan catuan pada pemasangan repeater.
2.7
Wavelength Division Multiplexing Teknologi WDM ( Wavelength Division Multiplexing ) yang merupakan cikal
bakal lahirnya DWDM ( Dense Wavelength Division Multiplexing ) berkembang dari keterbatasan yang ada pada sistem serat optik, dimana pertumbuhan trafik pada sejumlah jaringan backbone mengalami percepatan yang tinggi, sehingga kapasitas
Universitas Sumatera Utara
jaringan tersebut terpenuhi dengan cepatnya. Hal ini menjadi dasar pemikiran untuk memanfaatkan jaringan yang ada dibandingkan membangun jaringan baru. Teknologi WDM pada dasarnya adalah teknologi transportasi untuk menyalurkan berbagai jenis trafik (data, suara, dan video) secara transparan, dengan menggunakan panjang gelombang ( λ ) yang berbeda-beda dalam suatu fiber tunggal secara bersamaan. Implementasi WDM dapat diterapkan baik pada jaringan long haul (jarak jauh) maupun untuk aplikasi short haul (jarak dekat)[3]. Pada Gambar 2.5 ditunjukkan sebuah contoh sistem WDM. Delapan sinyal optik dengan panjang gelombang yang berbeda – beda yang berasal dari kanal-kanal transmisi langsung dimultipleksing. Sinyal – sinyal tersebut dibawa keluar dari multiplekser pada sebuah fiber tunggal. Di tengah pentransmisian terjadi sebuah adddrop multiplekser yang meruting 1 panjang gelombang λ 4 ke titik tujuan dan ditranmisikan kembali oleh transmitter lain pada panjang gelombang yang sama[4].
Gambar 2.5 Sistem Wavelength Division Multiplexing
Universitas Sumatera Utara
Pada sisi kanan terdapat 8 sinyal yang dipisahkan dalam sebuah demultiplekser dan dirutekan ke setiap penerima masing – masing. Receiver bersifat color-blind dalam merespon secara sama untuk semua panjang gelombang. Receiver dapat mendeteksi semua panjang gelombang yang masuk. Ini artinya, bahwa sinyal – sinyal tersebut harus benar – benar terpisah pada bagian multiplekser, karena jika terjadi perbedaan panjang gelombang antar 2 atau lebih yang masuk, maka pada keluaran receiver akan dianggap sebagai sebuah noise. Sebagai contoh, jika λ5 masuk pada receiver 6, maka receiver secara bersamaan akan memasukkan λ5 pada kanal 6 sebagai λ6 . Ini menyebabkan terjadinya interferensi dengan sinyal λ6 yang asli[4]. Add - drop multiplekser ialah sebuah multiplekser yang berfungsi untuk mengeluarkan 1 atau lebih panjang gelombang dari gabungan transmisi sinyal optik. Add – drop multiplekser dapat melakukan drop ke suatu lokasi tujuan. Ia juga dapat melakukan add sinyal tersebut, sehingga dapat ditransmisikan kembali pada mid point station. Pada Gambar 2.5 dapat kita lihat penambahan sinyal λ 4 setelah sinyal tersebut di-drop terlebih dahulu[4].
2.7.1 Perutean Panjang Gelombang Fungsi lain dari sebuah demultiplekser ialah sebagai pengorganisir gelombang cahaya. Demultiplekser optik melakukan perutean gelombang cahaya dari panjang gelombang yang berbeda – beda ke dalam setiap receiver tujuan masing– masing[4].
Universitas Sumatera Utara
Perutean gelombang cahaya ini dapat kita lihat pada Gambar 2.5, yaitu terdapat 1 – 8 gelombang cahaya menuju 1 – 8 kanal receiver masing – masing. Receiver tersebut dapat berupa titik optic connection maupun cable connection[4].
2.7.2 Teknologi WDM Interference filter dan teknologi lainnya dapat digunakan untuk memisahkan dan menggabungkan panjang gelombang dalam system WDM. Beberapa pendekatan sedang dilakukan untuk aplikasi WDM saat ini. Beberapa teknologi WDM muncul dengan keuntungan tersendiri, namun masih belum dipublikasikan. Walaupun teknologi tersebut bekerja dengan cara yang berbeda, namun pada proses multipleksing dan demultipleksing hasilnya cukup baik[4].
A. Add – Drop Multiplekser Sebuah demultiplekser secara penuh melakukan pemisahan terhadap panjang gelombang ke dalam kanal fiber keluaran, tetapi perkembangan selanjutnya tentu kita ingin membagi hanya 1 atau 2 gelombang cahaya dari gabungan transmisi gelombang[4]. Cahaya yang ditransmisikan akan diteruskan menuju lokasi tujuan yang diinginkan. Tugas inilah yang dilakukan oleh sebuah add – drop multiplekser, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5[4].
Universitas Sumatera Utara
B. Interference Filter pada WDM Penggunaan interference filter pada WDM membutuhkan cahaya input yang kemudian akan diteruskan ke dalam filter. Sebuah lensa memfokuskan cahaya yang berasal dari input dan kemudian meneruskan ke satu atau banyak filter. Beberapa interference filter dapat membagi sebanyak 6 gelombang seri seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 dibawah ini[4].
Gambar 2.6 Interference Filter pada WDM Filter Pertama mentransmisikan gelombang λ1 dan memantulkan gelombang lainnya. Sisa gelombang tersebut dilewatkan pada filter kedua, dimana gelombang
λ 2 ditransmisikan dan memantulkan 4 gelombang lainnya. Pada paparan ini dapat kita lihat bahwa, kita membutuhkan sebanyak n – 1 filter untuk menangani n kanal optik[4].
Universitas Sumatera Utara
Konsep interference filter ialah simple and straight forward, namun filter ini tidak sempurna. Meskipun memantulkan gelombang, secara virtual terjadi tabrakan cahaya antar gelombang. Beberapa gelombang dapat hilang. Jika kita bekerja pada jumlah kanal 16, maka akan menghasilkan rugi – rugi yang lebih besar dibandingkan untuk 8 kanal transmisi[4]. Untuk mengurangi rugi – rugi tersebut, maka sinyal optik ini dibagi ke dalam beberapa grup, yang kemudian akan dibagi lagi secara individu. Gambar 2.7 [4] menunjukkan sebuah pembangunan sistem dengan menggunakan high pass filter dan low pass filter. Pada Gambar 2.7 tersebut pertama – tama cahaya masukkan dilewatkan ke sebuah high pass filter dan memantulkan gelombang cahaya lain yang lebih rendah dari λ 7 . Gelombang yang terpendek tadi akan diteruskan ke sebuah low pass filter dan memantulkan cahaya yang lebih panjang dari λ9 . λ1 - λ8 akan diteruskan ke sebuah demultiplekser 8 kanal[4].
Gambar 2.7 Demultiplekser 40 Kanal dengan Pemisahan ke Dalam Blok – Blok Kanal
Universitas Sumatera Utara
Panjang gelombang λ17 - λ 40 diteruskan ke low pass filter dan memantulkan gelombang cahaya yang lebih besar dari λ 24 . Kanal λ17 - λ 24 langsung diteruskan ke demultiplekser 8 kanal[4]. Sistem WDM dibagi menjadi 2 segmen : DWDM ( Dense Wavelength Division Multiplexing ) dan CWDM ( Coarse Wavelength Division Multiplexing). Teknologi CWDM dan DWDM didasarkan pada konsep yang sama yaitu menggunakan beberapa panjang gelombang cahaya pada sebuah serat optik, tetapi kedua teknologi tersebut berbeda pada jarak antar pajang gelombang, jumlah kanal, dan kemampuan untuk memperkuat sinyal pada medium optik[3].
2.7.3 Sistem DWDM DWDM merupakan suatu teknik transmisi yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang yang berbeda-beda sebagai kanal-kanal informasi, sehingga setelah dilakukan proses memultipleksi seluruh panjang gelombang tersebut dapat ditransmisikan melalui sebuah serat optik. Teknologi DWDM adalah teknologi dengan memanfaatkan sistem SDH (Synchoronous Digital Hierarchy) yang sudah ada dengan memultiplekskan sumbersumber sinyal yang ada. Menurut definisinya, teknologi DWDM dinyatakan sebagai suatu teknologi jaringan transportasi yang memiliki kemampuan untuk membawa sejumlah panjang gelombang (4, 8, 16, 32, dan seterusnya) dalam satu fiber tunggal. Artinya, apabila dalam satu fiber itu dipakai empat gelombang, maka kecepatan transmisinya menjadi 4x10 Gbs (kecepatan awal dengan menggunakan teknologi SDH)[3].
Universitas Sumatera Utara
Jenis filter yang umum dipergunakan di dalam sistem DWDM ini antara lain Fiber Bragg Gratings (FBG) dan Array Waveguide Filters (AWG). Komponen berikutnya adalah serat optik dengan dispersi yang rendah, dimana karakteristik demikian sangat diperlukan mengingat dispersi secara langsung berkaitan dengan kapasitas transmisi suatu sistem. Sementara penguat optik yang banyak dipergunakan untuk aplikasi tersebut adalah EDFA. Berikut ini adalah Gambar 2.8 [5] tentang konsep star coupler.
Gambar 2.8 Star coupler. Peralatan WDM ada yang bersifat pasif dan ada yang bersifat aktif. Peralatan aktif yaitu filter, penguat dan sumber cahaya. Diantaranya peralatan WDM juga dapat berfungsi sebagai pembagi ( splitting ) dan penggabung (combining ) sinar optik. Pada dasarnya, sebagian besar peralatan WDM pasif seperti coupler, star coupler, dan lainnya adalah merupakan konsep star coupler yang dapat melakukan penggabungan dan pembagi cahaya. Pada Gambar 2.8 menunjukkan star coupler secara umum. Dalam aplikasi yang lebih luas star coupler dapat menggabungkan pancaran cahaya dari dua atau lebih masukan serat dan membaginya ke dalam bermacam – macam keluaran serat. Pada umumnya pembagian dikerjakan secara sama pada semua panjang gelombang, maka tiap – tiap N keluaran akan menerima 1/N daya masukan. Daya optik dari satu N port masukkan dibagi secara sama ke dalam N port keluaran [5]
Universitas Sumatera Utara
A. Prinsip Kerja DWDM Pada dasarnya, teknologi WDM (awal adanya teknologi DWDM) memiliki prinsip kerja yang sama dengan media transmisi yang lain dalam mengirimkan informasi dari suatu tempat ke tempat yang lain. Namun dalam teknologi ini pada suatu kabel atau serat optik dapat dilakukan pengiriman banyak informasi secara bersamaan melalui kanal yang berbeda. Setiap kanal ini dibedakan dengan menggunakan prinsip perbedaan panjang gelombang (wavelength) yang dikirimkan oleh sumber informasi. Sinyal informasi yang dikirimkan awalnya diubah menjadi panjang gelombang yang sesuai dengan panjang gelombang yang tersedia pada kabel serat optik kemudian dimultipleksikan pada satu fiber. Dengan teknologi DWDM ini, pada satu serat optik dapat tersedia beberapa panjang gelombang yang berbeda sebagai media transmisi yang biasa disebut dengan kanal[3].
B. Komponen penting pada DWDM Pada teknologi DWDM terdapat beberapa komponen utama yang harus ada untuk mengoperasikan DWDM dan agar sesuai dengan standar kanal ITU, sehingga teknologi ini dapat diaplikasikan pada beberapa jaringan optik seperti SONET dan yang lainnya. Komponen-komponennya adalah sebagai berikut[3]: 1. Transmitter yaitu komponen yang mengirimkan sinyal informasi dengan dimultipleksikan pada sistem DWDM. Sinyal dari transmitter ini akan dimultipleks untuk dapat ditansmisikan. 2. Receiver yaitu komponen yang menerima sinyal informasi dari demultiplekser untuk dapat dipisah berdasarkan informasi originalnya.
Universitas Sumatera Utara
3. DWDM terminal multiplekser. Terminal Mux sebenarnya terdiri dari transponder converting wavelength untuk setiap sinyal panjang gelombang tertentu yang akan dibawa. Transponder converting wavelength menerima sinyal input optik (sebagai contoh dari sistem SONET atau yang lainnya), mengubah sinyal tersebut menjadi sinyal optik dan mengirimkan kembali sinyal tersebut menggunakan pita laser 1550 nm. Terminal Mux juga terdiri dari multiplekser optic yang mengubah sinyal 1550 nm dan menempatkannya pada suatu fiber SMF( Single Mode Fibre) -28. 4. Intermediate optical terminal (amplifier). Komponen ini merupakan perangkat penguat jarak jauh yang menguatkan sinyal dengan banyak panjang gelombang yang dikirim sampai sejauh 140 km atau lebih. Diagnostic optical dan telemetry dimasukkan di sekitar daerah amplifier ini untuk mendeteksi adanya kerusakan dan pelemahan pada serat. Pada proses pengiriman sinyal informasi pasti terdapat atenuasi dan dispersi pada sinyal informasi yang dapat melemahkan sinyal. Oleh karena itu harus dikuatkan. Sistem yang biasa dipakai pada fiber amplifier ini adalah sistem EDFA (Erbium Doped Fiber Amplifier ), namun karena bandwidth dari EDFA ini sangat kecil yaitu 30 nm (1530 nm-1560 nm) dan minimum atenuasi terletak pada 1500 nm sampai 1600 nm. Kemudian digunakan DBFA (Dual Band Fiber Amplifier) dengan bandwidth 1528 nm hingga 1610 nm. Kedua jenis penguat ini termasuk jenis EBFA (Extended Band Filter Amplifier) dengan penguatan yang tinggi[6], saturasi yang lambat dan noise yang rendah. Teknologi amplifier optik yang lain adalah sistem Raman Amplifier yang merupakan pengembangan dari sistem EDFA.
Universitas Sumatera Utara
5. DWDM terminal Demux. Terminal ini mengubah sinyal dengan banyak panjang gelombang menjadi sinyal dengan hanya 1 panjang gelombang dan mengeluarkannya ke dalam beberapa fiber yang berbeda untuk masing-masing client untuk dideteksi. Sebenarnya demultiplexing ini bertindak pasif, kecuali untuk beberapa telemetry seperti sistem yang dapat menerima sinyal 1550 nm. Teknologi terkini dari demultiplekser ini yaitu terdapat couplers (penggabung dan pemisah power wavelength) berupa Fiber Bragg Grating. Berikut ini adalah Gambar 2.9 [3] Menunjukkan Fiber Bragg Gratings.
Gambar 2.9 Fiber Bragg Gratings. Fiber bragg gratings ( FBG ) dapat dikelompokkan ke dalam interference filter, tetapi ia memiliki perbedaan fungsi yang signifikan. Secara umum FBG memantulkan sebuah gelombang yang dipilih dan melewatkan gelombang yang lainnya. Jika pada interference filter, ia melewatkan gelombang yang dipilih dan memantulkan gelombang lainnya[4]. Fiber bragg gratings juga merupakan sebuah serat optik yang dicampurkan kisi – kisi ke dalamnya. Sebagai fiber, bragg gratings sangat mudah untuk digabungkan dengan serat optik lainnya. Pada Gambar 2.9 [3] dan 2.10 [4] dapat kita
Universitas Sumatera Utara
lihat funsi dan penggunaan optical circulator dalam diantara input , FBG dan port reflected ( output ). Terdapat 3 port yang mengizinkan pentransmisian cahaya dari port 1 ke port 2, dan dari port 2 ke port 3. Ini artinya bahwa, ada cahaya yang dipantulkan dari FBG namun tidak dapat kembali ke port 1 melainkan menuju port 3. Berikut ini adalah Gambar 2.10 yang menunjukkan proses pemantulan dan pentransmisian pada FBG denga bantuan optical ciculator[4].
Gambar 2.10 Optical circulator dan FBG. Pada Gambar 2.10 [4] pantulan gelombang cahaya λ8 yang berasal dari FBG kemudian diteruskan pada port 3. Untuk gelombang λ1 - λ 7 akan dilewatkan oleh FBG. Jika terdapat banyak port, maka optical circulator harus menjaga agar pentransmisian cahaya hanya satu jalur lintasan[4].
Universitas Sumatera Utara
6. Optikal supervisory channel( OSC ). Ini merupakan tambahan panjang gelombang yang selalu ada di antara 1310 nm-1510 nm. OSC membawa informasi optik multi wavelength sama halnya dengan kondisi jarak jauh pada terminal optik atau daerah EDFA[3].
C. Pemantulan dan Pentransmisian pada FBG Panjang gelombang memiliki peran yang penting dalam pentransmisian cahaya melalui serat optik. Masing - masing jalur memantulkan beberapa cahaya dari sekumpulan gelombang cahaya. Jika panjang gelombang adalah 2 kali spasi kisi pada serat, maka cahaya tersebut akan sefasa dan terjadi interfereni yang saling membangun. Panjang gelombang yang dipilih harus 2 kali spasi kisi dalam FBG, karena gelombang cahaya yang memasuki daerah tersebut akan mengalami 2 kali proses, yaitu saat memasuki FBG dan ketika mengalami pemantulan kembali. Berikut ini adalah Gambar 2.11 [4] yang menunjukkan proses pemantulan dan pentranmisian gelombang cahaya pada FBG[4].
Gambar 2.11 Proses Pemantulan dan Pentransmisian gelombang Cahaya Pada FBG.
Universitas Sumatera Utara
Cahaya yang melewati kisi dapat dihitung jika kita memasukkan indeks refraktif ke dalam Persamaan 2.1. Jika D adalah spasi kisi, n adalah indeks refraktif pada kaca, maka panjang gelombang yang terpantulkan adalah[4] :
λ gratings = 2nD…………….…………….…………………………….……(2.1) Sebagai contoh, jika spasi kisi adalah 0,5 µm dan indeks refraktif sebesar 1,47, maka panjang gelombang yang terpantulkan sebesar 1,47 µm . Kita dapat menghitung panjang gelombang pantulan terhadap pengaruh spasi kisinya secara tepat. Dengan catatan kita harus mengetahui secara pasti nilai dari indeks refraktif dan spasi kanalnya[4].
2.7.4
Channel Spacing Channel spacing menentukan sistem performansi dari DWDM. Standar
channel spacing dari ITU adalah 50 GHz sampai 500 GHz (100 GHz akhir-akhir ini sering digunakan)[6]. Spacing (jarak) ini membuat kanal dapat dipakai dengan memperhatikan batasan-batasan fiber amplifier. Channel spacing bergantung pada sistem komponen yang dipakai. Channel spacing merupakan sistem frekuensi minimum yang memisahkan 2 sinyal yang dimultipleksikan. Atau biasa disebut sebagai perbedaan panjang gelombang diantara 2 sinyal yang ditransmisikan. Optical Amplifier dan kemampuan penerima untuk membedakan sinyal menjadi penentu dari spacing pada 2 gelombang yang berdekatan.
Universitas Sumatera Utara
Pada perkembangan selanjutnya sistem DWDM berusaha untuk menambah kanal yang sebanyak-banyaknya untuk memenuhi kebutuhan lalu lintas data informasi. Salah satunya adalah dengan memperkecil channel spacing tanpa adanya suatu interferensi dari pada sinyal pada satu fiber optik tersebut. Dengan demikian, hal ini sangat bergantung pada sistem komponen yang digunakan. Salah satu contohnya adalah pada demultiplekser DWDM yang harus memenuhi beberapa kriterja di antaranya adalah bahwa Demux harus stabil pada setiap waktu dan pada berbagai suhu, harus memiliki penguatan yang relatif besar pada suatu daerah frekuensi tertentu dan dapat tetap memisahkan sinyal informasi, sehingga tidak terjadi interferensi antar sinyal. Sistem yang sebelumnya sudah dijelaskan yaitu FBG (Fiber Bragg Grating) mampu memberikan spacing channel tertentu seperti pada Gambar 2.12 [6].
Gambar 2.12 Channel Spacing DWDM Fiber Bragg Grating.
Universitas Sumatera Utara
2.7.5 Sistem CWDM Konsep
Coarse
Wavelength
Division
Multiplexing
(CDWM)
ialah
memanfaatkan kanal spasi yang tetap untuk dapat meningkatkan band frekuensinya. Tujuan utama teknologi ini adalah menekan biaya investasi dan biaya operasi teknologi DWDM terutama untuk area metro[3]. DWDM memang berimbas pada biaya. Dengan pertimbangan utama tingginya biaya dan diikuti oleh alasan kebutuhan variasi layanan dan kebutuhan jarak tempuh yang pendek (terkait pada kebutuhan sumber laser) membuat implementasi DWDM membutuhkan biaya yang mahal. Solusi untuk permasalahan ini adalah konsep Coarse Wavelength Division Multiplexing (CDWM)[3].
A. Prinsip CWDM Prinsip kerja dasar dari CDWM adalah sama dengan prinsip kerja umum teknologi DWDM yaitu mentransmisikan kombinasi sejumlah panjang gelombang yang berbeda dengan menggunakan perangkat multipleks panjang gelombang optik dalam satu fiber. Pada sisi penerima terjadi proses kebalikannya, dimana panjang gelombang tersebut dikembalikan ke sinyal asalnya[3].
B. Perbedaan Antara CWDM dan DWDM Perbedaan yang paling mendasar antara CWDM dan DWDM terletak pada jarak antar kanal dan area operasi panjang gelombangnya (band frekuensi). CWDM memanfaatkan jarak antar kanal 0.2 nm yang lebih memberi ruang kepada sistem untuk toleran terhadap dispersi. Hal ini berkaitan langsung dengan teknologi
Universitas Sumatera Utara
perangkat multipleks ( terutama laser dan filter ) yang akan diimplementasikan dalam sistem, dimana untuk jarak antar kanal yang semakin presisi (DWDM = 0,2 nm s/d 1,2 nm) laser dan filter yang digunakan akan semakin mahal[3].
Tabel 2.1 Perbedaan Antara CWDM dan DWDM[3]. No
Parameter
CWDM
DWDM
1
Channel Spacing
0,2 nm
0,2 s.d 1,2 nm
2
Band Frekuensi
1290 s.d 1610 nm
1470 s.d 1610 nm
3
Type Fibre Optimal
ITU – T G.652, G.653,
ITU – T G.655
G.655 4
Aplikasi
Point to point, chain, ring, mesh
5
Area implementasi
Point to point, chain, ring mesh
Metro
Jarak jauh
optimal 6
Ukuran perangkat
Lebih kecil
Lebih besar
7
OLA ( Regenerator )
Tidak ada
Ada
8
Power Consumption
Lebih rendah ( 15 % )
Lebih Tinggi
9
Laser Device
Lebih murah
Lebih mahal
10
Filter
Lebih sedikit
Lebih banyak
Jarak antar kanal merupakan jarak antara dua panjang gelombang yang dialokasikan sebagai referensi. Semakin sempit jarak antar kanal, maka akan semakin besar jumlah panjang gelombang yang dapat ditampung. Jarak antar kanal yang paling umum digunakan oleh para pengguna DWDM saat ini adalah: 0,2 nm s/d 1,2 nm, sedangkan untuk CWDM tetap 0.2 nm. Deskripsi jarak antar kanal adalah seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.13 [3] dan Gambar 2.14[3].
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.13 Jarak Antar Kanal Pada DWDM.
Gambar 2.14 Jarak Antar Kanal pada CWDM.
Pada DWDM dibutuhkan laser transmiter yang lebih stabil dan presisi daripada yang dibutuhkan pada CWDM. Artinya, DWDM menempati level teknologi yang lebih tinggi dari CWDM. Pada sistem DWDM laser yang digunakan adalah sistem DFB yang menggunakan teknologi tinggi dengan toleransi panjang gelombang sekitar 0,1 nm (presisi dan sangat sempit) dan mengakibatkan temperatur tinggi, sehingga membutuhan sistem pendingin. Sedangkan pada sistem CWDM sekitar ( 2-3 ) nm tanpa sistem pendingin dan membutuhkan konsumsi daya yang lebih kecil (hanya sekitar 15% dibanding DWDM). Demikian pula terjadi pada sistem filter diantara keduanya. Tentunya hal ini menimbulkan perbedaan biaya yang sangat signifikan[3].
Universitas Sumatera Utara
2.7.6
WDM Sebagai Sistem Cross – Connect Switching WDM
tidak
hanya
dapat
melakukan
proses
multipleksing
dan
demultipleksing yang baik, tetapi WDM juga dapat melakukan optical cross – connect switching. Gambar 2.15 [4] menunjukkan proses optical cross – connect switching. Sinyal dilewatkan pada N input ke M output yang mungkin. Proses switching ini disebut sebagai cross – connect atau switching fabrics. Sistem cross – connect ini mempunyai fungsi yang sama pada switching operator telepon. Optical cross – connect merupakan sistem baru dalam dunia telekomunikasi. Ia dapat melakukan transfer sinyal optik secara bersamaan dengan kecepatan tinggi pada input dan output-nya. Sistem ini hanya dapat mengatasi untuk jumlah switching yang terbatas yaitu 8 x 8 dengan 8 input dan 8 output. Sistem cross – connect ini dalam pengembangannya sudah mampu melakukan switching dengan kapasitas 1000 input dan output, namun belum dipublikasikan dan masih dilakukan di laboratorium serta lembaga penelitian komersial. Berikut ini adalah Gambar 2.15 yang menunjukkan sistem optical cross – connect.
Gambar 2.15 Optical Cross – Connect
Universitas Sumatera Utara