BAB II LANDASAN TEORI A. Manajemen Laba 1. Pengertian Manajemen Laba Salah satu ukuran kinerja perusahaan yang sering digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan bisnis adalah laba yang dihasilkan perusahaan. Informasi laba sebagaiman dinyatakan dalam Statement of Financial Accounting (SFAC). Menurut rachmawati (2008), manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri. Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keungan, manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan menggangu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa. Manajemen laba diartikan sebagai suatu proses yang dilakuka dengan sengaja, dalam batasan General Accepted Accounting Principles (GAAP). Sedangkan menurut sulistyanto (2008), manajemen laba merupakan upaya manajer perusahaan untuk mempengaruhi informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Manajemen
laba
(earnings
magement)
dilakukan
dengan
mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keungan, sebab
8
9
akrual merupakan komponen yang mudah untuk dipermainkan sesuai dengan keinginan orang yang melakukan pencatatan transaksi dan menyusun laporan keuangan. Alasannya, komponen akrual merupakan komponen yang yang tidak memerlukan bikti kas secara fisik sehingga upaya mempermainkan besar kecilnya komponen akrual tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau dikeluarkan perusaahaan (Sulistyanto, 2008) Menurut Wulandari dan Purwaningsih (2007), menyatakan bahwa manajemen laba merupakan intervensi manajamen dalam proses penyusunan laporan keuangan eksternal sehingga dapat menaikkan atau menurunkan laba akuntansi untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Pada dasarnya pihak manajemen melakukan manajemn laba didorong oleh adanya : a) Kelemahan yang melekat (inheren) dalam akuntansi sendiri Fleksibilitas dalam menghitung angka laba disebabkan oleh metode yang memberikan peluang bagi para manajemen untuk mencatat suatu fakta dengan cara tertentu dengan cara berbeda. Contohnya dalam metode penilitian persediaan manajemen bias memilih metode Last In First Out (LIFO). First In First Out (FIFO), atau metode rata-rata. Kedua, metode akuntansi dapat memberikan peluang bagi manajemen untuk melibatkan subjektifitas dalam melakukan estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tidak berwujud.
10
b) Asimetri informasi antara manajer dengan pihak luar Faktor informasi juga menyebabkan timbulnya manajemen laba. Manajer memiliki informasi yang lebih dibanding oleh pihak eksternal seperti investor dan kreditur. Asimetri informasi terjadi ketika manajer memiliki informasi internal perusahaan relative lebih cepat dan lebih akurat dibanding pihak eksternal. Dalam kondisi demikian, manajer dapat menggunakan informasi yang diketahuinya untuk manipulasi pelaporan keuangan dalam usaha memaksimalkan kemakmurannya. Pada saat itulah terjadi manajemen laba. 2. Bentuk-bentuk Manajemen Laba Menurut suryani (2010), pola manajemen laba dapat dilakukan dengan cara : a) Taking a Bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba dimasa dating. b) Income minimization Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat laba yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.
11
c) Income Maximization Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang. d) Income Smoothing Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
3. Motivasi Manajemen Laba Kebijakan akuntansi yang memberi kebebasan kepada manajemen dalam memilih dan menetapkan metode-metode akuntansi menjadi dasar utama untuk melakukan manajemen laba. Ada beberapa motivasi yang mendorong melakukan manajemen laba. Scott (2000) dalam Riduwan (2011:6), menyebutkan berbagai motivasi mengapa perusahaan, dalam hal ini manajer, melakukan manajemen laba, yaitu:
12
Manajemen laba didorong oleh beberapa motivasi. Scott (2000) dalam Riduwan (2011:6) berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang dapat memotivasi manajer melakukan manajemen laba, yaitu: 1. Bonus Purposes (Rencana Bonus) Para manajer yang berkerja pada perusahaan yang menerapkan rencana bonus akan berusaha mengatur laba yang dilaporkannya dengan tujuan dapat memaksimalkan jumlah bonus yang akan diterimanya. 2. Debt Convenant (Kontrak Utang Jangka Panjang) Menyatakan bahwa semakain dekat suatu perusahaan kepada waktu pelanggaran perjanjian utang maka para manajer akan cenderung untuk memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan dengan harapan dapat mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami pelanggaran kontrak utang. 3. Political Motivation (Motivasi Politik) Menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan dengan skala besar dan industry strategis cenderung untuk menurunkan laba terutama pada saat periode kemakmuran yang tinggi. Upaya ini dilakukan dengan harapan memperoleh kemudahan serta fasilitas dari pemerintah. 4. Taxation Motivation (Motivasi Perpajakan)
13
Menyatakan bahwa perpajakan merupakan salah satu motivasi mengapa perusahaan mengurangi laba yang dilaporkanya. Tujuannya adalah dapat meminimalkan jumlah pajak yang harus dibayar. 5. Pergantian CEO (Chief Executive Officer) Biasanya CEO yang mendekati masa pensiun atau masa kontraknya menjelang berkahir akan melakukan strategi memaksimalkan jumlah pelaporan laba guna meningkatkan jumlah bonus yang akan mereka terima. Hal yang sama akan dilakukan oleh manajer dengan kinerja yang buruk. Tujuannya adalah menghindarkan diri dari pemecatan sehingga mereka cenderung untuk menaikkan jumlah laba yang dilaporkan. 6. Initial Public Offering (Penawaran Saham Perdana) Menyatakan bahwa pada awal perusahaan menjual sahamnya kepada publik, informasi keuangan yang akan dipublikasikan dalam prospektus merupakan sumber informasi yang sangat penting. Informasi ini penting karena dapat dimanfaatkan sebagai sinyal kepada investor potensial terkait dengan nilai perusahaan. Guna mempengaruhi keputuan yang dibuat oleh para investor maka manajeer akan berusaha untuk menaikkan jumlah laba yang dilaporkan.
B. Laba 1. Pengertian Laba
14
Secara umum laba memiliki pengertian selisih lebih pendapatan diatas biaya- biayanya dalam jangka waktu (periode) tertentu . Laba sering digunakan sebagai suatu dasar untuk pengenaan pajak, kebijakan pembayaran deviden, pedoman investasi serta pengambilan keputusan, dan unsur prediksi. Pengertian laba yang dianut oleh struktur akuntansi sekarang ini adalah laba akuntansi yang merupakan selisih pengukuran pendapatan dan biaya. Besar kecilnya laba sebagai pengukur kenaikan aktiva sangat tergantung pada ketetapan pengukuran pendapatan dan biaya.
Pengertian laba yang dianut oleh struktur akuntansi
sekarang ini adalah Laba akuntansi yang merupakan selisih pengukuran pendapatan dan biaya. Besar kecilnya laba sebagai kenaikan aktiva sangat bergantung pada ketepatan pengukuran pendapatan dan biaya. Jadi dalam hal ini laba hanya merupakan angka artikulasi dan tidak didefinisikan sendiri secara konomik seperti halnya aktiva atau hutang. Fisher dan Bedford (yang dikutip oleh Ghozali dan Chairi, 2007) menyatakan bahwa pada dasarnya ada tiga konsep laba yang umum dibicarakan dan digunakan dalam ekonomi. Ketiga Konsep tersebut semuanya penting, meskipun pengukuran terhadap psychic income sulit untuk dilakukan. Ketiga Konsep tersebut adalah : 1) Psychis Income, yang menunjukan konsumsi barang/ jasa yang dapat memenuhi kepuasan dan keinginan individu.
15
2) Real Income, yang menunjukan kenaikan dalam kemakmuran ekonomi yang ditunjukan oleh kanaikan cost of living. 3) Money Income, yang menunjukan kenaikan nilai sumber-sumber ekonomi yang digunakan konsumsi yang sesuai dengan biaya hidup (cost of living).
Disisi lain, akuntan mendefinisikan lain laba dari sudut pandang perusahaan sebagai satu kesatuan. Laba akuntansi sebagai (anccounting income) secara operasional didefinisikan sebagai perbedaan pendapat yang direalisasikan dari transaksi yang terjadi selama satu periode dengan biaya yang berkaitan dengan pendapat tersebut. Belkaoi (2000) menyatakan bahwa laba akuntansi memiliki lima karakteristik sebagai berikut : a. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual terutama yang berasal dari penjualan barang dan jasa. b. Laba akuntansi didasarkan pada postulat periodisasi dan mengacu pada kinerja perusahaan selama satu periode tertentu. c. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan pemahaman
khusus
tentang
definisi
pengukuran
dan
pengakuan
pendapatan. d. Laba akuntansi memerlukan pengukuran tentang biaya (expense) dalam bentuk cost histories.
16
e. Laba akuntansi menghendaki adanya penandingan (macting) antara pendapatan dengan biaya yang relevan dan berkaitan dengan pendapatan tersebut. paling spesifik untuk mencakup : 1) Penggunaan laba digunakan sebagai pengukuran efisieris untnsi management . 2) Penggunaan angka laba historis untuk membantu meramalkan arah masa depan dari perusahaan atau pembagian deviden masa depan. 3) Pengguna laba sabagai pengukuran pencapai dan sebagai pedoman untuk keputusan managerial di masa depan. Informasi tentang laba perusahaan dapat digunakan : a. Segagai indikator efesiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan. b. Yang diwujudkan dalam tingkat kembalian (rate of return on invested capital). c. Sebagai pengukur prestasi manajemen. d. Sebagai dasar penentuan besarnya pengenaan pajak. e. Sebagai alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomi suatu Negara. f. Sebagai dasar kompensasi dan pembagian bonus. g. Sebagai alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan. h. Sebagai dasar untuk kenaikan kemakmuran. i. Sebagai dasar pembagian deviden.
17
C. Perataan Laba (Income Smoothing) 1. Pengertian Perataan Laba Prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (PSAK), memeberikan kebebasan kepada pembuat laporan keuangan untuk memilih metode maupun kebijakan akuntansi yang dianggap paling sesuai dan diterapkan oleh perusahaan secara konsisten dalam laporan keuangan. Misalnya, pemilihan metode depresiasi, metode penilaian persediaan dan lain sebagainya. Fleksibibilitas tersebut adakalanya dimanfaatkan oleh manajemen untuk melakukan perilaku yang tidak semestinya (disfungsional behavior). Adapun salahsatunya bentuk perilaku yang tidak semestinya yang berhubungan dengan laba adalah praktik perataan laba (income smooting). Menurut Zaki Baridwan (2003:3) laba adalah kenaikan modal (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi sampingan atau transaksi yang jarang terjadi dari suatu badan usaha, dan dari semua transaksi atau kejadia lain yang timbul dari pendapatan (revenue) atau investasi oleh pemilik. Laba biasanya mengacu pada surplus atau kelebihan pendapatan atas biaya . informasi laba merupakan salah satu informasi keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan. Selain itu informasi atas laba juga merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, membantu mengestimasi kemampuan laba yang representatif
cara dalam
18
jangka panjang dan menaksir resiko investasi atau meminjamkan dana (Krischhenheiter dan melumad 2002). Adanya perubahan informasi atas laba bersih suatu perusahaan melalui berbagai cara akan memberikan dampak yang cukup berpengaruh terhadap tindak lanjut para pengguna informasi yang bersangkutan, tidak terkecuali penerapan perataan laba oleh suatu perusahaan (juniarti, 2005: 148). Menurut Riahi (2007:73), perataan laba (income smooting) adalah pengurangan fluktuasi laba dari tahun ke tahun dengan memindahkan pendapatan dari tahun ke tahun yang tinggi pendapatnnya ke periode-periode yang kurang menguntungkan. Sedangkan menurut Suranta dan Merdisturi (2004) menyatakan perataan laba merupakan suatu sarana yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi variabilitas urut-urutan. Berdasarkan dari pengertian-pengertian perataan laba diatas dapat disimpulkan bahwa perataan laba merupakan suatu usaha dari manajemen perusahaan untuk menurunkan variasi yang abnormal dalam laba sejauh yang diizinkan oleh prinsip-prinsip akuntansi dan manajemen yang baik . 2. Dimensi Perataan Laba Dimensi perataan laba pada dasarnya adalah alat yang digunakan untuk menyelesaikan perataan angka pendapatan. Dascher dan Malcolm
19
dalam Riahi (2007:195) menyatakan dimensi perataan laba dasarnya adalah alat yang digunakan untuk menyelesaikan perataan angka pendapatan. Dasher dan Malcolm membedakan
antara perataan riil dan perataan articificial
sebagai berikut : a) Perataan riil mengacu pada transaksi actual yang terjadi maupun tidak terjadi dalam hal pengaruh perataanya terhadap pendapatan. b) Perataan
artificial
mengacu
pada
prosedur
akuntansi
yang
diimplementasikan terhadap pergeseran biaya dan atau pendapatan dari satu periode ke periode lain .
Eckel (1981) menyatakan bahwa perataan laba dapat dicapai melalui dua cara antara lain: 1. Natural smooting Ini menunjukan bahwa aliran laba smooth tanpa adanya tindakan kesengajaan oleh manajemen. 2. Intentional smooting Dibagi dua cara yaitu: a. Real smooting, adalah perataan laba yang dilakukan manajemen secara sengaja untuk mengendalikan kejadian ekonomi yang berpengaruh terhadap laba dan selanjutnya akan berperngaruh terhadap aliran kas perusahaan. Misalnya, seorang manajer
20
memutuskan untuk mengeluarkan sejumlah uang saat ini untuk biaya riset dan pengembangan tahun yang akan datang. Beberapa perusahaan
terbukti
melakukan
perataan
laba
dengan
menggunakan cara real smooting (Koch, 2000) b. Artificial smooting atau accounting smooting. Cara ini tidak didasari oleh kejadian-kejadian ekonomi atau tidak mempengaruhi aliran kas tetapi menggeser biaya dan atau pendapat dari suatu periode ke periode yang lain sebaliknya. Beberapa perusahaan terbukti melakukan perataan dengan cara ini (Koch, 2000)
Dengan demikian perataan laba dapat dicapai melalui berbagai dimensi perataan laba (Ronen dan Sadan, 1975 dalam Assih dan Gudono, 2000) yaitu : 1. Perataan
melalui
keterjadian
dan
pengukuran
(occurrence
and
recognition). Pihak manajemen dapat mengatur waktu transaksi melalui kebijakan manajemen sendiri, misalnya pengeluaran biaya riset dan pengembangan sehinnga dapat mengurangi variasi laba yang dilaporkan. Selain itu, banyak perusahaan juga menerapkan kebijakan diskon dan kredit sehingga hal ini dapat menyebabkan meningkatnya jumlah piutang
21
dan penjualan pada bulan terakhir pada bulan terakhir pada tiap kuarter sehingga laba terlihat stabil pada peride tertentu. 2. Perataan melaui alokasi waktu (allocation over time) untuk periode tertentu. Manajemen
mempunyai
kewenangan
untuk
mengalokasikan
pendapat atau biaya tertentu untuk periode tertentu. Misalnya, jika penjualan meningkat maka manajemen dapat membebankan biaya riset dan pengembangan serta amortisasi goodwill pada periode tersebut untuk menstabilkan harga.
3. Perataan melalui klasifikasi. Manajemen mempunyai kewenangan atau kebijaksanaan sendiri untuk mengklasifikasikan pos-pos dalam laporan rugi laba dalam kategori yang berbeda (antara ordinary item dan extraordinary item). Misalnya, jika pendapatan non-operasi sulit untuk didefinisi maka manajer dapat mengklasifikasi pos itu pada pendapatan operasi atau pendapatan nonoperasi. Hal ini dapat digunakan sewaktu-waktu untuk meratakan laba melihat kondisi pendapatan periode itu.
3. Obyek Perataan Laba
22
Dimensi perataan laba berkaitan erat dengan obyek perataan laba. Apabila obyeknya adalah laba bersih maka dimensi perataan laba yang dapat diterapkan adalah perataan melalui kejadian dan pengakuan, sedangkan apabila obyek yang akan diratakan sepanjang waktu adalah ordinary income maka manajemen menggunakan perataan melalui klasifikasi. Unsur laporan keungan yang terkait sebagai obyek perataan laba (Foster, 1980 dalam Watts dan Zimmerman, 1990) adalah: 1. Unsur Penjualan a. Pada pembuatan faktur, misalnya penjualan yang seharusnya diakui pada periode yang akan datang, fakturnya dilakukan pada periode berjalan dan dilaporkan sebagai penjualan periode berjalan.
b. Pembuatan pesanan atau penjualan fiktif c. Penuruna produk (down grading), misalnya mengklasifikasi produk yang belum rusak kedalam kelompok produk rusak, sehingga dapat dilaporkan terjual dengan harga yang lebih murah dari harga yang seharusnya. 2. Unsur biaya a. Memecah faktur, misalnya faktur pembelian dipecah menjadi beberapa pembelian yang kemudian dibuat menjadi beberapa faktur dengan tanggal berbeda kemudian dilaporkan menjadi beberapa periode.
23
b. Mencatat beban dibayar dimuka (prepayment)sebagai biaya. Misalnya melaporkan biaya iklan yang dibayar dimuka untuk tahun depan sebagai biaya iklan periode berjalan.
4. Tujuan Perataan Laba Berbagai Penelitian yang telah dilakukan membuktikan berbagai macam tujuan yang ingin dicapai oelh manajemen dalam perataan laba. Juniarti (2005: 150) mengemukakan tujuan dari perataan laba yaitu: 1. Mencapai keuntungan pajak (Hepworth, 1953) 2. Untuk memberikan kesan baik dari pemilik dan kreditor terhadap kinerja manajemen (Stolwy dan Breton 2000:60) 3. Mengurangi fluktuasi pada pelaporan laba dan mengurangi risiko, sehingga harga sekuritas yang tinggi menarik perhatian pasar (Beidlemen, 1973) 4. Untuk menghasilkan pertumbuhan profit yang stabil (Fudenberg dan Tirole, 1995). Adapun tujuan perataan laba menurut Foster (1986) dalam Nurkholis (2001:29) adalah sebagi berikut: 1. Memperbaiki citra perusahaan dimata pihak luar, bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko rendah. 2. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba dimasa mendatang
24
3. Meningkatkat kompensasi bagi pihak manajemen 4. Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen.
5. Alasan Manajemen Perusahaan Melakukan Perataan Laba Alasan manajemen perusahaan melakukan perataan laba telah banyak dikemukakan oleh para peneliti terdahulu. Beidlemen (1973) dalam Masodah r(2007: A 17) mempertimbangkan dua alasan bagi manajemen untuk meratakan earning yang dilaporkan. Alasan pertama didasarkan pada asumsi bahwa arus earnings yang stabil merupakan pendukung yang relevan bagi tingkat deviden yang lebih tinggi daripada sebuah arus earning yang lebih variatif, memiliki pengaruh menguntungkan terhadap nilai saham perusahaan karena turunya risiko total perusahaan. Alasan kedua perataan earning adalah kemampuan untuk mengatasi sifat skilis earning dan mengurangi korelasi return ekspektasian perusahaan dengan return portofolio pasar. Pada alasan keduanya ini Beidlemen menyatakan “sampai tingkat dimana auto-normalisasi earning berhasil, dan bahwa dengan pengurangan kovariannya, perataan akan menambah pengaruh yang bermanfaat pada nilai saham”. Hal tersebut terjadi sebgai akibat kebutuhan yang dirasakan manajemen untuk menetralisir ketidakpastian lingkungan dan mngurangi fluktuasi yang besar dalam kinerja operasi perusahaan karena silih bergantinya kejadian baik dan buruk. Manajemen jug mendapat tugas untuk menghindari terhadap kendala-kendala prinsip akuntansi berterima umum dengan berusaha untuk meratakan angka income
25
sedemikian rupa membawa eksepktasi mereka atas arus kas masa depan, mempertinngi proses prediksi berdasarkan serial angka-angka rataan yang diobservasi dengan realibilitas yang nyata (Masodah, 2007:A.18) Dye (1988) dalam Suwito (2005: 137) menyatakan bahwa perataan laba dilakukan karena adanya motivsi internal dan eksternal, dengan tujuan: 1.
Menjelaskan kondisi yang diperlukan untuk melakukan manajemen laba
2.
Mwngidentifikasikan laba pada kebijakan pengumuman laba perusahaan yang Optimal.
3.
Menjelaskan manfaat dan kerugian bagi pemegang saham akibat dilakukannya Manipulasi laba
Dengan melakukan perataan laba maka perusahaan akan mampu mengendalikan abnormal return yang terjadi ketika laba diumumkan. Jika informasi laba yang diumumkan merupakan good news bagi investor maka harga sahan akan meningkat dan memberikan abnormal return yang besar bagi investor sehingga hal tersebut menarik perhatian investor lain untuk berinvestasi diperusahaan tersebut. Tetapi jika informasi laba tersebut merupaka bad news maka harga saham akan turun dan menyebabkan investor melepas atau menarik investasinya dari perusahaan tersebut. Investor menilai kinerja manajemn dan kondisi perusahaan melalui laporan laba. Dengan menampilkan laba yang relatif stabil diharapkan akan meningkatkan
26
persepsi pihak eksternal mengenai kinerja manajemen perusahaan tersebut (Nurkholis, 2001: 30)
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perataan Laba 1. Rasio Profitabilitas Profitabilitas yaitu kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan dalam semua modal yang bekerja didalamnya. Atau sebagai mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Tujuan didirikan perusahaan adalah memperoleh laba (profit), maka wajar apabila profitabilitas menjadi perhatian utama para analis dan investor. Tingkat profitabilitas yang konsisten akan menjadi tolak ukur bagaimana perusahaan tersebut mampu bertahan dalam bisnisnya dengan memperoleh return yang memadai disbanding dengan risikonya. Beberapa pihak lebih menyukai menggunakan istilah kemampuan laba didanding profitabilitas. Untuk mengukur atau menghitung laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu. a. Untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang. b. Untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu. c. Untuk menilai laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri.
27
d. Untuk mengukur produktivitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. e. Untuk mengukut produktivitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri.
Keuntungan (laba) secara keselururuhan. Semakin besar ROA suatu Rasio yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Return on Asset. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam memperoleh perusahaan, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai perusahaan dan semakin baik pula posisi perusahaan dari segi penggunaan asset. Rasio profitabilitas sering disebut sebagai rasio rentabilitas. Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan seperti penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang perusahaan. Rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba disebut juga operating ratio. Rasio profitabilitas menurut Agus (2001 : 131) adalah sebagai berikut:
1). Net Profit Margin (NPM) Rasio ini menunjukkan seberapa besar presentase untuk mendapatkan laba dari aktiva yang digunakan dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini maka dianggap semakinsemakin lebih baik kemajuan perusahaan perusahaan untuk mendapatan laba tinggi.
28
Rasio ini dihitung dengan cara :
2). Return On Asset (ROA) Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memanfaatkan aktiva untuk memperoleh laba. Selain itu rasio ini juga digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian investasi yang telah dilakukan perusahaan dengan menggunakan seluruh dana (aktiva yang dimiliki). Rasio ini menunjukan seberapa besar laba bersih yang diperoleh perusahaan bila diukur dengan nilai aktiva. Rasio ini dihitung dengan cara :
3). Return On Equity (ROE) Rasio ini mengukur efisiensi menyeluruh perusahaan dalam mengelola investasi dan menghasilkan pengembalian (return) bagi para pemegang saham. ROE memberikan indikasi jumlah laba yang diperoleh dihubungkan dengan tingkat investasi dengan total aktiva. Menurut Lestari dan Sugiaharto (2007: 196) ROE adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari penggolongan
29
modal yang dinvestasikan oleh pemilik perusahaan. ROE diukur dengan perbandingan antara laba bersih dengan total modal. Angka ROE yang semakin tinggi memberikan indikasi bagi para pemegang saham bahwa tingkat pengembalian investasi semakin tinggi. Menurut Lestari dan Sugiaharto (2007: 196) angka ROE dapat dikatakan baik apabila > 12% Rasio ini dihitung dengan cara :
2. Financial Laverage Laverage menunjukan seberapa efisien perusahaan memanfaatkan ekuitas pemilik dalam rangka mengantisipasi utang jangka pendek perusahaan sehingga tidak akan mengganngu operasi perusahaan secara keseluruhan dalam jangka panjang. Diukur dari rasio antara total utang dibagi dengan total aktiva. Laverage biasa diukur dengan rasio antara biaya depresiasi dan amortisasi dengan total biaya. Total biaya merupakan jumlah dari biaya produksi atas pemasaran, biaya umum dan biaya operasi. (Toto Prihadi, 2008:94) Debt to equity ratio = Total hutang Modal Aktiva
30
Kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya baik jangka pendek maupun jangka panjang jika suatu perusahaan dilikuidasi (Hadiningsih,2007). Rasio laverage dalam penelitian ini diukur dengan Debt to Equity Rasio (DER) Menurut Weston (2009) menyebutkan Financial Leverage atau disebut jug leverage factor sebagai : a. Rasio nilai buku seluruh hutang terhadap total aktiva. Perusahaan yang menggunakan dana dengan beban tetap dikatan menghasilkan leverage yang menguntungkan (favorable financial laverage) yaitu efek yangpositif jika pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih besar daripada bebab tetap dari penggunaan dana tersebut kebih besar daripada beban tetap dari penggunaan dana itu. b. Weston dan Copeland (2009) mengemukakan bahwa pen akan peggunaan hutang akan menentukan tingkat financial laverage perusahaan. Karena dengan menggunakan lebih banyak hutang dibandingkan modal sendiri maka beban tetap yang ditanggung perusahaan tinggi yang pada akhirnya akan menyebabkan profitabilitas menurun. Penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan, tetapi pada suatu titik tertentu yaitu pada struktur modal optimal, nilai perusahaan akan semakin menurun dengan semakin besarnya proporsi hutang dalam struktur modalnya.
31
Hal ini desebabkan karena manfaat yang diperoleh pada penggunaan hutang menjadi lebih kecil dibndingkan biaya yang timbul atas penggunaan hutang tersebut. c. Rasio-rasio laverage menunjukan besarnya modal yang berasal dari pinjaman (modal asing) yang dipergunakan untuk membiayai investasi dan operasional perusahaan. Sumber yang berasal dari modal asing akan meningkatkan resiko perusahaan.
Oleh karena itu, main banyak menggunakan modal asing maka besar pula rasio leveragenya dan berarti semakin besar pula resiko yang dihadapi perusahaan. Rasio leverage menggambarkan hubungan antara utangperusahaan terhadap modal maupun asset. Rasio ini dapat melihat seberapa jauh perusahaan yang dibiayai oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal (Harahap, 2009:306).
3.
Ukuran Peusahaan Ukuran perusahaan yaitu suatu skala dapat diklasifikasikan berdasarkan besar
kecilnya perusahan menurut berbagai cara, antara lain total aktiva, log size, nilai
32
pasar saham dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalama tiga kategori yaitu perusahaan besar (lage firm),perusahaan menengah (medium firm), perusahaan kecil (small firm). Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan pada total asset perusahaan (Machfoed, 1994) Ashaei et al (1994) menyebutkan bahwa perusahaan yang berukuran kecil akan lebih cenderung untuk melakukan praktik perataan laba dibandingkan dengan perusahaan yang lebih besar, karena perusahaan besar cenderung mendapatkan perhatian yang lebih besar dari analis dan investor dibandingkan dengan perusahaan kecil.
Penelitian Albrecht dan Riachardson (1990) dalam Juniarti dan Corolina
(2005) yang menemukan bukti bahwa ukuran perusahaan merupakan faktor pendorong dilakukannya perataan laba, dimana perusahaan besar justru kurang mempunyai dorongan untuk melakukan perataan laba karena perusahaan besar cenderung mendapatkan pengamatan dan analisi lebih kritis dari para investor. Ukuran perusahaan yang akan digunakan untuk mengukur variabel ini adalah total aktiva yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan. Total aktiva adalah seumbr daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari manfaat ekonomi dimasa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan (SAK, 2004).
4.
Nilai Perusahaan
33
Nilai perusahaan merupakan persepsi investor, yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi, membuat nilai perusahaan tinggi. “harga saham merupakan harga yang terjadi pada saat saham diperdagangkan dipasar (Fakhrudin dan Hardiyanto, 2001). Nilai perusahaan lazim diindikasikan dengan price to book value yang tinggi akan membuat pasar percaya atas prospek perusahaan kedepan. Hal itu juga menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab nilai perusahaan yang tinggi mengindikasikan kemakmuran pemegang saham yang tinggi (Soliha & Taswan, 2002).
E. Penelitian Terdahulu Beberapa jurnal dan skripsi sejenis mengenai pengaruh rasio keuangan terhadap perubahan laba adalah sebagai berikut: 1. Silviana (2010) dalam studi empiris yang berjudul “Analisis Perataan Laba (Income Smoothing) : Faktor-faktor yang mempengaruhi perataan laba pada perusahaan manufaktur Sektor Industri dasar dan kimia yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (2005-2009)”, bertujuan untuk mengetahui faktorfaktor ukuran perusahaan, profitabilitas, Net Profit Margin, Financial Leverage, dan Debt to Equaty Ratio yang berpengaruh terhadap perataan laba. Metode analaisis yang digunakan adalah analisis logistik, dengan jumlah populasi 56 perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia.
34
Hasil penelitian menunjukan bawa hanya variabel ukuran perusahaan yang mempunyai pengaruh terhadap perataan laba. 2. Nani Nuraeni (2009), penelitian ini menggunkan sampel 8 perusahaan sektor aneka industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2004-2008. Hasilnya mengungkapkan bahwa ukuran perusahaan, profitabilitas, financial leverage, dan net profit margin baik secara secara simultan maupun parsial variabel tersebut tidak mempengaruhi perataan laba. 3. Alwan Sri Kustono (2007) dengan judul “Pengaruh Ukuran Perusahaan, DPR, Risiko Spesifik dan pertumbuhan Perusahaan terhadap Praktik Perataan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Studi Empiris BEJ” hasil penelitian Ukuran perusahaan, DPR, Leverege berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba sedanagkan pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba. 4. Igan
Budiasih
(2006)
mengungkapkan
bahwa
ukuran
perusahaan,
profitabilitas, dan devident payout ratio berpegaruh positif signifikan terhadap praktik perataan laba. Sedangkan financial leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba. Hasil tersebut menggunakan sampel 84 perusahaan dengan waktu pengamatan 5 tahun. 5. Edy Suwito dan Arleen Herawaty (2005) dalam penelitiannya diungkapkan bahwa jenis usaha, ukuras perusahaan, profitabilitas, leverage operating dan net profit margin tidak memiliki pengaruh terhadap praktik perataan laba.
35
F. Kerangka Pemikiran dan Model Konseptual 1. Kerangka Pemikiran Hipotesis ini dilakukan untuk menguji ROA, financial leverage, risiko keuangan, dan nilai perusahaan mempengaruhi perataan laba baik secara parsial maupun simultan. Maka secara umum gambarNPM, financial leverage, Corporate Social Responsibility, mempengaruhi nilai perusahaan baik secara parsial maupun simultan. Maka secara umum gambar di bawah ini menunjukan hubungan antara variabel independen, yaitu ROA, NPM, financial leverage, Corporate Social Responsibility dan nilai perusahaan. a.
Pengaruh Return on Asset (ROA) Terhadap perataan laba. Profitabilitas
didefinisikan
sebagai
rasio
pengukuran
efektivitas
manajemen berdasarkan laba yang dilaporkan (Weston dan Copeland 1995). Profitabilitas merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, membantu mengestimasi kemampuan laba yang representative dalam jangka panjang dan menaksir resiko dalam investasi atau meminjamkan dana (Dwiatmini dan Nurkholis 2001). Profitabilitas diproaksikan menggunakan rasio Return on Asset. Analisis ROA merupakan salah satu bentuk rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan
36
dalam menghasilkan keuntungan. Menurut Scott (2000), perusahaan cenderung melakukan income minimization saat memperoleh tingkat profitabilitas tinggi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan hipotesisnya sebagai berikut : H1 : Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap perataan laba
b. Pengaruh Debt to Equity RatioTerhadap Perataan Laba Debt to Equity Ratio mempunyai pengaruh terhadap praktik perataan laba. Seorang kreditur akan memberikan kredit pada suatu perusahaan yang memilik laba yang stabil. Kreditur menghindari perusahaan melakukan praktik perataan laba. Sehingg manager akan melakuka perataan laba supaya laba stabil dan mendapatkan kredit. Melinda Oktaviana menyatakan debt to equity ratio mempunyai pengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba. Berdasarkan penelitian terdahulu dapat disimpulkan : H2 : Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap perataan laba
c.
Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Perataan Laba Pengaruh yang memiliki kemampuan besar akan lebih banyak
menandapat perhatian dari luar, salah satunya adalah pemerintah.
37
Pemerintah lebih cenderung membebankan berbagai biaya yang dianggap sesuai dengan kemampuan perusahaan. Perusahaan besar akan dianggap mempunyai kemampuan lebih besar dan akibat selanjutnya perusahaan akan dikenakan biaya yang lebih besar, contohnya pajak. Perusahaan yang berukuran akan lebih cenderung melakukan praktik perataan laba dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hasil penelitian ini didukung oleh igan, Budiasih (2006) yang menyatakan ukuran perusahaan berpengaruh terhadap perataan laba. Dari penelitian diatas maka dapat dibentuk hipotesisnya adalah : H3 : Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap perataan laba
d.
Pengaruh Nilai Perusahan Terhadap Perataan Laba Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Herawaty (2008), apabila suatu
perusahaan dapat mempertahan nilai pasar dengan nilai buku ekuitas perusahaan yang lebih besar dari satu , maka perusahaan tersebut dapat menarik arus sumber daya ke dalam perusahaan. Kemudian Suranta dan Merdistuti (2004) menyimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki nilai pasar yang tinggi akan cenderung untuk melakukan perataan laba, karena perusahaan akan cendererung menjaga konsistensi labanya agar nilai pasar perusahaan tetap tinggi sehinnga dapat lebih menarik arus sumber daya ke
38
dalam perusahaannya. Hal ini menandakan bahwa semakin tinggi nilai perusahaan maka perusahaan akan cenderung untuk melakukan praktek perataan laba, variabilitas laba dan resiko saham dari perusahaan akan semakin menurun. Variabilitas laba yang minim itulah yang berusaha dipertahankan oleh perusahaan agar disukai oleh investor agar nilai pasar perusahaan tetap tinggi dan perusahaan semakin mudah menarik sumber daya ke dalam perusahaan. H4 : Nilai Perusahaan berpengaruh signifikan terhadap praktik perataan laba
2.
Model Konseptual Berdasarkan landasan teori dan hasil penelitian sebelumnya serta permasalahan yang dikemukakan, berikut disajikan kerangka pemikiran teoritis yang dituangkan dalam model penelitian yang menunjukan hubungan antara variabel-variabel independen, yaitu Return On Asset, Financial Leverage, Size dan Nilai Perusahaan Terhadap Perataan Laba . Gambar 2.1 Model Konseptual
ROA DER SIZE NIlai Perusahaan
Perataan Laba