20
BAB II KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER A. Pengertian Pendidikan Karakter Pendidikan dalam kamus besar bahasa Indonesia didefinisikan sebagai proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara, perbuatan mendidik.1 Pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberinya awalan “pe” dan akhiran “an”, mengandung arti “perbuatan” yang berarti hal, cara dan sebagainya. Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie”, yang berarti bimbingan yang di berikan kepada anak. Istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan “education” yang berarti pengembangan atau bimbingan. Dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan “tarbiyah” yang berarti pendidikan.2 Perkembangan selanjutnya istilah pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi seseorang atau kelompok agar perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah dewasa.3 Menurut Undang-undang no.20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 4, (Jakarta: PT Gramedia, 2012), hlm. 326 2 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2002), hlm. 1 3 Ibid, hlm. 1
20
21
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.4 Karakter dalam kamus besar bahasa indonesia didefinisikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain5 Secara bahasa karakter berasal dari bahasa Yunani “charassein” yang artinya “mengukir”, sedangkan sifat utama ukiran adalah melekat kuat di atas benda yang diukir. Menurut istilah karakter adalah sebuah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan, yang melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan.6 Karakter bersifat memancar dari dalam keluar (inside-out). Artinya, kebiasaan baik tersebut dilakukan bukan atas permintaan atau tekanan dari orang lain melainkan atas kesadaran dan kemauan sendiri. Dengan kata lain, karakter adalah “apa yang anda lakukan ketika tidak seorang pun melihat atau memperhatikan anda”.7
4
Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen serta Undangundang RI No 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, (Bandung: Citra Umbara, 2006), hlm.72 5 Departemen Pendidikan Nasional, op. cit, hlm.623 6 Abdullah Munir Pendidikan Karakter Membangun Karakter Anak Sejak Dari Rumah, (Yogyakarta: PT Bintang Pustaka Abadi, 2010), hlm.2-3 7 Gede Raka dkk, Pendidikan Karakter di Sekolah (Jakarta:PT. Gramedia, 2011), hlm. 37
22
Scerenko mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa.8 Menurut Thomas Lickona, karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral. Sifat alami itu dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain dan karakter mulia lainnya.9 Menurut Suyanto, karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Individu yang bekarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggung jawabkan setiap akibat dari keputusan yang dia buat. Sedangkan pendidikan karakter adalah pendidkan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek ini , maka pendidikan karakter tidak akan efektif.10 Pendidikan karakter dalam pengertian yang sederhana adalah hal positif apa saja yang dilakukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang diajarnya. Pendidikan karakter adalah upaya sadar dan sungguh-sungguh dari seorang guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada para siswanya. 11
8
Muchlas Samani Dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter ,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 42 9 Agus Wibowo, Pendidikan Karakter Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2012), hlm. 32 10 Ibid, hlm.33 11 Muchlas Samani Dan Hariyanto, loc. cit, hlm. 43
23
Menurut Fakry Gaffar, pendidikan karakter adalah suatu proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuh-kembangkan dalam kehidupan seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.12 Pendidikan karakter merupakan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter pada peserta didik yang meliputi komponen: kesadaran, pemahaman, kepedulian dan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Allah Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan,maupun masyarakat dan bangsa secara keseluruhan sehingga menjadi manusia sempurna sesuai dengan kodratnya. 13 B. Hubungan antara Karakter, Etika, Moral, Nilai dan Akhlak. Pengertian karakter, etika, moral, nilai dan akhlak sering kali membingungkan karena tidak dibedakan secara jelas, maka dari itu perlu dibahas secara rinci mengenai pengertian dan perbedaan masing-masing. Karakter dalam kamus besar bahasa indonesia didefinisikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, tabiat, watak, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain14. Karakter sering disamakan dengan budi pekerti. Seseorang dapat dikatakan berkarakter atau berwatak jika telah berhasil menyerap nilai dan
12
Muhammad Fadillah dan Lilif Mualifatu Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 22 13 Ibid, 23 14 Departemen Pendidikan Nasional, op. cit, hlm.623
24
keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya.15 Etika berasal dari bahasa yunani “etos”, yang berarti adat, kebiasaan, peraturan tingkah laku yang disebut moralitas, yang sama artinya dengan istilah moral, yang berasal dari bahasa latin “mos” jamaknya “mores”.16 Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika diartikan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak.17 Etika menurut istilah telah dikemukakan oleh para ahli dengan ungkapan yang berbeda-beda sesuai dengan sudut panbdangnya. Menurut Ahmad Amin etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju manusia di dalam perbuatan mereka dan apa menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.18 Menurut ki Hajar Dewantoro etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia semuanya, mengenai gerakgerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan dan perasaan sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan.19
15
Nurul zuriah, Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, Cet. Ke-2, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008), hlm. 19 16 Sutarjo Adisusilo, J.R, Pembelajaran Nilai-Karakter, Cet. ke-2, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hlm.53 17 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Cet-10, (Jakarta: PT.Rajagrafindo Persada, 2011), hlm. 89 18 Ibid, hlm. 90 19 Ibid, hlm. 90
25
Moral berasal dari bahasa latin “mos” jamaknya “mores” yang mengandung arti sama dengan etika yaitu adat, kebiasaan.
20
Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia moral adalah ketentuan baik buruk terhadap perbuatan dan tingkah laku seseorang.21 Sedangkan moral menurut istilah adalah suatu aturan yang digunakan untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak dapat dikatakan benar atau salah, baik atau buruk.22 Nilai berasal dari bahasa latin vale‟re yang artinya berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut seseorang atau sekelompok orang. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu disukai, didinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi bermartabat.23 Pendidikan nilai adalah pengembangan pribadi siswa tentang pola keyakinan yang terdapat dalam sistem keyakinan suatu masyarakat tentang hal baik yang harus dilakukan dan hal buruk yang harus dihindari.24 Akhlak secara bahasa berasal dari bahasa Arab “akhlaq” dalam bentuk jama‟, sedangkan mufradnya “khuluq” yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.25 20
Nurul zuriah, Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, op. cit, hlm. 17 21 Nur Hidayat, Akhlak Tasawuf, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2013), hlm. 13 22 Nur Hidayat, Akhlak Tasawuf, op. cit, hlm. 14 23 Sutarjo Adisusilo, J.R, Pembelajaran Nilai-Karakter, op. cit, hlm. 56 24 Nurul zuriah, Pendidikan Moral Dan Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, op. cit, hlm. 19
26
Akhlak pada dasarnya mengajarkan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan Tuhan Allah Pencipta, sekaligus bagaimana seseorang harus berhubungan dengan sesama manusia.inti ajaran akhlak adalah niat kuat untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu sesuai dengan ridho Allah.26 Dilihat dari fungsinya, dapat dikatakan bahwa akhlak, etika, moral, nilai dan karakter memiliki arti yang hampir sama. Yaitu sama-sama menentukan hukum atau nilai dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia untuk ditentukan baik-buruknya dan menghendaki terciptanya keadaan masyarakat yang baik.27 Sedangkan perbedaan antara akhlak, etika, moral, nilai dan karakter terletak pada sumber yang dijadikan rujukan dan patokan untuk menentukan baik buruk. Dalam etika, penilaian baik dan buruk berdasarkan akal pikiran, moral, nilai dan karakter berdasarkan pada kebiasaan yang berlaku umum di masyarakat. Akan tetapi kalau akhlak ukuran yang digunakan untuk menentukan baik dan buruk adalah Al-Qur‟an dan hadis.
28
Meskipun antara
karakter, etika, norma, nilai dan akhlak memiliki perbedaan tetapi tetap saling berhubungan dan membutuhkan.
25
Nur Hidayat, Akhlak Tasawuf, op. cit, hlm. 1 Sutarjo Adisusilo, J.R, Pembelajaran Nilai-Karakter, op. cit, hlm. 55 27 Nur Hidayat, Akhlak Tasawuf, op. cit, hlm.17 28 Ibid, hlm. 18 26
27
C. Pemahaman Pendidikan Karakter 1. Tujuan pendidikan karakter Pendidikan adalah upaya pengembangan potensi atau sumber daya insani berarti telah mampu merealisasikan diri, menampilkan diri sebagai pribadi yang utuh (pribadi muslim). Proses pencapaian realisasi diri tersebut dalam istilah psikologi disebut becoming, yakni proses menjadikan diri dengan keutuhan pribadinya. Sedangkan untuk sampai pada keutuhan pribadi diperlukan proses perkembangan tahap demi tahap yang disebut proses development.29 Tujuan pendidikan secara umum adalah sama, yaitu pendidikan harus dapat
menjadikan
manusia
untuk
menjadi
lebih
baik,
serta
dapat
mengembangkan segala kemampuannya. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pemerintrah menyebutkan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.30 Menurut Darma Kesuma tujuan pendidikan karakter, khususnya dalam setting sekolah, yaitu : menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting sehingga menjadi kepribadian peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan, mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dikembangkan sekolah, dan 29 30
Ramayulis, op.cit, hlm. 68 Muhammad Fadillah dan Lilif Mualifatu Khorida, op. cit, hlm. 24
28
membangun koneksi yang harmonis dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan secara bersama.31 Ada pendapat lain yang mengungkapkan beberapa tujuan pendidikan karakter adalah sebagai berikut : mengembangkan potensi nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warga Negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa, mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan tradisi budaya bangsa yang religius, menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa, mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan, mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan,
mengembangkan
lingkungan
kehidupan
sekolah
sebagai
lingkungan belajar yang aman, jujur penuh kreatifitas, persahabatan dan rasa kebangsaan serta penuh kekuatan.32 Kesengsaraan dan penderitaan akan dapat dihindari apabila manusia memunculkan
sifat-sifat
mulia
kemanusiaannya,
seperti
welas
asih,
kedermawanan, kejujuran kepedulian dan pengendalian diri. Dengan kata lain, kesejahteraan kedamaian dan kebahagiaan bersama akan lebih mudah terwujud apabila manusia secara bersama-sama memanifestasikan kebajikan dalam kehidupannya. Kebajikan terwujud dalam karakter baik. Tanpa karakter
31 32
Ibid hlm. 25 Ibid hlm. 25,
29
baik,
manusia
kehilangan
segala-galanya,
termasuk
kehilangan
kemanusiaannya33 Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan standar kompetensi kelulusan pada setiap satuan pendidikan.
Melalui pendidikan
karakter peserta didik diharapkan mampu secara mandiri meningkatkan, dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji, dan menginternalisasikan serta mempersonalisasikan nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.34 2. Prinsip pendidikan karakter Upaya melaksanakan pendidikan karakter secara maksimal ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan. Menurut Sri Junaidi sebagaimana dikutip oleh Zubaedi menyebutkan beberapa prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan karakter, diantaranya : 1) Berkelanjutan, yaitu proses pengembangan nilai-nilai karakter merupakan proses yang tiada henti, dimulai dari awal peserta didik masuk sampai terjun ke masyarakat; 2) Melalui semua mata pelajaran, yaitu pengembangan diri dan budaya sekolah serta muatan lokal; 3) nilai-nilai tidak diajarkan, tetapi dikembangkan dan dilaksanakan, hal ini dapat dilakukan melalui pengembangan kemampuan, baik ranah kogitif, afektif dan psikomotorik; 4) proses pendidikan dilakukan peserta didik dengan aktif dan menyenangkan, yaitu guru harus merencanakan 33 34
2013), h. 9
Gede Raka dkk, op. cit, hlm. 23 E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, Cet ke 3, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
30
kegiatan belajar yang menyebabkan peserta didik menjadi aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi, mengelola sumber informasi serta menumbuhkan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah dan tugas-tugas diluar sekolah.35 Menurut Doni Koesoema prinsip-prinsip pendidikan lebih ditekankan pada pemberian suatu motivasi yang dapat membuat anak atau peserta didik menjadi tergugah hatinya untuk berbuat kebajikan. Berikut beberapa prinsip yang bisa dijadikan pedoman bagi promosi pendidikan karakter di sekolah menurut Koesoema: 1) Karakter seseorang ditentukan oleh apa yang dilakukannya, bukan apa yang dikatakan atau diyakininya. 2) Setiap keputusan yang diambil akan menetukan status orang tersebut. 3) Karakter yang baik itu dilakukan dengan cara-cara yang baik, bahkan jika harus membayarnya dengan mahal merupakan resiko yang harus ditanggung. 4) Perilaku buruk jangan dijadikan patokan, tapi pilihlah patokan yang lebih baik. 5) Penghargaan bagi orang yang mempunyai karakter baik akan menjadikan pribadi yang lebih baik. 36
35 36
Muhammad Fadillah dan Lilif Mualifatu Khorida, op. cit, hlm. 29 Ibid, hlm. 30
31
3. Urgensi pendidikan karakter Saat ini, pendidikan di Indonesia dinilai oleh banyak kalangan tidak bermasalah dengan peran pendidikan dalam mencerdaskanpara peserta didiknya, namun dinilai kurang berhasil dalam membangun kepribadian peserta didiknya agar berakhlak mulia. Oleh Karen itu , pendidikan karakter dipandang sebagai kebutuhan yang mendesak.37 Pendidikan karakter sudah tentu penting untuk semua tingkat pendidikan, yakni dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pendidikan karakter sesungguhnya dibutuhkan sejak anak berusia dini. Apabila karakter seseorang sudah terbentuk sejak usia dini, ketika dewasa tidak akan mudah berubah meskipun rayuan datang begitu menggiurkan. Dengan adanya pendidikan karakter semenjak usia dini, diharapkan persoalan mendasar dalam dunia pendidikan yang akhir-akhir ini sering menjadi keprihatinan bersama dapat diatasi.38 Hal yang paling mendasar dari sebuah proses pendidikan adalah membangun karakter bagi para anak didik yang terlibat di dalamnya. Inilah kenapa tidak sedikit yang berpendapat bahwa pendidikan karakter adalah jiwa atau ruh dari sebuah pendidikan. Tanpa pendidikan karakter di dalamnya, proses pendidikan tidak lebih hanya sekedar pelatihan kecerdasan intelektual atau hanya sekadar pelatihan intelektual atau hanya semacam mengasah otak bagi para anak didik di sekolah.39 37
Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter Di Indonesia, Cet. Ke-2, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 15 38 Ibid, hlm. 16 39 Ibid, hlm. 65
32
Karakter itu sangat penting, dari hasil penelitian di Harvard University Amerika Serikat yang memaparkan bahwa kesuksesan hidup seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) yang diperoleh lewat pendidikan, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri yang di dalamnya termasuk karakterdan orang lain (soft kill). Penelitian ini mengungkapkan, bahwa kesuksesan seseorang hanya ditentukan sekitar 20% oleh hard skill dan sisanya 80% oleh soft skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa pendidikan karakter peserta didik sangat penting untuk dikembangkan.40 Banyak negara yang tingkat kesejahteraan rakyatnya sangat tinggi dan ekonominya sangat kuat, adalah Negara yang sumber daya alamnya terbatas. Mereka membangun kesejahteraan dan daya saingnya tidak berbasis sumber daya alam atau modal fisik, tetapi berbasis modal maya, yaitu sumber kesejahteraan tanpa wujud yang bersifat fisik. Ada empat unsur modal maya yang sangat besar perannya, yaitu modal intelektual, modal sosial, modal etika, modal semangat. Intelektual ditunjukkan tingkat kecerdasan masyarakat dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sosial ditunjukkan kemampuan masyarakat dalam bekerja sama di tengah-tengah kebinekaan.
Etika
dicerminkan sikap dan perilaku masyarakat yang menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan. Semangat ditunjukkan oleh antusiasme, kerja keras, dan komitmen untuk mencapai yang terbaik. Komponen utama modal sosial, modal etika, modal semangat adalah karakter. Bahkan modal intelektual pun hanya akan terbentuk dengan cepat jika ada semangat belajar yang tinggi, yang pada 40
Sutarjo Adisusilo J.R, Pembelajaran Nilai Karakter, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hlm 79
33
dasarnya adalah karakter. Jadi pendidikan karakter merupakan bagian yang sangat penting dari pembangunan modal maya masyarakat Indonesia.41 Karakter adalah basis kabahagiaan. Dalam “Authentic Happines” Marti E.P Seligman membahas secara panjang lebar dan mendalam tentang peran kekuatan karakter dalam membangun kebahagiaan sejati. Dia menyatakan bahwa kebahagiaan sejati berasal dari mengenali dan memupuk kekuatan karakter seseorang yang paling mendasar dan menggunakannya setiap hari dalam pekerjaan, dalam hubungan kasih sayang, dalam bermain dan dalam menjalankan peran sebagai orang tua.42 Menurut Arifin Panigoro dalam bukunya “Berbisnis itu tidak mudah”, seorang pengusaha, memaparkan delapan prinsip yang dia terapkan dalam membangun usahanya di berbagai bidang. Dari delapan prinsip tersebut, enam diantaranya adalah karakter, yaitu bersikap adil, jujur, percaya diri, bertanggung jawab, inovatif dan peduli.43 Dua ribu tahun lebih yang lalu Cicero, seorang filosof dan negarawan Yunani, menyatakan bahwa kesejahteraan suatu bangsa ditentukan oleh karakter warga negaranya. Sedangkan Toynbee, seorang sejarawan inggris, menyatakan bahwa Sembilan belas dari dua puluh satu peradaban besar di muka bumi ini hancur bukan karena penaklukan dari luar melainkan karena pelapukan moral dari dalam. Pentingnya pembangunan karakter bagi kemajuan bangsa Indonesia bukanlah wacana baru. Presiden Soekarno pada tanggal 17
41
Gede Raka dkk, op. cit, hlm. 25-26 Ibid, hlm. 27 43 Gede Raka dkk, op. cit, hlm. 29 42
34
agustus 1962 telah menyatakan hal ini dengan jelas dalam pidato kenegaraannya.44 4. Pilar-Pilar Pendidikan Karakter Bangsa Indonesia dewasa ini sebagian masyarakatnya telah tercabut dari peradaban ketimuran yang terkenal dengan watak santun, toleran, bermoral dan beragama. Oleh karena itu, pengembangan dan peningkatan kualitas SDM khususnya dalam bidang mental, moral dan spiritual harus dilaksanakan secara sinergis dan optimal. Salah satu pengembangan mental dan moral adalah memberikan pendidikan karakter. 45 Anak didik dalam pendidikan karakter memang sengaja dibangun karakternya agar mempunyai nilai-nilai kebaikan sekaligus mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, baik itu kepada Tuhan Yang Maha Esa, dirinya sendiri, sesama manusia, lingkungan sekitar, bangsa, Negara, maupun hubungan internasional sebagai sesama penduduk dunia. Menurut Suyanto, setidaknya terdapat Sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal sebagai berikut: 1) cinta Tuhan Yang Maha Esa dan semua ciptaan-Nya; pilar ini adalah yang paling penting dalam kehidupan manusia. Apabila seseorang bisa mencintai Tuhannya dan semua cipataan-Nya, maka akan mempunyai karakter yang penuh dengan cinta dan kebaikan.
44
Gede Raka dkk, op. cit, hlm. 25 Novan Ardy Wiyani, Konsep Praktik Dan Strategi Membumikan Pendidikan Karakter di SD, Cet. Ke-1, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 47 45
35
2) kemandirian dan tanggung jawab; banyak orang yang melakukan perbuatan tidak menyenangkan orang lain, bahkan merugikan banyak pihak karena seseorang tidak mempunyai sifat kemandirian. Demikian pula dengan tanggung jawab. Tanpa tanggung jawab, manusia tidak lebih hanyalah sosok yang tidak berguna akal sehatnya. 3) kejujuran/amanah; kejujuran dan berjiwa amanah ini adalah kunci sukses seseorang dalam menjalin hubungan dengan siapapun. Orang-orang yang tidak jujur dan tidak amanah akan melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan orang lain. 4) hormat dan santun; ini adalah karakter penting yang harus ada dalam diri manusia agar dapat menjalin kerja sama dalam kehidupan yang damai dan menyenangkan. Manusia yang tidak mempunyai rasa hormat dan sopan santun, tentu akan sulit dalam menjalin hubungan dalam pergaulan. 5) dermawan, suka menolong, dan kerja sama; karakter dermawan dan suka menolong adalah kemuliaan yang ada dalam diri manusia. Hanya orangorang yang berjiwa besar yang mempunyai sifat bisa dermawan dan suka menolong. Sifat ini tidak hanya untuk orang kaya saja, namun orang yang tidak kaya pun bisa memilikinya. 6) percaya diri dan bekerja keras; karakter ini sangat penting agar seseorang dapat memperoleh apa yang diinginkan, mencapai segala sesuatu yang menjadi impiannya, atau meraih cita-cita yang mulia dalam kehidupan ini. Tanpa mempunyai kepercayaan diri yang kuat seseorang akan ragu-ragu dalam melangkah.
36
7) Kepemimpinan dan keadilan;
setiap manusia akan menjadi pemimpin,
baik pemimpin dalam keluarganya, lingkungan tempat tinggalnya atau bahkan pemimpin bagi dirinya. Oleh karena itu, setiap anak didik harus dibangun kepribadiannya agar mempunyai jiwa kapemimpinan yang baik. Jiwa kepemimpinan yang baik sudah tentu harus juga mempunyai karakter yang bisa bersikap adil. Tanpa keadilan seseorang akan berbuat zalim. 8) Baik dan rendah hati; karakter ini sangat penting dimiliki oleh setiap orang-orang yang terdidik, yakni memiliki karakter baik dan rendah hati. Apabila orang yang terdidik tidak memiliki kararakter baik dan rendah hati, akan banyak kerusakan terjadi di muka bumi ini. Dan tidak adanya karakter rendah hati juga akan melahirkan orang-orang yang sombong. 9) toleransi, kedamaian, dan kesatuan. Ini adalah hal yang sangat penting untuk membangun kehidupan bersama secara damai dan menyenangkan. Akhir-akhir ini sering terjadi tawuran antar kampung karena perbedaan pendapat sehingga menimbulkan korban harta benda bahkan korban nyawa. Jadi pilar karakter yang kesembilan ini sangat penting, dan pendidikan bertanggung jawab untuk bisa membangun pilar karakter toleransi, kedamaian dan kesatuan dalam diri setiap anak didiknya. 46 Apabila kesembilan pilar tersebut benar-benar dipahami, dirasakan kebaikan dan perlunya dalam kehidupan, dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari, inilah sesungguhnya pendidikan karakter yang diharapkan.
46
Akhmad Muhaimin Azzet, op. cit, Hlm.29-34
37
Hendaknya kesembilan pilar karakter tersebut menjadi dasar pendidikan karakter sejak usia kanak-kanak atau dini.47 Kemudian enam pilar karakter berdasarkan the six pillars of character counts coalition (a project of the joseph instituteof ethics) sebagai berikut: 1) Trustworthiness, bentuk karakter yang membuat seseorang menjadi berintegritas, jujur, dan loyal. 2) Fairness bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki pemikiran terbuka serta tidak suka memanfaatkan orang lain. 3) Caring, bentuk karakter yang membuat seseorang yang memiliki sikap peduli dan perhatian terhadap orang lain maupun kondisi sosial lingkungan sekitar. 4) Respect, bentuk karakter yang membuat seseorang selalu menghargai dan menghormati orang lain. 5) Citizenship, bentuk karakter yang membuat seseorang sadar hukum dan peraturan 6) Responsibility, bentuk karakter yang membuat seseorang bertanggung jawab, disiplin, dan selalu melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin. The six pillars of characters ini dicetuskan oleh sekelompok guru, ahli etika, dan pelajar yang mengadakan pertemuan di aspen.48
47 48
Ibid, hlm.34 Novan Ardy Wiyani, op. cit, hlm.49
38
D. Tinjauan Islam Tentang Pendidikan Karakter 1. Pendidikan Karakter Dalam Islam Pendidikan agama berkaitan erat dangan pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak dalam pengertian islam adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama. Sebab yang baik adalah yang dianggap baik oleh agama dan yang buruk adalah apa yang dianggap buruk oleh agama. Sehingga orang muslim tidak sempurna agamanya bila akhlaknya tidak baik. Tujuan pendidikan akhlak dalam islam adalah untuk membentuk manusia yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku, bijaksana, ikhlas dan jujur. Dengan akata lain pendidikan akhlak bertujuan untuk melahirkan manusia yang memiliki keutamaan. Berdasarkan tutjuan ini maka setiap saat, keadaan, pelajaran, aktifitas merupakan sarana pendidikan akhlak. Setiap pendidik harus memelihara akhlak dan memperhatikan akhlak diatas segala-galanya.49 Ajaran akhlak menemukan bentuknya yang sempurna pada agama Islam dengan titik pangkalnya pada tuhan dan akal manusia. Agama Islam pada intinya mangajak manusia agar percaya kepada tuhan dan mengakuinya bahwa Dia-lah pencipta, pemilik, pemelihara, pelindung, pemberi rahmat, pengasih dan penyayang terhadap segala makhluk-Nya. Selain itu agama Islam juga mengandung jalan hidup manusia yang paling sempurna dan memuat ajaran yang menuntut umat kepada kebahagiaan dan kesejahteraan. Semua ini
49
Ramayulis, op. cit, hlm. 114-115
39
terkandung dalam ajaran al-Qur‟an yang diturunkan Allah dan ajaran sunnah yang didatangkan dari Nabi Muhammad Saw.50 Perhatian ajaran Islam terhadap pembinaan akhlak ini lebih lanjut dapat dilihat dari kandungan al-Qur‟an yang banyak sekali berkaitan dengan perintah untuk melakukan kebaikan, berbuat adil, menyuruh berbuat baik dan mencegah melakukan kejahatan dan kemungkaran. Perhatikanlah ayat-ayat di bawah ini:
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) melakukan keadilan dan berbuat kebajikan serta memberi kepada karib kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan kezhaliman. Dia mengajarkan kepadamu mudah-mudahan kamu mendapat peringatan.” (QS. An-Nahl : 90)52
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan
50
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Cet-10, op. cit , hlm. 67 Mahmud yunus, Tarjamah Al-Qur‟an Al-Karim,Cet. Ke-1, (Bandung: PT. AlMa‟arif, 1985), hlm. 250 52 Ibid, hlm. 250 53 Ibid, hlm. 251 51
40
kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl : 97)54 Ayat tersebut di atas memberikan petunjuk dengan jelas bahwa alQur‟an sangat memperhatikan masalah pembinaan akhlak, dan sekaligus menunjukkan macam-macam perbuatan yang termasuk akhlak yang mulia. Ayat-ayat tersebut di atas menyebutkan tentang keadilan, berbuat kebajikan, dan memberi makan kaum kerabat. Sedangkan pada ayat-ayat lain di dalam alQur‟an yang tidak disebutkan seluruhnya di sini, dapat dijumpai perintah beribadah kepada Allah, mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi, berbuat baik kepada ibu-bapak, berbuat dan berkata yang sopan , jujur, amanah, menjaga farji, kasih sayang kepada sesama, tolong menolong dalam kebaikan dan sebagainya. 55 Al-Qur‟an Selain berisi perintah juga mengandung larangan seperti larangan berbuat syirik, durhaka kepada orang tua mencuri, berbuat zina, meminum minuman keras, berjudi, bersumpah palsu, mengurangi timbangan, dan sebagainya. Semua larangan ini ditujukan untuk kebaikan dan keselamatan manusia.56 2. Akhlak Rasulullah SAW Sebagai Suri Tauladan Dalam Islam Ajaran Islam tentang pendidkan karakter bukan hanya sekedar teori, tetapi figur Nabi Muhammad Saw tampil sebagai (uswah hasanah) atau suri tauladan. Menurut salah satu riwayat, istri beliau „Aisyah r.a, pernah berkata bahwa akhlak Nabi Muhammad Saw itu adalah al-Qur‟an, atau singkatnya 54
Ibid, hlm. 251 Abuddin Nata, op. cit, hlm. 69 56 Ibid, hlm. 70 55
41
Nabi Muhammad Saw itu adalah al-Qur‟an yang berjalan. Menurut salah satu hadits, Nabi Muhammad Saw pernah bersabda: “Aku tidak diutus oleh Allah Swt kecuali untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” (HR Malik). Dengan begitu realisasi akhlak yang mulia merupakan inti risalah Nabi Muhammad Saw.57 Ucapan-ucapan Nabi yang berkenaan dengan pembinaan akhlak yang mulia itu diikuti pula oleh perbuatannya dan kepribadiannya. Beliau dikenal sebagai
orang
yang
shidiq
(benar),
amanah
(terpercaya),
tabligh
(menyampaikan dakwah), fatanah (cerdas). Beliau juga pernah mendapat gelar al-Amin (orang yang terpercaya). Selanjutnya beliau juga sebagai orang taat beribadah, jauh dari perbuatan maksiat, pemaaf, sabar, lapang dada, menghargai pendapat orang lain, menyayangi kaum yang lemah, seperti anak yatim, para janda yanhg kehilangan pelindungnya, dan lain sebagainya. Semua ini menjadi daya tarik dan menyebabkan beliau berhasil dalam melaksanakan dakwahnya dengan baik.58 Rasulullah Saw sebelum menjadi Rasul, telah mempraktekkan kehidupan tasawuf dengan menyepi di gua hira, untuk memperoleh inspirasi dari Allah SWT, sehingga turun ayat pertama yaitu surahal-„Alaq ayat 1-5. Ketika beliau hijrah ke Madinah kehidupan spiritualnya semakin ditingkatkan dengan mengurangi tidur yaitu dengan memperbanyak shalat malam dan mengurangi banyak makan yaitu dengan memperbanyak puasa sunah, serta mengamalkan ajaran zuhud dan wara‟, dengan cara meninggalkan kesenangan 57 58
Agus Wibowo, op. cit, Hlm.27 Abuddin Nata, op. cit, hlm. 77
42
dunia. Seluruh istrinya menceritakan kesederhanaan hidup beliau, mulai dari tempat tidurnya, pakaian dan makanannya, yang menggambarkan dirinya sebagai sosok yang sangat sederhana hidupnya, maka inilah yang dicontoh para sahabat yang menekuni kehidupan spiritual.59 Rasulullah juga sangat tawadhu‟ terhadap sesama manusia dan sangat mendalam rasa kasih sayangnya terhadap anak yatim dan fakir miskin. Beliau tidak mau memerintah orang lain
untuk menyelesaikan pekerjaannya,
misalnya mengikat untanya, membersihkan rumahnya, mencuci pakaiannya dan sebagainya. Semuanya dilakukan sendiri tanpa mengharap bantuan dari orang lain. Sikap hidup tersebut, selalu dicontoh oleh seluruh sahabatnya, termasuk sahabat Ahlu al-Suffah yang sangat tertarik meniru sikap tawadhu‟ Rasulullah Saw.60 3. Manfaat Pendidikan Karakter Dalam Sudut Agama Islam Pendidikan akhlak bermanfaat memberikan panduan kepada manusia agar mampu menilai dan menentukan suatu perbuatan bahwa perbuatan tersebut termasuk perbuatan baik atau buruk. Dengan mengetahui yang baik maka akan terdorong untuk melakukannya dan mendapatkan manfaat darinya, sedangkan
mengetahui
yang
buruk
maka
akan
mendorong
untuk
meninggalkannya dan akan terhindar dari bahaya yang menyesatkan.61 Akhlak yang mulia bermanfaat dalam mengarahkan dan mewarnai barbagai aktifitas kehidupan manusia di segala bidang. Seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju yang disertai dengan 59
Mahjudin, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), hlm. 102 Ibid, hlm. 103 61 Abuddin Nata, op. cit, hlm. 14 60
43
akhlak yang mulia, niscaya ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang ia milikinya itu akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan hidup manusia. Sebaliknya orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memiliki pangkat, harta, kekuasaan dan sebagainya namun tidak disertai akhlak yang mulia, maka semuanya itu akan disalah gunakan yang akibatnya akan menimbulkan bencana di muka bumi.62 Menurut Mansur Ali Rajab akhlak dalam diri manusia dapat diubah, dengan cara mendidik, melatih dan menasihatinya. Oleh karena itu manfaatnya yaitu : 1) Untuk memberikan pengetahuan kepada manusia tentang kriteria baik dan buruk, lalu memberikan tuntunan cara yang terbaik untuk melakukan perbuatan baik, serta cara yang terbaik untuk menjauhi perbuatan buruk. Inilah yang disebut ranah kognitif (quwwatu al-ilmi). 2) Untuk menanamkan sikap pada diri manusia, bahwa perbuatan baik dapat memperoleh kebaikan hidup, sedangkan perbuatan buruk dapat menyengsarakannya. Inilah yang disebut ranah afektif (quwwatu alhāli). 3) Bersedia berbuat kebaikan, kapan dan dimana saja bila dibutuhkan. Dan bersedia menghindari perbuatan buruk, kapan dan dimana saja, untuk menjaga dan memelihara agamanya, masyarakatnya dan dirinya. Inilah yang disebut ranah psikomotorik (quwwatu al-„amal).
62
Ibid, hlm. 15
44
Dengan mengamalkan tuntunan dalam ilmu akhlak maka manusia diharapkan melakukan perbuatan yang mulia (al-fadhilah) dan memperoleh kebahagiaan dan kepuasan batin (al-sa‟ādah); baik kebahagiaan di dunia maupun di akherat.63
63
Mahjudin, op. cit, hlm. 10-11