BAB II KERANGKA TEORETIS
2.1 Penelitian Terdahulu Penelitan terdahulu yang dapat mendukung penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.1 : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama Judul Penelitian Peneliti (Tahun) Setyawan (2005)
Yulinda (2009)
Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dan relevansinya terhadap komitmen organisasi (Studi kasus pada Pemkab Temanggung). Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai pada pegawai Dinas Luar Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 Cabang Setiabudi Medan
Metode Analisis
Hasil Penelitian
Regresi Hasil analisis data menunjukkan terdapat Berganda pengaruh yang signifikan antara kualitas kepemimpinan, motivasi kerja dan iklim organisasi terhadap kepuasan kerja serta hubungan antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasi Regressi berganda
Hasil penelitian menunjukkan Variabel faktor motivator dan faktor hygiene berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai dinas luar Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Cabang Setiabudi, Medan berdasarkan hasil uji F (serempak) dan uji t (parsial). Faktor yang paling dominan mempengaruhi kepuasan kerja pegawai dinas luar Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 Cabang Setiabudi Medan adalah faktor motivator
2.2 Teori Tentang Kepuasan Kerja 2.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan pada diri seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Biasanya orang akan merasa puas atas
8
kerja yang telah atau sedang dijalankan, apabila apa yang dikerjakan dianggap telah memenuhi harapan, sesuai dengan tujuannya bekerja. Apabila seseorang mendambakan sesuatu, berarti yang bersangkutan memiliki suatu harapan dan dengan demikian akan termotivasi untuk melakukan tindakan kearah pencapaian harapan tersebut. Jika harapan tersebut terpenuhi, maka akan dirasakan kepuasan. Pemahaman kepuasan kerja (job satisfaction) dapat dilihat dengan mengenal istilah dan
pengertian kepuasan kerja tersebut. Griffin (2005)
menyatakan kepuasan kerja adalah tingkatan kenikmatan yang diterima orang dari mengerjakan pekerjaan mereka. Sulistiyani (2003) menyatakan kepuasan kerja didasarkan pada perbandingan antara yang diterima pegawai dari perusahaan dibandingkan dengan yang diharapkan, diinginkan atau dipikirkan seseorang. Kepuasan kerja menurut Kinicki dan Robert (2006) adalah kecenderungan emosi terhadap pekerjaan. Kecenderungan emosi ini dikemukakan Newstroom (2007) sebagai emosi suka atau tidak suka terhadap pekerjaan. Robbins dan Timothy (2008) berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil evaluasi karakteristikkarakteristiknya. Menurut Kuswadi (2004) menyatakan bahwa kepuasan pegawai merupakan ukuran sampai seberapa jauh perusahaan dapat memenuhi harapan pegawainya yang berkaitan dengan berbagai aspek dalam pekerjaan dan jabatannya. Pegawai yang tidak puas biasanya mempunyai motivasi kerja yang rendah sehingga dalam bekerjapun biasanya kurang bersemangat, malas, lambat bahkan bisa banyak melakukan kesalahan dan lain-lain yang bersifat negatif sehingga akan menimbulkan pemborosan biaya, waktu dan tenaga. Gibson, dkk (2000) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap
9
yang dimiliki pegawai tentang pekerjaan mereka. Hal tersebut merupakan hasil dari persepsi pegawai tentang pekerjaan. Kemudian menurut Gibson, dkk (2000) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap seseorang terhadap pekerjaannya. Sikap tersebut berasal dan persepsi mereka mengenai pekerjaannya dan hal itu tergantung pada tingkat outcome intrinsik maupun ekstrinsik dan bagaimana pekerja memandang outcome tersebut. Kepuasan kerja akan mencerminkan perasaan mereka terhadap pekerjaannya. Menurut Hoppeck dalam As’ad (2005) menyatakan kepuasan kerja merupakan penilaian dari pekerja yaitu seberapa jauh pekerjaannya secara keseluruhan memuaskan kebutuhannya. Gibson, dkk (2000) menyatakan kepuasan kerja adalah sikap yang dikembangkan para pegawai sepanjang waktu mengenai berbagai segi pekerjaannya seperti upah, gaya penyeliaan dan rekan sekerja. Morse dalam Panggabean (2004) menyatakan bahwa pada dasarnya kepuasan kerja tergantung pada yang diinginkan seseorang dari pekerjaannya dan yang diperoleh. Orang yang tidak puas adalah yang mempunyai keinginan paling banyak namun mendapatkan yang paling sedikit sedangkan yang merasa puas adalah orang yang menginginkan banyak dan mendapatkannya. Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi para pegawai dalam memandang pekerjaan (Handoko,
2001).
Sikap
umum
seorang
individu
pekerjaannya adalah makna lain kepuasan kerja. Seorang
terhadap
yang memiliki
kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap positif terhadap pekerjaan, berbicara positif tentang organisasi dan memiliki kinerja yang lebih tinggi melampaui pekerjaan normal (Robbins, 2006).
10
Dari pendapat tersebut di atas, bahwa kepuasan kerja menurut peneliti adalah tingkatan perasaan yang diterima seseorang dari mengerjakan pekerjaan yang didasarkan pada perbandingan antara yang diterima pegawai dari hasil pekerjaannya
dibandingkan
dengan
yang
diharapkan,
diinginkan
dan
dipikirkannya.
2.2.2 Teori Kepuasan Kerja Beberapa pendekatan ditemukan dari hasil eksplorasi teori kepuasan kerja. Pendekatan pertama berorientasi individu, menekankan pengkondisian lingkungan dan pemberian reward untuk membangun kinerja personal di dalam organisasi. Pendekatan kedua menekankan pentingnya hubungan antar pribadi dan supervisi di dalam organisasi. Sejalan dengan ini maka organisasi membangun sistem pemberian reward untuk mempengaruhi kepuasan dalam kelompok kerja. Pendekatan yang ketiga berorientasi pada pekerjaan dan pertumbuhan individu di dalam pekerjaan. Variasi tugas dan otonomi serta peluang untuk mengembangkan diri digunakan sebagai strategi untuk meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja. Sejalan dengan pendekatan-pendekatan ini diidentifikasi berbagai teori kepuasan kerja. Beberapa diantaranya adalah teori pemenuhan kebutuhan (need fulfillment), teori kesesuaian harapan (discrepancy), teori kesesuaian nilai kerja (value attaintment),
teori
keseimbangan
(equity)
dan
teori
disposisi
pribadi
(dispositional/genetic). Teori Hirarki kebutuhan Maslow adalah : 1) Kebutuhan fisiologi yakni kebutuhan paling dasar manusia yakni kebutuhan akan pakaian, perumahan, makanan, seks dan kebutuhan ragawi lainnya. 2) Kebutuhan keamanan yakni kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan
11
emosional. 3) Kebutuhan sosial mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima baik dan persahabatan. 4) Kebutuhan penghargaan merupakan kebutuhan akan rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi, prestasi dan faktor rasa hormat misalnya status, pengakuan dan perhatian 5) Kebutuhan aktualisasi diri yaitu dorongan untuk menjadi yang mampu dikerjakannya mencakup pertumbuhan, mencapai potensialnya dan pemenuhan diri (Robbins, 2006). Teori Herzbergh dikenal dengan “Teori Dua Faktor” yakni faktor ekstrinsik dan intrinsik (extrinsic and intrinsic) (Gibson dkk, 2000). Kedua faktor tersebut memiliki perbedaan penting seperti disajikan pada penjelasan di bawah ini. Pertama, faktor ekstrinsik yakni “keadaan pekerjaan” (job context) yang menyebabkan rasa tidak puas (dissatisfaction) apabila kondisi ini tidak ada. Kondisi ini adalah faktor-faktor yang membuat orang merasa tidak puas. Faktor-faktor yang menyebabkan orang puas atau tidak puas adalah : upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, mutu supervisi teknis dan mutu dari hubungan interpersonal di antara teman sejawat, dengan atasan dan dengan bawahan. Kedua, faktor intrinsik yakni “kepuasan kerja” (job content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat yang dapat menghasilkan prestasi pekerjaan yang baik. Jika kondisi ini tidak ada, maka kondisi ini ternyata tidak menimbulkan rasa ketidakpuasan yang berlebihan. Serangkaian faktor ini dinamakan satisfier atau motivators yang meliputi prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan pekerjaan itu sendiri dan kemungkinan untuk berkembang. Menurut Mangkunegara, (2002) teori-teori yang berhubungan dengan
12
kepuasan kerja antara lain : 1. Teori keseimbangan (equity theory) dikembangkan oleh Adam yang terdiri dari komponen input, outcome dan equity in equity. Pertama, input adalah semua nilai yang diterima pegawai yang dapat menunjang pelaksanaan kerja misalnya pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi dan jumlah jam kerja. Kedua, outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan pegawai misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol, pengenalan kembali dan kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri. Ketiga, equity in equity dimana menurut teori ini puas atau tidak puasnya pegawai merupakan hasil dari membandingkan antara input-outcome dirinya dengan output-outcome pegawai lain. 2. Teori perbedaan (discrepancy theory) dipelopori pertama kali oleh Porter yang berpendapat bahwa untuk mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai. Apabila seseorang memperoleh lebih besar dari yang diharapkan maka orang tersebut akan menjadi puas, sebaliknya jika memperoleh sesuatu yang lebih kecil dari yang diharapkannya maka terjadi ketidakpuasan. Teori perbedaan ini hampir sama dengan teori keadilan yang juga membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka tetapi dengan masukan dan keluaran orang lain dan kemudian berespon untuk menghapuskan setiap ketidakadilan. Individu-individu tidak hanya peduli akan jumlah mutlak ganjaran atas kerja mereka tetapi juga berhubungan dengan jumlah yang diterima orang lain. 3. Teori pemenuhan kebutuhan (need fulfillment theory) menyimpulkan bahwa kepuasan kerja pegawai tergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan.
13
Pegawai akan merasa puas apabila ia mendapatkan yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut, demikian juga sebaliknya pegawai akan merasa tidak puas jika kebutuhannya tidak terpenuhi. 4. Teori pandangan kelompok (social reference group theory) menyikapi kepuasan seseorang berdasarkan pandangan dan pendapat kelompok acuan. Seseorang akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan kelompok acuan. Seluruh teori kepuasan kerja yang telah dibahas di atas merupakan dasar dalam mengkaji dan meneliti mengenai kepuasan kerja. Kesimpulan dari teoriteori tersebut bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh sesuatu yang berada di dalam dan di luar diri pegawai.
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Faktor yang berhubungan dengan kepuasan dalam pekerjaan itu sendiri, faktor yang berhubungan dengan teman sekerja, faktor yang berhubungan dengan pengawasan, faktor yang berhubungan dengan promosi jabatan/pengembangan karir
dan
faktor yang berhubungan dengan gaji. Faktor-faktor tersebut
merupakan item instrumen Job Describsion Index yang digunakan banyak peneliti dalam mengkaji kepuasan kerja (Jewell dan Siegal dalam Juliandi, 2003). Luthans (2006) menyatakan lima dimensi kepuasan kerja yaitu : (1) Pekerjaan Itu Sendiri Dalam hal dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab.
14
(2) Gaji Sejumlah upah yang diterima dan tingkat dimana hal ini bisa dipandang sebagai hal dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain dalam organisasi. (3) Kesempatan Promosi Kesempatan untuk maju dalam organisasi. (4) Pengawasan Kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan dukungan prilaku. (5) Rekan Kerja Tingkat dimana rekan kerja pandai secara teknis dan mendukung secara sosial. Penelitian ini memilih tiga faktor dari lima faktor kepuasan kerja tersebut. Karir tidak diikutsertakan dalam kajian ini dengan alasan kurang relevannya mengkaji karir bagi dosen sedangkan gaji akan diikutsertakan ke dalam variabel kompensasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhui kepuasan kerja pegawai a. Faktor Individual Faktor individual adalah kondisi pekerjaan itu sendiri yakni kondisi pekerjaan yang secara mental menantang. Pegawai cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai seberapa baik mereka mengerjakan sesuatu (Robbins, 2006). Karakteristik penggunaan ketrampilan dan kemampuan ini membuat kerja secara mental
menantang. Pekerjaan yang terlalu kurang menantang
15
menciptakan kebosanan tetapi pekerjaan yang terlalu banyak menantang dapat menciptakan stres, frustasi dan perasaan gagal bagi pegawai. Hal yang terbaik adalah pekerjaan yang memiliki tantangan dan seseorang memiliki kemampuan mengerjakan sesuai dengan kapasitas ketrampilan dan penguasaan terhadap pekerjaan tersebut. Luthans (2006) menyatakan kepuasan dari pekerjaan itu sendiri merupakan sumber utama kepuasan. Otonomi pekerjaan yang menantang dan perkembangan karir merupakan hal yang penting. Kondisi kerja yang bagus (bersih dan lingkungan menarik) individu akan lebih mudah menyelesaikan pekerjaan mereka. Jika kondisi kerja buruk (misalnya udara panas dan lingkungan bising) individu akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan. Abelson King dan Mc Ginnies, dalam Robbins (2006) menyatakan pada kondisi tantangan sedang, kebanyakan pegawai akan mengalami kesenangan dan kepuasan. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan pegawai akan mengalami kesenangan dan kepuasan. Pernyataan tersebut memberikan kejelasan, pekerjaan menantang yang dapat menciptakan kepuasan adalah kondisi pekerjaan yang menantang normal atau sedang. Sarana-sarana dalam pekerjaan yang tersedia dengan lengkap juga turut mempengaruhi kepuasan kerja. Pekerja tidak akan dapat melakukan pekerjaan dengan baik jika fasilitas pendukung tidak tersedia, konsekuensinya akan mempengaruhi rendahnya kepuasan kerja. b. Faktor Sosial Salah satu tujuan yang diharapkan dalam melakukan pekerjaan setelah terpenuhinya kepuasan
akan kebutuhan
fisik
adalah
kebutuhan
sosial.
16
Kebutuhan sosial terwujud dalam bentuk interaksi orang-orang yang berada pada lingkungan kerja. Robbins (2006) menyatakan bahwa bagi kebanyakan pegawai, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Jika seseorang mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung akan menghantar kepada kepuasan kerja yang meningkat. Luthans (2006) menyatakan tim kerja akan mempengaruhi kepuasan kerja. Pada umumnya rekan kerja yang kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja yang paling sederhana pada pegawai secara individu. Tim kerja yang kuat bertindak sebagai sumber dukungan, kenyamanan, nasihat dan bantuan pada anggota individu. Kelompok yang memerlukan kesalingtergantungan antar anggota dalam menyelesaikan pekerjaan akan memiliki kepuasan kerja yang lebih tinggi. Kelompok kerja yang baik atau tim yang efektif membuat pekerjaan menjadi menyenangkan. Rekan kerja adalah orang-orang yang turut membantu sukses tidaknya kerja yang dilakukan. Prilaku sesama pekerja mendorong tumbuhnya kepuasan jika satu sama lain bersikap menghargai, tidak terjadi konflik negatif dan bersikap bijaksana jika terdapat kesalahan yang dilakukan rekan kerja lain. Hubungan yang baik dalam kerja timbul karena adanya komunikasi dan kepercayaan diantara mereka yang berinteraksi selama bekerja. Supratiknya dalam Juliandi (2003) menyatakan dalam membangun hubungan baik harus ada saling kepercayaan diantara orang tersebut. Kepercayaan ini dapat diwujudkan dalam bentuk frekuensi komunikasi yang dilandasi kesamaan pengertian satu dengan lainnya. Komunikasi dapat mengurangi kesalahpahaman diantara sesama anggota
17
organisasi. Sebuah permasalahan dapat dilakukan dengan melakukan komunikasi terbuka dan kesediaan
untuk menerima kesalahan jika memang terdapat
kesalahan objektif yang telah dilakukan. Hubungan komunikasi yang baik ini dapat menjadikan tingkat kepuasan seseorang dalam bekerja menjadi tinggi. Hubungan antar manusia seperti halnya dalam bekerja akan tercipta dengan baik, jika ada kesediaan melebur sebagian keinginan pribadi individu demi tercapainya kepentingan bersama yang didasarkan atas saling pengertian, hargamenghargai, hormat-menghormati,
toleransi, menghargai pengorbanan dan
peranan yang diberikan oleh setiap individu/pegawai (Hasibuan, 2003). Masalah hubungan kerja ini berhubungan dengan teori kebutuhan Maslow yang menyatakan adanya motivasi seseorang karena kebutuhan sosial mereka. Jika seseorang dalam bekerja diterima dengan baik secara sosial, mampu berinteraksi dengan baik, akan memotivasi dirinya untuk melakukan kerja dan memperoleh kepuasan. Demikian juga dalam teori Mc Clelland, khususnya pada kebutuhan manusia
akan
berafiliasi
(afilliation
need),
seseorang
mengharapkan hubungan yang ramah dan karib dalam dunia kerja (Robbins, 2006). Dengan demikian, pegawai dalam bekerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial, bila rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar kepada kepuasan kerja yang meningkat. c. Faktor Utama dalam bekerja Faktor Utama dalam bekerja merupakan fungsi penilaian terhadap pekerjaan apakah telah memenuhi standar sesuai yang direncanakan atau terdapat penyimpangan di dalamnya. Terry (dalam Hasibuan, 2003) menyatakan Faktor Utama dalam bekerja merupakan proses penentuan standar yang harus
18
dicapai yakni pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar. Madura (2001) menyatakan fungsi Faktor Utama dalam bekerja terdiri dari tugas-tugas memonitor dan mengevaluasi. Untuk mengevaluasi tugas, para manajer hendaknya mengukur kinerja dibandingkan dengan standar dan harapan yang mereka tetapkan. Fungsi pengawasan menilai apakah rencana yang ditetapkan dalam fungsi perencanaan telah tercapai. Hasibuan (2003) penerapan Faktor Utama dalam bekerja dengan kepemimpinan partisipatif yaitu melakukan pengawasan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi menimbulkan loyalitas dan partisipasi dari bawahan.
Pemimpin
memotivasi bawahan
agar
merasa
ikut
memiliki
perusahaan dan selalu mendengarkan saran dan ide yang diberikan bawahan. Luthans (2006) mengatakan kepuasan kerja dari penyelia adalah menggunakan ketertarikan personal dan peduli pada pegawai. Penyelia diharapkan memberi nasihat dan bantuan pada individu dan berkomunikasi dengan rekan kerja secara personal maupun dalam konteks pekerjaan. Faktor Utama dalam bekerja dari atasan atau pimpinan berperan dalam menunjang kepuasan kerja bawahan. Kepemimpinan yang positif umumnya menghasilkan
kepuasan
kerja dan
kepemimpinan seorang atasan
prestasi
kerja.
Positifnya
nilai-nilai
juga tercermin dalam pengawasan yang
dilakukannya, dalam arti pengawasan positif akan menghasilkan kepuasan kerja seseorang. Peran pimpinan dalam Faktor Utama dalam bekerja cukup berarti untuk mewujudkan tujuan organisasi. Hal yang perlu dipertimbangkan oleh pimpinan
19
dalam proses Faktor Utama dalam bekerja adalah menciptakan pengawasan yang fleksibel atau tidak terlalu kaku. Faktor Utama dalam bekerja yang terlalu kaku dapat mengurangi kepuasan kerja pegawai. Kinicki dan Robert (2006) menyebutkan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan (need fulfillment), perbedaan antara hasil yang diharapkan dengan perolehannya dari tempat kerja, nilai pekerjaan terhadap individu, keseimbangan penghargaan dan faktor genetik. Newstroom (2007) menjelaskan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh penghasilan yang diterima individu, supervisi, profil pekerjaan (task performance), sejawat dan kondisi pekerjaan. Selanjutnya menurut Newstroom (2007) bahwa pekerjaan adalah salah satu bagian dari kehidupan individu. Oleh karena itu, kepuasan kerja adalah satu bagian dari kepuasan dalam kehidupan individu. Mathis dan Jackson (2002) menyatakan bahwa kepuasan kerja mempunyai banyak dimensi. Secara umum tahap yang diamati adalah kepuasan dalam pekerjaan itu sendiri, gaji, pengakuan, hubungan antara supervisor dengan tenaga kerja dan kesempatan untuk maju. Setiap dimensi menghasilan perasaan puas secara keseluruhan dengan pekerjaan itu sendiri namun pekerjaan juga mempunyai definisi yang berbeda bagi orang lain. Robbins (2006) menyatakan bahwa faktor-faktor yang lebih penting yang mendorong kepuasan kerja adalah kerja yang secara mental menantang, ganjaran yang pantas, kondisi kerja yang mendukung dan rekan kerja yang mendukung. Kerja yang secara mental menantang, pegawai cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka, menawarkan beragam tugas, kebebasan dan
20
umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan tetapi yang terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi tantangan yang sedang, kebanyakan pegawai akan mengalami kesenangan dan kepuasan. Kondisi kerja yang mendukung, pegawai peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang baik. Kebanyakan pegawai lebih menyukai bekerja dekat dengan rumah, dengan fasilitas yang relatif modern serta peralatan yang memadai. Rekan kerja yang mendukung, orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang berwujud dan pekerjaan mereka. Oleh karena itu, memiliki rekan kerja yang ramah dan mendukung memberikan kepuasan kerja yang meningkat.
21