BAB II
KAJIAN TEORITIS
1. Pengertian 1.1
Kriminologi Dalam berbagai literatur kepustakaan, kriminologi pertama kalinya diberi nama oleh Paul
Topinard (1830 – 1911), ia adalah seorang antropolog prancis, meurutnya kriminologi berasal dari kata “crimer” (kejahatan/penjahat),dan “logos” (ilmu pengetahuan), apabila dilihat dari istiah tersebut, maka kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan. Perkembangan kriminilogi, setelah mendapatkan nama dari P. Topinard, kemudian Cessaria Beccaria (1738-1794) mempopulerkan istilah kriminologi sebagai reformasi terhadap hukum pidana dan bentuk hukuman. Pada awal abad ke-19,kriminilogi dijadikan alat atau sarana sebagai alat pembaharuan hukum pidana yang pada waktu itu sangat kejam. Perkembangan kriminologi terjadi karena pengaruh yang pesat dari ilmu-ilmu alam (natural scienes) dan setelah itu kemudian tumbuh sebagai ilmu pengetahuan ilmiah dengan pendekatan dan analisi-analisis yang sosiologis. Ilmu modern setelah Topinard yang memperkenalkan istilah criminology, diantaranya adalah Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressy, mengatakan bahwa kriminologi adalah 1 “the body of knowledge regarding delinquency and crime as social phenomenon. It icludes within its scope the process of making law,the breaking of law, and reacting to word the breaking of law…..” ("dalam badan pengetahuan tentang kenakalan dan kejahatan sebagai fenomena sosial. Itu termasuk dalam ruang lingkupnya proses untuk membuat hukum, melanggar hukum, dan bereaksi terhadap kata yang melanggar hukum ..... ")
1
Yesmil, Adang Kriminologi, PT Refika Aditama, Bandung 2010 h 5
Dari pengertian diatas, bahwa yang termasuk dalam pengertian kriminologi adalah : proses pembentukan hukum, pelanggaran hukum, dan reaksi terhadap para pelanggar hukum. Maka dengan demikian kriminologi tidak hanya mempelajari kejahatan saja, tetapi juga mempelajari bagaimana hukum itu berjalan. Kriminologi dalam pandangan Edwin H Sutherland dan Donald R. Crissey, dibagi menjadi 3 cabang utama:2 1. sosiologi hukum (sociology of law) cabang kriminologi ini merupakan analisis ilmiah atas kondisi-kondisi berkembangnya hukum pidana. Dalam pandangan sosiologi hukum, bahwa kejahatan itu dilarang dan diancam dengan suatu sanksi. Jadi yang menentukan suatu perbuatan itu merupakan kejahatan adalah hukum. 2. Etiologi kejahatan, merupakan cabang kriminologi yang mencari sebab musabab dan kejahatan 3. Penology, merupakan ilmu tentang hukuman, akan tetapi Sutherland memasukan hak-hak yang berhubungan dengan usaha pengendalian kejahatan baik reprensif maupun preventif
Paul Mudigno Mulyono tidak sependapat dengan definisi yang disampaikan oleh Sutherland. Menurutnya, definisi itu seakan-akan tidak memberikan gambaran bahwa pelaku kejahatan itupun mempunyai andil atas terjadinya kejahatan, oleh karena terjadinya kejahatan bukan semata-mata perbuatan yang ditentang oleh masyarakat, akan tetapi adanya dorongan dari si pelaku untuk melakukan perbuatan jahat yang ditentang oleh masyarakat tersebut. Karenanya,
2
Ibid h6
beliau meberikan definisi kiminologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari kejahatan sebaagai masalah manusia. 3
Jauh sebelum Sutherland, W. A Bonger (1934) sebagai pakar kriminologi, mengatakan bahwa kriminologi adalah “ilmu pengetahuan
yang mempelajari, menyelidiki sebab-sebab
kejahatan dan gejala kejahatan dalam arti seluas-luasnya”.Yang dimaksud di dalam mempelajari kejahatan seluas-luasnya adalah termasuk mempelajari penyakit social (pelacuran, kemiskinan, gelandangan, alkoholnisme). 4
Bonger membagi kriminologi menjadi 6 cabang, yakni :5 1. Antropologi kriminal Suatu ilmu pengetahuan tentang manusia jahat, di mana ilmu pengetahuan ini memberikan jawaban atas pertannyaan tentang orang jahat. Misalanya, di dalam tubuhnya mempunyai tanda-tanda seperti apa? Dan sebagainya. 2. Sosiologi kriminal Suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan sebagai suatu gejala masyarakat. Intinya ingin mengetahui dan menjawab sampai mana letak sebab musabab kejahatan dalam masyarakat. 3. Psychology kriminal Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang penjahat dari sudut jiwanya 4. psycho dan neuro criminal 3
Ibid h7 Ibid h7 5 Wahju Muljono. Pengantar teori kriminologi. Pustaka yustisia,Yogyakarta 2012 h 31 4
ilmu pengetahuan yang mempelajari tetntang penjahat yang sakit jiwa atau “urat syaraf”. 5. Penologi: Ilmu yang mempelajari tentang tumbuh dan perkembangan hukuman
Disamping bonger membagi 5 bagian cabang kriminologi, ia juga mengatakan bahwa ada “kriminologi terapan dalam bentuknya dibagi menjadi 3 bagian:6
1. Higiene criminal: yakni usaha yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan. Misalnya usaha-usaha yang dilakukan pemerintah untuk menerapkan Undang-Undang, system jaminan hidup dan kesejahteraan yang dilakukan semata-mata mencega terjadinya kejahatan. 2. Politik kriminal: usaha penanggulangan kejahatan dimana suatu kejahatan telah terjadi. Dalam hal ini dilihat dimana seseorang melakukan kejahatan, jadi tidak semata-mata penjatuhan sanksi. 3. Kriminalistik (police scientific); merupakan ilmu tentang pelaksanaan penyelidikan tehnik kejahatan dan pengusutan kejahatn.
Dari berbagai definisi kriminologi (setelah mendapatkan perkembangan) diatas, kami berpendapat bahwa kriminologi merupakan suatu ilmu dari suatu sub-disiplin dalam ilmu social, yang berbasis pendekatan-pendekatan dan pemikiran-pemikiran utama dalam sosiologi; studi sistematik dan akademik, serta universal dan ilmiah. Secara klasik, kami beranggapan bahwa yang dinamakan dengan kriminologi adalah: ’the term criminology in its broaddest sence is the study which includes all the subject matter necessary to the understanding and prevention of crime together with the punishment or treatment of delinguent and criminal, in its narrower sence criminology is simply the study wich attempts to 6
Yesmil,Adang kriminologi, PT Refika Aditama, Bandung 2010 h 8
explain crime to find out how they get that way”.(" 'dengan kriminologi istilah dalam rasa yang broaddest adalah studi yang mencakup semua materi pelajaran yang diperlukan untuk pemahaman dan pencegahan kejahatan bersama-sama dengan hukuman atau pengobatan deliguent dan pidana, kriminologi rasa sempit yang hanya AGIS studi mencoba untuk menjelaskan kejahatan untuk mengetahui bagaimana mereka mendapatkan seperti itu ") bahwa dalam hal ini (kriminologi klassik), kami melihat, kriminologi hanya seebagai suatu ”study” yang bukan merupakan ilmu pengetahuan, “not yet the complete science” yang didalamnya terdapat studi, terhadap pencegahan timbulnya kejahatan, penghukuman terhadap kejahatan. Pada waktu penjajahan belanda, orang tua kita selalu bilang hal demikian itu, dengan kalimat “het strafecht bestudert rechtregels, de criminology daarengen wil van de misdaad alles wasten”.7 Dari krimnologi klasik di atas, kami menyimpulkan bahwa yang menjadi fokus utama kajian kriminologi adalah:8
a) Arti kejahatan; sifat dan luasnya kejahatan. b) Mengapa orang berbuat jahat (etioloi kriminal/sebab-sebab orang melakukan kejahatan). c) Reformsasi hukum pidana d) Bagaimana penjahat tersebutdicirikan oleh kriminologi e) Pembinaan pidana (penjatuhan sanksi) f) Bentuk kejahatan g) Akibat dari perlakuan kejahatan h) Mencegah agar kejahatan tidak terulang 1.2
Tindak Pidana Pembentuk Undang-Undang kita menggunakan istilah straafbaarfeit untuk menyebutkan
nama tindak pidana, tetapi tidak memberikan penjelasan secara rinci mengenai straafbaarfeit tersebut.
7 8
Ibid h10 Ibid h10
Dalam bahasa belanda straafbaarfeit terdapat dua unsur pembentuk kata, yaitu straafbaar dan feit. Perkataan feit dalam bahasa belanda diartikan sebagaian dari kenyataan, sedang straafbaar berarti dapat dihukum, sehingga secara harfiah perkataan straafbaarfeit berarti sebagai dari kenyataan yang dapat dihukum. Pengertian dari perkataan straafbaarfeit.9 1. Simons Dalam rumusannya straafbaarfeit itu adalah: “tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan atas tindakannya dan oleh Undang-Undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. 2. Utrecht Menerjemahkan straafbaarfeit dengan istilah peristiwa pidana yang sering juga disebut delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan handelen atau doen-positif atau suatu melalaikan nalatennegatif, maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan itu). Peristiwa pidana merupakan suatu peristiwa hukum (rechtfeit), yaitu peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh hukum. 3. Pompe Perkataan straafbaarfeit secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu “pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku itu adalah penting demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum”. 4. Moeljatno
9
Evi Hartanti.Tindak pidana korupsi, Sinar Grafika 2008 h 5
“perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang hukum dan diancam pidana asal saja dalam hal itu diingat nahwa larangan ditunjukan pada perbuatan (yaitu kejadian atau keadaan yang ditimbulakan oleh kelakuan orang, sedang ancaman pidananya ditujukan pada orang yang menumbulkan kejahatan 1.2.1 Unsur-unsur tindak pidana10 a. unsur subjektif 1) kesengajaan atau kelalaian. 2) Magsud dari suatu percobaan atau poging sepertiyang dimagsud dalam pasal 53 ayat (1) KUHP 3) Berbagai magsud seperti yang terdapat dalam kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain. 4) Merencanakan terlebih dahulu, seperti yang terdapat dalam kejahatan menurut pasal 340 KUHP. 5) Perasaan takut seperti yang terdapat dalam rumusan tindak pidana menurut pasal 308. b. Unsur objektif 1) Sifat melawan hukum. 2) Kualitas dari pelaku, misalnya seorang pegawai negeri sipil melakukan kejahatan yang diatur dalam pasal 425 KUHP. 1.2.2 Jenis tindak pidana
10
Ibid h7
Jenis tindak pidana terdiri atas pelanggaran dan kejahatan.Pembagian tindak pidana ini membawa akibat hukum materil, yaitu sebagai berikut.11 1) Undang-Undang tidak membuat perbedaan antara opzet dan culpa dalam suatu pelanggaran. 2) Percobaan suatu pelanggaran tidak dapat dihukum. 3) Keikutsertaan dalam pelanggaran tidak dapat dihukum. 4) Pelanggaran yang dilakukan pengurus atau anggota pengurus ataupun para komisaris dapat dihukum apabila pelanggaran itu terjadi sepengetahuan mereka. 1.2.3 Tempat dan waktu tindak pidana Tidak mudah untuk menentukan secara pasti tentang waktu dan tempat diakukannya tindak pidana. Hal ini disebabkan oleh hakikat tindak pidana nerupakan tindakan manusia, dimana pada waktu melakukan tindakannya seringkali manusia menggunakan alat yang dapat menimbulkan akibat pada waktu dan tempat yang lain dimana orang orang tersebut telah menggunakan alatalat itu. Dapat pul terjadi bahwa tindakan dari seorang pelaku telah menimbulkan akibat pada waktu dan tempat yang lain daripada waktu dan tempat dimana pelaku tersebut telah melakukan perbuatannya. jadi, tempusdelicti
adalah waktu dimana telah terjadi suatu tindak pidana
sedangkan locus delicti adalah tempat tindak pidana berlangsung. Menurut Prof. Van Bemmelen yang dipandang sebagai tempat dan waktu dilakukannya tindak pidana pada dasarnya adalah tempat dimana seorang pelaku telah melakukan perbuatannya secara materil. Yang di anggap sebagai locus delicti adalah :12 1) Tempat di mana seorang pelaku itu telah melakukan sendiri perbuatannya; 2) Tempat di mana alat yang telah dipergunakan oleh seorang tu bekerja; 11 12
Ibid h7 Ibid h 8
3) Tempat di mana akibat langsung dari suatu tindakan itu telah timbul; 4) Tempat di mana akibat konstitutif itu telah timbul 1.3 Korupsi Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) atau rasuah adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.13
Dari sudut pandang hukum, Tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
perbuatan melawan hukum,
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis Tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah
13
memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
penggelapan dalam jabatan,
pemerasan dalam jabatan,
ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
Wikipedia. 2010 Korupsi (http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi, diakses 2 Januari 2012)
menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan
1.4 Tindak pidana korupsi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 tentang pemberantasan Tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak pidana korupsi (UU No.31 Tahun 1991 jo. UU no. 20 Tahun 2001) memuat pengertian korupsi yang hamper identic dengan pengertian Tindak pidana korupsi itu sendiri, yaitu sebagai berikut.14
14
Aziz Syamsuddin. Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika 2011 h 138
1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (pasal 2 UU no.31 Tahun 1991 jo. UU no 20 Tahun 2001). 2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan wewenang, kesempatan aatau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara(pasal 3 UU no.31 Tahun 1991 jo. UU no 20 Tahun 2001). 3. Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara dengan magsud supaya pegawai negeri atau penyelenggara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara karena atau berhubungan dengan sesuatu dengan bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.(pasal 5 ayat (1) UU no 20 Tahun 2001). 4. Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan magsud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili, atau memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan perUndang-Undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri siding pengadilan dengan agsud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk di adili (pasal 6 ayat (1) UU No.20 Tahun 2001) 2. Sifat Dan Ciri Korupsi 2.1 Sifat korupsi
Baharudin Lopa dalam bukunya kejahatan korupsi dan penegakan hukum membagi korupsi menurut sifatnya dalam 2 (dua) bentuk, yaitu sebagai berikut 15 2.1.1 Korupsi yang bermotif terselubung Yakni korupsi secara sepintas kelihatannya bermotif politik, tetapi secara tersembunyi sesungguhnya untuk mendapatkan uang semata. Contoh:seorang pejabat menerima uang dengan janji akan si pemberi suap menjadi pegawai negeri atau diangkat dalam suatu jabatan. Namun, dalam kenyataannya setelah menerima suap, pejabat itu tidak memperdulikan lagi janjinya kepada orang yang memberi suap tersebut.Yang pokok adalah mendapatkan uang tersebut. 2.1.2 Korupsi yang bermotif ganda Yaitu seorang melakukan korupsi secara lahiria kelihatannya hanya bermotif mendapatkan uang, tetapi sesungguhnya bermotif lain, yakni kepentingan politik. Contoh: seseorang yang membujuk dan menyogok seorang pejabat agar dengan menyalahgunakan kekuasaannya, pejabat itu dalam mengambil keputusan nyamemberikan suatu fasilitas pada si pembujuk itu, meskipun sesungguhnya si pembujuk (penyogok) tidak memikirkan apakah fasilitas itu akan diberikan hasil kepadanya. 2.2
Ciri-ciri korupsi
Ciri- ciri korupsi dijelaskan oleh Shed Husein Alatas dalam bukunya sosiologi korupsi sebagai berikut.16 a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang. Hal ini tidak sama dengan kasus pencurian atau penipuan. Serang operator yang korup sesungguhnya tidak ada dan kasus itu biasannya termasuk dalam pengertian penggelapan (fraud). Contohnya adalah pernyataan 15 16
Evi Hartanti. Tindak pidana korupsi, Sinar Grafika 2008 H10 Ibid h10
tentang belanja perjalanan atau rekening hotel. Namun, disini seringkali ada pengertian diamdiam diantara pejabat yang mempraktikkan berbagai penipuan agar situasi ini terjadi. Salah satu cara penipuan adalah permintaan uang saku yang berlebihan, hal ini biasanya dilakukan dengan meningkatkan frekuensi perjalanan dalam pelaksanaan tugas. Kasus seperti inilah yang dilakukan oleh para elit politik sekarang yang kemudian mengakibatkan polemic dimasyarakat. b. Korupsi pada umumnya dilakukan secara rahasia, kecuali korupsi itu telah merajalela dan begitu dalam sehinggah individu yang berkuasa dan mereka yang berada dalam lingkungannya tidak tergoda untuk menyembunyikan perbuatannya.namun, walaupun demikian motiv korupsi tetap dijaga kerahasiaannya. c. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban dan keuntungan itu tidak selalu berupa uang. d. Mereka yang mempraktikan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung dibalik pembenaran hukum. e. Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas dan mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu. f. Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan oleh badan public atau umum (masyarakat) g. Setiap bentuk korupsi adalah suatu penghianatan terhadap kepercayaan. 1. Faktor Penyebabnya Korupsi Faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi menurut Evi Hartati, S.H dalam bukunya adalah sebagai berikut17
17
Ibid h11
a. Lemahnya pendidikan agama dan etika. b. Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidak menggugah kesetiaan dan kapatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi. c. Kurangnnya pendidikan. Namun kenyataannnya sekarang kasus-kasus korupsi diIndonesia dilakukan oleh para pelaku Korupsi yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi, terpelajar, dan terpandang sehingga alasan ini dapat dikatakan kurang tepat. d. Kemiskian. Pada kasus korupsi yang merebak di Indonesia, para pelakunya bukan didasari oleh kemiskinan melainkan oleh keserakahan, sebab mereka bukanlah dari kalangan yang kurang mampu melainkan oleh konglomerat. e. Tidak adanya sanksi yang keras. f. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk pelaku anti korupsi. g. Struktur pemerintahan. h. Perubahan radikal. Pada system nilai mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai suatu pentakit transisional. i. Keadaan masyarakat.korupsi dalam suatu birokrasi bias mencerminkan keadaan masyarakat secara keseluruhan Faktor paling penting dalam dinamika korupsi adalah keadaan moral dan intelektual para pemimpin masyarakat. Keadaan moral dan intelektual dalam konfigurasi kondisi-kondisi yang lain. Beberapa faktor yang dapat menjinakan korupsi, walaupun tidak akan memberantasnya adalah a. Keterikatan positif pada pemerintahan keterlibatan spiritual serta tugas kemajuan nasional dan public maupun birokkrasi;
b. Administrasi yang efisien serta penyesuaian structural yang layak dari mesin dan aturan pemerintah sehingga menghindari penciptaan sumber-sumber korupsi; c. Kondisi sejarah dan sosiologis yang menguntungkan; d. Berfungsinnya suatu system yang anti korupsi; e. Kepemimpinan kelompok yang berpengaruh dengan standar moral dan intelektual yang tinggi. 4. Strategi Pemberantasan Korupsi Korupsi adalah kejahatan yang luar biasa yang dapat disebut sebagai extra ordinary crimes maa upaya penberantasannyapun bersifat luar biasa, atau sebagaimana dikatakan Satjipto Rahardjo harus pula dilakukan dengan cara-cara berbeda dan diluar kelaziman penanggulangan kejahatan lainnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mendorong agar hukum mampu berperan dalam upaya menciptakan kontrol guna memperoleh informasi dan transparasi terhadap perilaku birokrasi yait mencoba mengubah birokrasi yang tertutup menjadi terbuka dan transparan.18 Berbicara upaya sebagaimana dijelaskan diatas berarti berbica bagaimana penegakan hukum dalam upaya menanggulangi kejahatan korupsi. Oleh karena itu diperlukan upaya yang komprehensif untuk menaggulanginya yaitu melalui upaya pengembangan sistem hukum, karena pada dasarnya korupsi merupakan kejahatan yang sistemik yang berkaitan erat dengan kekuasaan , sebagaimana dijelaskan Indriyanto Seno Adji, “bentuk kejahatan struktural ini yang memasukan format korupsi sebagai bagian dari kejahatan terorganisir. Korupsi yangg melanda hampir seluruh dunia meupakan kejahatan struktural yang meliputi sistem, organisasi dan
18
Mien Rukmini. Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi, P.T. Alumni, 2006 hal 113
struktur yang baik sehingga korupsi begitu menjadi sangat kuat dalam konteks perilaku politik dan sosia19 5. Pengaturan Tindak pidana korupsi Di Indonesia langkah-langkah pembentukan hukum positif guna menghadapi masalah korupsi telah menghadapi masalah korupsi telah dilakukan selama beberapa masa perubahan peraturan perUndang-Undangan. Istilah korupsi sebagai istilah yuridis baru digunakan pada tahun 1957, yaitu dengan adanya pengaturan penguasa militer yang berlaku di daerah kekuasaan ankatan darat (peraturan militer nomor PRT/PM/06/1957).Beberapa peraturan yang mengatur mengenai Tindak pidana korupsi di Indonesia sebagai berikut.20
1. Masa peraturan penguasa militer, yang terdiri atas: a. Peraturan penguasa militer Nomor PRT/pm/06/1957 dikeluarkan oleh penguasa militer Amgkatan Darat dan berlaku untuk daerah kekuasan Angkatan Darat, b. Peraturan penguasa militer nomor PRT/PM/08/1957 berisi tentang pembentukan badan yang berwenang mewakili Negara untuk menggugat secara perdata orang-orang yang dituduh melakukan berbagai bentuk perbuatan korupsi yang bersifat keperdataan (perbuatan korupsi lainnya) lewat pengadilan tinggi. Badan yang dimagsud adalah pemilik harta benda (PHB) c. Peraturan penguasa militer Nomor PRT/PM/11/1957 merupakan peraturan yang menjadi dasar hukum dari kewenagan yang dimiliki oleh pemilik harta benda (PHB) untuk melakukan penyitaan harta benda yang dianggap hasil perbuatan korupsi lainnya, sambil menunggu hasil putusan pengadilan tinggi.
19 20
Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Hukum Pidana, cetakan 1 jakarta, 2001, hal 236 Evi Hartanti. Tindak pidana korupsi, Sinar Grafika 2008 h22
d. Peraturan
penguasa
perang
pusat
kepala
staf
angkatan
darat
Nomor
PRT/PEPERPU/031/1958 serta peraturan pelaksanannya. e. Peraturan penguasa perang pusat kepala staf angkatan laut Nomor PRT/z.1 /I/7/1958 tanggal 17 april 1958. 2. Masa Undang-Undang nomor 24/Prp/Tahun 1960 tenntang pengusutan, penuntutan, dan pemeriksaan Tindak pidana korupsi. Undang-Undang ini merupakan perubahan dari peraturan pengganti Undang-Undang Nomor 24 tahun 1960 yang tertera dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1961 3. Masa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 (LNRI 1971-19; TNLRI2958) tentang pemberantasan Tindak pidana korupsi. a. Masa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 (LNRI 1999-40; TNLRI387) tentang pemberantasan Tindak pidana korupsi kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 (LNRI 2001-134; TNLRI4150) tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak pidana korupsi. Selanjutnya pada tanggal 27 desember 2002 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 LNRI 2002-137;TNLRI4520) tentang komisi pemberantasan Tindak pidana korupsi. Dasar hukum dari munculnya peraturan diluar kitab Undang-Undang hukum pidana (KUHP) diatas adalah pasal 103 KUHP. Di dalam pasal tersebut dinyatakan: “ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab VII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perUndang-Undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh Undang-Undangditentukan lain” Jadi, dalam hal ketentuan dalam peraturan PerUndang-Undangan mengatur lain daripada yang telah diatur dalam KUHP, dapat diartikan bahwa suatu bentuk aturan khusus telah
mengkesampingkan aturan umum (lex specialis Derogat Legi Generali). Dengan kata lain pasal 103 KUHP memungkinkan suatu ketentuan perUndang-Undangan diluar KUHP untuk mengesampingkan ketentuan-ketentuan didalam KUHP. Dalam kitab Undang-Undang hukum pidana (KUHP) sebenarnya terdapat ketentuanketentuan yang mengancam dengan pidana orang yang melakukan delik jabatan, pada khususnya delik-delik yang dilakukan oleh pejabat (ambtenaar) yang terkait dengan korupsi. Ketentuan-ketentuan Tindak pidana korupsi yang terdapat dalam KUHP dirasa kurang efektif dalam mengantisipasi atau bahkan mengatasi permasalahan Tindak pidana korupsi.Oleh karena itu, dibentuklah suatu peraturan PerUndang-Undangan guna memberantas masalah korupsi, dengan harapan dapat mengisi serta menyempurnakan kekurangan yang terdapat pada KUHP. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang pemberantasan Tindak pidana korupsi, maka ketentuan pasal 209 KUHP, Pasal 201 KUHP, Pasal 387 KUHP, Pasal 388KUHP, Pasal 415 KUHP, Pasal 416 KHUP, Pasal 417 KUHP, Pasal 418 KUHP, Pasal 419 KUHP, Pasal 420 KUHP, Pasal 423 KUHP, Pasal 425 KUHP, Pasal 434 KUHP dinyatakan tidak berlaku. 6. Kejaksaan Sebagai Penegak Hukum
Dalam rangka menetapkan kedudukan dan peranan kejaksaan sesuai dengan system pemerintahan berdasarkan Undang-Undang dasar 1945, maka Undang-Undang ini menegaskan bahwa kedudukan kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan Negara terutama dibidang penuntutan dilingkungan peradilan umum Dalam Undang-Undang ini juga menetapkan pula Kewenangan untuk melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan, dengan pembatasan-pembatasan tertentu.
Berdasrkan Pasal 2 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan kejaksaan adalah alat satusatunya lembaga pemerintahan
pelaksana kekuasaan Negara yang mempunyai tugas dan
wewenang di bidang penuntutan dalam penegakan hukum dan keadilan di lingkungan peradilan umum. Yang dimagsud dengan “kejaksaan adalah satu dan tidak terpisah-pisahkan” adalah satu landasan dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya dibidang penuntutan yang bertujuan memelihara kesatuan kebijakan di bidang penuntutan sehinggah dapat menampilkan cirri khas yang menyatu dalam tata piker, tata laku, dan tata kerja kejaksaan.oleh karena itu kegiatan penuntutan di pengadilan oleh kejaksaan tidak akan berhenti hanya karena jaksa yang semula bertugas berhalangan. Dalam hal demikian tugas penuntutan oleh kejaksaan akan tetap berlangsung sekaliun untuk itu dilakukan oleh jaksa lainnya sebagai pengganti. Dalam melaksanakan jabatan fungsional di bidang penuntutan, jaksa bertindak sebagai warga Negara dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat dan pemerintah.oleh karena itu pelaksanaan penuntutan harus berdasarkan hukum dan senantiasa mengindahkan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat dengan memperhatikan kebijakan pemerintah dalam penanganan perkar